Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR

Oleh :
NI LUH PUTU ARI WIDYANTARI
209012426

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
Denpasar
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
a) Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Nurarif, 2015).
b) Fraktur adalah terputusnya tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
(Smeltzer, 2013).
c) Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik
berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Mansjoer, 2013).
d) Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total
maupun sebagain (Helmi, 2012).
Jadi fraktur adalah patah atau terputusnya kontinuitas pada tulang atau tulang
rawan yang biasanya disebabkan oleh ruda paksa / trauma langsung ataupun trauma
tidak langsung disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture
tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ tubuh yang ditentukan sesuai jenis
dan luasnya.
2. Etiologi
Menurut Helmi (2012), adapun penyebab fraktur yaitu: Trauma langsung
(direct) : adanya benturan langsung pada jaringan tulang seperti kecelakaan lalu lintas,
jatuh dari ketinggian, dan benturan benda keras oleh kekuatan langsung, Trauma tidak
langsung (indirect): disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih disebabkan oleh
adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang atau otot, seperti pada olahragawan
atau pesenam yang menggunakan hanya satu tangannya untuk menumpu beban
badannya, dan Trauma patologis : karena adanya kelainan/penyakit yang menyebabkan
kelemahan pada tulang (infeksi, tumor, kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara
spontan atau akibat trauma ringan.
3. Epidemiologi
Data dari World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012
terdapat 5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur akibat
kecelakaan lalu lintas. Menurut data Riskesdas 2007 prevalensi fraktur di Indonesia
sebanyak 4,5 persen dan riskesdas 2013 sebanyak 5,8 persen. Tidak hanya pada
prevalensi fraktur di Indonesia yang mengalami peningkatan, Jawa Tengah juga
mengalami peningkatan prevalensinya, hal ini dibuktikan dengan hasil Riskesdas 2007
adalah 4,7 persen. Sedangkan menurut Riskesda 2013, sebesar 6,2 persen.
4. Manifestasi klinis
Nyeri, pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit, peningkatan
temperatur lokal, tidak dapat menggunakan anggota gerak, deformitas, krepitasi,
terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian/jatuh dari toilet pada
orang tua, kecelakaan kerja, trauma olahraga), gangguan fungsi anggota gerak,
kelainan gerak (Nurarif, 2015).
5. Pemeriksaan penunjang
X.Ray (melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera), bone scans,
arteriogram (dilakukan bila ada kerusakan vaskuler), pemeriksaan Darah Lengkap
(leukosit turun/meningkat akibat respon peradangan, Eritrosit dan Albumin turun, Hb,
hematokrit sering rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luas, Pada masa penyembuhan Ca meningkat di dalam
darah), kreatinin (trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal), profil
koagulasi (perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi, atau cedera hati)
(Nurarif, 2015).
6. Terapi farmakologi
obat yang digunakan untuk penangan fraktur yaitu pemberian antibiotik
(ciprofloxacin, cefotaxime), obat analgesik (ketorolac, asam mefenamat), dan obat
calcidin (untuk membantu pembentukan dan perkembangan tulang) selain itu juga
dilakukan prinsip penangan fraktur meliputi 4 R yaitu : Rekognisi (pengenalan),
Reduksi fraktur (setting tulang), Retensi (imobilisasi fraktur), dan Rehabilitasi
(mempertahankan dan mengembalikan fungsi).
7. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma langsung,
trauma tidak langsung, dan trauma patologis. Terputusnya kontinuitas jarigan tulang
baik itu fraktur terbuka/tertutup, mengakibatkan pergeseran frakmen tulang sehingga
otot mengalami spasme menyebabkan peningkatan tekanan kapiler merangsang
pelepasan histamine sehingga protein plasma hilang dan terjadi penurunan aliran arteri
dan /atau vena mengakibatkan edema sehingga terjadi penekanan pada pembuluh darah
dan memunculkan diagnosa keperawatan yaitu perfusi perifer tidak efektif. Fraktur
terbuka atau tertutup menyebabkan cedera sel yang akan mengenai serabut saraf dan
merangsang peningkatan pelepasan mediator kimia (prostaglandin, histamin, dan
bradikinin) sehingga terjadi nyeri, selain itu karena pembedahan juga menyebabkan
trauma dan merangsang peningkatan pelepasan mediator kimia (prostaglandin,
histamin, dan bradikinin) menyebabkan nyeri dan muncul diagnosa keperawatan yaitu
Nyeri akut. Terputusnya kontinuitas jaringan tulang mengakibatkan pergeseran
frakmen tulang sehingga kehilangan Integritas sruktur tulang menyebabkan deformitas,
selain itu post operasi juga mengakibatkan keterbatasan dalam pergerakan sehingga
kekutan otot menurun dan muncul diagnosa keperawatan yaitu Gangguan mobilitas
fisik. Dari pergeseran frakmen tulang mengakibatkan laserasi kulit dan muncul
diagnosa keperawatan yaitu Gangguan integritas kulit. Proses pembedahan juga
mengakibatkan terjadinya luka post operasi sehingga merusak jaringan dan merobek
kulit, ada celah masuk bagi kuman dan dapat terjadinya infeksi dan muncul diagnosa
keperawatan yaitu Risiko infeksi. Fraktur gangguan pada tulang yang menyebabkan
terputusnya kontinuitas jaringan tulang sehingga mengakibatkan si penderita
mengalami krisis situasional dan muncul diagnosa keperawatan yaitu Ansietas, karena
terputusnya kontinuitas jaringan tulang bisa mengalami fraktur terbuka sehingga
memunculkan diagnosa keperawatan yaitu Risiko perdarahan. Saat proses pembedahan
di tahap prosedur anastesi untuk tindakan ORIF/pemasangan Gips yang terlalu kuat
dapat menyebabkan komplikasi kompartemen syndrome.
Trauma Langsung Trauma Tidak Langsung Trauma Patologis

run
menu
otot
tan
Kekua

si
opera
Post
perge
rakan

batas
Keter
dala
an
m
Fraktur GANGGUAN
Krisis MOBILITAS FISIK
Terbuka
situasional Pembedahan
Terputusnya kontiunitas Cedera sel
jaringan tulang
Ansietas Degranulasi sel mast Trauma Luka post Prosedur
Tertutup operasi anastesi
Pelepasan mediator Pelepasan
kimia mediator Merusak Tindakan
Kehilangan Jaringan ORIF/
Pergeseran (prostaglandin, kimia
RISIKO integritas Laserasi dan Gips
histamin, dan (prostaglandin
PERDARAHAN frakmen tulang sruktur kulit merobek
bradikinin) , histamin, dan
bradikinin) kulit
Spasme Otot komplikasi
Deformitas GANGGUAN Nyeri, sikap (kompartemen
INTEGRITAS melindungi Nyeri, sikap Port de syndrome)
KULIT area nyeri melindungi entry
area nyeri kuman

NYERI
AKUT NYERI RISIKO
AKUT INFEKSI
8. Pathway
Peningkatan GANGGUAN
tekanan kapiler MOBILITAS
FISIK
Pelepasan
histamin

Protein plasma
hilang

Penurunan PERFUSI
aliran arteri Edema PERIFER
dan / atau vena Penekanan TIDAK
pembuluh darah EFEKTIF
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
 Identitas pasien : nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi golongan darah,
nomor register, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS), dan diagnosis medis.
 Keluhan utama : Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri, perawat dapat menggunakan pengkajian PQRST.
Pre op
 Data subyektif : Pasien mengeluh rasa nyeri pada daerah fraktur, mengalami
keterbatasan gerak, lemah, tidak mampu melakukan aktifitas, pusing, dan
cemas
 Data obyektif :
Pemeriksaan fisik pada sistem muskuloskeletal
1) Look : Simetris/tidak, tampak meringis/tidak, warna
kemerahan/kebiruan/hyperpigmentasi, pemendekan tulang, ada
memar/tidak, benjolan, pembengkakan/cekungan, dan ada
deformitas/tidak.
2) Feel : Ada tanda has krepitasi, Status neurovaskuler: ada benjolan /tidak,
nyeri /tidak, ada kesemutan/tidak dan kekuatan tonus otot perubahan suhu
disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. CRT (< 2 detik), ada
pembengkakan/tidak, ada fluktuasi/oedema terutama disekitar persendian,
nyeri tekan/tidak, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal),
otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat di
permukaan/melekat pada tulang.
3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak) : Menggerakan ekstrimitas, ada
keluhan nyeri pada pergerakan/tidak. Catat lingkup gerak ini perlu, agar
dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya untuk menentukan
apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak, pergerakan yang dilihat
adalah gerakan aktif dan pasif. (Muttaqin, 2011).
Hasil x-ray :
 fraktur femur : os femur dextra AP lateral didapatkan hasil fraktur
femur 1/3 tengah dengan displacement fragmen fraktur disertai soft
tissue swelling disekitarnya
 fraktur klavikula : shoulder kiri AP tampak diskontinuitas tulang
klavikula 1/3 tengah dengan displacement, angulation cum
contractionem dan tampak soft tissue swelling disekitar fraktur
 fraktur scapula : fraktur scapula sisi dekstra dengan fraktur os costae
Post op
 Data subyektif : Pasien mengeluh nyeri pada daerah luka post op apabila
digerakkan
 Data obyektif :
Pemeriksaan fisik pada sistem muskuloskeletal
4) Look : Sikatriks (jaringan parut baik yang alami/buatan seperti bekas
operasi), fistula warna kemerahan/kebiruan/hyperpigmentasi, benjolan,
dan pembengkakan/cekungan.
5) Feel : Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
CRT (< 2 detik), ada pembengkakan/tidak, ada fluktuasi/oedema terutama
disekitar persendian, nyeri tekan/tidak, catat letak kelainan (1/3 proksimal,
tengah, atau distal), otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi,
benjolan yang terdapat di permukaan/melekat pada tulang. selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler: ada benjolan /tidak, nyeri /tidak, dan
kekuatan tonus otot
6) Move (pergerakan terutama lingkup gerak) : Menggerakan ekstrimitas, ada
keluhan nyeri pada pergerakan/tidak. Catat lingkup gerak ini perlu, agar
dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya untuk menentukan
apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak, pergerakan yang dilihat
adalah gerakan aktif dan pasif. (Muttaqin, 2011).
2. Diagnosa keperawatan
 Pre operasi
1. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan aliran arteri dan / atau vena d.d
pengisian kapiler > 3 dtk, nadi perifer menurun/tidak teraba, akral teraba
dingin, warna kulit pucat, turgor kulit menurun, edema, dan nyeri ekstremitas
2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (mis. trauma) d.d mengeluh nyeri, tampak
meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah
meningkat, dan pola nafas berubah
3. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang d.d mengeluh
sulit menggerakan ekstremitas, nyeri saat bergerak, merasa cemas saat
bergerak, kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun, sendi kaku,
gerakan terbatas, dan fisik lemah
4. Gangguan integritas kulit b.d faktor mekanis (mis. Penekanan pada tonjolan
tulang, gesekan) d.d kerusakan jaringan dan / atau lapisan kulit, nyeri,
perdarahan, dan kemerahan
5. Ansietas b.d krisis situasional d.d merasa bingung, merasa khawatir dengan
akibat dari kondisi yang dihadapi, tampak gelisah, tampak tegang, dan sulit
tidur
6. Risiko perdarahan b.d trauma
 Post operasi
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (mis. prosedur operasi) d.d mengeluh nyeri,
tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah
meningkat, dan pola nafas berubah
2. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang d.d mengeluh
sulit menggerakan ekstremitas, nyeri saat bergerak, merasa cemas saat
bergerak, kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun, sendi kaku,
gerakan terbatas, dan fisik lemah
3. Risiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit
3. Intervensi
Pre op
NO No. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Dx (NOC) (NIC)
1 1 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor sirkulasi perifer ( memeriksa denyut 1. Untuk mengetahui dan memantau jika terjadi
keperawatan selama…x 24 jam nadi perifer, edema, waktu pengisian kapiler, masalah dalam sistem kardiovaskuler
diharapkan perfusi perifer warna dan suhu)
kembali efektif dengan kriteria 2. Ubah posisi pasien setidaknya setiap 2 jam 2. Agar aliran darah menjadi lancar dan tidak
hasil : dengan tepat terhambat
1. CRT kembali normal < 2 dtk 3. Berikan kehangatan (mis. tambahkan pakaian 3. Agar suhu tubuh pasien terjaga
2. Suhu kulit ujung kaki dan tidur, meningkatkan suhu kamar, dan sepatu
tangan normal longgar)
3. Kekuatan denyut nadi karotis 4. Edukasi keluarga pasien mengenai faktor- 4. Agar keluarga mengetahui faktor-faktor apa
kembali normal faktor yang mengganggu sirkulasi darah (mis. saja yang mengganggu sirkulasi darah
pakaian ketat, terlalu lama di suhu yang
dingin dan menyilangkan kaki)
5. Delegatif pemberian therapy obat 5. Untuk mempercepat proses penyembuhan
2 2 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji nyeri termasuk lokasi, karakteristik, 1. Mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan
keperawatan selama … x 24 durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan intervensi
jam nyeri akut klien dapat faktor presipitasi
terkontrol dengan kriteria hasil: 2. Observasi respon non verbal (mis, wajah 2. Tingkat ansietas dapat mempengaruhi
1. Klien dapat melaporkan meringis) persepsi/reaksi terhadap nyeri
nyeri berkurang. 3. Ajarkan teknik nonanalgesik (relaksasi 3. Memfokuskan kembali perhatian, dan
2. .Klien tidak tampak progresif, latihan nafas dalam, imajinasi, terapi meningkatkan kontrol
meringis. akupresure, sentuhan terapeutik)
3. Skala nyeri 0-1 dalam 4. Berikan informasi tentang nyeri termasuk 4. Mengurangi kecemasan dan membantu klien
rentang NRS (Numeric penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan hilang, membentuk mekanisme koping
rating scale) antisipasi terhadap ketidaknyamanan dari
prosedur
5. Kolaborasi pemberian analgetik 5. Mengurangi peningkatan rasa nyeri
3 3 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat kemampuan ROM aktif klien 1. ROM aktif dapat membantu dalam
keperawatan selama … x 24 mempertahankan/ meningkatkan kekuatan dan
jam diharapkan gangguan kelenturan otot, mempertahankan fungsi
mobilitas fisik klien dapat cardiorespirasi, dan mencegah kontraktur dan
teratasi dengan kriteria hasil: kekakuan sendi
1. Pasien mampu melakukan 2. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi 2. Agar pasien dapat merubah posisinya secara
ROM aktif, body mechanic, dan dan berikan bantuan jika diperlukan benar tanpa memcederai daerah yang sakit
ambulasi dengan perlahan. 3. Berikan sokongan (support) pada ekstremitas 3. Memberikan sokongan pada ekstremitas yang
2. Neuromuskuler dan skeletal yang luka luka dapat mingkatkan kerja vena, menurunkan
tidak mengalami atrofi dan edema, dan mengurangi rasa nyeri.
terlatih. 4. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi 4. Agar pasien dapat merubah posisinya secara
3. Pasien mampu sedini dan berikan bantuan, jika diperlukan benar tanpa mencederai daerah yang sakit
mungkin melakukan mobilisasi 5. Edukasi cara-cara yang benar dalam 5. Agar pasien terhindar dari kerusakan kembali
apabila kontinuitas melakukan macam-macam mobilisasi seperti pada ekstremitas yang luka
neuromuskuler dan skeletal body mechanic ROM aktif, dan ambulasi.
berada dalam tahap 6. Kolaborasi dengan fisioterapi dalam 6. Penangan yang tepat dapat mempercepat waktu
penyembuhan total. penanganan traksi yang boleh digerakkan dan penyembuhan
4. Memverbalisasikan perasan yang belum boleh digerakkan
dalam meningkatkan kekuatan
dan kemampuan berpindah.
4 4 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor perkembangan kerusakan kulit klien 1. Mengevaluasi status kerusakan kulit sehingga
keperawatan selama … x 24 setiap hari dapat memberikan intervensi yang tepat
jam diharapkan kerusakan 2. Monitor karakteristik luka, meliputi warna, 2. Memonitor karakteristik luka dapat membantu
integritas kulit dapat teratasi ukuran, bau dan pengeluaran pada luka perawat dalam menentukan perawatan luka dan
dengan kriteria hasil: penangan yang sesuai untuk pasien
1. Kondisi luka menunjukkan 3. Lakukan perawatan kulit secara aseptik 2 3. Untuk meningkatkan proses penyembuhan lesi
adanya perbaikan jaringan kali sehari dan bersihkan luka dengan normal kulit serta mencegah terjadinya infeksi sekunder
2. Kondisi luka tidak terinfeksi salin 4. Agar keluarga pasien mengetahui cara merawat
4. Ajarkan keluarga dan pasien bagaimana cara luka dengan benar di rumah
merawat luka dengan benar 5. Untuk mempercepat proses penyembuhan
5. Delegatif dalam pemberian therapy obat pasien
5 5 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat kecemasan klien (ringan, sedang, 1. Untuk mengetahui tingkat kecemasan klien
keperawatan …x 24 jam berat, panik)
diharapkan cemas pasien 2. Dampingi klien 2. Agar klien merasa aman dan nyaman
berkurang dengan kriteria hasil: 3. Beri support system dan motivasi klien 3. Meningkatkan pola koping yang efektif
1. Pasien menggunakan 4. Beri dorongan spiritual 4. Agar klien dapat menerima kondisinya saat ini
mekanisme koping yang efektif 5. Berikan informasi yang benar mengenai 5. Informasi yang lengkap dapat
2. Klien terlihat lebih tenang prosedur pembedahan, penyembuhan dan mengurangi ansietas klien
dan tidak gelisah perawatan post operasi
3. Klien mengungkapkan 6. Anjurkan orang tua atau keluarga pasien 6. Mengurangi kecemasan pada pasien
ansietasnya berkurang untuk berada di sisi klien

6 6 Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi penyebab perdarahan 1. Untuk mengurangi resiko perdarahan berlebih
keperawatan …x 24 jam hingga kemungkinan terjadi syok hipovolemik
diharapkan risiko perdarahan 2. Monitor tekanan darah pasien 2. Untuk mengetahui keadaan umum pasien dari
pasien dapat teratasi dengan gejala perdarahan
kriteria hasil : 3. Monitor status cairan intake maupun output 3. Agar cairan intake dan output harus balance
1. Tidak ada perdarahan pasca untuk menghindari terjadinya hipovolemi maupun
pembedahan hypervolemia
2. Tidak ada kehilangan darah 4. Berikan penekanan langsung atau penekanan 4. Penekanan langsung maupun penekanan balutan
yang terlihat pada balutan dapat membantu mengurangi perdarahan yang
3. Tidak ada penurunan terjadi
hemoglobin 5. Instruksikan pasien dan keluarga mengenai 5. Agar pasien dan keluarga dapat cepat tanggap
4. Tidak ada penurunan tekanan tingkat keparahan kehilangan darah dan apabila keparahan kehilangan darah terjadi
darah sistol/diastolik (normal: tindakan-tindakan yang tepat untuk dilakukan
100/60 -139/99 mmHg) 6. Delegatif dalam pemberian therapy obat 6. Untuk mempercepat proses penyembuhan
pasien

Post op
NO No. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Dx (NOC) (NIC)
1 1 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji nyeri termasuk lokasi, karakteristik, 1. Mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan
keperawatan selama … x 24 durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan intervensi
jam nyeri akut klien dapat faktor presipitasi
terkontrol dengan kriteria hasil: 2. Observasi respon non verbal (mis, wajah 2. Tingkat ansietas dapat mempengaruhi
1. Klien dapat melaporkan meringis) persepsi/reaksi terhadap nyeri
nyeri berkurang. 3. Ajarkan teknik nonanalgesik (relaksasi 3. Memfokuskan kembali perhatian, dan
2. Klien tidak tampak meringis. progresif, latihan nafas dalam, imajinasi, terapi meningkatkan kontrol
3. Skala nyeri 0-1 dalam akupresure, sentuhan terapeutik)
rentang NRS (Numeric rating 4. Berikan informasi tentang nyeri termasuk 4. Mengurangi kecemasan dan membantu klien
scale) penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan hilang, membentuk mekanisme koping
antisipasi terhadap ketidaknyamanan dari
prosedur
5. Kolaborasi pemberian analgetik 5. Mengurangi peningkatan rasa nyeri
2 2 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat kemampuan ROM aktif klien 1. ROM aktif dapat membantu dalam
keperawatan selama … x 24 mempertahankan/ meningkatkan kekuatan dan
jam diharapkan gangguan kelenturan otot, mempertahankan fungsi
mobilitas fisik klien dapat cardiorespirasi, dan mencegah kontraktur dan
teratasi dengan kriteria hasil: kekakuan sendi
1. Pasien mampu melakukan 2. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi 2. Agar pasien dapat merubah posisinya secara
ROM aktif, body mechanic, dan dan berikan bantuan jika diperlukan benar tanpa memcederai daerah yang sakit
ambulasi dengan perlahan. 3. Berikan sokongan (support) pada ekstremitas 3. Memberikan sokongan pada ekstremitas yang
2. Neuromuskuler dan skeletal yang luka luka dapat mingkatkan kerja vena, menurunkan
tidak mengalami atrofi dan edema, dan mengurangi rasa nyeri.
terlatih. 4. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi 4. Agar pasien dapat merubah posisinya secara
3. Pasien mampu sedini dan berikan bantuan, jika diperlukan benar tanpa mencederai daerah yang sakit
mungkin melakukan mobilisasi 5. Edukasi cara-cara yang benar dalam 5. Agar pasien terhindar dari kerusakan kembali
apabila kontinuitas melakukan macam-macam mobilisasi seperti pada ekstremitas yang luka
neuromuskuler dan skeletal body mechanic ROM aktif, dan ambulasi.
berada dalam tahap 6. Kolaborasi dengan fisioterapi dalam 6. Penangan yang tepat dapat mempercepat waktu
penyembuhan total. penanganan traksi yang boleh digerakkan dan penyembuhan
4. Memverbalisasikan perasan yang belum boleh digerakkan
dalam meningkatkan kekuatan
dan kemampuan berpindah.
3 3 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, 1. Mengetahui secara dini terjadinya infeksi
keperawatan selama …x24 jam tumor, fungsio laesa) sehingga dapat dilakukan pemilihan intervensi
diharapkan klien tidak secara tepat dan cepat
mengalami Infeksi dengan 2. Lakukan perawatan luka dengan teknik 2. Meminimalisir adanya kontaminasi pada luka
kriteria hasil: aseptic yang dapat menimbulkan infeksi
1. Tidak terjadi tanda – tanda 3. Anjurkan pasien untuk menjaga luka tetap 3. Keadaan lembab pada luka mempercepat
infeksi (kalor, rubor, dolor, kering dan bersih dengan tidak menyentuh luka perkembangan kuman
tumor, fungsio laesa) dengan tangan
2. Suhu dan nadi dalam batas 4. Kolaborasi dengan dokter pemberian 4. Antibiotik dapat menghambat proses infeksi
normal (Suhu: 36,5 – 37,5oC, antibiotik sesuai indikasi
Nadi 60 – 100x/menit)
3. WBC dalam batas normal
(4,10 – 10,9 10^3/uL)
4. Evaluasi
 Pre operasi
1. Perfusi perifer tidak efektif dapat teratasi
2. Nyeri akut dapat terkontrol
3. Gangguan mobilitas fisik dapat teratasi
4. Gangguan integritas kulit dapat teratasi
5. Ansietas dapat teratasi
6. Risiko perdarahan dapat teratasi
 Post operasi
1. Nyeri akut dapat terkontrol
2. Gangguan mobilitas fisik dapat teratasi
3. Risiko infeksi dapat teratasi
DAFTAR PUSTAKA

Bayusentono,dkk. 2017. The Characteristic Of Patients With Femoral Fracture In


Department Of Orthopaedic And Traumatology Rsud Dr. Soetomo Surabaya 2013 –
2016. (online). Available from : https://e-
journal.unair.ac.id/JOINTS/article/view/9160/5152 (11 November 2020)

Bulecheck, Gloria M.,dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition.
Iowa: Mosby Elsavier.

Helmi, Z. N. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

Mansjoer, Arif. 2013. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Moorhead, Sue dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi ke-5.
Singapore:Elsevier

Mutaqqin, Arif. 2011. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal Aplikasi Pada Praktik Klinik
Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC SLE/LES (Sistemik Lupus Eritematosus).
Jilit 2. Hlm 221-226. Jogjakarta: Mediaction.

Shobirun, dkk. 2015. Pengaruh Ambulasi Dini Terhadap Peningkatan Pemenuhan Activity Of
Daily Living (Adl) Pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstremitas Di Rsud
Ambarawa. (online). Available from : http://182.253.197.100/e-
journal/index.php/ilmukeperawatan/article/view/464/463 (11 November 2020)

Smeltzer. C.S & Bare.B (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC.

Tim Pogja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai