Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Masa Nifas

2.1.1 Pengertian Masa Nifas

Masa nifas adalah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta dan ketika

alat - alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil (Eny,2008).

Masa nifas dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6

minggu (42 hari) setelah itu. Dalam bahasa latin dikenal dengan istilah puerperium

yang berarti masa stelah melahirkan bayi. Puerperium adalah masa pulih kembali,

mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti prahamil.

Sekitar 50% kematian ibu terjadi dalam 24 jam pertama pospartum sehingga

pelayanan pasca persalinan yang berkaulitas harus terselenggara pada masa itu

untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi (Vivian,2011)

2.1.2 Tujuan Masa Nifas

Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa

kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan 60 % kematian ibu akibat kehamilan

terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam

pertama.

Tujuan asuhan masa nifas normal dibagi dua yaitu :

a. Tujuan umum

Membantu ibu dan pasangannya selama masa trasisi awal mengasuh anak.

b. Tujuan khusus
1) Menjaga kesehtan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologinya

2) Melaksanakan skrining yang komperhensif, mendeteksi masalah,

mengobati/merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya

3) Memberikan pendidikan kesehatan, tentang perawatan kesehatan diri,

nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi dan perawatan bayi sehat.

4) Memberikan pelayanan keluarga berencana

2.1.3 Tahapan Masa Nifas

1. Puerpurium dini

Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam

agama islam dianggap telah bersih dan boleh berkerja setelah 40 hari.

2. Puerpurium intermedial

Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.

3. Remote puerpurium

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama

hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat

sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.

2.1.4 Asuhan Kunjungan Masa Nifas

Kunjungan nifas dilakukan paling sedikit 4 kali. Hal ini dilakukan untuk

menilai status ibu dan bayi baru lahir serta untuk mencegah terjadinya masalah.

Pemerintah melalui Departemen Kesehatan, juga telah memberikan kebijakan dalam

hal ini, sesuai dengan dasar kesehatan ibu pada masa nifas, yakni paling sedikit 4

kali kunjungan pada masa nifas

Tujuan kebijakan tersebut ialah:

1. Untuk menilai kesehatan ibu dan kesehatan bayi baru lahir.


2. Pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya gangguan kesehatan

ibu nifas dari bayinya.

3. Mendeteksi adanya kejadian-kejadian pada masa nifas.

4. Menangani berbagai masalah yang timbul dan mengganggu kesehatan ibu

maupun bayinya pada masa nifas.

Adapun frekuensi kunjungan, waktu dan tujuan kunjungan tersebut

dipaparkan sebagai berikut.

1. Asuhan Nifas Awal

Kunjungan pertama dilakukan 6-8 jam setelah persalinan Tujuannya:

a. Mencegah perdarahan waktu nifas karena atonia uteri.

b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila perdarahan

berlanjut.

c. Jika Ibu mengeluh sakit perineum dapat dianjurkan mengompres/cebok

dengan air hangat

d. Selama 2 samapi 3 minggu selalu memakai pembalut wanita khusus untuk

ibu nifas (dengan diameter pembalut lebih besar)

e. Merawat perineum, vagina, puting susu, wajah dan sebagian tubuh lain

f. Menjaga agar kain pakaian dan tempat tidur tetap bersih

g. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bila terjadi

perdarahan banyak.

h. Pemberian ASl awal.

i. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi.

j. Menjaga bayi agar tetap sehat dengan cara mencegah terjadinya hipotermia.
Jika petugas kesehatan (penolong persalinan) sebaiknya tetap observasi

atau tinggal 2 jam pertama setelah persalinan atau sampai Ibu dalam keadaan

stabil.

Dapat disimpulkan bahwa proses-proses penatalaksanaan pada masa

awal nifas ini pada dasarnya digunakan untuk :

a. Mendeteksi komplikasi dan perlunya perujukan

b. Memberikan konseling pada ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah

perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik dan

mempraktekan kebersihan yang aman bagi ibu dan bayi.

c. Memfasilitasi hubungan dan ikatan batin antara ibu dan bayi

d. Memulai dan mendorong pemberian ASI

2. Penatalaksanaan Dalam Masa Nifas Berikutnya

a. Kunjungan kedua 6 hari setelah persalinan

Tujuannya :

1) Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus

uteri dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan dan tidak berbau.

2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal

3) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan isrirahat.

4) Memastikan ibu menyusui bayinya dengan baik dan tidak menunjukkan

tanda-tanda penyakit.

5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,

menjaga bayi supaya tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.

b. Kunjungan ke tiga 2-3 minggu setelah persalinan

1) Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus b xerkontraksi, fundus

uteri dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan dan tidak berbau.


2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.

3) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, dan istirahat.

4) Memastikan ibu menyusui bayinya dengan baik dan tidak menunjukkan

tanda-tanda penyakit.

5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi supaya

tetap hangat dan merawat bayi.

c. Kunjungan keempat 4-6 minggu setelah persalinan

1) Menanyakan pada ibu tentang penyakit-penyakit yang ibu dan bayi

alami.

2) Memberikan konseling KB secara dini.

3) Tali pusat harus tetap kering, ibu perlu diberitahu bahaya membubuhkan

sesuatu pada tali pusat bayi, missal minyak atau bahan lain. Jika ada

kemerahan pada pusat, perdarahan tercium bau busuk, bayi segera di

rujuk.

4) Perhatikan kondisi umum bayi, apakah ada ikterus atau tidak, ikterus

pada hari ketiga post partum adalah fisiologis yang tidak perlu

pengobatan. Namun bila ikterus terjadi pada hari ketiga atau kapan saja

dan bayi malas untuk menetek serta tampak mengantuk maka segera

rujuk bayi ke RS.

5) Bicarakan pemberian ASI dengan ibu dan perhatikan apakah bayi

menetek dengan baik.

6) Nasehati ibu untuk hanya memberikan ASI kepadai bayi selama minimal

4-6 bulan dan bahaya pemberian makanan tambahan selain ASI sebelum

usia 4-6 bulan.

7) Catat semua dengan tepat hal-hal yang diperlukan.


8) Jika ada yang tidak normal segeralah merujuk ibu dan atau bayi ke

puskesmas atau RS (Maryunani,2009).

2.2 Episiotomi

2.2.1 Pengertian Episiotomi

Episiotomi adalah insisi bedah perineum yang dilakukan oleh penolong

(dokter kandungan atau bidan) untuk memperluas pembukaan vagina untuk

memfasilitasi lahirnya bayi. Ini adalah salah satu yang paling umum dilakukan

prosedur pada perempuan di seluruh dunia. Awalnya digambarkan pada tahun

1742, episiotomi diperkenalkan ke Amerika Serikat padapertengahan abad ke-19.

Pada tahun 1920, pada pertemuan American Society Ginekologi di Chicago,

DrJoseph DeLee publik pertama menganjurkan adopsi rutin episiotomi

mediolateral untuk semua pertolongan persalinan pada wanita nulipara.

Prinsip tindakan episiotomi adalah pencegahan kerusakan yang lebih

hebat pada jaringan lunak akibat rengang yang melebihi kapasitas adaptasi atau

elastisitas jaringan tersebut. Oleh sebab itu, pertimbangan untuk melakukan

episiotomi harus mengacu pada penilaian klinik yang tepat dan teknik yang

paling sesuai dengan kondisis yang sedang dhadapi. Dengan demikian, tidak

dianjurkan untuk melakukan prosedur episiotomi secara rutin karena mengacu

pada pengalaman dan bukti-bukti ilmiah yang dikemukakan oleh beberapa pakar

dan klinisi, ternyata tidak terdapata bukti yang bermakna tentang manfaat

epiostomi rutin. Epiostomi mediolateralis dan medialis, dianggap dapat

meningkatkan resiko ini. Episiotomi dikerjakan tanpa dasar dan alasan yang jelas

dapat menyebabkan peningkatan kejadian dan beratnya kerusakan perineum yang

terjadi dibandingkan dengan laserasi yang terjadi secara spontan. Selain itu,
penerapan episiotomi secara bebas dan kurang tepat, dapat meningkatkan jumlah

perdarahan yang terjadi pada persalinan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan

untuk mencegah robekan perineum, antara lain :

1. Fasilitasi fleksi kepala bayi agar tidak menyebabkan regangan mendadak

2. Mengarahkan kepala bayi agar perineum dilalui oleh diameter terkecil saat

ekspulsi

3. Menahan perineum dengan regangan telunjuk dan ibu jari

2.2.2 Indikasi Dilakukan Tindakan Episiotomi Perineum

1. Janin dengan distosia bahu dan persalinan bokong

2. Operasi ekstraksi vakum atau forsep : posisi oksiput posterior

3. Bayi besar

4. Pada kasus apabila tidak dilakukan episiotomi perineum dapat

robek(Cunningham FG,2013).

5. Forceps yang sulit (forceps tengah)

6. Perineum yang pendek (Wirakusumah,2011).

2.2.3 Tujuan Episiotomi Perineum

1. Mengurangi tekanan pada kepala anak

2. Mempersingkat kala II

3. Episiotomi lateralis dan mediolateralis mengurangi kemungkinan ruptura

perinei totalis.

2.2.4 Tingkat Robekan Perineum


Tingkat I : perlukaan tingkat fourchet, dengan otot perineum tampak

Tingkat II : dinding vagina belakang robek, otot perineum robek, tetapi

belum mencapai sfingterani, sfingterani masih utuh

Tingkat III : robekan makin luas sampai mencapai sfingterani, mukosa

rektum masi utuh

Tingkat IV : robekan makin luas sampai mengenai mukosa rektum, kanalis

rektum terbuka.

2.3 Perawatan Luka Perineum

2.3.1 Pengertian Perawatan Luka Perineum

Perawatan perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan

daerah antara paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa antara

kelahiran placenta sampai dengan kembalinya organ genetik seperti pada waktu

sebelum hamil (Morison, 2003).

2.3.2 Langkah – langkah Perawatan Pasca Episiotomi Perineum

Segera setelah pelahiran, vagina tetap terbuka lebar, mungkin mengalami

beberapa derajat edema dan memar, dan celah pada introitus. Setelah satu hingga

dua hari pertama pascapartum, torius otot vagina kembali, celah vagina tidak

lebar dan vagina tidak lagi edema. Sekarang vagina menjadi berdinding lunak,

lebih besar dari biasanya, dan umumnya longgar. Ukurannya menurun dengan

kembalinya rugae vagina sekitar minggu ketiga pascapartum. Ruang vagina

selalu sedikit lebih besar daripada sebelum kelahiran pertama. Akan tetapi,
latihan pengencangan otot perineum akan mengembalikannya dan

memungkinkan wanita secara perlahan mengencangkan vaginanya.

Pengencangan ini sempurna pada akhir puerperium dengan latihan setiap hari

(Varney,2004).

Bila sudah buang air besar atau buang air kecil, perineum harus

dibersihkan secara rutin. Caranya dibersihkan dengan sabun khusus untuk organ

kewanitaan, yang lembut minimal sehari sekali. Biasanya ibu akan takut akan

jahitan yang lepas, juga merasa sakit sehingga perineum tidak dibersihkan atau

tidak dicuci. Cairan sabun atau sejenisnya sebaiknya dipakai setelah ibu buang

air kecil atau buang air besar. Sesudah atau sebelum mengganti pembalut harus

cuci tangan dengan larutan desinfektan atau sabun. Ibu perlu diberitahu cara

mengganti pembalut, yaitu bagian dalam jangan sampai terkontaminasi oleh

tangan. Cara memakaikannya yaitu dari depan ke belakang dan mengganti

pembalut setiap selesai buang air besar dan buang air kecil (pengantian pembalut

sedikitnya dua sampai empat kali sehari) sedangkan cara melepasnya harus dari

depan kebelakang.Cara untuk membersihkan daerah kemaluan/vagina yaitu

dengan berjongkok perlahan-lahan sehingga daerah vagina dapat bersih secara

keseluruhan dengan arah pemberian air dari arah depan kebelakang, selain itu ibu

dilarang untuk membersihkan daerah alat kelamin terutama daerah jahitan

dengan menggunakan air hangat di karenakan dapat merusak jahitan sehingga

benang terlepas dari jahitan .

Proses penyembuhan pasca episiotomi sama seperti jahitan oprasi lain.

Perhatikan tanda-tanda infeksi pada luka episiotomi perineum seperti nyeri,

merah, bengkak, atau keluar cairan tidak lazim (keluar nanah atau darah).
Penyembuhan luka biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah melahirkan

(Maryunani,2009)

2.3.3 Langkah-langkah penanganan kebersihan diri

1. Anjurkan kebersihan seluruh tubuh.

2. Ajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air

(hindari air hangat atau berendam air hangat) karena dapat merusak jahitan

bahkan jahitan terlepas dan . Pastikan bahwa ia mengerti untuk membersihkan

daerah sekitar vulva terlebih dahulu dari depan ke belakang, baru kemudian

dibersihkan daerah sekitar anus. Nasihatkan pada ibu untuk membersihkan

vulva setiap kali selesai buang air kecil/besar.

3. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut setidaknya 4 kali sehari.

4. Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air, sebelum dan

sesudah membersihkan daerah kemaluan.

5. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk

menghindari menyentuh luka sebelum mencuci tangan untuk terhindar dari

infeksi.

2.4 Tanda-Tanda Infeksi Episiotomi

Kurang dari 1 persen episiotomi mengalami infeksi. Episiotomi dengan derajat

empat memiliki resiko yang paling tinggi. Tanda- tanda infeksi episiotomi perineum

sebagai berikut :

1. Tepi-tepi luka yang berhadapan menjadi kemerahan (seperti daging dan

membengkak

2. Adanya rasa nyeri pada luka episiotomi perineum


3. Keluarnya cairan purulen

4. Lepasnya jahitan episiotomi (Cunningham FG,2013).

2.5 Infeksi Masa Nifas

Beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi setelah persalinan. Infeksi masa

nifas masih merupakan penyebab tertinggi angka kematian ibu (AKI). Infeksi luka jalan

lahir pasca-persalinan, biasanya dari endometrium bekas insersi plasenta. Demam dalam

nifas sebagian besar disebabkan oleh infeksi nifas, maka demam dalam nifas merupakan

gejala penting dari penyakit ini. Demam dalam masa nifas sering juga disebut morbiditas

nifas dan merupakan indeks kejadian infeksi nifas. Demam dalam nifas selain oleh.

infeksi nifas dapat juga disebabkan oleh pielitis, infeksi jalan pernapasan, malaria, dan

tifus.

Morbiditas nifas ditandai dengan suhu 38°C atau lebih, yang terjadi selama 2

hari berturut-turut. Kenaikan suhu ini terjadi sesudah 24 jam pascapersalinan dalam 10

hari pertama masa nifas. Kejadian infeksi nifas berkurang antara lain karena adanya

antibiotik, berkurangnya operasi yang merupakan trauma yang berat, pembatasan

lamanya persalinan, asepsis, transfusi darah, dan bertambah baiknya kesehatan umum

(kebersihan, gizi, dan lain-lain).

Mikroorganisme penyebab infeksi puerperalis dapat berasal dari luar (eksogen)

atau dari jalan lahir penderita sendiri (endogen). Mikroorganisme endogen lebih sering

menyebabkan infeksi. Mikroorganisme yang tersering menjadi penyebab ialah golongan

streptococcus, basil coli, dan stafilacoccus. Akan tetapi, kadang-kadang

mikroorganisme lain memegang peranan, seperti: Clostridium welchii, Gonococcus,

Salmonella typhii, atau Clostridium tetanii.

2.5.1 Faktor Predisposisi


Situasi berikut merupakan predisposisi infeksi masa nifas pada wanita.

1. Persalinan lama, khususnya dengan pecah ketuban.

2. Pecah ketuban yang lama sebelum persalinan.

3. Bermacam-macam pemeriksaan vagina selama persalinan, khususnya pecah

ketuban.

4. Teknik aseptik tidak sempurna.

5. Tidak memperhatikan teknik mencuci tangan.

6. Manipulasi intrauteri (misalnya: eksplorasi uteri, pengeluaran plasenta

manual).

7. Trauma jaringan yang luas atau luka terbuka, seperti laserasi yang tidak

diperbaiki.

8. Hematoma.

9. Hemoragi, khususnya jika kehilangan darah lebih dari 1.000 ml.

10. Pelahiran operatif, terutama pelahiran melalui SC.

11. Retensi sisa plasenta atau membran janin.

12. Perawatan perineum tidak memadai.

Infeksi vagina/serviks yang tidak ditangani (misalnya: vaginosis bakteri,

klamidia, gonorhoea

2.5.2 Tanda Dan Gejala

Tanda dan gejala infeksi pada umumnya adalah peningkatan suhu tubuh,

malaise umum, nyeri, dan lokia berbau tidak sedap. Peningkatan kecepatan nadi

dapat terjadi, terutama pada infeksi berat.

2.5.3 Tempat-tempat Infeksi pada Masa Nifas

Meskipun infeksi pascapartum terbanyak adalah endometritis, yang jauh

lebih umum terjadi setelah pelahiran SC dari pada pelahiran per vaginam, adanya
laserasi atau trauma jaringan dalam saluran genitalia dapat terkena infeksi setelah

melahirkan. Selain itu, juga terdapat penyebaran infeksi yang berasal dari infeksi

lokal dan menyebar melalui jalur sirkulasi vena dan limfatik sehingga

mengakibatkan infeksi bakteri di tempat yang lebih jauh. Area perluasan infeksi

puerperium meliputi selulitis panggul, salpingitis, ooforitis, peritonitis,

tromboflebitis panggul dan/atau femoral, dan bakteremia.

2.5.4 Infeksi Trauma Vulva, Perineum, Vagina, dan Serviks

Tanda dan gejala infeksi episiotomi, laserasi, atau trauma lain meliputi sebagai

berikut :

1. Nyeri lokal

2. Disuria.

3. Suhu derajat rendah-jarang di atas 38,3°C.

4. Edema

5. Sisi jahitan merah dan inflamasi.

6. Mengeluarkan pus atau eksudat berwarna abu-abu kehijauan.

7. Pemisahan atau terlepasnya lapisan luka operasi.

Jahitan episiotomi dan laserasi yang tampak sebaiknya diperiksa secara

rutin. Penanganan jahitan yang terinfeksi meliputi membuang semua jahitan,

membuka, mendebridemen; membersihkan luka, dan memberikan obat

antimikroba spektrum luas. Selain episiotomi atau laserasi, trauma dapat meliputi

memar, abrasi (tanda-tanda gesekan) yang terlalu kecil untuk dijahit, dan

pembentukan hematoma. Hal ini juga disebabkan oleh objek asing, seperti spons

kassa yang tertinggal dalam vagina karena kurang hati-hati.

2.5.5 Infeksi Saluran Kemih


Kejadian infeksi saluran kemih pada masa nifas relatif tinggi dan hal ini

dihubungkan dengan hipotoni kandung kemih akibat trauma kandung kemih saat

persalinan, pemeriksaan dalam yang sering, kontaminasi kuman dari perineum,

atau kateterisasi yang sering. Sistitis biasanya memberikan gejala berupa nyeri

berkemih (disuria), sering berkemih, dan tidak dapat ditahan. Demam biasanya

jarang terjadi. Adanya retensi urine pascapersalinan umumnya merupakan tanda

adanya infeksi. Pielonefritis memberikan gejala yang lebih berat, demam,

menggigil, serta perasaan mual dan muntah. Selain disuria, dapat juga terjadi

piuria dan hematuria.

2.5.6 Jenis-jenis Infeksi

1. Endometritis

Jenis infeksi yang paling sering ialah endometritis. Kuman-kuman

yang memasuki endometrium, biasanya melalui luka bekas insersio plasenta,

dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium. Pada

infeksi dengan kuman yang tidak terlalu patogen, radang terbatas pada

endometrium.

Gambaran klinik tergantung jenis dan virulensi kuman, daya tahan

penderita, serta derajat trauma pada jalan lahir. Biasanya demam mulai 48 jam

postpartum dan bersifat naik turun (remittens). His lebih nyeri dari biasa dan

lebih lama dirasakan. Lokia bertambah banyak, berwarna merah atau cokelat,

serta berbau. Lokia yang berbau tidak selalu menyertai endometritis sebagai

gejala. Sering terdapat subinvolusi. Leukosit naik antara 15.000-30.000/mm3.

Sakit kepala, kurang tidur, dan kurang nafsu makan dapat mengganggu

penderita. Tanda dan gejala endometritis adalah sebagai berikut.


a. Peningkatan demam secara persisten hingga 40°C, bergantung pada

keparahan infeksi.

b. Takikardi.

c. Menggigil dengan infeksi berat.

d. Nyeri tekan uteri menyebar secara lateral.

e. Nyeri panggul dengan pemeriksaan bimanual.

f. Subinvolusio.

g. Lokia sedikit, tidak berbau, atau berbau tidak sedap, lokia seropurelenta.

h. Variabel awitan bergantung pada organisme, dengan streptococcus grup B

muncul lebih awal.

i. Hitung sel darah putih mungkin meningkat di luar leukositosis puerperium

fisiologis.

Penanganan dengan obat antimikroba spektrum luas termasuk

sefalosporin (misalnya: cefoacitin, cefotetan) dan penisilin spektrum-luas,

atau inhibitor kombinasi penicillin/betalaktamase (Augmentin, Unasyn).

Kombinasi klindamisin dan gentamisin juga dapat digunakan seperti

metronidazol jika ibu tidak menyusui. Endometriris ringan dapat ditangani

dengan terapi oral meskipun infeksi yang lebih serius memerlukan

hospitalisasi untuk terapi intravena.

Penyebaran endometritis, jika tidak ditangani, dapat menyebabkan

salpingitis, tromboflebitis septik, peritonitis, dan fasilitas nekrotikans. Setiap

dugaan adanya infeksi memburuk gejala yang tidak dapat dijelaskan, atau

nyeri akut memerlukan konsultasi dokter dan rujukan.

Jika infeksi tidak meluas, maka suhu turun secara berangsur-angsur

dan turun pada hari ke-7-10. Pasien sedapatnya diisolasi, tetapi bayi boleh
terus menyusu pada ibunya. Untuk kelancaran pengaliran lokia, pasien boleh

diletakkan dengan letak fowler dan diberi juga uterustonika. Selain itu, pasien

juga disuruh minum banyak.

2. Parametritis

Parametritis adalah infeksi jaringan pelvis yang dapat terjadi melalui

beberapa cara: penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau

dari endometritis, penyebaran langsung dari luka pada serviks yang meluas

sampai ke dasar ligamentum, serta penyebaran sekunder dari tromboflebitis.

Proses ini dapat tinggal terbatas pada dasar ligamentum latum atau menyebar

ekstraperitoneal ke semua jurusan.

Jika menjalar ke atas, dapat diraba pada dinding perut sebelah lateral di

atas ligamentum inguinalis atau pada fossa iliaka. Parametritis ringan dapat

menyebabkan suhu yang meninggi dalam nifas. Bila suhu tinggi menetap lebih

dari seminggu disertai rasa nyeri di kiri atau kanan dan nyeri pada

pemeriksaan dalam, hal ini patut dicurigai terhadap kemungkinan parametritis.

Pada perkembangan proses peradangan lebih lanjut, gejala-gejala parametritis

akan menjadi lebih jelas.

Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di

sebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan tulang panggul

dapat meluas ke berbagai jurusan. Pada bagian tengah jaringan yang meradang

tersebut dapat tumbuh abses. Dalam hal ini, suhu yang mula-mula tinggi

secara menetap menjadi naik turun disertai dengan menggigil. Penderita

tampak sakit, nadi cepat, dan perut nyeri. Pada kasus tidak terjadi

pembentukan abses dan suhu menurun dalam beberapa minggu. Tumor di

sebelah uterus mengecil sedikit demi sedikit dan akhirnya terdapat


parametrium yang kaku. Jika terjadi abses, cairan abses selalu mencari jalan

ke rongga perut sehingga menyebabkan peritonitis, ke rektum, atau ke

kandung kemih.

3. Peritonitis

Peritonitis dapat berasal dari penyebaran melalui pembuluh limfe

uterus, parametritis yang meluas ke peritoneum, salpingo-ooforitis meluas ke

peritoneum atau langsung sewaktu tindakan per abdominal. Peritonitis yang

terlokalisasi hanya dalam rongga pelvis disebut pelvioperitonitis, bila meluas

ke seluruh rongga peritoneum disebut peritonitis umum, dan keadaan ini

sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian 33% dari seluruh

kematian akibat infeksi. Gambaran klinis dari peritonitis adalah sebagai

berikut.

a. Pelvioperitonitis: demam, nyeri perut bagian bawah, nyeri pada

pemeriksaan dalam, kavum douglasi menonjol karena adanya abses

(kadang-kadang). Bila hal ini dijumpai, maka nanah harus dikeluarkan

dengan kolpotomi posterior, agar nanah tidak keluar menembus rektum.

b. Peritonitis umum adalah berbahaya bila disebabkan oleh kuman yang

patogen. Perut kembung, meteorismus, dan dapat terjadi paralitik ileus.

Suhu badan tinggi, nadi cepat dan kecil, perut nyeri tekan, pucat, muka

cekung, kulit dingin,, mata cekung yang disebut muka hipokrates.

Penegakan diagnosis dibantu dengan pemeriksaan laboratorium

(Nanny,2011).

Anda mungkin juga menyukai