Anda di halaman 1dari 120

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan Skripsi Sarjana

2016

Profil Suhu dan Oksigen Terlarut secara


Vertikal Selama 24 Jam di Danau
Kelapa Gading Kabupaten Asahan
Sumatera Utara

Sinaga, Eva Lia Risky


Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/22070
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PROFIL SUHU DAN OKSIGEN TERLARUT SECARA VERTIKAL
SELAMA 24 JAM DI DANAU KELAPA GADING
KABUPATEN ASAHAN SUMATERA UTARA

EVA LIA RISKY SINAGA


120302001

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2

PROFIL SUHU DAN OKSIGEN TERLARUT SECARA VERTIKAL


SELAMA 24 JAM DI DANAU KELAPA GADING
KABUPATEN ASAHAN SUMATERA UTARA

SKRIPSI

EVA LIA RISKY SINAGA


120302001

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

PROFIL SUHU DAN OKSIGEN TERLARUT SECARA VERTIKAL


SELAMA 24 JAM DI DANAU KELAPA GADING
KABUPATEN ASAHAN SUMATERA UTARA

SKRIPSI

EVA LIA RISKY SINAGA


120302001

Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Profil Suhu dan Oksigen Terlarut secara Vertikal Selama 24
Jam di Danau Kelapa Gading Kabupaten Asahan Sumatera
Utara

Nama : Eva Lia Risky Sinaga

NIM : 120302001

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS Ahmad Muhtadi, S.Pi, M.Si


Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si


Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI


DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Eva Lia Risky Sinaga

Nim : 120302001

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Profil Suhu dan Oksigen Terlarut

secara Vertikal Selama 24 Jam Di Danau Kelapa Gading Kabupaten Asahan

Sumatera Utara” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum

pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua

sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Medan, Juni 2016

Eva Lia Risky Sinaga


NIM.120302001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK

EVA LIA RISKY SINAGA. Profil Suhu dan Oksigen Terlarut Secara
Vertikal Selama 24 Jam di Danau Kelapa Gading Kabupaten Asahan Sumatera
Utara. Di bawah bimbingan DARMA BAKTI dan AHMAD MUHTADI .

Danau Kelapa Gading merupakan danau buatan dengan aktivitas


pemeliharaan ikan dan wisata. Penelitian ini dilakukan dengan parameter suhu
dan oksigen terlarut (DO) sebagai parameter utama yang diamati. Tujuan dari
penelitian ini adalah mengetahui gambaran dan kelayakan kondisi suhu dan
ketersediaan DO secara vertikal selama 24 jam di Danau Kelapa Gading.
Penelitian berlangsung pada bulan Maret-April 2016 dengan kegiatan penelitian
pendahuluan dan utama. Terdapat 3 stasiun pengamatan yaitu stasiun 1(dekat
KJA), stasiun 2 (daerah perumahan) dan stasiun 3 (outlet). Penelitian pendahuluan
dilakukan pada bulan Maret 2016, dan penelitian utama di bulan April dengan
kegiatan pengukuran DO dan suhu, tipe distribusi oksigen, analisis persen
saturasi, besar nilai fotosintesis dan respirasi, dan kelimpahan fitoplankton. Hasil
menunjukkan bahwa suhu dan oksigen terlarut secara vertikal semakin menurun
konsentrasinya. Suhu berkisar antara 30º-35ºC. DO paling tinggi terjadi di
permukaan perairan sebesar 5,12 mg/l pada saat sore hari dan terendah terjadi di
kedalaman kompensasi sebesar 0,64 mg/l saat cuaca hujan. Tipe distribusi oksigen
di danau adalah tipe clinograde yang dinyatakan dengan penurunan DO seiring
dengan bertambahnya kedalaman. Persen saturasi tertinggi sebesar 71,30% di
permukaan perairan. Perbandingan antara fotosintesis dengan respirasi
menunjukkan bahwa telah terjadi defisit karena nilai respirasi lebih besar
dibandingkan dengan nilai fotosintesis. Kelimpahan fitoplankton tertinggi sebesar
678 sel/l pada stasiun 1 yang didominasi dari Kelas Bacillariophyceae.
Konsentrasi DO telah mencapai defisit pada kedalaman 36,5 cm sampai mencapai
dasar terutama terjadi pada malam hari.

Kata kunci : Danau Kelapa Gading, suhu, oksigen terlarut, saturasi

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACK

EVA LIA RISKY SINAGA. The Temperature and Dissolved Oxygen


Vertically Profile For 24 Hours in Lake Kelapa Gading Asahan district of North
Sumatera. Under academic supervision by DARMA BAKTI and AHMAD
MUHTADI .

Kelapa Gading Lake is an artificial lake with fish farming activities and
tourisme. This research was conducted with the parameters of temperature and
dissolved oxygen (DO) as the main parameters were observed. The purpose of
this study was to determine the feasibility of an idea and temperature conditions
and the availability of DO vertically for 24 hours in Lake Kelapa Gading. The
study took place in March-April 2016, with preliminary and main research
activities. There are three observation stations are stations 1 (near cage), station 2
(a residential area) and station 3 (outlet). The preliminary study was conducted in
March 2016, and the major research activity in April with DO and temperature
measurements, the type of distribution of oxygen, percent saturation analysis,
great value photosynthesis and respiration, and the abundance of phytoplankton.
The results showed that the temperature and dissolved oxygen concentration
decreases vertically. Temperatures range between 30º-35ºC. DO highest in the
surface waters of 5,12 mg/l during the afternoon and the lowest occurred at a
depth of compensation of 0,64 mg/l when the weather is rainy. Type the
distribution of oxygen in the lake is the type clinograde expressed by decreasing
the dropout rate with increasing depth. The highest percent saturation of 71,30%
in the surface waters. Comparison between photosynthesis to respiration indicates
that there has been a deficit in respiration is greater than the value of
photosynthesis. The highest abundance of phytoplankton at 678 cells/l at station 1
predominantly of Class Bacillariophyceae. DO concentrations have reached a
deficit at a depth of 36,5 cm to reach base mainly occurs at night.

Keywords: Lake Kelapa Gading, temperature, dissolved oxygen, saturation

ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Tegal Sari, Kabupaten Mandailing

Natal, Sumatera Utara tanggal 26 September 1994, dari

pasangan Bapak Gubel Efendi Sinaga dan Ibu

Nurhayati Tanjung (Almh). Penulis adalah anak kedua

dari tiga bersaudara. Penulis mengawali pendidikan

formal di SDN No. 147972 Sikara-Kara III pada tahun

2000-2006 dan melanjutkan pendidikan menengah pertama ditempuh dari tahun

2006-2009 di SMP Negeri 2 Natal. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah

atas di SMA Negeri 1 Natal dengan jurusan IPA pada tahun 2009-2012.

Pada tahun 2012, penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi

Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

melalui Jalur Undangan. Selain mengikuti perkuliahan, penulis menjadi anggota

Ikatan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (IMASPERA) FP USU,

menjadi Asisten Laboratorium Iktiologi tahun 2014-2016, Asisten Laboratorium

Pencemaran Perairan dan Pengelolaan Limbah pada tahun 2014 dan

melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Unit Pelaksana Teknis

Daerah(UPTD) Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo, Banda Aceh Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun 2015.

Untuk menyelesaikan studi di Program Studi Manajemen Sumberdaya

Perairan, penulis melaksanakan penelitian dengan judul skripsi “Profil Suhu dan

Oksigen Teralrut Secara Vertikal Selama 24 Jam di Danau Kelapa Gading

Kabupaten Asahan Sumatera Utara” yang dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir.

Darma Bakti, MSdan Bapak Ahmad Muhtadi, S.Pi, M.Si.

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT karena berkat

karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Profil Suhu dan

Oksigen Terlarut secara Vertikal Selama 24 Jam Di Danau Kelapa Gading

Kabupaten Asahan Sumatera Utara”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu

dari beberapa syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program

Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Darma

Bakti, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ahmad Muhtadi S.Pi,

M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan ilmu, arahan

dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terima

kasih kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku Ketua Program Studi

Manajemen Sumberdaya Perairan serta Bapak dan Ibu dosen, staff pengajar dan

pegawai di lingkungan Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Orangtua tercinta

Ayahanda Gubel Efendi Sinaga dan Ibunda Nurhayati Tanjung (Almh) serta Ibu

Fitri yang telah banyak memberikan doa, dukungan, semangat, moril dan materil

kepada penulis. Serta kepada Saudara/i penulis, Yudi Irawan Sinaga, ST dan Ade

Octaviany Sinaga yang telah memberikan dukungan semangat dan doa kepada

penulis. Sahabat terkasih Rezza Iswandi Nasution, S.Pi yang telah banyak

memberikan semangat, doa, dukungan baik moril maupun materil kepada penulis.

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ucapan terimakasih kepada Bapak Syahril Sam Rao yang telah memberikan izin

selaku pengelola Danau Kelapa Gading dan membantu penulis dalam segala

kegiatan penelitian dilakukan. Terima kasih kepada Rekan-rekan mahasiswa/i,

Dita Agnesia Pinem, Ratna Dewi Sinaga, Ely Ermayani, Nurul Andrifa, Meirani

Ritonga, Uswatun Nisa, Luly Nanda Arista, Hariza Umami, Rizki Ridoan,

Alexander Sembiring, M. Ripal, Abdul Wahid, Fajar Prasetya K., Sangap Ginting,

Dewi, Ruth,Yessy, Mikha, Bintang, Aniliza, Tasya dan seluruh teman-teman MSP

2012 yang selama perkuliahan telah memberikan dukungan dan semangat kepada

penulis.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan dan dalam pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya dalam bidang Manajemen Sumberdaya Perairan.

Medan, Juni 2016

Penulis

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ................................................................................................. i

ABSTRACT ............................................................................................... ii

RIWAYAT HIDUP ................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ............................................................................. iv

DAFTAR ISI ............................................................................................ vi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... viii

DAFTAR TABEL ................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xi

PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................. 1
Perumusan Masalah .......................................................................... 2
Kerangka Pemikiran .......................................................................... 3
Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
Manfaat Penelitian ............................................................................ 5

TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem Danau............................................................................... 6
Ekosistem Danau Kelapa Gading ..................................................... 7
Suhu di Perairan ................................................................................ 9
Oksigen Terlarut (Dissolve Oxygen – DO) ....................................... 10
Sumber Oksigen Terlarut Dalam Perairan ........................................ 10
Pemanfaatan Oksigen Terlarut .......................................................... 12
Kelarutan Oksigen dan Faktor Penentu Kelarutan Oksigen di
Perairan ............................................................................................. 13
Penurunan Oksigen Terlarut pada Lapisan Hipolimnion .................. 14
Parameter Pendukung Keberadaan Oksigen Terlarut ....................... 15
Kecerahan dan Kekeruhan ...................................................... 15
Intensitas Cahaya .................................................................... 16
Derajat Keasaman ................................................................... 17
Fitoplankton ............................................................................ 18

METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................... 19
Alat dan Bahan ................................................................................. 20
Metode Pengumpulan Data .............................................................. 21
Penentuan Stasiun ............................................................................ 21
a. Stasiun I .................................................................................. 21
vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. Stasiun II ................................................................................ 22
c. Stasiun III ............................................................................... 22
Penelitian Pendahuluan.................................................................... 23
Penelitian Utama.............................................................................. 25
a. Pengumpulan dan Pengolahan Data ....................................... 25
b. Pengukuran DO (Fotosintesis dan Respirasi) dan Suhu ........ 26
c. Kualitas Air Penunjang .......................................................... 27
Kecerahan ......................................................................... 27
Intensitas Cahaya .............................................................. 27
Derajat Keasaman (pH) ..................................................... 27
Fitoplankton....................................................................... 27
Analisis Data.................................................................................... 28
Kedalaman Kompensasi .................................................................. 28
Analisis Profil Suhu di Perairan ...................................................... 29
Analisis Tipe Distribusi Vertikal Oksigen....................................... 30
Analisis Penentuam Persen (%) Saturasi Oksigen .......................... 30
Analisis Besarnya Laju Fotosintesis dan Respirasi ......................... 30
Analisis Dugaan Besarnya Masukan Oksigen ke Perairan yang
Berasal dari Luar (Difusi dan Oksigen Terlarut) untuk Respirasi
Ikan .................................................................................................. 32
Analisis Ketersediaan Oksigen Terlarut di Perairan ........................ 34
Analisis Fitoplankton ....................................................................... 34

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil .................................................................................................... 36
Sebaran Suhu Vertikal Selama 24 Jam ................................................ 36
Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Selama 24 Jam .......................... 37
Saturasi Oksigen Terlarut (%) ............................................................. 40
Fluktuasi Harian Oksigen Terlarut ...................................................... 42
Produksi Primer ................................................................................... 45
Rincian Ketersediaan Oksigen Terlarut ............................................... 49
Produksi dan Konsumsi Total Oksigen Terlarut selama 24 Jam ......... 55
Parameter Pendukung Keberadaan Oksigen Terlarut .......................... 58
a. Kecerahan dan Kekeruhan ........................................................ 58
b. Intensitas cahaya ....................................................................... 60
c. Derajat Keasaman (pH) ............................................................ 60
d. Kelimpahan Fitoplankton ......................................................... 62
Pembahasan .......................................................................................... 64
Parameter Utama .................................................................................. 64
Parameter Penunjang Nilai dan Keberadaan Parameter Utama .......... 75
Rekomendasi Pengelolaan .................................................................... 80

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan ........................................................................................ 82
Saran .................................................................................................... 82

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................................ 4

2. Keadaan Lokasi Danau Kelapa Gading .............................................. 8

3. Tipe DistribusiOksigen Terlarut dalam Perairan secara Vertikal


Menurut Effendi (2003)........................................................................ 14

4. Hubungan Intensitas Cahaya Matahari dengan Kedalaman.................. 17

5. Peta Lokasi Penelitian .......................................................................... 19

6. Stasiun I................................................................................................ 21

7. Stasiun II .............................................................................................. ` 22

8. Stasiun III ............................................................................................. 22

9. Distribusi DO pada Penelitian Pendahuluan tanggal 12Maret 2016 ... 23

10. Distribusi Suhu pada Penelitian Pendahuluan tanggal 12Maret


2016 .................................................................................................... 24

11. Sebaran suhu secara vertikal selama 24 jam ....................................... 37

12. Distribusi Oksigen Terlarut (mg/l) secara Vertikal Selama 24 Jam ... 39

13. Saturasi oksigen terlarut pada stasiun 1 .............................................. 40

14. Saturasi oksigen terlarut pada stasiun 2 .............................................. 41

15. Saturasi oksigen terlarut pada stasiun 3 .............................................. 42

16. Fluktuasi Harian Oksigen Terlarut selama 24 jam pada stasiun 1 ...... 43

17. Fluktuasi Harian Oksigen Terlarut selama 24 jam pada stasiun 2 ...... 44

18. Fluktuasi Harian Oksigen Terlarut selama 24 jam pada stasiun 3 ...... 44

19. NPP dan GPP setiap waktu pengamatan Stasiun 1 ............................. 46

20. NPP dan GPP setiap waktu pengamatan Stasiun 2 ............................. 47

21. NPP dan GPP setiap waktu pengamatan Stasiun 3 ............................. 48

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22. Rincian ketersediaan Oksigen terlarut (mg/l) selama 24 jam Pada
Stasiun 1 .............................................................................................. 50

23. Rincian ketersediaan Oksigen terlarut (mg/l) selama 24 jamPada


Stasiun 2 ............................................................................................. 52

24. Rincian ketersediaan Oksigen terlarut (mg/l) selama 24 jam Pada


Stasiun 3 .............................................................................................. 54

25. Grafik produksi dan konsumsi total oksigen terlarut selama 24Jam .. 55

26. Grafik DO aktual dibanding DO sisa selama 24 jam ......................... 57

27. Nilai kecerahan (cm) Danau Kelapa Gading selama pengamatan ...... 58

28. Nilai kekeruhan (NTU) Danau Kelapa Gading selama pengamatan .. 59

29. Intensitas cahaya (Cd) Danau Kelapa Gading selama


pengamatan ......................................................................................... 60

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Hubungan antar konsentrasi oksigen terlarut jenuh dan suhu pada


tekanan udara 760 mmHg (Cole 1983)............................................... 9

2. Alat dan Bahan untuk Melakukan Pengamatan .................................... 20

3. Nilai pH selama 24 jam pada Stasiun 1 ................................................ 61

4. Nilai pH selama 24 jam pada Stasiun 2 ................................................ 61

5. Nilai pH selama 24 jam pada Stasiun 3 ................................................ 62

6. Kelimpahan kelas fitoplankton (sel/l) di perairan Danau Kelapa


Gading pada stasiun 1 ........................................................................... 62

7. Kelimpahan kelas fitoplankton (sel/l) di perairan Danau Kelapa


Gading pada stasiun 2 ........................................................................... 63

8. Kelimpahan kelas fitoplankton (sel/l) di perairan Danau Kelapa


Gading pada stasiun 3 ........................................................................... 63

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Alat dan Bahan yang digunakan selama penelitan.............................. 85

2. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur KelarutanOksigen


(DO) .................................................................................................... 90

3. Data suhu selama 24 jam di Danau Kelapa Gading ............................ 91

4. Data konsentrasi oksigen terlarut selama 24 jam di Danau Kelapa


Gading ................................................................................................. 92

5. Data persen (%) saturasi oksigen terlarut selama 24 jam ................... 93

6. Data produksi primer (NPP dan GPP) ................................................. 94

7. Data rincian ketersediaan oksigen terlarut selama 24 jam ................... 95

8. Rincian produksi dan konsumsi total oksigen terlarut selama 24 jam 98

9. Data parameter fisika perairan yang diukur ......................................... 99

10. Kelimpahan Fitoplankton .................................................................... 100

11. Foto Fitoplankton di Danau Kelapa Gading ....................................... 102

xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Danau Kelapa Gading merupakan danau buatan yang terdapat di

Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara. Danau ini terletak di antara kawasan

perumahan dan dekat dengan jalan utama di Kabupaten tersebut. Fungsi utama

dari danau ini adalah sebagai tempat yang sering dikunjungi untuk rekreasi dan

tempat pemancingan yang dikelola oleh perorangan. Selain untuk tempat rekreasi,

Danau Kelapa Gading juga dimanfaatkan untuk tempat pemancingan ikan.

Didalamnya terdapat berbagai jenis ikan yang dibudidayakan dengan pakan alami

sebagai pakan utama. Sistem pemeliharaan di danau ini adalah sistem budidaya

tradisional dengan penebaran ikan air tawar secara sengaja dan dibiarkan hidup

dan berkembang di dalam danau.

Data-data tentang danau tersebut sangat terbatas. Terkhusus untuk data

dari sumberdaya dan faktor yang mempengaruhi keberlangsungan sumberdaya

yang ada di danau tersebut seperti faktor kimia, fisika dan biologinya. Faktor

fisika kimia di perairan sangat penting diketahui, terutama suhu dan oksigen

terlarut di perairan.

Suhu dan oksigen terlarut di perairan dimanfaatkan oleh seluruh jasad

hidup organisme akuatik untuk respirasi, pertumbuhan, perkembangbiakan, proses

metabolisme dan untuk dekomposisi bahan organik. Oksigen terlarut dapat berasal

dari proses fotosintesis, proses difusi, dan dari aliran air yang masuk ke badan

perairan. Perairan stagnan seperti danau, kandungan oksigen terlarut akan

mengalami stratifikasi. Kandungan oksigen terlarut akan semakin menurun seiring

dengan bertambahnya kedalaman. Proses dekomposisi di dasar perairan akan

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2

membutuhkan banyak oksigen agar bahan organik dapat terurai. Kandungan

oksigen terlarut pada lapisan hipolimnion sangat sedikit dan bahkan mencapai nol

sehingga jika dekomposisi terjadi pada keadaan anaerobik maka akan dihasilkan

gas-gas beracun seperti H2S, NH3, dan CH4.

Penelitian di Danau Kelapa Gading belum pernah dilakukan, padahal

danau ini dimanfaatkan untuk kegiatan pemeliharaan berbagai jenis ikan dan

wisata sehingga dibutuhkannya informasi secara limnologis mengenai kondisi

danau ini. Suhu dan oksigen terlarut merupakan salah satu parameter yang

mendasar di perairan karena mempengaruhi kehidupan organisme akuatik.

Sehingga diperlukannya penelitian mengenai profil vertikal suhu dan oksigen

terlarut di Danau Kelapa Gading.

Perumusan Masalah

Danau Kelapa Gading merupakan danau yang dikelola perorangan dengan

status kepemilikan dari Pemerintah Kabupaten Asahan yang dimanfaatkan untuk

kegiatan pemeliharaan berbagai jenis ikan dan kegiatan wisata. Ikan yang ada

didalam danau ini adalah jenis ikan air tawar yang biasa dibudidayakan seperti

ikan Gurami, ikan Nila dan ikan Mas. Luas danau ini sebesar 11.931,37 m2

dengan masukan air berasal dari tampungan air hujan dan mata air yang ada di

dalam danau itu sendiri. Suhu dan oksigen terlarut di perairan mempengaruhi

aktivitas organisme akuatik. Suhu mempengaruhi konsentrasi oksigen terlarut dan

aktivitas metabolisme organisme akuatik. Oksigen terlarut tersedia dari hasil

fotosintesis fitoplankton, dan difusi dari atmosfer. Oksigen terlarut kemudian

dimanfaatkan untuk respirasi dan dekomposisi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

Meningkatnya aktivitas dekomposisi akan menyebabkan meningkatnya

laju konsumsi oksigen sehingga dapat melebihi laju produksi oksigen di perairan

yang dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut dan dapat

mempengaruhi organisme yang ada di dalamnya. Apabila laju pemanfaatan

oksigen lebih besar dari laju produksi oksigen, maka akan terjadi defisit oksigen.

Kadar oksigen dapat mencapai nol pada waktu tertentu di dasar perairan.

Sehingga dapat menyebabkan organisme kekurangan oksigen dan membahayakan

kehidupan organisme akuatik di dalamnya. Sejauh ini belum diketahui bagaimana

keadaan perairan dan kondisi faktor fisika kimia di Danau Kelapa Gading.

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kondisi suhu dan ketersediaan oksigen terlarut di perairan Danau

Kelapa Gading selama 24 jam?

2. Bagaimana kelayakan suhu dan oksigen terlarut untuk kehidupan organisme

akuatik di perairan Danau Kelapa Gading selama 24 jam?

Kerangka Pemikiran

Keadaan suhu dan oksigen terlarut serta faktor fisika kimia lainnya di

perairan Danau Kelapa Gading sampai saat ini belum diketahui. Organisme

akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang disukai bagi pertumbuhannya.

Adanya aktivitas dari pemeliharaan berbagai jenis ikan dan aktivitas dari sekitar

danau dapat berpengaruh terhadap kualitas air di danau tersebut. Khususnya

kondisi suhu dan oksigen terlarut yang jika terjadinya defisit oksigen pada suatu

waktu akan mempengaruhi kehidupan organisme akuatik. Jika terjadi peningkatan

suhu akan mengakibatkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi

organisme air, dan selanjutnya dapat mengakibatkan peningkatan konsumsi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

oksigen. Produksi oksigen terlarut dapat berasal dari hasil fotosintesis

fitoplankton dan difusi dari atmosfer secara langsung. Pemanfaatan oksigen di

perairan berlangsung setiap saat yang digunakan untuk dekomposisi bahan

organik, respirasi organisme akuatik baik mikroorganisme ataupun

makroorganisme. Jika terjadi defisit oksigen terlarut maka akan mempengaruhi

kehidupan organisme akuatik di perairan Danau Kelapa Gading. Secara ringkas

pemaparannya dapat dilihat pada Gambar 1.

Danau Kelapa Gading

Aktivitas Masyarakat di
Danau

Difusi dari Fotosintesis


Atmosfer Fitoplankon

Suhu di Oksigen Terlarut


Perairan (Dissolved Oxygen)

Respirasi Dekomposisi
Organisme Bahan Organik

Terjadi Defisit
atau Surplus
Oksigen

Rekomendasi Pengelolaan

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui gambaran kondisi suhu dan ketersediaan oksigen terlarut di

perairan Danau Kelapa Gading selama 24 jam.

2. Untuk mengetahui kelayakan suhu dan oksigen terlarut untuk kehidupan

organisme akuatik di perairan Danau Kelapa Gading selama 24 jam.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

ketersediaan oksigen terlarut dan gambaran dari suhu di Danau Kelapa Gading

dan juga dapat memberikan informasi bagi pemerintah setempat tentang Danau

Kelapa Gading sebagai bahan acuan untuk berbagai aspek pengelolaan,

pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya alam di Danau Kelapa Gading

Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Danau

Perairan danau merupakan salah satu bentuk ekosistem air tawar yang ada

di permukaan bumi. Secara fisik, danau merupakan suatu tempat yang luas yang

mempunyai air yang tetap, jernih atau beragam dengan aliran tertentu (Aisyah dan

Sugiarti, 2010). Danau sebagai salah satu habitat air tawar memiliki fungsi yang

sangat penting diantaranya sebagai pencegah kekeringan dan banjir, perikanan,

pariwisata serta penyediaan air bersih. Melihat pada fungsi dan peranan danau

bagi manusia, maka danau juga tidak terlepas dari pencemaran akibat ulah

manusia itu sendiri (Adawiyah, 2011).

Untuk usaha pemeliharaan ikan air tawar, periran danau dibedakan atas

perairan dalam dan dangkal. Danau dengan perairan dalam, badan airnya lebih

dari 3 m, sedangkan kedalaman badan airnya kurang dari 3 m digolongkan danau

berperairan dangkal. Menurut Barus (2004), berdasarkan pada daya tembus

cahaya matahari ke dalam lapisan air, dapat dibedakan antara zona fotik (photic

zone) di bagian atas, yaitu zona yang dapat ditembus cahaya matahari dan zona

afotik (aphotic zone) di bagian bawah, yaitu zona yang tidak dapat ditembus oleh

cahaya matahari. Benthal merupakan zona substrat dasar yang dibagi menjadi

zona litoral dan zona profundal. Litoral merupakan bagian dari zona benthal yang

masih dapat ditembus oleh cahaya matahari, sedangkan zona profundal

merupakan bagian dari zona benthal di bagian perairan yang dalam dan tidak

dapat ditembus lagi oleh cahaya matahari. Zona perairan bebas sampai ke wilayah

tepi merupakan habitat nekton dan plankton yang disebut zona pelagial.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

Menurut Effendi (2003) berdasarkan tingkat kesuburannya (trophic status)

perairan tergenang khususnya danau dapat diklasifikasikan menjadi lima sebagai

berikut:

1. Oligotrofik (miskin unsur hara dan produktivitas rendah), yaitu perairan

dengan produktivitas primer dan biomassa yang rendah. Perairan ini memiliki

kadar unsur hara nitrogen dan fosfor rendah, namun cenderung jenuh dengan

oksigen.

2. Mesotrofik (unsur hara dan produktivitas sedang), yaitu perairan dengan

produktivitas primer dan biomassa sedang. Perairan ini merupakan peralihan

antara oligotrofik dan eutrofik.

3. Eutrofik (kaya unsur hara dan produktifitas tinggi), yaitu perairan dengan kadar

unsur hara dan tingkat produktivitas primer tinggi. Perairan ini memiliki

tingkat kecerahan yang rendah.

4. Hiper-eutrofik, yaitu perairan dengan kadar unsur hara dan produktivitas

primer sangat tinggi.

5. Distrofik, yaitu jenis perairan yang banyak mengandung bahan organik. Danau

ini diklasifikasikan sebagai danau yang banyak menerima bahan organik dari

tumbuhan yang terdapat di daratan sekitarnya. Produktivitas primer danau

distrofik biasanya rendah.

Ekosistem Danau Kelapa Gading

Danau Kelapa Gading adalah sebuah danau buatan yang terdapat di

Kabupaten Asahan. Danau ini terletak di antara perumahan dan jalan trans

sumatera Kabupaten Asahan. Danau ini dikelola oleh perorangan yang

menjadikannya sebagai tempat wisata dengan status kepemilikan dari pihak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

pemerintahan Kabupaten Asahan. Danau ini memiliki luas 11.931,37 m2 dan

kedalaman sekitar 2-3 m di tengah, untuk bagian dekat tepi hanya sekitar 1-1,5 m.

Danau ini ramai pada saat hari libur, sebagian pengunjung memanfaatkan danau

ini sebagai tempat pemancingan, tempat bersantai dan menikmati danau dengan

alat wisataseperti perahu air yang disediakan. Kondisi lokasi Danau Kelapa

Gading dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Keadaan Lokasi Danau Kelapa Gading

Danau Kelapa Gading ini masih belum terkenal untuk masyarakat luar

Kabupaten Asahan. Pemanfaatan danau ini sendiri lebih digunakan untuk wisata

masyarakat lokal daerah itu sendiri. Dalam danau ini juga terdapat Keramba

Jaring Apung untuk memelihara ikan. Ikan yang terdapat di dalam danau juga

tidak sedkit. Terdapat ikan-ikan jenis air tawar yang ditebar di dalam danau. Ikan-

ikan inilah yang dimanfaatkan untuk dipancing oleh masyarakat pengunjung.

Pemancingan di danau ini juga memiliki peraturan yang dibuat oleh pengelola.

Data-data tentang Danau Kelapa Gading ini sangat terbatas. Saat ini diperlukan

data dasar keperluan seperti penelitian tentang danau tersebut. Sehingga nantinya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

data yang diperoleh dari danau ini dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang

bermanfaat sebagai pengelolaan.

Suhu di Perairan Danau

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude),

Ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara,

penutupan awan, dan aliran air serta kedalaman badan air (Effendi, 2003).

Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan viskositas dan juga menyebabkan

penurunan kelarutan gas dalam air. Suhu air yang selalu meningkat menyebabkan

oksigen semakin berkurang karena laju konsumsi oleh organisme perairan

semakin meningkat seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hubungan antar konsentrasi oksigen terlarut jenuh dan suhu pada tekanan
udara 760 mmHg

Suhu Konsentrasi Suhu Konsentrasi Suhu Konsentrasi


(oC) O2 Terlarut (oC) O2 Terlarut (oC) O2 Terlarut
(mg/l) (mg/l) (mg/l)
0 14,62 12 10,78 24 8,42
1 14,22 13 10,54 25 8,26
2 13,38 14 10,31 26 8,11
3 13,46 15 10,08 27 7,97
4 13,11 16 9,87 28 7,83
5 12,77 17 9,66 29 7,69
6 12,45 18 9,47 30 7,56
7 12,14 19 9,28 31 7,43
8 11,84 20 9,09 32 7,3
9 11,56 21 8,91 33 7,18
10 11,29 22 8,74 34 7,06
11 11,03 23 8,58 35 6,95
Sumber : Cole (1983)

Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, suhu sangat

berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan biota air. Perubahan suhu

berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air. Kelarutan gas-

gas di perairan menurun dengan meningkatnya suhu perairan. Peningkatan suhu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

juga menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme, dekomposisi, dan

respirasi organisme air (Effendi, 2003).

Oksigen Terlarut (Dissolve Oxygen – DO)

Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam

ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian

besar organisma air. Umumnya kelarutan oksigen dalam air sangat terbatas.

Dibandingkan dengan kadar oksigen di udara yang mempunyai konsentrasi

sebanyak 21% volume air hanya mampu menyerap oksigen sebanyak 1% volume

saja (Barus, 2004).

Kadar oksigen yang terlarut di perairan bervariasi tergantung pada suhu,

salinitas, dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara

harian dan musiman tergantung pada pencampuran, dan pergerakan massa air,

aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk ke dalam air

(Effendi, 2003).

Sumber Oksigen Terlarut dalam Perairan

Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya

proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis.

Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut,

karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak

digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik

(Salmin, 2005).

Oksigen terlarut di dalam air disebut keadaan aerob. Menurut Barus

(2004) bahwa sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen

dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara dan dari proses

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

fotosintesis. Fotosintesis memiliki peranan yang lebih penting dalam mengatur

konsentrasi oksigen terlarut di perairan dibandingkan dengan proses fisika (Boyd

dan Lichtkoppler, 1979 ). Secara umum proses fotosintesis dapat ditunjukkan

pada reaksi berikut :

6CO2 + 6H2O C6H12O6 + 6O2 (Cole, 1983).

Proses fotosintesis ini dapat menghasilkan oksigen sedemikian besarnya

sehingga kadar oksigen dalam air mencapai lewat jenuh (over saturated),

terkadang mencapai 250% saturasi (jenuh). Produksi oksigen melalui proses

tersebut tergantung antara lain pada penyinaran matahari dan kepadatan plankton.

Faktor pengontrol yang mempengaruhi kecepatan proses fotosintesis dan

konsentrasi oksigen terlarut di perairan adalah suhu, cahaya, konsentrasi nutrien,

spesies dari fitoplankton yang hidup di perairan, kelimpahan plankton, turbulensi,

dan faktor lainnya. Pada lapisan permukaan hingga perairan kolam, konsentrasi

oksigen terlarut akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya

kelimpahan plankton (Amanah, 2011).

Sumber oksigen terlarut bisa berasal dari difusi oksigen yang terdapat di

atmosfer sekitar 35% dari komposisi seluruh gas dan aktivitas fotosintesis oleh

tumbuhan air dan fitoplankton serta oksigen bawaan dari aliran air yang baru

masuk ke badan perairan (Widiyastuti, 2004). Difusi oksigen dari atmosfer ke

perairan pada hakekatnya berlangsung reatif lambat meskipun terjadi pergolakan

massa air. Laju transfer oksigen tergantung pada konsentrasi oksigen terlarut di

lapisan permukaan, konsentrasi saturasi oksigen, dan akan bervariasi sesuai

kecepatan angin (Nuryanto, 2000).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

Pemanfaatan Oksigen Terlarut

Oksigen di dalam air berkurang karena proses difusi, respirasi dan reaksi

kimia (oksidasi dan reduksi). Kehilangan karena proses difusi baru akan terjadi

apabila kadar oksigen di dalam air sudah lewat jenuh. Sebagaimana halnya

oksigen masuk ke dalam air, maka proses difusi dari dalam air ke udara juga

memerlukan tenaga bantuan agar dapat berjalan lebih cepat. Pengurangan oksigen

dalam air yang paling banyak adalah karena proses pernapasan biota, fitoplankton

dan zooplankton termasuk lumut, bakteri dan detritus (Effendi, 2003).

Oksigen terlarut digunakan zooplankton untuk respirasi, zooplankton akan

cenderung mendekati daerah yang kaya akan oksigen terlarut. Kedalaman perairan

berkaitan dengan suhu yang berpengaruh pada oksigen terlarut, sehingga pada

kedalaman berbeda dan suhu berbeda maka tingkat oksigen terlarut yang

dibutuhkan oleh zooplankton juga berbeda (Barus, 2004).

Oksigen terlarut di perairan dimanfaatkan oleh tumbuhan air (termasuk

didalamnya fitoplankton), dan biota perairan lain dalam hal proses respirasi, serta

mikroba untuk mengoksidasi bahan organik. Penggunaan oksigen di perairan

untuk respirasi plankton dan mikroorganisme perairan lainnya mencapai 72%,

untuk ikan hanya tersedia 22% dan 2,9% digunakan untuk respirasi organisme

dasar perairan serta sisanya 3,1% lepas ke udara (Widiyastuti, 2004).

Konsumsi oksigen bagi organisma air berfluktuasi mengikuti siklus

hidupnya. Pada umunya konsumsi oksigen bagi organisma air akan mencapai

maksimum pada masa-masa reproduksi berlangsung (Barus, 2004). Proses

respirasi berlangsung sepanjang hari baik siang maupun malam hari, sedangkan

fotosintesis berlangsung hanya pada siang hari. Hal ini menyebabkan terjadinya

fluktuasi harian kadar oksigen terlarut di lapisan eufotik. Proses respirasi juga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

berlangsung di seluruh lapisan perairan, sehingga pada lapisan eufotik kadar

oksigen cenderung lebih melimpah dibandingkan lapisan di bawahnya. Titik

kedalaman terjadinya konsumsi oksigen dalam proses respirasi sama dengan

produksi melalui proses fotosintesis disebut kedalaman kompensasi (Widiyastuti,

2004).

Kelarutan Oksigen dan Faktor Penentu Kelarutan Oksigen di Perairan

Kadar oksigen terlarut di perairan alami bervariasi tergantung pada suhu,

turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Kelarutan oksigen berkurang dengan

semakin meningkatnya suhu, ketinggian, dan berkurangnya tekanan atmosfer

(Effendi, 2003). Kelarutan oksigen di suatu ekosistem danau dipengaruhi oleh

faktor temperatur. Kelarutan oksigen dalam air akan meningkat apabila

temperatur air menurun dan sebaliknya. Pada musim panas oksigen terlarut pada

lapisan permukaan lebih tinggi dibandingkan dengan kelarutan oksigen pada

lapisan hypolimnion (Barus, 2004).

Kadar oksigen terlarut di perairan dapat mencapai dasar, terutama bila

terjadi sirkulasi air atas sampai ke dasar. Pada keadaan perairan yang stagnan

dapat terjadi stratifikasi oksigen (Widiyastuti, 2004). Kelarutan oksigen dalam air

lebih tinggi pada musim dingin jika dibandingkan dengan kelarutan oksigen

dalam air pada saat musim panas. Tingginya oksigen terlarut ini disebabkan

konsumsi oksigen pada saat musim dingin relatif lebih sedikit karena organisma

air pada umumnya akan mengurangi aktivitasnya (Barus, 2004).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

Penurunan Oksigen Terlarut pada Lapisan Hipolimnion

Meningkatnya rata-rata pengurangan kandungan oksigen pada lapisan

hipolimnion selama terjadinya stratifikasi musim panas bukan hanya karena faktor

kedalaman, mulai bertambah tebalnya volume lapisan hipolimnion, tetapi juga

karena faktor waktu selama periode stratifikasi (Wetzel, 2001). Tipe distribusi

oksigen terlarut secara vertikal bervariasi. Tipe distribusi oksigen terlarut dalam

suatu perairan secara vertikal menurut Effendi (2003) dapat dilihat pada Gambar

3.

Gambar 3. Tipe Distribusi Oksigen Terlarut dalam Perairan secara Vertikal


(Effendi, 2003)

a. Tipe orthograde: terjadi pada danau yang tidak produktif (oligotrofik) atau

danau yang miskin unsur hara dan bahan organik. Konsentrasi oksigen semakin

meningkat dengan bertambahnya kedalaman perairan. Peningkatan oksigen

pada kondisi ini lebih diakibatkan oleh penurunan suhu dengan bertambahnya

kedalaman.

b. Tipe clinograde: terjadi pada danau dengan kandungan unsur hara dan bahan

organik yang tinggi (eutrofik). Pada tipe ini oksigen terlarut semakin berkurang

dengan bertambahnya kedalaman atau bahkan habis sebelum mencapai dasar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

Penurunan ini diakibatkan oleh adanya proses dekomposisi bahan organik oleh

mikroorganisme.

c. Tipe heterograde positif dan negatif: pada tipe ini terlihat bahwa fotosintesis

dominan terjadi di atas lapisan termoklin dan akan meningkatkan oksigen di

bagian atas lapisan metalimnion.

d. Tipe anomali: tipe ini terjadi aliran air yang deras, dingin, kaya oksigen dan

membentuk sebuah lapisan yang mempunya ciri-ciri sendiri.

Parameter Pendukung Keberadaan Oksigen Terlarut

Menurut Amanah (2011), keberadaan oksigen terlarut di perairan akan

dipengaruhi oleh beberapa faktor fisika, kimia dan biologi yang di antaranya

adalah suhu, kecerahan, pH dan fitoplankton. Faktor fisika, kimia, dan biologi

tersebut merupakan faktor yang sangat mendukung keberadaan DO di perairan

dan keberadaannya sangat berfluktuasi.

Kecerahan dan Kekeruhan

Kecerahan suatu perairan sangat tergantung pada warna dan kekeruhan.

Kecerahan merupakan suatu ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara

visual dengan menggunakan keping sechi (Cole, 1983). Kecerahan dan kekeruhan

pada perairan alami merupakan salah satu faktor penting yang mengendalikan

produktivitas. Kekeruhan yang tinggi akan menurunkan kecerahan perairan serta

mengurangi penetrasi cahaya matahari yang masuk ke dalam air sehingga dapat

membatasi proses fotosintesis (Amalia, 2010).

Nilai kecerahan dapat dinyatakan dalam satuan meter. Kecerahan sangat

dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

tersuspensi. Pengukuran kecerahan dilakukan pada saat cuaca cerah,

melangsungkan proses fotosintesa. Semakin tinggi kecerahan semakin dalam

penetrasi cahaya ke dalam air, yang selanjutnya akan menentukan ketebalan air

yang produktif. Titik kompensasi terjadi pada kedalaman dimana laju produksi

oksigen dari hasil fotosintesis sama dengan laju penggunaan oksigen untuk

respirasi (P = R) dan intensitas cahaya pada lapisan ini tinggal 1% dari intensitas

permukaan (Widiyastuti, 2004).

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan

banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat

didalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik

yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur, pasir halus, plankton, dan

mikroorganisme lain) (Effendi, 2003).

Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya matahari akan mengalami penurunan seiring dengan

bertambahnya kedalaman. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk

menjelaskan proses ini adalah hukum Beer-Lambert (The Beer-Lambert Law).

Hukum Beer-Lambert menjelaskan terjadinya penurunan intensitas cahaya

matahari secara eksponesial dengan bertambahnya kedalaman. Intensitas cahaya

matahari yang masuk ke perairan akan berkurang karena ada cahaya cahaya yang

diserap oleh permukaan perairan dan cahaya yang disebarkan ke kolom perairan.

Penurunan intensitas cahaya matahari dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara

lain adanya partikel tersuspensi dan terlarut di suatu perairan dan juga perbedaan

panjang gelombang yang masuk ke perairan. Menurut penelitian Amalia (2010)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

penurunan intensitas cahaya tersebut dapat diketahui melalui pendekatan yang

dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Hubungan Intensitas Cahaya Matahari dengan Kedalaman

Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH menggambarkan intensitas keasaman dan kebasaan suatu

perairan yang ditunjukkan oleh keberadaan ion hidrogen. Kondisi perairan yang

bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan

hidup organisma karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan

respirasi (Barus, 2004).

Nilai pH tersebut mendukung keberlangsungan hidup organisme perairan.

Perubahan pH harian secara umum sebagian besar dipengaruhi oleh proses

fotosintesis dan respirasi dari berbagai organisme. Pertumbuhan algae secara pesat

dapat mengurangi keberadaan karbondioksida, sehingga pH meningkat

(Amalia, 2010). Nilai pH di perairan mengalami fluktuasi harian. Nilai pH

dipengaruhi oleh tanah dasar, juga dipengaruhi konsentrasi CO2 terlarut. CO2

digunakan fitoplankton dalam proses fotosintesis pada siang hari. Sementara CO2

dihasilkan pada siang maupun malam hari. Perubahan pH harian yang demikian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

masih dapat ditolerir oleh hewan budidaya, namun bila pH mencapai lebih dari 10

maka pergantian air harus dilakukan karena merupakan indikator kemampuan

buffer air yang rendah akibat alkalinitas rendah (Sulaksana, 2010).

Fitoplankton

Fitoplankton memiliki klorofil yang berperan dalam fotosintesis untuk

menghasilkan bahan organik dan oksigen dalam air yang digunakan dalam air

sebagai dasar mata rantai pada siklus makanan di perairan (Salam, 2010).

Fitoplankton adalah tumbuhan mikroskopis yang melayang-layang di dalam air,

mempunyai klorofil sehingga mampu berfotosintesis. Banyak bentuk fitoplankton

nemiliki perbedaan kebutuhan fisiologi dan berbagai respon terhadap parameter

fisika kimia seperti cahaya, temperatur, dan sejumlah besar nutrien

(Wetzel, 2001).

Plankton adalah mikroorganisme yang ditemui hidup melayang dan hidup

bebas di perairan dengan kemampuan pergerakan yang rendah. Organisme ini

merupakan salah satu parameter biologi yang memberikan informasi mengenai

kondisi perairan baik kualitas perairan maupun tingkat kesuburannya (Amanah,

2011). Welch (1952) mengungkapkan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi

distribusi kelimpahan fitoplankton dalam suatu perairan adalah arus, kandungan

unsur hara, predator, suhu, kecerahan, kekeruhan, pH, gas-gas terlarut, maupun

kompetitor.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Danau Kelapa Gading, Kabupaten Asahan,

Sumatera Utara. Danau ini terletak di Kelurahan Kisaran Naga Kecamatan

Kisaran Timur. Danau ini adalah danau buatan yang sebagian besar dimanfaatkan

untuk rekreasi dan pemeliharaan berbagai jenis ikan di dalam danau. Peta lokasi

penelitian di Danau Kelapa Gading dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Peta Lokasi Danau Kelapa Gading

Kegiatan Penelitian ini berlangsung pada bulan Maret sampai dengan

April 2016. Kegiatan penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu kegiatan di

lapangan dan kegiatan di laboratorium. Contoh air dianalisis di Laboratorium

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

Terpadu Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini untuk pengukuran parameter

utama dan parameter pendukung adalah sebagai berikut : GPS, alat modifikasi

Van Dorn Water Sampler dengan volume 5 liter, Secchi disk, botol Winkler 125

ml, pH meter, Lux meter, botol sampel, thermometer, kamera digital, pipet tetes,

labu Erlenmeyer, coolbox, jarum suntik, ember 5 liter, tali tambang, alat

transportasi menyebrang, Plankton Net, dan alat tulis. Bahan-bahan yang

digunakan adalah berupa sampel air dan bahan-bahan pereaksi seperti MnSO4,

H2SO4, KOH-KI, Na2S2O3, Amylum, tissue, dan kertas label. Adapun gambar alat

dan bahan yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Alat

dan bahan yang digunakan dalam pengambilan contoh dan pengamatan dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Alat dan bahan untuk melakukan pengamatan

Parameter Unit Metode/Alat Keterangan


Fisika
o
Suhu C Termometer In Situ
Kecerahan M Keping sechi In Situ
Kekeruhan NTU Pendinginan Ex Situ
Intensitas Cahaya Cd Lux Meter In Situ
Kimia
pH - pH meter In Situ
DO mg/l Titrasi Winkler In Situ
Biologi
Fitoplankton Ind/l Mikroskop Ex Situ
Fotosintesis mgO2/l/t Botol BOD (Terang) In Situ
Respirasi mgO2/l/t Botol BOD (Gelap) In Situ
Sumber : (APHA, 2012)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

Metode Pengumpulan Data

Penentuan Stasiun

Lokasi pengambilan contoh berada pada tiga (3) titik danau. Hal ini

dilakukan untuk mengetahui kadar suhu dan kandungan oksigen terlarut yang

berada di perairan danau. Adanya berbagai aktifitas yang berbeda diantara 3 titik

mempengaruhi kondisi suhu dan ketersediaan oksigen terlarut di perairan terkait

dengan aktivitas respirasi oleh mikroorganisme maupun makroorganisme dan

pemanfaatan oksigen untuk proses dekomposisi.

a. Stasiun I

Stasiun I merupakan daerah danau yang dipengaruhi oleh berbagai

aktivitas seperti adanya Keramba Jaring Apung (KJA) yang terdapat ikan yang

dipelihara didalamnya dan aktivitas wisata seperti pemancingan oleh pengunjung.

Secara geografis terletak pada 02º58'11,0'' LU dan 99º36'50,4''BT. Lokasi stasiun I

dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Stasiun I

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

b. Stasiun II

Stasiun II ini merupakan daerah dekat dengan pemukiman, yang terletak di

Danau Kelapa Gading Kabupaten Asahan. Secara geografis terletak pada

02º58'13,5''LU dan 99º36'54,1''BT. Lokasi stasiun II dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Stasiun II

c. Stasiun III

Stasiun III merupakan daerah outlet atau daerah keluaran air Danau

Kelapa Gading Kabupaten Asahan. Secara geografis terletak pada 02º58'13,6''LU

dan 99º36'54,0''BT. Lokasi stasiun III dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Stasiun III

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

Penelitian Pendahuluan

Kegiatan dalam penelitian pendahuluan meliputi pengukuran kandungan

DO dan suhu secara vertikal dengan interval kedalaman 1 meter hingga mencapai

dasar kedalaman maksimum untuk mendapatkan pola penyebaran suhu dan

oksigen terlarut. Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer

yang diukur pada setiap air contoh yang diambil per kedalaman. Kandungan DO

dan pengukuran suhu air contoh yang diambil dengan menggunakan alat

modifikasi Van Dorn Water Sampler yang langsung diukur dilapangan dengan

menggunakan metode titrasi Winkler. Kemudian pengukuran juga dilakukan pada

tingkat kecerahan, kekeruhan dan intensitas cahaya di Danau Kelapa Gading.

Pengukuran suhu dan DO pada penelitian pendahuluan ini dilakukan pada

tanggal 12 Maret 2016 dengan pengukuran di waktu pagi, siang, dan sore.

Pengukuran parameter utama yaitu DO dan Suhu yang telah dilakukan disajikan

dalam grafik yang dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10.

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Gambar 9. Distribusi DO pada penelitian pendahuluan tanggal 12 Maret 2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Gambar 10. Distribusi Suhu pada Penelitian Pendahuluan tanggal 12 Maret 2016

Parameter pendukung seperti kecerahan, intensitas cahaya di Danau

Kelapa Gading juga dilakukan secara In Situ dan sampel kekeruhan didinginkan

untuk dibawa ke Laboratorium BTKLPP (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan

dan Pengendalian Penyakit) Medan. Menurut Beer-Lambert tahun 1983 dalam

penelitian Amanah (2011), hasil pengukuran tingkat kekeruhan digunakan dalam

penentuan kedalaman kompensasi dengan menggunakan metode Beer-Lambert,

yang menyatakan bahwa jika tingkat kekeruhan di suatu perairan tidak terlalu

tinggi, maka digunakan konstanta 1,7 untuk perhitungan kedalaman kompensasi.

Nilai kekeruhan yang didapatkan setelah dilakukannya penelitian

pendahuluan dan uji sampel kekeruhan di Laboratorium BTKLPP Medan,

didapatkan hasil nilai kekeruhan pada stasiun 1 yaitu sebesar 17,73 NTU

(Nephelometric Turbidity Unit), stasiun 2 sebesar 10,96 NTU dan pada stasiun 3

sebesar 11,09 NTU. Nilai kekeruhan yang didapatkan pada setiap stasiun masih

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

tergolong kecil yaitu <20 NTU, maka digunakan konstanta sebesar 1,7 untuk

menentukan kedalaman kompensasi.

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian pendahuluan dapat

ditentukan titik kedalaman yang dapat mewakili untuk kebutuhan penelitian

utama, yaitu pada stasiun 1, 0 cm sebagai lapisan permukaan, dikarenakan pada

lapisan permukaan ini memiliki konsentrasi oksigen terlarut tertinggi, 33,5 cm

sebagai lapisan dari perwakilan batas keping sechi terlihat, 92 cm untuk

kedalaman kompensasi. Stasiun 2 sama dengan stasiun 3 dikarenakan nilai

kecerahan pada saat penelitian pendahuluan adalah sama, yaitu 0 cm sebagai

lapisan permukaan perairan, 36,5 cm untuk perwakilan batas keping sechi dapat

terlihat, 115 cm untuk kedalaman kompensasi.

Penelitian Utama

Setelah dilakukannya penelitian pendahuluan maka diperoleh hasil, bahwa

kedalaman yang diamati pada penelitian utama ini adalah pada stasiun 1 yaitu 0

cm, 33,5 cm, dan92 cm. Stasiun 2 dan stasiun 3 yaitu 0 cm, 36,5 cm, dan 115 cm.

Parameter yang diukur pada penelitian utama adalah DO dan suhu sebagai

parameter utama, produktivitas primer dengan menggunakan metode botol gelap

terang. Parameter penunjang yang mempengaruhi ketersediaan DO dan nilai suhu

yaitu kecerahan, pH, intensitas cahaya, kekeruhan, dan kelimpahan fitoplankton.

a. Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pengukuran data kualitas air terdiri dari pengkuran data lapang (In Situ)

dan pengambilan contoh air untuk dianalisis di laboratorium. Parameter-parameter

ini terdiri dari parameter utama seperti suhu dan DO, nilai respirasi dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

fotosintesis, sedangkan Parameter penunjang terdiri dari kecerahan, intensitas

cahaya, kekeruhan, pH, dan kelimpahan fitoplankton.

b. Pengukuran DO (Fotosintesis dan Respirasi) dan Suhu

Oksigen terlarut dan suhu merupakan parameter utama dalam penelitian

ini. Pengukuran oksigen terlarut juga digunakan untuk menduga besarnya

produksi oksigen yang berasal dari proses fotosintesis dan besarnya pemanfaatan

oksigen untuk respirasi dan dekomposisi mikroorganisme. Suhu diukur dengan

menggunakan termometer pada setiap contoh air. Pengambilan sampel air untuk

analisis oksigen terlarut dan suhu dilakukan dengan menggunakan alat modifikasi

Van Dorn Water Sampler. Pengukuran terhadap DO dilakukan pada setiap

kedalaman yang telah ditentukan dan setiap inkubasi.

Dalam penelitian ini, pengukuran DO dan suhu dilakukan setiap empat

jam sekali dalam kurun waktu 24 jam. Waktu inkubasi selama 4 jam diharapkan

dapat mewakili waktu pengamatan baik pada siang hari ataupun pada malam hari.

Hal ini akan diperoleh untuk pengamatan pada malam hari sebanyak tiga kali

amatan dan pada malam hari tiga amatan pula. Analisis DO dilakukan dengan

menggunakan metode titrasi Winkler (Lampiran 2).

Pengukuran fotosintesis dan respirasi dilakukan pada setiap kedalaman

menggunakan 3 botol, 1 botol gelap dan 1 botol terang, serta 1 botol inisial. Botol

gelap dan botol terang diinkubasi selama 4 jam. Kandungan oksigen terlarut pada

botol inisial langsung diukur sehingga menggambarkan oksigen saat itu. Pada

botol terang terjadi proses fotosintesis, respirasi, dan dekomposisi, sedangkan

pada botol gelap terjadi respirasi dan dekomposisi. Pengamatan terhadap besarnya

tingkat fotosintesis hanya dilakukan pada siang hari, sedangkan besarnya tingkat

respirasi dan dekomposisi dilakukan sepanjang hari selama 24 jam.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

c. Kualitas Air Penunjang

Kecerahan

Kecerahan diukur dengan menggunakan keping sechi sebanyak satu kali

dalam 24 jam, yaitu ketika cahaya optimum antara pukul 09.00-15.00.

Pengukuran kecerahan dilakukan pada saat matahari tidak terhalangi ataupun

tertutup awan.

Kekeruhan

Kekeruhan diukur dengan mengambil sampel air danau setiap stasiun

selama 1 kali 24 jam, kemudian dimasukkan dalam botol sampel 1 liter dan

didinginkan. Analisis dilakukan di Laboratorium BTKLPP, Medan.

Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya diukur dengan menggunakan alat Lux Meter yang

menunjukkan angka intensitas cahaya matahari pada saat itu juga. Intensitas

cahaya diukur langsung di lapangan dengan meletakkan alat Lux Meter diatas

perairan dan alat Lux Meter akan menunjukkan angka intensitas cahaya.

Pengukuran nilai intensitas cahaya dilakukan sekali dalam 24 jam pada saat

cahaya optimum.

Derajat Keasaman (pH)

Pengukuran pH dilakukan di lapangan. Pengambilan air contoh untuk

menganalisis pH menggunakan alat modifikasi Van Dorn Water Sampler.

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter pada setiap kedalaman

dan setiap waktu inkubasi.

Fitoplankton

Untuk mengetahui keberadaan fitoplankton, air contoh diambil dengan

menggunakan alat modifikasi Van Dorn Water Sampler pada interval kedalaman

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

tertentu hingga mencapai kedalaman kompensasi. Kemudian air contoh disaring

dengan menggunakan plankton net dan kemudian dituang ke dalam botol

polyetilen 30 ml. Contoh plankton diawetkan dengan larutan Lugol 4% hingga

berwarna cokelat seperti air teh kemudian disimpan dalam plastik polybag hitam,

selanjutnya dihitung dan diidentifikasi.

Identifikasi dilakukan di Laboratorium Terpadu, Manajemen Sumberdaya

Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan

mikroskop binokuler perbesaran 10 x 10 untuk menghitung kelimpahan.

Kemudian contoh diamati dengan menggunakan Sedgwick Rafter Counting

Chamber (SRC) dan buku identifikasi plankton menurut Thompson dkk (1993).

Analisis Data

Analisis data yang dilakukan berupa analisis deskriptif. Data yang

diperoleh dari hasil pengukuran ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik

sebaran vertikal.

Kedalaman Kompensasi

Boyd dan Lichtkoppler (1979), menyatakan bahwa kedalaman zona

eufotik pada perairan di daerah tropis adalah sekitar dua sampai tiga kali

kecerahan keping Secchi. Kedalaman kompensasi ini dapat diartikan juga sebagai

kedalaman dengan nilai fotosintesis yang sama dengan respirasi.

Penentuan kedalaman kompensasi dapat ditentukan dengan pendekatan

kedalaman Secchi. Nilai 1,7 adalah nilai konstanta untuk menentukan koefisien

peredupan yang sesuai untuk perairan yang tingkat kekeruhannya kecil. Setelah

dilakukan di penelitian pendahuluan dan mendapatkan nilai kekeruhan di Danau

Kelapa Gading maka dapat ditentukan konstantanya dan dimasukkan ke dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

rumus penentuan kedalaman kompensasi (Sullivan, dkk., diacu oleh Amalia,

2010).

Ez = E0 x e –kD x z

Keterangan :
kD = Koefisisen peredupan cahaya matahari
Zs = Kedalaman Secchi
Ez = Radiasi pada kedalaman tertentu
E0 = Radiasi di permukaan
Zc = Kedalaman kompensasi dalam cm

Analisis Profil Suhu di Perairan

Pengukuran terhadap parameter suhu dilakukan dengan menggunakan

termometer pada setiap air sampel yang didapat pada setiap kedalaman selama 24

jam dengan interval waktu selama 4 jam sekali. Air sampel diambil dengan

menggunakan alat modifikasi Van Dorn Water Sampler. Data yang didapat dari

hasil pengukuran suhu kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik

secara vertikal.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

Analisis Tipe Distribusi Vertikal Oksigen

Pada umumnya distribusi vertikal oksigen terlarut menunjukkan

penurunan dengan bertambahnya suatu kedalaman. Penentuan tipe distribusi

vertikal oksigen terlarut dilakukan berdasarkan data oksigen terlarut yang didapat.

Hasil pengukuran oksigen terlarut kemudian dibandingkan dengan distribusi

vertikal oksigen terlarut menurut Effendi (2003).

Analisis Penentuan Persen (%) Saturasi Oksigen

Konsentrasi oksigen jenuh (saturasi) akan tercapai jika konsentrasi oksigen

yang terlarut di perairan sama dengan konsentrasi oksigen terlarut secara teoritis

(Tabel 1). Konsentrasi oksigen tidak jenuh terjadi jika konsentrasi oksigen yang

terlarut kurang dari konsentrasi oksigen secara teori. Selanjutnya, ketika kondisi

oksigen di perairan sudah mencapai titik jenuh yang dipengaruhi oleh suhu,

tekanan, dan konsentrasi ion, maka perlu dilakukan perhitungan persen saturasi.

Kejenuhan oksigen di perairan dinyatakan dengan persen saturasi

(Wetzel dan Likens, 1991).

Keterangan :

DO = Konsentrasi oksigen terlarut (mg/l)


DOt = Konsentrasi oksigen terlarut secara teori (mg/l)

Analisis Besarnya Fotosintesis dan Respirasi

Pengukuran terhadap parameter DO ditujukan untuk mengkaji seberapa

besar ketersediaan distribusi DO secara vertikal. Analisis besarnya tingkat

pemanfaatan dan besarnya masukan oksigen dilakukan pada lokasi penelitian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

Untuk nilai fotosintesis dapat memberikan gambaran besarnya sumbangan

oksigen (NPP) yang diberikan plankton terhadap perairan danau. Untuk

mengetahui seberapa besar pemanfaatan oksigen terlarut oleh mikroorganisme

baik itu plankton dan bakteri di perairan dapat dilihat dari seberapa besar nilai

respirasinya. Pengukuran tingkat respirasi dan fotosintesis dapat digunakan

dengan botol terang dan botol gelap. Perbedaan konsentrasi oksigen pada botol

terang dan inisial menunjukkan besarnya penambahan oksigen. Sebaliknya

perbedaan kandungan oksigen pada botol inisial dan botol gelap menunjukkan

besarnya pemanfaatan oksigen (Amanah, 2011).

Pada penelitian ini, besarnya pemanfaatan oksigen di perairan

pengukurannya hanya dibatasi pada besarnya penggunaan untuk respirasi

mikroorganisme seperti plankton dan mikroorganisme akuatik lainnya yang ada di

perairan. Untuk pengamatan besarnya respirasi makroorganisme untuk jenis

seperti ikan tidak dilakukan. Pemanfaatan oksigen dalam proses dekomposisi

bahan organik dapat dihitung bersamaan dengan perhitungan tingkat respirasi

(Widiyastuti, 2004).

Pengukuran besarnya sumbangan masukan oksigen ke dalam perairan

dilakukan hanya dengan mengukur tingkat fotosintesisnya saja sedangkan untuk

masukan yang berasal dari difusi udara tidak diperhitungkan. Menurut Widiyastuti

(2004), hal ini disebabkan karena sulitnya metode yang harus digunakan, selain

itu juga karena sumber terbesar oksigen di perairan berasal dari proses fotosintesis

dan laju dari difusi udara tergolong lambat. Untuk kegiatan pengamatan terhadap

besarnya fotosintesis hanya dilakukan pada siang hari sedangkan untuk besarnya

respirasi dilakukan sepanjang hari.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

Untuk menghitung besarnya nilai fotosintesis dan nilai respirasi digunakan

formula sebagai berikut (Wetzel dan Likens, 1991).:

NPP = (L – I)/t

R = (I – D)/t

GPP = (L – D)/t

Keterangan :

NPP : Net Primary Productivity (mgO2/l/jam)


R : Respirasi dan dekomposisi (mgO2/l/jam)
GPP : Gross Primary Productivity (mgO2/l/jam)
L : Konsentrasi oksigen dalam botol terang (mgO2/l)
D : Konsentarsi oksigen dalam botol gelap (mgO2/l)
I : Konsentrasi oksigen dalam botol inisial (mgO2/l)
t : Lama inkubasi (jam)

Analisis dugaan besarnya masukan oksigen ke perairan yang berasal dari


luar (difusi dan oksigen bawaan) serta pemanfaatan oksigen terlarut untuk
respirasi ikan
Sumber oksigen dalam perairan selain berasal dari fotosintesis, juga

berasal dari difusi udara dan bawaan aliran air (inflow). Begitu pula dengan

pemanfaatan oksigen dalam perairan selain oleh mikroorganisme air (plankton

dan bakteri), juga dimanfaatkan atau dikonsumsi oleh makroorganisme dalam air

(Boyd 1982 diacu oleh Amanah, 2011).

Besarnya sumbangan oksigen dari luar perairan dan konsumsi oksigen

oleh ikan dapat diduga dengan melakukan perhitungan terhadap selisih DO aktual

(DO pada saat itu) dan DO sisa (besarnya cadangan oksigen pada waktu

sebelumnya (t0) setelah ditambah besarnya produksi oksigen dari fotosintesis dan

dikurangi besarnya pemakaian untuk resporasi mikroorganisme selama inkubasi).

Pendekatan yang dilakukan adalah sebagai berikut (Boyd 1982 diacu oleh

Amanah, 2011).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

DO aktual t1 = DO aktual t0 + F (t1 – t0) + D (t1 – t0) – R1 (t1-t0) – R2 (t1 – t0)

DO aktual t1 = (DO aktual t0 + F (t1 – t0) + R1 (t1 – t0) ) + D (t1 – t0) – R2 (t1 – t0)

DO sisa

DO aktual t1 – DO sisa = D (t1 – t0) – R2 (t1 – t0)

Keterangan :

DO aktual t1 : DO pada saat pengamatan


DO aktual t0 : DO pada pengamatan sebelumnya
F (t1 – t0) : besarnya produksi O2 dari fotosintesis t0 – t1
D (t1 – t0) : besarnya produksi O2 selain dari fotosintesis dari t0 – t1
R1 (t1-t0) : besarnya konsumsi O2 untuk respirasi mikroorganisme dan
dekomposisi bahan organik dari t0 – t1
R2 (t1 – t0) : besarnya konsumsi O2 untuk respirasi ikan dan proses
yang tidak terukur dalam botol gelap dari t0 – t1
DO sisa : sisa DO pada saat t1 setelah pada t0 mendapatkan pasokan
dari fotosintesis dan dikurangi respirasi dan dekomposisi
D (t1 – t0) – R2 (t1 – t0) : dugaan besarnya sumbangan oksigen selain yang berasal
dari proses fotosintesis dan konsumsi oksigen selain yang
terukur dalam botol gelap

Apabila :

DO aktual > DO sisa

Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa perairan dominan mendapat

masukan oksigen yang berasal dari luar seperti hasil proses difusi, reaerasi

oksigen karena adanya turbulensi massa air dan masukan oksigen yang dibawa

oleh air massa inflow.

DO aktual < DO sisa

Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa konsumsi oksigen oleh ikan lebih

dominan terjadi dibandingkan oksigen yang masuk dari luar perairan melalui

proses difusi. Konsumsi oksigen lainnya (oleh dasar perairan) tidak

diperhitungkan (Boyd, 1982). Perhitungan digunakan untuk setiap kedalaman

yang diamati.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

Analisis ketersediaan oksigen terlarut di perairan

Setelah dilakukan pengukuran kandungan oksigen terlarut dan perhitungan

fotosintesis dan respirasi, akan dapat dilihat ketersediaan oksigen terlarut dalam

perairan. Analisis ketersediaan oksigen terlarut dapat dilihat dari :

a. Kondisi oksigen terlarut di perairan (tergolong kritis untuk kegiatan perikanan

atau tidak). Menurut Widiyastuti (2004) bahwa konsentrasi oksigen terlarut

yang aman bagi kehidupan organisme akuatik harus diatas titik kritis (2

mgO2/l) dan tidak terdapat bahan lain yang bersifat beracun.

b. Besarnya produksi dan pemakaian oksigen di perairan dengan menghitung

besarnya nilai fotosintesis dan respirasi mikroorganisme (plankton dan

bakteri). Menurut Widiyastuti (2004), dengan menghitung besarnya nilai

fotosintesis dan respirasi mikroorganisme saja diharapkan dapat memberikan

gambaran seberapa besar perairan dapat menyediakan oksigen untuk eksistensi

kehidupan biota perairan lainnya seperti ikan.

- Apabila fotosintesis > respirasi maka tidak terjadi defisit

- Apabila fotosintesis < respirasi maka terjadi defisit

- Apabila fotosintesis = respirasi maka terjadi keseimbangan

Analisis Fitoplankton

Data fitoplankton digunakan untuk menunjang data parameter utama. Data

ini dianalisis dalam bentuk kelimpahan dari setiap genus dan komposisi dari

setiap kelas fitoplankton. Kelimpahan fitoplankton dinyatakan dalam jumlah sel

per liter. Perhitungan kelimpahan fitoplankton menggunakan metode strip

berdasarkan formulasi modifikasi APHA tahun 2012 dengan persamaan sebagai

berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

Keterangan:

N : Kelimpahan fitoplankton (sel/l)


n : Jumlah total fitoplankton dari seluruh strip yang diamati (sel)
S : Luas permukaan SRC (20 x 50 mm2)
P : Luas strip SRC yang diamati (1x20mm)x15 strip
Vr : Volume air sampel yang terkonsentrasi (30 ml)
Vo : Volume SRC (1 ml)
Vs : Volume air sampel yang disaring (5l)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Sebaran Suhu Vertikal Selama 24 Jam

Berdasarkan data penelitian, hasil pengukuran suhu stasiun 1 pada

kedalaman 0; 33,5; 92 cm, stasiun 2 dan stasiun 3 pada kedalaman 0; 36,5; dan

115 cm selama 24 jam dengan interval waktu 4 jam ditampilkan dalam bentuk

grafik secara vertikal (Gambar 11). Berdasarkan pengukuran dilapangan, suhu

tertinggi dari pagi hingga sore hari adalah 35oC pada stasiun 1 pukul 14.00 WIB.

Pada stasiun 2, suhu tertinggi didapatkan bernilai 34,5oC pukul 18.00 H1 (Hari

pertama). Stasiun 3, suhu tertinggi yaitu sebesar 34oC pada pukul 18.00. Suhu

tertinggi di setiap stasiun didapatkan pada saat pengukuran di lapisan permukaan

perairan dan terjadi pada saat cahaya matahari optimum yaitu sekitar pukul 14.00

sampai 18.00 WIB.

Stasiun 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

Stasiun 2

Stasiun 3

Gambar 11. Sebaran suhu secara vertikal selama 24 jam

Suhu di malam hari sampai pagi di setiap stasiun hampir sama yaitu

berkisar antara 30oC sampai 33oC. Suhu terendah didapatkan pada stasiun 1 pukul

06.00 di kedalaman 33 cm dan 92 cm. Nilai suhu yang didapatkan di setiap

kedalaman tidak jauh berbeda terutama pada kedalaman lapisan permukaan dan

lapisan batas kecerahan. Data suhu selama 24 jam di beberapa kedalaman dapat

dilihat pada Lampiran 3.

Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Selama 24 Jam

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, oksigen terlarut pada

umumya menunjukkan hasil dengan nilai yang semakin menurun pada tiap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

kedalaman yang diamati (Gambar 12 dan Lampiran 4). Oksigen terlarut yang

diamati memiliki nilai yang berbeda antara siang hari dan malam hari.

Konsentrasi oksigen terlarut tertinggi di dapatkan pada lapisan permukaan

perairan danau dan saat sore hari yaitu pada pengukuran pukul 18.00 di setiap

stasiunnya. Hal ini disebabkan karena pada saat pengukuran pukul 18.00, cahaya

matahari masih optimum dan proses fotosintesis oleh fitoplankton masih dapat

berlangsung. Konsentrasi oksigen terlarut paling rendah dijumpai di stasiun 3

yaitu sebesar 0,64 mg/l pada saat pengamatan pukul 10.00 dan berada di

kedalaman kompensasi (115 cm).

Kandungan DO (Dissolved Oxygen) selama pengamatan pada 3 stasiun di

kedalaman permukaan, batas keping sechi, dan kedalaman kompensasi

menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda antara ketiga stasiun per

kedalamannya. Kosentrasi DO selama 24 jam stasiun 1 pada lapisan permukaan

perairan berkisar dari 2,16 mg/l yang terjadi pukul 06.00 sampai 5,12 mg/l yang

terjadi pada pukul 18.00 H1 (Hari pertama), pada kedalaman batas keping sechi

berkisar dari 2,08 mg/l sampai dengan 4,64 mg/l dan untuk kedalaman

kompensasi memiliki suhu terendah yaitu sebesar 2,00 mg/l sampai dengan 4 mg/l

. Stasiun 2 memiliki konsentrasi DO tertinggi yaitu pada lapisan permukaan pukul

18.00 H1 sebesar 4,24 mg/l dan DO terendah pada kedalaman kompensasi (115

cm) pukul 06.00 sebesar 1,52 mg/l.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

Stasiun 1

Stasiun 2

Stasiun 3

Gambar 12. Distribusi Oksigen Terlarut (mg/l) secara Vertikal Selama 24 Jam

Hasil konsentrasi oksigen terlarut (mg/l) yang didapatkan selama 24 jam di

setiap kedalaman telah ditentukan, maka dapat diketahui bahwa nilai distribusi

vertikal oksigen terlarut yang damati dapat menunjukkan bahwa pada umumnya

tipe distribusi oksigen terlarut secara vertikal di Danau Kelapa Gading ini

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

menggambarkan tipe perairan clinograde pada pengamatan yang telah dilakukan.

Tipe clinograde ini sendiri terjadi pada danau dengan kandungan unsur hara dan

bahan organik yang tinggi. Terlihat bahwa semakin bertambahnya kedalaman di

Danau Kelapa Gading ini, maka konsentrasi oksigen terlarut (mg/l) juga semakin

menurun.

Saturasi Oksigen Terlarut (%)

Penentuan saturasi oksigen (%) terlarut di Danau Kelapa Gading ini

didapatkan dengan membandingkan antara nilai oksigen terlarut yang terdapat di

perairan dengan nilai oksigen terlarut secara teoritis (Tabel.1) yang kemudian

ditampilkan dalam bentuk grafik persen saturasi oksigen terlarut (%) per

kedalaman yang diamati. Saturasi oksigen terlarut (%) stasiun 1 dapat dilihat pada

Gambar 13 dan Lampiran 5.

Gambar 13. Saturasi oksigen terlarut pada stasiun 1

Pengamatan selama 24 jam pada stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 3

menununjukkan hasil tidak adanya kondisi oksigen yang mencapai saturasi di

setiap kedalamannya dan waktu pengamatan. Berdasarkan data yang di peroleh

persen saturasi yang tertinggi berada pada lapisan permukaan perairan stasiun 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

mencapai nilai persen saturasi sebesar 71,30% pada waktu pengamatan pukul

18.00 H1. Persen saturasi stasiun 1 terendah yang didapat berada pada lapisan

kedalaman kompensasi yaitu sebesar 26,45% terjadi pada pengamatan pukul

06.00 WIB. Saturasi DO pada stasiun 2 ditampilkan pada Gambar 14.

Gambar 14. Saturasi oksigen terlarut pada stasiun 2

Kondisi saturasi DO pada stasiun 2 memiliki nilai persen saturasi tertinggi

dan terendah pada kedalaman dan waktu pengamatan yang sama dengan stasiun 1

(Gambar 13). Nilai saturasi terendah terjadi pada pukul 06.00 WIB di kedalaman

115 cm. Hal ini terjadi dikarenakan konsentrasi oksigen terlarut pada saat itu juga

rendah. Saturasi tertinggi terjadi pada pengamatan pukul 18.00 WIB yang

mencapai 60,05% di lapisan permukaan perairan. Saturasi (%) pada stasiun

selanjutnya yaitu stasiun 3 ditampilkan pada Gambar 15.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

Gambar 15. Saturasi oksigen terlarut pada stasiun 3

Pengamatan pada stasiun 3 berbeda dengan stasiun 1 dan stasiun 2.

Berdasarkan hasil pengamatan kondisi persen saturasi pada stasiun 3 memiliki

nilai terendah pada waktu pengamatan pukul 10.00 di kedalaman kompensasi

yaitu sebesar 8,61%. Nilai saturasi tertinggi didapatkan pada pengamatan pukul

18.00 H2 di lapisan permukaan perairan dimana pada saat pukul 18.00 masih

dalam kondisi ada cahaya matahari dan fotosintesis sehingga membuat oksigen

terlarut menjadi tinggi.

Fluktuasi Harian Oksigen Terlarut

Berdasarkan data oksigen terlarut yang didapatkan selama 24 jam, secara

umum dapat dinyatakan bahwa kondisi oksigen terlarut selama pengamatan

menunjukkan adanya fluktuasi antara siang dan malam hari. Konsentrasi oksigen

terlarut pada malam hari terlihat lebih rendah jika dibandingkan dengan

konsentrasi oksigen terlarut pada siang hari. Kondisi ini disebabkan karena pada

malam hari perairan hanya mendapatkan masukan oksigen dari difusi udara

sementara proses konsumsi oksigen oleh biota yang ada di perairan terus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

berlangsung sepanjang malam yang menyebabkan konsentrasi oksigen semakin

menurun.

Pada pengamatan siang hari, oksigen terlarut lebih tinggi dari malam hari

karena adanya pasokan produksi oksigen dari proses fotosintesis yang

berlangsung selama adanya cahaya matahari yang optimum. Proses fotosintesis ini

merupakan sumbangan terbesar terhadap pasokan oksigen terlarut yang ada di

perairan terutama pada lapisan permukaan. Fluktuasi harian oksigen terlarut

stasiun 1 dapat dilihat pada Gambar 16 dan Lampiran 4.

Gambar 16. Fluktuasi harian oksigen terlarut selama 24 jam pada stasiun 1

Berdasarkan hasil pengamatan fluktuasi harian oksigen terlarut stasiun 1,

terlihat bahwa pada pengamatan di kedalaman 0 cm sampai dengan 92 cm

menunjukkan konsentrasi oksigen terlarut yang berbeda. Konsentrasi oksigen

terlarut pada kedalaman 92 cm merupakan konsentrasi yang paling rendah di

setiap waktu pengamatan. Berdasarkan waktu pengamatan, pukul 06.00 adalah

waktu pengamatan yang menunjukkan konsentrasi oksigen terlarut yang paling

rendah yaitu sebesar 2 mg/l. Sementara untuk konsentrasi tertinggi yaitu pada

permukaan perairan pukul 18.00 sebesar 5,12 mg/l. Pengamatan fluktuasi harian

pada stasiun 2 ditampilkan pada Gambar 17.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

Gambar 17. Fluktuasi harian oksigen terlarut selama 24 jam pada stasiun 2

Pada stasiun 2, konsentrasi DO tertinggi juga pada lapisan permukaan

pukul 18.00 WIB sebesar 4,24 mg/l. Pada kedalaman 36,5 cm terlihat bahwa pada

pukul 06.00 WIB. Konsentrasi DO menurun dari waktu pengamatan sebelumnya

sebesar 2,64 mg/l. Pada waktu pengamatan selanjutnya yaitu pukul 10.00 WIB

meningkat dari konsentrasi 1,6 mg/l ke 3,2 mg/l. Pengamatan fluktuasi harian DO

stasiun 3 ditampilkan pada Gambar 18.

Gambar 18 Fluktuasi harian oksigen terlarut selama 24 jam pada stasiun 3

Stasiun 3 berbeda dengan stasiun lainnya, berdasarkan data yang diperoleh

pada stasiun 3 konsentrasi DO yang terendah berada pada pengamatan pukul

10.00 di setiap kedalamannya. Dimulai dari pengamatan pertama konsentrasi DO

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

masih tinggi dan menurun saat malam hari sampai pukul 10.00. Konsentrasi DO

rendah pada pukul 10.00 yaitu 0,64 mg/l pada kedalaman kompensasi dikarenakan

pada saat pengamatan mulai dari pukul 06.00 sampai pukul 10.00 cuaca mendung

dan hujan, sehingga fotosintesis tidak terjadi karena kurang optimalnya pasokan

cahaya matahari ke perairan. Konsentrasi DO meningkat pada saat pengamatan

pukul 14.00 sampai 18.00 H2 dan merupakan konsentrasi DO tertinggi pada

stasiun 3 yaitu sebesar 4,96 mg/l di lapisan permukaan perairan.

Produksi Primer

Hasil dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan berkhlorofil

disebut sebagai produktivitas primer. Fotosintesis ini sendiri dipengaruhi oleh

adanya intensitas cahaya matahari, konsentrasi CO2 dan faktor suhu. Produksi

primer didapatkan dari pengukuran botol terang dan botol gelap yang diinkubasi

selama 4 jam setiap waktu pengamatan selama 24 jam per stasiun.

Nilai NPP didapatkan dari selisih antara konsentrasi DO pada botol terang

dengan konsentrasi DO pada botol inisial dibagi dengan waktu inkubasi dan nilai

GPP didapatkan dari selisih antara konsentrasi DO pada botol terang dengan

konsentrasi DO pada botol gelap dibagi dengan waktu inkubasi. Nilai Produksi

bersih (NPP) dan jumlah oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis (GPP)

oksigen terlarut pada stasiun 1 ditampilkan pada Gambar 19 dan Lampiran 6.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

Gambar 19. NPP dan GPP setiap waktu pengamatan Stasiun1

Nilai produksi primer stasiun 1 pada pukul 14.00-18.00 didapatkan nilai

optimal pada kedalaman 92 cm sebesar 0,38 mg/l. Pada saat produksi bersih di

kedalaman 92 cm dalam keadaan optimal, didapatkan terjadinya peningkatan

jumlah oksigen yang dihasilkan oleh proses fotosintesis sebesar 0,4 mg/l. Terjadi

penurunan nilai produksi besih sebesar -0,56 mg/l dan jumlah oksigen hasil

fotosintesis sebesar -0,38 mg/l pada pukul 10.00-14.00 di kedalaman 33,5 cm.

Nilai NPP dan GPP pada stasiun 2 dapat dilihat pada Gambar 20.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

Gambar 20. NPP dan GPP setiap waktu pengamatan Stasiun 2

Nilai produksi primer pada stasiun 2 (Gambar 20.a) pada pukul 14.00-

18.00 didapatkan hasil optimal pada kedalaman 0 cm dan 115 cm sebesar 0,8

mg/l. Peningkatan jumlah oksigen hasil proses fotosintesis pada kedalaman 115

cm terjadi pada pukul 14.00-18.00 sebesar 0,0175 mg/l. Nilai GPP (Gambar 20.b)

yang didapatkan pada kedalaman 36,5 cm terjadi peningkatan pada pukul 10.00-

14.00 sebesar 0,08 mg/l. Diduga peningkatan jumlah oksigen terjadi karena

cahaya yang optimum saat melakukan pengamatan sehingga proses fotosintesis

juga maksimal di stasiun 2. Nilai produksi primer pada stasiun 3 dapat dilihat

pada Gambar 21.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

Gambar 21. NPP dan GPP setiap waktu pengamatan Stasiun 3

Nilai produksi primer stasiun 3 (Gambar 21) pada pukul 14.00-18.00

didapatkan nilai optimal di kedalaman 0 cm sebesar -0,16 mg/l. Pada saat

produksi bersih optimal terjadi, nilai GPP yang diperoleh sebesar 0,02 mg/l.

Jumlah oksigen hasil fotosintesis terjadi peningkatan pada pukul 10.00-14.00 di

kedalaman 36,5 cm sebesar 0,26 mg/l. Peningkatan tersebut diduga dipengaruhi

oleh cuaca dan mikroorganisme yang melakukan fotosintesis didaerah keluaran

air danau pada stasiun 3. Sementara kecilnya nilai NPP di stasiun 3 diduga

dipengaruhi oleh cuaca yang hujan pada saat pengamatan sehingga proses

fotosintesis tidak berlangsung dan respirasi organisme tetap terjadi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

Rincian Ketersediaan Okigen Terlarut

Oksigen terlarut (mg/l) yang ada di perairan dapat berasal dari difusi udara

dan ketika adanya cahaya matahari dan menyebabkan proses fotosintesis

berlangsung sehingga menyumbangkan oksigen ke perairan. Proses fotosintesis

hanya dapat berlangsung di kedalaman yang masih ada cahaya matahari. Sehingga

pada kedalaman perairan yang tidak ada cahaya matahari, konsentrasi oksigen

akan menurun dari lapisan permukaan. Oksigen terlarut yang ada di perairan juga

dimanfaatkan untuk respirasi biota perairan baik mikroorganisme seperti ikan

ataupun mikroorganisme seperti plankton ataupun bakteri. Semakin banyak

konsumsi oksigen terjadi maka akan menyebabkan menurunnya oksigen terlarut

terutama pada waktu proses fotosintesis tidak terjadi.

Berdasarkan hasil pengamatan, kondisi oksigen terlarut yang diamati

memiliki nilai yang beragam menurut waktu dan kedalaman yang diamati pada

stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 3. Dalam penelitian ini, pengukuran produksi

oksigen yang berasal dari proses fotosintesis dengan menggunakan botol terang

yang diinkubasi dan untuk pengukuran konsumsi oksigen yang diamati adalah

respirasi yang terjadi pada pengukuran botol gelap yang juga diinkubasi.

Selanjutnya juga diukur DO sisa untuk mengetahui dugaan masuknya oksigen ke

perairan serta pemanfaatan oksigen terlarut oleh biota lain yang ada di perairan.

Pendugaan pasokan oksigen yang masuk ke perairan dan konsumsi

oksigen oleh biota lain dihitung dari selisih antara nilai DO aktual T1 (pengamatan

DO di waktu berikutnya) dengan DO sisa yaitu hasil kegiatan fotosintesis serta

konsumsi oksigen yang terukur dari botol terang dan gelap). Grafik rincian

ketersediaan oksigen terlarut (DO) pada stasiun 1 dapat dilihat pada Gambar 22

dan Lampiran 7.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

18.00-22.00 22.00-02.00

06.00-10.00
02.00-06.00

10.00-14.00 14.00-18.00 H2

Gambar 22. Rincian ketersediaan Oksigen terlarut (mg/l) selama 24 jam pada
Stasiun 1

Berdasarkan hasil pengamatan pada stasiun 1, oksigen terlarut pada siang

dan malam serta pada kedalaman yang berbeda menunjukkan bahwa oksigen

terlarut bervariasi. Nilai DO yang terukur pada pukul 22.00 merupakan akumulasi

dari hasil suplai oksigen dari waktu pengamatan sebelumnya atau disebut dengan

DO aktual T0 (pukul 18.00) yang telah diinkubasi selama 4 jam. Konsentrasi nilai

DO aktual pukul 18.00 (T0) di lapisan permukaan adalah sebesar 2,9 mg/l.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

Konsentrasi DO yang dihasilkan oleh proses fotosintesis belum ada karena tidak

ada inkubasi nilai DO pada saat malam hari. Konsentrasi oksigen yang terpakai

oleh mikroorganisme yang terukur pada botol gelap selama 4 jam adalah sebesar

0,12 mg/l pada lapisan permukaan. Nilai DO sisa yang diperoleh adalah sebesar 5

mg/l. Konsentrasi DO pada pukul 22.00 (T1) adalah sebesar 2,16 mg/l (Gambar 22

dan Lampiran 8).

Nilai GPP terhitung pada pukul 06.00, 10.00 dan 14.00-18.00. Nilai

produksi oksigen pada pukul 14.00-18.00 pada kedalaman 33,5 cm sebesar 0,26

mg/l yang merupakan nilai GPP paling besar di stasiun 1. Jika dilihat dari hasil

pengamatan, grafik pada pukul 18.00-22.00 dan pukul 22.00-02.00 WIB

menunjukkan nilai selisih negatif di setiap kedalamannya yang ditunjukkan

dengan posisi grafik DO sisa berada di sebelah kanan DO aktual T1. Sementara

pada pukul 02.00-06.00 sampai dengan 14.00-18.00 H2, grafik menunjukkan nilai

selisish positif dengan DO sisa berada berada di sebelah kiri DO aktual T1.

18.00-22.00 22.00-02.00

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

06.00-10.00
02.00-06.00

10.00-14.00 14.00-18.00H2

Gambar 23. Rincian ketersediaan oksigen terlarut (mg/l) selama 24 jam pada
Stasiun 2

Jika dilihat dari hasil pengamatan, grafik pada stasiun 2 (Gambar 23 dan

Lampiran 10) tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan grafik pada stasiun 1

(Gambar 22). Grafik DO sisa berada pada sebelah kanan DO aktual pada waktu

yang sama yaitu pada pukul 18.00-22.00 dan 22.00-02.00 WIB, hal ini

menunjukkan bahwa grafik pada stasiun 2 juga mengalami selisih negatif pada

waktu tersebut. Dari seluruh grafik pada setiap waktu pengamatan, menunjukkan

bahwa secara umum konsentrasi DO aktual tertinggi berada pada lapisan

permukaan dan menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman perairan.

Konsentrasi DO sisa yang paling tinggi terjadi pada saat pengukuran pukul 18.00-

22.00 WIB di lapisan permukaan perairan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

Nilai GPP yang terukur berada pada 3 waktu pengamatan dimulai dari

pukul 06.00 sampai dengan 18.00 H2 dengan menggunakan botol terang yang

diinkubasi sesuai kedalaman selama 4 jam. Nilai GPP yang terbesar terjadi pada

pukul 14.00-18.00 H2 sebesar 0,18 mg/l pada lapisan permukaan perairan. Hal ini

wajar terjadi karena pada saat waktu tersebut, cahaya matahari masih optimum.

Respirasi yang terukur selama pengamatan selama 24 jam menunjukkan waktu

pukul 18.00-22.00 adalah respirasi yang memiliki nilai terbesar sebesar 0,2175

mg/l pada kedalaman 115 cm. Nilai respirasi menunjukkan adanya aktivitas

konsumsi oksigen oleh mikroorganisme dan makroorganisme sepanjang waktu

pengamatan. Grafik rincian ketersediaan oksigen terlarut selama 24 jam pada

stasiun 3 dtampilkan pada Gambar 24.

18.00-22.00 22.00-02.00

06.00-10.00
02.00-06.00

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

10.00-14.00 14.00-18.00H2

Gambar 24. Rincian ketersediaan oksigen terlarut (mg/l) selama 24 jam pada
Stasiun 3

Berdasarkan grafik ketersediaan oksigen terlarut selama 24 jam pada

stasiun 3 (Gambar 24), terlihat bahwa DO aktual T1 yang memiliki konsentrasi

tertinggi adalah pada pengamatan pukul 10.00-14.00 di lapisan permukaan

sebesar 4,96 mg/l, hal ini juga mempengaruhi nilai GPP yang terukur yaitu

tingginya nilai GPP pada waktu pengamatan yang sama sebesar 0,26 mg/l di

kedalaman 36,5 cm. Konsentrasi DO aktual T1 yang terendah berada pada waktu

pengamatan pukul 02.00-06.00 sebesar 0,64 mg/l di kedalaman 115 cm.

Grafik dari nilai DO sisa dan DO aktual T1 juga berbeda jika dibandingkan

dengan grafik di stasiun 1 dan 2. DO sisa berada di sebelah kanan DO aktual T1

dari pengamatan pukul 18.00-22.00 sampai dengan pukul 02.00-06.00. Hal ini

menunjukkan bahwa pada saat pengamatan DO aktual T1 lebih kecil daripada

nilai DO sisa yang berarti bahwa konsumsi oksigen oleh oragnisme lebih dominan

terjadi dibandingkan dengan oksigen yang masuk melalui proses difusi.

Pengamatan pada waktu pukul 06.00-10.00 sampai dengan pukul 14.00-18.00 H2

menunjukkan bahwa nilai DO aktual T1 berada di sebelah kanan nilai DO sisa

yang berarti nilai DO sisa lebih kecil sehingga dapat diketahui bahwa pada saat

pengamatan ini perairan dominan mendapat masukan oksigen yang berasal dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

luar seperti proses difusi atau adanya turbulensi massa air. Nilai GPP di stasiun 3

yang paling besar berada pada saat pengamatan pukul 10.00-14.00 di kedalaman

36,5 cm sebesar 0,26 mg/l dan nilai respirasi yang terbesar berada pada

kedalaman 115 cm pada waktu pengamatan pukul 18.00-22.00 sebesar 0,46 mg/l.

Produksi dan Konsumsi Total Oksigen Terlarut selama 24 Jam

Pengamatan produksi oksigen selama 24 jam pada setiap stasiun hanya

terukur sebanyak 3 kali pengamatan selama adanya cahaya matahari sementara

untuk pengamatan konsumsi oksigen terukur sebanyak 6 kali. Fotosintesis total

ditunjukkan dengan grafik GPP total di setiap stasiunnya disandingkan dengan

nilai konsumsi total selama 24 jam (Gambar 25 dan Lampiran 8).

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Gambar 25. Grafik produksi dan konsumsi total oksigen terlarut selama 24 jam

Dilihat dari hasil grafik pada Gambar 25, konsumsi total pada setiap

stasiun mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya kedalaman perairan.

Pada stasiun 1 dan 2 (Gambar 25) di lapisan permukaan, konsumsi total masih

bernilai negatif kemudian meningkat dengan bertambahnya kedalaman. Konsumsi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

oksigen terlarut total yang paling besar berada pada kedalaman kompensasi di

setiap stasiun. Konsumsi oksigen terlarut total terbesar adalah pada stasiun 3

sebesar 0,68 mg/l.

Produksi total oksigen terlarut yang diamati berasal dari proses fotosintesis

yang terjadi dalam 12 jam yang akan mampu memberikan pasokan oksigen ke

perairan. Suplai oksigen pada saat pegamatan secara umum menggambarkan

bahwa produksi total lebih kecil dibandingkan dengan konsumsi total oksigen

terlarut. Produksi total oksigen lebih besar dari konsumsi hanya pada saat

pengamatan di lapisan permukaan, sementara semakin bertambahnya kedalaman

terlihat pasokan produksi oksigen semakin menurun khususnya pada stasiun 2 dan

stasiun 3. Pada stasiun 1, produksi total oksigen pada lapisan permukaan lebih

besar dibandingkan dengan konsumsi total, kemudian menurun pada kedalaman

33,5 cm dan meningkat kembali pada kedalaman 92 cm.

Keadaan perbandingan antara konsumsi total dan produksi total secara

umum pada stasiun 1, 2 dan 3 menunjukkan bahwa telah terjadi defisit oksigen di

perairan Danau Kelapa Gading dikarenakan pada saat pengamatan nilai

fotosintesis lebih kecil dibandingkan dengan nilai respirasi. Hal ini terutama

terjadi pada lapisan kedalaman mendekati dasar perairan. Pada kondisi ini, suplai

oksigen yang berasal selain dari fotosintesis sangat dibutuhkan. Grafik DO aktual

dibandingkan dengan DO sisa selama 24 jam setiap stasiunnya ditampilkan pada

Gambar 26.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Gambar 26. Grafik DO aktual dibanding DO sisa selama 24 jam

Pada stasiun 1, perbandingan antara DO aktual dan DO sisa menunjukkan

bahwa DO sisa lebih besar dibandngkan dengan DO aktual. Hal ini terlihat dari

grafik DO sisa berada di sebelah kanan DO aktual. Nilai DO aktual dan DO sisa

terlihat semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman perairan yang

diamati. DO sisa pada lapisan permukaan merupakan DO sisa yang paling besar

yaitu sebesar 5,5725 mg/l sementara DO aktual sebesar 4,24 mg/l.

Lapisan perbatasan keping sechi pada stasiun 2, terlihat bahwa pada

kedalaman ini DO aktual lebih besar dibandingkan DO sisa. Kemudian DO aktual

menurun pada kedalaman 115 cm yaitu sebesar 2 mg/l. Pada stasiun3, grafik DO

aktual dan DO sisa sama sekali tidak bersinggungan. Grafik DO aktual berada di

sebelah kanan grafik DO sisa selama pengamatan dan setiap kedalaman. Hal ini

menunjukkan bahwa nilai DO aktual lebih besar dari nilai DO sisa, yang berarti

pada setiap kedalaman di stasiun 3, lebih dominan terjadi masukan oksigen yang

diduga berasal dari proses difusi udara, turbulensi massa air, dll.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

Untuk penggolongan keadaan oksigen di perairan, setelah dilakukannya

pengamatan menunjukkan bahwa pada waktu malam hari, konsentrasi DO

tergolong kritis untuk kegiatan perikanan karena secara umum, konsentrasi DO

pada saat pengamatan pukul 22.00-06.00 menunjukkan bahwa DO rendah dan

dibawah 3 mg/l. Kurangnya pasokan oksigen dan respirasi organisme yang terus

berlanjut selama 24 jam menyebabkan konsentrasi semakin menurun pada saat

malam hari.

Parameter pendukung keberadaan oksigen terlarut

a. Kecerahan dan kekeruhan

Nilai kecerahan untuk Danau Kelapa Gading selama pengamatan bulan

pertama dan kedua tidak menunjukkan nilai yang jauh berbeda di setiap

stasiunnya. Menurut Amanah (2011), nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh

keadaan cuaca, waktu pengamatan, kekeruhan, dan ketelitian orang yang

melakukan pengukuran. Nilai kecerahan ditampilkan pada Gambar 27 dan

Lampiran 9.

Gambar 27. Nilai kecerahan (cm) Danau Kelapa Gading selama pengamatan

. Pada saat pengamatan bulan pertama (Maret 2016), nilai kecerahan

berturut-turut dari stasiun 1 sampai dengan stasiun 3 adalah sebesar 33,5 cm, 36,5

cm dan 36, 5 cm. Nilai kecerahan inilah yang digunakan untuk menentukan titik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

kedalaman yang diamati pada saat penelitian. Pada pengamatan penelitian utama

(April 2016), nilai kecerahan berturut-turut dari stasiun 1 sampai dengan stasiun 3

adalah sebesar 31,5 cm, 35,5 cm dan 36,5 cm. Nilai kecerahan pada pengamatan

utama ini tidak jauh berbeda dibanding nilai kecerahan yang diamati pada bulan

sebelumnya.

Nilai kekeruhan Danau Kelapa Gading juga dilakukan pengamatan selama

dua kali pengamatan yaitu pada saat penelitian pendahuluan (Maret 2016) dan

penelitian utama (April 2016). Nilai kekeruhan Danau Kelapa Gading selama

pengamatan ditampilkan pada Gambar 28. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh

dari uji laboratorium BTKL PP Kelas I Medan, nilai kekeruhan yang terukur

antara pengamatan pada saat penelitian pendahuluan dan penelitian utama tidak

jauh berbeda (Gambar 24). Nilai kekeruhan tertinggi yang didapatkan terjadi pada

stasiun 1 pengamatan bulan Maret 2016 yatu sebesar 17,73 NTU dan terendah

pada stasiun 2 sebesar 10,96 NTU.

Gambar 28. Nilai kekeruhan Danau Kelapa Gading selama Pengamatan

Kekeruhan yang terukur pada saat pengamatan bulan April 2016 yang

tertinggi terjadi pada stasiun stasiun 2 sebesar 11,23 NTU dan terendah pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

stasiun 3 sebesar 10,37 NTU. Nilai kekeruhan yang diukur hanya pada lapisan

permukaan saja dan dilakukan pada saat pengamatan kecerahan.

b. Intensitas cahaya

Pengamatan intensitas cahaya dilakukan secara langsung di lapangan

dengan menggunakan alat Lux Meter. Intensitas cahaya diamati pada saat cahaya

optimal bersamaan dengan pengukuran kecerahan. Nilai intensitas cahaya pada

pengamatan pendahuluan dan utama tidak jauh berbeda per stasiun. Nilai

intensitas cahaya ditampilkan pada Gambar 29 dan Lampiran 9.

Gambar 29. Intensitas cahaya (Cd) Danau Kelapa Gading selama pengamatan

Intensitas cahaya tertinggi terjadi pada stasiun 3 baik pada saat

pengamatan pendahuluan ataupun pengamatan penelitian utama yaitu sebesar 222

Cd dan 311 Cd. Nilai intensitas terendah terjadi pada saat pengamatan stasiun 1,

sebesar 183 Cd dan 159 Cd. Hal ini mnunjukkan adanya hubungan antara nilai

intensitas cahaya. Semakin tinggi nilai intensitas cahaya maka nilai kecerahan

juga semakin tinggi (Gambar 27).

c. Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH yang diamati pada setiap stasiun dilakukan selama 24 jam

pengamatan di setiap waktu inkubasi. Pengukuran pH juga dilakukan berdasarkan

kedalaman perairan yang sama dengan pengukuran parameter utama yaitu suhu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

dan DO. Nilai pH selama 24 jam pada stasiun 1, 2 dan 3 berturut-turut

ditampilkan dalam bentuk tabel. Nilai pH pada stasiun 1 dapat dilihat pada Tabel

3. Nilai pH pada stasiun 2 ditampilkan pada Tabel 4 dan nilai pH pada stasiun 3

ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 3. Nilai pH selama 24 jam pada Stasiun 1

Kedalaman pH
(cm)
18.00 22.00 02.00 06.00 10.00 14.00 18.00 H2
0 9 9 8,6 7,8 8,8 9,2 9,3
33,5 9 8,7 8,5 7,6 7,5 9 9,2
92 8,5 7,2 8,3 7,5 7,4 8,2 7,5

Data hasil nilai pH pada stasiun 1 menunjukkan penurunan berdasarkan

kedalaman yang diamati. Nilai pH terendah terjadi pada saat pengamatan pukul

06.00 yaitu sebesar 7,8 di lapisan permukaan, 7,6 di kedalaman 33,5 cm dan 7,4 di

kedalaman 92 cm. pH tertinggi terjadi pada saat hari kedua pengamatan yaitu

pukul 18.00 sebesar 9,3.

Tabel 4. Nilai pH selama 24 jam pada Stasiun 2

Kedalaman pH
(cm)
18.00 22.00 02.00 06.00 10.00 14.00 18.00 H2
0 9 9,1 9 8 8,9 9,3 9,1
36,5 8,9 9 8,8 7,8 8,7 9,2 9
115 8,6 7,1 7,3 7,7 7,4 7,3 7,4

Berdasarkan pengamatan nilai pH pada stasiun 2, selama pengamatan 24

jam menunjukkan tidak adanya nilai pH yang bersifat asam. Nilai pH terendah

berada pada kedalaman 115 cm pada saat pengamatan pukul 22.00 sebesar 7,1 dan

pH tertinggi berada pada lapisan permukaan saat pengamtan pukul 14.00 sebesar

9,3. Nilai pH yang diamati juga terlihat mengalami penurunan seiring dengan

bertambahnya kedalaman perairan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

Tabel 5. Nilai pH selama 24 jam pada Stasiun 3

Kedalaman pH
(cm)
18.00 22.00 02.00 06.00 10.00 14.00 18.00 H2
0 9 9,1 7,7 6,5 6,8 8,8 9
36,5 8,9 9 6,8 5,7 6,8 7,2 8,9
115 8,7 8,54 6,7 6,9 6,7 6,8 8,2

Dilihat dari Tabel 5, nilai pH pada stasiun 3 menurun dari lapisan

permukaan sampai ke kedalaman kompensasi. Pada lapisan permukaan, nilai pH

tertinggi adalah sebesar 9,1 pada pukul 22.00, kemudian menurun sampai pukul

10.00 dan meningkat kembali sampai pukul 18.00 H2. Nilai pH yang terukur

menunjukkan terjadinya penurunan di setiap kedalaman pada saat pukul 02.00

sampai pukul 06.00. Selanjtnya mulai pukul 10.00 sampai 18.00 terjadi

peningkatan pH dari asam ke basa.

d. Kelimpahan Fitoplankton

Pengamatan fitoplankton diperlukan karena fitoplankton dapat

mempengaruhi konsentrasi oksigen terlarut di suatu perairan. Fitoplankton

melakukan fotosintesis dan dapat mensuplai oksigen ke perairan. Berdasarkan

data yang diperoleh, jenis fitoplankton pada stasiun 1 sampai dengan stasiun 3

berturut-turut ditampilkan pada Tabel 6, Tabel 7 dan Tabel 8.

Tabel 6. Kelimpahan kelas fitoplankton (sel/l) di perairan Danau Kelapa Gading


pada stasiun 1

Kelas Kedalaman (cm)


0 cm 33,5 cm 92 cm
Bacillariophyceae 222 594 60
Chlorophyceae 150 54 0
Chrysophyceae 0 30 0
Sarcodina 54 0 0
Jumlah 426 678 60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

Kelimpahan fitoplankton pada stasiun 1 (Tabel 6.) menunjukkan bahwa

dari pengelompokan berdasarkan kelas plankton yang mendominasi adalah kelas

Bacillariophyceae dengan nilai kelimpahan tertinggi berada pada lapisan

kedalaman 33,5 cm sebesar 594 sel/l. Sementara pada lapisan kedalaman 92 cm,

nilai kelimpahan semakin sedikit dan hanya ada fitoplankton dari kelas

Bacillariophyceae sebesar 60 sel/l. Secara umum, kelimpahan tertinggi berada

pada lapisan batas keping sechi yaitu 33,5 cm dengan total kelimpahan 678 sel/l.

Tabel 7. Kelimpahan kelas fitoplankton (sel/l) di perairan Danau Kelapa Gading


pada stasiun 2
Kelas Kedalaman (cm)
0 cm 36,5 cm 115 cm
Bacillariophyceae 348 222 150
Chlorophyceae 78 36 0
Jumlah 426 258 150

Stasiun 2 menunjukkan nilai kelimpahan fitoplankton dengan kelompok

kelas hanya dua yaitu Bacillariophyceae dan Chlorophyceae (Tabel 7). Stasiun ini

memiliki kelimpahan fitoplankton yang plaing sedikit jika dibandingkan dengan

stasiun lainnya (Tabel 6 dan Tabel 8). Kelimpahan fitoplankton semakin menurun

dengan bertambahnya kedalaman yang diamati dengan kelimpahan tertinggi

berada pada lapisan permukaan perairan dengan total kelimpahan sebesar 426

sel/l. Kelimpahan terendah berada pada lapisan kedalaman kompensasi (115 cm)

sebesar 150 sel/l dan hanya terdiri dari satu kelompok kelas fitoplankton yaitu

kelas Bacillariophyceae.

Tabel 8. Kelimpahan kelas fitoplankton (sel/l) di perairan Danau Kelapa Gading


pada stasiun 3
Kelas Kedalaman (cm)
0 cm 36,5 cm 115 cm
Bacillariophyceae 486 414 480
Chlorophyceae 84 6 18
Jumlah 570 420 498

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

Kelimpahan kelas fitoplankton (sel/l) pada stasiun 3 (Tabel 8)

menunjukkan bahwa kelimpahan total fitoplankton tertinggi berada pada lapisan

permukaan sebesar 570 sel/l. Hal ini dikarenakan cahaya yang optimum pada

lapisan tersebut sehingga membuat banyaknya fitoplankton untuk melakukan

fotosintesis di lapisan permukaan. Kelimpahan fitoplankton tidak semakin

menurun berdasarkan kedalaman yang diamati. Kelimpahan terendah berada pada

kedalaman 36,5 cm dengan total 420 sel/l. Kelompok kelas yang teramati dan

memiliki nilai kelimpahan yang tinggi adalah kelas Bacillariophyceae yang masih

ada di lapisan kedalaman kompensasi dengan jumlah kelimpahan 498 sel/l.

Kelompok kelas Bacillariophyceae juga mendominasi di setiap stasiun dan

kedalaman yang diamati.

Pembahasan

Parameter Utama

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan di Danau Kelapa Gading,

suhu sebagai parameter utama (fisika) penelitian ini menunjukkan bahwa semakin

bertambahnya kedalaman perairan yang diamati, maka suhu juga mengalami

penurunan (Gambar 10). Hal ini berlaku untuk pengamatan masing-masing

stasiun. Menurut Effendi (2003), suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim,

lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, penutupan awan dan

kedalaman perairan. Berdasarkan waktu pengamatan, suhu yang ada di perairan

juga mengalami penurunan dari pengamatan pertama yaitu pukul 18.00. Suhu

mengalami penurunan sampai dengan pengamatan pukul 06.00 pagi dan

meningkat kembali di siang hari sampai pengamatan waktu terakhir yaitu pukul

18.00 H2.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

Pengamatan suhu di Danau Kelapa Gading berkisar cukup tinggi terutama

pada saat siang hari, hal ini terjadi dikarenakan pada saat pengamatan cahaya

matahari optimum dan keadaan cuaca sangat cerah sehingga membuat suhu di

lapisan perairan menjadi tinggi. Pada saat pukul 14.00 WIB, tidak terjadi

penutupan awan sehingga cahaya matahari dapat menembus lapisan perairan dan

membuat suhu antara permukaan perairan dan kedalaman perairan dengan batas

keping sechi tidak jauh berbeda. Menurut Chang dan Ouyang (1988), dampak dari

perubahan suhu memiliki potensi dengan tingkat konsumsi oksigen yang kecil,

karena suhu cukup konstan. Perubahan harian maksimum suhu tidak lebih dari 2

atau 3 derajat.

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, konsentrasi oksigen

terlarut pada masing-masing stasiun pada umumnya mengalami penurunan

dengan bertambahnya kedalaman perairan (Gambar 11). Konsentrasi oksigen

terlarut tertinggi pada masing-masing stasiun berada pada lapisan permukaan

perairan. Hal ini dikarenakan masih adanya cahaya matahari di lapisan permukaan

perairan yang diamati sehingga membantu proses fotosintesis dalam mensuplai

oksigen ke perairan. Menurut Salmin (2005), pada lapisan permukaan, kadar

oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara

bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan

terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin

berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan

oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik.

Oksigen terlarut yang memiliki konsentrasi paling rendah berada pada

lapisan kedalaman kompensasi yang diamati terutama, hal ini disebabkan karena

fotosintesis pada lapisan kedalaman ini tidak terjadi lagi karena berkurangnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

intensitas cahaya yang mampu menembus kedalam perairan tetapi respirasi oleh

organisme baik mikro ataupun makro tetap berlanjut sepanjang hari. Menurut

Araoye (2009), difusi oksigen ke dalam perairan alami lambat, kecuali dalam

kondisi turbulensi yang kuat maka sebagian sumber penting oksigen adalah

melalui proses fotosintesis oleh organisme dan tanaman air. Pada waktu

pengamatan, pukul 06.00 merupakan waktu konsentrasi oksigen terlarut paling

rendah dikarenakan mulai pukul 18.00 tidak terjadi lagi proses fotosintesis dan

semua organisme mengkonsumsi oksigen untuk respirasi sepanjang malam.

Pengamatan yang dilakukan pada tiga stasiun, menunjukkan pola

distribusi oksigen terlarut selama 24 jam terlihat berbeda (Gambar 12 dan

Lampiran 4). Pengamatan yang dimulai pukul 18.00 sampai dengan 06.00 pagi

menunjukkan konsentrasi oksigen terlarut yang semakin menurun, sementara dari

pukul 10.00 sampai pukul 18.00 H2 konsentrasi oksigen terlarut semakin

meningkat yang terlihat dari grafik pada malam hari grafik berdasarkan waktu

menuju arah kiri dan pada grafik siang hari menuju ke arah kanan.

Menurut Barus (2004), suhu sangat berpengaruh terhadap kadar oksigen.

Oksigen berbanding terbalik dengan suhu. Artinya bila suhu tinggi maka

kelarutan oksigen akan berkurang sehingga dapat menyebabkan organisme air

akan mengalami kesulitan untuk melakukan respirasi. Tetapi pada pengamatan,

jika dihubungkan antara suhu dan kelarutan oksigen terlarut, hasil yang

didapatkan tidak sesuai. Hal ini dikarenakan Danau Kelapa Gading adalah danau

dengan tipe clinograde. Menurut Effendi (2003), pada danau tipe clinograde

menggambarkan konsentrasi oksigen terlarutnya akan semakin berkurang dengan

bertambahnya kedalaman bahkan dapat habis sebelum mencapai dasar. Penurunan

konsentrasi oksigen terlarut ini sendiri diakibatkan oleh adanya proses

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

dekomposisi oleh mikroorganisme. Menurut Amanah (2011) pada penelitiannya

yang dilakukan di Danau Lido juga merupakan danau dengan tipe clinograde

yang diamati pada pengamatan selama 2 hari. Pada Danau Lido ini sendiri, DO

tertinggi juga berada pada lapisan permukaan dan terendah mencapai kedalaman

4,25 m hingga ke dasar perairan.

Persen saturasi oksigen pada setiap pengamatan di Danau Kelapa Gading

menunjukkan tidak adanya konsentrasi oksigen terlarut yang mencapai oksigen

terlarut jenuh (super saturasi). Kadar persen saturasi tertinggi berada pada lapisan

permukaan yaitu sebesar 71,30 %. Keadaan under saturasi yang terjadi pada

setiap stasiun menunjukkan bahwa di perairan tersebut masih memungkinkan

adanya tambahan oksigen ke dalam perairan melalui difusi dari udara bebas.

Menurut Effendi (2003), pada kondisi jenuh, tidak ada oksigen yang mengalami

difusi dari udara ke dalam air dan sebaliknya.

Kejenuhan oksigen yang diamati pada perairan menunjukkan seberapa

besar oksigen yang terdapat di perairan. Persen saturasi terendah berada pada

lapisan kedalaman kompensasi sebesar 26,54 % yang terjadi pada pukul 06.00.

Menurut Jones (2011), konsumsi oksigen oleh bakteri aerobik menggunakan

oksigen yang cukup banyak terutama kedalaman yang mendekati dasar perairan

sehingga pada kedalaman tersebut oksigen selalu mengarah ke kondisi under

saturasi. Jika bakteri yang melakukan dekomposisi melakukan respirasi yang

cukup besar, hal ini dapat menyebabkan keadaan anoxic. Pada danau, konsentrasi

oksigen terlarut yang kurang dari 1,0 mg/l harus dipertimbangkan karena dapat

terjadi keadaan anoxic.

Saturasi oksigen di suatu perairan tercapai bahkan ada yang melebihi (over

saturated) disebabkan karena adanya proses fotosintesis yang dapat menghasilkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

oksigen sedemikian besarnya ke perairan hingga oksigen terlarut mampu

mencapai saturasi (jenuh). Kadar saturasi ini dapat menyebabkan perpindahan

oksigen dari air ke udara tidak terjadi lagi.

Kondisi oksigen terlarut selama pengamatan menunjukkan adanya

fluktuasi antara siang dan malam hari (Gambar 16-19). Konsentrasi oksigen juga

berbeda menurut kedalaman. Kondisi oksigen terlarut pada siang hari lebih tinggi

jika dibandingkan pada malam hari. Menurut Amanah (2011), pada malam hari

perairan hanya mendapatkan masukan oksigen dari difusi dari atmosfer. Selain

itu, tingkat konsumsi oksigen oleh organisme perairan terjadi sepanjang waktu

sehingga konsentrasi oksigen terlarut semakin menurun.

Menurut Effendi (2003), kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara

harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada pencampuran dan pergerakan

massa air, aktivitas fotosintesis, dan respirasi. Konsentrasi oksigen terlarut pada

kedalaman 92 cm di stasiun 1 merupakan konsentrasi oksigen terlarut yang paling

rendah. Hal ini dikarenakan, proses fotosintesis juga berkurang semakin

bertambahnya kedalaman (Tabel 6-8). Menurut Reebs (2009), keadaan perairan

yang tidak ditembus cahaya (gelap), fotosintesis tidak terjadi sehingga di perairan

dengan kedalaman yang tidak ditembus oleh cahaya matahari tidak akan

menghasilkan oksigen. Proses fotosintesis pada kedalaman kompensasi masih

memungkinkan dikarenakan pada kedalaman kompensasi merupakan kedalaman

dengan nilai respirasi dan fotosintesis yang sama dan intensitas cahaya pada

kedalaman ini tinggal 1%.

Fluktuasi harian pada stasiun 3 (Gambar 18) menunjukkan konsentrasi

oksigen terlarut yang paling rendah terjadi pukul 10.00 di setiap kedalamannya

yaitu sebesar 0,64 mg/l di kedalaman kompensasi. Hal ini terjadi dikarenakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

pada saat pengamatan stasiun 3, pukul 06.00 sampai dengan pukul 10.20, cuaca

pada saat itu mendung dan terjadi hujan pada saat melakukan perhitungan oksigen

terlarut. Cuaca yang mendung pada saat pengamatan membuat proses fotosintesis

baik oleh fitoplanton dan tanaman air di sekitar danau menjadi kurang optimal.

Rendahnya oksigen terlarut pada saat itu juga dikarenakan hujan. Pada

pengamatan ini pH juga tercatat bersifat asam. Amalia (2010), menjelaskan bahwa

perubahan pH harian dipengaruhi oleh proses fotosintesis dan juga respirasi

mikroorganisme.

Konsentrasi oksigen terlarut meningkat kembali pada pengamatan pukul

14.00 dan pH juga meningkat menjadi basa di lapisan permukaan perairan.

Menurut Araoye (2009), fotosintesis oleh tanaman air selama siang hari

mengambil karbondioksida (CO2) dari perairan dan menyebabkan pH akan

meningkat. Sebaliknya pada malam hari, proses respirasi organisme yang

melepaskan CO2 ke dalam perairan dan menyebabkan pH menurun. Demikian

pula air yang hangat menyebabkan peningkatan kadar pH karena diperlukan untuk

konversi CO2 menjadi karbon organik dengan fotosintesis.

Konsentrasi oksigen terlarut menurun pada saat malam sampai pagi hari

(Gambar 16-18). Secara umum terjadi pada pukul 06.00 di setiap kedalamannya

terutama di kedalaman kompensasi. Hal ini berkaitan dengan hasil dari NPP dan

GPP pada masing-masing stasiun (Gambar 19) pada pengamatan pukul 06.00,

nilai NPP dan GPP tidak cukup besar dalam menyumbang oksigen melalui hasil

fotosintesisnya. Nilai NPP dan GPP yang cukup tinggi berada pada pukul 14.00

sampai dengan pukul 18.00 yang menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut pada

saat jam yang sama juga meningkat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


70

Pada pengamatan malam hari, konsentrasi oksigen terlarut cenderung

menurun. Diduga bahwa pada saat malam hari, respirasi yang terjadi di dalam

perairan meningkat dan suplai oksigen dari difusi tidak begitu besar. Secara

umum, grafik menunjukkan bahwa antara grafik DO aktual T1 dengan grafik DO

sisa pada masing-masing stasiun menunjukkan pada saat pengamatan pukul 18.00

sampai pukul 02.00 grafik DO Sisa berada di sebelah kanan grafik DO aktual T1.

Menurut penelitian Amanah (2011), grafik tersebut menunjukkan nilai selisih

negatif yang berarti bahwa tingkat konsumsi oksigen oleh makroorganisme yang

tidak terukur oleh botol gelap lebih dominan terjadi. Pengamatan siang hari,

grafik DO aktual T1 berada di sebelah kanan grafik DO sisa yang berarti dugaan

suplai oksigen di lapisan perairan yang diamati lebih dominan didapat dari proses

difusi.

Produksi primer didapatkan dari pengukuran botol terang dan botol gelap

yang diinkubasi selama 4 jam setiap waktu pengamatan selama 24 jam per

stasiun. Nilai NPP didapatkan dari selisih antara konsentrasi DO pada botol terang

dengan konsentrasi DO pada botol inisial dibagi dengan waktu inkubasi dan nilai

GPP didapatkan dari selisih antara konsentrasi DO pada botol terang dengan

konsentrasi DO pada botol gelap dibagi dengan waktu inkubasi. Chang dan

Ouyang (1988) menyatakan bahwa peningkatan produktivitas primer di lapisan

atas air di mana kondisi cahaya yang menguntungkan masih ada, tetapi menurun

di lapisan bawah yang mana berkurangnya intensitas cahaya.

Berdasarkan data yang diperoleh, nilai NPP dan GPP yang memiliki nilai

tinggi secara umum terjadi pada pengamatan pukul 10.00-14.00. Hal ini

disebabkan karena pada pukul 10.00-14.00 adalah waktu optimum cahaya

matahari sehingga membantu proses fotosintesis baik oleh fitoplankton dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


71

tumbuhan air. Menurut Asih dkk (2014), faktor utama yang mempengaruhi

produktivitas primer di perairan yaitu, cahaya matahari yang mutlak diperlukan

untuk reaksi fotosintesis.

Nilai GPP yang diamati pada setiap stasiun secara umum lebih besar jika

dibandingkan dengan nilai NPP di beberapa kedalaman dan waktu pengamatan.

Menurut Wetzel dan Likens (1991), fotosintesis bruto mengacu pada sintesis

kotor bahan organik yang dihasilkan dari paparan cahaya. Fotosintesis bersih

mengacu pada pembentukan bersih organik setelah dikurangi nilai dari respirasi.

Menurut Amanah (2011), nilai NPP yang lebih besar dari nilai GPP menunjukkan

adanya dugaan bahwa laju konsumsi oksigen yang terjadi selama proses

pengamatan cenderung lebih kecil sehingga hasil produksi bersih yang akan

digunakan oleh organisme heterotrof semakin besar konsentrasinya. Nilai GPP

terbesar terjadi di stasiun 3 di kedalaman 36,5 cm tetapi nilai NPP pada waktu dan

kedalaman yang sama bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa nilai GPP

lebih besar dari nilai NPP yang berarti pada saat pengamatan, konsumsi oksigen

oleh mikroorganisme cenderung besar.

Pengukuran produksi oksigen yang berasal dari proses fotosintesis dengan

menggunakan botol terang yang diinkubasi dan untuk pengukuran konsumsi

oksigen yang diamati adalah respirasi yang terjadi pada pengukuran botol gelap

yang juga diinkubasi. Selanjutnya juga diukur DO sisa untuk mengetahui dugaan

masuknya oksigen ke perairan serta pemanfaatan oksigen terlarut oleh biota lain

yang ada di perairan. Pendugaan pasokan oksigen yang masuk ke perairan dan

konsumsi oksigen oleh biota lain dihitung dari selisih antara nilai DO aktual T1

(pengamatan DO di waktu berikutnya) dengan DO sisa yaitu hasil kegiatan

fotosintesis serta konsumsi oksigen yang terukur dari botol terang dan gelap).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


72

Oksigen, tentu saja kebutuhan yang diperlukan untuk semua organisme

terutama untuk respirasi, yang meliputi sebagian besar spesies air tawar.

Perubahan musiman dan spasial dalam ketersediaan oksigen mempengaruhi

kehidupan organisme di perairan seperti pola distribusi, perilaku, dan interaksi

dengan organisme lain. Suplai utama oksigen di danau melalui difusi dari

atmosfer dan dari hasil fotosintesis oleh tanaman air ataupun fitoplankton di

perairan itu sendiri (Bronmark dan Hansson, 2005). Berdasarkan hasil

pengamatan dalam rincian ketersediaan oksigen terlarut selama 24 jam, kondisi

oksigen terlarut memiliki nilai yang bervariasi menurut kedalaman dan waktu

pengamatan pada masing-masing stasiun.

Nilai respirasi yang terukur pada pengamatan botol gelap di masing-

masing stasiun hampir sama. Nilai respirasi yang terukur pada pengamatan malam

hari cenderung lebih kecil jika dibandingkan dengan waktu pengamatan di siang

hari. Nilai respirasi terukur selama 24 jam sementara nilai GPP terukur hanya 12

jam. Pada saat pengamatan siang hari, konsumsi oksigen di stasiun 1 terlihat

semakin meningkat terutama pada kedalaman 92 cm. Hal ini dikarenakan adanya

aktivitas dekomposisi dan menurut Amanah (2011), aktivitas dekomposisi oleh

mikroorganisme cenderung lebih besar sehingga pemanfaatan oksigen juga

semakin besar.

Hasil dari pengukuran masing-masing stasiun secara umum tidak jauh

berbeda. Grafik DO sisa berada pada sebelah kanan DO aktual T1 pada waktu

yang bersamaan di setiap stasiun yaitu pukul 18.00-22.00 dan 22.00-02.00 WIB,

hal ini menunjukkan bahwa grafik tersebut mengalami selisih negatif pada waktu

tersebut yang artinya nilai DO sisa lebih besar daripada nilai DO aktual T1.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


73

Stasiun 3, nilai DO sisa lebih besar dari nilai DO aktual T1 berada pada 3 waktu

pengamatan yaitu sampai pukul 02.00-06.00.

Pengamatan pada siang hari menunjukkan nilai DO aktual lebih besar

dibandingkan nilai DO sisa. Hal ini menunjukkan adanya dugaan perairan pada

siang hari lebih dominan mendapatkan masukan yang berasal dari luar seperti

hasil proses difusi dan adanya turbulensi massa air dikarenakan pada siang sampai

sore hari pada umumnya terjadi aktivitas wisata seperti penggunaan perahu air

oleh pengunjung yang menyebabkan pengadukan perairan dan membuat oksigen

pada saat ini lebih tinggi. Menurut Sulaksana (2010), pengadukan air dapat terjadi

secara alami akibat gerakan angin. Pengadukan yang terjadi di permukaan

perairan mampu menarik oksigen dari udara kedalam air dan sebaliknya dengan

lebih cepat. Pengadukan air dapat menjaga keseimbangan sirkulasi air, sehingga

oksigen akan tersebar ke seluruh bagian air,

Pengamatan pada malam hari, menunjukkan bahwa nilai DO aktual lebih

kecil daripada nilai DO sisa. Hal ini berarti adanya dugaan bahwa pada saat

malam hari konsumsi oksigen oleh ikan lebih dominan terjadi dibandingkan

dengan pemasukan oksigen dari luar. Terutama pada stasiun 3, nilai DO aktual

lebih kecil sampai pada pengamatan pukul 06.00. Hal ini diduga karena

banyaknya tumbuhan air yang ada di stasiun 3 dan pada saat malam hari juga

menggunakan oksigen sehingga suplai oksigen dari luar menjadi kecil.

Pengamatan konsumsi total dan nilai GPP total yang terukur pada masing-

masing stasiun menunjukkan konsumsi total semakin meningkat dengan

bertambahnya kedalaman perairan. Konsumsi total ini semakin meningkat diduga

karena aktivitas dekomposisi bahan organik yang juga mempengaruhi oksigen

terlarut pada lapisan tersebut. Nilai GPP total yang terukur hanya tinggi pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74

lapisan permukaan. Hal ini disebabkan pada lapisan permukaan masih ada cahaya

matahari yang mampu membantu proses fotosintesis. Sementara pada lapisan

selanjutnya yang diamati, nilai GPP total semakin menurun kecuali pada stasiun 1

kembali meningkat pada kedalaman 92 cm. Hal ini disebabkan tingkat konsumsi

oksigen oleh mikroorganisme di kedalaman 92 cm cenderung lebih kecil. Menurut

Widiyastuti (2004), konsumsi total dan produksi total secara umum pada stasiun

1, 2 dan 3 menunjukkan bahwa telah terjadi defisit oksigen di perairan Danau

Kelapa Gading dikarenakan pada saat pengamatan nilai fotosintesis lebih kecil

dibandingkan dengan nilai respirasi di beberapa kedalaman. Hal ini terutama

terjadi pada lapisan kedalaman mendekati dasar perairan. Pada kondisi ini, suplai

oksigen yang berasal selain dari fotosintesis sangat dibutuhkan.

Pengukuran DO aktual dengan DO sisa selama 24 jam di setiap stasiun

pengamatan menunjukkan bahwa pada stasiun 1 dan stasiun 2, grafik DO aktual

bersinggungan dengan grafik DO sisa. Secara umum, grafik DO sisa

menunjukkan nilai yang lebih besar yang berarti nilai DO aktual lebih kecil.

Menurut Boyd (1981), kondisi seperti ini menunjukkan dugaan bahwa konsumsi

oksigen oleh ikan lebih dominan terjadi di badan perairan. Sementara untuk

konsumsi oksigen lainnya tidak diperhitungkan. Pengamatan stasiun 3

menunjukkan perbedaan dari stasiun lainnya, dengan nilai DO aktual lebih besar

dibandingkan dengan nilai DO sisa yang berarti adanya dugaan bahwa suplai

oksigen dari luar perairan lebih dominan terjadi. Sementara untuk konsumsi total,

pada stasiun 3 terjadi nilai yang paling besar. Dugaan tingginya nilai DO aktual

dikarenakan konsumsi oleh organisme selain mikro lebih kecil di stasiun ini.

Setelah dilakukannya pengamatan ketersediaan oksigen terlarut,

menunjukkan bahwa pada waktu malam hari konsentrasi DO tergolong kritis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

untuk kegiatan perikanan secara umum, dengan nilai DO pada saat pengamatan

pukul 22.00 sampai dengan pukul 06.00 menunjukkan bahwa DO rendah dibawah

3 mg/l. Menurut Amanah (2011), konsentrasi oksigen terlarut bagi kehidupan

organisme akuatik harus diatas titik kritis (2 mg/l) dan tidak terdapat bahan lain

yang bersifat beracun.

Oksigen terlarut merupakan parameter yang sangat penting bagi setiap

organisme. Menurut Reebs (2009), salah satu prinsip dasar pemeliharaan

organisme akuatik yang baik adalah untuk memastikan bahwa terdapat aerasi,

sehingga oksigen terlarut cukup tersedia untuk respirasi ikan. Oksigen ini dapat

diproduksi oleh fotosintesis tanaman air dan ganggang, atau hanya dapat berdifusi

dari udara ke air.

Parameter Penunjang Nilai dan Ketersediaan Parameter Utama

Pengamatan pada penelitian ini bukan hanya pengamatan parameter suhu

dan oksigen terlarut. Parameter yang mampu mempengaruhi keberadaan dan nilai

dari parameter utama juga dilakukan. Parameter penunjang keberadaan dan nilai

parameter utama adalah kecerahan, kekeruhan, intensitas cahaya, pH dan

kelimpahan fitoplankton (sel/l).

Nilai kecerahan pada setiap pengamatan selama 2 kali tidak menunjukkan

nilai yang jauh berbeda pada setiap stasiunnya. Nilai kecerahan tertinggi secara

umum terjadi pada stasiun 3 yaitu sebesar 36,5 cm. Menurut Amalia (2010),

kecerahan suatu perairan merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan

dalam menggambarkan biomassa algae. Semakin tinggi biomassa fitoplankton,

semakin terhambat cahaya untuk masuk ke kolom perairan, yang ditandai dengan

pendeknya nilai kecerahan yang terukur. Menurut Effendi (2003), kecerahan air

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

tergantung pada warna, kekeruhan dan keadaan cuaca. Secara visual, warna air di

Danau Kelapa Gading saat dilakukannya pengamatan berwarna kehijauan

sehingga membuat cahaya sulit menembus kolom perairan. Hal ini terjadi karena

adanya pengaruh dari nilai kelimpahan fitoplankton dari kelas Chlorophyceae

(Tabel 6-8) yang terdapat pada pengamatan sehingga membuat warna danau

menjadi kehijauan.

Nilai kekeruhan yang diamati pada setiap stasiun di danau menunjukkan

hasil bahwa pada masing-masing stasiun tidak menunjukkan adanya nilai dengan

perbedaan yang besar. Nilai tertinggi pada stasiun 1 (Gambar 28) sebesar 17, 73

NTU. Menurut Amalia (2010), kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang

ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh

bahan-bahan yang terdapat didalam air.

Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang

tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur, pasir halus, plankton, dan

mikroorganisme lain). Kekeruhan yang didapatkan mempengaruhi nilai kecerahan

yang diukur. Semakin tinggi kekeruhan suatu perairan maka nilai kecerahan akan

semakin kecil. Hal ini terbukti pada stasiun 1 pengamatan bulan Maret 2016, nilai

kekeruhan mencapai 17,73 NTU dan nilai kecerahan menjadi yang paling rendah

diantara stasiun lainnya yaitu sebesar 33,5 cm (Gambar 27). Begitu pula nilai

kekeruhan yang terkecil pada stasiun 3 pengamatan bulan April 2016 dan

didapatkan nilai kecerahan yang besar diantara stasiun lainnya sebesar 36,5 cm.

Intensitas cahaya yang terukur saat pengamatan menggunakan alat Lux

Meter. Pengukuran intensitas cahaya bersamaan dengan pengukuran kecerahan.

Nilai intensitas cahaya pada umumnya berbanding lurus dengan nilai kecerahan

yang terukur pada saat pengamatan. Seperti terlihat pada Gambar 29, nilai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


77

intensitas cahaya yang paling tinggi yaitu pada stasiun 3 yang juga memiliki nilai

kecerahan tertinggi dan yang paling rendah terjadi pada stasiun 1 sebesar 159-187

Cd dengan nilai kecerahan juga yang paling rendah.

Derajat keasaman atau biasa disebut dengan pH, terukur pada setiap

stasiun selama 24 jam sesuai dengan waktu pengukuran oksigen terlarut dan

kedalaman yang diamati. Nilai pH tertinggi secara umum terjadi pada pengamatan

pukul 18.00 H2 di lapisan permukaan. Nilai pH terendah terjadi pada pukul 06.00

di kedalaman kompensasi perairan. Nilai pH tercatat tinggi pada saat

penagamatan siang hari dan kembali menurun di malam sampai pagi hari.

Menurut Amanah (2011), hal ini dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis yang

memanfaatkan CO2 yang bersifat asam oleh fitoplankton sehingga CO2 menurun

dan menaikkan nilai pH. Pada malam hari, nilai pH menurun dikarenakan tidak

adanya aktifitas fotosintesis yang memanfaatkan CO2 sehingga nilai pH menurun.

Nilai pH juga semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman, hal

yang menyebabkan adalah semakin bertambahnya kedalaman, maka aktivitas

mikroorganisme dalam dekomposisi bahan organik semakin meningkat dan

membuat CO2 di dekat dasar perairan meningkat sehingga pH menurun. Araoye

(2009), menjelaskan bahwa pada malam hari, proses pernapasan organisme

akuatik melepaskan CO2 ke dalam perairan dan menyebabkan pH menurun.

pH secara nyata mempengaruhi suhu dan konsentrasi oksigen terlarut. Hal

ini dikarenakan pada saat nilai pH bersifat asam, maka konsentrasi oksigen

terlarut juga semakin rendah sesuai dengan pernyataan Araoye (2009), pada pH

rendah (keasaman yang tinggi) maka kandungan oksigen terlarut akan berkurang.

Terutama pada saat terjadi hujan saat pengamatan stasiun 3 pukul 10.00 (Tabel 5),

nilai pH pada saat pengamatan bernilai 6,7 sampai 6,8. Menurut Effendi (2003),

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


78

air hujan yang jatuh ke permukan bumi secara teoritis memiliki kandungan CO2

sebesar 0,55-0,60 mg/l yang berasal dari CO2 yang terdapat di atmosfer. Inilah

yang menyebabkan konsentrasi pada saat pengukuran yang terjadi hujan menjadi

semakin rendah dan pH bersifat asam.

Kelimpahan fitoplankton yang diamati pada setiap stasiun

menggambarkan seberapa besar suplai oksigen dari hasil fotosintesis dapat masuk

ke dalam perairan. Berdasarkan pengamatan, fitoplankton yang berasal dari

kelompok Bacillariophyceae memiliki kelimpahan yang cukup tinggi di setiap

stasiun dan kedalaman yang diamati. Kelas fitoplankton yang terdapat pada setiap

stasiun adalah Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Chrysophyceae dan Sarcodina.

Menurut Samudra dkk (2013), Perairan danau atau waduk umumnya didominansi

fitoplankton dari kelas Chlorophyceae, Bacillariophyceae dan Cyanophyceae.

Chlorophyceae adalah alga hijau yang apabila jumlahnya banyak dan

mendominansi perairan akan membuat perairan terlihat berwarna kehijauan,

sedangkan Bacillariophyceae merupakan fitoplankton yang lebih dikenal sebagai

diatom.

Amelia dkk (2012), menjelaskan bahwa kelas Diatom memiliki

kemampuan beradaptasi dengan perubahan lingkungan perairan sehingga kelas

tersebut lebih mendominasi dibandingkan dengan kelas lainnya. Hal ini

menunjukkan bahwa keberadaan fitoplankton yang teramati dari kelas

Bacillariophyceae dikarenakan sifat fitoplankton yang mudah beradaptasi di

perairan.

Secara umum, kelimpahan fitoplankton menurun berdasarkan kedalaman

yang diamati. Nilai kelimpahan tertinggi secara umum berada pada lapisan

permukaan perairan. Hal ini menunjukkan bahwa fotosintesis yang berlangsung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


79

oleh fitoplankton memberikan kontribusi terhadap oksigen terlarut di perairan

dikarenakan secara umum oksigen terlarut tertinggi juga pada lapisan permukaan

perairan.

Pada kedalaman kompensasi stasiun 3 (Tabel 8), nilai kelimpahan

fitoplankton masih cukup tinggi dibandingkan dengan nilai kelimpahan

kedalaman 36,5 cm sebesar 498 sel/l. Menurut Amanah (2011), pada kedalaman

kompensasi masih mendapat suplai oksigen yang berasal dari fotosintesis, karena

kedalaman tersebut masih mencapai kedalaman kompensasi, sehingga cahaya

masih dapat menembus kedalaman ini dan fotosintesis masih dapat berlangsung

walaupun hanya sedikit. Kedalaman ini merupakan kedalaman kompensasi, yang

memiliki kondisi produksi oksigen dari proses fotosintesis sama dengan

kebutuhan oksigen untuk aktivitas respirasi oleh organisme di dalamnya.

Intensitas cahaya yang mencapai di kedalaman tersebut hanya 1%. Hal ini juga

mendukung proses fotosintesis dengan nilai pH yang lebih rendah jika

dibandingkan dengan permukaan perairan. Menurut Siregar dan Hermana (2012),

beberapa alga melakukan fotosintesis pada pH 7-8.

Pada stasiun 1, nilai kelimpahan fitoplankton yang terbesar terjadi pada

lapisan 33,5 cm sebesar 678 sel/l yaitu lapisan kedalaman batas keping sechi. Hal

ini dimungkinkan terjadi karena suhu di lapisan permukaan terlalu tinggi bagi

mikroorganisme sehingga pada saat pengamatan, banyak fitoplankton yang turun

dari permukaan perairan. Menurut Effendi (2003), ketika matahari bersinar terik,

algae cenderung menjauhi permukaan perairan karena suhu air relatif tinggi.

Algae melakukan fotosintesis secara intensif pada lapisan kolom air.

Pengamatan kelimpahan fitoplanton pada stasiun 1 di kedalaman 92 cm

menunjukkan kelimpahan yang paling sedikit dan hanya ada satu jenis kelas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


80

fitoplankton yaitu Bacillariophyceae sebesar 60 sel/l. Hal ini disebabkan pada

stasiun 1, kondisi perairan yang cukup dangkal diantara stasiun lainnya dan pada

saat pengambilan sampel air, kedalaman 92 cm sudah mendekati dasar sehingga

diasumikan fitoplankton di kedalaman ini sudah tidak ada lagi. Menurut Barus

(2004), fitoplankton hidup di perairan terutama pada lapisan perairan yang

mendapatkan cahaya matahari yang dibutuhkan untuk melakukan proses

fotosintesis.

Rekomendasi Pengelolaan Danau

Terjadiya defisit oksigen di kedalaman tertentu terutama pada saat pukul

06.00 tentunya akan membuat organisme akuatik yang ada di perairan tersebut

akan terganggu kehidupannya. Hal ini diakibatkan pasokan oksigen ke kedalaman

perairan tidak mencukupi dan lebih kecil dari konsumsi yang terjadi pada saat itu.

Diperlukannya penambahan konsentrasi oksigen terlarut ke perairan terutama

pada saat malam hari seperti pembuatan kincir air yang membuat pergolakan

massa air sehingga mampu mensuplai oksigen dari difusi atmosfer. Menurut

Sulaksana (2010), penerapan penggunaan kincir air pada perairan yang kuarng

akan oksigen bertujuan untuk aerasi yakni terjadinya percikan air (splashing) dan

gelembung udara (bubling) yang dapat menambah oksigen terlarut. Beberapa

peralatan penting yang biasa digunakan untuk pengelolaan kualitas air antara lain

seperti kincir air yaitu peralatan mekanis yang dapat meningkatkan pemasukan

oksigen ke dalam air. Oksigen yang berdifusi dari udara biasanya terkumpul di

daerah permukaan air saja, kecuali jika ada sirkulasi air maka oksigen akan

terdistribusi ke seluruh kolom air. Sirkulasi air dapat berlangsung oleh adanya

angin atau kincir air. Penggunaan kincir air yang tepat dapat menjaga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


81

keseimbangan sirkulasi air, sehingga oksigen akan tersebar ke seluruh bagian air,

mengangkat bagian air dasar yang miskin oksigen ke atas.

Pemasangan alat bantu penghasil oksigen pada danau ini sangatlah

diperlukan karena adanya pemeliharaan berbagai jenis ikan di danau ini.

Kekurangan oksigen pada saat tertentu bagi organisme tentunya akan

mengganggu kehidupan organisme itu sendiri. Menurut Effendi (2003), sumber

oksigen terlarut di danau dapat berasal dari difusi yang terdapat di atmosfer.

Namun pada hakikatnya, difusi oksigen dari atmosfer ke perairan berlangsung

relatif lambat, meskipun terjadi pergolakan massa air. Oleh karena itu, sumber

utama oksigen di danau ini adalah fotosintesis dan hanya terjadi pada saat cahaya

matahari optimum. Sehingga, pemasangan alat bantu seperti kincir adalah

alternatif lain yang mampu menambah kadar oksigen terlarut di Danau Kelapa

Gading ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


82

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Kondisi suhu secara vertikal di Danau Kelapa Gading menunjukan nilai yang

cukup tinggi sampai 34,5oC terutama pada lapisan permukaan dan menurun

seiring dengan bertambahnya kedalaman. Kondisi ketersediaan DO di Danau

Kelapa Gading menunjukkan konsentrasi tertinggi di lapisan permukaan

sebesar 5,12 mg/l dan menurun dengan bertambahnya kedalaman dan pada

saat waktu pengamatan pukul 06.00 WIB sebesar 0,88 mg/l sampai 2 mg/l.

2. Kelayakan suhu untuk kehidupan organisme akuatik di perairan Danau

Kelapa Gading terhitung masih layak karena ikan tropis masih hidup normal

pada suhu 30oC ̶ 35oC. Kelayakan oksigen terlarut yang terhitung selama

pengamatan menunjukkan bahwa ketersediaan DO di Danau Kelapa Gading

masih layak untuk kedalaman sampai 36,5 cm. Pada kedalaman mendekati

dasar, ketersediaan oksigen terlarut terutama pada malam hari telah terjadi

defisit oksigen ditandai dengan besarnya nilai konsumsi dibanding dengan

nilai produksi oksigen.

Saran

Defisit oksigen yang telah terjadi di kedalaman kompensasi bahkan

mendekati dasar perairan membuat kehidupan organisme akuatik akan terganggu

sehingga perlu adanya penambahan oksigen terlarut di kedalaman tersebut agar

kehidupan organisme perairan tidak terganggu. Penambahan oksigen terlarut di

perairan dapat dilakukan dengan menggunakan metode aerasi atau pembuatan

kincir sehingga mampu menambahkan oksigen terutama pada malam hari.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


83

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, R. 2011. Diversitas Fitoplankton di Danau Tasikardi terkait dengan


Kandungan Karbondioksida dan Nitrogen. [Skripsi]. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Amalia, F.J. 2010. Pendugaan Status Kesuburan Perairan Danau Lido, Bogor
Jawa Barat melalui Beberapa Pendekatan. [Skripsi]. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

Amanah, S.N. 2011. Distribusi Oksigen Terlarut secara Vertikal pada Lokasi
Karamba Jaring Apung di Danau Lido Bogor Jawa Barat. [Skripsi].
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Amelia, C.D., Z. Hasan., dan Y. Mulyani. 2012. Distribusi Spasial Komunitas


Plankton sebagai Bioindikator Kualitas Perairan di Situ Bagendit
Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Jurnal
Perikanan dan Kelautan. Universitas Padjajaran, Bandung.

American Public Health Association (APHA). 2012. Standard Methods for The
Examination of Water and Waste Water. 22nd ed. Baltimore, MD. 1081 p.
Washington DC.

Araoye, P.A. 2009.The Seasonal Variation of pH and Dissolved Oxygen (DO2)


Concentration in Asa Lake Ilorin, Nigeria. International Journal of
Phsyical Science. Benue State University, Nigeria.

Asih, P., Muzahar., dan A. Pratomo. 2014. Produktivitas Primer Fitoplankton di


Perairan Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan. Universitas Maritim Raja
Ali Haji, Kepulauan Riau.

Barus, T.A. 2004. Pengantar Limnologi Studi tetang Ekosistem Air Daratan. USU
Press, Medan.

Boyd, C.E., dan F. Licthkoppler. 1979. Water Quality Management in Pond Fish
Culture. Agriculture Experimental Station Auburn University,
Alabama.

Boyd, C.E. 1982. Water Quality Management for Pond. Department of Fisheries
Alled Aquaculture, Agriculture Experimental Station Auburn University,
Alabama.

Bronmark, C., dan L.A. Hansson. 2005. The Biology of Lakes and Ponds Second
Edition. Oxford University Press, New York.

Chang, W.Y.B., dan H. Ouyang. 1988. Dynamics of Dissolved Oxygen and


Vertical Circulation in Fish Ponds. Aquaculture Elsevier Science
Publisher, Netherlands.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


84

Cole, G.A. 1983. Textbook of Limnology. 3rd ed. Waveland Press. USA.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan


Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.

Jones, B. 2011. Oxygen – the Most Important Water Quality Parameter ?. Indiana
Department of Environmental Management, Bloomington.

Nuryanto, S. 2000. Model Eutrofikasi Akibat Kegiatan Perikanan Sistem


Keramba Jaring Apung (KJA) di Waduk Saguling, Jawa Barat. [Tesis].
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Reebs, S.G. 2009. Oxygen and Fish Behaviour. Universite de Moncton, Canada.

Salam, A. 2010. Analisis Kualitas Air Situ Bungur Ciputat Berdasarkan Indeks
Keanekaragaman Fitoplankton. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta.

Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
sebagai Salah Satu Indikator untuk menentukan Kualitas Perairan. Jurnal
Oseana. Volume XXX (3): hal. 21-26. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI,
Jakarta.

Samudra, S.R., T.R. Soeprobowati., dan M. Izzati. 2013. Komposisi,


Kemelimpahan, dan Keanekaragaman Fitoplankton Danau Rawa Pening
Kabupaten Semarang. Jurnal BIOMA. Universitas Diponegoro, Semarang.

Siregar, B.I.T., dan J. Hermana. 2012. Identifikasi Dominasi Genus Alga pada Air
Boezem Morokembrangan sebagai Sistem High Rate Algae Pond (HRAP).
Skripsi. Institut Teknologi Surabaya, Surabaya.

Sulaksana, R. N. 2010. Manajemen Kualitas Air Tambak Intensif melalui


Pendekatan Oksigen Terlarut. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Welch, P.S. 1952. Limnology. 2nd ed. McGraw-Hill book Company, Inc. New
York, Toronto, London. 538 p.

Wetzel, R.G. 2001. Limnology Lake and River Ecosystem Third Edition.
Academic Press, London.

Wetzel, R.G. dan Likens, G.E. 1991. Limnological Analyses. 2nd. Springer-
Verlag. New York. 391 p.

Widiyastuti, E. 2004. Ketersediaan Oksigen Terlarut Selama 24 Jam secara


Vertikal pada Lokasi Perikanan Karamba Jaring Apung di Waduk Ir. H.
Juanda, Purwakarta. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


85

LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


85

Lampiran 1. Alat dan Bahan yang digunakan selama penelitan

Alat

Kamera Digital Lampu LED

Botol Winkler Gelap 125 ml Botol Winkler Terang 125 ml

Botol polyetylen 30 ml Plankton Net

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


86

Lampiran 1. Lanjutan

Jarum suntik dan pipet tetes Labu Erlenmeyer

Alat transportasi menyebrang Modifikasi Van Dorn Water Sampler

Alat tulis Meteran dan pemberat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


87

Lampiran 1. Lanjutan

Termometer Secchi disk

GPS (Global Positioning System) Tali tambang

Lux Meter pH Meter

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


88

Lampiran 1. Lanjutan

Ember 5 liter Coolbox

Botol sampel air 1 liter Tali rafia

Mikroskop SRC
(Sedgwick Rafter Counting Chamber)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


89

Lampiran 1. Lanjutan

Bahan

Lugol 4% Aquadest

Reagen titrasi DO (MnSO4, KOH-KI, Buku Identifikasi Plankton


H2SO4, Amylum, Na2S2O3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


90

Lampiran 2. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen


(DO) (Suin, 2002)

Sampel Air

1 ml MnSO4
1 ml KOH-KI
Dikocok
Didiamkan

Sampel dengan Endapan Putih/Cokelat

1 ml H2SO4
Dikocok
Didiamkan

Larutan sampel berwarna cokelat

Diambil sebanyak 100 ml


Dititrasi Na2S2O3 0,0125 N

Sampel Berwarna
Kuning Pucat

Ditambahkan 5 tetes amilum

Sampel Berwarna
Biru

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,0125 N

Sampel Bening

Dihitung volume Na2S2O3 0,0125 N

Yang terpakai (= nilai DO akhir) Hasil

Rumus Normalitas :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


91

Lampiran 3. Data suhu selama 24 jam di Danau Kelapa Gading


Stasiun 1
Suhu (oC)
D (cm) 18.00 22.00 02.00 06.00 10.00 14.00 18.00 H2
0 33,5 33 32 31 32 35 35
33,5 33 32 31 30 32 35 34,5
92 32 31,5 31 30 31,5 32 32

Stasiun 2
Suhu (oC)
D (cm) 18.00 22.00 02.00 06.00 10.00 14.00 18.00 H2
0 34,5 33 32 31 32 34 33,5
36,5 34 33 32 31 32 33,5 33,5
115 32 31 31 31 31 32 32

Stasiun 3
Suhu (oC)
D (cm) 18.00 22.00 02.00 06.00 10.00 14.00 18.00 H2
0 34 33 32 32 32 33 34
36,5 34 33 32 31 31 33 33,5
115 33 32 31,5 31 31 32 33

Keterangan :
D (cm) : Kedalaman

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


92

Lampiran 4. Data konsentrasi oksigen terlarut selama 24 jam di Danau Kelapa


Gading

Stasiun 1
Oksigen terlarut (mg/l)
D (cm) 18.00 22.00 02.00 06.00 10.00 14.00 18.00 H2
0 5,12 2,9 2,72 2,16 3,44 4,48 4,24
33,5 4,64 2,8 2,64 2,08 2,88 4,32 4,08
92 4 2,16 2,4 2 2,56 2,4 2,08

Stasiun 2
Oksigen terlarut (mg/l)
D (cm) 18.00 22.00 02.00 06.00 10.00 14.00 18.00 H2
0 4,24 3,2 2,88 2,64 3,04 3,44 3,92
36,5 3,76 3,04 2,64 1,6 3,2 4,16 4,08
115 3,12 1,6 1,92 1,52 1,92 1,76 2

Stasiun 3
Oksigen terlarut (mg/l)
D (cm) 18.00 22.00 02.00 06.00 10.00 14.00 18.00 H2
0 4,16 2,88 1,84 1,68 0,96 3,12 4,96
36,5 3,6 3,28 1,52 1,04 0,8 2,72 4,72
115 3,12 2,16 0,88 0,88 0,64 1,76 2,88

Keterangan :
D (cm) : Kedalaman

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


93

Lampiran 5. Data persen (%) saturasi oksigen terlarut selama 24 jam

Stasiun 1
D (cm) 18.00 22.00 02.00 06.00 10.00 14.00 18.00 H2
0 71,30919 40,38997 37,26027 29,07133 47,12329 64,46043 61,00719
33,5 64,62396 38,35616 35,53163 27,51323 39,45205 62,15827 57,79037
92 54,79452 29,07133 32,30148 26,45503 34,45491 32,87671 28,49315
Saturasi 100 100 100 100 100 100 100

Stasiun 2
D (cm) 18.00 22.00 02.00 06.00 10.00 14.00 18.00 H2
0 60,05666 44,56825 39,45205 35,53163 41,64384 48,72521 54,5961
36,5 53,25779 42,33983 36,16438 21,53432 43,83562 57,93872 56,82451
115 42,73973 21,53432 25,84118 20,10582 25,84118 24,10959 27,39726
Saturasi 100 100 100 100 100 100 100

Stasiun 3
D (cm) 18.00 22.00 02.00 06.00 10.00 14.00 18.00 H2
0 58,92351 40,11142 25,20548 23,0137 13,15068 43,45404 70,25496
36,5 50,9915 45,68245 20,82192 13,99731 10,76716 37,88301 65,73816
115 43,45404 29,58904 11,84388 11,84388 8,613728 24,10959 40,11142
Saturasi 100 100 100 100 100 100 100

Keterangan :
D (cm) : Kedalaman

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


94

Lampiran 6. Data produksi primer (NPP dan GPP)


Stasiun 1
D (cm) 06.00-10.00 10.00-14.00 14.00-18.00
NPP 0 -0,2 0,1175 0,04
(mg/l/4 jam) 33,5 -0,14 -0,56 0,14
92 -0,14 0,2 0,38
D (cm) 06.00-10.00 10.00-14.00 14.00-18.00
GPP 0 0,1 0,0775 -0,06
(mg/l/4 jam) 33,5 0,06 -0,38 0,26
92 0,02 0,2375 0,4

Stasiun 2
D (cm) 06.00-10.00 10.00-14.00 14.00-18.00
NPP 0 -0,08 0,42 0,08
(mg/l/4 jam) 36,5 -0,2 -0,12 -0,22
115 0 -0,2 0,08
D (cm) 06.00-10.00 10.00-14.00 14.00-18.00
GPP 0 0,08 0,18 0,04
(mg/l/4 jam) 36,5 -0,14 0,08 -0,12
115 -0,1 -0,12 0,0175

Stasiun 3
D (cm) 06.00-10.00 10.00-14.00 14.00-18.00
NPP 0 0,04 -0,28 -0,16
(mg/l/4 jam) 36,5 0 -0,18 -0,48
115 0,02 -0,22 -0,4
D (cm) 06.00-10.00 10.00-14.00 14.00-18.00
GPP 0 -0,04 0,16 0,02
(mg/l/4 jam) 36,5 -0,08 0,26 -0,2
115 -0,04 0,04 0

Keterangan :
D (cm) : Kedalaman

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


95

Lampiran 7. Data rincian ketersediaan oksigen terlarut selama 24 jam


Stasiun 1
NPP R GPP DO DO DO aktual
Inisial (mg/l/4 (mg/l/4 (mg/l/4 sisa aktual T1 – DO
Pukul D (mg/l) jam) jam) jam) (mg/l) T1 sisa
(cm) (mg/l) (mg/l)
1 2 3 4 1+4- 6 6-5=7
3=5
18.00- 0 5,12 0,12 5 2,9 -2,84

22.00 33,5 4,64 0,26 4,38 2,8 -1,58

92 4 0,5 3,5 2,16 -1,34

22.00- 0 2,9 -0,275 3,175 2,72 -0,455

02.00 33,5 2,8 -0,1 2,9 2,64 -0,26

92 2,16 -0,14 2,3 2,4 0,1

02.00- 0 2,72 -0,12 2,84 2,16 -0,68

06.00 33,5 2,64 -0,04 2,68 2,08 -0,6

92 2,4 0,16 2,24 2 -0,24

06.00- 0 2,16 -0,2 -0,22 0,1 2,38 3,44 1,06


10.00 33,5 2,08 -0,14 -0,14 0,06 2,22 2,88 0,66

92 2 -0,14 -0,14 0,02 2,14 2,56 0,42

10.00- 0 3,44 0,1175 0,3 0,0775 3,24 4,48 1,24


14.00 33,5 2,88 -0,56 0,2 -0,38 2,74 4,32 1,58

92 2,56 0,2 0,16 0,2375 2,42 2,4 -0,02

14.00- 0 4,48 0,04 -0,04 -0,06 4,5975 5,12 -0,3575

18.00 33,5 4,32 0,14 0,18 0,26 3,76 4,64 0,32

H2 92 2,4 0,38 0,0375 0,4 2,6 4 -0,52

Keterangan :
D (cm) : Kedalaman

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


96

Lampiran 7. Lanjutan
Stasiun 2
NPP R GPP DO DO DO aktual
Inisial (mg/l/4 (mg/l/4 (mg/l/4 sisa aktual T1 – DO
Pukul D (mg/l) jam) jam) jam) (mg/l) T1 sisa
(cm) (mg/l) (mg/l)
1 2 3 4 1+4- 6 6-5=7
3=5
18.00- 0 4,24 0,04 4,2 3,2 -1

22.00 36,5 3,76 0,02 3,74 3,04 -0,7

115 3,12 0,2175 2,9025 1,6 -1,3025

22.00- 0 3,2 -0,26 3,46 2,88 -0,58

02.00 36,5 3,04 0 3,04 2,64 -0,4

115 1,6 -0,24 1,84 1,92 0,08

02.00- 0 2,88 -0,24 3,12 2,64 -0,48


06.00 36,5 2,64 -0,2 2,84 1,6 -1,24

115 1,92 0,08 1,84 1,52 -0,32

06.00- 0 2,64 -0,08 0,04 0,08 2,6 3,04 0,44

10.00 36,5 1,6 -0,2 -0,2 -0,14 1,8 3,2 1,4

115 1,52 0 0 -0,1 1,52 1,92 0,4

10.00- 0 3,04 0,42 0,16 0,18 2,96 3,44 0,48


14.00 36,5 3,2 -0,12 0,06 0,08 3 4,16 1,16

115 1,92 -0,2 -0,1 -0,12 1,92 1,76 -0,16

14.00- 0 3,44 0,08 -0,24 0,04 3,86 3,92 0,06


18.00 36,5 4,16 -0,22 0,2 -0,12 4,04 4,08 0,04

H2 115 1,76 0,08 0,08 0,0175 1,56 2 0,44

Keterangan :
D (cm) : Kedalaman

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


97

Lampiran 7. Lanjutan
Stasiun 3
NPP R GPP DO DO DO aktual
Inisial (mg/l/4 (mg/l/4 (mg/l/4 sisa aktual T1 – DO
Pukul D (mg/l) jam) jam) jam) (mg/l) T1 sisa
(cm) (mg/l) (mg/l)
1 2 3 4 1+4- 6 6-5=7
3=5
18.00- 0 4,16 -0,02 4,18 2,88 -1,3

22.00 36,5 3,6 0 3,6 3,28 -0,32

115 3,12 0,46 2,66 2,16 -0,5

22.00- 0 2,88 -0,18 3,06 1,84 -1,22

02.00 36,5 3,28 -0,06 3,34 1,52 -1,82

115 2,16 -0,1 2,26 0,88 -1,38

02.00- 0 1,84 -0,18 2,02 1,68 -0,34

06.00 36,5 1,52 -0,28 1,8 1,04 -0,76

115 0,88 -0,2 1,08 0,88 -0,2

06.00- 0 1,68 0,04 0,06 -0,04 1,62 0,96 -0,66

10.00 36,5 1,04 0 -0,08 -0,08 1,12 0,8 -0,32

115 0,88 0,02 -0,08 -0,04 0,96 0,64 -0,32

10.00- 0 0,96 -0,28 -0,08 0,16 1 3,12 2,12


14.00 36,5 0,8 -0,18 -0,08 0,26 0,8 2,72 1,92

115 0,64 -0,22 -0,06 0,04 0,66 1,76 1,1

14.00- 0 3,12 -0,16 0,44 0,02 2,84 4,96 2,12

18.00 36,5 2,72 -0,48 0,44 -0,2 2,54 4,72 2,18

H2 115 1,76 -0,4 0,26 0 1,54 2,88 1,34

Keterangan :
D (cm) : Kedalaman

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


98

Lampiran 8. Rincian produksi dan konsumsi total oksigen terlarut selama 24 jam
Stasiun 1
DO NPP Konsumsi GPP DO sisa DO 06.00 DO aktual
D 18.00 (mgO2 total (mgO2/l/ (mgO2/l/) H2 T1-DO
(cm) H1 /l/ (mgO2/l/h hari) (mgO2/l/) sisa
(mg/l) hari) ari) (mgO2/l/)
1 2 3 4 1+4-3=5 6 6-5=7
0 5,12 -0,0425 -0,335 0,1175 5,5725 4,24 -1,3325
33,5 4,64 -0,56 0,48 -0,06 4,1 4,08 -0,02
92 4 0,44 0,5976 0,6575 4,0599 2,08 -1,9799

Keterangan :
D (cm) : Kedalaman

Stasiun 2
DO NPP Konsumsi GPP DO sisa DO 06.00 DO aktual
D 18.00 (mgO2 total (mgO2/l/ (mgO2/l/) H2 T1-DO
(cm) H1 /l/ (mgO2/l/h hari) (mgO2/l/) sisa
(mg/l) hari) ari) (mgO2/l/)
1 2 3 4 1+4-3=5 6 6-5=7
0 4,24 0,42 -0,54 0,3 5,08 3,92 -1,16
36,5 3,76 -0,54 -0,02 -0,18 3,6 4,08 0,48
115 3,12 -0,12 -0,025 -0,2025 2,9425 2 -0,9425

Keterangan :
D (cm) : Kedalaman

Stasiun 3
DO NPP Konsumsi GPP DO sisa DO 06.00 DO aktual
D 18.00 (mgO2 total (mgO2/l/ (mgO2/l/) H2 T1-DO
(cm) H1 /l/ (mgO2/l/ hari) (mgO2/l/) sisa
(mg/l) hari) hari) (mgO2/l/)
1 2 3 4 1+4-3=5 6 6-5=7
0 4,16 -0,4 0,22 0,14 4,08 4,96 0,88
36,5 3,6 -0,66 0,22 -0,02 3,36 4,72 1,36
115 3,12 -0,6 0,68 0 2,44 2,88 0,44

Keterangan :
D (cm) : Kedalaman

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


99

Lampiran 9. Data Parameter Fisika perairan yang di ukur

Maret 2016
FISIKA Parameter Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Cuaca Cerah Cerah Cerah
Kecerahan (cm) 33,5 36,5 36,5
Kekeruhan (NTU) 17,73 10,96 11,09
Intensitas Cahaya (Cd) 183 187 222
April 2016
FISIKA Parameter Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Cuaca Cerah Cerah Cerah
Kecerahan (cm) 31,5 35,5 36,5

Kekeruhan (NTU) 10,45 11,23 10,37


Intensitas Cahaya (Cd) 159 162 311

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


100

Lampiran10. Kelimpahan Fitoplankton

Stasiun 1

Organisme 0 cm 33,5 cm 92 cm
Bacillariophyceae
1. Fragilaria sp. 0 12 0
2. Isthmia sp. 222 582 60
Chlorophyceae
1. Chlamydomonas angulata 30 0 0
2. Meugeotia sp. 0 18 0
3. Pteromonas angulosa 0 18 0
4. Oedogonium sp. 54 18 0
5. Tetradesmus wisconsinensis 66 0 0
Chrysophyceae
1. Arachonochloris minor 0 30 0
Sarcodina
1. Globorotalia sp. 54 0 0

Stasiun 2
Organisme 0 cm 36,5 cm 115
cm
Bacillariophyceae
1. Isthmia sp. 348 222 150
Chlorophyceae
1. Oedogonium sp. 54 30 0
2. Tetrademus wisconsinensis 24 0 0
3. Meugeotia sp. 0 6 0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


101

Lampiran 10. Lanjutan

Stasiun 3

Organisme 0 cm 36,5 cm 115 cm


Bacillariophyceae
1. Isthmia sp. 486 414 480
Chlorophyceae
1. Oedogonium sp. 66 6 18
2. Pteromonas angulosa 18 0 0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


102

Lampiran 11. Foto Fitoplankton (sel/l) di Danau Kelapa Gading

Isthmia sp. Oedogonium sp.

Chlamydomonas angulata Pteromonas angulosa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai