Anda di halaman 1dari 35

PRESENTASI KASUS

Anestesi Umum Menggunakan LMA pada Pasien Limfadenitis Colli


Dengan Status ASA I

Diajukan Kepada :
dr. Kurnianto Trubus, M.kes, Sp.An

Disusun Oleh :
Renata Nurul Setyawati
20090310094

BAGIAN ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF


RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015

1
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan Presentasi Kasus dengan judul

Anestesi Umum Menggunakan LMA pada Pasien Limfadenitis Colli


Dengan Status ASA I

Oleh :

Renata Nurul Setyawati

Mengetahui,

Dokter pembimbing,

dr. Kurnianto Trubus, M.kes, Sp.An

2
BAB I
STATUS UJIAN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama                    : Nn.D
   Umur : 39 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Derman RT 6 Sumbermulyo
Pekerjaan          : Ibu rumah tangga
Tanggal masuk  : 27 Januari 2015
Berat badan : 70 kg
Diagnosis            : Limfadenitis Colli

B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Pasien mengeluhkan terdapat benjolan pada lehernya.

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluhkan taerdapat benjolan pada lehernya sejak 5 bulan yang lalu,
benjolan tersebut tidak terasa nyeri dan tidak mengganggu pergerakan leher. Nyeri
pada benjolan disangkal, sebelum benjolan tersebut timbul didahului dengan adanya
demam.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
Riwayat Alergi : alergi cefadroxil
Riwayat Operasi : Operasi appendiktomi

4. Riwayat Keluarga
Riwayat penyakit serupa pada keluarga disangkal 

3
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum          : Baik
Kesadaran                   : Compos mentis
Vital Sign                  
A   : Clear
B   : Spontan, RR : 21x/menit, vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
C   : TD = 130/80 mmHg, N = 76x/menit, S1-S2 reguler
D  : Afebris, oedem (-), GCS 15
Status lokalis :
Terdapat benjolan pada daerah submandibular, dengan ukuran diameter 2 cm, konsistensi
kenyal, mobile, nyeri tekan (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Thorak Foto : Cor dan Pulmo dalam batas normal
2. EKG : normal sinus rithym
3. EEG : Tidak dilakukan
4. Laboratorium
Hb : 12,2
Al : 9,06
AE : 4,07
AT : 387
HMT : 35,36
Hitung jenis
E/B/B/S/L/M : 4/0/1/57/33/5
Golongan Darah : B
Hemostasis
PPT : 13,0 detik APTT : 29,0 detik
C. PPT : 13,8 detik C. APTT : 31,0 detik
Kimia Klinik
Fungsi Ginjal
Ureum : 12
Creatinin : 0,72
Diabetes
GDS : 91
4
Elektrolit
Natrium : 143,0
Kalium : 3,83
Klorida : 107,2
HbSAg : negatif

E. DIAGNOSIS KERJA
 Limfadenitis colli dengan status fisik ASA I
 Rencana General Anestesi

F. PENATALAKSANAAN
1. Persiapan Operasi
- Lengkapi Informed Consent Anestesi
- Puasa 8 jam sebelum operasi
- Tidak menggunakan perhiasan/kosmetik
- Tidak menggunakan gigi palsu
- Memakai baju khusus kamar bedah
2. Premedikasi : Midazolam 2,5 mg; Fentanyl 50 µg
3. Diagnosis Pra Bedah : Limfadenitis Colli
4. Diagnosis pasca Bedah : Post operasi eksisi luas
5. Jenis Anestesi : General Anestesi
6. Teknik : Semi Closed, LMA no.3
7. Induksi : Propofol 100 mg
8. Pemeliharaan : O2, N2O, Sevoflurane
9. Obat-obat : Ondansentron 4 mg, Ketorolac 30 mg
10. Jenis Cairan : Ringer laktat
11. Kebutuhan cairan selama Operasi
MO : 2 x 70 = 140 cc
PP : 8 x 140 = cc 1.120 cc
SO : 4 x 70 = 280 cc
Keb. Cairan jam I : ½ x 1.120 + 140 + 280 = 980 cc
EBV : 65 x 70 = 4.550 cc
12. Instruksi Pasca Bedah
Posisi : Supine
5
Infus : Ringer laktat 20 tpm
Antibiotik : Sesuai dr. Operator
Analgetik : Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV mulai jam 16.30
Anti muntah : Inj. Ondansentron 4 mg/8 jam/IV K/P mulai jam 16.30
Lain-lain : - Awasi Vital sign dan KU
- Jika sadar penuh, Peristaltik (+) , mual (-), muntah (-), coba minum
makan perlahan.
- Bed rest 24 jam post op.
13. Lama Operasi : 20 menit
14. Maintanence anastesi
B1 (Breathing) : Suara nafas vesikuler, nafas terkontrol
B2 (Bleeding) : Perdarahan ± 100 cc
B3 (Brain) : Pupil Isokor
B4 (Bladder) : tidak terpasang kateter
B5 (Bowel) : BU (-)
B6 (Bone) : Intak
15. Monitoring pasca Operasi
Skor Lockharte/Aldrete Pasien

  Jam I (per 15’) Jam II Jam III Jam IV


Aktivitas 2                            
Respirasi 2                            
Sirkulasi 2                            
Kesadaran 1                            
Warna Kulit 2                            
Skor total 9                            

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

6
A. Anatomi Sistem Limfatik
Sistem limfatik terdiri dari anyaman pembuluh limfe yang luas dan
berhubungan dengan kelompok kecil jaringan limfatik, yakni kelenjar limfe.
Cairan dari jaringan tubuh yang memasuki pembuluh limfe, disebut limfe (getah
bening). Umumnya, limfe bersifat bening dan menyerupai air serta memiliki
komposisi yang sama seperti plasma darah. Sistem limfatik terdiri dari:

1. Pleksus limfatikus, yaitu anyaman pembuluh limfe yang amat kecil dan
dikenal sebagai kapiler limfatik. Kapiler ini berawal dari ruang interseluler
jaringan tubuh terbanyak.
2. Kelenjar limfe (KGB) yang terdiri dari kelompok kecil jaringan limfatik dan
dilalui oleh limfe sewaktu melintas ke sistem pembuluh balik. KGB yang
sering digunakan dalam klinis, yaitu KGB servikalis, aksilaris, abdominalis,
pelvis, dan inguinalis.
3. Kumpulan jaringan limfoid dalam dinding saluran cerna (misalnya tonsila),
dalam lien dan timus.
4. Limfosit yang beredar dan dibentuk dalam jaringan limfoid (misalnya dalam
KGB dan lien) dan dalam jaringan mieloid susmsum tulang merah.
5. Organ limfatik dibagi menjadi dua, yaitu primer (timus dan susmsum tulang)
dan sekunder (lien dan tonsila).

7
Gambar 2.1. Sistem limfatik manusia
Limfe terkumpul dalam pembuluh limfe yang lebih besar yakni trunkus
limfatikus setelah limfe melewati satu atau lebih KGB. Ada lima trunkus
limfatikus pada tubuh manusia, yaitu trunkus limfatikus jugularis, subklavia,
bronkomediastinalis, intestinalis, dan lumbalis. Trunkus limfatikus akan bersatu
menjadi duktus limfatikus. Muara dari trunkus limfatikus sebagai berikut
Tabel Muara trunkus limfatikus

Duktus limfatikus kanan Duktus limfatikus kiri

a. Truncus lymphaticus jugularis a. Truncus lymphaticus jugularis


dextra sinistra
b. Truncus lymphaticus subclavia b. Truncus lymphaticus subclavia
dextra sinistra
c. Truncus lymphaticus c. Truncus lymphaticus
bronchomediastinalis dextra bronchomediastinalis sinistra
d. Truncus lymphaticus intestinalis
e. Truncus lymphaticus lumbalis
Duktus limfatikus dekstra menyalurkan limfe dari kepala dan leher
sebelah kanan, anggota gerak kanan, dan rongga dada sebelah kanan. Duktus

8
limfatikus kiri berawal dari perut sebagai kantong yang disebut cysterna chyli,
lalu melintas ke kranial (duktus toraksikus) untuk bermuara pada persatuan vena
jugularis interna sinistra dengan vena subclavia sinistra. Duktus limfatikus kiri
menampung dan menyalurkan limfe dari bagian lain dari duktus limfatikus
kanan.

Gambar Drainase duktus limfatikus kanan dan kiri


Vas lymphaticus superficiale terdapat dalam kulit dan fasia superfisialis
(hipodermis). Pembuluh ini lalu menyalurkan isinya ke dalam vas lymphaticus
profundum yang terdapat pada fasia profunda antara otot dan fasia superfisialis.
Pembuluh tersebut mengiringi pembuluh darah utama daerah bersangkutan.

B. Fisiologi Sistem Limfatik


Sistem limfatik merupakan jalur tambahan yang menyebabkan cairan
dapat mengalir dari ruang intersisial ke dalam darah. Sistem limfatik dapat
mengangkut protein dan zat-zat berpartikel besar keluar dari jaringan, yang tidak
dapat dipindahkan dengan absorpsi langsung ke dalam kapiler darah.
Pengeluaran protein dari ruang intersisial ini merupakan fungsi yang penting,

9
tanpa fungsi ini manusia akan meninggal dalam waktu 24 jam. Pembuluh limfe
berguna untuk:

1. Menyalurkan cairan jaringan, misalnya genangan plasma dari sela intersisial


dan membawanya ke sistem pembuluh balik.
2. Menyerap dan mengangkut zat lemak, misalnya kapiler limfe menyalurkan
lemak dari intestinum dan mencurahkannya melalui duktus toraksikus ke
dalam vena subclavia sinistra.
3. Membentuk mekanisme pertahanan untuk tubuh.
Hampir seluruh jaringan tubuh mempunyai saluran limfatik yang
mengalirkan kelebihan cairan secara langsung dari ruang intersisial. Beberapa
pengecualian antara lain bagian permukaan kulit, sistem saraf pusat, bagian
dalam dari saraf perifer, endomisium otot, dan tulang. Meskipun jaringan-
jaringan tersebut mempunyai pembuluh intersisial kecil yang disebut prelimfatik
yang dapat dialiri oleh cairan intersisial, pada akhirnya cairan ini mengalir ke
dalam pembuluh limfatik atau, pada otak, mengalir ke dalam cairan serebrospinal
dan kemudian langsung kembali ke darah. Pada dasarnya, seluruh cairan limfe
dari bagian bawah tubuh mengalir ke atas ke duktus torasikus dan bermuara ke
dalam sistem vena pada pertemuan antara vena jugularis interna kiri dan vena
subklavia. Cairan limfe dari sisi kiri kepala, lengan kiri, dan sebagian daerah
toraks juga memasuki duktus torasikus sebelum bermuara ke dalam vena. Cairan
limfe dari sisi kanan leher dan kepala, lengan kanan, dan sebagian toraks
memasuki duktus limfatikus kanan, yang kemudian bermuara ke dalam sistem
vena pada pertemuan antara vena subklavia kanan dan vena jugularis interna.
Sebagian besar cairan yang disaring dari kapiler arteri mengalir di antara
sel-sel dan akhirnya direabsorpsi kembali ke dalam ujung vena dari kapiler darah,
tetapi dalam batas tertentu, mungkin sekitar sepersepuluh dari cairan tersebut
justru memasuki kapiler limfatik dan bukan melalui kapiler vena. Jumlah total
cairan limfe normalnya hanya 2 sampai 3 liter per hari.
Sebagian kecil cairan yang kembali ke sirkulasi melalui sistem limfatik
bersifat sangat penting karena zat-zat dengan berat molekul tinggi, seperti
protein, tidak dapat direabsorpsi dalam cara lain. Protein tersebut ternyata dapat
memasuki kapiler limfatik tanpa hambatan. Penyebab dari hal ini ialah adanya
struktur khusus pada kapiler limfatik, yaitu sel-sel endotel kapiler yang

10
dilekatkan oleh filamen penambat ke jaringan penyambung sekitarnya. Pada
pertemuan antara sel-sel endotelial yang berdekatan, tepi suatu sel endotel
biasanya menutupi tepi sel yang berdekatan sedemikian rupa sehingga tepi yang
menutupi tersebut bebas menutup ke dalam, jadi membentuk katup kecil yang
membuka ke bagian dalam kapiler. Cairan intersisial bersama dengan partikel
tersuspensinya dapat mendorong katup untuk membuka dan mengalir langsung
ke dalam kapiler limfatik. Namun, cairan ini sulit meninggalkan kapiler jika
sudah masuk karena setiap aliran balik akan menutup katup. Jadi, sistem limfatik
mempunyai katup di bagian paling ujung dari kapiler limfatik terminal juga katup
di sepanjang pembuluh besarnya sampai ke titik dengan sistem yang bermuara ke
dalam sirkulasi darah.

C. Sistem Limfatik Servikalis


Semua pembuluh limfe dari kepala dan leher ditampung oleh nodi
lymphoidei cervicales profundi. Kelompok utama membentuk rangkaian
sepanjang vena jugularis interna, yang terbanyak di bawah musculus
sternocleidomastoideus. Dalam golongan kelenjar-kelenjar profunda termasuk
pula nodi lymphoidei cervicales anteriores profundi pretracheales, nodi
lymphoidei cervicales anteriores profundi paratracheales, dan nodi lymphoidei
cervicales anteriores profundi retropharyngeales. Kelenjar-kelenjar limfe
profunda menyalurkan limfe ke dalam trunkus jugularis dan lalu ke dalam duktus
toraksikus (sisi kiri) dan duktus limfatikus kanan. Nodi lymphoidei cervicales
superficiales menyalurkan isinya ke nodi lymphoidei cervicales profundi.
Kelenjar ini terdapat pada trigonum cervicale posterius sepanjang vena jugularis
externa dan di trigonum cervicale anterius sepanjang vena jugularis anterior.
KGB di leher terdiri atas kelenjar preaurikuler, retroaurikuler,
submandibuler, submental, juguler atas, juguler tengah, juguler bawah, segitiga
leher dorsal, dan supra-(retro)klavikuler. Nodi lymphoidei retroauriculares
(mastoidei) terletak di atas permukaan lateral processus mastoideus os temporale,
dan menampung cairan limfe dari sebagian kulit kepala di atas aurikula dan dari
dinding posterior meatus acusticus externus. Pembuluh limfe eferen bermuara ke
nodi lymphoidei cervicales profundi. Nodi lymphoidei submandibulares terletak
pada permukaan superfisial glandula submandibularis, di bawah lamina
superficialis fasciae colli profundae. Nodi ini dapat dipalpasi tepat di bawah

11
pinggir corpus mandibula, dan menerima cairan limfe dari area yang luas,
termasuk bagian depan kulit kepala, hidung, dan daerah pipi yang berdekatan,
bibir atas dan bawah (kecuali bagian tengah), sinus frontalis, sinus maxillaris,
sinus ethmoidalis, gigi atas dan bawah (kecuali incisivus inferior), dua pertiga
bagian anterior lidah (kecuali ujung lidah), dasar mulut, dan vestibulum serta
gusi. Pembuluh limfe eferen bermuara ke nodi lymphoidei cervicales profundi.
Nodi lymphoidei submentales terletak di dalam trigonum submentale di
antara venter anterior m.digastricus dextra et sinistra. Nodi ini menampung
cairan limfe dari ujung lidah, dasar mulut di bawah ujung lidah, gigi incisivus,
gusi yang berdekatan, bagian tengah bibir bawah, dan kulit di atas dagu.
Pembuluh eferen bermuara ke nodi lymphoidei submandibulares et cervicales
profundi.

Gambar Sistem Limfatik Leher


D. Limfadenitis
1. Definisi
Limfadenopati merujuk kepada ketidaknormalan kelenjar getah
bening dalam ukuran, konsistensi ataupun jumlahnya. Pada daerah leher
(servikal), pembesaran kelenjar getah bening didefinisikan bila kelenjar

12
membesar lebih dari diameter satu sentimeter. Pembesaran kelenjar getah
bening di daerah leher sering terjadi pada anak-anak. Sekitar 38% sampai
45% pada anak normal memiliki kelenjar getah bening daerah leher yang
teraba. Dari studi di Belanda terdapat 2.556 kasus limadenopati yang tidak
dapat dijelaskan dan 10% dirujuk kepada subspesialis, 3,2% membutuhkan
biopsi dan 1,1% mengalami keganasan.
Klasifikasi limfadenopati bervariasi, tetapi terdapat klasifikasi
sederhana dan bermanfaat secara klinis, yaitu limfadenopati generalisata dan
limfadenopati lokal. Limfadenopati generalisata merupakan limfadenopati
dengan pembesaran KGB dalam dua atau lebih area yang tidak saling
berdekatan, sedangkan limfadenopati lokal yaitu pembesaran KGB yang
hanya melibatkan satu area. Limfadenopati generalisata perlu dibedakan
dengan limfadenopati lokal karena hal ini berkaitan dengan penegakkan
diagnosis. Pada pelayanan kesehatan primer, sekitar 75% pasien dengan
limfadenopati adalah limfadenopati lokal, sedangkan limfadenopati
generalisata sekitar 25%.

Gambar Epidemiologi Limfadenopati Generalisata dan Lokal

Limfadenitis merupakan bagian dari limfadenopati. Limfadenitis


merupakan peradangan dan/atau pembesaran KGB. Limfadenitis dapat
menyerang satu atau sekelompok KGB dan dapat unilateral atau bilateral.
Onset limfadenitis dapat terjadi akut, subakut, dan kronis.

13
2. Penyebab
Limfadenitis dapat disebabkan oleh infeksi dari berbagai organisme,
yaiut bakteri, virus, protozoa, riketsia atau jamur. Secara khusus, infeksi
menyebar ke kelenjar getah bening dari infeksi kulit, telinga, hidung atau
mata.

3. Penegakkan Diagnosis
Sebagian besar pasien dengan limfadenopati dapat didiagnosis berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik baik. Limfadenopati lokal harus diperiksa
lesi di sekitar pembesaran KGB tersebut dan dilakukan pemeriksaan KGB
area lain untuk menyingkitkan limfadenopati generalisata. Pada umumnya,
KGB yang lebih besar dari 1 cm dicurigai adanya kelainan. Observasi selama
3-4 minggu merupakan langkah yang tepat pada pasien dengan limfadenopati
lokal dan gambaran jinak. Limfadenopati generalisata harus selalu dianjurkan
untuk dilakukan pemeriksaan penunjang.

14
Gambar Alur Diagnosis Limfadenopati

a. Anamnesis
Pembesaran kelenjar getah bening pada dua sisi leher secara
mendadak biasanya disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan
bagian atas. Pada infeksi oleh penyakit kawasaki umumnya pembesaran
KGB hanya satu sisi saja. Apabila berlangsung lama (kronik) dapat
disebabkan infeksi oleh mikobakterium, toksoplasma, virus Ebstein Barr
atau sitomegalovirus. Gejala-gejala penyerta seperti demam, nyeri
tenggorok dan batuk mengarahkan kepada penyebab infeksi saluran

15
pernapasan bagian atas. Demam, keringat malam dan penurunan berat
badan mengarahkan kepada infeksi tuberkulosis atau keganasan.
Karakteristik lain yang merupakan indikasi adanya perubahan ganas pada
KGB, yaitu tumbuh terus menerus melampaui periode beberapa minggu,
tanda lokal berupa adanya rasa nyeri, kemerahan atau fluktuatif, dan
kehilangan berat badan, demam malam hari, dan malaise tanpa adanya
tanda-tanda infeksi. Demam yang tidak jelas penyebabnya, rasa lelah dan
nyeri sendi meningkatkan kemungkinan oleh penyakit kolagen atau
penyakit serum (serum sickness-ditambah riwayat obat-obatan atau
produk darah).
Riwayat penyakit sekarang dan dahulu juga perlu ditanyakan.
Adanya peradangan tonsil (amandel) sebelumnya mengarahkan kepada
infeksi oleh streptokokus, luka lecet pada wajah atau leher atau tanda-
tanda infeksi mengarahkan penyebab infeksi stafilokokus, dan adanya
infeksi gigi dan gusi juga dapat mengarahkan kepada infeksi bakteri
anaerob. Transfusi darah sebelumnya dapat mengarahkan kepada
sitomegalovirus, virus Epstein Barr atau HIV.

Riwayat penggunaan obat-obatan perlu digali dalam penegakkan


diagnosis. Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan
seperti fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti allupurinol,
atenolol, kaptopril, karbamazepin, sefalosporin, emas, hidralazin,
penisilin, pirimetamin, quinidin, sulfonamid. Pembesaran karena obat
umumnya seluruh tubuh (generalisata). Paparan terhadap infeksi juga
perlu digali. Paparan atau kontak sebelumnya kepada orang dengan
infeksi saluran napas atas, faringitis oleh streptokokus, atau tuberkulosis
turut membantu mengarahkan penyebab limfadenopati. Di samping itu,
anamnesis juga meliputi riwayat perjalanan atau pekerjaan. Perjalanan ke
daerah-daerah Afrika dapat mengakibatkan terkena tripanosomiasis,
orang yang bekerja dalam hutan dapat terkena tularemia. Apabila
limfadenopati disebabkan oleh Yersinia pestis, pasien biasanya pernah
berkunjung ke suatu daerah yang satu minggu sebelumnya terjadi
penyakit tersebut.

16
Tabel Kata kunci penegakkan diagnosis limfadenopati

b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Malnutrisi atau pertumbuhan yang terhambat mengarahkan kepada
penyakit kronik (berjalan lama) seperti tuberkulosis, keganasan atau
gangguan sistem kekebalan tubuh.

2) Karakteristik dari kelenjar getah bening


KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. Kelenjar getah bening
harus diukur untuk perbandingan berikutnya, harus dicatat ada
tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas
digerakkan atau tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi,
konsistensi apakah keras atau kenyal.

17
Tabel Lokasi KGB dan drainase limfatik

a) Ukuran
Normal bila diameter 0,5 cm (dan lipat paha >1,5 cm dikatakan
abnormal)

b) Nyeri tekan
Umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan

c) Konsistensi
Keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti
karet mengarahkan kepada limfoma, lunak mengarahkan kepada
proses infeksi, fluktuatif mengarahkan telah terjadinya
abses/pernanahan.

18
d) Penempelan/bergerombol
Beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan bila
digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis, keganasan.
Pembesaran KGB leher bagian posterior (belakang) terdapat pada
infeksi rubela dan mononukleosis. Supraklavikula atau KGB leher
bagian belakang memiliki risiko keganasan lebih besar daripada
pembesaran KGB bagian anterior.
Pembesaran KGB leher yang disertai daerah lainnya juga sering
disebabkan oleh infeksi virus. Keganasan, obat-obatan, penyakit
kolagen umumnya dikaitkan degnan pembesaran KGB generalisata.
Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, KGB umumnya bilateral
(dua sisi-kiri/kiri dan kanan), lunak dan dapat digerakkan. Bila ada
infeksi oleh bakteri, kelenjar biasanya nyeri pada penekanan, baik
satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat digerakkan.
Adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya mengarahkan
infeksi bakteri, dan adanya fluktuatif menandakan terjadinya abses.
Bila limfadenopati disebabkan keganasan tanda-tanda peradangan
tidak ada, KGB keras dan tidak dapat digerakkan (terikat dengan
jaringan di bawahnya). Pada infeksi oleh mikobakterium, pembesaran
kelenjar berjalan minguan-bulan, walaupun dapat mendadak, KGB
menjadi fluktuatif dan kulit diatasnya menjadi tipis, dan dapat pecah
dan terbentuk jembatan-jembatan kulit di atasnya.

3) Tanda-tanda penyerta
Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada tonsil,
bintik-bintik merah pada langit-langit mengarahkan infeksi oleh
bakteri streptokokus. Adanya selaput pada dinding tenggorok, tonsil,
langit-langit yang sulit dilepas dan bila dilepas berdarah,
pembengkakan pada jaringan lunak leher (bull neck) mengarahkan
kepada infeksi oleh bakteri difteri. Faringitis, ruam-ruam dan
pembesaran limpa mengarahkan kepada infeksi virus Epstein Barr.
Adanya radang pada selaput mata dan bercak koplik mengarahkan
kepada campak. Adanya pucat, bintik-bintik perdarahan (bintik merah
yang tidak hilang degnan penekanan), memar yang tidak jelas

19
penyebabnya, dan pembesaran hati dan limpa mengarahkan kepada
leukemia. Demam panjang yang tidak berespon dengan obat demam;
kemerahan pada mata; peradangan pada tenggorok, “strawberry
tongue”; perubahan pada tangan dan kaki (bengkak, kemerahan pada
telapak tangan dan kaki); limfadenopati satu sisi (unilateral)
mengarahkan kepada penyakit kawasaki.

4. Diagnosis Banding dan Pemeriksaan Penunjang


Penyebab limfadenopati sangat bervariasi. Penyebab limfadenopati terkadang
sulit dipastikan. Oleh karena itu, pemeriksaan penunjang perlu dilakukan
dalam penegakkan diagnosis pasti limfadenopati. Pemeriksaan penunjang
disesuaikan dengan gejala dan tanda yang paling mengarahkan diagnosis.
Tabel Diagnosis Banding Limfadenopati

Penyakit Manifestasi Klinis Pemeriksaan


Mononucleosis-type Fatigue, malaise, fever, atypical
syndromes lymphocytosis
Epstein-Barr virus* Splenomegaly in 50% of patients Monospot, IgM EA or
VCA
Toxoplasmosis* 80 to 90% of patients are IgM toxoplasma
asymptomatic antibody
Cytomegalovirus* Often mild symptoms; patients IgM CMV antibody,
may have hepatitis viral culture of urine
or blood
Initial stages of HIV "Flu-like" illness, rash HIV antibody
infection*
Cat-scratch disease Fever in one third of patients; Usually clinical
cervical or axillary nodes criteria; biopsy if
necessary
Pharyngitis due to Fever, pharyngeal exudates, Throat culture on
group A streptococcus, cervical nodes appropriate medium
gonococcus
Tuberculosis Painless, matted cervical nodes PPD, biopsy
lymphadenitis*
Secondary syphilis* Rash RPR
Hepatitis B* Fever, nausea, vomiting, icterus Liver function tests,
HBsAg
Lymphogranuloma Tender, matted inguinal nodes Serology
venereum
Chancroid Painful ulcer, painful inguinal Clinical criteria,
nodes culture

20
Lupus erythematosus* Arthritis, rash, serositis, renal, Clinical criteria,
neurologic, hematologic antinuclear antibodies,
disorders complement levels
Rheumatoid arthritis* Arthritis Clinical criteria,
rheumatoid factor
Lymphoma* Fever, night sweats, weight loss Biopsy
in 20 to 30% of patients
Leukemia* Blood dyscrasias, bruising Blood smear, bone
marrow
Serum sickness* Fever, malaise, arthralgia, Clinical criteria,
urticaria; exposure to antisera or complement assays
medications
Sarcoidosis Hilar nodes, skin lesions, Biopsy
dyspnea
Kawasaki disease* Fever, conjunctivitis, rash, Clinical criteria
mucous membrane lesions

Less common causes of lymphadenopathy


Lyme disease* Rash, arthritis IgM serology
Measles* Fever, conjunctivitis, rash, cough Clinical criteria,
serology
Rubella* Rash Clinical criteria,
serology
Tularemiala* Fever, ulcer at inoculation site Blood culture,
serology
Brucellosis* Fever, sweats, malaise Blood culture,
serology
Plague Febrile, acutely ill with cluster of Blood culture,
tender nodes serology
Typhoid fever* Fever, chills, headache, Blood culture,
abdominal complaints serology
Still's disease* Fever, rash, arthritis Clinical criteria,
antinuclear antibody,
rheumatoid factor
Dermatomyositis* Proximal weakness, skin Muscle enzymes,
changes EMG, muscle biopsy
Amyloidosis* Fatigue, weight loss Biopsy
*--Causes of generalized lymphadenopathy.
EA=early antibody; VCA=viral capsid antigen; CMV=cytomegalovirus;
HIV=human immunodeficiency virus; PPD=purified protein derivative;
RPR=rapid plasma reagin; HBsAg=hepatitis B surface antigen;
EMG=electromyelography.

21
5. Penatalaksanaan
Pada pasien dengan limfadenitis, penatalaksanaan tergantung pada
agen penyebabnya. Penatalaksanaan tersebut mencakup antibiotik, operatif,
kemoterapi, atau radioterapi.

TEKHNIK ANESTESI LMA

Hilangnya kesadaran karena induksi anestesi berhubungan dengan hilangnya


pengendalian jalan nafas dan reflex-reflex proteksi jalan nafas. Tanggung jawab dokter
anestesi adalah untuk menyediakan respirasi dan managemen jalan nafas yang adekuat untuk
pasien. LMA telah digunakan secara luas untuk mengisi celah antara intubasi ET dan
pemakaian face mask. LMA di insersi secara blind ke dalam pharing dan membentuk suatu
sekat bertekanan rendah sekeliling pintu masuk laring

Dibawah ini tabel 2 keuntungan dan kerugian pemakaian LMA jika dibandingkan
dengan ventilasi facemask atau intubasi ET :

Tabel 2. Keuntungan dan kerugian LMA dibandingkan dengan ventilasi facemask

atau intubasi trachea

Desain dan Fungsi


Laringeal mask airway ( LMA ) adalah alat supra glotis airway, didesain untuk
memberikan dan menjamin tertutupnya bagian dalam laring untuk ventilasi spontan dan
memungkinkan ventilasi kendali pada mode level (< 15 cm H2O) tekanan positif. Alat ini
tersedia dalam 7 ukuran untuk neonatus, infant, anak kecil, anak besar, kecil, normal dan
besar.

22
Gambar Berbagai macam ukuran LMA

Dibawah ini tabel 3 dengan berbagai ukuran LMA dengan volume cuff yang berbeda yang
tersedia untuk pasien-pasien ukuran berbeda ( 3 )

Tabel 3. Berbagai ukuran LMA dengan


volume cuff yang berbeda yang tersedia untuk
pasien-pasien ukuran berbeda

Teknik pemasangan

23
1. Persiapan :
a. Preoksigenasi pasien dengan 100% oksigen melalui nonbreather mask
b. Pilih LMA sesuai ukuran
c. Cek cuff/balon LMA dari kebocoran
d. Mengempiskan cuff LMA. Pengempisan harus bebas dari lipatan dan sisi kaf
sejajar dengan sisi lingkar kaf.
e. Berikan water-soluble lubricant pada baian belakang sungkup
f. Berikan sedasi bila perlu
g. Posisikan pasien

2. Sebelum pemasangan, posisi pasien dalam keadaan “air sniffing” dengan cara
menekan kepala dari belakang dengan menggunakan tangan yang tidak dominan.
3. Buka mulut dengan cara menekan mandibula kebawah atau dengan jari ketiga tangan
yang dominan.
4. LMA dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk pada perbatasan antara pipa dan kaf.
5. Ujung LMA dimasukkan pada sisi dalam gigi atas, menyusur palatum dan dengan
bantuan jari telunjuk LMA dimasukkan lebih dalam dengan menyusuri palatum.
6. LMA dimasukkan sedalam-dalamnya sampai rongga hipofaring. Tahanan akan terasa
bila sudah sampai hipofaring.
7. Pipa LMA dipegang dengan tangan yang tidak dominan untuk mempertahankan
posisi, dan jari telunjuk kita keluarkan dari mulut penderita..
8. Kaf dikembangkan sesuai posisinya.
9. LMA dihubungkan dengan alat pernafasan dan dilakukan pernafasan bantu. Bila
ventilasi tidak adekuat, LMA dilepas dan dilakukan pemasangan kembali.
10. Setelah itu lakukan fiksasi

24
Indikasi

a. Sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi ET untuk airway
management. LMA bukanlah suatu penggantian ET, ketika pemakaian ET
menjadi suatu indikasi.

b. Pada penatalaksanaan dificult airway yang diketahui atau yang tidak


diperkirakan.

c. Pada airway management selama resusitasi pada pasien yang tidak sadarkan diri.

Kontraindikasi

a. Pasien-pasien dengan resiko aspirasi isi lambung (penggunaan pada


emergency adalah pengecualian).

b. Pasien-pasien dengan penurunan compliance sistem pernafasan, karena seal yang

25
bertekanan rendah pada cuff LMA akan mengalami kebocoran pada tekanan
inspirasi tinggi dan akan terjadi pengembangan lambung. Tekanan inspirasi
puncak harus dijaga kurang dari 20 cm H2O untuk meminimalisir kebocoron cuff
dan pengembangan lambung.

c. Pasien-pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi mekanik jangka waktu


lama.

d. Pasien-pasien dengan reflex jalan nafas atas yang intack karena insersi dapat
memicu terjadinya laryngospasme.

Efek Samping

Efek samping yang paling sering ditemukan adalah nyeri tenggorok, dengan
insidensi 10 % dan sering berhubungan dengan over inflasi cuff LMA. Efek samping
yang utama adalah aspirasi.

Maintenance (Pemeliharaan)

Untuk anak kecil dan bayi, nafas spontan lewat cLMA untuk periode yang lama
kemungkinan tidak dianjurkan. cLMA meningkatkan resistensi jalan nafas dan akses
ke jalan nafas untuk membersihkan sekret, tidak sebaik lewat tube trakea.
Untungnya ventilasi kendali pada grup ini sering lebih mudah sebagaimana anak-anak
secara umum mempunyai paru-paru dengan compliance yang tinggi dan sekat jalan
nafas dengan cLMA secara umum sedikit lebih tinggi pada anak-anak dibandingkan
pada orang dewasa.

Selama fase maintenance anestesi, cLMA biasanya menyediakan jalan nafas


yang bebas dan penyesuaian posisi jarang diperlukan. Biasanya pergeseran dapat
terjadi jika anestesi kurang dalam atau pasien bergerak. Kantung reservoir sirkuit
anestesi harus tampak dan di monitoring dengan alarm yang tepat harus digunakan
selama tindakan anestesi untuk meyakinkan kejadian-kejadian ini terdeteksi. Jika
posisi pasien butuh untuk di ubah, akan bijaksana untuk melepas jalan nafas selama
pergerakan. Saat pengembalian posisi telah dilakukan, sambungkan kembali kea sirkuit
anestesi dan periksa ulang jalan nafas.

Tekhnik Extubasi

26
Pada akhir pembedahan, cLMA tetap pada posisinya sampai pasien bangun dan
mampu untuk membuka mulut sesuai perintah, dimana reflex proteksi jalan nafas telah
normal pulih kembali. Melakukan penghisapan pada pahryng secara umum tidak
diperlukan dan malah dapat men-stimuli dan meningkatkan komplikasi jalan nafas
seperti laryngospasme. Saat pasien dapat membuka mulut mereka, cLMA dapat
ditarik. Kebanyakan sekresi akan terjadi pada saat-saat ini dan adanya sekresi
tambahan atau darah dapat dihisap saat cLMA ditarik jika pasien tidak dapat menelan
sekret tersebut. Beberapa kajian menyebutkan tingkat komplikasi akan lebih tinggi
jika cLMA ditarik saat sadar, dan beberapa saat ditarik ”dalam”. Jika cLMA ditarik
dalam kondisi masih ”dalam”, perhatikan mengenai obstruksi jalan nafas dan
hypoksia. Jika ditarik dalam keadaan sadar, bersiap untuk batuk dan terjadinya
laryngospasme.

Komplikasi Pemakaian LMA

cLMA tidak menyediakan perlindungan terhadap aspirasi paru karena


regurgitasi isi lambung dan juga tidak bijaksana untuk menggunakan cLMA pada
pasien-pasien yang punya resiko meningkatnya regurgitasi, seperti : pasien yang tidak
puasa, emergensi, pada hernia hiatus simtomatik atau refluks gastro-esofageal dan
pada pasien obese. Insidensi nyeri tenggorokan dengan menggunakan LMA sekitar
28%.

Clasic LMA mempunyai insidensi kejadian batuk dan komplikasi jalan nafas
yang lebih kecil dibandingkan dengan ET. Namun clasic LMA mempunyai
kerugian. LMA jenis ini hanya menyediakan sekat tekanan rendah (rata-rata 18 – 20
cmH2O), sehingga jika dilakukan ventilasi kendali pada paru, akan
menimbulkan masalah. Peningkatan tekanan pada jalan nafas akan berhubungan
dengan meningkatnya kebocoran gas dan inflasi lambung. Lebih lanjut lagi, clasic
LMA tidak memberikan perlindungan pada kasus regurgitasi isi lambung. Proseal
LMA berhubungan dengan kurangnya stimulasi respirasi dibandingkan ET selama
situasi emergensi pembiusan

ProSeal LMA juga mempunyai keuntungan dibandingkan clasic LMA selama


ventilasi kendali; sekat pada ProSeal LMA meningkat sampai dengan 50 %
dibandingkan clasic LMA sehingga memperbaiki ventilasi dengan mengurangi
kebocoran dari jalan nafas. Sebagai tambahan drain tube pada ProSeal LMA akan

27
meminimalisir inflasi lambung dan dapat menjadi rute untuk regurgitasi isi lambung
jika hal ini terjadi.

Obat Premedikasi

a. Midazolam
Midazolam merupakan suatu golongan imidazo-benzodiazepindengan sifat yang
sangat mirip dengan golongan benzodiazepine. Merupakan benzodiapin kerja cepat
yang bekerja menekan SSP. Midazolam berikatan dengan reseptor benzodiazepin
yang terdapat diberbagai area di otak seperti di medulla spinalis, batang
otak,serebelum system limbic serta korteks serebri. Efek induksi terjadisekitar 1,5
menit setelah pemberian intra vena bila sebelumnyadiberikan premedikasi obat
narkotika dan 2-2,5 menit tanpapremedikasi narkotika sebelumnya.
Midazolam diindikasikan pada premedikasi sebelum induksianestesi, basal
sedasion sebelum tindakan diagnostic atau pembedahanyang dilakukan di bawah
anestesi local serta induksi dan pemelharaanselama anestesi. Obat ini dikontra
indikasikan pada keadaan sensitive terhadap golongan benzodiazepine, pasien dengan
insufisiensi pernafasan, acut narrow-angle claucoma.
Dosis premedikasi sebelum operasi :
Pemberian intramuskular pada penderita yang mengalami nyeri sebelum
tindakan bedah, pemberian tunggal atau kombinasi dengan antikolinergik atau
analgesik. Dewasa : 0,07- 0,1 mg/ kg BB secara IM sesuai dengan keadaan umum
pasien, lazimnya diberikan 5mg. Dosis usia lanjut dan pasien lemah 0,025 - 0,05 mg/
kg BB (IM). Untuk basal sedation pada dewasa tidak melebihi 2,5 mg IV 5-10 menit
sebelum permulaan operasi, pada orang tua dosis harus diturunkan 1- 1,5 mg dengan
total dosis tidak melebihi 3,5 mg IV.
Midazolam mempunyai efek samping :
Efek yang berpotensi mengancam jiwa: midazolam dapat mengakibatkan
depresi pernafasan dan kardiovaskular, iritabilitas padaventrikel dan perubahan pada
kontrol baroreflek dari denyut jantung. Efek yang berat dan ireversibel : selain depresi
SSP yang berhubungan dengan dosis, tidak pernah dilaporkan efek samping yang
ireversibel. Efek samping simtomatik: agitasi, involuntary movement,
bingung,pandangan kabur, nyeri pada tempat suntikan, tromboflebitis dantrombosis.
Midazolam dapat berinteraksi dengan obat alkohol, opioid, simetidin, ketamine.
b. Fentanyl

28
Fentanil adalah merupakan derivat agonis sintetik opioid fenil piperidin, yang
secara struktur berhubungan dengan meperidin, sebagai anestetik 75 – 125 kali lebih
poten dari Morfin. Fentanil merupakan salah satu preparat golongan analgesik opioid
dan termasuk dalam opioid potensi tinggi dengan dosis 100-150 mcg/kgBB, termasuk
sufentanil (0,25-0,5 mcg/kgBB). Bahkan sekarang ini telah ditemukan remifentanil,
suatu opioid yang poten dan sangat cepat onsetnya, telah digunakan untuk
meminimalkan depresi pernapasan residual. Opioid dosis tinggi yang deberikan
selama operasi dapat menyebabkan kekakuan dinding dada dan larynx, dengan
demikian dapat mengganggu ventilasi secara akut, sebagaimana meningkatnya
kebutuhan opioid potoperasi berhubungan dengan perkembangan toleransi akut. Maka
dari itu, dosis fentanyl dan sufentanil yang lebih rendah telah digunakan sebagai
premedikasi dan sebagai suatu tambahan baik dalam anestesi inhalasi maupun
intravena untuk memberikan efek analgesi perioperatif.
Sebagai analgesik, potensinya diperkirakan 80 kali morfin. Lamanya efek
depresi nafas fentanil lebih pendek dibanding meperidin. Efek euphoria dan analgetik
fentanil diantagonis oleh antagonis opioid, tetapi secara tidak bermakna diperpanjang
masanya atau diperkuat oleh droperidol, yaitu suatu neuroleptik yang biasanya
digunakan bersama sebagai anestesi IV. Dosis tinggi fentanil menimbulkan kekakuan
yang jelas pada otot lurik, yang mungkin disebabkan oleh efek opioid pada tranmisi
dopaminergik di striatum. Efek ini di antagonis oleh nalokson. Fentanyl biasanya
digunakan hanya untuk anestesi, meski juga dapat digunakan sebagai anelgesi pasca
operasi. Obat ini tersedia dalam bentuk larutan untuk suntik dan tersedia pula dalam
bentuk kombinasi tetap dengan droperidol. Fentanyl dan droperidol (suatu
butypherone yang berkaitan dengan haloperidol) diberikan bersama-sama untuk
menimbulkan analgesia dan amnesia dan dikombinasikan dengan nitrogen oksida
memberikan suatu efek yang disebut sebagai neurolepanestesia.
c. Ketorolac
Ketorolac dapat diberikan secara oral, intramuscular atau intravena. Tidak
dianjurkan untuk intratekal atau epidural. Setelah suntikan intramuscular atau
intravena efek analgesinya dicapai dalam 30 menit, maksimal setelah 1-2 jam dengan
lama kerja sekitar 4-6 jam dan penggunannya dibatasi untuk 5 hari.
Dosis awal 10-30 mg dan dapat diulang setiap 4-6 jam dan penggunannya sesuai
kebutuhan. Untuk pasien normal dosis sehari dibatasi maksimal 90 mg dan untuk
berat < 50kg, manula atau gangguan faal ginjal dibatasi maksimal 60 mg. sifat
29
analgetik ketorolac setara dengan opioid, yaitu 30 mg ketorolac = 12 mg morfin = 100
mg petidin, sedangkan sifat antipiretik dan antiinflamasinya rendah. Ketorolac dapat
digunakan secara bersamaan dengan opioid. Cara kerja ketorolac adalah menghambat
sintesis prostaglandin di perifir tanpa menggangu reseptor opioid di sistema saraf
pusat. Tidak dianjurkan digunakan untuk wanita hamil, menghilangkan nyeri
persalinan,wanita sedang menyusui, usia lanjut, anal usia < 4 tahun, gangguan
perdarahan.

d. Ondansetron
Merupakan suatu antagonis 5-HT3 yang sangat efektif yang ual dan muntah
karena sitostatika misalnya cisplatin dan radiasi. Ondansetron mempercepat
pengosongan lambung, bila kecepatan pengosongan basal rendah. Tetapi waktu transit
saluran cerna memanjang sehingga dapat terjadi konstipasi. Ondansetron dieliminasi
dengan cepat dari tubuh. Metabolisme obat ini terutama secara hidroksilasi dan
konjugasi dengan glukonida atau sulfat dalam hati.5 Dosis ondansentron yang
biasanya diberikan untuk premedikasi antara 4-8 mg/kgBB. Dalam suatu penelitian
kombinasi antara Granisetron dosis kecil yang diberikan sesaat sebelum ekstubasi
trakhea ditambah Dexamethasone yang diberikan saat induksi anestesi merupakan
suatu alternatif dalam mencegah muntah selama 0-2 jam setelah ekstubasi trakhea
daripada ondansetron dan dexamethasone.

Obat Induksi

Propofol
Pada kasus ini digunakan Propofol. Propofol adalah campuran 1% obat dalam air
dan emulsi yang berisi 10% soya bean oil, 1,2% phosphatide telur dan 2,25% glyserol.
Dosis yang dianjurkan 2- 2,5mg/kgBB untuk induksi tanpa premedikasi. Dosis induksi
1-2 mg/kgBB/menit. Dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasinya selama 20-45 menit dan
dapat meningkat menjadi 2 kali lipat pada suhu 250 C, kecepatan efek kerjanya 1-2
menit.
Pemberian intravena propofol (2mg/kg) menginduksi anestesi secara cepat. Rasa
nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang disertai plebitis atau
trombosis. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus propofol yang berkesinambungan dengan
opiat, N2O dan/atau anestetik inhalasi lain. Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik
kira-kira 80% tetapi efek ini disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan

30
curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol tidak
merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak,metabolisme otak dan tekanan
intrakranial akan menurun. Keuntungan propofol karena bekerja lebih cepat dari
tiopental dan konfusi pascaoperasi yang minimal.
 Efek samping propofol pada sistem pernapasan adanya depresi pernapasan, apnea,
brokospasme dan laringospasme. Pada system kardiovaskuler berupa hipotensi, aritmia,
takikardia, bradikardia,hipertensi. Pada susunan saraf pusat adanya sakit kepala, pusing,
euforia,kebingungan, kejang, mual dan muntah.

Maintenance

a. N20 dan O2
Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis dan tidak iritatif, tidak berasa, lebih
berat dari udara, tidak mudah terbakar/meledak, dan tidak bereaksi dengan soda lime
absorber  (pengikat CO2). Mempunyai sifat anestesi yang kurang kuat, tetapi dapat
melalui stadium induksi dengan cepat, karena gas ini tidak larut dalam darah. Gas ini
tidak mempunyai sifat merelaksasi otot, oleh karena itu pada operasi abdomen dan
ortopedi perlu tambahan dengan zat relaksasi otot. Terhadap SSP menimbulkan
analgesi yang berarti. Depresi nafas terjadi pada masa pemulihan, hal ini terjadi
karena Nitrous Oksida mendesak oksigen dalam ruangan-ruangan tubuh. Hipoksia
difusi dapat dicegah dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi beberapa menit
sebelum anestesi selesai. Penggunaan biasanya dipakai perbandingan atau kombinasi dengan
oksigen. Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2
adalah sebagai berikut 60% : 40% ; 70% : 30% atau 50% : 50%.
b. Sevoflurane
Sevofluran (ultane) merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari anestesi
lebih cepat dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan
tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi
disamping halotan. Efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil, jarang menyebabkan
aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporan
toksik terhadap hepar. Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan
oleh badan. Walaupun dirusak oleh kapur soda (soda lime, baralime), tetapi belum
ada laporan membahayakan terhadap tubuh manusia.

31
BAB III

PEMBAHASAN

Pasien ini didiagnosis limfadenitis colli dengan rencana tindakan eksisi luas. Dari
pemeriksaan status lokalis region colli didapatkan benjolan pada daerah submandibular,
dengan ukuran diameter 2 cm, konsistensi kenyal, mobile, nyeri tekan (-).
Status fisik pada pasien ini dimasukkan ke dalam ASA I (pasien keadaan sehat normal
(tidak ada kelainan organ/gangguan fisiologi, biokimia dan psikiatri)). Teknik general
anestesi dengan Laryngeal Mask Airway pada pasien ini dilakukan atas pertimbangan lama
waktu operasi yang relative singkat yaitu sekitar 20 menit.
Pada pasien ini diberikan premedikasi berupa midazolam 2,5 mg (0,05-0,1 mg/kgBB)
intravena. Selanjutnya diberikan fentanyl 50 mcg. Induksi anestesia dilakukan dengan
pemberian propofol 100 mg (2 – 2,5 mg/kgBB) (intravena), yang segera setelah itu dilakukan
pemasangan LMA no.3. Untuk maintenance selama operasi berlangsung diberikan N 2O, O2,

32
dan Sevoflurane dengan cara inhalasi dengan mesin anestesia. Selama operasi berlangsung,
dilakukan monitoring perioperasi untuk membantu ahli anestesi mendapatkan informasi
fungsi organ vital selama perioperasi, supaya dapat bekerja dengan aman. Monitoring secara
elektronik membantu ahli anestesi mengadakan observasi pasien lebih efisien secara terus
menerus. Selama operasi berlangsung juga tetap diberikan cairan intravena RL. Setelah
operasi selesai, dilakukan tindakan reoksigenasi dengan Oksigen 2-3 liter/menit.
Pasien dipindah ke ruang pemulihan dan dilakukan observasi sesuai skor Aldrete. Bila
pasien tenang dan Aldrete Score > 7 dan tanpa nilai 0, pasien dapat dipindahkan ke bangsal.
Pada kasus ini Aldrete Score-nya yaitu kesadaran 1 (merespon bila nama dipanggil), aktivitas
motorik 2 (dua ekstremitas dapat digerakkan), pernapasan 2 (bernapas tanpa hambatan),
sirkulasi 2 (tekanan darah dalam kisaran <20% sebelum operasi), dan warna kulit 2 (merah
muda). Jadi Aldrete Score pada pasien ini adalah 9 sehingga layak untuk pindah ke bangsal.

BAB IV
KESIMPULAN

Seorang perempuan berusia 39 tahun terdapat benjolan pada lehernya dengan


limfadenitis colli, rencana operasi eksisi luas dengan general anestesi Laryngeal Mask
Airway dan pemeriksaan status preoperative pasien ASA I.

33
DAFTAR PUSTAKA

Dachlan, R., Suryadi, KA., Latief Said. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta: Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif, FK UI.

Guyton AC, Hall JE. Mikrosirkulasi dan Sistem Limfatik: Pertukaran Cairan Kapiler,
Cairan, Intersisial, dan Aliran Limfe. In 9 E, editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Jakarta: EGC; 1997. p. 243-247.

Muhiman, M., Thaib, R., Sunatrio, Dachlan, R. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intensif, FK UI.

Morgan GE, Mikhail MS, J.Murray M., Clinical Anesthesiology 4th edition. McGraw Hill.
New York. 2006.

34

Anda mungkin juga menyukai