OLEH:
IRNAWATI
G2L1 19002
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah Dampak Lingkungan Kegiatan Industri Kimia Pada
Bidang Industri Pestisida yang merupakan salah satu tugas untuk memenuhi
syarat kelulusan dalam mata kuliah kimia lingkungan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih sangat jauh dari
kata sempurna sehingga masih ada kekurangan baik dari segi konten, susunan
kalimat, serta tata bahasanya. Oleh karena itu dengan suka cita penulis menerima
segala kritik, sanggahan serta saran dari pembaca untuk penulis, supaya dapat
lebih baik lagi dalam penulisan makalah selanjutnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
I. PENDAHULUAN......................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.........................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
II. LANDASAN TEORI................................................................................................3
III. PEMBAHASAN......................................................................................................5
3.1. Pengertian Pestisida.............................................................................................5
3.2. Manfaat penggunaan pestisida.............................................................................7
3.3. Persebaran pestisida dilingkungan.......................................................................8
3.3.1. Persebaran di udara.................................................................................8
3.3.2. Persebaran di perairan.............................................................................9
3.3.3. Persebaran di tanah...............................................................................10
3.4. Dampak penggunaan pestisida terhadap lingkungan...................................11
3.4.1. Dampak pada lingkungan.....................................................................12
3.4.2. Manusia dan pertaniannya....................................................................12
3.4.3. Tumbuhan.............................................................................................13
3.4.4. Kehidupan akuatik................................................................................14
3.5. Upaya penanggulangan dampak dari penggunaan pestisida.......................16
IV. PENUTUP.............................................................................................................23
4.1. KESIMPULAN...........................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................24
iii
I. PENDAHULUAN
Pestisida berasal dari kata pest, yang berarti hama dan cida, yang berarti
pembunuh, jadi pestisida adalah suatu senyawa kimia yang digunakan untuk
membunuh atau mengendalikan berbagai hama yang mengganggu pertumbuhan
tanaman. Secara luas pestisida diartikan sebagai suatu zat yang dapat bersifat
racun, menghambat pertumbuhan/perkembangan, tingkah laku, kesehatan,
pengaruh hormon, penghambat makanan dan aktivitas lainnya yang
mempengaruhi organisme penggangu tanaman (OPT). Sedangkan menurut The
United State Federal Environmental Pesticide Control Act, pestisida adalah
semua zat atau campuran zat yang khusus untuk memberantas atau mencegah
gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, cendawan, gulma, virus,
bakteri, jasad renik yang dianggap hama kecuali virus, bakteri atau jasad renik
yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya (Yuantari, 2011).
1
dalamnya (Taufik, 2011). Pestisida dapat menjangkau dan mengkontaminasi lahan
dan perairan ketika disemprot secara aerial, dibiarkan mengalir dari permukaan
ladang atau dibiarkan menguap dari lokasi produksi dan penyimpanan,
penggunaan pestisida berlebih justru akan menjadikan hama dan gulma resistan
terhadap pestisida (Tashkent, 1998).
Berdasarkan hal tersebut maka penulis mengangkat topik pada makalah ini
yaitu dampak lingkungan kegiatan industri pada industri pestisida sebagai salah
satu tugas yang menjadi persyaratan kelulusan mata kuliah kimia lingkungan.
Tujuan penulisan makalah ini agar pembaca mengetahui dampak-dampak negatif
yang disebabkan karena penggunaan pestisida sintetik secara berlebihan agar
masyarakat lebih sadar dalam menjaga kelestarian lingkungan sekitar.
2
II. LANDASAN TEORI
3
berlebihan untuk mengamankan produknya meskipun secara konsepsional
pestisida merupakan alternatif terakhir dalam pengendalian OPT. Faktor yang
menyebabkan tingginya penggunaan pestisida di negara-negara berkembang
adalah ketidakpedulian petani terhadap resiko gagal panen dan tidak
sempurnanya informasi tentang pestisida yang mereka gunakan (Amilia dkk.,
2016).
4
III. PEMBAHASAN
5
Berbagai pestisida dapat dikelompokan menjadi famili senyawa kimianya.
Famili senyawa kimia pestisida yang terkenal yaitu organoklorin, organofosfat,
dan karbamat. Famili hidrokarbon organoklorin dapat dibagi menjadi
diklorodifeniletana (DDT), senyawa siklodiena, dan lainnya. Organoklorin
bekerja dengan mengganggu keseimbangan ion kalium-natrium di dalam jaringan
saraf. Tingkat keracunan senyawa ini dapat bervariasi, tetapi seluruh senyawa
organoklorin bersifat persisten dan dapat terakumulasi secara biologi.
Organofosfat dan karbamat telah menggantikan organoklorin. Keduanya
menghambat kerja enzim asetilkolinesterase yang mengirimkan asetilkolin ke
jaringan saraf, mampu menyebabkan kelumpuhan. Organofosfat secara umum
beracun bagi vertebrata.
6
tanaman sehingga meracuni hama yang menghisap nutrisi tanaman. Insektisida
dan fungisida bergerak melalui xylem. Insektisida sistemik dapat membahayakan
serangga non target, bahkan serangga yang menguntungkan seperti lebah dan
polinator lainnya, karena sinsektisida sistemik juga bergerak dari dalam tubuh
tumbuhan ke bunga. Pestisida juga bisa diklasifikasikan berdasarkan kemampuan
terurainya (biodegradable dan persisten) yang dapat berlangsung selama beberapa
detik hingga tahunan. DDT membutuhkan waktu tahunan untuk terurai di alam,
dan akan terakumulasi dalam rantai makanan (Environmental Protection Agency,
2009). Jenis-jenis pestisida lainnya dapat dilihat pada tabel 1.
Pestisida Sasaran
Herbisida Gulma
Algasida Alga
Avisida Burung
Bakterisida Bakteri
Fungisida Fungi
Insektisida Serangga
Mitisida Tungau
Molluskisida Siput
Nematisida Nematoda
Rodentisida Rodent
Virusida Virus
Larvisida Ulat
Ovisida Telur
7
Pisisida Ikan mujair
Termisida Rayap
Menurut Djojosmarto tahun 2008 Pestisida adalah semua zat kimia atau
bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk beberapa tujuan
berikut:
8
Gambar 2. Aplikasi pestisida Gambar 3. Aplikasi pestisida
pada pertanian pada perkebunan
3.3. Persebaran pestisida dilingkungan.
9
berfungsi sebagai pemecah angin yang menyerap pestisida dan mencegah
persebaran ke area lain.
3.3.2. Persebaran di perairan
10
Gambar 4. Proses pergerakan pestisida di lingkungan (wikipedia.org)
11
menimbulkan berbagai macam permasalahan meliputi resistensi dan resurgensi
hama, matinya musuh alami, kesehatan petani dan konsumen. Diagram alir peran
pestisida dalam peningkatan produksi dan dampak negatif yang ditimbulkan dari
penggunaan pestisida di lingkungan dapat dilihat pada gambar 5.
12
pestisida sehingga dibutuhkan penelitian untuk mengembangkan pestisida jenis
baru (Miller, 2004).
Dalam mengurangi dampak negatif ini, pestisida diharapkan mampu
terdegradasi atau setidaknya tidak menjadi aktif setelah masuk ke lingkungan di
luar lahan target penyemprotan. Inaktivasi dapat dilakukan dengan
mendayagunakan sifat kimia dari senyawa atau memanfaatkan proses yang terjadi
di lingkungan. Adsorpsi pestisida oleh tanah juga dapat menghambat pergerakan
pestisida, tetapi membahayakan keanekaragaman hayati di dalam tanah
(wikipedia.org).
3.4.2. Manusia dan pertaniannya
Dalam penerapannya, tidak semua pestisida sampai ke sasaran. Kurang
dari 20% pestisida sampai ke tumbuhan. Akumulasi dari pestisida dapat
mencemari lahan pertanian dan apabila masuk dalam rantai makanan, dapat
menimbulkan macam-macam penyakit, misalnya kanker, mutasi, bayi lahir cacat,
dan CAIDS. Pestisida yang paling merusak adalah pestisida sintesis, yaitu
golongan organoklorin. Tingkat kerusakan yang dihasilkan lebih tinggi ketimbang
senyawa lain, mengingat jenis ini peka akan sinar matahari dan tidak mudah
terurai. Di Indonesia, kasus pencemaran karena pestisida telah menimbulkan
kerugian. Di Lembang dan Pangalengan, tanah disekitar pertanian kebun wortel,
tomat, kubis dan buncis tercemar oleh organoklorin. Sungai Cimanuk juga
tercemar akibat hasil-hasil pertanian yang tercemar pestisida (Sofia dan Diana,
2002).
Menurut data WHO dampak dan risiko penggunaan pestisida kimia selama
ini 25 juta kasus dan meningkat pada tiap tahunnya. Data lain dari ILO pada tahun
1996 menunjukkan 14% pekerja di pertanian terkena bahaya pestisida dan 10%-
nya terkena bahaya yang fatal. Fenomena seperti ini juga terjadi di sentra
pertanian Indonesia seperti Brebes dan Tegal. Bahaya efek pestisida terhadap
kesehatan dapat dilihat pada gambar 6.
13
Gambar 6. Bahaya pestisida terhadap kesehatan manusia
Pestisida dapat menyebabkan efek akut dan jangka panjang bagi pekerja
pertanian yang terpapar. Paparan pestisida dapat menyebabkan efek yang
bervariasi, mulai dari iritasi pada kulit dan mata hingga efek yang lebih
mematikan yang mempengaruhi kerja saraf, mengganggu sistem hormon
reproduksi, dan menyebabkan kanker. Sebuah studi pada tahun 2007 pada
limfoma non-Hodgkin dan leukemia menunjukan hubungan positif dengan
paparan pestisida. Bukti yang kuat juga menunjukan bahwa dampak negatif dari
paparan pestisida mencakup kerusakan saraf, kelainan bawaan, kematian janin,
dan gangguan perkembangan sistem saraf (wikipedi.org).
3.4.3. Tumbuhan
Pestisida menghalangi proses pengikatan nitrogen yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman. Insektisida DDT, metil paration, dan pentaklorofenol
diketahui mengganggu hubungan kimiawi antara tanaman legum dan bakteri
rhizobium. Dengan berkurangnya hubungan simbiotik antara keduanya
menyebabkan pengikatan nitrogen menjadi terganggu sehingga mengurangi hasil
tanaman pertanian. Pestisida dapat membunuh lebah dan berakibat buruk terhadap
proses penyerbukan tumbuhan, hilangnya spesies tumbuhan yang bergantung
pada lebah dalam penyerbukannya, dan keruntuhan koloni lebah. Penerapan
pestisida pada tanaman yang sedang berbunga dapat membunuh lebah madu yang
akan hinggap di atasnya (wikipedia.org).
14
3.4.4. Kehidupan akuatik
Ikan dan biota akuatik lainnya dapat mengalami efek buruk dari perairan
yang terkontaminasi pestisida. Aliran permukaan yang membawa pestisida hingga
sungai membawa dampak yang mematikan bagi kehidupan di perairan, dan dapat
membunuh ikan dalam jumlah besar.
Penerapan herbisida di perairan dapat membunuh ikan ketika tanaman
yang mati membusuk dan proses pembusukan tersebut mengambil banyak
oksigen di dalam air, sehingga membuat ikan kesulitan bernafas. Beberapa
herbisida mengandung tembaga sulfit yang beracun bagi ikan dan hewan air
lainnya. Penerapan herbisida pada perairan dapat mematikan tanaman air yang
menjadi makanan dan penunjang habitat ikan, menyebabkan berkurangnya
populasi ikan. Pestisida dapat terakumulasi di perairan dalam jangka panjang dan
mampu membunuh zooplankton, sumber makanan utama ikan kecil. Beberapa
ikan memakan serangga; kematian serangga akibat pestisida dapat menyebabkan
ikan kesulitan mendapatkan makanan. Semakin cepat pestisida terurai di
lingkungan, dampak dan bahayanya semakin berkurang. Selain itu, telah diketahui
bahwa insektisida secara umum memiliki dampak yang lebih berbahaya bagi biota
akuatik dibandingkan herbisida dan fungisida. Salah satu pengaplikasian pestisida
di perairan yaitu penggunaan algisida pada alga, dapat dilihat pada gambar 7.
15
pestisida terutama yang bersifat lipofilik (mudah terikat dalam jaringan lemak).
Dalam kondisi perairan yang subletal, kandungan residu pestisida dalam tubuh
ikan yang terbentuk melalui proses bioakumulasi akan semakin tinggi dengan
meningkatnya konsentrasi dan bertambahnya waktu pemaparan hingga mencapai
kondisi steady state. Seperti yang terjadi Januari 2020 Puluhan ribu ikan di kolam
Tandu Harian (KTH) PLTA Timo, Jelok, Desa Tlompakan, Kecamatan Tuntang,
Kabupaten Semarang, belum lama ini mati secara massal dan diduga disebabkan
oleh pestisida.
16
adalah terjadinya biomagnifikasi, yaitu kontaminasi dan akumulasi residu
pestisida di dalam tubuh mahluk hidup melalui rantai makanan. Artinya, semakin
tinggi kedudukan mahluk hidup dalam rantai makanan maka akan semakin
berpotensi untuk terkontaminasi dan mengakumulasi residu pestisida dalam tubuh
termasuk manusia yang menempati posisi puncak dalam rantai makanan.
3.5. Upaya penanggulangan dampak dari penggunaan pestisida.
Pencemaran dari residu pestisida sangat membahayakan bagi lingkungan
dan kesehatan, sehingga perlu adanya pengendalian dan pembatasan dari
penggunaan pestisida tersebut serta mengurangi pencemaran yang diakibatkan
oleh residu pestisida. Dalam hal ini berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi
dampak negatif pestisida dan mencegah pencemaran lebih berlanjut lagi.
Salah satu upaya yang dapat mengatasi pencemaran akibat pestisida yaitu
dengan metode bioremediasi, bioremediasi adalah proses penguraian limbah
organik/anorganik polutan dari sampah organik dengan menggunakan organisme
(bakteri, fungi, tanaman atau enzimnya) dalam mengendalikan pencemaran pada
kondisi terkontrol menjadi suatu bahan yang tidak berbahaya atau konsentrasinya
di bawah batas yang ditentukan oleh lembaga berwenang dengan tujuan
mengontrol atau mereduksi bahan pencemar dari lingkungan (Vidali et al., 2011;
Singh et al., 2011).
Penggunaan mikroba untuk detoksifikasi, degradasi, dan penghilangan
senyawa beracun dari tanah dan air yang terkontaminasi telah muncul sebagai
teknik yang efisien untuk membersihkan lingkungan yang tercemar. Degradasi
mikroba dari senyawa kimia di lingkungan merupakan rute penting untuk
menghilangkan senyawa ini. Biodegradasi senyawa-senyawa ini, misalnya
insektisida seringkali berbentuk kompleks dan melibatkan serangkaian reaksi
biokimiawi. Saat ini, di antara berbagai kelompok insektisida yang digunakan di
seluruh dunia, insektisida organofosfat paling banyak digunakan yang
menyumbang lebih dari 36% dari total pasar dunia. Akumulasi organofosfat ini
memilik bahaya kesehatan yang tinggi. Oleh karena itu, degradasi pestisida
golongan ini sangat penting dilakukan (Thabit dan Naggar., 2013).
17
Tahun 2015 Damian melakukan penelitian tentang bioremediasi dari
pestisida dengan memanfaatkan mikroorganisme dan dengan bantuan filter
diharapkan pestisida dapat terjerap sehingga pestisida yang mengcemari perairan
dapat berkurang, metodenya dapat dilihat pada gambar 9.
18
Gambar 10. Skema bioremediasi
Pestisida dalam tanah dapat terdegradasi dengan berbagai cara; metode
tradisional termasuk degradasi fisik, degradasi kimia, dan degradasi fisik-kimia,
yang pada dasarnya menyebabkan polusi sekunder. Dalam beberapa tahun
terakhir, degradasi mikroba lebih sering digunakan karena pestisida terutama
digunakan sebagai nutrisi mikroba, dan akhirnya terurai menjadi beberapa
molekul kecil, seperti CO2 dan H2O. Kemajuan itu disebut reaksi enzimatik, yang
mencakup bahwa senyawa itu masuk ke tubuh mikroorganisme melalui cara
tertentu terlebih dahulu, dan kemudian melalui serangkaian reaksi fisiologis dan
biokimiawi di bawah reaksi beragam enzim, akhirnya pestisida akan sepenuhnya
terdegradasi atau dipecah menjadi senyawa molekul yang lebih kecil yang
memiliki toksisitas rendah atau kurang toksisitas.
Sebagai contoh, Pseudomonas sp strain ADP menggunakan atrazin
sebagai satu-satunya sumber karbon, dan tiga enzim terlibat dalam beberapa
langkah pertama degradasi atrazin. Enzim pertama adalah AtzA, yang
mengkatalisasi reaksi deklorinasi hidrolisis atrazin menjadi hidroksil atrazin tidak
beracun, dan itu adalah enzim kunci dari degradasi biologis atrazin. Enzim kedua
adalah AtzB, yang mengkatalisis dehidroklorinasi hidroksi atrazin untuk
menghasilkan N-isopropil sianurat amida. Enzim ketiga adalah AtzC, yang
mengkatalisis asam sianurat dan isopropilamin yang diformulasikan oleh N-
isopropil sianurat amida. Akhirnya, atrazin terdegradasi menjadi CO2 dan NH3.
Sebagai pendegradasi enzim lebih tahan terhadap kondisi lingkungan
normal daripada sel mikroba yang dapat menghasilkan enzim seperti itu, dan
efisiensi degradasi enzim jauh lebih tinggi daripada mikroorganisme, terutama
untuk konsentrasi rendah pestisida. Oleh karena itu, orang ingin menggunakan
19
enzim untuk memurnikan lingkungan, yang dicemari oleh pestisida sebagai cara
yang lebih efektif. Namun, enzim pendegradasi mudah dinonaktifkan di bawah
pengaruh non-degenerasi dan adsorpsi tanah dalam tanah, sehingga sulit untuk
mempertahankan aktivitas yang terdegradasi untuk waktu yang lama. Juga,
mobilitas enzim yang buruk di tanah dan faktor-faktor lain membatasi penerapan
enzim yang merendahkan dalam praktik.
Banyak percobaan telah menunjukkan bahwa sebagian besar gen yang
mengkode enzim ini dikendalikan pada plasmid , misalnya, bio-degradasi 2,4-D
dikendalikan oleh gen yang dibawa pada plasmid. Pestisida terdegradasi melalui
ekspresi gen plasmid dan gen kromosom pada bakteri. Degradasi yang dapat
dimasukkan termasuk oksidasi (reaksi hidroksilasi, seperti hidroksilasi gugus,
hidroksilasi alifatik, hidroksilasi N, epoksidasi, oksidasi-N, oksidasi P, oksidasi P,
dealkogenasi oksidatif, dehalogenasi oksidatif, dan deoksidasi oksidatif, reduksi,
reduksi dan reduksi, reduksi, reduksi nitro dehalogenasi), hidrolisis (beberapa
ester seperti tiofosfat, tiokarbamat, dll., yang memiliki ikatan ester yang dapat
dihidrolisis oleh bakteri), dehidrogenasi, dehalogenasi, dekarboksilasi,
kondensasi, sintesis, dan sebagainya.
Bakteri akan mengubah makromolekul organik menjadi molekul kecil
yang tidak beracun, sehingga menghindari polusi sekunder. Beberapa penelitian
telah menunjukkan bahwa mineralisasi dan co-metabolisme adalah mekanisme
utama untuk degradasi lebih lanjut dari pestisida dan produk antara mereka.
Seluruh mekanisme degradasi dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, adsorpsi
target, itu terjadi pada permukaan membran sel dan merupakan proses
keseimbangan dinamis yang juga kritis. Kedua, target masuk ke dalam sel melalui
permukaan membran sel, dan laju penetrasi dan efisiensi terkait dengan struktur
molekul isomerisme target. Ketiga, target xenobiotik melakukan reaksi enzimatik
dengan cepat pada membran.
Mineralisasi adalah istilah umum untuk konversi senyawa organik menjadi
senyawa anorganik di bawah aksi mikroba tanah. Banyak pestisida kimia adalah
komponen dari senyawa alami, dan beberapa mikroorganisme memiliki enzim
untuk mendegradasinya. Mereka dapat digunakan sebagai sumber nutrisi mikroba
20
dan kemudian didegradasi menjadi senyawa anorganik, karbon dioksida, dan air
oleh mikroorganisme. Mineralisasi adalah cara ideal untuk menurunkan karena
pestisida benar-benar terdegradasi menjadi zat anorganik tidak beracun. Co-
metabolic disebut bahwa beberapa zat kimia seperti insektisida, fungisida, dan
herbisida, dll. Sebagai contoh, Deng et al. menemukan bahwa Aspergillus niger
YAT dapat menurunkan beta-CY (β-CY) dan zat antara sepenuhnya oleh ko-
metabolisme dan cara mineralisasi, dan seluruh proses degradasi dianalisis,
sementara ada analisis yang jarang pada strain degradasi piretroid lainnya. Jalur
degradable β-CY oleh Aspergillus niger YAT dapat dilihat pada Gambar 11.
21
Gambar 9. Jalur biodegradasi mikroorganisme terhadap pestisida
Alternatif lain mengurangi penggunaan pestisida sintetik
22
mematikan organisme non target dan mudah terdegradasi sehingga mengurangi
residu pestisida pada produk pertanian (Saepudin dan Dea, 2012).
23
IV. PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
24
DAFTAR PUSTAKA
Bingham, S., 2007, Pesticides in rivers and groundwater. Environment Agency.
Damalas, Christos A., dan Ilias G. E., Pesticide Exposure, Safety Issues, and Risk
Assessment Indicators, International Journal of Environmental Research
and Public Health.
Damian E.H., 2015, Bioremediation of Pesticide Contaminated Water Resources:
The Challenge of Low Concentrations, Biotecnology,
doi.10.1016/j.copbio.2015.02.012.
Djojosumarto, P., 2008, Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian, Kanisius,
Yogyakarta.
Djojosumarto, P., 2008, Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian, Kanisius,
Yogyakarta.
Enviromental Protection Agency, 2009, Types of Pesticides, Diakses 07 mei 2020.
Gilden R.C., Huffling K. dan Sattler B., 2010, Pesticides and Health Risks, J
Obstet Gynecol Neonatal Nurs. 39 (1).
http://wikipedia.org.
Kumparan.com, 6 Cara Menggunakan Pestisida yang Biasa Dilakukan di
Lapangan, diakses 08 mei 2020.
Miller, G.T., 2004, Sustaining the Earth, 6th edition, Thompson Learning, Inc.
Pacific Grove: California.
National Park Service, US Department of the Interior, Diakses 07 mei 2020.
Perveen, F., 2011, Pesticides-Advantages in Integrated Pest Management,
Crotihia In Tech.
Sofia dan Diana, 2002, Pengaruh Pestisida dalam Lingkungan Pertanian,
Sumatra Utara:USU.
Sudarmo, S., 1991, Pestisida, Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
25
Tashkent, 1998, Conditions and provisions for developing a national strategy for
biodiversity conservation, Diakses 07 mei 2020.
Taufik, I., 2011, Pencemaran Pestisida Pada Perairan Perikanan Di Sukabumi-
Jawa Barat Media Akuakultur, 6(1).
Taufik, I., Koesoemadinata, S., Sutrisno, dan Nugraha, A. 2003., Tingkat
akumulasi residu pestisida pertanian di perairan tambak. J. Pen. Perik.
Indonesia, 9(4).
United State Environmental Protection Agency, 2017, What is a pesticide?,
epa.gov, Diakses 07 mei 2020.
Yuantari, M.C., 2011, Dampak Pestisida Organoklorin Terhadap Kesehatan
Manusia Dan Lingkungan Serta Penanggulangannya, Prosiding Seminar
Nasional, Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di
Indonesia.
26