Makalah Ham
Makalah Ham
Abstract
The Indonesian nation is a nation that has the basis of the State, namely Pancasila, with the
values contained in each of its precepts. In the 4th principle of Pancasila which reads
"Population led by wisdom in deliberation / representation". What is meant by these precepts
is that they must always prioritize deliberation to reach consensus, namely through bodies or
representatives of the people in fighting for the people's mandate. In carrying out the 4th
precept, it cannot be separated from the other precepts. If the 4th precept is fulfilled, then the
5th precept will be fulfilled too. From this, the Indonesian people will feel they have their
rights regardless of the differences.
Keywords: The 4th Precept of Pancasila, Rights
Abstrak
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki dasar Negara yaitu Pancasila, dengan nilai-
nilai yang terkandung dalam setiap sila-silanya. Pada sila ke-4 Pancasila yang berbunyi
“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”.
Yang dimaksud dari sila tersebut yaitu harus selalu mengedepankan musyawarah untuk
mufakat yaitu melalui badan atau wakil rakyat dalam memperjuangkan mandat rakyat. Dalam
menjalankan sila ke-4, tidak dapat dipisahkan dari sila yang lainnnya. Apabila sila ke-4
terpenuhi, maka sila ke-5 akan terpenuhi juga. Dari hal tersebut, maka rakyat Indonesia akan
merasa mendapat haknya tanpa memandang dari perbedaan yang ada.
Kata Kunci : Sila ke-4 Pancasila, Hak
A. Pendahuluan
Negara hukum demokratis (democratische rechtsstaat) adalah negara yang menganut
paham demokrasi harus menjamin penyelenggaraan negara berdasarkan atas hukum. Dengan
adanya demokrasi ini, maka warga negara diberikan kewajiban menjalankan hak politik demi
menentukan keberlangsungan negara. Salah satu bentuk keikutsertaan rakyat tersebut adalah
penyelenggaraan pemilu. Adanya demokrasi menyebabkan warga negara saling memandang,
menghormati, menerima dan kerjasama dalam bentuk kesatuan demi kepentingan bersama
yang disebut "masyarakat" atau "negara".
Negara demokrasi di Indonesia tidak lepas dengan adanya dasar negara yang kuat yaitu
Pancasila. Terdapat lima sila didalam pancasila, salah satunya yaitu sila keempat. Pada sila
keempat terdapat beberapa nilai penting yang berkaitan yang harus diterapkan dalam suatu
lembaga negara. Nilai penting tersebut diantaranya adalah prinsip demokrasi dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Selain itu juga nilai permusyawaratan, melaksanakan keputusan
berdasarkan kejujuran, serta mengedepankan asas kerakyatan. Semua nilai dalam sila
keempat ini tidak lepas dari kata “rakyat”. Sebab setiap masyarakat (dalam suatu negara)
mengakui ada kekuasaan yang paling tinggi dalam hidup mereka. Kekuasaan tertinggi ini
mendominasi hidup mereka, menjadi reason atau idol yang menguasai hidup mereka.
Demikian pula dengan suatu negara mengakui ada kekuasaan tertinggi yang mengatasi segala
sesuatu. Akan tetapi, pada pokoknya hanya ada tiga hal yang dianggap dapat berdaulat di
dalam suatu masyarakat atau negara, yaitu Tuhan, raja, atau rakyat. Maka dari situlah muncul
beberapa perbedaan, baik itu agama atau yang lainnya. Lalu dituntutlah semua elemen dalam
negara untuk saling menghormati dan menghargai.
Dengan adanya rasa saling menghormati dan menghargai tersebut, maka hak asasi
manusia akan berjalan dengan baik. Hak asasi manusi juga berpengaruh pada baik buruknya
suatu sistem pemerintahan, terutama yang menganut system demokrasi. Hak asasi manusia
merupakan nilai-nilai universal yang telah diakui secara universal. Berbagai instrument
internasional mewajibkan negara-negara peserta untuk memberikan jaminan perlindungan
dan pemenuhan hak warga negaranya. Dalam democratic governance, terdapat tiga ruang
lingkup dengan HAM termasuk didalamnya. Didalam democratic governance terdapat empat
penekanan, seperti transparansi dan tanggung iawab, kepatuhan pada aturan hukum, pelibatan
partisipasi maksimal, dan desentralisasi setidaknya sudah mewakili hal-hal yang harus
dilakukan suatu negara dalam menjalankan good governance. Dua hal yang lain yaitu
perlindungan dan peningkatan HAM serta kepatuhan untuk menjalankan mekanisme
demokrasi idealnya akan memperkuat good goavernance guna menuju ke democratic
governance (Alston, 1992; dan Brinkerhoff, 2000). Suatu negara dengan democratic
governance dipandang layak terlibat dalam tata aturan baru berlingkup internasional.
Lalu, rumusan hak asasi manusia baru ini merupakan hasil pemikiran bahwa untuk dapat
hdup dengan nyaman, manusia tidak hanya bisa dibekali dengan hak politik saja tetapi hak
atas kebutuhan hidup sehari hari juga harus terpenuhi. The Four Freedoms ini menjadi
inspirasi bagi adanya Universal Declaration of Human Rights (UDHR) atau dikenal dengan
Deklarasi Universal Umat Manusia (Deklarasi ini memuat 30 Pasal yang sarat dengan hak-
hak asasi manusia dalam segala bidang, meliputi bidang politik, yuridis, sosial, ekonomi dan
budaya. UDHR sering disebut sebagai Generasi I Hak Asasi Manusia. Dalam
perkembangannya, pada tahun 1993 diadakan Konferensi Dunia tentang Hak Asasi Manusia
yang dikenal dengan Konferensi Wina. Konferensi ini menghasilkan komitmen bersama
dalam pelaksanaan perlindngan HAM di seluruh dunia sesuai dengan DUHAM dan
instrument lain yang ada kaitannya dengan HAM dan hukum Internasional) yang dikeluarkan
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1948.
Selain hal diatas, terdapat hal lain yang harus diperhatikan juga. Pertama yaitu hakiki dari
democratic governance sebagai kajian ulang bagi negara-negara yang terjebak pada suatu
kondisi yang akan menyebabkan kehilangan atau berkurangnya makna apabila negara
tersebut masuk kedalam kondisi atau keadaan yang baru lainnya. Dengan makna lain,
perubahan satu kondisi ke kondisi yang baru cenderung mengurangi nilai atau makna dari
democratic governance. Padahal seharusnya masa peralihan atau transisi tersebut dapat
digunakan untuk menuju kesituasi yang lebih baik, bukan dipakai sebagai acuan untuk
tinggal dan terbelenggu pada persoalan negara dari waktu ke waktu. Kedua yaitu sifat
kondisional democratic governance untuk memenuhi format-format bantuan lembaga atau
negara donor menghasilkan ketidaksetaraan hubungan antarnegara dan kadang mengantar
pada falsifikasi situasi nyata negara yang memerlukan bantuan. Hal ini suatu negara hanya
cenderung berusaha mencapai persyaratan formal, walaupun dalam kehidupan nyata tidak
seperti gambaran yang diberikan kepada negara atau lembaga donor. Ketiga yaitu fokus
perhatian terhadap democratic governance secara berlebihan sehinnga berpotensi untuk
mengantarkan pada the cult of the program semata (Prajarto, 2003). Hal ini sering dilakukan
pada suatu negara tanpa memperhatikan kondisi social, politik, budaya, serta akibat negatif
yang kemungkinan akan muncul.
Permasalahan akan lebih besar ketika kebutuhan akan perlunya democratic governance
disandingkan dengan kesanggupan Indonesia yang selalu berada dalam masa transisi.
Meskipun persyaratan negatif sudah dipenuhi, Indonesia masih memerlukan uluran lembaga
atau negara donor, membuat klaim sebagai negara demokratis, berusaha menjalankan good
governance, serta memperhatikan keluhan dan persoalan HAM. Relasi tak seimbang antara
negara dan masyarakat, sebagai salah satu hambatan dari sejumlah kendala yang dihadapi
Indonesia dalam mewujudkan democratic governance.
Pada tulisan ini, akan menyajikan hambatan perwujudan democratic governance di
Indonesia, dengan hanya berfokus pada Hak Asasi Manusia (HAM).
B. Pembahasan
1. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)
Lahirnya hak asasi manusia dalam bentuk peraturan tertulis pertama kali ditemukan
dalam Magna Charta 1215 di kerajaan Inggris yang menyebutkan bahwa raja dapat dibatasi
kekuasaannya dan dapat dimintai pertanggung jawaban hukum. Dari sini muncul doktrin
bahwa tidak ada pihak yang kebal hukum, termasuk raja yang memiliki kekuasaan. Semangat
Magna Charta ini menjadi inspirasi munculnya undang undang dalam kerajaan Inggris tahun
1689 yang dikenal dengan undangundang hak (Bill of rights). Munculnya “bill of rights”
menjadi awal munculnya dari prinsip “equality before law” atau persamaan di depan hukum
yang artinya manusia memiliki kedudukan yang sama dan sederajat di hadapan hukum.
Prinsip inilah yang menjadi dasar berkembangnya negara hukum dan demokrasi yang
menjamin asas persamaan dan kebebasan sebagai warga negara.
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang diberikan pada manusia untuk membentuk
kehidupannya sesuai dengan kebebasan, kesetaraan, dan penghormatan terhadap harkat dan
martabat manusia sebagai makhluk individu. Pengertian tersebuut berdasarkan pandangan
“Those fundamental rights, wich empower human beings to shape their lives in accordance
with liberty, equality, and respec for human dignity”.
Menurut Suria Kusuma mengatakan, bahwa hak tersebut sercara definitif memiliki arti
kekuasaan atau wewenang yang seseorang miliki atas sesuatu di luar dari dari dirinya,
kebalikan dari hak merupakan kewajiban yang berarti tugas yang harus dilaksanakan oleh
seseorang mengakui kekuasaan itu. Menurut beliau, bahwa setiap orang memiliki
kekusaannya dengan kebebasan dalam melakukan segala hal yang dilindungi oleh peraturan
perundang-undangan yang mengaturnya. Hak asasi manusia merupakan tanggung jawab
moral dan yuridis, pemerintah serta semua warga negara.
Menurut C. De Rover, hak asasi manusia yaitu hukum yang dimiliki setiap orang sebagai
manusia. Hak-hak tersebut bersifat universal dan dimiliki oleh setiap orang, baik kaya
maupun miskin, laki ataupun perempuan. Hak asasi manusia dlindungi oleh konstitusi dan
hukum nasional pada semua negara di dunia. Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak
pokok yang diterima manusia sejak kelahirannya sebagai anugrah dari Tuhan Yang Maha
Esa, maka hak asasi manusia dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi olehh negara,
pemerintah dan setiap orang karna hak tersebut bersifat universal dan abadi.
Menurut Moh. Yasir Alimim, dkk, hak asasi manusia adalah hak-hak yang secara kodrat
melekat dalam diri manusia, tanpanya manusia tidak dapat hidup sebagai manusia. Hak asasi
manusia berdasarkan prinsip fundamental, bahwa semua manusia memiliki martabat yang
kodrati tanpa memandang jenis kelamin, ras, warna kulit, bahasa asal-usul, bangsa, umur,
kelas, keyakinan politik, dan agama.
Menurut A. Mansyur Effendi, hak asasi manusia adalah hak dasar/ mutlak/kudus/suci
pemberian dari Tuhan Yang Maha Esa yang dimiliki oleh setiap manusia serta
menempel/melekat untuk selamanya. Demi terciptanya suasana yang nyaman serta
harmonisasi antar warga negara, masyarakat, maka direalisasikan hak dasar atau hak pokok
tersebut dengan penuh kebijakan.
Secara yuridis Hak Asasi Manusia diatur dalam Pasal 28A Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan, bahwa “Setiap berhak untuk hidup serta serta
berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Selain itu hak asasi manusia juga diatur
dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 1.
Dari beberapa contoh pendapat para ahli, dapat disimpulkan pengertian hak asasi manusia
secara universal, Hak asasi manusia secara universal adalah hak dasar (asasi) yang dimiliki
manusia sejak ia lahir, yang memang sudah diberikat (kodrat) kepada Tuhan kepada manusia
yang harus saling dihormati dan dilindungi satu sama lain. Didalam HAM terdapat tiga
pemikiran utama. Pertama yaitu hak, hak adalah sesuatu yang ada dan harus didapatkan
seseorang sejak orang terebut lahir atau sejak orang tersebut telah melakukan kewajibannya.
Kedua adalah asasi yang berarti dasar. Ketiga adalah manusia sebagai subjek yang mendapat
hak tersebut. Manusia sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan secara sempurna dari
makhluk-makhluk lainnya. Manusia dikatakan sempurna karena meiliki akal, pikiran, dan
hati nurani. Hak asasi manusia ini sudah diakui secara universal, sehingga HAM berlaku
untuk semua manusia, tanpa mengenal ras, suku, budaya, dan agama.
2. Ciri – Ciri Hak Asasi Manusia
Dalam penerapannya dikehidupan, hak asasi manusia meiliki beberapa ciri khusus yang
hanya dimiliki oleh hak asasi manusia saja.
Berikut ini adalah ciri khusus hak asasi manusia :
a) Hakiki
Didalam hak asasi manusia, ciri ini menunjukkan bahwa HAM merupakan hak dasar yang
pasti dimiliki oleh setiap manusia sejak dilahirkan
b) Universal
Arti dari ciri tersebut menjelaskan bahwa HAM tidak membedakan antara ras, suku, etnis,
agama, bangsa, dan negara seseorang. Sehingga semua orang punya hak memiliki hal yang
sama sebagai fitrah seorang manusia.
c) Tidak dapat dicabut
Artinya HAM pada seseorang tidak dapat dicabut oleh orang lain.
d) Tidak dapat dibagi
Berarti HAM tidak dapat dibagi atau diberikan kepada orang lain.
3. Jenis – Jenis Hak Asasi Manusia ( HAM)
Menurut Piagam PBB atau Universal Declaration of Human Rights (UDHR), hak asasi
manusia terbagi menjadi :
1) Hak untuk hidup
2) Hak untuk mendapat perlindungan hukum
3) Hak untuk kemerdekaan hidup
4) Hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran
5) Hak berpikir dan mengeluarkan pendapat
6) Hak untuk memperoleh pekerjaan
7) Hak menganut agama
8) Hak untuk memperoleh nama baik
9) Hak memiliki sesuatu
C. PENUTUP
Dengan segala permasalahan dapat diketahui bahwa suatu demokrasi yang baik juga
dibutuhkan beberapa komponen pendukung, seperti tegaknya hukum yang berlaku di negara
tersebut, salah satunya Indonesia. Namun, segala usaha yang telah dilakukan pemerintah
Indonesia seakan-akan masih tidak berpengaruh besar pada kondisi kritis keadilan saat ini.
Keadilan yang ditegakkan saat ini masih berpacu pada tekanan bukan kebutuhan suatu negara
tersebut. Dengan dipacu oleh tekanan tersebut, maka muncullah beberapa konflik atau
perseteruan diantara masyarakat dengan masyarakat, bahkan masyarakat dengan lembaga
atau aparat negara. Upaya peradilan terhadap para pelaku pelanggaran HAM berat menjadi
tanggung jawab negara dan bangsa Indonesia serta masyarakat Internasional secara
keseluruhan. Ini artinya bahwa yurisdiksi pengadilan internasional tetap masih terbuka bagi
suatu negara meskipun negara tersebut termasuk Indonesia secara khusus sudah memiliki
pengadilan HAM.
Masih banyak cara yang harus dapat diterapkan dalam penegakan HAM, salah satunya
adalah KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi) seperti pada masa transisi otoriter ke
demokrasi. KKR bukan suatu lembaga yang menggantikan fungsi pengadilan karena memang
bukan badan peradilan, bukan badan persidangan hukum dan tidak memiliki kekuasaan untuk
mengirim seseorang ke penjara maupun memvonis seseorang karena suatu kejahatan tertentu.
Namun, Komisi Kebenaran dapat membantu beberapa hal penting yang secara umum tidak
dapat dicapai melalui proses penuntutan persidangan di pengadilan pidana. KKR dapat
menangani kasus dalam jumlah relative lebih besar dibandingkan dengan pengadilan pidana.
Lalu, tugas KKR adalah mencari, menemukan dan mengemukakan fakta atau kenyataan
tentang suatu peristiwa dengan segala akibatnya, menimbang dan menempatkan keadilan
korban dan pelaku sebagai prinsip kerja, tidak boleh berlaku tidak fair dan tidak adil terhadap
pelaku, dan semua temuan harus dinyatakan secara benar, fair, jujur dan transparan, tidak
manipulatif untuk mencapai tujuan rekonsiliasi yang sesungguhnya yaitu mendamaikan para
pihak yang pernah bersengketa atau bermusuhan. Rekonsiliasi itu sendiri dapat dijadikan
sebagai kata kunci pembentukan KKR yang jelas terkait dengan usaha memperbaiki
hubungan sosial, politik dan psikologis antara warga negara sebagai pribadi atau kelompok
dengan negara akibat perlakuan atau tindakan negara yang tidak adil dan tidak manusiawi.
Rekonsiliasi itu diperlukan untuk membangun masa depan bangsa dan negara yang
demokratis di atas pilihan sikap memaafkan atau melupakan, dan bukan penuntutan pidana.
Namun, tetap saja penegakan HAM di Indonesia masih dapat dikatan belum menjadi
prioritas pemerintah. Apabila ketika pemerintah akan menyelesaikan isu mengenai HAM dan
muncul isu lainnya, pemerintah akan mengalihkan isu yang seharusnya lebih penting dibahas.
Sebagai contohnya yaitu isu mengenai terorisme maupun konflik lainnya. Lalu, penerapan
prinsip universal pada pemerintah masih memerlukan banyak pembenahan. Pembenahan
tersebut seharusnya dilakukan pada hal-hal yang menguntungkan semua elemen negara, baik
lembaga negara, aparat negara, maupun warga negara. Namun sangat disayangkan
pembenahan tersebut masih diprioritaskan pada eksistensi diluar kepentingan yang
seharusnya lebih diutamakan. Sehingga terjadi tarikk menarik antara kondisi nyata yang
diharapkan masyarakat dengan keberhasilan yang ingin dicapai para penguasa negara dan
suatu komunitas yang tentunya mengntungka kelompok tersebut.
Hal tersirat lainnya yang dapat diketahui yaitu pengaruh social media yang sangat
berpengaruh pada kondisi pemerintahan. Seiring dengan berjalannya waktu, media masa
lebih mengutamakan rating pembaca daripada kebenaran suatu berita tersebut. Dengan
pandangan seperti itu akan membuat susahnya pembenahan good governance di Indoesia.
Seperti halnya ketika terdapat suatu permasalahan atau konflik HAM yang seharusnya tidak
terlalu berlebihan, maka terdapat media masa yang akan melebihkan masalah tersebut untuk
menaikkan rating pembacanya. Dampak yang ditimbulkan dari hal tersebut selain
mempersulit usaha pemerintah dalam memperbaiki demokrasi dan pemerintahan, juga akan
menimbulkan masalah baru apabila suatu kelompok ada yang tersinggung mengenai berita
tersebut. Maka, peran media masa juga sangat penting untuk diperhatikan. Sebab pada era
globalisasi dan perkembangan digital sekarang ini, masyarakat akan mudah menerima
informasi yang sangat cepat, entah itu benar atau tidak. Sehingga pengetahuan dan
pemahaman akan pentingnya memilah dan memilih berita sangat diperlukan.
Sehingga banyak hal yang perlu diperlu dipahami dan dimasukkan dalam hati seorang
warga negara. Beberapa hal tersebut diantarnya adalah kebebasan yang disertai dengan
tanggung jawab, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, menerapkan prinsip bahwa
setiap manusia memilki kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. Selain itu, tidak boleh
memaksakan kehendak orang lain, mengutamakan musyawarah, menghormati dan
menjunjung tinggi setiap keputusan, megakui perbedaan dan persamaan anatr sesame,
mewujudkan keadilan dalam kehidupan social agar tercapainya tujuan bersama, serta masih
banyak hal lainnya.
Dengan demikian, antara demokrasi, pancasila, dan HAM sangat berkaitan untuk
mewujudkan suatu pemerintahan yang baik (good governance). Beberapa kewenangan warga
negara dalam pelaksanaan demokrasi Pancasila, diantaranya :
1. Mempunyai hak untuk memilih dan dipilih
2. Mempunyai hak memperoleh pendidikan, mengembangkan karir pendidikan, dan hak
untuk mendirikan lembaga pendidikan
3. Mempunyai hak untuk memperoleh pekerjaan, penghidupan yang layak, hak memiliki
barang, dan hak untuk berusaha
4. Mempunyai hak mendapatkan pelayanan social, kesehatan, pendidikan, penerangan,
mengembangkan bahasa, adat istiadat, dan budaya daerah masing-masing, serta hak
untuk mendirikan lembaga social budaya.
Demokrasi sebagai mekanisme dalam system pemerintahan negara guna untuk
menegakkan hak asasi manusia dan kedaulatan rakyat. Dengan adanya demokrasi terutama
berlandaskan demokrasi pancasila akan menyebabkan warga negara saling menhargai sama
lain untuk membentuk suatu kesatuan demi menjalankan kepentingan bersama.
Daftar Pustaka
Asshiddiqie, Jimly. (2008). Menuju Negara Hukum yang Demokratis. Jakarta: PT Bhuana
Ilmu Populer Kelompok Gramedia.
Aspinall, Ed. (1998). ‘Opposition and Elite Conflict in the Fall of Soeharto’. Dalam
Geoffrey Forrester dan R.J. May (eds.). The Fall of Soeharto.Bathurst: Crawford House
Publishing. pp. 130- 153
Charu Joseph. (1995). 'The Asian Challenge to Universal Human Rights: A Philosophical
Appraisal.'Dalam James T.H. Tang (ed.). Human Rights and International Relations in the
Asia-Pacific, Region. London: Pinter. pp. 25-38.
Cranstory M. (1973). What Are Human Rights? New York: Basics Books.
Jenkins, David. (1984). Suharto and His Generals, Indonesian Military Politics 1975-
1983. Monograph series (Publication No. 64). Cornell University. Ithaca, New York.
Prajarto, Nunung. (2003). The Australian and Indonesian Dialogue on Human Rights: An
International Communication Perspectiae Sydney: The University of New South Wales.
Southwood, Julie dan Patrick Flanagan. (1983). Indonesia: Law, Propaganda and Terror.
London: Zed Press.
Nurtjahjo, Hendra, 2005, Ilmu Negara, Pengembangan Teori Bernegara dan Suplemen,
RajaGrafindo Persada, Jakarta.