Anda di halaman 1dari 5

PENGARUH BATUK EFEKTIF TERHADAP PENGELUARAN

SPUTUM PADA PASIEN TUBERKOLOSIS PARU

PROPOSAL

OLEH :

MUTIA NORAPUTRI
NIM : PO 0520318 022

Tingkat –I I A Keperawatan

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES ACEH

PRODI KEPERAWATAN MEULABOH

2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Tuberculosis dalah penyakit infeksi menular yang disebabkan Mycobacterium
tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hamper seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri ini
dapat masuk melalui saluran pernafasan dan saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka pada kulit.
Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri
tersebut (Sylvia A. price dalam Nurarif, 2015)
Tuberkulosis menjadi penyakit yang sangat di perhitungkan dalam meningkatkan
morbiditas penduduk, terutama di negara berkembang. Diperkirakan sepertiga populassi
populasi dunia terinfeksi Mycobacterium tuberculosis Terdapat beberapa spesies
Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae dsb. Yang juga
dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain
Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal
sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu
penegakan diagnosis dan pengobatan TBC. (irman somantri,2007)
Tuberkulosis (TB) meupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yaitu
mycobacterium tuberculosis yang sering kali menginfeksi paru-paru. Sumber penularan
tuberkulosis adalah percikan dahak pasien tuberkulosis BTA+ yang menyebar saat batuk atau
bersin. Pada umumnyan,penularan terjadi dalam waktu yang lama.dalam ruangan yang gelap dan
lembab,kuman tuberkulosis dapat bertahan selama beberapa jam (Kepmenkes RI No.364 tahun
2009 tentang pedoman penanggulangan tuberkulosis).
Gejala utama pasien TBC paru yaitu batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih. Batuk
dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,
badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Pada pasien dengan HIV positif,
batuk sering kali bukan merupakan gejala TBC yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus
selalu selama 2 minggu atau lebih.
Pada penderita dengan tuberculosis paru sekret yang dikeluarkan terus menerus
menyebabkan batuk menjadi lebih dalam dan sangat mengganggu penderita pada waktu siang
maupun malam hari,

Batuk efektif adalah aktivitas perawatan untuk membersihkan jalan nafas yang berfungsi
untuk meningkatkan mobilisasi sekresi dan mencegah resiko tinggi retensi sekresi. Tindakan
keperawatan mandiri perawat untuk tindakan batuk efektif untuk pengeluaran sputum pada
pasien TB paru postural dranase merupakan pemberian posisi terapeutik pada pasien untuk
memungkinkan sekresi paru-paru mengalir berdasarkan gravitasi kedalam brhonkus mayor dan
trachea.postural drainase menggunakan posisi dengan kepala atau dada lebih rendah dalam
waktu15 menit untuk mengalirkan sekri dengan menggunakan pengaruh gravitasi,tindakan
batuk efektif dilakukan sebelum sarapan ,sebelum makan siang ,sore hari atau sebelum tudur
,penting di ingat agar tindakan tersebut tidak dilakukan pada saat pasien selesai makan karena
dapat merasang muntah (Sumantri,2008 dalam Putri,S,F, 2015).

Sputum adalah lendir dan materi lainnya yang dibawa dari paru-paru, bronkus, dan trakea
yang mungkin dibatukkan dan dimuntahkan atau ditelan. Kata “Sputum” dari bahasa latin
“Meludah” disebut juga dahak (kamus kesehatan,2017). Pengeluran Sputum adalah
mengeluarkan dahak atau sekret dari saluran pernafasan

Laporan WHO pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus insiden TBC (CI 8,8 juta – 12,
juta) yang setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk. Lima negara dengan insiden kasus
tertinggi yaitu India, Indonesia, China, Philipina, dan Pakistan. Sebagian besar estimasi insiden
TBC pada tahun 2016 terjadi di Kawasan Asia Tenggara (45%)—dimana Indonesia merupakan
salah satu di dalamnya—dan 25% nya terjadi di kawasan Afrika. Badan kesehatan dunia
mendefinisikan negara dengan beban tinggi/high burden countries (HBC) untuk TBC
berdasarkan 3 indikator yaitu TBC, TBC/HIV, dan MDR-TBC. Terdapat 48 negara yang masuk
dalam daftar tersebut. Satu negara dapat masuk dalam salah satu daftar tersebut, atau keduanya,
bahkan bisa masuk dalam ketiganya. Indonesia bersama 13 negara lain, masuk dalam daftar
HBC untuk ke 3 indikator tersebut. Artinya Indonesia memiliki permasalahan besar dalam
menghadapi penyakit TBC.
Berdasarkan data dari kementrian kesehatan RI Jumlah kasus baru TB di Indonesia
sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017 (data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin,
jumlah kasus baru TBC tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada
perempuan. Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis prevalensi pada laki-laki 3 kali
lebih tinggi dibandingkan pada perempuan. Begitu juga yang terjadi di negara-negara lain. Hal
ini terjadi kemungkinan karena laki-laki lebih terpapar pada fakto risiko TBC misalnya merokok
dan kurangnya ketidakpatuhan minum obat. Survei ini menemukan bahwa dari seluruh partisipan
laki-laki yang merokok sebanyak 68,5% dan hanya 3,7% partisipan perempuan yang merokok
Menurut profil Kesehatan Aceh 2017 mengungkapkan jumlah kasus tuberkolosis semua
tipe menurut jenis kelamin dan profiensi tahun 2017 tercatat laki-laki 4,262 orang atau 64,21%
orang, dan perempuan 2,376 orang atau 35,79% orang (Kemenkes RI 2018). Jumlah kasus
tuberkolosis di aceh barat semua tipe laki-laki tercatat 140 orang dan perempuan tercatat 70
orang
Komplikasi dari tuberkolosis adalah kerusakan otak (meningeal tubercolosis), gangguan
mata (tubercolosis uveitis), kerusakan tulang dan sendi, kerusakan hati (hepatic tubercolosis),
kerusakan ginjal (renal tuberculosis), dan kerusakan jantung (cardiac tuberculosis),
(halodoc.2018).
Upaya yang perlu untuk menangani komplikasi salah satunya adalah dilakukan untuk
meningkatkan pelaksanaan batuk efektif adalah mengetahui pelaksanaan batuk efektif pada
pasien Tuberkulosis Paru, memberikan informasi yang benar tentang teknik batuk efektif dan
menganjurkan pasien untuk melaksanakan batuk efektif sesuai anjuran petugas. Upaya lain juga
dapat dilakukan oleh keluarga adalah memberikan motivasi kepada pasien untuk minum obat
secara rutin dan keluarga diharapkan ikut dalam mengawasi perilaku batuk pasien.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dan pentingnya penatalaksanaan pada pasien
Tuberkolosis maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "PENGARUH
BATUK EFEKTIF TERHADAP PENGELUARAN SPUTUM PADA PASIEN
TUBERKOLOSIS PARU”

1.1. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penelitian dari penelitian ini adalah untuk memahami tentang
“PENGARUH BATUK EFEKTIF TERHADAP PENGELUARAN SPUTUM PADA PASIEN
TUBERKOLOSIS PARU”
DAFTAR PUSTAKA

Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Gangguan Sistem Pernafasan . Jakarta : Salemba Medika

Nurarif. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diangnosa Medis Dan Nanda Nic-
Noc Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta : Mediaction Publishing

http://ilkeskh.org/index.php/ilkes/article/download/74/54/

http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?
article=931427&val=14467&title=PENGARUH%20BATUK%20EFEKTIF%20TERHADAP
%20PENGELUARAN%20SPUTUM%20PADA%20PASIEN%20TUBERKULOSIS%20DI
%20PUSKESMAS%20KAMPUNG%20BUGIS%20TANJUNGPINANG

http://jurnal.umt.ac.id/index.php/jik/article/download/2734/1893

https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=pengaruh+batuk+efektif+pada+tb+paru&oq=pengaruh#d=gs_qabs&u
=%23p%3DfGFzadoaanwJ

Anda mungkin juga menyukai