Anda di halaman 1dari 29

Tugas makalah kimia lingkungan

“DAMPAK LINGKUNGAN KEGIATAN INDUSTRI KIMIA PADA


INDUSTRI PESTISIDA”

OLEH:

IRNAWATI
G2L1 19002

PROGRAM STUDI KIMIA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah Dampak Lingkungan Kegiatan Industri Kimia Pada
Bidang Industri Pestisida yang merupakan salah satu tugas untuk memenuhi
syarat kelulusan dalam mata kuliah kimia lingkungan.

Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan


bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih sangat jauh dari
kata sempurna sehingga masih ada kekurangan baik dari segi konten, susunan
kalimat, serta tata bahasanya. Oleh karena itu dengan suka cita penulis menerima
segala kritik, sanggahan serta saran dari pembaca untuk penulis, supaya dapat
lebih baik lagi dalam penulisan makalah selanjutnya.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan


manfaat terhadap pembaca.

Kendari, April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
I. PENDAHULUAN......................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.........................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
II. LANDASAN TEORI................................................................................................3
III. PEMBAHASAN......................................................................................................5
3.1. Pengertian Pestisida.............................................................................................5
3.2. Manfaat penggunaan pestisida.............................................................................7
3.3. Persebaran pestisida dilingkungan.......................................................................8
3.3.1. Persebaran di udara.................................................................................8
3.3.2. Persebaran di perairan.............................................................................9
3.3.3. Persebaran di tanah...............................................................................10
3.4. Dampak penggunaan pestisida terhadap lingkungan...................................11
3.4.1. Dampak pada lingkungan.....................................................................12
3.4.2. Manusia dan pertaniannya....................................................................12
3.4.3. Tumbuhan.............................................................................................13
3.4.4. Kehidupan akuatik................................................................................14
3.5. Upaya penanggulangan dampak dari penggunaan pestisida.......................16
IV. PENUTUP.............................................................................................................23
4.1. KESIMPULAN...........................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................24

iii
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pestisida berasal dari kata pest, yang berarti hama dan cida, yang berarti
pembunuh, jadi pestisida adalah suatu senyawa kimia yang digunakan untuk
membunuh atau mengendalikan berbagai hama yang mengganggu pertumbuhan
tanaman. Secara luas pestisida diartikan sebagai suatu zat yang dapat bersifat
racun, menghambat pertumbuhan/perkembangan, tingkah laku, kesehatan,
pengaruh hormon, penghambat makanan dan aktivitas lainnya yang
mempengaruhi organisme penggangu tanaman (OPT). Sedangkan menurut The
United State Federal Environmental Pesticide Control Act, pestisida adalah
semua zat atau campuran zat yang khusus untuk memberantas atau mencegah
gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, cendawan, gulma, virus,
bakteri, jasad renik yang dianggap hama kecuali virus, bakteri atau jasad renik
yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya (Yuantari, 2011).

Penggunaan pestisida merupakan salah satu upaya yang dilakukan


masyarakat untuk meningkatkan hasil produksi pertanian dan perkebunan dengan
cara menghambat kinerja hama yang menyebabkan penyakit pada tanaman. Hal
ini akan berbanding lurus dengan meningkatnya produksi pestisida karena
kebutuhan pestisida dalam bidang pertanian semakin besar. Penggunaan pestisida
di dunia mencapai 3,5 juta ton pertahun dimana pengguna terbanyak pestisida
dengan jenis highly toxic adalah dari negara-negara berkembang seperti Indonesia
(Perveen, 2011).

Peran pestisida selain bermanfaat untuk meningkatkan hasil pertanian, juga


penggunaan pestisida sintetik yang berlebihan dapat merusak lingkungan dan
kesehatan manusia. Hal ini karena tidak semua pestisida kimia yang digunakan
mampu menyerang organisme pengganggu tanaman (OPT) atau sasaran. Pestisida
yang digunakan pada lahan pertanian akan masuk kedalam air sehingga
mencemari perairan, perairan yang tercemar oleh residu pestisida akan
memberikan dampak negatif terhadap lingkungan dan organisme yang hidup di

1
dalamnya (Taufik, 2011). Pestisida dapat menjangkau dan mengkontaminasi lahan
dan perairan ketika disemprot secara aerial, dibiarkan mengalir dari permukaan
ladang atau dibiarkan menguap dari lokasi produksi dan penyimpanan,
penggunaan pestisida berlebih justru akan menjadikan hama dan gulma resistan
terhadap pestisida (Tashkent, 1998).

Berdasarkan hal tersebut maka penulis mengangkat topik pada makalah ini
yaitu dampak lingkungan kegiatan industri pada industri pestisida sebagai salah
satu tugas yang menjadi persyaratan kelulusan mata kuliah kimia lingkungan.
Tujuan penulisan makalah ini agar pembaca mengetahui dampak-dampak negatif
yang disebabkan karena penggunaan pestisida sintetik secara berlebihan agar
masyarakat lebih sadar dalam menjaga kelestarian lingkungan sekitar.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Apa itu pestisida?
2. Apa manfaat dari penggunaan pestisida?
3. Bagaimana persebaran pestisida dilingkungan?
4. Bagaimana dampak penggunaan pestisida terhadap lingkungan?
5. Bagaimana upaya penanggulangan dampak dari penggunaan pestisida?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Mengetahui pengertian pestisida.
2. Mengetahui manfaat dari penggunaan pestisida.
3. Mengetahui persebaran pestisida dilingkungan.
4. Mengetahui dampak penggunaan pestisida terhadap lingkungan.
5. Mengetahui upaya penanggulangan dampak dari penggunaan pestisida.

2
II. LANDASAN TEORI

Pestisida merupakan suatu bahan kimia yang digunakan untuk membunuh


atau mengendalikan berbagai hama yang dapat menganggu pertumbuhan tanaman.
Kata pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan cida berarti pembunuh.
Jadi secara sederhana, pestisida diartikan sebagai pembunuh hama. Petani
menganggap hama dalam beberapa jenis, diantaranya tungau, tanaman
pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteri dan
virus, nematoda (cacing yang mersak akar), siput, tikus dan hewan lainnya yang
dianggap merugikan (Sudarmo, 1991)

Pestisida memiliki kemampuan menghambat enzim asetilkolinesterase


(AChE) yang berperan penting dalam transmisi impuls syaraf makhluk hidup
(Simon dkk., 2006), sehingga jika kinerja enzim terhambat oleh aktivitas
pestisida maka akan menyebabkan gangguan kesehatan bahkan kematian pada
serangga. Hal ini dikarenakan toksisitas pestisida terhadap serangga disebabkan
oleh kemampuan pestisida untuk bereaksi dengan bagian sisi aktif dari enzim
AChE, yaitu gugus hidroksil sehingga enzim tidak aktif mengkatalisis asetilkolin
(Suhara, 2011).

Enzim asetilkolinesterase (AChE) adalah enzim yang berperan penting


untuk sistem saraf pusat pada serangga (Simon dkk., 2006). Pestisida mampu
menghambat penyaluran impuls syaraf dengan cara mengikat enzim AChE
sehingga tidak terjadi hidrolisis asetilkolin yang menyebabkan penimbunan
asetilkolin dan tidak terjadi proses transfer rangsangan ke sistem syaraf.
Terhambatnya kinerja sistem syaraf akan menyebabkan paratesia, terganggunya
keseimbangan, tremor, kejang-kejang dan dapat berakhir dengan kematian pada
serangga (Raini, 2007).

Pestisida merupakan salah satu senyawa kimia berbahaya di lingkungan


yang paling besar jumlahnya terutama dalam tanah, air, atmosfer dan produk
pertanian (Mashuni, 2012). Umumya, petani tanaman hortikultura terutama
petani sayuran dan buah-buahan cenderung menggunakan pestisida secara

3
berlebihan untuk mengamankan produknya meskipun secara konsepsional
pestisida merupakan alternatif terakhir dalam pengendalian OPT. Faktor yang
menyebabkan tingginya penggunaan pestisida di negara-negara berkembang
adalah ketidakpedulian petani terhadap resiko gagal panen dan tidak
sempurnanya informasi tentang pestisida yang mereka gunakan (Amilia dkk.,
2016).

Salah satu jenis pestisida yang banyak digunakan adalah pestisida


sintetik yang merupakan pestisida yang dibuat dari bahan kimia dan bahan lain
serta jasad renik yang dipergunakan untuk memberantas hama dan penyakit.
Pestisida sintetik yang banyak digunakan petani Indonesia adalah pestisida
golongan organofosfat. Pestisida golongan organofosfat banyak digunakan
karena memiliki sifat menguntungkan yaitu tidak persisten dalam tanah, selektif
dan tidak menyebabkan resisten pada serangga. Masa penyemprotan pestisida
golongan organofosfat dilakukan dalam dua minggu sekali karena masa
degradasi organofosfat dalam lingkungan adalah sekitar dua minggu (Susilawati
dkk., 2016).

Menurut Eason (2010) bahwa tujuan dari penggunaan pestisida adalah


untuk mencegah kerusakan yang tidak diinginkan untuk pertanian, lingkungan
dan masyarakat. Pestisida terbuat dari senyawa yang memiliki sifat letal dan
non-letal.

Senyawa mematikan termasuk antikoagulan, nonantikoagulan dan toksik,


sehingga hal tersebut mendorong seseorang atau suatu organisasi untuk bisa
meminimalkan biaya faktor produksi dengan mulai menciptakan berbagai
macam produk zat tumbuh tanaman, kompos, pestisida hayati dan nabati dari
bahan dasar alam yang ada dilingkungan, pestisida dapat dibedakan menjadi
pestisida sintetik dan pestisida alami (Ramli dan Nina, 2013).

4
III. PEMBAHASAN

3.1. Pengertian Pestisida

Menurut United States Environmental Protection Agency pestisida atau


pembasmi hama adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak,
atau membasmi organisme pengganggu. Nama ini berasal dari pest (hama) yang
diberi akhiran -cide (pembasmi). Hama adalah organisme yang dianggap
merugikan dan tak diinginkan dalam kegiatan sehari-hari manusia. Sasarannya
bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, ikan, atau
mikrobia yang dianggap mengganggu.

Food and Agriculture Organization (FAO) mendefinisi pestisida sebagai


zat atau campuran zat yang bertujuan untuk mencegah, membunuh, atau
mengendalikan hama tertentu, termasuk vektor penyakit bagi manusia dan hewan,
spesies tanaman atau hewan yang tidak diinginkan yang dapat menyebabkan
kerusakan selama produksi, pemrosesan, penyimpanan, transportasi, atau
pemasaran bahan pertanian (termasuk hasil hutan, hasil perikanan, dan hasil
peternakan). Istilah ini juga mencakup zat yang mengendalikan pertumbuhan
tanaman, merontokkan daun, mengeringkan tanaman, mencegah kerontokkan
buah, dan sebagainya yang berguna untuk mengendalikan hama dan memitigasi
efek dari keberadaan hama, baik sebelum maupun setelah panen (Food and
Agriculture Organization of the United Nations, 2002).

Menurut Gilden dkk pada tahun 20010 pestisida dapat diklasifikasikan


berdasarkan target organisme yang menjadi sasarannya, struktur senyawanya
bahan bakunya (misal organik, inorganik, sintetis, biopestisida), dan wujud
fisiknya serta cara penerapannya (misal fumigasi pada pestisida berwujud gas) )
(Council on Scientific Affairs, 1997) . Biopestisida mencakup pestisida
mikrobiologi dan biokimia.

5
Berbagai pestisida dapat dikelompokan menjadi famili senyawa kimianya.
Famili senyawa kimia pestisida yang terkenal yaitu organoklorin, organofosfat,
dan karbamat. Famili hidrokarbon organoklorin dapat dibagi menjadi
diklorodifeniletana (DDT), senyawa siklodiena, dan lainnya. Organoklorin
bekerja dengan mengganggu keseimbangan ion kalium-natrium di dalam jaringan
saraf. Tingkat keracunan senyawa ini dapat bervariasi, tetapi seluruh senyawa
organoklorin bersifat persisten dan dapat terakumulasi secara biologi.
Organofosfat dan karbamat telah menggantikan organoklorin. Keduanya
menghambat kerja enzim asetilkolinesterase yang mengirimkan asetilkolin ke
jaringan saraf, mampu menyebabkan kelumpuhan. Organofosfat secara umum
beracun bagi vertebrata.

Gambar 1. Jenis pestisida yang sering digunakan masyarakat


(wikipedia.org)

Herbisida seperti fenoksi bekerja secara selektif dan hanya mengincar


gulma berdaun lebar dan tidak mengincar rerumputan. Fenoksi dan asam benzoat
berfungsi mirip seperti hormon pertumbuhan tanaman, dan menumbuhkan sel
secara tidak terkendali, sehingga memaksa kerja sistem transportasi tanaman
(floem dan xylem) dan merusaknya. Triazin mengganggu fotosintesis. Glifosat
yang kini banyak digunakan, belum dikategorikan dalam famili senyawa herbisida
manapun (Environmental Protection Agency, 2009).

Pestisida juga dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme biologisnya


dan metode penerapannya. Kebanyakan pestisida bekerja dengan meracuni hama
(wikipedia.org) Pestisida sistemik diserap oleh tanaman dan bergerak di dalam

6
tanaman sehingga meracuni hama yang menghisap nutrisi tanaman. Insektisida
dan fungisida bergerak melalui xylem. Insektisida sistemik dapat membahayakan
serangga non target, bahkan serangga yang menguntungkan seperti lebah dan
polinator lainnya, karena sinsektisida sistemik juga bergerak dari dalam tubuh
tumbuhan ke bunga. Pestisida juga bisa diklasifikasikan berdasarkan kemampuan
terurainya (biodegradable dan persisten) yang dapat berlangsung selama beberapa
detik hingga tahunan. DDT membutuhkan waktu tahunan untuk terurai di alam,
dan akan terakumulasi dalam rantai makanan (Environmental Protection Agency,
2009). Jenis-jenis pestisida lainnya dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Jenis-jenis pestisida

Pestisida Sasaran

Herbisida Gulma

Arbosida Semak dan belukar

Algasida Alga

Avisida Burung

Bakterisida Bakteri

Fungisida Fungi

Insektisida Serangga

Mitisida Tungau

Molluskisida Siput

Nematisida Nematoda

Rodentisida Rodent

Virusida Virus

Larvisida Ulat

Silvisida Pohon hutan

Ovisida Telur

7
Pisisida Ikan mujair

Termisida Rayap

Predasida Predator atau hewan vertebrata

3.2. Manfaat penggunaan pestisida

Menurut Djojosmarto tahun 2008 Pestisida adalah semua zat kimia atau
bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk beberapa tujuan
berikut:

1. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman


atau hasil-hasil pertanian lainnya.
2. Memberantas rerumputan.
3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan.
4. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian
tanaman (tetapi tidak termasuk dalam golongan pupuk).
5. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan piaraan dan
ternak.
6. Memberantas hama-hama air.
7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik
dalam rumah tangga, bangunan dan dalalam alat-alat pengangkutan.
8. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang bisa menyebabkan
penyakit pada manusia.
Pengaplikasian pestisida paling besar yaitu pada bidang partanian dan
perkebunan, seperti pada gambar 2 dan gambar 3 dapat dilihat para petani
mengaplikasikan pestisida pada tanaman mereka untuk mencegah organisme
pengganggu tanaman (OPT) menyerang dan merusak tanaman mereka sehingga
dapat menyebabkan gagal panen.

8
Gambar 2. Aplikasi pestisida Gambar 3. Aplikasi pestisida
pada pertanian pada perkebunan
3.3. Persebaran pestisida dilingkungan.

3.3.1. Persebaran di udara


Pestisida dapat tersuspensi di udara sebagai partikulat yang terbawa oleh
angin ke area selain target dan mengkontaminasinya. Pestisida yang diaplikasikan
ke tanaman dapat menguap dan ditiup oleh angin sehingga membahayakan
ekosistem di luar kawasan pertanian (National Park Service, 2006). Kondisi cuaca
seperti temperatur dan kelembaban juga menjadi penentu kualitas pengaplikasian
pestisida karena seperti halnya fluida yang mudah menguap, penguapan pestisida
amat ditentukan oleh kondisi cuaca. Kelembaban yang rendah dan temperatur
yang tinggi mempermudah penguapan. Pestisida yang menguap ini dapat terhirup
oleh manusia dan hewan di sekitar (Damalas dkk., 2011).
Penyebaran pestisida di udara terjadi melalui proses penguapan oleh foto-
dekomposisi sinar matahari terhadap badan air dan tumbuhan. Selain itu
masuknya pestisda diudara disebabkan oleh driff yaitu proses penyebaran
pestisida ke udara melalui penyemprotan oleh petani yang terbawa angin.
Akumulasi pestisida yang terlalu berat di udara pada akhirnya akan menambah
parah pencemaran udara (Sulistiyono, 2004).
Tetesan pestisida yang tidak larut atau tidak dilarutkan oleh air dapat
bergerak sebagai debu. Sehingga dapat mempengaruhi kondisi cuaca dan kualitas
presipitasi. Penyemprotan pestisida dekat dengan tanah memiliki risiko persebaran
lebih rendah dibandingkan penyemprotan dari udara (Palmerr dkk., 2007). Petani
dapat menggunakan zona penyangga di sekitar tanaman pertanian yang terdiri dari
lahan yang kosong atau ditumbuhi tanaman non-pertanian seperti pohon yang

9
berfungsi sebagai pemecah angin yang menyerap pestisida dan mencegah
persebaran ke area lain.
3.3.2. Persebaran di perairan

Di Amerika Serikat, pestisida diketahui telah mencemari setiap aliran


sungai dan 90% sumur yang diuji oleh USGS (Gilliom dkk., 2007). Residu
pestisida juga telah ditemukan di air hujan dan air tanah (Kellogg dkk., 2000).
Pemerintah Inggris juga telah mempelajari bahwa konsentrasi pestisida di
berbagai sungai dan air tanah melebihi ambang batas keamanan untuk dijadikan
air minum (Bingham, 2007). Dampak pestisida pada sistem perairan sering kali
dipelajari menggunakan model transportasi hidrologi untuk mempelajari
pergerakan dan akhir dari pergerakan zat kimia di aliran sungai.

Terdapat empat jalur utama bagi pestisida untuk mencapai perairan:


terbang ke area di luar yang disemprotkan, melalui perkolasi menuju ke dalam
tanah, dibawa oleh aliran air permukaan, atau ditumpahkan secara sengaja
maupun tidak. Pestisida juga bergerak di perairan bersama dengan erosi tanah.
Faktor yang mempengaruhi kemampuan pestisida dalam mengkontaminasi
perairan mencakup tingkat kelarutan, jarak pengaplikasian pestisida dari badan
air, cuaca, jenis tanah, keberadaan tanaman di sekitar, dan metode yang digunakan
dalam mengaplikasikannya. Proses pergerakan residu pestisida sehingga dapat
mencemari lingkungan dapat dilihat pada gambar 4.

10
Gambar 4. Proses pergerakan pestisida di lingkungan (wikipedia.org)

3.3.3. Persebaran di tanah

Pestisida sebagai salah satu agen pencemar ke dalam lingkungan baik


melalui udara, air maupun tanah dapat berakibat langsung terhadap komunitas
hewan, tumbuhan terlebih manusia. Pestisida yang masuk ke dalam lingkungan
melalui beberapa proses baik pada tataran permukaan tanah maupun bawah
permukaan tanah. Masuk ke dalam tanah berjalan melalui pola biotransformasi
dan bioakumulasi oleh tanaman, proses reabsorbsi oleh akar serta masuk langsung
pestisida melalui infiltrasi aliran tanah. Gejala ini akan mempengaruhi kandungan
bahan pada sistem air tanah hingga proses pencucian zat pada tahap penguraian
baik secara biologis maupun kimiawi di dalam tanah (Sulistiyono, 2004).

Berbagai senyawa kimia yang digunakan sebagai pestisida merupakan


bahan pencemar tanah yang persisten, yang dapat bertahan selama beberapa
dekade. Penggunaan pestisida mengurangi keragaman hayati secara umum di
tanah. Tanah yang tidak disemprot pestisida diketahui memiliki kualitas yang
lebih baik, dan mengandung kadar organik yang lebih tinggi sehingga
meningkatkan kemampuan tanah dalam menahan air (Environmental Protection
Agency, 2007). Hal ini diketahui memiliki dampak positif terhadap hasil
pertanian di musim kering. Telah diketahui bahwa pertanian organik
menghasilkan 20-40% lebih banyak dibandingkan pertanian konvensional ketika
musim kering berlangsung. Kadar organik yang rendah juga meningkatkan
kemungkinan pestisida meninggalkan lahan dan menuju perairan, karena bahan
organik tanah mampu mengikat pestisida. Bahan organik tanah juga bisa
mempercepat proses pelapukan bahan kimia pestisida (Wikipedia.org).

3.4. Dampak penggunaan pestisida terhadap lingkungan.


Penggunaan pestisida adalah salah satu upaya yang mendukung
keberhasilan usaha manusia, mengingat tingkat efektifitas dan efisensinya dalam
pengendalian hama maupun penyakit yang menjadikan pestisida sebagai
penyelamat produksi pertanian. Disisi lain dalam penggunaannya dilapangan telah

11
menimbulkan berbagai macam permasalahan meliputi resistensi dan resurgensi
hama, matinya musuh alami, kesehatan petani dan konsumen. Diagram alir peran
pestisida dalam peningkatan produksi dan dampak negatif yang ditimbulkan dari
penggunaan pestisida di lingkungan dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Diagram alir peran pestisida dalam penigkatan produksi dan


dampak negatif yang ditimbulkan

3.4.1. Dampak pada lingkungan


Penggunaan pestisida meningkatkan jumlah permasalahan pada
lingkungan. Lebih dari 90% insektisida dan 95% herbisida yang disemprotkan
menuju ke tempat yang bukan merupakan target. Arus pestisida terjadi ketika
pestisida yang tersuspensi di udara sebagai partikel terbawa oleh angin ke wilayah
lain, sehingga berpotensi menimbulkan pencemaran. Pestisida merupakan masalah
utama polusi air dan beberapa pestisida merupakan polutan organik persisten yang
menyebabkan kontaminasi tanah.
Pestisida juga mengurangi keanekaragaman hayati pertanian di tanah
sehingga mengurangi laju pengikatan nitrogen. hilangnya polinator,
menghancurkan habitat (terutama habitat burung) dan membahayakan satwa
terancam. Seiring waktu, spesies hama dapat mengembangkan ketahanan terhadap

12
pestisida sehingga dibutuhkan penelitian untuk mengembangkan pestisida jenis
baru (Miller, 2004).
Dalam mengurangi dampak negatif ini, pestisida diharapkan mampu
terdegradasi atau setidaknya tidak menjadi aktif setelah masuk ke lingkungan di
luar lahan target penyemprotan. Inaktivasi dapat dilakukan dengan
mendayagunakan sifat kimia dari senyawa atau memanfaatkan proses yang terjadi
di lingkungan. Adsorpsi pestisida oleh tanah juga dapat menghambat pergerakan
pestisida, tetapi membahayakan keanekaragaman hayati di dalam tanah
(wikipedia.org).
3.4.2. Manusia dan pertaniannya
Dalam penerapannya, tidak semua pestisida sampai ke sasaran. Kurang
dari 20% pestisida sampai ke tumbuhan. Akumulasi dari pestisida dapat
mencemari lahan pertanian dan apabila masuk dalam rantai makanan, dapat
menimbulkan macam-macam penyakit, misalnya kanker, mutasi, bayi lahir cacat,
dan CAIDS. Pestisida yang paling merusak adalah pestisida sintesis, yaitu
golongan organoklorin. Tingkat kerusakan yang dihasilkan lebih tinggi ketimbang
senyawa lain, mengingat jenis ini peka akan sinar matahari dan tidak mudah
terurai. Di Indonesia, kasus pencemaran karena pestisida telah menimbulkan
kerugian. Di Lembang dan Pangalengan, tanah disekitar pertanian kebun wortel,
tomat, kubis dan buncis tercemar oleh organoklorin. Sungai Cimanuk juga
tercemar akibat hasil-hasil pertanian yang tercemar pestisida (Sofia dan Diana,
2002).
Menurut data WHO dampak dan risiko penggunaan pestisida kimia selama
ini 25 juta kasus dan meningkat pada tiap tahunnya. Data lain dari ILO pada tahun
1996 menunjukkan 14% pekerja di pertanian terkena bahaya pestisida dan 10%-
nya terkena bahaya yang fatal. Fenomena seperti ini juga terjadi di sentra
pertanian Indonesia seperti Brebes dan Tegal. Bahaya efek pestisida terhadap
kesehatan dapat dilihat pada gambar 6.

13
Gambar 6. Bahaya pestisida terhadap kesehatan manusia
Pestisida dapat menyebabkan efek akut dan jangka panjang bagi pekerja
pertanian yang terpapar. Paparan pestisida dapat menyebabkan efek yang
bervariasi, mulai dari iritasi pada kulit dan mata hingga efek yang lebih
mematikan yang mempengaruhi kerja saraf, mengganggu sistem hormon
reproduksi, dan menyebabkan kanker. Sebuah studi pada tahun 2007 pada
limfoma non-Hodgkin dan leukemia menunjukan hubungan positif dengan
paparan pestisida. Bukti yang kuat juga menunjukan bahwa dampak negatif dari
paparan pestisida mencakup kerusakan saraf, kelainan bawaan, kematian janin,
dan gangguan perkembangan sistem saraf (wikipedi.org).
3.4.3. Tumbuhan
Pestisida menghalangi proses pengikatan nitrogen yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman. Insektisida DDT, metil paration, dan pentaklorofenol
diketahui mengganggu hubungan kimiawi antara tanaman legum dan bakteri
rhizobium. Dengan berkurangnya hubungan simbiotik antara keduanya
menyebabkan pengikatan nitrogen menjadi terganggu sehingga mengurangi hasil
tanaman pertanian. Pestisida dapat membunuh lebah dan berakibat buruk terhadap
proses penyerbukan tumbuhan, hilangnya spesies tumbuhan yang bergantung
pada lebah dalam penyerbukannya, dan keruntuhan koloni lebah. Penerapan
pestisida pada tanaman yang sedang berbunga dapat membunuh lebah madu yang
akan hinggap di atasnya (wikipedia.org).

14
3.4.4. Kehidupan akuatik
Ikan dan biota akuatik lainnya dapat mengalami efek buruk dari perairan
yang terkontaminasi pestisida. Aliran permukaan yang membawa pestisida hingga
sungai membawa dampak yang mematikan bagi kehidupan di perairan, dan dapat
membunuh ikan dalam jumlah besar.
Penerapan herbisida di perairan dapat membunuh ikan ketika tanaman
yang mati membusuk dan proses pembusukan tersebut mengambil banyak
oksigen di dalam air, sehingga membuat ikan kesulitan bernafas. Beberapa
herbisida mengandung tembaga sulfit yang beracun bagi ikan dan hewan air
lainnya. Penerapan herbisida pada perairan dapat mematikan tanaman air yang
menjadi makanan dan penunjang habitat ikan, menyebabkan berkurangnya
populasi ikan. Pestisida dapat terakumulasi di perairan dalam jangka panjang dan
mampu membunuh zooplankton, sumber makanan utama ikan kecil. Beberapa
ikan memakan serangga; kematian serangga akibat pestisida dapat menyebabkan
ikan kesulitan mendapatkan makanan. Semakin cepat pestisida terurai di
lingkungan, dampak dan bahayanya semakin berkurang. Selain itu, telah diketahui
bahwa insektisida secara umum memiliki dampak yang lebih berbahaya bagi biota
akuatik dibandingkan herbisida dan fungisida. Salah satu pengaplikasian pestisida
di perairan yaitu penggunaan algisida pada alga, dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Penggunaan algisida(wikipedia.org).

Perairan yang tercemar oleh residu pestisida apabila telah mencapai


konsentrasi tertentu akan sangat berpengaruh terhadap lingkungan dan organisme
akuatik yang hidup di dalamnya. Ikan yang hidup dalam lingkungan perairan yang
tercemar pestisida akan menyerap bahan aktif pestisida tersebut dan tersimpan
dalam tubuh, karena ikan merupakan akumulator yang baik bagi berbagai jenis

15
pestisida terutama yang bersifat lipofilik (mudah terikat dalam jaringan lemak).
Dalam kondisi perairan yang subletal, kandungan residu pestisida dalam tubuh
ikan yang terbentuk melalui proses bioakumulasi akan semakin tinggi dengan
meningkatnya konsentrasi dan bertambahnya waktu pemaparan hingga mencapai
kondisi steady state. Seperti yang terjadi Januari 2020 Puluhan ribu ikan di kolam
Tandu Harian (KTH) PLTA Timo, Jelok, Desa Tlompakan, Kecamatan Tuntang,
Kabupaten Semarang, belum lama ini mati secara massal dan diduga disebabkan
oleh pestisida.

Gambar 8. Puluhan ribu ikan di kolam Tandu Harian (KTH) PLTA


Timo mati disebabkan oleh pestisida

Pengelola pemancingan KTH PLTA Timo, Tamin mengungkapkan


sumber air kolam tersebut berasal dari Rawa Pening. Jenis ikan yang ada di KTH
PLTA adalah patin, nila, graskap, blaster, carter dan talas. Ia menduga salah satu
penyebab air kematian ikan akibat keracunan pestisida. Kemungkinan tercemar
dari air Rawa Pening, karena ikan di rawa juga banyak yang mati. Terbanyak yang
mati adalah ikan jenis talas. Sejak pertama ada pencemaran, sekitar 2,5ton yang
mati,” ungkapnya.

Pengaruh lanjut dari bioakumulasi pestisida pada konsentrasi tertentu


secara signifikan dapat menurunkan laju pertumbuhan dan berdampak terhadap
kondisi hematologis ikan (Taufik, 2005). Hal lain yang perlu lebih diwaspadai

16
adalah terjadinya biomagnifikasi, yaitu kontaminasi dan akumulasi residu
pestisida di dalam tubuh mahluk hidup melalui rantai makanan. Artinya, semakin
tinggi kedudukan mahluk hidup dalam rantai makanan maka akan semakin
berpotensi untuk terkontaminasi dan mengakumulasi residu pestisida dalam tubuh
termasuk manusia yang menempati posisi puncak dalam rantai makanan.
3.5. Upaya penanggulangan dampak dari penggunaan pestisida.
Pencemaran dari residu pestisida sangat membahayakan bagi lingkungan
dan kesehatan, sehingga perlu adanya pengendalian dan pembatasan dari
penggunaan pestisida tersebut serta mengurangi pencemaran yang diakibatkan
oleh residu pestisida. Dalam hal ini berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi
dampak negatif pestisida dan mencegah pencemaran lebih berlanjut lagi.
Salah satu upaya yang dapat mengatasi pencemaran akibat pestisida yaitu
dengan metode bioremediasi, bioremediasi adalah proses penguraian limbah
organik/anorganik polutan dari sampah organik dengan menggunakan organisme
(bakteri, fungi, tanaman atau enzimnya) dalam mengendalikan pencemaran pada
kondisi terkontrol menjadi suatu bahan yang tidak berbahaya atau konsentrasinya
di bawah batas yang ditentukan oleh lembaga berwenang dengan tujuan
mengontrol atau mereduksi bahan pencemar dari lingkungan (Vidali et al., 2011;
Singh et al., 2011).
Penggunaan mikroba untuk detoksifikasi, degradasi, dan penghilangan
senyawa beracun dari tanah dan air yang terkontaminasi telah muncul sebagai
teknik yang efisien untuk membersihkan lingkungan yang tercemar. Degradasi
mikroba dari senyawa kimia di lingkungan merupakan rute penting untuk
menghilangkan senyawa ini. Biodegradasi senyawa-senyawa ini, misalnya
insektisida seringkali berbentuk kompleks dan melibatkan serangkaian reaksi
biokimiawi. Saat ini, di antara berbagai kelompok insektisida yang digunakan di
seluruh dunia, insektisida organofosfat paling banyak digunakan yang
menyumbang lebih dari 36% dari total pasar dunia. Akumulasi organofosfat ini
memilik bahaya kesehatan yang tinggi. Oleh karena itu, degradasi pestisida
golongan ini sangat penting dilakukan (Thabit dan Naggar., 2013).

17
Tahun 2015 Damian melakukan penelitian tentang bioremediasi dari
pestisida dengan memanfaatkan mikroorganisme dan dengan bantuan filter
diharapkan pestisida dapat terjerap sehingga pestisida yang mengcemari perairan
dapat berkurang, metodenya dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9. Proses bioremediasi


Sebagian besar strategi bioremediasi yang dipertimbangkan untuk sumber
daya air yang terkontaminasi pestisida melibatkan biofiltrasi. Ada dua alasan
utama untuk ini. Pertama, pestisida dalam sumber daya air pada umumnya bersifat
mobile. Biofiltrasi memungkinkan desain kompartemen bioremediasi terbatas di
mana air yang terkontaminasi pestisida dapat mengalir. Kedua, hidrodinamika dari
beberapa jenis sistem biofiltrasi dapat dikontrol sedemikian rupa sehingga
memungkinkan tingkat pemuatan pestisida dan substrat karbon yang tinggi
bahkan ketika pada konsentrasi rendah. Laju pemuatan tinggi dapat memiliki efek
positif pada biodegradasi dengan menghasilkan fluks substrat tinggi yang
akibatnya meningkatkan aktivitas metabolisme, meskipun laju pemuatan tinggi
juga dapat membatasi waktu tinggal hidraulik yang dapat memiliki efek negatif
pada bioremediasi. Beberapa skema bioremediasi umum untuk sumber daya air
yang terkontaminasi pestisida terkait dengan produksi air minum dapat dilihat
pada Gambar 10.

18
Gambar 10. Skema bioremediasi
Pestisida dalam tanah dapat terdegradasi dengan berbagai cara; metode
tradisional termasuk degradasi fisik, degradasi kimia, dan degradasi fisik-kimia,
yang pada dasarnya menyebabkan polusi sekunder. Dalam beberapa tahun
terakhir, degradasi mikroba lebih sering digunakan karena pestisida terutama
digunakan sebagai nutrisi mikroba, dan akhirnya terurai menjadi beberapa
molekul kecil, seperti CO2 dan H2O. Kemajuan itu disebut reaksi enzimatik, yang
mencakup bahwa senyawa itu masuk ke tubuh mikroorganisme melalui cara
tertentu terlebih dahulu, dan kemudian melalui serangkaian reaksi fisiologis dan
biokimiawi di bawah reaksi beragam enzim, akhirnya pestisida akan sepenuhnya
terdegradasi atau dipecah menjadi senyawa molekul yang lebih kecil yang
memiliki toksisitas rendah atau kurang toksisitas.
Sebagai contoh, Pseudomonas sp strain ADP menggunakan atrazin
sebagai satu-satunya sumber karbon, dan tiga enzim terlibat dalam beberapa
langkah pertama degradasi atrazin. Enzim pertama adalah AtzA, yang
mengkatalisasi reaksi deklorinasi hidrolisis atrazin menjadi hidroksil atrazin tidak
beracun, dan itu adalah enzim kunci dari degradasi biologis atrazin. Enzim kedua
adalah AtzB, yang mengkatalisis dehidroklorinasi hidroksi atrazin untuk
menghasilkan N-isopropil sianurat amida. Enzim ketiga adalah AtzC, yang
mengkatalisis asam sianurat dan isopropilamin yang diformulasikan oleh N-
isopropil sianurat amida. Akhirnya, atrazin terdegradasi menjadi CO2 dan NH3.
Sebagai pendegradasi enzim lebih tahan terhadap kondisi lingkungan
normal daripada sel mikroba yang dapat menghasilkan enzim seperti itu, dan
efisiensi degradasi enzim jauh lebih tinggi daripada mikroorganisme, terutama
untuk konsentrasi rendah pestisida. Oleh karena itu, orang ingin menggunakan

19
enzim untuk memurnikan lingkungan, yang dicemari oleh pestisida sebagai cara
yang lebih efektif. Namun, enzim pendegradasi mudah dinonaktifkan di bawah
pengaruh non-degenerasi dan adsorpsi tanah dalam tanah, sehingga sulit untuk
mempertahankan aktivitas yang terdegradasi untuk waktu yang lama. Juga,
mobilitas enzim yang buruk di tanah dan faktor-faktor lain membatasi penerapan
enzim yang merendahkan dalam praktik.
Banyak percobaan telah menunjukkan bahwa sebagian besar gen yang
mengkode enzim ini dikendalikan pada plasmid , misalnya, bio-degradasi 2,4-D
dikendalikan oleh gen yang dibawa pada plasmid. Pestisida terdegradasi melalui
ekspresi gen plasmid dan gen kromosom pada bakteri. Degradasi yang dapat
dimasukkan termasuk oksidasi (reaksi hidroksilasi, seperti hidroksilasi gugus,
hidroksilasi alifatik, hidroksilasi N, epoksidasi, oksidasi-N, oksidasi P, oksidasi P,
dealkogenasi oksidatif, dehalogenasi oksidatif, dan deoksidasi oksidatif, reduksi,
reduksi dan reduksi, reduksi, reduksi nitro dehalogenasi), hidrolisis (beberapa
ester seperti tiofosfat, tiokarbamat, dll., yang memiliki ikatan ester yang dapat
dihidrolisis oleh bakteri), dehidrogenasi, dehalogenasi, dekarboksilasi,
kondensasi, sintesis, dan sebagainya.
Bakteri akan mengubah makromolekul organik menjadi molekul kecil
yang tidak beracun, sehingga menghindari polusi sekunder. Beberapa penelitian
telah menunjukkan bahwa mineralisasi dan co-metabolisme adalah mekanisme
utama untuk degradasi lebih lanjut dari pestisida dan produk antara mereka.
Seluruh mekanisme degradasi dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, adsorpsi
target, itu terjadi pada permukaan membran sel dan merupakan proses
keseimbangan dinamis yang juga kritis. Kedua, target masuk ke dalam sel melalui
permukaan membran sel, dan laju penetrasi dan efisiensi terkait dengan struktur
molekul isomerisme target. Ketiga, target xenobiotik melakukan reaksi enzimatik
dengan cepat pada membran.
Mineralisasi adalah istilah umum untuk konversi senyawa organik menjadi
senyawa anorganik di bawah aksi mikroba tanah. Banyak pestisida kimia adalah
komponen dari senyawa alami, dan beberapa mikroorganisme memiliki enzim
untuk mendegradasinya. Mereka dapat digunakan sebagai sumber nutrisi mikroba

20
dan kemudian didegradasi menjadi senyawa anorganik, karbon dioksida, dan air
oleh mikroorganisme. Mineralisasi adalah cara ideal untuk menurunkan karena
pestisida benar-benar terdegradasi menjadi zat anorganik tidak beracun. Co-
metabolic disebut bahwa beberapa zat kimia seperti insektisida, fungisida, dan
herbisida, dll. Sebagai contoh, Deng et al. menemukan bahwa Aspergillus niger
YAT dapat menurunkan beta-CY (β-CY) dan zat antara sepenuhnya oleh ko-
metabolisme dan cara mineralisasi, dan seluruh proses degradasi dianalisis,
sementara ada analisis yang jarang pada strain degradasi piretroid lainnya. Jalur
degradable β-CY oleh Aspergillus niger YAT dapat dilihat pada Gambar 11.

21
Gambar 9. Jalur biodegradasi mikroorganisme terhadap pestisida
Alternatif lain mengurangi penggunaan pestisida sintetik

Salah satu upaya untuk mengurangi residu pestisida sintetik adalah


penggunaan biopestisida. Menurut United States Enviromental Protection
Agency (EPA) biopestisida merupakan pestisida yang dibuat dari bahan-bahan
alami seperti hewan, tumbuhan, mikroorganisme dan beberapa jenis mineral
(Saepudin dan Dea, 2012). Pestisida hayati atau biopestisida terbuat dari zat
alami yang dapat mengontrol hama dengan mekanisme yang non karsinogenik
dan ramah lingkungan. Biopestisida dapat mengurangi ancaman bagi lingkungan
dan kesehatan manusia dibandingkan dengan pestisida sintetik, manfaat
menggunakan biopestisida tidak berbahaya, ramah terhadap lingkungan, efektif
dalam konsentrasi kecil dan memiliki peran yang sangat baik dalam
Pengendalian Hama Terpadu (PHT).

Kinerja pestisida alami mampu bersaing dengan pestisida sintetik dapat


dilihat kemampuannya dalam menghambat enzim AChE dengan cara mengukur
persen hambatan pestisida terhadap enzim AChE. Pestisida sintetik bersifat toksik,
sulit terdegradasi dan juga menimbulkan berbagai dampak negatif bagi lingkungan
(Supriadi, 2013). Oleh karena itu, pestisida alami digunakan untuk meminimalisir
penggunaan pestisida sintetik, karena pestisida alami ramah lingkungan, relatif
tidak berbahaya terhadap manusia, bersifat spesifik terhadap target sehingga tidak

22
mematikan organisme non target dan mudah terdegradasi sehingga mengurangi
residu pestisida pada produk pertanian (Saepudin dan Dea, 2012).

Pestisida nabati diperoleh dari ekstrak tanaman yang dapat berfungsi


sebagai senyawa pembunuh, penolak, pengikat dan penghambat pertumbuhan.
Peluang pengembangan pestisida nabati di Indonesia dinilai sangat strategis
mengingat tanaman sumber bahan insektisida banyak tersedia dengan berbagai
macam kandungan kimia yang bersifat racun (Nurjanani dkk., 2013).

Pembuatan biopestisida dapat menggunakan tanaman karena umumnya


tanaman mengandung senyawa metabolit sekunder seperti fenol, flavonoid,
terpenoid, kuinon, tanin, alkaloid, saponin, kumarin dan sterol efektif dapat
menyerang spesies hama yang berbeda. Produk pestisida dari tanaman telah
ditemukan dalam bentuk antifeedant, penolak, pelindung dan mengganggu
pertumbuhan hormon hama dan sebagai biosida lainnya (Mathew, 2016).
Pada tahun 2016 Jahiding dan Mashuni telah melakukan penelitian tentang
pembuatan bio oil dari limbah kulit kakao dengan metode pirolisis. Kandungan
bio oil yang dihasilkan mengandung senyawa fenolik, hidrokarbon, alkohol,
lignin, selulosa dan hemiselulosa (lignoselulosa), sehingga bio oil tersebut
berpotensi dimanfaatkan sebagai pengawet makanan dan biopestisida untuk
membasmi hama tanaman (Mashuni dkk., 2017). Hal ini juga selain
meningkatkan nilai dari limbah kulit juga dapat mengurangi munculnya
percemaran baru yang disebabkan limbah-limbah kulit kakao.

23
IV. PENUTUP

4.1. KESIMPULAN

Berdasarkan tujuan dari makalah ini maka dapat ditarik kesimpulan


sebagai berikut:
1. Pestisida adalah zat atau campuran zat yang bertujuan untuk mencegah,
membunuh, atau mengendalikan hama tertentu, termasuk vektor penyakit bagi
manusia dan hewan, spesies tanaman atau hewan yang tidak diinginkan yang
dapat menyebabkan kerusakan selama produksi, pemrosesan, penyimpanan,
transportasi, atau pemasaran bahan pertanian.
2. Pestisida dapat memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang
merusak tanaman atau hasil-hasil pertanian lainnya.
3. Pestisida dapat tersuspensi di udara sebagai partikulat yang terbawa oleh
angin ke area selain target dan mengkontaminasinya. Penyebaran pestisida di
udara terjadi melalui proses penguapan oleh foto-dekomposisi sinar matahari
terhadap badan air dan tumbuhan. Selain itu masuknya pestisda diudara
disebabkan oleh driff yaitu proses penyebaran pestisida ke udara melalui
penyemprotan oleh petani yang terbawa angin.
4. Penggunaannya pestisida dapat menimbulkan berbagai macam
permasalahan meliputi resistensi dan resurgensi hama, matinya musuh alami,
kesehatan petani dan konsumen.
5. Cara mengatasi pencemaran yang diakibatkan oleh pestisida yaitu dengan
bioremediasi dengan memanfaatkan mikroorganisme untuk memecah
pestisida dalam perairan maupun didalam tanah. Alternatif lain untuk
mengurangi penggunaan pestisida sintetik adalah dengan menggunakan
pestisida nabati yang lebih aman bagi lingkungan dan kesehatan.

24
DAFTAR PUSTAKA
Bingham, S., 2007, Pesticides in rivers and groundwater. Environment Agency.

Damalas, Christos A., dan Ilias G. E., Pesticide Exposure, Safety Issues, and Risk
Assessment Indicators, International Journal of Environmental Research
and Public Health.
Damian E.H., 2015, Bioremediation of Pesticide Contaminated Water Resources:
The Challenge of Low Concentrations, Biotecnology,
doi.10.1016/j.copbio.2015.02.012.
Djojosumarto, P., 2008, Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian, Kanisius,
Yogyakarta.
Djojosumarto, P., 2008, Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian, Kanisius,
Yogyakarta.
Enviromental Protection Agency, 2009, Types of Pesticides, Diakses 07 mei 2020.
Gilden R.C., Huffling K. dan Sattler B., 2010, Pesticides and Health Risks, J
Obstet Gynecol Neonatal Nurs. 39 (1).
http://wikipedia.org.
Kumparan.com, 6 Cara Menggunakan Pestisida yang Biasa Dilakukan di
Lapangan, diakses 08 mei 2020.

Mashuni, Muhammad J., Kurniasih I. dan Zulkaidah, 2017, Characterization of


Preservative and Pesticide as Potential of Bio Oil Compound From
Pyrolisis of Cocoa Shell Using Gas Chromatography, International
Conference on Chemistry, Chemical Process and Engineering (IC3PE)
2017.
Miller G.T., 2004, Sustaining the Earth, 6th edition. Thompson Learning, Inc.
Pacific Grove, California.

Miller, G.T., 2004, Sustaining the Earth, 6th edition, Thompson Learning, Inc.
Pacific Grove: California.
National Park Service, US Department of the Interior, Diakses 07 mei 2020.
Perveen, F., 2011, Pesticides-Advantages in Integrated Pest Management,
Crotihia In Tech.
Sofia dan Diana, 2002, Pengaruh Pestisida dalam Lingkungan Pertanian,
Sumatra Utara:USU.
Sudarmo, S., 1991, Pestisida, Penerbit Kanisius: Yogyakarta.

Sulistiyono, L., 2004, Dilema Penggunaan Pestisida Dalam Sistem Pertanian


Tanaman Hortikultura di Indonesia,

25
Tashkent, 1998, Conditions and provisions for developing a national strategy for
biodiversity conservation, Diakses 07 mei 2020.
Taufik, I., 2011, Pencemaran Pestisida Pada Perairan Perikanan Di Sukabumi-
Jawa Barat Media Akuakultur, 6(1).
Taufik, I., Koesoemadinata, S., Sutrisno, dan Nugraha, A. 2003., Tingkat
akumulasi residu pestisida pertanian di perairan tambak. J. Pen. Perik.
Indonesia, 9(4).
United State Environmental Protection Agency, 2017, What is a pesticide?,
epa.gov, Diakses 07 mei 2020.
Yuantari, M.C., 2011, Dampak Pestisida Organoklorin Terhadap Kesehatan
Manusia Dan Lingkungan Serta Penanggulangannya, Prosiding Seminar
Nasional, Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di
Indonesia.

26

Anda mungkin juga menyukai