Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

CKD

Disusun Oleh:

YESSI MAGNA RAMADHANI


108117005

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
2021
I. CKD

A. PENGERTIAN

Gagal ginjal kronis atau penyakit ginjal tahap akhir merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
(Smeltzer, 2001)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan dari gagal ginjal akut yang
progresif dan lambat biasanya berlangsung beberapa tahun, dimana ginjal
kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi
cairan tubuh dalam keadaan asupan diit normal. (Price, 2005) Gagal ginjal
kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti
ginjal yang tetap berupa dialisis atau
transplantasi ginjal. (Sudoyo, 2006)

Dari beberapa pengertian diatas dapat penulis simpulkan bahwa gagal


ginjal kronik adalah penyakit ginjal tahap akhir yang menyebabkan gangguan
fungsi normal ginjal untuk mempertahankan keseimbangan volume cairan dan
elektrolit, memerlukan terapi dialisis atau penggantian ginjal.
B. ETIOLOGI

1. Etiologi

Gagal ginjal kronis dapat disebabkan oleh penyakit sistematik seperti


diabetes militus, glumeluronefritis kronis; pielonefritis; hipertensi yang
tidak dapat dikontrol; obstruksi traktus urinarius; lesi herediter; seperti
penyakit ginjal polikistik; gangguan vaskuler; infeksi; medikasi; atau agens
toksik.

Klasifikasi Penyakit
penyakit
Infeksi Pielonefritis kronis
Penyakit vaskular Nefrosklerosis benigna
hipertensif Nefrosklerosis maligna Stenosis
arteri renalis
Gangguan jaringan Lupus eritematosus sistemik
penyambung poliarteritis nodus
Sklerosis sistemik proggresif
Gangguan kongenital Penyakit ginjal polikistik
dan
Asidosis tubulus ginjal
herediter
Penyakit metabolik DM, gout, hipertiroidisme,
amiloidosis
Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik

Nefropati ginjal
Nefropati obstruktif Sal. Kemih atas: kalkuli neoplasma
fibrisis retroperitineal
Sal. kemih bawah:hipertropi
prostat. Striktur urethra, anomali
congenital pada leher
kandung kemih dan urethra
Penyakit peradangan Glomerulonefritis

C. PATOFISIOLOGI
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolime protein yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik
setelah hemodialisis.
Gangguan Klirens Renal. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal
sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang
menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan
oleh ginjal.
Penurunan Laju Filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya
filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli). Klirens kreatinin
akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Selain itu, kadar
nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan
indikator yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi
secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal,
tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka
RBC), dan medikasi seperti steroid.
Pada gagal ginjal kronik, ginjal tidak mampu untuk mengkonsentrasikan
atau mengencerkan urin secara normal, respons ginjal yang sesuai terhadap
perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien
sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan risiko terjadinya edema,
gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat
aktivasi aksis renin angiostensin dan kerjasama keduanya meningkatkan
sekresi aldosteron.

Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam,


mencetuskan risiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status
uremik.
Asidosis juga dapat terjadi pada penyakit gagal ginjal kronik,
terjadinya asidosis metabolik disebabkan ketidakmampuan ginjal
mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam
terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk menyekresi ammonia
(NH3) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan ekskresi
fosfat dan asam organik lain juga terjadi.
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin, suatu substansi nomal
yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sum-sum tulang untuk
menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin
menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan napas sesak.
Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat. Abnormalitas utama yang lain
pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat.
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal
balik; jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar
fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan
kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Namun demikian, pada gagal ginjal, tubuh tidak berespon secara
normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya, kalsium di
tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tilang dan penyakit tulang.
Penyakit tulang akibat gagal ginjal kronik dapat menimbulkan kecacatan.
Hal ini berhubungan dengan kegagalan hidroksilasi vitamin D di ginjal yang
menyebabkan osteomalasia dan hipokalsemia akibat kadar fosfat yang tinggi
dan kadar vitamin D yang rendah menyebabkan osteoporosis.
Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis
berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan
adanya hupertensi. Pasien yang mengekskresikan secara signifikan sejumlah
protein atau mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat
memburuk daripada mereka yang tidak mengalami kondisi ini.
(Price, 2005)
D. MANIFESTASI KLINIS

Pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi
uremia, maka pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala.
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan
ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.

Manifestasi kardiovaskuler yang dapat terjadi pada gagal ginjal kronis


mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron), gagal jantung kongestif, dan edema pulmoner
(akibat cairan berlebih), dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial
oleh toksin uremik).
Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah
(pruritus). Butiran uremik, suatu penumpukan kristal urea di kulit, saat ini
jarang terjadi akibat penanganan yang dini dan agresif pada penyakit ginjal
tahap akhir. Gejala gastrointestinal juga sering terjadi dan mencakup
anoreksia, mual, muntah, dan cegukan. Perubahan neuromuskuler mencakup
perubahan tingkat kesadaran, tidak berkonsentrasi, kedutan otot, dan kejang.
Mekanisme yang pasti untuk setiap manifestasi tersebut belum dapat
diidentifikasi. Namun demikian, produk sampah uremik sangat dimungkinkan
sebagai penyebabnya.
(Smeltzer, 2001)

E. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan


homeostasis selama mungkin. Seluruh faktor yang berperan pada gagal ginjal
tahap akhir dan faktor yang dapat dipulihkan (misalnya, obsruksi)
diidentifikasi dan ditangani.
Komplikasi potensial gagal ginjal kronis yang memerlukan pendekatan
kolaboratif dalam perawatan mencakup :
1. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,
katabolisme, dan masukan diet berlebihan;
2. Perikarditas, efusi perikardial, dan tamponade, jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat;
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
renin-angiotensin-aldosteron;
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, dan
kehilangan darah selama hemodialisis;
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolime vitamin D abnormal, dan
peningkatan kadar aluminium.
Komplikasi dapat dicegah atau dihambat dengan pemberian
antihipertensif, eritropoetin, suplemen besi, agens pengikat fosfat, dan
suplemen kalsium. Pasien juga perlu mendapat penanganan dialisis yang
adekuat untuk menurunkan kadar produk sampah uremik dalam darah.
Intervensi diet juga perlu pada gangguan fungsi renal dan mencakup
pengaturan yang cermat terhadap masukan protein, masukan cairan untuk
mengganti cairan yang hilang, masukan natrium untuk mengganti natrium
yang hilang, dan pembatasan kalium. Pada saat yang sama, masukan kalori
yang adekuat dan suplemen vitamin harus dianjurkan. Protein akan dibatasi
karena urea, asam urat, dan asam organik hasil pemecahan makanan dan
protein jaringan akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat
gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus memiliki nilai
biologis tinggi (produk susu, telur dan daging). Protein mengandung nilai
biologis yang tinggi adalah substansi protein lengkap dan menyuplai asam
amino utama yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perbaikan sel.
Biasanya cairan yang diperbolehkan adalah 500 sampai 600 ml untuk 24 jam.
Kalori diperoleh dari karbohidrat dan lemak untuk mencegah kelemahan.
Pemberian vitamin juga penting karena diet rendah kehilangan vitamin larut
air melalui darah selama penanganan dialisis. Fosfat makanan di saluran
gastrointestinal. Namun demikian, perhatian terhadap potensial toksisitas
aluminum jangka panjang dan hubungan antara tingginya kadar aluminum
dengan gejala neurologis dan osteomalasia menyebabkan dokter meresepkan
natrium karbonat dosis tinggi sebagai penggantinya. Medikasi ini juga
mengikat fosfat diet di saluran intestinal menyebabkan intesida yang
digunakan cukup diberikan dalam dosis kecil. Kalsium karbonat dan antasida
pengikat fosfat harus diberikan bersama dengan makanan agar efektif.
Antasida mengandung magnesium harus dihindari untuk mencegah toksitas
magnesium.

Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertnsi control


volume intravaskuler. Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner juga
memerlukan penanganan pembatasan cairan, diet rendah natrium, diuretik,
agens inotropik seperti digitalis atau dobutamine dan dialisis. Asidosis
metabolik pada gagal ginjal kronis biasanya tanpa gejala dan tidak
memerlukan penanganan; namun demikian, suplemen natrium karbonat atau
dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidoisis jika kondisi ini
menimbulkan gejala.
Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat
disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap
kandungan kalium pada seluruh medikasi oral maupun itravena. Pasien
diharuskan diet rendah kalium. Kadang-kadang Kayexelate, perlu diberikan
secara oral.
Abnormalitas neurologi dapat terjadi dan memerlukan observasi dini
terhadap tanda-tanda seperti kedutan, sakit kepala, delirium, atau aktivitas
kejang. Pasien dilindungi dari cedera dengan menempatkan pembatas tempat
tidur. Awitan tegang dicatat dalam hal tipe, durasi dan efek umumnya
terhadap pasien. Dokter segera diberitahu. Diazepam intravena (valium) atau
fenitoin (dilantin) biasanya diberikan untuk mengendalikan kejang.
Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan Epogen (eritropoetin
manusia rekombinan). Anemia pada pasien (hematokrit kurang dari 30 %)
muncul tanpa gejala spesifik seperti malaise, keluhan umum, dan penurunan
toleransi aktivitas. Terapi Epogen diberikan untuk memperoleh nilai
hematokrit sebesar 33 % sampai 38 %, yang biasanya memulihkan gejala
anemia. Epogen diberikan secara intervena atau subkutan tiga kali seminggu.
Naiknya hematokrit memerlukan waktu 2 sampai 6 minggu, sehingga Epogen
tidak diidentifikasikan untuk pasien yang memerlukan koreksi anemia dengan
segera. Efek samping terapi Epogen mencakup hipertensi (terutama selama
tahap awal penanganan), peningkatan bekuan pada tempat akses vaskuler,
kejang dan penipisan cadangan besi tubuh.
Pasien yang menerima Epogen biasanya menunjukkan gejala mirip flu
pada permulaan terapi; cenderung menghilang setelah dosis diulang.
Penatalaksanaan melibatkan heparin untuk mencegah pembekuan pada
tempat dialisis selama penanganan hemodialisis, pemantauan hematokrit
yang sering, dan pengkajian besi serum dan kadar transferin secara periodeik.
Karena cadangan besi tubuh yang adekuat diperlukan untuk berespons secara
adekuat terhadap eritropoetin, pemberian besi dapat diserapkan. Selain itu,
tekanan darah pasien dan kalium serum dipantau untuk mendeteksi hipertensi
dan meningkatnya kadar kalium serum, yang dapat terjadi selama terapi dan
menyebabkan peningkatan massa sel darah merah. Adanya hipertensi
memerlukan diawalinya koreksi dengan terapi antihipertensif. Hipertensi
yang tidak dapat dikontrol adalah kontraindikasi untuk terapi eritropoetin
rekombinan.

Pasien yang mendapatkan Epogen dilaporkan menurun kadar


keletihannya, rasa sejahtera meningkat, dapat mentoleransi dialisis dengan
lebih baik, memiliki kadar energi yang tinggi, dan toleransi aktivitasnya
membaik. Selain itu, terapi ini telah mengurangi kebutuhan transfusi dan
risiko yang berhubungan dengan tindakan ini (penyakit infeksius,
pembentukan antibodi, dan muatan besi berlebihan).
Pasien dengan gejala ginjal kronis yang meningkat dirujuk ke pusat
dialisis dan transplantasi sedini mungkin sejak penyakit renal mulai
berkembang. Dialisis biasanya dimulai ketika pasien tidak mampu
mempertahankan gaya hidup normal dengan penanganan konservatif.
(Smeltzer, 2001)
F. KOMPLIKASI

Komplikasi potensial gagal ginjal kronis yaitu:

1. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,


katabolisme, dan masukan diet berlebihan;
2. Perikarditas, efusi perikardial, dan tamponade, jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat;
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron;
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, dan
kehilangan darah selama hemodialisis;
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolime vitamin D abnormal, dan
peningkatan kadar aluminium.
( Smeltzer, 2001 )
 

PENGKAJIAN FOKUS

1. AKTIVITAS/ ISTIRAHAT

Gejala: Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise.

Gangguan tidur (insomnia / gelisah atau somnolen).

Tanda:

Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.

2. SIRKULASI

Gejala:
Riwayat hipertensi lama atau berat
Palpitasi; nyeri dada (angina).
Tanda:
Hipertensi; DVJ, nadi kuat, edema jaringam umum dan pitting pada kaki, telapak
tangan.
Disritmia jantung.
Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolema, yang
jarang pada penyakit tahap akhir.
Friction rub pericardial (respons terhadap akumulasi sisa).
Pucat ; kulit coklat kehijauan, kuning.
Kecenderungan perdarahan.
3. INTEGRITAS EGO
Gejala :
Faktor stress, contoh finansial, hubungan dan sebagainya.

Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.


Tanda :
Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
4.ELIMINASI
Gejala:
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
Tanda :
Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat dan
berawan.
 

Oliguria dapat menjadi anuria.

6. MAKANAN / CAIRAN
Gejala :
Peningkatan berat badan cepat (edema) , penurunan berat badan
(malnutrisi). Anoreksia, nyeri ulu hati, mual / muntah, rasa metalik
tak sedap pada mulut (pernapasan ammonia) Penggunaan diuretik.
Tanda :
Distensi abdomen / asites, pembesaran hati (tahap akhir)
Perubahan turgor kulit / kelembaban.
Edema (umum, tergantung)
Ulserasi gusi, perdarahan gusi / lidah.

Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak


bertenaga.
7. NEUROSENSORI
Gejala :
Sakit kepala, penglihatan kabur.
Kram otot / kejang ;sindrom“ kaki gelisah “;
bebas rasa terbakar pada telapak kaki.
Kebas / kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah
(neoropati perifer)
Tanda :
Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkontraksi, kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran, stupor dan koma.
Penurunan DTR.
Tanda Chvostek dan Trousseau positif.
Kejang, fasikulasi otot dan aktivitas kejang.
Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
8. NYERI / KENYAMANAN
Gejala :
Nyeri panggul, sakit kepala dan kram otot / nyeri kaki
(memburuk saat malam hari).
 

Tanda:
Perilaku berhati-hati / distraksi dan gelisah.

9. PERNPASAN
Gejala:
Napas pendek, dispnea noktural paroksimal, batuk dengan / tanpa sputum kental dan
banyak. Tanda :
Takipnea, dispnea dan peningkatan frekuensi / kedalaman
(pernapasan Kussmaul).
Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru).
10.KEAMANAN
Gejala:
Kulit gatal.
Ada / berulangnya infeksi.
Tanda :
Pruritus.
Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara aktual terjadi
peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah
dari normal (efek GGK / depresi respons imun).
Petekie dan area ekimosis pada kulit.
Fraktur tulang, deposit fosfat kalsium (kalsifikasi metastatik) pada
kulit, jaringan lunak, sendi dan keterbatasan gerak sendi.
11. SEKSUALITAS
Gejala :
Penurunan libido, amenorea, impotensi dan infertilitas.
12.PENYULUHAN.PEMBELAJARAN
Gejala :
Riwayat DM keluarga (risiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis
herediter, kalkulus urinaria, malignansi. Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat,
racun lingkungan. Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini / berulang.
Pertimbangan Rencana Pemulangan :
DRG menunjukkan rata-rata lama dirawat : 6,4 hari.
Memerlukan bantuan dalam obat, pengobatan, suplai, transportasi,
pemeliharaan rumah.
13. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.Urine :
1) Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tak ada
(anuria)
2) Warna : Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat atau urat. Sedimen
kotor, kecoklatan, menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin,
porfirin.
3) Berat jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat)
4) Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan
kerusakan tubular dan rasio urine / serum sering 1:1
5) Klirens kreatinin : Mungkin agak menurun.

6) Natrium : Lebih besar dari 40 mEg/L karena ginjal tidak mampu


mereabsorpsi natrium.
7) Protein : Derajat tingggi proteinuria (3-4) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
b. Darah :
1) BUN / kreatinin : Meningkat, biasanya meningkat dalam
proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin
rendah yaitu 5)
2) Hitung darah lengkap : Ht : Menurun pada adanya anemia. Hb :
biasanya kurang dari 7-8 g/dL
3) SDM : Waktu hidup menurun pada defisiensi eritropoetin
seperti pada azotemia.
4) GDA : pH : Penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7,2)
terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk
mengekskresikan hydrogen dan ammonia atau hasil akhir
katabolisme protein. Bikarbonat menurun. PCO2 menurun.
5) Natrium serum : Mungkin rendah (bila ginjal “ kehabisan natrium “ atau
normal menunjukkan status dilusi hipernatremia).
6) Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan
perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan
(hemolisis SDM). Pada tahap akhir, perubahan EKG mungkin
tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq atau lebih besar.

7) Magnesium/fosfat : Menigkat.
8) Kalsium : Menurun.
9) Protein (khususnya albumin) : Kadar serum menurun dapat
menunjukkan kehilangan protein melalui urine, perpindahan
cairan, penurunan pemasukan, atau penurunan sintesis karena
kurang asam amino esensial.
c. Osmolalitas serum :
Lebih besar dari 285 mOsm/kg;sering sama dengan urine.
d. KUB foto :
Menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih dan adanya
obstruksi (batu).
e. Pielogram retrograd :
Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
f. Arteriogram ginjal :
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular,
massa.
g. Sistouretrogram berkemih :
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter,
retensi.
h. Ultrasono ginjal :
Menentukan ukuran ginjal dan adanya massa, kista dan obsruksi
pada saluran perkemihan bagian atas.
i. Biopsi ginjal :
Mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologist.
j. Endoskopi ginjal, nefroskopi :
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria
dan pengangkatan tumor selektif.
k. EKG :
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa.
( Doenges, 1999 )
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2001), diagnosa keperawatan


yang muncul pada pasien CKD adalah:
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat.
2) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema sekunder:
volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
3) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan inteke tidak
adekuat.
K. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL

No Diagnosa Tujuan dan Rencana ( Intervensi ) Rasional

Kriteria Hasil
1 Penurunan Tujuan: Auskulasi bunyi jantung Frekuensi jantung
curah jantung Penurunan dan paru. Evaluasi keluhan takteratur, takipnea,
berhubungan curah jantung dispnea. dispnea, gemerisik, mengi,
dengan beban tidak terjadi. dan edema / distensi
jantung yang Kriteria hasil : jagular menunjukkan
meningkat. tekanan darah GGK.
dan frekuensi Hipertensi bermakna dapat
jantung dalam terjadi karena gangguan
batas normal, pada sistem aldosteron
nadi perifer kuat Kaji adanya / derajat rennin angiotensin.
dan sama hipertensi Hipertensi dan GJK kronis
dengan waktu dapat menyebabkan IM,
pengisian kurang lebih pasien GGk
kapiler dengan dialisis mengalami
perikarditis, potensial
Selidiki keluhan nyeri dada, risiko efusi perikardial /
perhatikan lokasi, radiasi, tamponade.
beratnya (skala 0-10) dan Adanya hipotensi tiba-tiba,
apakah tidak menetap nadi paradoksik,
dengan inspirasi dalam dan penyempitan tekanan nadi,
posisi terlentang. penurunan / tak adanya
nadi perifer.
Evaluasi bunyi jantung Kelelahan dapat menyertai
(perhatikan friction rub),
TD, nadi perifer, pengisian GJK juga anemia.
kapiler, kongesti vaskuler,
suhu, dan sensori/mental.
Kaji tingkat aktivitas,
respons terhadap aktivitas.
KOLABORASI

Awasi pemeriksaan Ketidakseimbangan dapat


laboratorium mengganggu konduksi
elektrikal dan fungsi
jantung.
Berguna dalam
mengidentifikasi terjadinya
Foto dada
gagal jantung atau
kalsifikasi jaringan lunak.
Menurunkan tahanan
vaskular sistemik
Akumulasi cairan dalam
Berikan obat antihipertensi kantung perikardial dapat
Bantu dalam mempengaruhi pengisian
perikardiosentesis sesuai jantung dan kontraktilitas
indikasi. miokardial mengganggu
curah jantung dan potensial
risiko henti jantung.
Penurunan ureum toksin
dan memperbaiki
ketidakseimbangan
elektrolit dan kelebihan
cairan dapat
membatasi/mencegah
manifestasi jantung,
Siapkan dialisis
termasuk hipertensi dan
efusi perikardial.
2. Kelebihan Tujuan: Kaji status cairan dengan Mengetahui status cairan,
volume cairan Mempertahanka menimbang BB perhari, meliputi input dan output
berhubungan n berat tubuh keseimbangan masukan dan
dengan edema ideal tanpa haluaran, turgor kulit tanda-
sekunder : kelebihan cairan tanda vital
volume cairan dengan Batasi masukan cairan
tidak seimbang Kriteria hasil:
oleh karena tidak ada
retensi Na dan edema, Pembatasan cairan akan
H2O) keseimbangan menentukan BB ideal,
antara input dan haluaran urin, dan respon
output terhadap terapi.
Pemahaman meningkatkan
Jelaskan pada pasien dan kerjasama pasien dan
keluarga tentang keluarga dalam
pembatasan cairan pembatasan cairan
Untuk mengetahui
keseimbangan input dan
Anjurkan pasien / ajari output
pasien untuk mencatat
penggunaan cairan terutama
pemasukan dan haluaran

3 Gangguan Tujuan: Awasi konsumsi makanan / Mengidentifikasi


nutrisi kurang Mempertahanka cairan kekurangan nutrisi
dari kebutuhan n masukan Perhatikan adanya mual dan Gejala yang menyertai
berhubungan nutrisi yang muntah akumulasi toksin endogen
dengan intake adekuat dengan yang dapat mengubah atau
tidak adekuat kriteria hasil: menurunkan pemasukan
menunjukan BB dan memerlukan intervensi
stabil Porsi lebih kecil dapat
meningkatkan masukan
makanan
Berikan makanan sedikit
tapi sering
Tingkatkan kunjungan oleh Memberikan pengalihan
orang terdekat selama dan meningkatkan aspek
makan sosial
Berikan perawatan mulut Menurunkan
sering ketidaknyamanan dan
mempengaruhi masukan
makanan
Menyatakan adanya
pengumpulan sekret
Auskultasi bunyi nafas, Membersihkan jalan nafas
catat adanya crakles dan memudahkan aliran
Ajarkan pasien batuk efektif O2
dan nafas dalam Mencegah terjadinya sesak
nafas

Anda mungkin juga menyukai