Anda di halaman 1dari 166

1.

PENDAHULUAN

Oleh: Lina Favourita Sutiaputri

Pekerjaan sosial adalah suatu profesi yang sangat diperlukan dalam


masyarakat kita yang semakin kompleks dan selalu berubah. Namun
demikian, profesi ini sering disalahartikan, karena tidak mudah
untuk digambarkan atau dijelaskan. Pekerjaan sosial adalah sebuah
profesi yang ditandai dengan keragaman. Pekerja sosial dapat
memasuki berbagai kegiatan dalam berbagai setting atau bidang
dengan berbagai orang yang berbeda-beda. Sebagian pekerja sosial
hanya memfokuskan pada individu-individu dan keluarga-keluarga,
pekerja sosial lainnya bekerja dengan kelompok-kelompok kecil,
organisasi-organisasi, atau keseluruhan masyarakat. Ada yang
mengutamakan mengurus anak-anak, sedangkan yang lainnya
mengurus lanjut usia. Ada yang menjadi konselor dan psikoterapis
atau ada yang menjadi supervisor, administrator, perencana
program, atau orang yang melakukan penggalangan dana. Ada yang
memfokuskan pada masalah tindak kekerasan dalam keluarga, yang
lainnya fokus pada bagaimana menyediakan perumahan atau
perawatan medis bagi orang miskin. Keragaman ini yang membuat
pekerjaan sosial begitu menantang dan menarik. Akan tetapi, karena
perbedaan dari masalah kien dan kegiatan-kegiatannya yang
membuat profesi ini sulit untuk menjawab pertanyaan sederhana:
Apa itu pekerjaan sosial? (Sheafor & Horejsi, 2003)

Definisi Pekerjaan Sosial

Banyak definisi pekerjaan sosial yang telah dikemukan oleh para


pakar pekerjaan sosial. Salah satu rumusan pekerjaan sosial yang
dipandang cukup komprehensih, adalah yang dikemukan oleh The
National Association of Social Workers (NASW). NASW
mendefinisikan pekerjaan sosial, sebagai berikut: “Pekerjaan sosial
adalah kegiatan profesional yang membantu individu-individu,
kelompok-kelompok, atau masyarakat-masyarakat untuk
meningkatkan atau memperbaiki kemampuan keberfungsian sosial
mereka dan menciptakan kondisi-kondisi kemasyarakatan yang
memungkinkan mereka mencapai tujuannya”. (Zastrow,1999).

1
Berdasarkan definisi tersebut, dapat diidentifikasi 2(dua) tujuan
yang mendasar dari pekerjaan sosial:
1. Membantu orang-orang untuk memperbaiki keberfungsian
sosial mereka;
2. Menciptakan kondisi-kondisi kemasyarakatan yang dapat
meningkatkan kondisi kehidupan orang-orang dan mencegah
masalah dalam keberfungsian sosial.

Praktik pekerjaan sosial terdiri dari pengaplikasian nilai-nilai,


prinsip-prinsip, dan teknik-teknik kepada hal-hal seperti: membantu
orang mendapatkan pelayanan yang nyata, menyediakan konseling
dan psikoterapi untuk individu, keluarga, dan kelompok, yang
dilakukan secara profesional; membantu komunitas atau kelompok
dalam menyediakan atau meningkatkan pelayaan sosial dan
kesehatan; dan berpartisipasi dalam proses keputusn yang relevan.

Praktik pekerjaan sosial memerlukan pengetahuan tentang


pengembangan manusia dan perilaku; di bidang sosial,
perekonomian, dan institusi kebudayaan, dan interaksi dari faktor-
faktor terssebut. (Barker, 1995 hal 357-358).

Istilah pekerjaan sosial secara umum diaplikasikan pada program


pendidikan (baik gelar sarjana atau master) dalam pekerjaan sosial
yang dipekerjakan di bidang kesejahteraan sosial. Seorang pekerja
sosial merupakan agen perubahan, orang yang secara khusus di
dipekerjakan untuk menciptakan perubahan yang terencana (Pincus
& Minahan, 1973, hal. 54). Sebagai agen perubahan, seorang
pekerja sosial diharapkan memiliki keterampilan dalam bekerja
berhadapan dengan individu, keluarga, organisasi, dan membawa
perubahan dalam komunitas.

Pekerjaan sosial membantu orang-orang untuk meningkatkan


kapasitas daya tindak dan penyelesaian masalah yang mereka miliki,
dan membantu mendapatkan sumber daya yang mereka butuhkan,
memfasilitasi interaksi antar individu juga antara orang-orang
dengan lingkungannya, membuat organisasi menjalankan tanggung
jawabnya terhadap masyarakat, dan mempengaruhi kebijakan-
kebijakan sosial. (Barker, 1995: 358)

2
Hubungan Antara Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial

Tujuan dari pekerjaan sosial adalah untuk memenuhi kebutuhan-


kebutuhan sosial, finansial, dan rekreasional dari tiap individu dalam
sebuah masyarakat. Kesejahteraan Sosial bertujuan meningkatkan
keberfungsian sosial dari semua kelompok usia, baik yang kaya dan
yang miskin. Ketika institusi-institusi dalam masyarakat kita (seperti
perekonomian pasar dan keluarga) gagal dalam memenuhi
kebutuhan dasar dari individu atau kelompok, sebuah pelayanan
sosial menjadi dibutuhkan.

Barker (1995), mengemukakan tentang definisi kesejahteraan sosial,


sebagai berikut: “Sistem dari sebuah negara mengenai program-
program, dan pelayanan yang membantu seseorang mendapatkan
kebutuhan sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan yang
mendasar dalam mempertahankan sebuah masyarakat “.

Beberapa contoh dari program dan pelayanan kesejahteran sosial


adalah adopsi, foster care, day care, Head Start, probisi dan parol,
progrram asistensi publik, perawatan kesehatan umum, terapi seks,
konseling bunuh diri, pelayanan rekreasional (Pramuka dan
program-program bagi pemuda), pelayanan kelompok minoritas dan
veteran, pelayan sosial sekolah, pelayanan sosial dan hukum pada
kaum miskin, pelayan keluarga berencana, meals on wheels,
pelayanan perawatan rumah, perlindungan kekerasan rumah tangga,
pelayanan pada orang dengan AIDS, pelayanan perlindungan pada
kekerasan anak, pelatihan asertif, proyek perumahan rakyat,
Alcoholics Anonymus, pelayanan orang-orang yang minggat,
pelayanan terhadap orang dengan disabilitas, dan sheltered
workshops.

Hampir semua pekerja sosial dipekerjakan di bidang kesejahteraan


sosial. Meskipun, terdapat pula banyak profesi lain yang bekerja di
bidang tersebut.

3
Gambar 1.1.Contoh kelompok-kelompok profesional dalam bidang
kesejahteraan sosial, termasuk pengacara yang memberikan
layanan hukum untuk orang miskin,perencana kota dalam badan
perencanaan sosial, dokter dalam lembaga pelayanan kesehatan,
guru di lembaga perawatan bagi yang mengalami gangguan
emosional, psikolog, perawat, terapis rekreasional di rumah sakit
jiwa,psikiater di klinik kesehatan mental.

Apakah yang Dimaksud Dengan Profesi Pekerjaan Sosial?

National Association of Social Workers (NASW) mendefinisikan


profesi pekerjaan sosial sebagai berikut: “ Profesi pekerjaan sosial
hadir untuk menyediakan pelayanan sosial yang efektif pada
individu, keluarga, kelompok, komunitas, dan masyarakat sehingga
keberfungsian sosial dan kualitas hidup mereka dapat ditingkatkan”.

Profesi pekerjaan sosial, baik secara tradisional maupun praktikal,


didefinisikan sebagai profesi yang menyediakan landasan

4
pengetahuan formal, konsep-konsep teoritikal, keterampilan fungsi-
fungsi khusus, dan nilai sosial yang esensial yang digunakan alam
mengimplementasikan mandat dari masyarakat untuk menyediakan
pelayanan sosial yang aman, efektif, dan membangun.

Pekerjaan sosial berbeda dengan profesi lain (seperti psikolog dan


psikiater) karena pekerjaan sosial memiliki tanggung jawab untuk
menjalankan amanat dalam penyediaan pelayanan sosial.

Seorang pekerja sosial membutuhkan pelatihan dalam bidang yang


luas untuk menangani masalah yang dihadapi oleh individu,
kelompok, keluarga, organisasi, dan komunitas lainnya yang lebih
besar secara efektif. Meskipun kebanyakan profesi menjadi lebih
terspesialisasi (seperti profesi dokter yang kini mengambil spesialis
di satu atau dua bidang saja), pekerja sosial kini menekankan pada
pendekatan yang umum (broad-based). Praktik pekerjaan sosial
sejalan dengan praktik umum pengobatan dahulu. Praktisi umum
(atau keluarga) memiliki pengetahuan untuk menangani area yang
luas pada bidang masalah kesehatan umum; seorang pekerja sosial
dididik untuk secara profesional menangani banyak masalah-
masalah sosial dan personal.

Tujuan Praktik Pekerjaan Sosial

NASW (1982), mengemukakan empat tujuan utama dari praktik


pekerjaan sosial. Selanjutnya the Council on Social Work Education
(CSWE), merumuskan tujuan pekerjaan sosial yang juga sangat
berhubungan erat, tetapi juga ada perbedaannya, rumusan tujuan
tersebut menjadi dua tujuan utama dari praktik pekerjaan sosial.
Tujuan praktik pekerjaan sosial tersebut adalah sebagai berikut:

1. Memperkuat kemampuan orang untuk memecahkan,


menghadapi masalah serta kemampuan pengembangan
dirinya.Dengan menggunakan konsep “orang didalam
lingkungannya”, sasaran praktik pekerjaan sosial pada tingkatan
ini adalah “orang”. Dalam hal ini peranan pekerja sosial yang
paling menonjol adalah sebagai enabler, counselor, teacher,
care giver, dan pengubah perilaku.

5
2. Menghubungkan orang dengan sistem-sistem yang dapat
menyediakan sumber-sumber, pelayanan-pelayanan, dan
kesempatan-kesempatan.Dengan menggunakan konsep “orang
didalam lingkungannya”, sasaran praktik pekerjaan sosial pada
tingkatan ini adalah “Hubungan antara orang dengan sistem-
sistem dimana mereka berinteraksi”. Dalam hal ini peranan
pekerja sosial yang paling menonjol adalah sebagai broker.

3. Mengembangkan sistem-sistem yang dapat menyediakan


sumber dan pelayanan bagi orang agar pelaksanaannya lebih
efektif dan manusiawi.Dengan menggunakan konsep “orang
didalam lingkungannya”, sasaran praktik pekerjaan sosial pada
tingkatan ini adalah “sistem-sistem dimana orang-orang
berinteraksi dengannya”. Dalam hal ini peranan pekerja sosial
yang paling menonjol adalah sebagai pengembang program,
supervisor, koordinator, konsultan.
• Pengembang Program: mengembangkan atau merancang
program atau teknologi untuk menemukan kebutuhan-
kebutuhan sosial
• Supervisor: meningkatkan kefektifan dan efisiensi
pemberian pelayanan melalui pengsupervisian terhadap staf
yang lain
• Koordinator: memperbaiki sistem pemberian pelayanan
dengan meningkatkan komunikasi dan koordinasi antara
sumber-sumber pelayanan
• Konsultan: memberikan bimbingan/saran kepada lembaga-
lembaga dan organisas-organisasi dengan cara
menganjurkan untuk meningkatkan kefektifan dan efisiensi
pelayanan

4. Mengembangkan dan memperbaiki kebijakan sosial. Dengan


menggunakan konsep “orang didalam lingkungannya”, sasaran
praktik pekerjaan sosial pada tingkatan ini adalah “Sistem-
sistem dimana orang-orang berinteraksi dengannya”.

Perbedaannya dengan tujuan ketiga adalah pada ketersediaan


sumber-sumber untuk melayani orang, dimana fokus dari tujuan
keempat adalah pada peraturan dan keluasan kebijakan sosial
yang mendasari sumber-sumber tersebut.

6
Dalam hal ini peranan pekerja sosial yang paling menonjol
adalah sebagai perencana dan pengembang kebijakan. Dalam
proses perencanaan dan pengembangan kebijakan tersebut
pekerja sosial dapat melaksanakan peranan sebagai advocate
dan activist.

Family
System
Educa- Social
tional service
System system

PERSON
Goods &
Political
services
system
system

Reli- Employ-
gious ment
System system

Gambar 1.2. Person-in-environment conceptualization

Menurut CSWE (1994) profesi pekerjaan sosial dapat dipraktikan


pada bidang yang beragam dan luas. Tujuan-tujuan yang berkaitan
adalah:
1. Mengembangkan, memperbaiki, memelihara, dan
meningkatkan keberfungsian individu-individu, keluarga,
kelompok, organisasi, dan masyarakat untuk
menyelesaikan tugas-tugasnya, mencegah, dan mengurangi
ketegangan-ketegangan, dan penggunaan sumber-sumber.
2. Perencanaan, perumusan, dan penerapan kebijakan-
kebijakan sosial, pelayanan-pelayanan, sumber-sumber,
dan program-program yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar manusia dan mendukung
pengembangan kapasitas manusia.
3. Mencapai kebijakan-kebijakan, pelayanan-pelayanan, dan
program-program melalui keorganisasian atau advokasi

7
administrasi dan tindakan sosial atau politik, untuk
memberdayakan kelompok-kelompok dalam risiko dan
mengembangkan keadilan sosial dan ekonomi.
4. Mengembangkan dan menguji pengetahuan dan
keterampilan yang berhubungan dengan tujuan-tujuan
pekerjaan sosial tersebut.

Berdasarkan tujuan, yang dirumuskan CSWE, NASW


menambahkan Tujuan Praktik Pekerjaan Sosial sbb:

5. Memberdayakan kelompok-kelompok dalam risiko dan


meningkatkan keadilan sosial dan ekonomi.
(perempuan,gay,lesbian,lansia,cacat mental atau fisik,orang
miskin,AIDS,klp agama yg tertekan).
 Keadilan sosial adalah suatu kondisi ideal dimana semua
anggota masyarakat mempunyai hak yang sama,
perlindungan, kesempatan, tanggung jawab, dan manfaat-
manfaat sosial.
 Keadilan ekonomi juga merupakan suatu keadaan yang
ideal, dimana semua anggota masyarakat mempunyai
kesempatan-kesempatan yang sama untuk memperoleh
material, penghasilan, dan kesejahteraan.
 Pekerja sosial mempunyai tanggung jawab untuk
membantu kelompok-kelompok ini untuk meningkatkan
personal, interpersonal, sosial ekonomi, dan kekuatan
politik mereka dan mempengaruhi dengan memperbaiki
lingkungan mereka.
 Pemberdayaan difokuskan Pekerja Sosial untuk mencari
distribusi sumber dan kekuasaan yang lebih seimbang
diantara berbagai anggota kelompok masyarakat.

6. Mengembangkan dan menguji pengetahuan dan


keterampilan-keterampilan profesional.Pekerja sosial
diharapkan dapat memberikan kontribusinya terhadap dasar
pengetahuan dan ketrampilan pekerjaan sosial. Termasuk
tanggung jawabnya pekerja sosial untuk menilai secara
objektif praktik-praktik yang dilakukannya, program-
program dan pelayanan-pelayanan yang diberikannya.

8
Fungsi Pekerjaan Sosial

Pincus dan Minahan (1973) mengemukakan beberapa fungsi dari


pekerjaan sosial yang meliputi:
1. Membantu orang untuk meningkatkan dan menggunakan
kemampuan secara efektif untuk melaksanakan tugas kehidupan
dan memecahkan masalah.
2. Menciptakan jalur hubungan pendahuluan antara orang dengan
sistem sumber.
3. Mempermudah, mengubah, dan menciptakan hubungan antara
orang dengan sistem-sistem sumber kemasyarakatan.
4. Mempermudah,mengubah, dan menciptakan hubungan antara
orang di lingkungan sistem sumber.
5. Memberikan sumbangan bagi perubahan, perbaikan, dan
perkembangan kebijakan dan perundang-undangan sosial.
6. Meratakan sumber-sumber material
7. Bertindak sebagai pelaksana kontrol sosial.

Demikian pembahasan dalam bagian pendahuluan, pada bagian


selanjutnya akan dibahas mengenai keberfungsian sosial yang
merupakan konsep penting dalam pekerjaan sosial. Keberfungsian
sosial adalah konsep yang menjadi kunci untuk memahami fokus
unik pekerjaan sosial yang membedakannya dari profesi-profesi
pertolongan lainnya.

Referensi:

9
Barker, R.L. 1995. Social Work Dictionary. 3rd. ed.
Washington DC: National Association of Social
Worker.

Pincus, A., and A. Minahan. 1973. Social Work Practice and


Method, Itasca. IL. Peacock.

Sheafor, B.W. and Horejsi, C.R. 2003. Techniques and


Guidlines for Social Work Practice. 6th. ed. USA:
Pearson Education, Inc.

Zastrow C.H. 1999. The Practice of Social Work. 6th. ed. USA:
Brooks/Cole Publishing Company

10
2. KEBERFUNGSIAN SOSIAL

Oleh: Windriyati

Pekerjaan sosial merupakan suatu profesi pertolongan yang


ditujukan untuk membantu meningkatkan kemampuan berfungsi
sosial orang (baik secara individu, keluarga maupun kolektif). Jadi
keberfungsian sosial merupakan fokus dari pekerjaan sosial.

Keberfungsian Sosial, Situasi Sosial, dan Sistem Sumber

A. Keberfungsian Sosial Sebagai Fokus Pekerjaan Sosial

B. Situasi-situasi Sosial yang Mengganggu Keberfungsian Sosial

C. Sistem Sumber Untuk Meningkatkan/Memperbaiki Fungsi Sosial

Keberfungsian Sosial, Situasi Sosial Dan Sistem Sumber

A. Keberfungsian Sosial Sebagai Fokus Pekerjaan Sosial

Pengertian keberfungsian sosial mengarah pada cara yang


dipergunakan orang sebagai individu maupun kolektivitas dalam
melaksanakan tugas-tugas kehidupan, memecahkan
permasalahan maupun memenuhi kebutuhan. Pembahasan
mengenai keberfungsian sosial tidak akan lepas dari konsep
peranan sosial dan status sosial orang tersebut di lingkungan
atau masyarakatnya. Status sosial orang mencerminkan adanya
hak dan kewajiban yang harus ditampilkan oleh orang tersebut.
Hak dan kewajiban merupakan cerminan dari norma dan nilai
lingkungan atau masyarakat yang diberikan kepada orang sesuai
dengan status sosialnya. Orang dituntut oleh lingkungannya
untuk melaksanakan hak dan kewajibannya, Pelaksanaan hak
dan kewajiban dijadikan ukuran untuk menentukan apakah
seseorang dapat berfungsi sosial atau tidak.

Keberfungsian sosial dapat dipandang dari berbagai segi,


yaitu antara lain :

11
1. Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan
melaksanakan peranan sosial (social role)

2. Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan untuk


memenuhi kebutuhan.

3. Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan untuk


memecahkan permasalahan yang dialami.

1. Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan


melaksanakan peranan sosial (social role)
Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan
melaksanakan peranan sosial atau penampilan peranan yang
diharapkan sebagai anggota dari suatu kolektivitas seperti :
keluarga, kelompok, komunitas atau masyarakat. Dalam
keberfungsian sosial tersebut terkait beberapa aspek:

a. Status Sosial

Seseorang hidup di tengah-tengah kolektivitas (keluarga,


kelompok, komunitas maupun masyarakat) akan
memiliki status social. Status sosial seseorang selalu
bersifat jamak, artinya seorang individu biasanya
menyandang beberapa status sosial, seperti : ayah, suami,
menantu, mertua, pencari nafkah, ketua RT, dan
sebagainya.

b. Interaksional

Setiap status sosial yang dimiliki selalu mempunyai


pasangan, seperti : orangtua-anak, suami-isteri, atasan-
bawahan, guru-murid, majikan-buruh, dan sebagainya.

c. Tuntutan dan harapan

Setiap status sosial yang dimiliki seseorang pada


dasarnya menuntut tingkah laku yang harus
dilaksanakan. Tuntutan tingkah laku sesuai dengan
norma atau nilai dimana orang itu berada.

12
Contoh :tuntutan terhadap seseorang yang menyandang
status sosial sebagai orang tua ; dapat mendidik anaknya,
dapat memberikan contoh sikap dan perilaku yang baik,
melakukan sosialisasi, dan sebagainya.

d. Tingkah laku

Walaupun setiap orang dituntut untuk melaksanakan


peran/tingkah laku sesuai dengan statusnya, namun
dalam kenyataannya ada orang-orang yang tidak mampu
melaksanakan harapan tersebut, tingkah laku yang
ditampilkan tidak memenuhi seperti apa yang
diharapkan. Ketidaksesuaian antara peranan yang
ditampilkan dengan yang diharapkan dapat bersifat
positif dan negatif.

Ketidaksesuaian dalam arti positif, yaitu menunjukkan


bahwa peranan yang ditampilkan seseorang ternyata
lebih besar dan lebih tinggi, jika dibandingkan dengan
tuntutan peranan yang diharapkan oleh lingkungannya.
Oleh sebab itu orang yang menampilkan peranan seperti
ini akan menjadi terkenal, menjadi panutan dan pusat
perhatian masyarakatnya, sedangkan, ketidaksesuaian
dalam artinegatif, akan sebaliknya, yaitu akan
mendapatkan kritikan, cemoohan, dan penolakan dari
masyarakatnya. Namun jika relatif sama antara peranan
yang ditampilkan dengan yang diharapkan masyarakat,
maka orang itu dianggap wajar/biasa, artinya orang itu
tidak ditolak, tidak dicemooh tetapi juga tidak terkenal,
dan tidak menjadi panutan di lingkungannya.

Tingkah laku manusia dipengaruhi oleh 2 (dua)


faktor :

1) Faktor yang berasal dari dalam diri individu sendiri


(internal), dan 2) Faktor yang berasal dari luar individu
(eksternal) atau lingkungan sosialnya.

13
Kedua faktor tersebut saling berrelasi, berinteraksi, dan
berinterdependensi atau saling mempengaruhi, sehingga
membentuk tingkah laku manusia yang kompleks.
Tingkah laku manusia, paling sedikit dipengaruhi oleh
tiga faktor utama : 1) Faktor genetik, 2) Faktor budaya,
dan 3) Faktor sosial kemasyarakatan. Ketiga faktor
tersebut saling berinteraksi satu sama lain dalam situasi
yang kompleks.

e. Situasional

Pelaksanaan peranan/tingkah laku seseorang sesuai


dengan statusnya, selalu berada dalam konteks situasi,
artinya orang bertingkahlaku selalu dalam konteks situasi
sosial.

2. Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan


untuk memenuhi kebutuhan
Orang selalu dihadapkan kepada usaha untuk memenuhi
kebutuhannya. Oleh sebab itu, keberfungsian sosial juga
mengacu kepada cara-cara yang digunakan oleh individu
maupun kolektivitas dalam memenuhi kebutuhan hidup
mereka. Dalam menentukan kebutuhan manusia dapat
dikelompokkan ke dalam dua golongan besar, yaitu :

a. Penentuan kebutuhan berdasarkan karakteristik umum


(general).

b. Penentuan kebutuhan berdasarkan pada tahap


perkembangan manusia (spesifik).

Kebutuhan berdasarkan karakteristik umum


(general)

Ahli pekerjaan sosial Charlotte Towle, membahas


kebutuhan ini dalam kaitannya dengan faktor-faktor yang

14
mempengaruhi perkembangan manusia. Dia berpendapat
bahwa unsur-unsur berikut ini merupakan faktor penting yang
memotivasi orang pada suatu tujuan tertentu :

a. Kesejahteraan fisik; makanan, perumahan, dan


perawatan kesehatan

b. Kesempatan bagi perkembangan emosional dan


intelektual

c. Relasi dengan orang lain

d. Pemuasan kebutuhan spiritual

Maslow (1993) mengembangkan suatu hierarki


kebutuhan yang pada dasarnya juga mendukung pendapat
Towle dan pemikirannya ini sangat mengembangkan
pemahaman kita tentang kebutuhan. Pendapat Maslow
tentang kebutuhan ini disusun berdasarkan suatu urutan
tertentu. Untuk sampai pada suatu tahap kebutuhan tertentu,
seseorang terlebih dahulu harus memenuhi tahap kebutuhan
yang terdahulu atau lebih rendah. Dengan menempatkan
kebutuhan yang paling penting pada urutan pertama.

Maslow (1993) mengemukakan kebutuhan tersebut


sebagai berikut ;

a. Kebutuhan fisiologis

b. Kebutuhan akan rasa aman

c. Kebutuhan memiliki dan dicintai

d. Kebutuhan akan penghargaan

e. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri.

15
Neil Gilbert dan Harry Specht (1986)
mengemukakan bahwa kebutuhan manusia terdiri dari :

a. Physical Needs

b. Emotional Needs

c. Intelectual Needs

d. Spiritual Needs

e. Social Needs

Kebutuhan berdasarkan tahap perkembangan


manusia (spesifik)

Towle menegaskan bahwa kebutuhan bersifat relatif


dan berkaitan erat dengan usia dan situasi kehidupan.
Misalnya seorang bayi yang harus mendapatkan
perawatan fisik, kesempatan untuk belajar, serta
berhubungan dengan orang dewasa yang mencintainya.
Seorang dewasa harus mendapatkan kesempatan untuk
hidup yang berupa makanan, perumahan, dan pakaian,
akan tetapi mereka ini kurang membutuhkan perawatan
fisik. Mereka membutuhkan hubungan dengan orang
lain, akan tetapi dalam wujud yang sangat bervariasi.
Menurut MaxSiporin (1973) kebutuhan manusia secara
spesifik dapat digolongkan ke dalam 7 (tujuh) tahapan,
yaitu masa :

a. Infacy (0 – 3 tahun) : kasih


sayang, perawatan, belajar
ketrampilan
dasar

b. Pre school (3 – 6 tahun) : belajar


sosialisasi, bermain

16
c. Grade school (6 – 13 tahun) : stimulasi
sosial dan intelektual

d. High school (13 – 18 tahun) : berpisah


sementara dari orang tua

e. Young adult (18 – 21 tahun) : belajar


berperan sebagai orang tua

f. Mature adult (21 – 65 tahun) :


memperluas
kesempatan untuk mengembangkan diri dalam
kehidupan sosial

g. Aged adult (65 tahun keatas) mengembangkan diri


dalam peranan orang lanjut usia.

Selain menurut Max Siporin, terdapat 8 (delapan)


tahap kehidupan manusia dengan kebutuhannya yang
dikemukakan oleh Erik Erikson.

3. Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan


untuk memecahkan persoalan yang dialami
Orang dalam usahanya memenuhi kebutuhan,
melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan mewujudkan
aspirasinya tidaklah mudah. Ia dihadapkan pada beberapa
keterbatasan, hambatan, dan kesulitan. Oleh sebab itu, orang
dalam kehidupannya selalu dihadapkan kepada permasalahan
yang harus ditangani dan dipecahkan.

Max Siporin (1975) mengatakan bahwa masalah sosial


adalah : “A difficult im social functioning on the part of an
individual collectivity or both“` Kesulitan individu atau
kolektivitas dalam melaksanakan keberfungsian sosialnya
tersebut, karena adanya rintangan dan hambatan tertentu.

17
Robert K. Merton (1974) mengemukakan bahwa
kategori masalah sosial ada 2 (dua), yaitu :

1. Disorganisasi Sosial (Public Issues)

Mengacu pada “Multiple Social Disfunction”.


Disorganisasi Sosial mengekspresikan suatu
permasalahan sosial dalam pengertian secara kolektif –
kemasyarakatan. Contoh : reaksi-reaksi masyarakat
terhadap bencana alam, masalah pengangguran,
penyebaran narkotika, korban kerusuhan, pengungsian,
angka kriminilitas yang tinggi, dan sebagainya.

2. Tingkah laku menyimpang (Deviant Behavior)

Menyatakan diri sebagai suatu masalah dalam bentuk


keresahan-keresahan individu, tingkah laku abnormal,
atau menyimpang, penampilan-penampilan peranan yang
kurang wajar atau kurang memadai, contoh : penyakit
mental, salah asuh, dan sebagainya.

Jika seseorang dapat menampilkan peranan (hak dan


kewajibannya) sesuai dengan status sosialnya, maka orang
tersebut dikatakan “berfungsi sosial”. Sebaliknya, jika tidak
mampu melaksanakan, maka orang tersebut dinyatakan
“tidak berfungsi sosial”. Jadi keberfungsian sosial
merupakan perbandingan antara peranan sosial yang
diharapkan oleh lingkungan sesuai dengan status sosialnya
(expectation role) dengan peranan sosial yang nyata
dilaksanakan oleh orang tersebut.

Jika orang tersebut dapat memenuhi harapan


lingkungan/masyarakat, maka dikatakan dapat berfungsi
sosial. Sebaliknya, jika tidak mampu memenuhi harapan
lingkungan/masyarakat, maka orang tersebut dikatakan tidak
dapat atau kurang berfungsi sosial.

Keberfungsian Sosial yang menjadi fokus dari pekerjaan


sosial, meliputi tiga dimensi yang terdiri dari :

18
1. Interaksi orang dengan orang

2. Interaksi orang dengan sistem sumber

3. Interaksi orang dengan lingkungan sosial maupun fisik.

B. Situasi-situasi Sosial yang Mengganggu Keberfungsian


Sosial

Situasi Sosial merupakan kesatuan dasar yang


memungkinkan terjadinya interaksi sosial dan terdiri dari
kombinasi antara orang dengan setting. Situasi sosial
memberikan konteks bagi transaksi-transaksi peranan yang
terfokus serta keberfungsian individu-individu maupun sistem
sosialnya.

Orang akan merasakan dan memandang suatu situasi


sosial dengan cara yang berbeda-beda :

1. Suatu situasi sosial yang dapat dipercaya dan sebaliknya

2. Suatu situasi sosial yang memberikan dukungan, dan


sebaliknya situasi sosial sebagai keadaan yang menekan
atau menuntut

3. Suatu situasi sosial yang menumbuhkn dan


mengembangkan identitas pribadi, dan sebaliknya situasi
yang membahayakan.

Tingkah laku orang di dalam konteks situasi sosialnya,


jelas berkaitan dengan perasaan dan cara orang tersebut
memandang situasi sosial tersebut. Jika positif, maka orang
dapat melaksanakan peranan yang diharapkan lingkungannya,
Jika negatif, maka cenderung tidak dapat melaksanakan
peranan yang diharapkan oleh lingkungannya.

19
C. Sistem Sumber Untuk Meningkatkan/Memperbaiki
Fungsi Sosial
Sumber adalah sesuatu yang berharga, baik yang sudah
tersedia maupun yang harus ditemukan dan dimobilisasi,
sehingga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
atau memecahkan masalah.

Untuk melaksanakan praktek pertolongan dalam


meningkatkan / memperbaiki fungsi sosial, pekerja sosial
selalu memanfaatkan sistem-sistem sumber yang ada, artinya
sumber memiliki posisi yang sangat vital dalam keseluruhan
praktek pekerjaan sosial.

Sistem sumber dalam pekerjaan sosial, diantaranya


dikemukakan oleh Pincus dan Minahan,(1973) dikategorikan
sebagai berikut :

1. Sistem Sumber Alamiah / Informal


Sumber bantuan yang dapat diperoleh atau dipergunakan
sehubungan dengan adanya ikatan emosional, misalnya :
nasihat, kasih sayang, dukungan emosional ataupun
dukungan material dari keluarga, kerabat, teman,
lingkungan tetangga.

2. Sistem Sumber Formal

Sumber bantuan yang dapat diperoleh atau dimanfaatkan


dengan memenuhi persyaratan yaitu dengan keanggotaan
seseorang dalam organisasi tertentu yang bersifat formal,
misalnya : keanggotaan dalam serikat buruh, perhimpunan
orang tua murid, perkumpulan orang tua yang memiliki
anak cacat, organisasi profesi, koperasi, dan sebagainya.

3. Sistem Sumber Kemasyarakatan

Lembaga-lembaga yang didirikan oleh pemerintah


maupun swasta yang memberikan pelayanan kepada
semua orang, misalnya : rumah sakit, lembaga bantuan
hukum, badan-badan sosial, dan sebagainya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Compton, Beulah Robert, 1980. Introduction to Social


Welfare and Social Work : Structure, Function and
Process. The Dorsey Press. Illinois

Dubois, Brenda & Milley, 1992, Social Work an Empowering


Profession, Allyn & Bacon Inc. Boston

Dwi Heru Sukoco, 1995, Profesi Pekerjaan Sosial dan


Proses Pertolongannya, Kopma STKS, Bandung.

Gilbert. Neil dan Spech.Harry. New York.Prentice Hall.

Maslow. Abraham H. 1993. Motivasi dan Kepribadian 2:


Teori Motivasi dengan Pendekatan Hierarki
Kebutuhan Manusia.Jakarta. PT Midas Surya
Grafindo.

Merton. Robert K. 1974. Social Problems and Sociological


Theory`

Morales Armando & Bradford W. Sheafor, 1983. Social


Work : A Profession of Many Faces. Allyn & Bacon
Inc. Boston

21
Pincus, Allen. & Minahan, Anne., 1973, Social Work
Practice : Model and Method, FF Peacock
Publisher,Inc. Itasca, Illinois

Skidmore, Rex A. & Milton G. Thackeray, 1992.


Introduction to Social Work Practice, Englewood
Cliffs, New Jersey

Siporin, Max, 1975. Introduction to Social Work Practice,


Macmillan Publishing Co. Inc., New York

Zastrow, Charles. 1992, The Practice of Social Work. The


Dorsey Press. Homewood, Illinois

22
3. METODE-METODE PEKERJAAN SOSIAL

Oleh: Yana Sundayani

Pekerjaan sosial dalam prakteknya menggunakan berbagai metode


dengan tujuan supaya dapat menyelesaikan permasalahan pada klien
secara tepat. Penyelesaian permasalahan klien dapat diselesaikan
secara tepat manakala menggunakan metode dengan tepat.
Berdasarkan hal tersebut seorang pekerja sosial diharapkan
mempunyai kemampuan dalam menggunakan berbagai metode
dalam pekerjaan sosial.

Berbagai metode yang dapat digunakan dalam praktek pekerjaan


sosial menurut para ahli berbeda-beda. Metode yang digunakan
dalam praktek pekerjaan sosial menurut Alfred Kadushin dalam Dwi
Heru Sukoco (1991: 79-87) mengemukakan bahwa pengetahuan
pekerjaan sosial pada dasarnya diklasifikasikan menjadi lima
tingkat. Kelima tingkatan pengetahuan tersebut dapat membantu
pekerjaan sosial dalam melakukan proses pertolongan. Kelima
tingkat pengetahuan tersebut adalah: Pengetahuan: Pekerjaan Sosial
yang Umum; Bidang Praktek; Badan Sosial; Klien; Kontak.

Menurut Alfred Kadushin bahwa social work methods (metode-


metode dikelompokkan menjadi pengetahuan tentang metode
pelayanan langsung dan pelayanan tidak langsung. Metode
pelayanan langsung terdiri dari: Case work; Group work;
Community Organization. Metode pelayanan tidak langsung terdiri
dari: Penelitian dan Administrasi

23
Menurut Dean H.Hepworth dan Jo Ann Larsen bahwa pengetahuan
pekerjaan sosial dikelompokkan menjadi empat yaitu: Tingkah laku
Manusia di dalam Lingkungan Sosial; Kebijakan Sosial; Metode-
metode Pekerjaan Sosial; Penelitian. Metode-metode pekerjaan
sosial berkaitan dengan pengetahuan yang menjelaskan tentang cara
meningkatkan keberfungsian sosial klien; proses pemecahan
masalah; pemahaman terhadap permasalahan manusia dan
penggalian serta pemanfaatan sistem sumber; peranan pekerja sosial
dalam proses pemecahan masalah; interview, negosiasi dan
interaksi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa penelitian terpisah dari
pengelompokkan metode pekerjaan sosial. Hal terpenting dari hasil
penelitian adalah rmanfaat dari penelitian bagi pengembangan
pengetahuan profesi pekerjaan sosial.

Menurut pendapat Isbandi Rukminto Adi (2001: 35-36)


mengemukakan bahwa intervensi mikro lebih memusatkan pada dua
metode besar dalam dunia pekerjaan sosial, yaitu metode Bimbingan
Sosial Perseorangan dan Bimbingan Sosial Kelompok, sedangkan
intervensi makro lebih beragam. W.A. Friedlander (1976) membagi
metode pekerjaan sosial menjadi: Metode Pokok (social case work,
social group work, dan community organization), Metode
Penunjang atau teknik-teknik tidak langsung (administrasi
kesejahteraan sosial dan penelitian pekerjaan sosial). Berikut
menurut Charles Zastrow (1982) membagi pengetahuan pekerjaan
sosial menjadi empat kategori, sebagai berikut: Pengetahuan
Pekerjaan Sosial Umum/ General (pelayanan sosial dan kebijakan
sosial; tingkah laku manusia dan lingkungan sosial); Pengetahuan
yang Berkaitan dengan Bidang Praktek Khusus (teori permasalahan
emosional; faktor heriditas dan pembelajaran sosial; asesment dan
diagnosa gangguan emosional dll); Pengetahuan yang berkaitan
dengan Badan Sosial Khusus (misalnya yang berkaitan dengan pusat
kesehatan mental: persyaratan untuk klien dalam menerima
pelayanan; prosedur; pembayaran dll); Pengetahuan yang Berkaitan
dengan Klien (menginformasikan secara mendetail tentang:
keunikan klien dan masalahnya; latar belakang klien; faktor yang
mempengaruhi masalah klien dll).

24
Metode yang tepat akan sangat membantu bagi seorang Pekerja
Sosial dalam melakukan intervensi. Metode merupakan teknik dan
alat untuk mengetahui suatu hal dengan langkah yang sistematis
untuk mencapai tujuan. Howard Goldstein mendefinisikan metode
sebagai prosedur-prosedur yang sistematis yang disusun secara
tertib.

Tulisan yang dipaparkan berikut adalah menjelaskan tentang metode


pekerjaan sosial yang dikelompokkan menjadi metode pelayanan
langsung/ uatama/ pokok dan metode pelayanan tidak langsung/
metode penunjang. Hal tersebut sesuai dan berdasarkan pendapat
dari WA Friedlander dan Zastrow. Metode-metode pekerjaan sosial,
berisi tentang pengetahuan yang meliputi: Strategi-strategi
intervensi didalam case work, gruopwork dan Community
Organization; dan penelitian serta administrasi.

1. Case work
Menurut Rex A Skidmore (1976) Case work merupakan proses
membantu individu-individu untuk mencapai penyesuaian antara
individu dengan lingkungan sosialnya. Case work bertujuan untuk
meningkatkan, memperbaiki dan memperkuat keberfungsian sosial
agar mampu menolong dirinya sendiri yang dilakukan secara
terorganisir.

Para ahli seperti Robert L.Barker dan Helen H.Perlman dalam Hudri
(1994: 58-59) mendefinisikan metode pekerjaan sosial dengan
perorangan merupakan orientasi nilai dan bentuk praktek yang
digunakan oleh pekerja sosial dimana konsep psikososial, tingkah
laku manusia dan sistem-sistem diterjemahkan kedalam
keterampilan-keterampilan yang ditujukan untuk membantu
individu dan keluarga dalam memecahkan masalah intra psikhis,
antar-pribadi, sosial eonomi dan lingkungn melalui relasi yang
bersifat tatap muka (Robert L.Barker). Menurut Helen H.Perlman,
metode pekerjaan sosial dengan perorangan adalah suatu proses
yang dipergunakan oleh badan sosial tertentu untuk membantu
individu agar mereka dapat memcahkan masalah yang mereka
hadapi didalam kehidupan sosial mereka secara lebih efektif.

25
Seorang pekerja sosial dalam menggunakan case work diperlukan
beberapa teknik. Berikut adalah teknik-teknik dasar dalam metode
pekerjaan sosial dengan perorangan terdiri dari:

a. Manipulation of environment (memanipulasi lingkungan)


b. Supportive relationship (pembentukan relasi yang bersifat
mendukung)
c. Clarification of the problem (penjelasan masalah)
d. Interpretation (interpretasi)

Komponen dalam case work terdiri dari: person, problem, process


dan place, berikut adalah bahasan dari komponen dalam case work .

a. Person (seseorang yang memerlukan pertolongan bantuan dalam


memecahkan permasalahan kehidupan sosial dan telah
melakukan kontrak kerja dari pekerja sosial)
b. Problem (masalah yang dikalsifikasikan pada masalah: pribadi,
lingkungan dan krisis/ Dorothy F. Beck)
c. Place (tempat atau badan sosial)
d. Process (proses merupakan serangkaian usaha dalam pemecahan
masalah yang lebih bersifat individual. Menurut Max Siporin
ada lima tahapan yaitu:EIC/Engagement,Intake Contract;
Assessment; Planning; Intervention;serta Evaluationand
Termination)

Kerangka praktek case work, dalam prakteknya dapat dilihat dari:


Tujuan (memecahkan permasalahan klien didalam lingkungannya,
menggali potensi serta meningkanya kapasitas klien); Asumsi nilai
(harga diri dan martabat,keunikan individu,dan kemandirian);
Prinsip-prinsip dalam case work: (individualization, purposeful
expression of feeling, controlled emotional involvement,
acceptance, nonjudgmental attitude, self determination,
confidentiality/ Piccard: 1979.

26
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Felix P. Biestek (1957) dalam
Johnson, 1983); Metode (melakukan kontak; menolong klien dan
partisipasi klien dalam pemecahan permasalahannya), dan teknik
(pada fase permulaan proses case work adalah relationship, support,
reassurance ,clarification, advice ,explanation, small talk,
ventilation).Teknik interview pada fase permulaan proses case work
adalah setting,privacy,relaxted); Dasar Pengetahuan (psikologi;
dinamika kepribadian, struktur dan fungsi, psikologi,teori
pengubahan perilaku dan teori sistem.

2. Group work
Manusia berasal dari kata socius yang berarti kawan, hal ini
menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang membutuhkan
teman, makhluk yang hidupnya berkelompok. Manusia tidak pernah
mampu untuk hidup sendiri dan yang pasti kehidupan manusia
terkait erat dengan sesama manusia lainnya.

Menurut Malcom Payne (2016:xxi) mengemukakan bahwa group


work adalah metode intervensi pekerjaan sosial yang memanfaatkan
dinamika hubungan dalam kelompok sebagai alat pertolongan bagi
individu-individu yang menjadi anggota kelompok tersebut.
Selanjutnya menurut Robert L.Barker dalam Hudri (1994:59),
social group work merupakan sebuah orientai dan metode intervensi
pekerjaan sosial dimana sejumlah kecil orang-orang yang
mempunyai minat atau masalah yang sama mengadakan pertemuan
secara teratur dan melibatkan diri dalam kegiatan yang dirancang
untuk mencapai tujuan bersama.

Lima tahapan dalam proses pekerjaan sosial menurut Max Siporin


yaitu:EIC/Engagement,Intake Contract; Assessment; Planning;
Intervention;serta Evaluationand Termination. Melalui kegiatan
kelompok atau keterlibatan individu dalam kelompok diharapkan
dapat tercapai perkembangan emosional, intelektual maupun sosial
individu yang setinggi-tingginya. Berdsarkan beberapa definisi yang
telah dikemukakan, seorang pekerja sosial menggunakan kelompok
sebagai alat dalam membantu individu-individu dalam rangka

27
menyelesaikan permasalahan dan memenuhi kebutuhan yang
diperoleh melalui kelompok.

Kerangka praktek group work disusun dalam upaya agar pekerja


sosial dapat melihat prakteknya secara utuh. Hal ini dapat dilihat
dari: Setting Praktek (digunakan diberbagai setting praktek atau
badan dan organisasi sosial, tanpa terpengaruh oleh setingnya);
Fokus (pekerja sosial memberikan pelayanan, memperhatikan
proses kelompok serta kemampuan anggota kelompok untuk
melaksanakan fungsinya); Tujuan (pertukaran informasi,
mengembangkan keterampilan sosial, mengubah orientasi nilai dan
mengubah perilaku anti sosial melalui cara yang produktif/Robert
L.Barker (1987).

Menurut Albert S. Alisi (1980) tujuan gruop work untuk :


perbaikan, pencegahan, pertumbuhan sosial secara norma,
peningkatan kemampuan kepribadian, peningkatan tanggung jawab
sosial dan partisipasi warga masyarakat; Dasar pengetahuan yang
diperlukan adalah dari teori: kepribadian, kelompok, sosial budaya;
pengetahuan tentang sistem kesejahteraan sosial, media program,
dan pengetahuan tentang praktek; Teknik intervensi melalui
kelompok dapat berupa: Social Conversation, Recreation,
Recreation Skill, Education, Problem Solving and Decission
Making, Self Help, Socialization, Therapeutic, Sensitivity; Prinsip-
prinsip dalam group work adalah: penerimaan, relasi, kesempatan
dan dukungan, batasan perilaku, memimpin, meringankan,
interpretasi, observasi, perencanaan dan persiapan; Asumsi nilai
dalam gruop work adalah: keyakinan pada martabat manusia,
tanggung jawab sosial semua orang terhadap sesama, cinta kasih,
penghargaan dan perhatian terhadap orang lain, memilki hak yang
sama dalam memperoleh akses terhadap sumber).

3. Community Organization
Istilah yang digunakan oleh para ahli tentang community
organization berbeda-beda.Penggunaan istilah Community
Organization menurut Jim Ife adalah Community Development,
sehingga dalam peggunaannya ditulis CO/CD. Berikut bahasan
secara garis besar mengenai metode CO/CD.

28
Pengertian communitydevelopment menurut Jime Ife (2002:3)
bahwa posisi kerja masyarakat dan layanan berbasis masyarakat
dalam suatu konteks yang lebih luas dari suatu pendekatan kepada
pengembangan masyarakat (community development). Istilah yang
belakangan ini dipandang sebagai proses pembentukan, atau
pembentukan kembali, struktur masyarakat manusia yang
memungkinkan berbagai cara baru dalam mengaitkan dan
mengorganisasi kehidupan sosial serta pemenuhan kebutuhan
manusia. Dalam konteks ini, kerja manusia dilihat sebagai kegiatan,
atau praktik, dari seseorang yang berusaha memfasilitasi proses
pengembangan masyarakat tersebut. Layanan berbasis masyarakat
dilihat sebagai struktur dan proses untuk memenuhi kebutuhan
manusia, dengan mengerahkan sumber daya, keahlian dan kearifan
dari komunitas itu sendiri.

Lebih lanjut Pengembangan masyarakat (community work) adalah


salah satu metode pekerjaan sosial yang tujuan utamanya untuk
memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan
sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada
prinsip partisipasi sosial (Edi Suharto, 2002). Menurut Johnson
(1984), community work merupakan spesialisasi atau setting praktek
pekerjaan sosial yang bersifat makro (macro practice).

Tahapan kerja/ kegiatan sebagai panduan bagi perencanaan


perubahan dalam pengembangan masyarakat atau organisasi (Ellen
Netting: 2004) meliputi : Identifikasi Masalah dan Kelompok
Sasaran; Analisis Masalah; Mengembangkan Hipotesis Intervensi.

Proses pemberdayaan didalam praktek pekerjaan sosial dengan


organisasi atau masyarakat menurut Dubois (1997), adalah sebagai
berikut: Dialogue (dialog: persiapan sosial); Discovery
(penemukenalan: asessment dan perencanaan); Development
(pengembangan: moneva). Disebutkan dalam Pedoman Praktikum
III STKS Bandung, bahwa intervensi makro dalam pengembangan
masyarakat meliputi kegiatan: inisiasi sosial, pengorganisasian
masyarakat, asesmen sosial, perencanaan sosial, intervensi sosial,
evaluasi, terminasi & rujukan.

29
Beberapa istilah yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan
community organization adalah kesejahteraan sosial, pembangunan
sosial dan intervensi makro:

Kesejahteraan sosial dalam arti yang luas mencakup berbagai


tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang
lebih baik (dilihat dari aspek: ekonomi, fisik, sosial, mental dan
spiritual).Menurut Adi (1995: 5-6), kesejahteraan sosial dapat
dianalogikan seperti kesehatanjiwa, sehingga dapat dilihat dari
empat sudut pandang, yaitu, Kesejahteraan sosial sebagai: suatu
keadaan; ilmu; kegiatan; dan gerakan :

Pembangunan sosial dikemukakan oleh Midgley dan Conley dalam


Malcom Payne (2016: 178-180) menyebutkan bahwa wacana
modern mengenai pekerjaan sosial makro, intervensi komuitas dan
pembangunan sosial menanamkan prinsip dan metode praktik yang
telah digunakan di negara-negara asal. Teori pembangunan sosial
sebagai bentuk aktivisme, dan pada saat yang sama menyatakan
bahwa teori anti opresif, kritis dan pemberdayaan adalah idealistis
dan tidak mencapai perubahan sosial. Miglay dan Conlay
memandang pembangunan sosial sebagai sebuah bentuk perubahan
sosial progresif yang menggabungkan hak-hak manusia, perdamaian
dan keadilan sosial. Community work adalah suatu proses dalam
membantu masyarakat untuk meningkatkan diri mereka sendiri
melalui suatu aktivitas-aktivitas kolektif.

Dilihat dari strategi pembangunan sosial yang dapat diterapkan


dalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat, menurut
Midglay (1995) ada tiga strategi pembangunan sosial: Social
Development by Individual (pembangunan sosial melalui individu);
Social Development by Communities (Pembangunan Sosial melalui
Komunitas); Social Development by Governments (Pembangunan
Sosial melalui Pemerintah).

Prinsip-prinsip pengembangan masyarakat adalah landasan dasar


yang harus dimiliki oleh seorang pekerja sosial masyarakat, dan ini
harus terinternalisasi dalam diri pekerja sosial masyarakat. Prinsip-
prinsip pengembangan masyarakat menurut Ife (2002) adalah:
Prinsip Ekologis (holisme, berkelanjutan, keanekaragaman,

30
perkembangan organik, perkembangan yang seimbang); Prinsip
Keadilan Sosial dan HAM (mengatasi struktur yang merugikan,
mengatasi wacana yang merugikan,pemberdayaan, HAM, definisi
kebutuhan); Menghargai yang Lokal (menghargai: pengetahuan
lokal, budaya lokal, sumber daya lokal, keterampilan masyarakat
lokal, proses lokal dan partisipasi); Prinsip Proses (proses hasil dan
visi, integritas proses, menumbuhkan kesadaran, kerjasama dan
konsensus, langkah pembangunan perdamaian dan anti kekerasan,
inklusifitas, membangun masyarakat); Prinsip Global dan Lokal
(menghubungkan yang global dan lokal, praktik anti kolonialis).

Menurut Jack Rothmandan Tropman, intervensi makro mencakup


model intervensi :Locality Development ( Pengembangan
Masyarakat);Social Planning(Perencanaan Sosial);Social Action
(Aksi Sosial). Pengertian komunitas dapat pula pada Komunitas
Fungsional, yaitu komunitas yang disatukan oleh bidang pekerjaan
mereka dan bukan sekedar pada lokalitasnya saja. Dalam kaitan
dengan upaya pemberdayaan pada level komunitas, Rothman
menggambarkan bahwa proses pemberdayaan masyarakat melalui
intervensi komunitas ini dapat dilakukan melalui beberapa model
(pendekatan) intervensi, seperti pengembangan masyarakat lokal,
perencanaan sosial,dan aksi sosial. Dari ketiga model intervensi
tersebut maka proses pemberdayaan terhadap masyarakat dapat
dilakukan melalui pendekatan yang bersifat konsensus seperti pada
pengembangan masyarakat lokal; kepatuhan seperti pendekatan
perencanaan sosial; pendekatan konflik seperti aksi sosial.

Keterampilan-keterampilan yang perlu dimiliki dalam community


organization adalah: Komunikasi personal, berkelompok, membina/
mendidik masyarakat, menyusun struktur dan proses penggalian
sumber masyarakat, menulis, memotivasi, memberi semangat dan
aktifitas, menengahi konflik, negosiasi, mediasi, representasi,
advokasi, presentasi masyarakat, bekerja dengan media, manajemen
& organisasi, dan penelitian.

Teknik-teknik dalam community organization menurut Barger dan


Holloway dalah: Kolaborasi; Kampanye; Kontest.Peranan Pekerja
Sosial dalam communiy organization menurut Jim Ife

31
dikelompokkan dalam empat kelompok, yaitu :Peranan Fasilitatif;
Peranan Educational; Peranan Representatif dan. Peranan Teknikal.

4. Penelitian Pekerjaan Sosial


Penelitian merupakan metode yang termasuk kedalam metode
pelayanan tidak langsung didalam pekerjaan sosial. Penelitian
didalam pekerjaan sosial merupakan hal yang penting, karena
dengan melakukan penelitian dibidang pekerjaan sosial merupakan
kekuatan bagi perkembangan pengetahuan profesi pekerjaan sosial.

Definisi penelitian pekerjaan sosial adalah penerapan metode ilmiah


untuk memecahkan masalah-masalah dalam pekerjaan sosial, (Fink
Arthur) . Penelitian pekerjaan sosial adalah penelitian yang
sistematis dan kritis terhadap persoalan-persoalan dalam praktek
pekerjaan sosial, dengan maksud untuk memperoleh jawaban
terhadap masalah pekerjaan sosial, serta memperluas dan
menggeneralisasikan pengetahuan dan konsep-konsep pekerjaan
sosial (Friedlander: 1977)

Bidang permasalahan penelitian mencakup hal-hal yang terkait


dengan : menemukan, menghasilkan dan mengatur berbagai macam
kebutuhan klien akan bantuan sosial; mengukur berbagai macam
bantuan sosial yang akan diberikan kepada klien; mengetes
mengukur berbagai macam kebutuhan dan mengevaluasi berbagai
hasil pelaksanaan program dilingkungan pekerjaan sosial; mengetes
ketepatan alat atau penggunaan teknik- teknik pekerjaan sosial
dalam praktek pertolongan kepada klien; mengembangkan
metodologi penelitian pekerja sosial

Hubungan penelitian pekerjaan sosial dengan praktek pekerjaan


sosial pada hakekatnya adalah:

a. Memperbaiki dan meningkatkan praktek pekerjaan sosial


profesional
b. Pekerja sosial berupaya untuk menggabungkan pengetahuan
dan keterampilan untuk kepentingan pelayanan kepada sistem
klien

32
c. Pekerja sosial diharapkan memahami metodologi penelitian
serta hasil-hasil yang dilaporkan dari suatu penelitian dan
menerapkan konsep-konsep, teori-teori serta pengetahuan yang
dikembangkan penelitian
d. Peneliti berupaya memperbaiki, memperluas dan
mengembangkan pengetahuan, konsep-konsep dan teori-teori
yang mendasari praktek pekerjaan sosial
e. Penelitian pekerjaan sosial dapat memberikan standar dan
metode yang dapat digunakan oleh pekerja sosial dalam
melaksanakan praktek pekerjaan sosial
f. Penelitian pekerjaan sosial dapat mengembangkan konsep, teori
atau pengetahuan yang valid bagi keperluan praktek pekerjaan
sosial dalam bentuk-bentuk metode praktek yang ilmiah yang
memenuhi standar ilmiah
g. Pekerja sosial lainnya diharapkan dapat lebih memahami dan
membaca berbagai hasil penelitian pekerja sosial serta
menerapkan konsep, teori dan pengetahuan yang telah
dikembangkan oleh penelitian pekerjaan sosial, kedalam
praktek pertolongan pekerjaan sosial.

Sugiyono menyebutkan bahwa jenis-jenis penelitian dapat


diklasifikasikan berdasarkan tujuan, dan tingkat kealamiahan
(natural setting) objek yang diteliti. Berdasarkan tujuan, metode
penelitian dapat diklasifikasikan menjadi penelitian dasar (basic
research), penelitian terapan (applied research) dan penelitian
pengembangan (research development). Selanjutnya berdasarkan
tingkat kealamiahan , metode penelitian dapat dikelompokkan
menjadi metode penelitian eksperimen, survey dan naturalistik.

Prosedur penelitian pekerjaan sosial dapat dilihat dari langkah-


langkah dalam melakukan penelitian, seperti yang dikemukakan
Fink Arthur adalah: Penentuan masalah; Mempelajari literatur;
Perumusan masalah; Pengembangan hipotesa; Pengembangan
argumentasi formal; Merancang sumber data; Analisa data; Menulis
laporan penelitian.

Proses penelitian dimulai dari isue penelitian yang didapat secara


empirik maupun teoritis, yang selanjutnya menentukan masalah

33
penelitian dan menentukan metode penelitian yang akan digunakan.
Setelah itu menyusun instrumen penelitian/ skenario lapangan, lalu
mengumpulkan data, kemudian mengolah dan menganalisa data
serta selanjutnya menarik kesimpulan yang dapat digunakan bagi
perbaikan/ masukan secara empirik maupun teoritik.

Hubungan penelitian dan pekerjaan sosial dilihat dari prosesnya


memiliki kesamaan dengan lima tahapan proses pertolongan dalam
praktek pekerjaan sosial dari Max Siporin. Dalam proses penelitian
pada hakekatnya: Menentukan fokus penelitian; Merumuskan
masalah; Menyusun instrumen; Mengumpulkan data; Pengolahan
data dan Pelaporan.

Tujuan penelitian pada dasarnya dapat dilihat dari level tujuannya,


yaitu ada yang eksploratif untuk mengenal/ memperoleh pandangan
baru; deskriptif untuk memperoleh penjelasan/ gambaran yang lebih
teliti/, menjelaskan perbedaaan atau hubungan antar fenomena tapi
tidak menjelaskan kausalitas; dan eksplanatif untuk menguji
hubungan sebab akibat antar variable.

Hubungan penelitian dan pekerjaan sosial dapat dilihat dari


tujuannya. Tujuan penelitian pada umumnya adalah untuk:
pengujian, penemuan dan pengembangan. Sementara tujuan
pekerjaan sosial adalah untuk: mengembalikan keberfungsian
individu, kelompok, masyarakat dengan berdasarkan pada evidence
based practice yang merupakan hasil penelitian.

Seorang ilmuwan selain harus menerapkan etika juga harus


memiliki sikap ilmiah, seperti yang dikemukakan oleh Harsojo,
1972 dalam Irawan Soehartono: Sikap ilmiah adalah sebagai
berikut:Objektif;

Relatif; Skeptik; Kesabaran intelektual; Kesederhanaan; Sikap tidak


memihak kepada etika.

5. Administrasi Kesejahteraan Sosial

34
Administrasi merupakan proses implementasi atau penterjemahan
kebijaksanaan ke dalam pelaksanaan program. Bahasan administrasi
kesejahteraan sosial mulai dari definisi, tujuan dan fungsi, unsur
admnistrasi, faktor yang mempengaruhi sifat administrasi, syarat,
karakteristik, asumsi, tugas, peran, serta prinsip dasar administrasi
kesejahteraan sosial.

Menurut Rex A Skidmore (1976) administrasi kesjahteraan sosial


adalah tindakan staf yang menggunakan proses-proses sosial untuk
mentransformasikan kebijakan-kebijakan sosial lembaga kedalam
pemberian pelayanan sosial. Administrasi kesejahteraan sosial
sebagai tindakan dari staf/anggota yang memanfaatkan atau
mentransformasikan kebijakan sosial kedalam pelayanan sosial

Menurut John C. Kidneigh Administrasi Kesejahteraan Sosial


merupakan proses mentransformasikan kebijakan sosial kedalam
pelayanan-pelayanan sosial sehingga terjadi proses timbal balik
(berkesinambungan), yaitu : Mentransformasikan kebijakan kedalam
pelayanan sosial secara kongkrit dan menggunakan pengalaman-
pengalaman untuk memberikan rekomendasi-rekomendasi guna
merubah atau memperbaiki kebijakan. Tujuan dari administrasi
kesejahteraan sosial adalah mendayagunakan tenaga dan dana secara
optimal, teratur, relevan, efektif dan efisiensi untuk mencapai tujuan
pelayanan kesejahteraan sosial.

Fungsi dariadministrasi kesejahteraan sosial yaitu sebagai proses


yang terdiri dari serangkaian kegiatan. Rangkaian kegiatan berupa :
Perumusan dan penentuan tujuan pelayanan/pertolongan
sosial/kesejahteraan sosial; Pengorganisasian usaha pertolongan/
pelayanan sosial; Manajemen usaha pertolongan/pelayanan
sosial/kesejahteraan sosial; Komunikasi sosial; Tata usaha;
Pengumpulan sumber/ penggalian sumber dan Partisipasi
masyarakat.

Prinsip dasar dalam administrasi kesejahteraan sosial adalah:

35
Prinsip nilai-nilai pekerjaan sosial; Prinsip kebutuhan
masyarakatdan klien; Prinsip tujuan lembaga; Prinsip setting
budaya; Prinsip relasi yang bertujuan; Prinsip totalitas lembaga;
Prinsip tanggung jawab profesional; Prinsip partisipasi; Prinsip
komunikasi; Prinsip kepemimpinan; Prinsip perencanaan; Prinsip
organisasi; Prinsip pendelegasian; Prinsipkoordinasi; Prinsip
penggunaan sumber; prinsip perubahan; Prinsip evaluasi dan
Prinsip pertumbuhan.

Unsur-unsur dalam Administrasi yaitu: Programme (program);


Finance (keuangan); Personel (personalia); Organizational
Structure (struktur organisasi); Property and Equepmen (milik dan
peralatan); Reasearch (penelitian); Public relation (hubungan
masyarakat); Methods and procedure (prosedur dan metode).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sifat administrasi adalah:
Purpose of organization (tujuan organisasi); Auspices (bantuan);
Geographica area of coverage (ulasan daerah geografik); Size
(ukuran); Setting (penggolongan).

Syarat administrasi kesejahteraan sosial adalah: Adanya usaha kerja


sama sekelompok orang yang terorganisir dan terkoordinir;
Pelaksanaan usaha kerjasama sekelompok orang diilhami oleh nilai-
nilai pekerjaan sosial; Adanya sumber fasilitas dan dana; Adanya
tujuan memberikan pertolongan/ pelayanan sosial kepada
masyarakat yang menyandang masalah sosial, sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.

Daftar Pustaka

Dwi Heru Sukoco, (1991). Profesi Pekerjaan Sosial dan Proses


Pertolongannya. Bandung. Koperasi Mahasiswa Sekolah
Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung.

36
Edi Suharto. (2002). Membangun Masyarakat Memberdayakan
rakyat. Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan
Sosial & Pekerjaan Sosial. PT Rafika Aditama. Bandung.

Friedlander, Walter A. (1977). Concepts and Methods of Social


Work. Prentice Hal of India Private Limited. New Delhi.

Hepworth, Dean H, and Jo Ann, Larsen. (1982: 16-19). Direct


Social Work Practice : Theory and Skill. The Dorsey Press.
Illonois.

Hudri. (1994). Ensiklopedia Mini Pekerjaan Sosial.. Bandung:


BPLTS

Ife Jim. (2002). Community Development. Pearson Education.


Australia.

Irawan Suhartono. (2011). Metode Penelitian Sosial Suatu Teknik


Penelitian Bidang Kesejahteraan sosial dan Ilmu Sosial
lainnya. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Isbandi Rukminto Adi. (2001). Pemberdayaan, Pengembangan


Masyarakat, dan Intervensi Komunitas. Jakarta: LPFE.
Universitas Indonesia.

Johnson L C. (2001). Social Work Practice A Generalist Approach.


Allyn Bacon A Paramount Communications Company:
Massachusetts.

Morales, Armando, Bradford B. Sheafore. (1983). Social Work


Practice: Model and Method. FE. Peacock Publishing Inc.
Illinois.

Payne, Malcome. (2016). Teori Pekerjaan Sosial.


Yogyakarta:Samudra Biru.

Pincus, Allen, & Anne Minahan. (1973). Social Work Practice:


Model and Method. Peacock Publishing Inc. Illinois.

37
Sheafor, BW & Horejsi, CR. (2003). Techniques and Guidelines for
Social Work Practice. Pearson Education, Inc: Boston.

Siporin, Max. (1975). Intoduction to Social Work Practice. Mac


Millan Publishing Co, Inc. Illinois.

Skidmore, Rex A, Thackeray, & Milton. (1976). Introduction to


Social Work. The Prantice Hall, Inc, Englewood Clifft.
New Jersey.

Soetarso. (1987). Praktek Pekerjaan Sosial 1. Bandung. Koperasi


Mahasiswa. BPLTS.

Sugiyono.(2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualtatif, dan


R&D. CV Alfabeta: Indonesia.

Zastrow, Charles. (1982). The Practice of Social Work. The Dorsey


Press. Illonois.

38
4. NILAI DAN PRINSIP DALAM PEKERJAAN SOSIAL

Oleh: Yuti Sri Ismudiyati

A. NILAI DALAM PRAKTEK PEKERJAAN SOSIAL

Praktek pekerjaan sosial merupakan suatu perpaduan dari


tiga komponen kerangka profesi yaitu; ilmu pengetahuan, nilai
dan ketrampilan- ketrampilan yang mengarahkan “ bagaimana “
pekerjaan sosial di lakukan. Dalam kesempatan ini kita akan
membahas tentang “nilai” dalam praktek pekerjaan sosial.
Milton Rokeah dalam Johnson 1995, mendefinisikan nilai
adalah satu kepercayaan, terdapat dibagian tengah dari total
sistem kepercayaan seseorang, berbicara tentang bagaimana
seseorang seharusnya bertindak, atau keadaan akhir eksistensi
sesuatu dianggap berharga atau tidak. Berdasarkan pengertian
tersebut maka nilai merupakan pusat pandangan setiap orang
tentang bagaimana hidup seharusnya dan mereka membantu untu
memandu tindakan orang tersebut kearah hasil akhir.

Nilai Universal yang mendasari praktek pekerjaan sosial


adalah :
a.Memiliki akses kepada sistem sumber
Orang hendaknya memilii akses kepada sumber-sumber yang
dibutuhkan guna menghadapi tantangan dan kesulitan-
kesulitan kehidupan serta akses kepada kesempatan-
kesempatan guna mewujudkan potensi mereka sepanjang
hidup.
b. Setiap orang adalah unik
Setiap orang adalah unik dan memiliki martabat an harga diri
yang melekat. Karena itu interaksi dengan orang lain dalam
upaya mengejar dan memanfaatkan sumber-sumber,
hendaknya dapat meningkatkan dan memelihara individualitas,
martabat dan harga dirinya
c.Setiap orang memiliki kebebasan

39
Setiap orang memiliki hak dan kebebasan, sepanjang
kebebasannya tidak bertentanfan dan /atau tidak mengganggu
hak-hak orang lain dalam upaya mengejar dan memanfaatkan
sumber hendaknya dapat memelihara dan meningkatkan
kemerdekaan serta hak-haknya untuk mengambil keputusan
sendiri
d. Tanggung jawab bersama
Perwujudan nilai-nilai hendaknya menjadi tanggung jawab
bersama antara individu-individu anggota masyarakat sebagai
satu kesatuan. Masyarakat hendaknya memelihar dan
meningkatkan kondisi-kondisi yang konstruktif serta
menyediakan kesempatan-kesempatan bagi warganya untuk
berpartisipasi di dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang
demokratis. Sedangkan individu-individu anggota masyarakat
hendaknya memenuhi tanggung jawab mereka bagi
masyarakat dengan jalan berpartisipasi aktif dalam kegiatan
kemasyarakatan secara demokratis.

Nilai-nilai yang mendasari Praktek Pekerjaan Sosial.


Menurut William E. Gordon dalam Praktek Pekerjaan Sosial
terdapat empat golongan nilai yang mendasarinya yaitu :
a.Social values
Pada dasarnya profesi pekerjaan sosial mendapatkan misi dan
kepercayaan untuk melaksanakan tugas sebagian masyarakat.
Oleh karena itu maka praktek pekerjaan sosial dipengaruhi
oleh nilai-nilai masayarakat dalam melaksanakan pertolongan.
Oleh karena itu walaupun praktek pekerjaan sosial berdasarkan
pengetahuan yang dapat diambiul dari mana saja, akan tetapi
dalam pelaksanaannya harus disesuaikan dengan masyarakat
yang ditolongnya
b. Kode etik
Kode etik merupakan rumusan/ standar umum tentang perilaku
yang harus ditampilkan, dianggap baik dan harus ditunjukan
oleh anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya. Fungsi
kode etik adalah, melindungi reputasi profesi, meningkatkan
kompetensi dan tanggung jawab serta melindungi masyarakat
dari praktek yang tidak kompeten.
c.Agency purpose

40
Nilai yang perlu diperhatikan adalah tujuandari lembaga
tempat pekerja sosial bekerja. Seorang pekerja harus mengikuti
aturan-aturan yang ada atau yang berlaku di lembaga
d. Teori
Berbagai pengetahuan yang mendasari praktek pekerjaan sosial
berfungsi sebagai nilai.

Elemen Nilai Dalam Praktek Pekerjaan Sosial


Pekerja sosial dalam melaksanakan tugasnya selalu
dipengaruhi oleh beberapa elemen nilai.

Lingkungan

Problem change area

Social Worker
Personal values I
n
Profesional values t
Person
Social e
r value of
Work v
e
Social values n
Knowledge values s
i

Social

Menurut Armando M & Bradford, beberapa elemen nilai


yang mendasar praktek pekerjaan sosial adalah sebagai berikut :

a. Nilai Pribadi Pekerja Sosial


1) Kualitas Pribadi (Propriety)
Memelihara dan mengembangkan standar perilaku pribadi
yang tinggi
2) Pengembangan Kompetensi dan Kemampuan Profesional
(Competence and Professional Development)
Berusaha terus untuk menjadi dan tetap menjadi ahli dalam
praktek profesional dan dalam penampilan fungsi-fungsi

41
profesionalnya
3) Pelayanan (Service)
Pekerja sosial memandang tugas melayani klien sebagai
kewajiban utamanya
4) Integritas (Integrity)
Pekerja sosial dapat bertindak selaras dengan integritas
profesional yang tinggi

5) Belajar Meneliti (Scholarship and Research)


Melibatkan diri dalam studi dan penelitian hendaknya
memperhatikan dan menggunakan sebagai pedoman
konvensi-konvensi yang lazim berlaku didalam lingkungan
ilmiah

b. Nilai Profesi Pekerjaan Sosial


1)Memelihara Integritas Profesi (Maintaining the Integrity of
the Profession)
Pekerja sosial hendaknya memegang teguh dan memajukan
nilai-nilai, etika, pengetahuan dan misi profesi
2)Pelayanan Masyarakat (Community Service)
Pekerja sosial hendaknya membantu profesi dalam usahanya
menciptakan ketersediaan pelayanan bagi masyarakat
3)Pengembangan Pengetahuan (Development of Knowledge)
Pekerja sosial hendaknya memegang tanggung jawab dalam
mengidentifikasi, mengembangkan dan memanfaatkan
sebesar-besarnya pengetahuan bagi praktek profesional

c. Nilai Klien
1) Mengutamakan kepentingan Klien (Primacy of Clients’
Interest)
Tanggung jawab pekerja sosial adalah terhadap kliennya
2)Hak-hak dan Prerogasi Klien (Right and Prerogatives of
Client)Pekerja sosial berusaha untuk memelihara kebebasan
dan kemandirian klien dalam memilih dan mengambil
keputusan sendiri
3) Konfidensialitas dan kedirian (Confidentiality and Privacy)

42
Pekerja sosial hendaknya menghargai privacy (kedirian)
klien dan menjaga sebaik-baiknya segala informasi yang
diperolehnya dari pelayanan profesionalnya
4) Imbalan (Fees)
Dalam menetapkan bayaran hendaknya ditetapkan dengan
wajar, jujur, masuk akal, benar-benar dipertimbangkan dan
sesuai dengan nilai pelayanan yang diberikan dan dengan
kemampuan membayar dari klien
d. Nilai Masyarakat
Pekerja sosial hendaknya berusaha untuk meningkatkan
kesejahteraan umum masyarakat. Pada dasarnya profesi
pekerjaan sosial mendapatkan misi dan kepercayaan untuk
melaksanakan sebagian dari fungsi masyarakat. Oleh karena
itu profesi pekerjaan sosial dipengaruhi oleh nilai-nilai
masyarakat dalam melaksanakan pertolongan. Jadi walaupun
pengetahuan dapat diambil dari mana saja tetapi dalam
pelaksanaannya harus disesuaikan dengan masyarakat yang
ditolongnya

B. PRINSIP-PRINSIP DALAM PRAKTEK PEKERJAAN


SOSIAL
Tantangan yang paling berat dihadapi pekerja sosial
dalam melaksanakan pertolongan perkerjaan sosial adalah
mentransformasikan orientasi nilai yang masih abstrak ke dalam
intervensi pekerjaan sosial. Profesi pekerjaan sosial dalam
melaksanakan proses pertolongan di pandu oleh nilai-nilai yang
melandasi profesi ini. Nilai-nilai dalam profesi pekerjaan sosial
umumnya masih abstrak, jadi sangat penting untuk memahami
konteks dan substansi filosofis dari nilai tersebut, sehingga
dalam pelaksanaannya akan sesuai, tidak menyimpang dari
tujuan pertolongan yang dilakukan oleh seorang pekerja sosial.
Dalam melaksanakan nilai-nilai yang masih abstrak ini
maka perlu dibuat operasionalisasi nilai, sehingga dapat
dipahami dan dapat diimplemnentasikan dalam proses
pertolongan pekerjaan sosial. Agar nilai ini dapat
diimplementasikan maka dibuat prinsip-prinsip intervensi
pekerjaan sosial yang dapat dijadikan panduan dalam
melaksanakan pertolongan pada kelayan. Berdasarkan prinsip-
prinsip ini maka dapat dijadikan sebagai panduan dalam

43
tindakan-tindakan yang kongkrit dalam berbagai situasi tertentu
(Galaway, 1989). Dengan kata lain, jika kita sebagai pekerja
sosial yakin akan harga diri dan martabat semua orang,
bagaimana kita menerapkannya dalam perilaku
professional.yang kita miliki .
Berikut ini akan dikemukakan sejumlah prinsip-prinsip
pekerjaan sosial yang dikekukakan para ahli (biestek, 1957,
Goldstein, 1979, Levy, 1976, Hepworth & Larson 1986, Picard
1988, Campton & Galaway 1989, Morales & Sheafor, 1989,)
yang dapat dijadikan sebagai pegangan para pekerja sosial dalam
melaksanakan pertolongan kepada kelayan dengan
memperhatikan harga diri dan martabat semua orang sehingga
menunjukan perilaku yang profesional.
Prinsip-prinsip pekerjaan sosial yang dikemukakan para
ahli adalah sebagai berukut :
1. Penerimaan terhadap Klien (Acceptance of The Client)
Penerimaan adalah suatu prinsip pekerjaan sosial yang
fundamental , menunjukan pemahaman untuk toleran terhadap
klien. Pekerja sosial diharapkan mengenal berbagai nilai,
kebutuhan dan tujuan klien yang berhubungan dengan seluruh
sistem klien dengan cara yang manusiawi.. Pekerja sosial
menerima apa adanya klien, artinya memahami sepenuhnya
dari klien termasuk kelebihan dan kekuatan serta kelemahannya,
cirri-ciri positif dan negative, hal-hal yang menarik dan tidak
menarik, dan aspek perilaku baik yang destruktif maupun yang
konstruktif (merusak dan membangun) . Pada saat yang sama,
penerimaan terhadap klien menunjukan pengembangan berbagai
kekuatan dan potensi klien bagi pertumbuhan dan
pengembangan. Paul Tillich mengemukakan akar dari
penerimaan (acceptance) adalah berhubungan dengan cinta kasih
(love).
Penerimaamn dalam hubungan professional antara pekerja
sosial dengan klien dinyatakan dalam bentuk perhatian yang
sungguh-sungguh, mendengarkan klien dengan baik,
memberikan respon yang bertujuan sesuai dengan pandangan
orang lain dan menciptakan iklim kerjasama.
Hambatan yang sering terjadi dalam diri pekerja sosial
dalam melakssanakan prinsip penerimaan ini adalah kurangnya
kesadaran diei (lack of self awareness), pengetahuan perilaku

44
yang tidak tepat (insufficient knowledge of bahaviour) ,
penolakan situasi yang dimiliki seseorang pada klien
(projection of one’s own situation on the client). Adanya bias
dan prasangka (bias dan prejudice), tidak adanya jaminan dan
bingung untuk menolak dan menerima klien

2. Pengakuan Secara Individual (Affirming Individuality)


Prinsip pengakuan klien secara individual adalah
mengetahui dan menghargai kualitas dan keunikan klien.
Kenyataannya semua manusia memiliki hak untuk menjadi
individu dan untuk tidak diperlakukan hanya sebagai manusia
saja tetapi sebagai manusia yang memiliki perbedaan-perbedaan
pribadi (tersendiri). Setiap orang dan system sosial
menggambarkan suatu kehidupan yang uni, pengalaman yang
unik dan memiliki kemampuan dan pendekatan yang berbeda
untuk mengatasi masalah dan kebutuhan hidupnya. Dalam
pekerjaan sosial, pekerja osial perlu memahami secara umum
masalah, situasi dan solusi masalah klien, sekalipun dalam
prakteknya pekerja sosial haru mengetahui bahwa keadaan yang
unik dari setiap masalah klien. Menerima klien secara individual
berarti “mulailah dimana klien itu berada “

3. Menyatakan perasaan-perasaan yang bertujuan (Purposefull


expression of felling)
Klien memiliki kesempatan untuk menyatakan perasaan-
perasaannya secara bebas kepada pekerja sosial. Emosi
merupakan bagian yang menyatu dalam kehidupan manusia, dan
setiap orang mempunyai perasaan perasaan tersendiri terhadap
pengalamannya. Jika klien mengutarakannya secara tidak terarah
dan tidak terkontrol, pekerja sosial harus mampu mengarahkan
perasaan-perasaan tersebut pada hal-hal yang bertujuan. Pekerja
sosial dengan klien berbagi perasaan disekitar “fakta” .
Mendengarkan secara sungguh sungguh, menyakan pertanyaan
yang relevan dan menggambarkan perasaan yang tidak
memberikan penilaian (nonjudgmental)

4. Tidak memberikan penilaian (Nonjudmental)


Pada saat berkomunkasi dengan klien, pekerja sosial harus
menunjukan sikap yang tidak memberikan penilaian. Sikap

45
demikian merupakan hal yang sangat penting bagi
pengembangan hubungan pertolongan dengan sistem klien.
Prinsip tidak memberikan penilaian didasarkan pada keyakinan
bahwa pekerja sosial dalam melaksanakan fungsinya adalah
tanggung jawab untuk menangani masalah klien. Tidak
memberikan penilaian baik atau buruk bukan berarti tidak bisa
mengambil keutusan untuk kepentingan klien, pekerja sosial
memberikan keputusan tentang alternatif solusi an pendekatan
pemecahan masalah klien.

5. Objektivitas (Objectivity)
Objektivitas merupakan prinsip pekerja sosial dimana
melihat
suatu situasi apa adanya. Pekerja sosial objektif dalam
mengamati dan memahami suatu situasi. Pekerja sosial harus
menghindari perasaan-perasaan dan prasangka-prasangka
pribadi yang mengganggu hubungannya dengan klien. Penilaian
pribadi yang berlebihan dan tidak mempunyai alasan akan
mempengaruhi pemahaman pekerja sosial terhadap klien dan
situasinya. Ciri-ciri pekerja sosial yang mampu
melaksanakantugasnya secara objektif adalah pengalaman
pendidikan, pemahaman bidang perilaku, pengalaman hidup,
nilaidan keyakinan intelektual serta penampilan fisik.
6. Keterlibatan emosional yang terkendali (Controlled emotional
involvement)
Pekerja sosial dalam berhubungan dengan klien harus
mampu mengendalikan emosinya sehubungan dengan
permasalahan yang dihadapi klien. Ada tiga komponen penting
untuk merespon emosi yang terkendali pada situasi klien; sensitif
terhadap perasaan-perasaan yang dinyatakan dan yang tidak
dinyatakan, pemahaman didasarkan pada pengetahuan tentang
perilaku manusia dan respon yang dipandu didasarkan tujuan
dan pengetahuan. Respon emosi yang terkontrol akan mampu
menunjukan diri kepada klien bahwa pekerja sosial tidak
emosional melainkan ada kematangan dalam menghadapi klien.
Apabila klien menunjukan emosi yang tidak terkendal, pekerja
sosial adalah sisi mencari keseimbangan agar klien tidak larut
dalam emosi semata.

46
7. Menentukan diri sendiri (Self determination)
Prinsip menentukan diri sendiri didasarkan pada
pengetahuan akan “hak” dan kebutuhan klien untuk bebas dalam
menentukan pilihan dan keputusannya “. Pekerja sosial
mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan hubungan
kerjasama dimana dan kapan pilihan tersebut dilakukan. Dalam
praktek pekerjaan sosial kebebasan dalam menentukan diri
sendiri tergambar dari adanya kebebasan klien untuk berfikir,
memilih, paksaan, kesalahan, dan bebas bertindak bijaksana.

8. Menjangkau berbagai sumber ( Acces to resources)


Semua orang ingin menjangkau berbagai sumber dan
kesempatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, memecahkan
masalah serta untuk mewujudkan potensi-potensinya. Sumber
adaah segala sesuatu yang dapat digunakan oleh seseorang
dalam kehidupannya. Semua orang mempunyai hak untuk
pengembangan sumber dan diharapkan dekat dengan berbagai
sumber yang penting, pelayanan dan kesempatan.

9. Bersifat Kerahasiaan ( Confidentiality)


Prinsip kerahasiaan atau hak untuk merahasiakan sesuatu
menunjukan bahwa klien harus memberikan pernyataan yang
sungguh sungguh tentang sesuatu sebelum informasi
disampaikan kepada orang lain seperti identitas, isi pembahasan
yang berkaitan dengan dirinya, pendapat para ahli tentang
dirinya atau catatan-catatan tertutup tentang dirinya. Hal ini
penting dilakukan oleh seorang pekerja sosial agar klien tidak
menuduh pekerja sosial mencemarkan dirinya. Jika ada hal-hal
yang perlu dirahasiakan tentu pekerja sosial harus menerima hal
tersebut sebagai hak pribadi yang dimiliki klien. Jika ada hal-hal
yang tidak dapat dihindari kerahasiaan klien harus diberitahukan
kepada orang lain, sifatnya hanya untuk kepentingan pemecahan
masalah.

47
Daftar pustaka

Armando Morales & Sheafor, Bradford W, 1983. Social Work :


A Profesion of many Faces. London. Allyn Bacon, Inc. Hal
165-186, 193-215, 219-238.

Goldstein, Howard 1973, Social Work Practice, Unitary


Approach (2nd ed) . University of South Caroline Press
South Caroline

Hepworth, Dean H, and Jo Ann, Larsen (1982: 16-19) Direct


Social Work Practice: Theory and Skill. Illinois. The
Dorsey Press

Louise C, Johnson, 1995, Social Work Practice A Generalist


Approach . A. Paramount Communications Company. By
Allyn Bacon. 160 Gould Street, Needham Heights,
Massachusetts 02194

48
5. KERANGKA PROFESI DAN REFERENSI PEKERJAAN
SOSIAL

Oleh: Sri Widodo PS (dosen STKS)

Kerangka Profesi Pekerjaan Sosial

Perkembangan kehidupan termasuk di dalamnya kebutuhan


dan segala permasalahan sejalan dengan penemuan teori dan
kemajuan teknologi sebagai respon terhadap kebutuhan dan
permasalahan tersebut. Segala bentuk pertolongan manusia dalam
rangka pemenuhan kebutuhan dan memecahkan permasalahan
tersebut semakin menuntut adanya profesionalisasi dan spesialisasi.
Pekerjaan sosial yang berangkat dari pertolongan yang
bersifat kemanusiaan (pilantropis) berkembang menuju
profesionalisasi dengan bergitu pesatnya. Dewasa ini tidak
seorangpun yang meragukan akan kenyataan bahwa pekerjaan sosial
adalah sebuah profesi. Semua persyaratan profesi telah dipenuhi
oleh pekerjaan sosial. Persyaratan tersebut sebagaimana
dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya William Wikenden
yang terjemahan bebasnya sebagai berikut:

a. Jenis kegiatannya menunjukkan adanya tanggung jawab


individual yang tinggi dan pelaksanaannya memerlukan
ketrampilan yang khusus.
b. Pelayanannya dapat mendatangkan bayaran.
c. Motif ekspresi diri ditunjukkan dengan kinerja yang
sungguh-sungguh dan menuntut standard tertentu yang
ditetapkan.
d. Memiliki kesadaran terhadap kewajiban sosial.

Kriteria tersebut disempurnakan ke dalam:

a. Body of knowledge (science) and art (skill)


b. Proses pendidikan formal
c. Kode etik profesional yang mengatur perilaku anggota
profesinya yang bersumber dari nilai-nilai yang

49
dikembangkan oleh profesi, masyarakat dan relasinya
dengan para koleganya maupun tempat kerja profesi
tersebut
d. Pengakuan status
e. Organisasi profesi.

Greenwood menyampaikan kriteria sebuah profesi hendaknya


memenuhi:

a. Teori yang sistematis


b. Kewenangan propfesional
c. Sanksi dari masyarakat penerima pelayanan
d. Memiliki budaya propfesioanal.

Selanjutnya Compton and Gallaway menyampaikan persyaratan


profesi sebagai bedrikut:

a. Mempunyai kadar pengetahuan umum yang lebih tinggi


dan sistematik
b. Mempunyai sanksi masyarakat
c. Orientasi utamanya minat/kepentingan masyarakat
daripada kepentingan pribadi
d. Memiliki tanggung jawab yang tinggi dan aturan perilaku
pribadi yang baik sebagai hasil dari internalisasi melalui
pendidikan formal, sosialisasi pekerjaan dan kode etik dari
organpeisasi profesinya
e. Mempunyai suatu budaya yang mencakup sistem nilai
profesional
f. Mempunyai sistem pendanaan dan gaji serta penghargaa
yang baik sehingga dapat meningkatkan prestasi kerja dan
mutu pelayanan.

Sementara Wilensky menyatakan bahwa sebuah profesi harus


memenuhi persyaratan:

a. Bekerja secara penuh waktu (full time)


b. Adanya sistem latihan yang sesuai dengan tingkat akademi
dan universitas

50
c. Adanya asosiasi perkumpulan profesi baik pada tingkat
lokal, nasional maupun internasional
d. Adanya proteksi resmi terhadap monopoli ketrampilannya
e. Adanya kode etik yang formal.

Leonora Serafica de Guzman menyatakan persyaratan profesi:

a. Mempunyai kerangka pengetahuan yang sistematik


b. Mempunyai otoritas profesional
c. Ada sanksi masyarakjat
d. Mempunyai kode etik
e. Mempunyai budaya profesional.

Mencermati pendapat berbagai ahli tentang persyaratan sebuah


profesi, maka dapat disimpulkan bahwa sebuah profesi semestinya
paling tidak dibangun di atas landasan kerangka: prinsip teknik
profesinal (body of knowledge/science); prinsip etik profesional
(body of values/ethics) dan standard ketrampilan yang tinggi (body
of skill). Pekerjaan sosial memiliki dan memenuhi semua
persyaratan dimaksud. Oleh itu, pekerjaan sosial dapat diterima dan
layak disebut sebagai pertolongan/pelayanan yang profesional.

Kerangka Pengetahuan/Ilmu Pekerjaan Sosial

Prinsip-prinsip teknik dalam pekerjaan sosial dilandasi oleh


berbagai ilmu dan pengetahuan yang diramu secara eklektik yang
telah dipraktikkan dan teruji ketepatan dan kebenarannya.
Pengetahuan tersebut mencakup: pertama, pengetahuan tentang
klien, baik sebagai individu, kelompok maupun masyarakat; ,
kedua, pengetahuan tentang lingkungan sosial yaitu pengetahuan
yang berkaitan dengan masyarakat dan kebudayaan; ketiga,
pengetahuan tentang profesi pekerjaan sosial profesional, yang
meliputi: diri sebagai seorang pekerja sosial, profesi dan intervensi.

Dean H Hepworth, mengelompokkan penmgetahuan/ilmu/teori


pekerjaan sosial ke dalam:

a. Tingkah laku manusia didalam lingkungan sosialnya,


termasuk pengetahuan tentang:

51
 Pertumbuhan dan perkembangan manusia yang
menekankan pada tugas-tugas kehidupan yang harus
dilakukan oleh individu dalam berbagai tingkat
perkembangan hidupnya
 Pemahaman terhadap permasalahan yang dialami
manusia
 Sumber-sumber dan kebutuhan yang diperlukan oleh
seseorang dalam setiap tahapan perkembangannya
 Interaksi antara individu dan lingkungannya
 Kekuatan danmotivasi tingkah laku manusia baik
tingkah laku dalam kelompok maupun organisasinya
 Faktor-faktor yang perlu dikembangkan agar
kelompok dapat mengatasi kesulitan dan
permasalahannya
 Sumber-sumber emosional dan fisik/material yang
tidak berfungsi atau tidak mencukupi
 Perencanaan dan pelaksanaan program-program
pencegahan dan penyembuhan yang efektif.
b. Kebijakan Sosial (Social Policy)
 Kebijakan sosial yang berkaitan dengan kurikulum
disiplin ilmu
 Pemahaman dan pelaksanaan perumusan kebijakan
sosial yang berkaitan dengan sistem pelayanan sosial
baik pemerintah maupun non-pemerintah(swasta)
 Missi dan etik profesi dalam hal kebijakan sosial
 Partisipasi pekerjaan sosial dalam memanfaatkan dn
mengembangkan kebijakan sosial guna meningkatkan
keberfungsian sosial individu, kelompok dan
masyarakat
 Komitmen pekerjaan sosial terhadap keadilan sosial
 Ketimpangan distribusi kesempatan, sumber, barang
dan pelayanan yang diterima kelompok-kelompok
minoritas dan marginal yang kurang beruntung.
c. Metoda Pekerjaan Sosial (Social Work Method)
 Cara-cara untuk meningkatkan keberfungsian sosial
kelayan
 Proses pemecahan masalah

52
 Pemahaman terhadap permalahan manusia dan sistem
sumber
 Peranan-peranan pekerja sosial dalam proses
pemecahan masalah
 Interview, negosiasi dan interaksi
d. Penelitian sosial (research)
Penelitian dalam kerangka pengetahuan pekerjaan sosial
semakin dirasakan kepentingannya. Hasil penelitian ilmiah
merupakan kekuatan bagi perkembangan pengetahuan
pengetahuan profesi pekerjaan sosial hasil penelitian ilmiah
akan membantu pekerja sosial untuk membedakan
kesimpulan-kesimpulan yang didukung data empirik dan
kesimpulan subyektifnya. Hal ini akan lebih meyakinkan
penggunaan metoda dan teknik yang digunakan pekerja
sosial dikarenakan pembuktian kebenarannya.

Zastrow Mengkategorikan pengetahuan pekerjaan sosial ke dalam:

a. Pengetahuan pekerjaan sosial umum/general, mencakup:


Pelayanan dan kebijakan sosial; Tingkahlaku manusia
dalam lingkungan sosialnya; Metode-metode praktek
pekerjaan sosial.
b. Pengetahuan yang berkaitan dengan bidang praktek yang
khusus
c. Pengetahuan tentang badan-badan sosial yang khusus
d. Pengetahuan yang berkaitan dengan kelayan.

Kerangka Nilai Pekerjaan Sosial

Nilai memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pelaksanaan


praktik pekerjaan sosial. Hal ini dikarenakan nilai yang dipahami
dan dianut pekerja sosial akan menjadi penyaring ilmu pengetahuan
mana yang layak dan etis untuk digunakan dalam pelaksanaan
pertolongannya. Nilai-nilai dimaksud adalah: nilai pribadi pekerja
sosial; nilai profesi pekerjaan sosial; nilai kelayan atau kelompok
dan nilai masyarakat.

Sementara itu Armando Morales and Sheafor mengelompokkan


nilai pekerjaan sosial ke dalam: Nilai pekerjaan (personal dan

53
profesi); nilai personal kelayan; nilai lembaga dimana pekerja sosial
bekerja dan nilai masyarakat dimana pekerja sosial melaksanakan
praktek.

Nilai pekerjaan dimaksud adalah:

1. Keyakinan bahwa setiap orang hendaknya memiliki akses


yang sama terhadap sumber-umber yang dibutuhkan guna
menghadapi rintangan dan masalah kehidupan (equality)
2. Keyakinan bahwa setiap orang adalah unik dan memiliki
martabat harga diri
3. Keyakinan bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk
mengambil keputusan bagi dirinya, sepanjang tidak
bertentangan dengan kepentingan orang lain
4. Keyakinan bahwa perwujudan nilai-nilai diatas hanya bisa
terwujud bila ada tanggung jawab baik anggota maupun
masyarakat itu sendiri.

Nilai-nilai dasar tersebut dirumuskan kedalan prinsip-prinsip dasar


pekerjaan sosial sebagai berikut:

1. Individualisasi (individualization)
2. Pernyataan perasaan bertujuan (purposefull expression of
feeling)
3. Pelibatan emosi secara terkendali (controlled emotional
involvement)
4. Penerimaan (acceptance)
5. Sikap tidak menghakimi (non judgemental attitude)
6. Kebebasan dalam mengambil keputusa diri (self
determination)
7. Kerahasiaan (confidentiality)
8. Partisipasi (participation)
9. Mawas diri (self awareness)

Nilai-nilai etik pekerjaan sosial tersebut diimplementasikan ke


dalam kode etik sebagai panduan tingkah laku praktek pekerja
sosial. Tujuan dan fungsi kode etik tersebut adalah untuk: pertama,
melindungi reputasi profesi; kedua, meningkatkan kompetensi dan
kesadaran tanggung jawab praktik secara terus-menerus dan ketiga,

54
melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak kompeten. Isi
kode etik pekerjaan sosial mencakup: pertama, Perilaku dean sifat
utama sebagai pekerja sosial (kualitias kepribadian, pengembangan
kompetensi dan kemampuan profesionalnya, pelayanan, integritas,
belajar dan meneliti); kedua, tanggung jawab kelayan, etik pekerja
sosial terhadap kelayannya (mengutamakan kepentingan kelayan,
mengutamakan hak-hak dan prerograsi kelayan, kofidensialitas dan
kemnandirian, imbal jasa); ketiga, Tanggung jawab etik pekerja
sosial terhadap sejawat (menghargai, jujur dan menghormati;
tanggung jawab terhadap kelayan temannya); keempat, tanggung
jawab etik pekerja sosial terhadap badan sosial yang
mempekerjakannya; Kelima, Tanggung jawab etik pekerja sosial
terhadap profesi (memelihara integritas profesi; pelayanan
masyarakat; pengembangan pengetahuan); Keenam, Tanggung
jawab etik pekerja sosial terhadap masyarakat, pekerja sosial
hendaknya selalu berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan
umum masyarakat.

Ketrampilan Pekerjaan Sosial

Ketrampilan praktik pekerjaan sosial dikembangkan secara terus


menerus melalui pengalaman praktik yang tersupervisi. Ketrampilan
tersebut dilandasi oleh teori/pengetahuan yang telah teruji
kebenarannya dan tersaring kelayakan dan kepantasannya untuk
diterapkan. Ketrampilan pekerjaan sosial dikelompokkan dalam
kategori:

1. Ketrampilan-ketrampilan pertolongan dasar (Basic helping


skills)
2. Ketrampilan-ketrampilan engagemen (Engagement skills)
3. Ketrampilan-ketrampilan observasi (Observation skills)
4. Ketrampilan-ketrampilan berkomunkasi (communication
skills)
5. Ketrampilan-ketrampilan empati (Empathy skills)
6. Ketrampilan-ketrampilan pencatatan kasus (Case recording
skills)
7. Ketrampilan-ketrampilan supervisi (Supervision skills)
8. Ketrampilan-ketrampilan konsultasi (Consultation skills)

55
Sementara Loewenberg, mengatakan adanya lima ketrampilan
utama pekerjaan sosial, yaitu:

1. Ketrampilan berkomunikasi
2. Ketrampilan berwawancara, pengamatan dan penulisan
3. Ketrampilan melakukan kontak pendahuluan
4. Ketrampilan melakukan pengumpulan, pengungkapan,
pengujian, penganalisisan dan pemahaman masalah
5. Ketrampilan dan kegiatan pemecahan masalah.

Kerangka Referensi Pekerjaan Sosial

Setiap profesi tentu memiliki perspektif atau kerangka referensi


sendiri. Begitu pula dengan pekerjaan sosial, yang tentunya
memiliki kerangka referensi yang mengarahkan fokus dan tujuan
pertolongannya.

Ada tiga karakteristik kerangka referensi pekerjaan sosial yang


mencerminkan bentuk situasi sosial yang menjadi perhatian
pekerjaan sosial, yaitu:

1. Menampilkan/melaksanakan. Dalam melihat fenomena


sosial, perhatian utama pekerja sosial adalah tugas-tugas
kehidupan yang dihadapi oleh seseorang serta sumber-
sumber dan kondisi-kondisi yang dapat membantu
menghadapi tugas-tugas kehidupan tersebut, dan membantu
merealisasikan nilai-nilai maupun aspirasi serta
mengurangi stres. Jadi dimensi pertama dari kerangka
referensi pekerjaan sosial terutama diarahkan pada tugas-
tugas kehidupan kelayan dalam situasi sosial tertentu, serta
sumber-sumber dan kondisi-kondisi penting yang
diperlukan dalam pelaksanaan tugas-tugas tersebut.
2. Melaksanakan interaksi dengan sistem sumber.
Karakteristik yang kedua ini terfokus pada interaksi antara
orang dengan jaringan sistem sumber. Artinya pekerja
sosial tidak melihat masalah sebagai atribut yang melekat
pada orang, melainkan atribut dari situasi-situasinya. Oleh
itu, pekerja sosial tidak perlu memusatkan perhatiannya
pada siapan yang bermasalah, akan tetapi bagaimana unsur-

56
unsur situasi berinteraksi satu sama lain yang
mengakibatkan munculnya frustrasi pada diri seseorang
dalam menghadapi tugas-tugas kehidupannya. Pada
umumnya pekerja sosial melihat suatu situasi ke dalam tiga
bentuk interaksi, yaitu: pertama, interaksi antara orang-
orang di dalam suatu sistem sumber; kedua, interaksi antara
orang dengan sistem sumber, dan ketiga, interaksi antara
satu sistem sumber dengan sistem sumber lainnya.
3. Menghubungkan kesulitan orang/pribadi dengan isu publik.
Mills membedakan antara kesulitan pribadi dengan
persoalan publik.
 Kesulitan pribadi terjadi di dalam seseorang individu,
serta yang berkaitan dengan orang lain. Dengan
demikian perwujudan serta pemecahankesulitan
tersebut sebenarnya terletak di dalam diri individu dan
lingkungan dekatnya/lokalnya. Kesulitan pribadi ini
merupakan persoalan pribadi, yaitu nilai-nilai tentang
harapan-harapan pribadinya yang dirasa terancam.
 Persoalan pribadi berkaitan dengan sesuatu yang lebih
besar daripada lingkungan lokal individu maupun
kehidupan pribadinya. Persoalan publik ini merupakan
gabungan dari lingkungan lokal individu ke dalam
masyarakat secara umum, dimana individu, lingkngan
lokal maupun berbagai kesulitan individualsaling
bertindihan dan berpengaruh untuk membentuk suatu
struktur kehidupan sosial yang lebih besar. Isu publik
ini merupakan persoalan-persoalan publik, yaitu nilai-
nilai harapan publik yang dirasa terancam.

Banyak kesulitan individu yang tidak dapat dihadapi atau


dipecahkan oleh individu dan keluarga dikarenakan
masalah tersebut berkaitan dengan persoalan publik.
Demikian pula persoalan publik tidak dapat dipecahkan
tanpa memperhatikan dampaknya terhadap kesulitan
pribadi. Sebagai contoh persoalan lanjut usia tidak semata
diselesaikan dengan pelayanan terhadap persoalan
kebutuhan dan persoalan individualnya, melainkan juga
berhadapan dengan kebijakan publik dan fasilitas umum

57
yang ramah terhadap lanjut usia, juga persoalan kepedulian
generasi muda terhadap kehidupan lanjut usia.

Kepustakaan:

Compton, beulah R, 1980, Introduction to Social Welfare & Social


Work, Structure, Function and Proccess, The Doorsey
Press, Homewood, Illinois;

Loewenberg, FM, 1983, Foundamentals of Social Intervention,


Basic Concept, Intervention Activities and Core Skills, 2nd
ed, Columbia University Press, New York

Morales, Armando, Bradford B Sheafore, 1983, Social Work: A


Profession of Many Faces, 3rd ed, Allyn and Bacon Inc,
Boston;

Zastrow, Charles, 1982, Introduction to Social Welfare Institutions


(Rev, ed), The Doorsey Press, Illinois.

58
6. PERSEPEKTIF SISTEM MODEL PINCUS –MINAHAN

Oleh: Rosyikin Sukanda

Perspektif sistem memberikan suatu pandangan tentang


klien melalui pernyataan masalah guna menilai kompleksitas dan
hubungan timbal balik yang ada di dalamnya. Sebuah sistem
berinteraksi secara teratur atau membentuk satu kesatuan. Sebuah
sistem layanan sosial misalnya, terdiri dari kelompok pekerja sosial,
supervisor, klien, penasehat dan kelompok pengawas yang secara
teratur berinteraksi untuk mengatasi masalah kesejahteraan sosial di
masyarakat. Untuk memahami bagaimana teori sistem dan analisis
sistem digunakan serta model sistem ini bekerja. Model ini
dipublikasikan di dalam literatur pekerjaan sosial dengan
pendekatan Pincus-Minahan (1973).

Pada tahun 1973 Allen Pincus dan Anne Minahan menulis


Sosial Work Practice : Model and Method, membahas penerapan
analisis sistem dalam praktik pekerjaan sosial. Terdapat empat
sistem dasar menurut Teori Pincus dan Minahan, yaitu: a change
agent system, a client system, a target system, and an action system.
A change agent system secara profesional dibentuk dan digunakan
secara khusus dalam membuat rencana perubahan. Organisasi –
organisasi (employing organization) yang mempekerjakan para
pelaku perubahan (Pincus & Minahan , 1973) selalu menjadi bagian
dalam sistem. Sebuah istilah Employing Organization merupakan
hal yang penting, karena Pincus dan Minahan melihat banyak
individu dibayar berperan sebagai para pelaku perubahan atau
change agent. Kemudian para pelaku perubahan yang profesional
dipekerjakan secara khusus untuk tujuan membuat perubahan

59
terencana. Jadi, pekerja sosial dilihat sebagai pelaku perubahan
profesional (profesional change agent) bekerja dengan individu,
kelompok, keluarga, organisasi dan komunitas untuk memfasilitasi
terjadinya perubahan positif.

The client system terdiri dari orang-orang yang meminta


jasa pelayanan atau bantuan dari para pelaku perubahan (change
agents), dan memiliki perjanjian kerja atau kontrak dengan para
pelaku perubahan (Pincus & Minahan, 1973). Klien disini digunakan
di dalam arti yang lebih terbatas dalam istilah pekerjaan sosial,
untuk mencegah kemungkinan pekerja sosial melakukan banyak hal
tanpa sepengetahuan orang-orang atau organisasi yang mereka
bantu. The target system terdiri dari orang-orang, lembaga dan
organisasi yang bekerja melakukan perubahan secara terukur untuk
mencapai tujuan (Pincus & Minahan, 1973). Pekerja sosial mungkin
membutuhkan keterlibatan banyak orang yang memiliki keahlian
yang berbeda (action system) untuk merencanakan aksi perubahan
yang berbeda-beda untuk mencapai tujuan. Gambar 3.1
menggambarkan dasar konseptual dalam model Pincus –Minahan.

Target System Action System


Presenting Client Determination
problems system of outcome outcome
goals

Assesment Determination
Implementationof
of data strategies/goals
/reassessment
60
Change Determinations
agent of targets evaluation
system

Gambar 3.1 Dasar konseptual model Pincus-Minahan

Klien yang selalu Target yang diluar Target merupakan


menjadi target client system dan bagian
bagiandari
darichange
action
system action system agent
system
system

Membantu klien Mendapatkan Mengajarkan


Meyakinkanibu
mendiskusikan pemilik untuk angkat
direktur
bagaimana
lembaga
masalah mengurangi sewa menangani
untuk mendukung
masalah
pernikahan klien asupan
perilaku
kebijakan
anak
Gambar 3.2 contoh asosiasi yang tumpang tindih diantara
berbagai sistem dalam model Pincus-Minahan

Meskipun asesmen data merupakan gambaran formal di


dalam model ini seperti halnya dalam target system , asesmen terjadi
pula pada client dan change agent system. Dalam proses asesmen
melibatkan pula analisis dan persepsi klien tentang masalah dan
menilai siapa dan bagaimana pihak lain terlibat dalam client system.
Dalam mengembangkan target system, praktisi perlu
mempertimbangkan riwayat terjadinya perilaku bermasalah dan
upaya terakhir dalam mengatasinya, hal ini penting guna
mempertimbangkan proses mengembangkan tujuan dalam target
system. Sebagai tambahan, pendekatan sistem ini banyak membantu
praktisi mengembangkan target perubahan: pendekatan ini

61
menyajikan kerangka kerja dalam membantu menganalisis apa yang
menjadi kebutuhan klien dan apa yang mereka perlukan serta
sumber eksternal yang mungkin dapat dikembangkan atau
dimodifikasi. Melalui asesmen yang komprehensif, kebutuhan klien
menjadi penting guna mengoptimalkan target perubahan yang akan
dicapai. Informasi yang di peroleh kemudian disertakan ke dalam
rencana kegiatan melalui rekomendasi program yang akan
dikembangkan. Asesmen secara terus menerus perlu dilakukan pada
tahap implementasi dan evaluasi. Keempat sistem yang ada di
gambar 3.1 tidak bersifat ekslusif, tetapi dalam banyak kasus dapat
terjadi secara tumpang tindih. Seperti ilustrasi di gambar 3.2. Model
Pincus-Minahan diilustrasikan dalam setting sekolah melalui contoh
kasus.

Contoh yang lainnya menggambarkan bagaimana analisis


sistem bisa di terapkan dalam setting klinis. Pekerja sosial psikiatri
sudah lama melakukan banyak hal yang berbeda dari tipe praktik
pekerjaan sosial: akarnya berangkat dari hal yang bersifat klinis dan
psikoanalitik dibandingkan dengan praktik pekerjaan sosial
generalis. Juga, berbagai pihak mengetahui bahwa pendekatan klinis
lingkupnya lebih terbatas dibanding lingkup dalam pendekatan
praktik generalis (contoh, aksi sosial dan pendekatan praktik makro
jarang digunakan dalam praktik klinis ). Proses asesmen memiliki
kesamaan dalam berbagai setting, meskipun secara keseluruhan dan
spesifik mungkin berbeda. Dalam sebuah contoh, fokus utama
dalam pendekatan analisis sistem menganalisis masalah yang
diungkapkan oleh klien. Analisis ini dilakukan oleh pekerja sosial
yang telah mendapat pelatihan secara ekstensif tentang analisis
sistem dan berpengalaman dalam menggunanakan berbagai
pendekatan.

Contoh kasus, melibatkan John Hecht di lingkungan sekolah

Richars Thomas adalah seorang pekerja sosial yang bekerja


di sebuah sekolah. Dia mendapatkan rujukan dari seorang guru yang
bernama Mr.Phillips, karena salah satu muridnya bernama John
Hecht, kelas 3 berperilaku kurang baik di kelas ( tidak

62
memperhatikan arahan atau nasihat guru, tidak mendengarkan
instruksi dan tidak menyelesaikan tugas). Guru pun meminta
Mr.Thomas untuk menasihati siswa tersebut agar memperbaiki
perilakunya—sebuah rujukan yang sederhana dan masalah bisa
dilihat sebagai salah satu motivasi dan sikap. Sejumlah sesi
konseling dapat bermanfaat dan dapat dilakukan dalam waktu
tertentu, hal ini merupakan cara yang dapat dilakukan oleh pekerja
sosial dalam intervensi kasus. Secara implisit asumsi ini terkait
terkait dengan identifikasi masalah (siswa), pemecahan masalah dan
merubah perilaku siswa. Namun, dengan tidak melakukan analisis
masalah secara lebih lengkap dan mendalam, mungkin pekerja
sosial akan kehilangan sejumlah masalah lainnya dalam situasi ini.

Menggunakan analisis sistem sebagai pendekatan untuk


menilai masalah ini, dalam daftar pertama Mr.Thomas, mengkaji
masalah dan kemudian memutuskan siapa kliennya dalam situasi
ini. Menggunakan definisi sebelumnya tentang penentuan klien,
hanya guru dalam arti orgnisasi yang memperkerjakan Mr.Thomas
yang dapat di definisikan sebagai klien pada saat ini. John dan
keluarganya mungkin potensial untuk menjadi klien pada tahap
berikutnya (lihat Gambar 3.3).

63
Penyajian Masalah Client system
John Hecht, murid kelas 3 : Aktual:
a. Tidak sesuai dengan arahan
Guru (Mr.Phillips) sudah meminta bantuan,
guru mengharapkan manfaat, dan memiliki kontrak melalui
b. Tidak mendengarkan intruksi
sistem sekolah untuk mendapatkan bantuan pekerja
c. Tidak menyelesaikan tugas
sosial. Sistem sekolah telah memperkerjakan
Mr.Thomas juga sebagai klien

Potensial :

John dan/atau keluarganya mungkin ke depannya


mau meminta bantuan. Mereka mungkin juga ke
depannya mengharapkan menerima manfaat dari
bantuan. Sementara ini, mereka belum terikat kontrak
untuk bantuan.

Change Agent System

a. Mr Thomas, pekerja sosial di sekolah


b. Sistem sekolah memperkerjakan Mr.Thomas

Note : agen perubahan tambahan mungkin


ditambahkan kemudian ketika pendekatan analisis
sistem dikembangkan lebih lanjut
Gambar 3.3 Langkah pertama dalam pendekatan analisis sistem
pada kasus John Hecht

64
Tahap selanjutnya dalam menganalisis kasus ini adalah
menetapkan target yang jelas. Kembali melihat gambar 3.1, di
bagian ini melibatkan analisis lebih menyeluruh, melakukan
investigasi dan asesmen data dan jangkauan perkembangan atau
identifikasi target outcome jangka panjang. Gambar 3.1
memperlihatkan bagaimana langkah asesmen di tahap pertama.

Dalam tahap asesmen data, tujuan hasil yang diharapkan


perlu dikembangkan. Lalu target harus dirumuskan untuk mencapai
hasil dari tujuan ini. Proses ini berlanjut dalam asesmen
digambarkan di gambar 3.2.

Dalam point ini, tujuan dan target telah identifikasi dan


tidak perlu mengembangkan action system. Bagian pertama dalam
proses ini, bisa dilihat di gambar 3.1. merupakan penentuan strategi
( penentuan strategi merupakan bagian akhir dari proses asesmen).
Strategi ini harus dihubungkan dengan target individu guna
terpenuhinya kebutuhan target populasi. Analisis sistem
membutuhkan strategi intervensi yang dalam penerapannya bukan
didasarkan pada teknik favorit pekerja sosial, tetapi hasil penilaian
profesional pekerja sosial yang secara objektif memutuskan cara
paling efektif yang dapat memenuhi kebutuhan klien. Contohnya,
pekerja soaial mungkin ingin menggunakan kemampuannya dalam
intervensi kelompok kecil dimana dia sangat mahir, tetapi skill ini
hanya akan digunakan pada saat analisis sistem menyarankan
pendekatan seperti ini sebagai cara yang tepat untuk mengubah
target dan pada akhirnya dapat mencapai tujuan. Pada gambar 3.3
memperlihatkan perkembangan suatu strategi di tahap pertama
pengembangan action system.

Sekarang outcome tujuan sudah jelas, target, dan strategi


telah dikembangkan, langkah selanjutnya penerapan analisis sistem
pada tahap implementasi rencana action system (Gambar 3.1).
Sering kali pekerja sosial menggunakan penilaian klinis sebagai
sesuatu yang praktis dan layak pada saat itu. Selain itu, pekerja
sosial perlu memprioritaskan kebutuhan yang sifatnya mendesak
bagi klien. Tentu saja, pekerja sosial harus menguji kembali strategi

65
terkait perkembangan intervensi, melalui pengamatan sejauh mana
hasil dapat dicapai. Mungkin terjadi perubahan pada diri klien dan
agent system. Pada kasus ini perubahan agent system tidak hanya
pekerja sosial sekolah, tetapi termasuk Kepala Sekolah, guru agar
mengubah gaya mengajar, dan konselor bimbingan sekolah,
termasuk pelatihan managemen anak, dan layanan perlindungan
anak. Sebagai tambahan, beberapa klien potensial (seperti John dan
ibunya) mungkin juga menjadi klien sebenarnya saat tahap
implementasi action system.

Dalam membentuk action system yang melibatkan instansi


dan profesional lainnya, tujuan utama pekerja sosial adalah menjaga
proses tetap bergerak. Pekerja sosial harus memberikan advokasi
bagi klien guna menjamin pencapaian tujuan dari analisis sistem.
Hal ini sering diperlukan guna menyatakan kembali tujuan-tujuan
yang akan dicapai serta menemukan cara-cara mendorong change
agents lainnya untuk melanjutkan dan menyediakan layanan
terhadap berbagai hambatan yang dihadapi. Faktanya, monitoring
atau penilaian progress secara terus menerus harus dilakukan;
pendekatan analisis sistem menyiratkan bahwa terdapat sekelompok
orang-orang yang bekerja bersama-sama dan dengan demikian akan
ada kebutuhan koordinasi dan pengarahan.

Hal ini juga penting untuk mengevaluasi dan menstabilkan


upaya perubahan sesuai jumlah waktu yang ditentukan. Evaluasi ini
(bagian lain dari keseluruhan asesmen) harus mengukur sejauh mana
awal hasil tujuan target system tercapai.

Tidak semua kasus serumit yang satu ini atau melibatkan


banyak target dan action systems. Kasus semacam ini memang ada,
asesmen dan strategi perlu dikembangkan seperti yang telah
dijelaskan. Namun, banyak kasus yang ditangani pekerja sosial jauh
lebih rumit. Dengan demikian, analisis sistem bisa membantu
pekerja sosial mengerti kompleksitas kasus secara keseluruhan serta
kompleksitas dalam melakukan asesmen. Analisis sitem bisa
digunakan oleh hampir semua pekerja sosial.

66
Gambar 3.1

Asesmen Data pada KasusJohn Hecht

Pekerja sosial, Mr. Thomas, berupaya untuk mengembangkan target


system. Dia memulai dengan mengumpulkan data, sebagai berikut :

a. Perilaku murid yang terjadi di kelas lebih rumit dari yang


dilaporkan. Para murid seringkali merasa diremehkan oleh guru
dan seringkali diabaikan saat mereka memerlukan bantuan.
Hasil observasi di kelas memperlihatkan beberapa murid
menunjukan perilaku yang tidak pantas. Guru, Mr. Phillips,
mengalami kesulitan ketika mengontrol kondisi kelas. Juga,
pada saat terjadi percakapan dengan Mr. Philip terungkap dia
memiliki pola komentar negatif terhadap siswa berpenghasilan
rendah.

b. Kehadiran siswa memprihatinkan. Selama dua tahun terkhir,


ketodakhadiran John rata-rata sekitar 25 %. Dia juga tidak
menyelesaikan pekerjaan rumahnya, tidak mematuhi perintah
dan menjadi pengganggu. Penilaian lebih lanjut menunjukan
John sangat kasar kepada teman sebayanya.

c. Dalam pembicaraan bersama dengan ibu John, seorang janda.


Mr.Thomas menemukan pola dalam absensi sekolah dengan
dua anaknya yang lain di keluarga dan merupakan refleksi
situasi rumah terkait masalah ekonomi, problematika argumen
keluarga, dan patut dipertanyakan tentang pengetahuan
parenting skill. Setelah berdiskusi dengan guru lain, pekerja
sosial menemukan rendahnya perhatian dan pengawasan di
rumah, kecurigaan bahwa ibu John memiliki masalah dengan
penyalahgunaa alkohol dan sering tidak berada dirumah

Gambar 3.2

Determinasi dalam tujuan hasil dan target di kasus John Hect

Determinasi dalam Determinasi dalam Target

67
tujuan hasil
(tujuan ini merupakan (Target ini merupakan fokus
tujuan yang di identifikasi dalam upaya perubahan)
tentukan pada kasus a. Target : Mr.Phillips, Guru
John Hecht dan
berhubungan dengan 1. Perilaku dalam
tiga rangkaian menghadapi murid
masalah yang dari keluarga
diidentifikasi dalam berpenghasilan
penilaian data awal) rendah.
a. Memperbaiki
kontrol kelas 2. Rendahnya kontrol
oleh guru dan kelas
sikapnya
terhadap b. Target: John Hecth
murid
1. Sikap dan perilaku
b. Memperbaiki yang tidak pantas di
perilaku kelas
John,
2. Relasinya dengan
kehadiran
teman-temannya
dan pola
yang tidak
hubungannya
memadai
dengan
rekannya di 3. Sering absen dari
sekolah sekolah
c. Melakukan c. Target: Keluarga Hecht
lebih
banyakupaya 1. Kesulitan finansial
untuk
stabilitas 2. Ibu John Hecht
situasi di memiliki
rumah John. keterampilan yang
kurang memadai
dalam menagemen
dan pengawasan
anak

68
3. Kemungkinan
penyalahgunaan
alkohol oleh
Mrs.Hecht

Gambar 3.3

Determinasi dalam strategi di kasus John Hecht

A. Target: Mr. Philips, guru kelas tiga

1. Mendiskusikan masalah perlakuan Mr.Philips terhadap


murid yang berpenghasilan rendah dengan kepala sekolah
dan meminta agar kepala sekolah memberikan supervisi
pendidikan dengan mengadakan pelatihan tentang
pelayanan guru terkait: (a) kondisi sosial yang
berkontribusi terhadap masalah finansial dan masalah yang
terjadi di daerah itu (b) efek destruktif kepada siswa yang
berpenghasilan rendah dan perlakuan guru yang negatif dan
(c) manfaat bagi siswa yang berpenghasilan rendah yang
mendapat perlakukan negatif dari guru. Meminta bantuan
kepala sekolah agar dapat membantu Mr. Phillips secara
individu, memberikan penugasan kepada siswa-siswa lebih
baik lagi dengan memperhatikan perbedaan individual
siswa dalam mengembangkan kemampuan akademiknya di
kelas.

2. Mendiskusikan isu tentang manajemen kelas bersama Mr.


Phillips dan menyediakan bahan terkait strategi penguatan
perilaku positif dan negatif. Secara periodik melakukan
proses konsultasi bersama Mr.Phillips tentang perilaku
bermasalah di kelas, memecahkan masalah dalam berbagai
situasi, dan memberikan saran tentang teknik yang lebih
efektif untuk mengendalikan perilaku siswa yang
mengganggu.

B. Target: John hecht

69
1. Memberikan dukungan konseling bagi John agar
mengembangkan cara-cara yang lebih konstruktif dalam
menghadapi orang lain. Mengembangkan tujuan sebagai
pelajar dan belajar bertanggung jawab dalam setiap
kegiatan atau tindakan. Kebutuhan konseling bagi Jonh
mendukung pengembangkan hubungan, membantu
mengembangkan keterampilan pemecahan masalah yang
efektif dan mendemostrasikan role model sebagai seorang
dewasa yang positif.

2. Berbicara dengan konselor pembimbing (guidance


counselor) tentang kemungkinan John bergabung dalam
salah satu kelompok kecil konselor, hal ini akan membantu
John memperbaiki hubungan dengan siswa lainnya. Selain
itu, kebutuhan diskusi bersama konselor untuk
mengembangkan program bimbingan kelas, mungkin bagi
sekolah, yang diarahkan untuk memperbaiki hubungan
antar manusia.

3. Merujuk masalah siswa yang sering absen ke unit layanan


perlindungan sosial Negara (the Country Social Services
Departement), sebagai kasus unexcused absences atau
bolos. Rujukan ini akan membawa upaya perubahan
sumber daya lembaga lain untuk membantu kesulitan
keluarga secara keseluruhan. Rujukan ini juga membuka
akses keluarga ke lembaga perlindungan sosial Negara.

C. Target: Keluarga Hecht

1. Lembaga Perlindungan Ekonomi Keluarga (Protective


Services of the Family’s Economic) meminta mereka untuk
menginvestigasi apakah keluarga cukup layak untuk
menerima bantuan keuangan, dan apakah konseling
keungan diperlukan untuk mengelola sumber keungan
keluarga yang lebih baik.

2. Setelah menilai keseriusan dalam kesulitan manegemen


rumah, merujuk hal ini kepada lembaga layanan sosial
Negara (te Country Social Services Department).

70
Realitasnya ini akan menjadi sulit melibatkan pekerja
lembaga layanan perlindungan (setidaknya sebagai manejer
kasus) yang menerima rujukan tentang kasus bolos dan
bantuan keuangan. Pekerja layanan perlindungan mungkin
akan meminta pekerja lain untuk menyediakan layanan
tertentu untuk keluarga, seperti melibatkan Ibu dalam kelas
pelatihan efektivitas pengasuhan bagi orangtua. Ini waktu
yang sangat penting untuk melibatkan beberapa pekerja
agar tidak membebani keluarga. Bersama dengan
Mrs.Hecht dan pekerja sosial dari departemen layanan
sosial negara, mengembangkan rencana treatmen untuk
membantu Mrs.Hecht memperbaiki pengetahuannya
tentang perkembangan anak dan pelatihan pengasuhan.
Rencana ini mungkin melibatkan koseling secara individu,
group parenting, atau demostrasi praktek perilaku melalui
pemodelan.

3. Lebih lanjut investigasi dugaan penyalahgunaan alcohol


dan kemudian memutuskan apakah Mrs.Hecht perlu
mendapatkan asesmen penyalahgunaan obat dan alcohol
dari departemen layanan sosial negara. Mrs. Hecht juga
agak tertekan dan kurang energi, rujukan ke bagian
psikiatri mungkin juga dianggap perlu di masa yang akan
datang. Selain itu, masalah alcohol tidak berdimensi
tunggal, departemen layanan sosial negara menyarankan
membantu Mrs.Hecht mencari pekerjaan atau menerima
pelatihan pekerjaan. Mrs.Hecht juga akan membutuhkan
beberapa dukungan (baik melalui konselin grup atau
individu) untuk membantu memenuhi tuntunan sebagai
orang tua tunggal.

Contoh Kasus Melibatkan Jane Angell di sebuah Setting Clinik

Jane Angell datang ke fasilitas kesehatan mental pribadi dengan


keluhan ketidak bahagiaan. Dia dirujuk oleh seorang temannya.
Pekerja sosial psikiatri menjelaskan membutuhkan asesmen yang
teliti sebelum dikembangkan rencana penyembuhan. Ms.Angell

71
adalah sistem klien pada saat ini. Terra Montana (pekerja sosial) dan
klinik dimana dia praktek, sistem agen perubahan. Karena ada yang
mengatakan kemungkinan ada gejala depresi, Mr.Montana
membutuhkan identifikasi dan memeriksa gejala Ms.Angell ini
sebagai bagian dalam asesmen. Beberapa tipe depresi menunjukkan
terdapat kontribusi faktor “medis”. Depresi adalah gangguan afektif
dengan sejumlah gejala yang berbeda. Beberapa penelitian
menunjukan bahwa depresi sebagian disebabkan oleh
ketidakseimbangan kimia dalam otak dan sistem saraf otak (Coryell
et al.,1998; Rasmussen & Tsuang, 1986). Ketidakseimbangan kimia
disebut neotransmiter yang mengirimkan pesan dari satu saraf ke
satu sama lainnya secara teori menyebabkan masalah dengan
dysphoria (ditandai dengan perasaan ketidakbahagiaan secara
menetap atau terus menerus, sering tanpa penyebab yang spesifik).
Serta kesulitan dengan konsentrasi dan sering cemas dan merasa
bersalah. Lingkungan juga memainkan peran sebagai stressor dan
sebagai “pemicu” yang akhirnya menyebabkan ketidakseimbangan
neotranssmitter pada individu yang rentan. Ms.Montana melakukan
asesmen tentang isu kesehatan mental klien dan mencari tahu hal-
hal sebagai berikut:

1. Apa saja persepsi klien tentang masalahnya? Apakah riwayat


terjadinya depresi jelas, termasuk dalam upaya penyembuhan
yang pernah dilakukan, sukses atau tidak?
2. Apakah ada gangguan tidur, termasuk mimpi buruk atau teror
malam, bangun mendadak, bangun pagi, insomnia atau tidur
berlebihan? Apa kualitas secara keseluruhan dan riwayat
perilaku tidur?
3. Apakah ada gangguan nafsu makan, termasuk kehilangan atau
kekurangan nafsu makan, atau secara spesifik menghindari
makanan tertentu?
4. Apakah ada sejarah sakit kepala? jika iya, kapan dan seberapa
sering sakit kepala terjadi? Apakah sakit kepala disertai
mual,kelelahan atau kesulitan pergi keluar karena sensitif
cahaya? Apakah hal tersebut terjadi secara bersamaan? Apakah
ada riwayat masalah sinus dan jika iya, apakah secara medis
telah diketahui?

72
5. Apakah ada sejarah sakit perut atau kesulitan pencernaan
lainnya, seperti sembelit kronis atau diare? Apakah kesulitan
tersebut terjadi pada masa kecil?
6. Apakah ada sejarah somatik atau masalah fisik, seperti sakit
punggung, tulang sendi atau sakit kaki, gejala umum malaise
atau tidak merasa sehat? Apakah pernah mendapatkan
pengobatan medis? jika iya, apakah ada riwayat “dokter
melompat”, mungkin karena dokter tidak bisa mencari kondisi
diagnosa medis?
7. Apakah ada sejarah kegelisahan atau kecemasan? Bagaiman
kedisfungsian tersebut? apakah ada phobia spesifik yang
mengganggu gaya hidup? Apakah ada perilaku panik; seperti
tiba-tiba merasakan kecemasan yang intens dan sering rasa
gelisah diserta detak jantung kencang, sulit bernafas , keringat
yang intens dan takut?
8. Bagaimana klien melihat sesuatu yang menyenangkan, seperti
ulang tahun dan liburan?
9. Apakah ada sifat musiman untuk depresi? Seperti contoh, klien
mempunyai sejarah gejala depresi terjadi saat akhir musim
gugur dan musim dingin?
10. Apakah ada kesulitan fungsi sexual atau keinginan? jika ada,
bagaimana klien menafsirkan ini? Apakah ada riwayat
pemerkosaan atau incest?
11. Apa klien dalam suasana lazim? Apakah ada sejarah ketakutan
dan menangis, merenungkan, kecemasan, merasa tak berguna,
atau berpikir utuk mati atau bunuh diri? Bagaimana mood
secara umum stabil dan diprediksi, atau apakah vairasi
subtansial terkadang terkait dengan kelebihan energi atau
perasaan manik?
12. Apakah klien mengalami kesulitan berkonsentrasi dan
mengingat sesuatu?
13. Bagaimana secara fungsional ketika klien di rumah, di
pekerjaannya, dan dalam kontek sosialnya? Apakah mengalami
kelelahan kronis? Apakah dia merasa “melambat”? Apakah
keluarga dia atau temannya memberitahukan tentang tindakan
atau moodnya? Jika menikah, apakah status hubungan suami
istri? Jika ada anak-anak dalam keluarga, bagamaina klien
berelasi dengan mereka?

73
14. Apakah ada pikiran yang tidak diinginkan obsesi atau tindakan
komplusif, seperti mondar-mandir atau meremas-remas tangan?
15. Apakah ada penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan,
termasuk penyalahgunaan resep medis (seperti valium atau obat
penenang minor lainnya)? Apakah klien ada penyangkalan
dalam masalah ini? Apakah ada sejarah treatment dulu?
16. Apakah sejarah klien pada saat anak-anak dan remaja, dan
bagaimana dia melihat orangtuanya? Apakah dia melihat
orangtuanya berkontibusi juga, atau dengan membantu, saat
masalah dulu? Apakah ada disfungsi dalam cara berfikir ketika
perkembangan pada saat anak-anak (contoh, klien melihat
dirinya sendiri sebagai “anak yang nakal” sebagai berhasil
menjadi anak dewasa dari seorang pencandu alkohol)?
17. Bagaimana riwayat keberfungsian klien di sekolah, riwayat
terkait dengan masalah pembelajaran atau disabilitas, interaksi
sosial, pola atau berurusan dengan stress ketika di sekolah dan
tekanan, dan mungkin riwayat perasaan terkait kegagalan?
18. Apa klien memiliki riwayat medis, termasuk riwayat penyakit
yang menular, paparan racun, obat yang digunakan, alergi dan
kecelakaan? Apakah ada perawatan medis spesial atau
sebelumnya terjadi konsultasi dengan psikiatri? Bagaimana
klien melihat praktek medis? Jika perempuan dan sebelumnya
hamil, bagaimana masalah yang terkait dengan depresi
postpartum atau mungkin terminasi atau kehamilan?
19. Apa sejarah genetik klien? Tipe tertentu dalam depresi sering
terlihat secara biologis atau dipengaruhi genetik, jadi harus
berhati-hati dan sejarah menyeluruh adalah penting.

Meskipun tipe ini dalam asesmen memakan waktu yang


banyak, namun dalam psikiatri yang berorientasi pada praktik
pekerjaan sosial menjadi penting. Dalam perkembangan change
agent, client, target dan action system untuk kasus ini, pada lingkup
ini terkait informasi menggunakan kombinasi informasi tentang
sterssor lingkungan dan kekuatan klien guna pengembangan rencana
treatmen. Di contoh ini, Ms. Angell dinilai memiliki beberapa gejala
yang menunjukkan adanya depresi fisik dan emosional. Sebab dia
kadang-kadang tidak bisa bertemu dengan dokter pribadinya, dia
membutuhkan kemampuan fisik yang kuat (action system). Dia akan
membutuhkan konsultasi psikiatri untuk memastikan diagnosa

74
dalam depresinya dan memastikan apakah obat akan membantu
secara keseluruhan rencana treatmen (action system).

Hasil penelitan menunjukkan terdapat beberapa indikasi


depresi yang berhubungan dengan ketidakseimbangan
neorochemical, obat anti depresi mungkin perlu untuk
mengembalikan keseimbangan (action system). Ms.Angell, yang
sudah menikah dan memiliki dua anak, juga dinilai memiliki
kesulitan terhadap hubungan dalam keluarganya. Terapi keluarga
akan menjadi bagian dalam action system, dengan target
memperbaiki hubungan ata relasi anggota keluarga. Mr. Angell
tidak mengetahui bahwa istrinya mengalami kesulitan dengan
depresi. Dia sering marah kepada Ms. Angell dan menyalahkan dia
mengenai depresinya. Dia butuh untuk memahami lebih baik kenapa
istrinya depresi dan menjadi hati-hati apa yang dia dan anaknya bisa
membantu meringankan depresinya. Anak-anaknya (target system)
mempunyai masalah perilaku di rumah, dan karena itu dia dan
istrinya perlu untuk mengembangkan (bersama dengan terapis)
sebuah kesepakatan tentang rencana disiplin. Pasangan (target
system) juga butuh meningkatkan kapasitas untuk mendengar dan
komunikasi satu sama lain.

Ms. Angell juga dulu mempunyai perasaan tidak berharga,


berasal dari bagian perasaan orang tuanya yang melihat dia sebagai
orang yang gagal. Dia (target system) membutuhkan terapi secara
individu (action system) untuk melawan dan merubah pandangan
negatif tentang dirinya dan cara dia memperbaiki kapasitas untuk
bersifat tegas dengan suami dan orang tuanya. Stress pekerjaan juga
memiliki kapasitas untuk memicu masalah depresi. Ms. Angell
mungkin mempertimbangkan kembali pekerjaannya (target system)
permintaan berliburnya sendiri; dia mungkin membutuhkan
konseling karir (action system).

Demikian, menyajikan masalah umum ketidakbahagiaan


menjadi sistem relasi yang sulit dan banyak sekali target. Sebagai
target dan strategi tindakan dikembangkan, secara keseluruhan klien
dan change system juga dikembangkan. Secara keseluruhan upaya
perubahan dengan melibatkan pengembangan rencana treatmen

75
digali atau didapatkan dari analisis sistem tentang masalah Ms.
Angell dan seluk beluk kehidupannya.

RINGKASAN

Asesmen merupakan proses kritis dalam praktik pekerjaan


sosial. Pemilihan tujuan dan intervensi tergantung pada hasil
asesmen. Asesmen seharusnya tidak hanya menggali atau
menemukan kesalahan dari klien tetapi juga menemukan sumber-
sumber yang dimiliki klien, keterampilan dan kekuatan yang bisa
memecahkan kesulitan dan meningkatkan pertumbuhan. Dimasa
lalu terlalu banyak, asesmen hanya fokus kepada kekurangan klien
dan bersifat patalogis.

Sifat dari proses asesmen berfariasi secara signifikan


terkait tipe setting atau tempat pekerja sosial melakukan praktik. Di
beberapa setting pekerja sosial melakukan asesmen sendiri, dan di
sebagian setting pekerja sosial melakukan asesmen bersama anggota
di team klinis. Asesmen, pada intinya membuat suatu hipotesis
tentang kesulitan klien dan sumber daya berdasarkan data. Seiring
berjalannya waktu, asesmen harus direvisi dan diperbarui sesuai
perubahan yang terjadi pada klien dan lingkungan kehidupannya.

Data yang digunakan untuk membuat asesmen berasal dari


berbagai sumber: laporan secara lisan atau yang diungkapkan oleh
klien, formulir asesmen, sumber tambahan, test psikologi, perilaku
nonverbal klien,kunjungan rumah, observasi klien ketika
berinteraksi dengan orang lain, dan pekerja-pekerja lembaga yang
berinteraksi dengan klien.

Untuk menjaga kualitas asesmen, pekerja sosial


membutuhkan pengetahuan yang luas tentang perilaku manusia dan
lingkungan sosial. Dalam melakukan asesmen juga diperlukan
pengetahuan tentang bermacam-macam sistem, faktor biofisik,
faktor perilaku, faktor motivasi, sistem keluarga dan faktor
lingkungan. Berbagai pengetahuan dapat diperoleh dari berbagai

76
program studi jurusan pekerjaan sosial yang biasanya didapatkan di
perguruan tinggi. Tujuan dalam asesmen, yaitu memberikan fokus
pada berbagai faktor yang dikaji atau didalami.

Berbagi teori atau teori tentang perilaku manusia yang


digunakan oleh praktisi dalam membuat asesmen akan memiliki
pengaruh besar terhadap hasil penilaian. Apakah pekerja sosial
melakukan penilaian secara mendalaman yang memiliki dampak
besar terhadap hasil yang dicapai. Banyak teori tentang perilaku
manusia yang tidak bisa dibuktikan, para praktisi perlu berhati-hati
dalam melakukan penilaian tentang seseorang yang didasarkan pada
suatu hipotesis merujuk pada teori yang tidak dapat dibuktikan.

Pekerja sosial dapat menggunakan perspektif ekologi untuk


menilai perilaku manusia. Perspektif ekologi menegaskan
pentingnya untuk menilai lingkungan orang. Pada bagian ini
menampilkan 15 pertanyaan yang berfungsi sebagai panduan untuk
melakukan penilaian dalam dalam asesmen.

Teori sistem merupakan salah cara untuk


menkoseptualisasikan masalah dan membentuk rencana tindakan
atau treatmen. Dalam analisis sistem tentang situasi, pekerja sosial
dapat mencoba untuk memahami kepentingan yang sifatnya relatif
yang banyak berpengaruh dalam segi kehidupan klien. Sebagai cara
memperluas penyajian atau pernyataan masalah, pekerja sosial,
change agent, target dan action system dapat
mengkonseptualisasikan isu-isu klien dalam jangka panjang, untuk
tujuan pencapaian dan rencana strategi upaya perubahan. Gambaran
perspektif sistem penting dalam melihat pernyataan masalah dan
masa depan klien guna menilai kompleksitas masalah dan
kehidupannya. Keseimbangan dinamis ada diantara individu dan
linkungan mereka. Asesmen, menggunakan pendekatan analisis
sistem, berusaha untuk memahami keseimbangan kompensasi
perubahan yang dapat meningkatkan kehidupan klien dalam
lingkungan sistem termasuk dalam upaya perubahan.

LATIHAN:

77
MENULIS
ASESMEN

Latihan ini dirancang untuk memberikan


Tujuan pengalaman kepada mahasiswa dalam
menulis asesmen

Langkah pertama Tujuan latihan. Meringkas 15


pertanyaan latihan untuk dijadikan topik
dalam menulis asesmen.
Langkah kedua
Meminta mahasiswa untuk menjadi
relawan untuk datang dengan masalah
yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
Pada periode pertemuan kelas yang
sudah ditentukan, wawancara terhadap
relawan oleh seorang mahasiswa yang
berperan sebagai pekerja sosial.
Mahasiswa yang lain secara independen
melakukan asesmen secara rahasia
dengan topik berikut:
a. Masalah spesifik
b. Klien melihat masalahnya
c. Orang yang terlibat dalam sistem
masalah
d. Peran orang-orang yang terlibat
dalam di sistem masalah
e. Penyebab masalah
f. Dimana perilaku bermasalah terjadi
g. Kapan perilaku bermasalah terjadi
h. Frekuensi, intensitas, dan durasi
perilaku bermasalah
Langkah ketiga i. Riwayat terjadinya perilaku
bermasalah
j. Tujuan klien berperilaku
bermasalah
k. Strategi yang digunakan klien untuk
mengendalikan masalah

78
Langkah keempat l. Kemampuan klien untuk
memecahkan masalah
m. Sumber eksternal yang dibutuhkan
untuk mengatasi masalah
IDENTIFIKASI n. Sumber, kemampuan dan kekuatan
KLIEN DAN yang dimiliki klien
CHANGE AGENT o. Rekomendasi dalam mengatasi
SYSTEMS masalah

Tujuan Setelah mahasiswa menulis asesmen dan


mengubahnya pada periode kelas
berikutnya. Kelas makalah. Sebelum
Langkah pertama laporan diserahkan, baca satu atau dua
tanggapan ( tanpa mengidentitas nama
penulis) di sesi “ rekomendasi program
Langkah kedua aksi” untuk memberikan satu atau dua
contoh bagi mahasiswa dalam membuat
rekomendasi yang baik.

Akhiri latihan dengan mendiskusikan


kelebihan dan kekurangan tugas yang
dikerjakan oleh mahasiswa.

Tujuan dalam latihan ini untuk


memberikan mahasiswa praktek
menentukan klien dan change agent
Langkah ketiga system

Menjelaskan tujuan dalam latihan dan


kemudian review definisi klien dan
Langkah keempat change agent system.

Dalam situasi berikutnya, setiap

79
mahasiswa secara individual menulis
siapa client system dan change agent
MEMBENTUK system. Mahasiswa dapat
TARGET DAN mengidentifikasi kategori fakta dan
ACTION SYSTEM potensial di setiap sistem ini
a. Seorang ibu dan anaknya datang ke
Tujuan lembaga pelayanan sosial untuk
mendapatkan makanan dan tempat
berlindung.
Langkah pertama b. Pekerja sosial yang dipekerjakan
oleh pusat kesehatan mental
masyarakan meminta psikiatri untuk
Langkah kedua konsultasi mengenai apakah
seorang wanita muda pekerja sosial
telah melihat depresi klinis.
c. Pekerja sosial di lingkungan rumah
sakit meminta suster untuk
berbicara dengan janda (singel
mother) yang melahirkan anak
pertamanya. Orang tua wanita muda
tersebut mungkin juga memiliki
beberapa kekhawatiran saat
mengunjunginya.
d. Siswa SMA di ambil oleh
orangtuanya dari lembaga swasta
untuk praktik pekerja sosial karena
orangtuanya khawatir dengan
anaknya mengenai kekerasan dan
perilaku destruktif

Diskusikan salah satu situasi tersebut


dalam kelas, meminta mahasiswa untuk
berbagi jawaban mereka. Gunakan
papan tulis, jika memungkinkan menulis
Langkah ketiga jawaban yang di berikan mahasiswa.

Mendiskusikan bagaimana salah satu


situasi tersebut mungkin berubah dari

80
waktu ke waktu, sehingga mengubah
elemen pada klien dan change agent
system. Gunakan empat situasi untuk
melihat proses dengan memasukan
banyak data dan urutan data pada kasus.

Tujuan dalam latihan ini untuk


mengajarkan mahasiswa
mengembangkan target system dan
action system

Reviem Gambar 3.1 dengan mahasiswa,


tulis di papan tulis jika memungkinkan

Menggunakan situasi berikut,


merumuskan outcome tujuan, target, dan
trategi. Ingat harus ada konsistensi logis
antara outcome tujuan, target untuk
tujuan yang akan dicapai dan strategi
yang di gunakan untuk mencapai tujuan
(lihat Exhibit 3.2 dan 3.3)

Anda adalah pekerja sosial yang


dipekerjakan oleh lembaga layanan
keluarga. Melalui keterlibatan anda
dengan pengadilan anak-anak dengan
jumlah kasus kenakalan, pengadilan
merujuk pada anda kelompok remaja
untuk mendapatkan sesi konseling
mingguan. Dalam proses pengumpulan
data atau proses asesmen, anda mencari
tau remaja ini yang semuanya berasal
dari kompleks perumahan masyarakat
berpenghasilan rendah di bagian kota.
Di bagian kota ini dianggap sebagai

81
sumber masalah oleh kepolisian karena
tingginya tingkat kejahatan dan
pengangguran di kalangan orang
dewasa. Banyak layanan sosial dan
organisasi relawan masyarakat yang
berpartisipasi, tetapi tidak ada
koordinasi di antara mereka. Ada sebuah
organisasi lingkungan, tetapi hanya
sedikit orang yang menghadiri
pertemuan. Sekolah mendengar, bahwa
penghuni kompleks perumahan
umumnya penyewa miskin, sehingga
ada masalah serius dalam pemeliharaan
apartemen. Akibatnya, ada tingkat
mobilitas yang tinggi dan keluar dari
kompleks.

Mengidentifikasi klien dan change


agent system.

SUMBER BACAAN:

Zastrow, Charles, 1999, The Practice of Social Work, An


International Thomson Publishing Company

82
7. Engagement (Pelamaran), Intake dan Contract

Oleh: Denti Kardenti

Pelaksanaan kegiatan pemberian pertolongan biasanya


berlangsung pada situasi pertolongan. Situasi pertolongan
hendaknya merupakan sesuatu yang optimal guna berhubungan
dengan klien, mempelajari dan memecahkan permasalahan. Pekerja
sosial berusaha memahami masalah-masalah klien melalui tahap
awal.
Pekerja sosial generalis adalah seorang pemberi pertolongan
yang secara efektif dalam menggunakan dirinya dengan orang lain
guna memungkinkan orang tersebut untuk memenuhi kebutuhan
atau mengatasi masalah mereka secara lebih memadai. Pertolongan
lebih memfokuskan pola kebutuhan dan masalah keberfungsian
sosial. Jadi pekerja sosial generalis harus mengembangkan
keterampilan interaksional yang perlu untuk interaksi yang produktif
dengan individu-individu dan kleompok-kelompok individu.
Pada hakekaktnya tahapan awal secara harfiah bisa dipisah-
pisahkan, akan tetapi pada praktiknya tahapan awal ini
(engagement, intake dan contract) adalah merupakan satu kesatuan.
Maka dari itu tahap awal sangat menentukan dalam permulaan
komunikasi antara pekerja sosial dengan klien. Disinilah ada rasa
saling membutuhkan dan saling memberi.

Pemahaman tentang Pekerja Sosial dan Klien

83
Telah ditemukan bahwa alat yang paling penting yang pekerja
sosial miliki adalah dirinya. Untuk menggunakan alat tersebut
secara terampil dan dengan banyak pengetahuan, seorang pekerja
sosial harus mempunyai pengetahuan diri yang banyak. Ini
memerlukan jenis pendirian introspeksi yang mencoba untuk
membawa perhatian pribadi, sikap dan nilai keadaan kedalam
bidang pemikiran yang disadari. Ini memerlukan pencarian untuk
pemahaman diri terus menerus dan derajat kesenangan yang
memadai dengan penemuan diri tersebut.
David Jhonsosn melihat orang yang memberikan pertolongan
sebagian memiliki sekumpulan ciri yang lain. Pertama adalah
kemampuan untuk mengungkapkan diri sementara menyadari diri
dan menunjukkan perhatian terhadap apa yang orang lain rasakan.
Tentang apa yang pekerja katakan atau lakukan. Ciri ini memiliki
kualitas kejujuran, ketulusan dan keothentikan. Kedua adalah
kemampuan untuk mempercayai, yang mengandung kehangatan,
penerimaan, dukungan dan kemampuan untuk mengecek arti (to
chek for meaning). Ketiga adalah keterampilan dalam komunikasi.
Ini meliputi kemampuan untuk mengirim pesan sehingaa orang lain
mampu memahami, mendengarkan, untuk menanggapi secara tepat
dan untuk mengklarifikasikan apa yang tidak dipahami. Keempat
adalah kemampuan untuk mengapresiasikan perasaan. Kelima
adalah kemampuan untuk memperkuat dan memperagakan perilaku
yang tepat.
Klien adalah orang yang mencari pertolongan dari seorang
pekerja sosial atau dilayani oleh suatu lembaga yang
mempekerjakan pekerja sosial. Beberapa jenis klien seperti :
1. Mereka yang meminta pertolongan bagi dirinya sendiri
2. Mereka yang memimnta pertolongan bagi orang lain
3. Mereka yang tidak mencari pertolongan tetapi berada dalam
masalah yang menghambat atau mengancam keberfungsian
sosial oran lain
4. Mereka yang mencari atau menggunakan pertolongan untuk
mencapai tujuan diri mereka
5. Mereka yang mencari pertolongan, tetapi untuk menjadi tujuan
yang tidak memadai.
Identifikasi jenis klien adalah tahap pertama dalam pemberian
pelayanan karena relasi pekerja dan klien serta interaksinya akan
berbeda, tergantung pada jenis klien dan sifat dari pertolongan yang

84
dicari. Beberapa masalah disebabkan oleh gangguan atau kekacauan
yang mengakibatkan kekacauan interpsikis, keadaan terdesak, atau
menyimpang. Dalam situasi ini, orang mengalami sakit secara
mental atau memiliki kesulitan persepsi, yang mengakibatkan
penggunaan cara-cara yang tidak tepat atau tidak efektif untuk
menghadapi situasi kehidupan. Pekerja dan lembaga menyediakan
pelayanan memiliki harapan tentang kesepakatan (janji),
penggunaan waktu selama pertemuan pertolongan, waktu dan
tempat pertemuan, dan pembagian informasi dan keterlibatan klien
dalam proses pertolongan.

Interaksi awal dengan Klien

Kontak awal terjadi pada titik bahwa seseorang datang ke


lembaga untuk pertolongan, baik berkaitan dengan sesuatu
kebutuhan atau masalah dirinya atau dengan keprihatinan tentang
orang lain, atau terjadi pada titik ketika pejkerja sosial mencapai
seorang untuk menolong karena satu kebutuhan masalah. Dalam
kontak awal pekerja sosial mengumpulkan dan meninjau setiap
informasi yang tersedia guna menentukan apa yang diketahui
tentang calon klien. Pertimbangan tentang kebutuhan yang mungkin
diperlukan klien adalah tentang persiapan. Pekerja sosial dapat juga
berhubungan dengan perasaan-perasaan yang mungkin ia miliki
tentang klien, dalam situasi yang khusus dan tentang perasaan-
perasaan yang mungkin dari klien.
Berdasarkan pemahaman awal tentang klien pada situasi,
pekerja sosial dapat merencanakan untuk merancang pertemuan
pertama untuk membuat klien merasa senang. Penstrukturan ini juga
dapat melibatkan faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan
waktu dan tempat pertemuan. Contohnya : sifat dari ucapan selamat
pekerja sosial ketika klien memasuki lembaga dan menemui pekerja
sosial, penempatan bangku untuk tidak menjadi hambatan antara
pekerja sosial dan klien serta kenyamanan dalam arti khusus, juga
privasi untuk pertemuan tersebut.
Pada saat kontak tersebut pekerja sosial akan mencoba untuk
membuat klien seenak mungkin. Faktor-faktor budaya perlu

85
dipertimbangkan. Jika klien datang dari suatu budaya dimana
pembicaraan ringan (small talk) digunakan sebelum melaksanakan
tugas, pekerja sosial seharusnya sedikit terlibat dalam pembicaraan
ringan tersebut. Jika sebaliknya klien merasa cemas tentang tujuan
dari interaksi tersebut dan datang dari suatu budaya yang
menggunakan sedikit kata-kata, pekerja sosial akan secara cepat
menjelaskan apa yang akan dilakukan bersama. Pekerja sosial
melakukan ini dengan:
1. Penuh perhatian terhadap apa yang sedang klien katakan dan
menerima perasaan klien.
2. Menunjukkan keinginan yang nyata untuk membantu klien dan
memberikan klien suatu petunjuk bahwa pekerja sosial
mengetahui bagaimana menolong
3. Secara aktif menanyakan klien persepsinya tentang situasi dan
masalah (menanyakan klien tentang pentingnya masalah,
tentang permulaan dan upaya untuk menanggulangi dan tentang
solusi yang diinginkan adalah cara-cara lain untuk melibatkan
klien dan menunjukan cara untuk bekerja sama).
4. Mencoba untuk menjawab pertanyaan yang tidak terucapkan
yang klien mungkin miliki (contoh, klien mungkin tidak yakin
apakah informasi yang dibagikan tersebut akan tersedia bagi
orang lain).
5. Menjelaskan tentang cara lembaga memberikan pelayanan,
jenis pertolongan yang diberikan dan prosedur untuk
menggunakan pertolongan tersebut.
6. Mencoba untuk mencapai perasan yang klien miliki tentang apa
yang sedang terjadi.

Dengan kata lain, klien melakukan sebanyak mungkin untuk


memungkinkan terlibat dalam menolong dirinya dalam kegiatan
pemenuhan kebutuhan, pemecahan masalah. Disamping itu,
perhatian seharusnya diberikan guna mendukung dan
mengembangkan harga diri klien. Bagian dari ini adalah realisasi
oleh klien bahwa ia mampu untuk berpartisipasi dalam mencari
pemecahan.
Ketika pekerja sosial menunjukkan kepada klien cara dimana
keduanya dapat bekerja sama, ia juga mengumpulkan informasi,
memahami keberfungsian klien dan kebutuhan sebagaimana
dipandang oleh klien dan memungkinkan klien untuk memikirkan

86
tentang situasi. Pekerja sosial juga mendorong suatu iklim
kepercayaan untuk berkembang sampai klien dapat mempercayai
pekerja soisal, relasi tersebut itu lemah dan interaksi tersebut
dipengaruhi oleh keprihatinan klien tentang sifat layak dipercaya
dari pekeja sosial.
Kadang-kadang klien menyampaikan rasa marah, jengkel dan
sikap menolak. Carl Hartman dan Diene Reynolds percaya bahwa
sikap ini digunakan ketika klien merasa takut dan merasa sakit dan
kurangnya kepercayaan pada pekerja sosial dan pada proses
pertolongan. Mereka menyarankan menggunakan suatu pendekatan
yang mereka identifikasi sebagai konformasi, interpretasi dan
aliansi. Setelah mencari sumber dari perasaan tersebut dan perilaku
yang terkait, pekerja sosial pertama-pertama mengkomunikasikan
bahwa pekerja sosial mengenal perasaan-perasaan dan penolakan
tersebut terhadap pertolongan. Segera setelah itu pekerja sosial
menyediakan klien dengan suatu penafsiran tentang arti dan atau
sumber dari perasaan tersebut dan tingkah laku yang terkait.
Kemudian pekerja sosial memberikan klien dukungan dan dorongan.
Pendekatan ini seringkali mengizinkan klien untuk merasa diterima,
yang mengarah pada suatu relasi dan saling percaya.
Ketika pekerja sosial memutuskan untuk memfokuskan
pembicaraan terhadap negosiasi tentang pemberian pelayanan.
Selama tahap berikutnya ini, pekerja sosial dan klien membicarakan
apakah masalah klien itu dapat dikerjakan oleh pekerja sosial dan
klien membicarakan apakah masalah klien itu dapat dikerjakan oleh
pekerja sosial secara bersama-sama. Mereka juga membicarakan
apakah klien untuk mengatasi masalah tersebut dalam cara yang
diharapkan oleh lembaga jika ini nampak tepat. Pekerja sosial dan
klien akan membicarakan kemungkinan-kemungkinan lain untuk
pemenuhan kebutuhan dan pemecahan masalah. Pekerja sosial
mencoba untuk memilah-milah masalah tersebut bagi klien sehingga
ini tidak nampak tumpang tindih.
Selama tahap ini pekerja dan klien memutuskan apakah : 1).
Mereka dapat bekerja sama terhadap keprihatinan, kebutuhan, atau
masalah yang dibawa klien 2). Kebutuhan atau masalah lain yang
seharusnya di kerjakan 3). Pelayanan yang dibutuhkan oleh klien
diberikan secara lebih baik oleh sumber yang lain 4). Klien tidak
menghendaki untuk menggunakan pelayanan lebih lanjut.

87
Kontrak permulaan bisa dikembangkan yang menyatakan tahap-
tahap selanjutnya dari kerja sama tersebut dan tanggung jawab dari
pekerja sosial dan klien serta kerangka. Waktu untuk melaksanakan
tugas-tugas yang diperlukan. Selama tahap negosiasi dan kontrak,
pekerja sosial secara terbuka menghadapi dan mengatasi penolakan.
Edith Ankeramit, dalam membicarakan kontrak pada setting
probasi, menyarankan bahwa dalam mengatasi penolakan ini perlu
untuk membantu klien membahas dua pertanyaan. 1. Mengapa saya
di sini? 2. Bagaimana saya merasa tenang berada di sini?.
Pembahasan ini akan memungkinkan klien untuk menyalurkan
perasaan jengkel/marah. Pekerja sosial tidak menolak keberadaan
perasaan tersebut, pekerja sosial seharusnya secara aktif
mendengarkan dan menunjukkan realitas dari perasaan tersebut.
Ketika kesepakatan tentang kerja sama tersebut dicapai, pekerja
sosial seharusnya meringkas apa yang telah terjadi dalam tahap-
tahap eksploritasi dan negosiasi sebelumnya. Ini juga penting untuk
merasa yakin bahwa tahap-tahap selanjutnya, dan setiap tugas akan
dilaksanakan sebelum pertemuan selanjutnya dipahami secara jelas.
Pembentukan sistem tindakan awal mungkin dicapai dalam satu
pertemuan atau mungkin memerlukan beberapa pertemuan. Selama
pembentukan sistem, pekerja sosial mencoba untuk menjembatani
gap dalam pemahaman. Dalam melaksanakan perannya pekerja
sosial peka terhadap kesiapan klien untuk bergerak dari tahap satu
ke tahap yang lain. Beberapa hambatan dapat mempengaruhi
pembentukan sistem pekerja dan klien.
Pertama, kompleksitas dari keberfungsian manusia, relasi antara
orang dengan latar belakang budaya dan pengalaman hidup yang
berbeda adalah cukup sulit. Kesalah pahaman terjadi dengan mudah
dan prasangka sering timbul.
Kedua, muncul perasaan takut klien, takut terhadap depresi,
ketidakberdayaan, dihakimi/dinilai, atau memiliki tujuan yang tidak
relevan yang ditangkap klien. Ketakutan-ketakautan tersebut
mungkin berasal dari prasangka dan harapan yang tidak realistik
klien.
Ketiga, karena pekerja sosisal sering kali adalah orang dari
suatu organisasi birokrasi. Kompleksitas aturan dan regulasi serta
ketidakmampuan dari suatu organisasi untuk memperlakukan klien
seringkali mempengaruhi cara pekerja sosial menyediakan
pelayanan yang dibutuhkan oleh klien.

88
Klien yang tidak menginginkan pelayanan sering kali tidak
melihat pentingnya pelayanan, tidak mempercayai pertolongan atau
memiliki kesulitan untuk mengembangkan relasi dengan pekerja
sosial. Dalam situasi ini pekerja sosial kadang-kadang dapat
mengatasi penolakan dengan menunjukkan alasan-alasan untuk
keprihatinan tersebut akan konsekuensi-konsekuensi dari kurangnya
perubahan. Suatu pendekatan perawatan, tidak menilai (a caring,
non judgmental, approach) yang memfokuskan pada keprihatinan
dan keinginan klien sering kali dapat menolong klien yang tidak
suka rela dengan sebuah pengalaman pertolongan yang unik dan
mengurangi penolakan terhadap pertolongan.
Pada dasarnya tahap awal dalam praktek pekerjaan sosial
berhubungan dengan bagaimana pekerja sosial dapat menggunakan
beberapa kemampuannya seperti komunikasi dan interaksi.
Komunikasi dan interaksi berkaitan erat dengan proses pertolongan
kepada klien terutama pada penerimaan awal klien dengan pekerja
sosial.
Komunikasi yang efektif adalah suatu unsur yang penting dari
sistem tindakan awal, ini penting untuk semua pekerja sosial untuk
mengembangkan keterampilan komunikasi yang baik. Komunikasi
adalah pemeliharaan dan penerimaan pesan antara dua orang atau
lebih. Tujuan komunikasi dalam interaksi pekerjaan sosial meliputi :
1. Mengumpulkan informasi yang dibutuhkan untuk upaya
pertolongan
2. Menggali ide, perasaan dan cara-cara yang mungkin untuk
memecahkan masalah
3. Mengungkapkan perasaan atau pikiran
4. Menyusun (structuring) pekerja dari sistem tindakan awal.

Wawancara adalah salah satu elemen dalam komunikasi antara


pekerja sosial dengan klien. Beberapa tahap dalam wawancara yaitu
tahap permulaan, tahap pertengahan atau kerjasama dan tahap
pengakhiran. Masing-masing tahap memiliki fokus yang berbeda
dan tugas-tugas yang berbeda waktu yang ada dimanfaatkan selama
wawancara dalam masing-masing tahap. Tetapi jumlah waktu yang
digunakan dalam setiap tahap mungkin berbeda tergantung pada
pekerjaan dan relasi pekerjaan dan klien.

89
Engagement merupakan suatu periode dimana pekerja sosial mulai
berorientasi terhadap dirinya sendiri, khususnya mengenai tugas-
tugas yang ditanganinya. Hubungan dengan klien dengan cara:
Klien datang secara sukarela, Klien tidak mau datang secara
sukarela, Pekerja sosial berusaha untuk mencari klien. Dalam proses
pelamaran ini pekerja sosial memberikan pelayanan dan
menyediakan sumber bagi siapa saja yang membutuhkan memenuhi
persyaratan untuk mendapatkan pertolongan. Engagement
merupakan suau periode dimana pekerja sosial mulai berorientasi
terhadap dirinya sendiri, khususnya mengenai tugas pekerjaan yang
diembannya. Awal keterlibatan pekerja sosial dalam suatu situasi
memiliki tanggung jawab didalam menjalin hubungan dengan klien,
dalam menjalin hubungan ini terdapat beberapa cara :
1. Klien datang secara sukarela untuk meminta pertolongan
(voluntary application). Klien dalam hal ini mungkin telah
berusaha semampunya untuk mencoba berbagai cara
memperbaiki keadaannya, akan tetapai kurang atau tidak
berhasil. Klien menyadari akan kebutuhannya untuk meminta
tolong kepada pekerja sosial.
2. Klien tidak mau datang secara sukarela (in voluntary
application). Situasi kritis menyebabkan klien tidak mempunyai
alternatif adalah kemiskinan yang ekstrim, kecacatan, bencana
alam, ataupun tekanan-tekanan sosial dari individu dan situasi
yang berpengaruh terhadap dirinya (istri, suami, orang tua,
atasan, sekolah, militer, pengadilan dan lembaga pelayanan
koreksional) yang hanya dapat dipenuhi dengan referal
(rujukan). Dalam suasana dirujuk ini klien biasanya segan untuk
meminta bantuan, klien mungkin merasa dipaksa datang kepada
pekerja sosial.
3. Pekerja sosial berusaha untuk mencari klien (reching out effect
by worker). Pekerja social dalam situasi ini diharapakan sering
keluar untuk melibatkan diri dengan orang yang tidak aktif
dalam mencari bantuan dan tidak direferal (dirujuk) agar dapat
memperoleh bantuan. Klien mungkin sadar akan kebutuhannya,
tetapi belum atau tidak mampu mewujudkannya, tidak
mempunyai motivasi dan tidak mampu untuk memenuhinya
sendiri.

90
Dalam tahap engagement ini terjadi relasi antara klien dengan
pekerja sosial. Tugas pekerja sosial pada tahap engagement,
intake dan kontrak adalah :
a. Melibatkan diri dalam situasi tersebut
b. Menciptakan komunikasi dengan semua orang yang
terlibat
c. Mulai mendefinisikan ukuran-ukuran/parameter yang
berkaitan dengan hal-hal yang akan mereka laksanakan
d. Menciptakan atau membuat suatu struktur kerja awal/
pendahuluan.
Pekerja sosial harus menciptakan iklim yang kondusif dan
komunikasi yang efektif dengan klien dalam menumbuhkan relasi
pertolongan supaya klien tidak kembali dalam masalah. Iklim
kondusif serta komunikasi efektif ini akan memungkinkan klien
untuk mencurahkan perasaan dan menginformasikan masalah yang
dihadapinya. Pekerja sosial harus bisa menumbuhkan rasa percaya
terhadap klien bahwa sebagai penolong dalam hal ini pekerja sosial
mampu/bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh klien.
Pada tahap awal ini, pekerja sosial hanya dapat memperoleh
pengetahuan tentang manusia (klien), situasi dan kesadaran dirinya
secara umum, pekerja sosial juga berupaya untuk memahami dan
sekaligus mengevaluasi klien. Hal yang paling penting bagi pekerja
sosial adalah objektifitas, keterbukaan pikiran, keterbukaan untuk
menyadari dan mengontrol reaksi-reaksi diri sendiri. Keahlian yang
sama pentingnya adalah kemampuan untuk menyadari
keberadaannya dalam diri klien dan juga hubungannya dengan
mereka, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pekerja sosial
bukan penentu keberhasilan proses pertolongan, melainkan sebagai
pemberi fasilitas keberhasilan.
Hasil proses pelamaran, intake dan kontrak dapat dilihat dari :
1. Pekerja sosial merupakan bagian dari situasi.
2. Saluran komunikasi awal telah terbuka.
3.Pekerja sosial dan klien bersama-sama sepakat tentang
pendekatan-pendekatan umum yang berkaitan dengan
pendefinisian peran masing-masing, yang didasarkan atas ekspresi
dan klarifikasi harapan-harapan klien serta hal-hal pekerja sosial
tunjukkan.
4. Adanya persetujuan tentang proses pada tahap selanjutnya.

91
Tahap ini diawali oleh adanya pengakuan mengenai masalah
spesifik yang mungkin tepat dipecahkan melalui pendekatan
kelompok. Kesadaran ini mungkin dihasilkan dari pengungkapan
masalah klien sendiri atau berdasarkan penelaahan situasi oleh
pekerja sosial. Tahap ini juga disebut sebagai tahap kontrak antara
pekerja sosial dengan klien, karena pada tahap ini dirumuskannya
persetujuan dan komitmen antara mereka untuk melakukan
kegiatan-kegiatan perubahan tingkah laku melalui kelompok.
Dalam intake proses (kontak) dilakukan upaya pencapaian
kesesuaian dalam arti antara karakteristik klien dengan persyaratan
eligibilitas pelayanan yang ada. Bila hal ini tidak dicapai, maka
klien akan segera dirujuk kepada sumber lain yang memenuhi
karakteristik dan permasalahan klien.

Beberapa tujuan intake proses/ kontak, pelamaran, kontrak


adalah :

1. Memberikan pelayanan yang tepat kepada klien yang


memerlukan pertolongan.
2. Memahami dan mengerti serta menilai permasalahan klien
(dalam hal ini calon klien/pelamar sehingga dapat menentukan
dengan tepat fokus masalah klien.
3. Menentukan bagaimana dan dimana kebutuhan dan
permasalahan tersebut dapat dipenuhi atau dipecahkan.
4. Menentukan dan menafsir berbagai persyaratan dari suatu
badan/ lembaga pelayanan
5. Membuat keputusan bahwa pelamar memenuhi syarat dan
berhak memperoleh pelayanan.
6. Membina hubungan pertolongan yang baik (rapport).
7. Membicarakan dan membuat rencana pelayanan (kontrak).
8. Menjelaskan masing-masing peranan dalam proses pertolongan.
9. Memberikan apa yang dibutuhkan klien sesuai dengan situasi
intake.
Seseorang atau sistem yang mengalami masalah akan
mendatangi orang atau sistem yang dapat memberikan bantuan atau
pelayanan. Seseorang yang berusaha masuk kedalam situasi

92
pertolongan seringkali harus dibantu untuk mengenal apa
permasalahan yang dialami serta apa pelayanan yang tersedia.
Setelah proses tersebut tercapai maka perlu ada sesuatu keputusan
apakah orang tersebut dapat dibantu atau perlu dirujuk kepada
sistem pelayanan lain.Proses awal sebelum pengambilan keputusan
mampu atau tidaknya pekerja sosial memberikan intervensi atas
masalah yang dihadapi, atau pengambilan keputusan orang yang
bermasalah tentang kompetensi pekerja sosial ini masuk dalam suatu
tahap awal yang dinamakan Engagement, intake dan contract.
Engagement, intake dan kontrak pada dasarnya merupakan studi
awal dari kedua belah pihak, baik pekerja sosial maupun calon klien.
Hal-hal yang perlu dilakukan oleh pekerja sosial pada tahap ini
selain melakukan studi awal tentang calon klien, dia juga harus
melakukan beberapa kegiatan penting lainnya.

Tahapan dalam proses intake, pelamaran dan kontrak ada lima:


1. Penciptaan akses terhadap pelayanan sosial yang
dibutuhkan dan yang tersedia (Providing Acces)
Penciptaan akses terhadap pelayanan sosial yang dibutuhkan
dan yang tersedia (Providing Acces) yaitu memberikan
informasi dan nasehat, termasuk penentuan kebutuhan,
bagaimana dipenuhi dan menafsirkan program badan/lembaga
sosial yang akan digunakan. Memberikan pelayanan bantuan
hukum, pelayanan resmi dan pelayanan kesulitan dalam
industri. Hal ini penting dilakukan karena klien tidak tahu ada
pelayanan, tidak tahu bagaimana cara mendapatkan pelayanan
tersebut. Adanya sikap masa bodoh terhadap masalah yang
dihadapi sehingga semangat untuk mengatasi perlu
ditingkatkan, tidak ingin orang lain tahu permasalahannya, klien
tinggal di daerah yang terpencil ssecara geografis. Adapun
pemberian akses dapat dilakukan melalui pemberian keterangan
melalui mass media, melalui tokoh masyarakat dan langsung
pada klien. Strategi utamanya adalah to increase motivation for
change sehingga dengan demikian klien menyadari bahwa
perubahan-perubahan yang bermanfaat dapat diperoleh melalui
pelayanan yang diberikan oleh pekerja sosial.

93
2. Meningkatkan motivasi untuk berubah (Maximizing
Motivation)
Motivasi yang dimaksud adalah penekanan pada kemauan yang
disadari, sehingga timbul kemauan guna melaksanakan usaha-
usaha untuk tetap hidup dan mendapat keperxayaan, kreativitas
dan berusaha sendiri. Jadi semakin seseorang yakin pada
kemampuannya, maka tingkah laku orang tersebut akan didasari
oleh kemampuannya, bukan dikendalikan oleh kemampuan-
kemampuan diluar dirinya. Tugas pekerja sosial dalam
meningkatkan motivasi : a. Meningkatkan kepekaan terhadap
masalah b. Meningkakan aspirasi c. Membantu mengatasi rasa
penolakan d. Memberikan aturan-aturan alasan yang dapat
diterima e. Menghubungkan keinginan dengan tujuan
f. Mengarahkan dan memfokuskan kemauan yang disadari.

3. Membangun relasi pertolongan secara profesional (Buliding of


Helping Relationship).
Relasi pertolongan merupakan suatu keadaan dan proses saling
menarik, percaya dan memberi, membentuk pola saling
mengharapkan dan ketergantungan antara penolong dan yang
ditolong. Hubungan pertolongan ini tidak hanya dengan
pelamar saja, tetapi juga dengan orang-orang yang ada
hubungannya dan berpengaruh kuat terhadap klien dan
permasalahannya, baik dengan lembaga pelayanan, kelompok,
keluarga atau dengan yang lainnya (significant others). Tujuan
membentuk relasi adalah agar klien merasa senang,
diperhatikan, dan diterima melalui penerapan prinsip-prinsip
etis pekerjaan sosial. Dengan demikian kita dapat menemukan
kesamaan dalam hal latar belakang, kebutuhan, rasa hormat dsb.
Prosedur untuk membangun suatu hubungan pertolongan : a.
Pekerja sosial harus dapat menggugah klien untuk dapat
menemukan kebutuhan individunya b. Pekerja sosial
mengetahui dan memahami masa lalu klien c. Pekerja sosial
membantu klien untuk mengekspresikan secara terbuka
perasaan-perasaannya d. Pekerja sosial secepat mungkin
membantu klien mengatasi perasaan malu dan bersalah
e. Pekerja sosial membuat kegiatan yang bisa meningkatkan
potensi klien f. Pekerja sosial menerangkan sejelas mungkin
dan tegas tentang konsep peranan bagi dirinya sendiri dan

94
peranan klien g. Klien harus berpartisipasi dalam sebuah proses
pertolongan.

4. Menciptakan kesepakatan kerjasama (Establishing


Contract).
Setelah intake, maka pekerja sosial harus membuat semacam
perjanjian dimana dibangun kesepakatan bersama mengenai hak
dan kewajban kedua belah pihak. Kontrak adalah suatu
konsensus, persetujuan dan penerimaan diantara kedua belah
pihak dari tugas-tugas dan tanggung jawab serta hak,
kewajibannya dan memperoleh hak yang sesuai berdasarkan
kesepakatan dalam waktu yang bersamaan. Beberapa hal yang
harus diperhatikan : a. Klien Butuh pertolongan yang utama
b. Pekerja sosial bertanggung jawab untuk menentukan apa
yang menjadi kebutuhan klien c.Pekerja sosial harus
merundingkan segala sesuatunya dengan klien d. Isi perjanjian
ditujuak untuk memaksimalkan partisipasi klien e. Perjanjian
harus fleksibel.

5. Penerapan Peranan (Role Induction)


Tujuan role induction (memasuki peranan) adalah menetapkan
calon klien menjadi klien, sehingga klien mempunyai peranan-
peranan baru serta identitas baru dalam sistem intervensi
pertolongan. Dalam proses ini klien harus menyetujui dan
mematuhi aturan-aturan pelayanan secara umum, disamping
peraturan-peraturan khusus yang disepakati bersama dengan
pekerja sosial. Prinsip-prinsip induksi peranan : a. Klien
diberikan pilihan yang jelas tentang persetujuan dan penolakan
mengenai peranannya b. Pekerja sosial memilih dan
menentukan kelompok untuk menjadi klien c. Pekerja sosial
harus menjelaskan bahwa klien sebagai anggota/bagian dari
suatu sistem intervensi d. Pekerja sosial menolong klien untuk
mempertahankan diri dalam peranan kehidupannya, seperti
sebagai suami, sebagai ayah atau sebagai buruh. Jadi klien tidak
total hanya sebagai peranan klien saja.
Jadi pada tahap awal proses pertolongan pada klien,
interaksi adalah suatu yang penting bagi pekerja sosial dan

95
klien, dimana mereka dapat menjalin keakraban dan adanya
saling percaya diantara mereka sehingga muncul rasa nyaman
dalam berkomunikasi. Sehingga klien dalam mengungkapkan
masalah-masalahnya dapat terbuka dengan pekerja sosial dan
sebaliknya dengan keterbukaan klien maka pekerja sosial juga
dapat memahami apa yang dirasakan oleh klien.
Proses pertolongan pada tahap awal pertolongan ini sangat
menentukan bagaimana proses pertolongan kepada klien
nantinya kedepan. Jadi tahap awal ini menentukan tahap-tahap
selanjutnya karena kalu pada tahap ini saja tidak terjalin
interaksi harmonis antara pekerja sosial dengan klien maka
gagalah proses pertolongan yang sudah direncanakan.
Siapapun pekerja sosial yang ingin menolong orang lain
dari ketidakberfungsiannya hendaklah memperhatikan proses
awal pertolongan dengan memperhatikan aspek-aspek kejiwaan
yang ada pada klien. Kontak awal hendaknya pekerja sosial
menciptakan kondisi yang senyaman mungkin kepada klien
sehingga klien merasa dihargai.

DAFTAR PUSTAKA

Dubois,Brenda dan Karla Krogsrud Milley.2005. Social Work:


An Empowering Profession.Boston: Allyn and Bacon

Johnson.Louise C.2001. Social Work Practice Generalist


Approach. Massachusetts.Needham Heights

Siporin, Max. 1975. Introduction to Social Work Practice,


MacMillan Publishing Co, Inc, New York;

96
97
8. ASESMEN (Bagian Pertama)

Oleh: Dorang Luhpuri

Pengertian dan Pemahaman Dasar

Assessment atau kalau ditulis dalam bahasa Indonesia adalah


asesmen, secara sederhana diartikan sebagai pengungkapan dan
pemahaman masalah. Asesmen adalah suatu proses dan suatu
produk/hasil pemahaman terhadap permasalahan, suatu tahap dalam
rangkaian pertolongan pekerjaan sosial, dimana terhadap hasilnya
kemudian dianalisis dan tindakan pertolongan akan diberikan
kepada orang yang membutuhkan (atau dalam hal ini adalah klien).
Tahap ini sangat menentukan keefektifan suatu pertolongan kepada
klien.

Definisi assessment adalah “Assessment involves the collection,


exploration, organization, and analysis of relevant information for
use in making decisions about the nature of the problem and what is
to be done about it” (Cournoyer, 2005, Ivry, 1992), yang maknanya
adalah “Asesmen merupakan pengumpulan, penggalian, organisasi
dan analisis dari informasi yang relevan yang digunakan dalam hal
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan keadaan masalah dan
apa yang dilakukan terhadapnya”.

Selanjutnya dikatakan: “is a cognitive, thinking process; it involves


thinking about data that have been collected. The outcome of
assessment is a service plan, which provides a definition of the
problem for work, objectives or solutions to be achieved, and an
action plan to accomplish the objectives.” (merupakan suatu
kognitif, proses berpikir; ini melibatkan pemikiran tentang data yang
telah dikumpulkan. Hasil dari asesmen adalah suatu rencana
pelayanan, yang menyediakan suatu pengertian masalah untuk
bekerja, tujuan atau solusi untuk dicapai, dan suatu rencana tindak
untuk mewujudkan tujuan-tujuan).

98
Dalam asesmen dibedakan antara data dan informasi, dengan
penjelasan bahwa data adalah bagian atau potongan dari persepsi,
pemikiran, dan perasaan yang terkumpul tentang klien, masalah dan
situasi dan kemungkinan solusinya. Sementara data adalah sampai
hal-hal tersebut dikumpulkan untuk digunakan, dimana semuanya
menjadi informasi. Informasi adalah data yang sudah diproses.

Pemahaman lain dari asesmen adalah:

”Assessment is the analytical process by which decisions are made.


In social welfare context, it is a basis for planning what needs to be
done to maintain or improve a person’s situation…. Assessment
involves gathering and interpreting information in order to
understand a person and their circumstances; the desirability and
feasibility of change and the services and resources which are
necessary to affect it. It involves judgments based on information
(Middleton, 1997, page 5 in Jonathan Parker, 2005, page 5).

Asesmen merupakan proses analisis dimana keputusan dibuat.


Dalam konteks kesejahteraan sosial, asesmen merupakan dasar dari
perencanaan yang perlu dilakukan untuk menciptakan atau
mengembangkan situasi seseorang. Asesmen mencakup
pengumpulan dan interpretasi informasi untuk memahami
seseorang dan situasinya; perubahan yang diinginkan dan mungkin
terjadi serta pelayanan dan sumber-sumber yang dibutuhkan untuk
perubahan tersebut. Asesmen ini melibatkan penilaian yang
didasarkan pada informasi yang ada.

Asesmen merupakan proses berpikir yang menjadi alasan bagi


seorang pekerja sosial dalam melaksanakan kegiatan pengumpulan
data sampai dengan kesimpulan sementara. Selama asesmen,
informasi yang tersedia disusun dan dipelajari untuk membuat alur
dari situasi klien yang menjadi dasar untuk rencana intervensi.
Setelah asesmen lengkap, pekerja sosial harus dapat
menggambarkan masalah secara akurat dan mengidentifikasikan

99
kebutuhan-kebutuhan yang akan dirubah untuk memperbaiki situasi
klien.

Asesmen merupakan salah satu tahap dalam keseluruhan proses


intervensi pekerjaan sosial yang bersifat terus menerus atau
berkesinambungan (on going process). Proses ini akan selalu
berlanjut sepanjang pelaksanaan pemberian pelayanan kepada klien.
Rencana intervensi diambil berdasarkan pemahaman dan
kesepakatan bersama antara pekerja sosial dengan klien, dimana
akan memerlukan perbaikan. Rencana intervensi mungkin akan
berubah, dengan adanya data baru yang muncul, sehingga perlu
diputuskan tujuan yang baru (tujuan sebelumnya dimodifikasi).

Konsep tentang asesmen dalam pekerjaan sosial merupakan upaya


untuk mendapatkan pengetahuan dan pengambilan keputusan
(gaining knowledge and making judgement), termasuk pengujian
hipotesa dan fakta empiris melalui penemuan, pengalaman dan
transaksi dengan klien.

Tujuan Asesmen

Tujuan asesmen adalah untuk mendapatkan dan memahami masalah


yang ada, keinginan klien dan solusi, dan orang dalam situasi
(person-in-situation), sehingga pekerja sosial dan klien dapat
membangun suatu rencana meringankan atau menangani masalah.
Proses asesmen merupakan suatu usaha bersama untuk:

 Memahami sifat, ruang lingkup, lamanya/durasi, kepelikan, dan


urgensi dari situasi masalah.
 Memahami makna masalah untuk klien.
 Memahami harapan yang diinginkan klien.

100
 Mengidentifikasi kekuatan, sumber, dan potensi dalam diri klien
dan lingkungannya.
 Mengumpulkan data dan informasi yang bermakna yang harus
dipertimbangkan, termasuk pengetahuan profesional, untuk
mengklarifikasi sasaran perubahan, memilih tujuan jangka
panjang dan tujuan jangka pendek dan menentukan keterkaitan
dan kemungkinan terjadinya, dan mengembangkan rencana
untuk mencapai tujuan-tujuan dan mengevaluasi kemajuan
terhadap ketercapaiannya.

Asesmen merupakan salah satu tahap dalam keseluruhan proses


intervensi pekerjaan sosial yang bersifat terus menerus atau
berkesinambungan (on going process). Proses ini akan selalu
berlanjut sepanjang pelaksanaan pemberian pelayanan kepada klien.
Rencana intervensi diambil berdasarkan pemahaman dan
kesepakatan bersama antara pekerja sosial dengan klien, dimana
akan memerlukan perbaikan. Rencana intervensi mungkin akan
berubah, dengan adanya data baru yang muncul, sehingga perlu
diputuskan tujuan yang baru (tujuan sebelumnya dimodifikasi).

Konsep tentang asesmen dalam pekerjaan sosial merupakan upaya


untuk mendapatkan pengetahuan dan pengambilan keputusan
(gaining knowledge and making judgement), termasuk pengujian
hipotesa dan fakta empiris melalui penemuan, pengalaman dan
transaksi dengan klien.

Di dalam asesmen, terdapat beberapa hal yang akan dijelaskan


kepada pekerja sosial terutama tentang:

101
 What the problem is, apakah masalah itu, apa definisi masalah
itu dan siapa yang mengalaminya.
 What explanations are suggested to help us understand the
difficulty, artinya adalah berkenaan dengan analisis unit
manusia, situasi, interaksi, dan juga bentuk pernyataan evaluatif
integratif.
 What is to be done to set things right: melalui apa tindakan-
tindakan perubahan, tugas-tugas, strategis dan sumber-sumber,
serta bagaimana tujuan akhir dan tujuan jangka panjang dapat
dicapai.
 Bagaimana program intervensi dilakukan untuk melihat tujuan-
tujuan perubahan dan tugas-tugas dicapai sesuai dengan upaya
perbaikan yang akan dilakukan.

Sementara Compton menyebutkan bahwa, terdapat 4 pertanyaan


kunci dalam asesmen, yaitu:

 Data apa yang diperlukan dalam asesmen?


Maksudnya adalah aspek-aspek apa saja yang perlu digali dalam
suatu asesmen, karena permasalahan yang dihadapi seorang
klien, asesmen yang dilakukan terhadapnya akan berbeda dengan
klien yang lain.
 Siapa yang memiliki data?
Data yang diperlukan tidak semata-mata diperoleh dari klien
saja, tetapi dapat juga dari orang lain, terutama yang berkaitan
dengan orang-orang yang berpengaruh terhadap klien atau
dikenal dengan istilah significant others. Pihak mana saja yang
kiranya memiliki data yang diperlukan dan dapat memperkuat
informasi yang dikumpulkan, perlu diketahui oleh pekerja sosial.
 Bagaimana data akan dikumpulkan/diperoleh?
Maksudnya adalah metode apa atau cara yang digunakan dalam
mengumpulkan datanya. Terdapat berbagai cara yang dapat
ditempuh dalam proses mengumpulkan data, misalnya: studi
dokumentasi (mempelajari file-file), wawancara, pengamatan
atau observasi, dan menggunakan instrumen tertentu.
 Siapa yang akan memroses data dan mengembangkan rencana
pelayanan?

102
Apakah data yang telah dikumpulkan akan diolah dan
penanganan selanjutnya dilakukan oleh pekerja sosial yang
bersangkutan atau dilakukan oleh orang lain?

Beberapa Prinsip Dasar Asesmen:

Asesmen memiliki beberapa prinsip dasar, yaitu:

 Pekerja sosial dalam melakukan asesmen harus mampu


membedakan, mengindividualisasi, mengidentifikasi secara
akurat, dan mengevaluasi masalah orang dan situasinya dalam
intervensi pertolongan.
 Dalam mengembangkan studi sosial terhadap klien, pemahaman
masa lalu selalu berkaitan dengan pemahaman masalah yang
dialami klien saat ini.
 Pekerja sosial dalam melakukan asesmen dan menganalisis
terhadap data yang diperoleh harus mempertimbangkan juga
masa lalu klien, yang mungkin memberikan pengaruh yang kuat
terhadap masalah yang terjadi saat kini.
 Asesmen dan rekomendasi dilakukan secara sistematis dan
secara langsung pada intervensi yang telah direncanakan.
 Asesmen harus memberikan penilaian dan rekomendasi untuk
tindakan pertolongan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis,
yang merupakan suatu penilaian terhadap data yang ada,
sehingga dapat menghasilakan suatu alternatif rencana tindakan
pertolongan yang tepat.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, terdapat empat tugas


pekerja sosial dan tipe analisis dalam asesmen, yaitu:

 Suatu pernyataan tentang masalah (statement of the problem)


 Asesmen kepribadian (An assessment of the personality)
 Suatu analisa situasional (An situational analysis)

103
 Suatu evaluasi integratif tentang masalah lingkungan klien atau
program yang berkaitan dengan faktor dan interelasi klien.

Paling tidak terdapat tiga prinsip yang berhubungan dengan proses


asesmen:

 Proses asesmen akan dilakukan dengan berbagi pengalaman


dalam memahami antara pekerja sosial dan klien.
 Studi tentang unit ekologis klien akan terpisah agar dapat
dibedakan komponen kesulitan, kepribadian dan situasinya.
 Untuk membantu klien secara efektif, pekerja sosial perlu
menemukan sumber-sumber dalam diri dan situasi individu
dalam melakukan perubahan-perubahan yang konstruktif dan
positif.

Keterampilan yang diperlukan dalam asesmen:

 Untuk dapat melakukan suatu asesmen yang baik, paling tidak


diperlukan berbagai keterampilan, antara lain adalah:
 Keterampilan dalam menggunakan berbagai metode
pengumpulan data, tidak hanya mewawancara klien tetapi juga
menggunakan rekaman, data tes dan bahan-bahan tertulis lain.
 Kemampuan untuk fokus pada pengumpulan data-data yang
diperlukan.
Banyak sekali aspek dalam kehidupan manusia, demikian juga
dengan permasalahan yang dialami seorang klien. Aspek-aspek
atau data apa saja yang akan digali, perlu diketahui oleh seorang
pekerja sosial, sehingga apa yang akan dilakukan tepat dan
berguna. Apabila kondisi yang berhubungan dengan psikososial
seorang klien yang akan diketahui, maka data-data mengenai
aspek-aspek psikososial klien-lah yang harus dikumpulkan dan
dianalisis.

104
 Kemampuan menggunakan pengetahuan tentang: pertumbuhan
dan perkembangan, perbedaan manusia dan budaya, dan
interaksi dari sistem manusia, untuk menganalisis dan
menginterpretasikan data yang dikumpulkan.
 Kemampuan untuk mengidentifikasikan kekuatan klien.
Keyakinan bahwa seseorang pasti memiliki kekuatan untuk
mengatasi masalahnya, perlu dimiliki oleh seorang pekerja
sosial. Seringkali seorang klien tidak mengetahui bahkan tidak
menyadari kalau dirinya sebenarnya memiliki kekuatan berupa
minat, bakat dan kemampuan yang dapat digunakan untuk
mengatasi masalahnya. Untuk itu, pekerja sosial dalam proses
asesmen harus mampu membantu klien untuk menemukannya.
Kadangkali diperlukan instrumen atau alat untuk itu, maka
pekerja sosial harus pula mahir menggunakan alat yang tepat.

 Kemampuan untuk memprioritaskan dan mengorganisasikan


data sebagai cara untuk membuat aksi yang bermanfaat.
Seringkali banyak gejala masalah yang diperlihatkan oleh klien,
terutama yang berkaitan dengan masalah psikososial, namun
masalah mana yang sebenarnya menjadi akar masalah perlu
ditentukan. Demikian juga dengan data-data yang diperlukan,
sehingga pekerja sosial dapat lebih fokus kepada hal-hal
tersebut.

 Kemampuan untuk memilah-milah, untuk menyeleksi tugas-


tugas atau area pekerjaan.
 Kemampuan untuk menggeneralisasi alternatif-alternatif rencara
dan untuk menentukan kekuatan masing-masing alternatif.
 Kemampuan untuk melibatkan klien dalam pembuatan
keputusan.
Klien bukanlah suatu obyek, dia haruslah dijadikan subyek,
terutama dalam mengatasi masalahnya sendiri. Oleh karena itu,
sejak awal klien harus dilibatkan dalam setiap kegiatan, karena
dialah yang akan mengatasi masalah dengan kekuatannya
sendiri.

 Kemampuan untuk mengkhususkan masalah.

105
 Kemampuan untuk mengembangkan rencana-rencana aksi
khusus.

Keterampilan-keterampilan tersebut sesuai dengan isi asesmen.


Terdapat beberapa isi asesmen yang perlu diperhatikan, yaitu:

 Memberikan makna pada pemahaman klien terhadap fakta


yang ada.
 Percaya kepada klien
 Menemukan apa yang diinginkan klien
 Mengarahkan asesmen kepada kekuatan individu dan
lingkungan klien
 Membuat asesmen kekuatan multidimensi
 Menggunakan asesmen untuk menemukan keunikan
 Menggunakan bahasa yang dapat dipahami oleh klien
 Memperoleh suatu persetujuan yang bermanfaat
 Menghindari sikap/perilaku “menyalahkan”
 Menghindari pemikiran sebab dan akibat

Jenis-jenis Asesmen Psikososial

Praktik pekerjaan sosial dapat dilakukan secara langsung dan tidak


langsung. Dalam konteks pemberian pelayanan langsung, seorang
pekerja sosial akan berhadapan dengan aspek-aspek yang berkaitan
dengan aras mikro dan aras makro. Aras mikro, maksudnya adalah
individu dan keluarga, sementara yang dimaksud dengan aras makro
adalah masyarakat secara luas dan kebijakan sosial. Berikut ini akan
dibahas asesmen yang berkaitan dengan praktik langsung aras
mikro, yaitu asesmen psikososial.

Permasalahan yang dihadapi seseorang pada umumnya berkaitan


dengan aspek-aspek psikososialnya. Demikian juga dengan seorang
klien. Seperti dipahami, bahwa apabila terdapat aspek yang tidak

106
dapat berfungsi dalam diri seseorang, maka akan terjadi masalah
yang kemudian akan menyebabkan yang bersangkutan tidak dapat
melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik.

Di dalam pelayanan pertolongan yang diberikan kepada seorang


klien, terutama dalam konteks konseling langsung maupun dalam
setting panti-panti sosial yang diterapkan di Indonesia dan di
lingkup Kementerian Sosial serta pemerintah daerah pada
khususnya, paling tidak terdapat dua besaran pelayanan penanganan
masalah, yaitu: penanganan masalah psikososial dan pemberian
keterampilan vokasional. Hal ini juga berpengaruh terhadap proses
asesmen yang dilakukan. Sehubungan dengan itu, maka paling tidak
juga terdapat dua jenis asesmen, yaitu: asesmen psikososial dan
asesmen vokasional.

Asesmen psikososial adalah asesmen yang dilakukan dalam


kaitannya dengan permasalahan psikososial klien, sementara
asesmen vokasional dilakukan untuk mengetahui minat, bakat dan
kemampuan yang dimiliki oleh seorang klien untuk mendapatkan
pelayanan pemberian keterampilan vokasional, untuk bekal mandiri
setelah keluar dari panti.

Sehubungan dengan asesmen psikososial, terdapat banyak sekali


jenis asesmen, tergantung dari permasalahan yang dihadapi klien.
Maksudnya adalah, setiap keunikan masalah dan karakter klien akan
mempengaruhi pula jenis asesmen apa yang akan dilakukan. Hal ini
tak lepas dari fokus masalah yang akan ditangani dalam intervensi
pekerjaan sosial, yaitu: klien dalam interaksinya dengan lingkungan
sosialnya. Paling tidak asesmen tersebut berkaitan dengan aspek-
aspek psikososial, yaitu: fisik, mental, spiritual, emosional dan
sosial.

107
Berbagai jenis asesmen tersebut, antara lain adalah:

 Asesmen sosial (seperti: latar belakang dan situasi keluarga;


fungsi fisik dan kesehatan; fungsi intelektual; fungsi emosional;
relasi antar orang dan relasi sosialnya; agama dan spiritual;
ekonomi, perumahan dan transportasi; penggunaan pelayanan
sosial dan sebagainya).
 Genogram dan Ecomap
 Asesmen dukungan sosial
 Asesmen kekuatan yang dimiliki klien
 Sejarah kehidupan
 Strategi mengatasi masalah dan pertahanan ego (mekanisme
pertahanan diri).
 Asesmen penampilan peranan klien
 Asesmen keberfungsian keluarga

Franklin dan Jordan (Beulah R. Compton, 1999) mengemukakan


empat model/jenis asesmen yang biasa digunakan dalam pekerjaan
sosial, yaitu:

 Model Psikososial (Psychosocial model)


 Model Kognisi Perilaku (Cognitive behavioral model)
 Model kehidupan (Life model)
 Model Sistem Keluarga (Family systems model)

Proses Asesmen

Asesmen dilakukan melalui proses tertentu yang perlu diperhatikan.


Kegiatan dalam proses asesmen adalah:

 Eksplorasi, investigasi dan pengumpulan data


 Eksplorasi berarti secara bertahap menggali suatu data yang
diperlukan. Investigasi berarti melakukan penyelidikan terhadap
data apa yang ingin digali, dengan memperhatikan rambu-rambu
suatu penyelidikan. Untuk itu, seorang pekerja sosial harus

108
memahami metodologi penelitian, terutama penelitian pekerjaan
sosial.
 Menyusun/menata data dan berpikir tentang informasi-informasi
untuk mengembangkan pernyataan tentang:
- Masalah untuk bekerja

- Tujuan

 Memformulasikan rencana aksi. Rencana intervensi adalah


kegiatan selanjutnya setelah asesmen dianalisis. Ketepatan dalam
menganalisis data-data yang telah diperoleh sangat menentukan
rencana yang dibuat, demikian juga dengan intervensinya. Oleh
karena itu, pekerja sosial harus berhati-hati dan cermat dalam
melakukan analisis data.

Sumber lain menyebutkan bahwa proses asesmen adalah sebagai


berikut:

 Menyiapkan instrumen-instrumen yang relevan (banyak


instrumen yang sudah terstandarisasi sudah tersedia untuk
pekerja sosial). Artinya pekerja sosial harus memiliki
pengetahuan yang luas dan mendalam tentang instrumen-
instrumen yang dapat digunakan dalam asesmen, kemudian
selanjutnya dapat memilih dengan tepat mana saja yang relevan
untuk digunakan terhadap seorang klien, yang mungkin berbeda
dengan klien lainnya. Selain itu, pekerja sosial harus memiliki
keterampilan untuk menggunakan instrumen-instrumen tersebut
dengan tepat dan benar.
 Melakukan pengumpulan data, dengan berbagai metode:
wawancara, observasi/pengamatan, dan studi dokumentasi.
Pengumpulan data adalah kegiatan inti dari asesmen, namun
untuk melakukannya harus dilandasi dengan kemampuan dan
keterampilan yang memadai. Dalam asesmen, pekerja sosial
harus memiliki kemampuan yang memadai berkaitan dengan
metodologi secara konseptual maupun praktis.

 Mendiagnosis masalah klien (termasuk memberikan label dan


mengelompokkan masalah tersebut).

109
 Dari data yang terkumpul, pekerja sosial harus dapat
menganalisisnya dengan baik, kemudian memberikan label
(bukan judgement atau menghakimi, namun hasil dari suatu
penilaian terhadap suatu fenomena atau data yang ada).

Beberapa contoh instrumen Asesmen Psikososial

Genogram

Genogram adalah sebuah diagram seperti sebuah pohon keluarga.


Genogram dapat menggambarkan hubungan keluarga untuk dua
atau tiga generasi (untuk menggambarkan lebih dari tiga generasi
akan menjadi sangat komplek). Beberapa informasi yang termasuk
di dalam genogram ini antara lain adalah: umur, jenis kelamin,
status perkawinan, dan komposisi keluarga; struktur keluarga dan
hubungan keluarga (misalnya anak kandung, anak angkat, orang tua
dan sebagainya); situasi pekerjaan dan tanggung jawab; kegiatan
sosial dan minat/bakat; dan karakter yang mengikuti anggota
keluarga yang bersangkutan. Berikut ini adalah contoh genogram
pada wawancara awal.

110
Genogram (lanjutan)
X
Contoh di bawah ini adalah genogram
Meninggal lanjutan setelah wawancara
9 tahun
lanjutan dilakukan. Sudah yang
tampak
lalu adanya berbagai informasi
tambahan yang dapat dimanfaatkan oleh seorang pekerja sosial
dalam menganalisis suatu masalah.

Suka memukul, suka Meninggal 9 Peminum, suka


memperlakukan salah Menikah 5memperlakukan
tahun lalu tahun salah Mary
secara verbal seluruh secara verbal seluruh
John
anggota keluarga anggota keluarga 23

Montir/ahli mesin
di rumah
Suka memukul
Isteri yang suka
memukul

Kelly
Mary
Billy

John 23

Memukul
Kellly

Menikah 5 tahun
Kelly
Billy
1½ 111

Montir, Suka Di rumah
memukul, mendapat
Isteri yang suka memukul
perlakuan salah
secara verbal saat
Mendapat perlakuan salah
kanak-kanak, sangat
dekat dengan ibu,
berpisah dari ayah

Memukul Kelly

Keterangan:

Bercerai
Laki-laki

Perempuan Berpisah

112
X Meninggal

Ecomap

Ecomap adalah gambaran seseorang atau suatu keluarga di dalam


suatu konteks sosial. Informasi yang termasuk didalamnya antara
lain adalah: keluarga inti, asosiasi formal (misalnya keanggotaan
dalam aktivitas keagamaaan, partisipasi dalam organisasi dan
sebagainya); Sumber-sumber yang mendukung atau bahkan
membuat stress dalam interaksi sosial (antara seseorang dengan
sistem komunitasnya); penggunaan sumber-sumber yang terdapat di
lingkungan serta sumber-sumber informal dan lingkungan
pendukung (keluarga besar, kerabat, teman, tetangga dan kelompok
bantu diri).

Pekerjaan
Pekerja-an Teman- 113
Joni
sampingan teman Joni
Keluarga
Tempatasli
Joni
Maria
berlin-dung
Diagram Venn

Diagram Venn ini adalah alat asesmen untuk mengungkapkan


hubungan klien dengan siapa saja dia berhubungan, dan
hubungan diantara orang-orang tersebut melalui gambar (seperti
contoh berikut ini). Klien diminta untuk memilih kertas warna
dengan berbagai bentuk, kemudian menuliskan orang-orang
(boleh nama maupun inisialnya), dan menempelkannya di
kertas plano. Setelah itu klien diminta untuk menggambarkan
bagaimana hubungannya dengan orang-orang tersebut, dekat,
berpengaruh, renggang atau konflik. Dari gambaran tersebut,
maka dapat dianalisis apa yang sedang terjadi antara klien
dengan lingkungan sosialnya.

114
A
(Ayah)
S (Ibu)

A (guru ngaji)
Klien N

Y (Pac
B (teman kuliah)

B (adik)

K
(Adik)
L
(Adik)

Peta Jalan Kehidupan Sosial (Social Life Road Map)

115
Social Life Road Map atau Peta Jalan Kehidupan Sosial ini
adalah salah satu alat pengungkapan dan pemahaman masalah
(asesmen), untuk menggali memori klien dan perasaan klien
terhadap peristiwa-peristiwa yang menonjol yang diingatnya
dalam kehidupan sosialnya, baik yang membuatnya
bahagia/senang maupun yang membuatnya sedih atau bahkan
mungkin peristiwa traumatik yang dialaminya. Caranya adalah
klien diberikan selembar atau lebih kertas HVS putih (atau bisa
juga berwarna sesuai dengan warna favoritnya), kemudian
diminta untuk mengingat peristiwa-peristiwa yang dialaminya
sejauh dia mampu mengingatnya hingga saat ini. Setelah itu
diminta untuk menggambarkan dan menuliskannya dalam
gambar jalan yang berliku-liku (seperti contoh berikut ini).
Setelah selesai, apabila klien berkenan, maka diminta untuk
menguraikannya dalam bentuk cerita tentang apa yang telah
digambarkannya. Dengan membaca Peta jalan kehidupan sosial
ini, maka dapat dianalisis apa yang terjadi dalam kehidupan
klien dan bagaimana perasaannya.

Social Life Road Map


Pertama kali bisa Pacaran
Juara kelas
naik sepeda pertama

Dipukul ayah Ayah Dan sebagainya


pergi dari
rumah

116
Asesmen Kekuatan dan Kelemahan Klien (Saleeby’s s Strengths
and Barriers Model)

Saleeby’s Strengths and Barries Model ini adalah alat asesmen yang
bertujuan untuk mengidentifikasi tentang kekuatan dan kelemahan
klien. Dalam hal ini klien diminta untuk mengenali dirinya sendiri
dengan cara menggali apa saja yang menjadi kekuatan diri yang
berasal dari sisi personal (diri sendiri). Setelah klien dapat
mengidentifikasikannya kemudian dituliskan di bagian kanan atas.
Selain itu klien juga diminta untuk mengenali kekuatan yang
dimilikinya, namun yang diperolehnya dari lingkungan sosialnya,
dan menuliskannya di kiri atas (sisi lingkungan). Demikian juga
dengan kelemahan diri, klien diminta untuk mengenali,
mengidentifikasi kelemahan yang berasal dari diri pribadinya
(ditulis di sisi kanan bawah), sementara kelemahan yang berasal dari
lingkungan sosialnya (ditulis di sisi kiri bawah). Contoh seperti
berikut ini.

117
Asesmen Kekuatan dan Kelemahan Klien
(Saleeby’s Strengths and Barriers Model)

Kekuatan

Sangat disayang Nenek Pandai gitar


Disenangi teman-teman Mau belajar
sebaya Sangat sayang keluarga
Didukung secara material Cerdas
oleh Pak De-nya Pandai bergaul
Tinggal di rumah besar

Lingkungan Personal
Sering dimanfaatin oleh
teman sekolah (dalam Malas
hal uang) Suka bohong
Lingkungan rumah Merokok & boros
terlalu sepi, jauh dari Tertutup
masyarakat Dendam pada ayah
Masyarakat sekitar
individualistis

Kekurangan

Setelah selesai maka gambar dapat dianalisis. Asesmen ini


sepertinya tampak mudah, namun mungkin klien mengalami
kesulitan dalam mengenali dan mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan dirinya. Oleh karena itu, klien perlu dibantu dengan
memberikan contoh-contoh dan merangsangnya untuk
merenungkan, bahwa dia memiliki kekuatan yang luar biasa yang
dapat digunakan untuk menutupi kelemahan yang juga perlu
dikenalinya. Sebagai refleksi, setelah selesai menuliskan kekuatan
dan kelemahannya, maka klien diminta untuk menceritakan
bagaimana perasaannnya.

Daftar Pustaka

118
Compton, R. Beulah and Burt Galaway. (1999). Social Work
Processes. 6th ed. California: Brooks/Cole Publishing
Company

Compton, R. Beulah, Burt Galaway and Barry R. Cournoyer.


(2005). Social Work Processes. 7th ed. Belmont California:
Brooks/Cole Thomson Learning.

Coulshed, Veronica and Joan Orme. (1998). Social Work Practice


An Introduction. 3rd ed. London: Macmillan Press, LTD.

Hepworth, H. Dean and Jo Ann larsen. (1990). Direct Social Work


Practice Theory and Skills. 3rd ed. California:Wadsworth
Publishing Company.

Lister, Pam Green. (2012). Integrating Sosial Work Theory and


Practice: A practical skills guide. New York: Routledge
Taylor & Francis Group.

Sheafor, W. Bradford and Charles R. Horejsi. (2003). Techniques


and Guidelines for Social Work Practice. 6th edition.
Boston: Pearson Education, Inc.

9. Asesmen (Bagian Kedua)

119
Oleh: Pribowo

Berbagai jenis asesmen antara lain:


A. Mengasesmen Fungsi Keluarga (11.12)
Tujuan : Untuk mengenali sifat dan struktur dari interaksi diantara
anggota keluarga yang tersystem.
Keluarga sebagai sistem yang kompleks dan itu adalah tantangan
pekerja sosial untuk mengidentifikasi dan menilai pola
interaksionalnya. Pekerja sosial sebaiknya mengingat pertanyaan-
pertanyaan ini sebagai instrumen untuk mengumpulkan informasi
tentang fungsi keluarga:
1. Bagaimana definisi anggota keluarga?
Dapat dilihat dari jenis keanggotaannnya, sebagai berikut:
a. Keluarga biologis, contohnya anak biologis atau anak
kandung
b. Anggota keluarga secara hukum, contohnya perkawinan,
perceraian, dan hukum adopsi
c. Komposisi anggota keluarga secara fungsional, contohnya
keluarga yang terlepas dari ikatan biologis dan hukum
tetapi ia merasakan adanya keterikatan keluarga.
d. Keluarga dengan komitmen jangka panjang, contohnya
harapan loyalitas seumur hidup, tugas, “selalu ada untuk
saya”.
2. Apa fakta dan realitas yang menggambarkan
keluarganya?
Sebuah upaya pekerja sosial untuk membantu atau mendorong
klien untuk menggambarkan keluarganya dan hubungan
dengan anggota keluarga, akan lebih produktif jika klien
membawa foto keluarga atau album untuk wawancara.
Melihat-lihat melalui foto akan memudahkan klien untuk
menggambarkan anggota keluarga, menjelaskan interaksi
keluarga dan mengingat-ingat acara yang sangat penting yang
telah terjadi. Siapa nama dan berapa usia anggota keluarga
anda? Apakah keluarga memiliki etnis, atau identitas budaya
agama tertentu? Apakah fungsi keluarga dipengaruhi oleh
fisik, penyakit mental, cacat, atau kecanduan?
3. Apakah keberfungsian keluarga didukung oleh
masyarakat?

120
Bagaimana keluarga dipengaruhi oleh keadaan tempat tinggal?
Apakah tempat tinggal menjadi tempat yang aman? Apakah
fasilitas publik dan layanan tersedia? Contohnya seperti
perlindungan dari polisi, layanan sanitasi, transportasi,
perpustakaan dan lain lain.
4. Seberapa baik fungsi keluarga dilakukan?
Fungsi keluarga sebagai unit ekonomi yaitu seperti
pendapatan, pembayaran berbagai tagihan. keberhasilan
mengelola tugas sehari-hari misalnya seperti memasak, beres-
beres, dan mencuci. Apakah anggota keluarga masing-masing
memiliki tugas sesuai dengan perannya? Apakah anak-anak
menerima dorongan dan bimbingan yang diperlukan untuk
meniapkan diri agar sukses di sekolah dan saat bekerja?
Apakah keluarga mampu mematuhi adat istiadat, tradisi, dan
keyakinan agama yang dianggap penting?
5. Apa batasan-batasan, subsistem, aturan, dan peran yang
mengatur interaksi keluarga?
Sebuah sistem keluarga terdiri atas empat subsistem:
a. Subsistem suami isteri, contohnya dua orang dewasa yang
biasanya melibatkan hubungan seksual
b. Subsistem orang tua, contohnya anggota keluarga (orang
tua) yang bertanggung jawab untuk membesarkan anak.
c. Subsistem orang tua-anak, contohnya kedekatan khusus
antara orang tua dan anak.
d. Subsistem saudara, contohnya kedekatan antara saudara-
saudaranya.
6. Seberapa baik sistem keluarga dalam setiap anggotanya?
Meskipun terdapat nilai dalam keluarga yang dilihat dari
perspektif sistem, penting untuk diingat bahwa sistem dinamis
ini terdiri atas manusia yang terpisah, yang masing-masing
memiliki genetic, biologis, kepribadian, dan pengalaman hidup
yang unik. Dengan demikian, pekerja sosial perlu menyadari
bahwa setiap anggota memiliki pikiran dan perasaan sendiri.
Hal ini berguna untuk mempertimbangkan apakah ada
pertimbangan yang baik atau ketidaksesuaian yang mungkin
antara setiap anggota keluarga dan norma, nilai, dan aturan
dalam sistem keluarganya.
7. Apa saja dimensi moral dan etika dari fungsi keluarga?

121
Dimensi dinamika keluarga mengacu pada isu-isu seperti
kewajiban, loyalitas, keadilan, pengorbanan, akuntabilitas, dan
hak yang berhubungan langsung dengan seseorang yang
mempunyai keyakinan agama, gagasan yang baik dan yang
jahat, dan spiritualitas. kebanyakan konflik diantara anggota
keluarga yang berputar di sekitar isu-isu moral dan etika.
8. Apa aspek kehidupan yang dianggap diluar kendali
manusia?
Untuk memahami perilaku dan keputusan klien, mungkin perlu
untuk memahami rasa sucinya, apa yang ada di ungkap
misterius, yang mengagumkan, yang tidak terkendali, dan amat
penting. Pandangan-pandangan dan keyakinan yang berbeda
untuk melihat aspek kehidupan yang salah satu dapat
mengontrol atau setidaknya adanya upaya yang mengontrol.
Perasaan individu dengan kesucian berkaitan erat dengan
keyakinan agama mereka, spiritualitas, konsep tuhan, dan
makna yang ditugaskan untuk kehidupan, kematian, dan
penderitaan manusia.
9. Bagaimana keluarga membuat keputusan?
Semua keluarga mengembangkan pola atau gaya pengambilan
keputusan. Dibeberapa keluarga, semua anggota dapat
mengungkapkan pendapat dan berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan.
10. Apa suasana hati yang tercipta dari keluarga?
Sama seperti individu, keluarga sering ditandai oleh suasana
hati yang berlaku. Apakah keluarga hangat dan peduli?
Pesimis? Ramah? Muram? Terkontrol? Spontan?
11. Bagaimana anggota keluarga menangani perbedaan?
Setiap orang mempunyai keunikan sendiri dan setiap orang
harus belajar untuk hidup dengan orang lain. Sebuah sumber
umum kesulitan antar pribadi adalah ketidakmampuan untuk
menerima hal lain sebagai perbedaan dari satu sama lain
sebagai perbedaan dari satu kepribadian dan ketidakmampuan
untuk menerima kepribadian sebagai pebedaan dari yang
lainnya. Dengan demikian, ketika menilai sebuah keluarga,
pertimbangkan bagaimana setiap penawaran anggota dengan
perbedaan. Ada empat cara dasar penanganan perbedaan :
a. Menghilangkan hal yang lainnya. Mencoba untuk
menangani perbedaan dengan menekan individualitas

122
orang lain. Contohnya, menemukan kesalahan orang lain,
menyalahkan, menyerang, dll.
b. Menghilangkan diri. Menyerahkan keperbedaan dengan
menekan individualitas seseorang. Contohnya, selalu
setuju, menampung, menyembunyikan perasaan yang
sebenarnya.
c. Menghindari masalah. Mencoba untuk menangani dengan
menyangkal atau menghindari masalah yang akan
mengungkapkan perbedaan. Contohnya, menjaga
komunikasi keluarga pada topik yang “aman”.
d. Terbuka dan jujur dalam berkomunikasi. Berurusan dengan
keperbedaan dengan mengakui adanya perbedaan,
membahas komunikasi dengan cara yang hormat dan
bekerja untuk menyelesaikan konflik apapun yang ada.
12. Bagaimana anggota keluarga berkomuikasi sesuai harapan
dan kebutuhan mereka sendiri?
Agar anggota keluarga merespon dengan tepat sesuai
kebutuhan masing-masing, harus ada komunikasi mengenai
kebutuhan tersebut. Terkadang kita tidak mau atau tidak dapat
berkomunikasi sesuai keinginan dan kebutuhan kita, tetapi
terkadang merasa marah dan kecewa ketika yang lawan bicara
tidak merespon sesuai dengan keinginan. Masalah muncul
ketika anggota keluarga berharap menjadi terampil untuk
membaca pikiran.

13. Apa pola komunikasi yang ada dalam keluarga?


Pola komunikasi verbal dan nonverbal berkembang setiap dua
orang atau lebih berinteraksi secara teratur; aturan tidak tertulis
tertentu mulai memandu interaksi. Pola mengungkapkan
bagaimana setiap anggota menganggap dirinya dalam
kaitannya dengan orang lain. Ada banyak bentuk pola
komunikasi yang bisa diterapkan. Apa fungsional untuk satu
keluarga mungkin tidak bekerja bagi orang lain. Begitu banyak
aspek fungsi keluarga, budaya, dan etnis yang memiliki
dampak yang kuat pada komunikasi keluarga dan terhadap apa
yang bekerja untuk keluarga. Untuk menguraikan pola ini,
pekerja perlu mengamati; siapa yang mendengarkan? Siapa
yang berbicara paling bertahan? Siapa yang merespon, apakah
komukikasi keluarga dengan hormat, keterbukaan, dan

123
kejujuran, atau menghindar, penolakan, pesan ganda,
menyalahkan, ancaman, lelucon yang menyakitkan, atau
pembangkangan.
14. Apakah anggota keluarga memungkinkan anggota lain
untuk mendekati secara emosional?
Setiap orang memiliki kebutuhan untuk keintiman, tetapi pada
saat yang sama sebagian besar dari kita memiliki beberapa
kedekatan. Terkadang orang menghindari kedekatan dengan
yang orang lain karena mereka takut bahwa jika mereka
mengungkapkan ketentraman mereka, orang lain akan
mengambil keuntungan dari kelemahan mereka. Beberapa
orang bersembunyi dibalik ketakutan dan kelemahannya
karena mereka takut jika orang lain tidak akan peduli untuk
sejatinya mereka. Bahkan dalam keluarga, anggota keluarga
dapat menyimpan orang lain di kejauhan. Dalam sebuah
keluarga yang berfungsi, anggotanya dapat mengungkapkan
banyak pikiran batin mereka dan perasaan tetapi juga
mempertahankan tingkat yang nyaman.
15. Untuk apa orang dewasa dan anak-anak mencurahkan
waktu luangnya dalam melakukan tugas dan kegiatannya?
Berapa jam dibayar untuk pekerjaan dalam setiap minggunya?
Penitipan anak? Memasak? Belanja? Medis dan perawatan
kesehatan? Kegiatan keagamaan? Rekreasi dan olahraga?
Membaca? Apakah porsi setiap hari dan minggu dihabiskan di
rumah dan dengan anggota keluarga lainnya?

16. Apa hukuman interpersonal jika terdapat perilaku yang


salah?
Pekerja sosial harus melihat dengan melampaui perilaku
masalah dan mengembangkan hipotesis kerja tentang mengapa
anggota berulangkali terlibat dalam interaksi dan menjelaskan
banyak masalah dan penderitaan.
17. Siapa yang menentang dan mendukung perubahan?
Setiap kali adanya perubahan hendaknya dipertimbangkan,
seberapa derajat resistansi dapat diharapkan. Namun, anggota
keluarga akan berbeda dalam hal sejauhmana mereka akan
menentang perubahan. Dalam rangka untuk menilai dukungan
dan oposisi, pekerja sosial mungkin dapat meminta anggota
keluarga untuk berspekulasi pada efek dari hipotesis. Misalnya,

124
pekerja mungkin dapat bertanya; “bagaimana jika pindah ke
kota lain akan mempengaruhi keluarga anda? Bagaimana
setiap anggota keluarga akan mencoba untuk menyesuaikan
diri dengan perubahan ini?”
Sumber Pustaka:
Sheafor, W. Bradford and Charles R. Horejsi. (2003). Techniques
and Guidelines for Social Work Practice. 6th edition.
Chapter 11 Page 282-288. Boston: Pearson Education, Inc.

B. 4 Ps, 4 Rs dan 4 Ms
Tujuan asesmen malalui instrumen 4Ps, 4 Rs dan Ms adalah :
Membantu pekerja sosial dalam mengasesmen perilaku dan
keberfungsian klien dalam konteks sosial. Perlman pada tahun 1957
menjelaskan 4 Ps (person, problem, place and process) terbukti
berguna untuk pekerja sosial dalam rangka mengorganisasikan
pikiran klien, kondisinya, dan konteks agensi dalam tahap
intervensi. Doremus(1976) menganjurkan 4 Rs (role, reactions,
relationship, and resources) dalam rangka mengonsep asesmen
untuk kesehatn klien. Dan Autor memberikan 4 Ms (motivation,
meanings, management, dan monitoring) sebagai pengingat elemen
penting dalam tahap intervensi.
Ide yang mendasari ketiganya dapat diaplikasikan ketika
bekerja dengan system klien, termasuk pasangan, keluarga, atau
kelompok kecil. Instrumen 4 Ps, 4 Rs dan 4 Ms sebagai berikut:
1. 4 Ps (person, problem, place and process)
a. Problem (Masalah)
 Apa dasar masalah klien atau kekhawatirannya?
Penyebabnya, intensitasnya, frekuensinya, dan
durasinya?
 Bagaimana klien menjelaskan masalah itu? Bagaimana
orang lain memandang cara klien menjelaskannya?
Bagaimana pekerja memahaminya?
 Bisakah situasi ini dirubah? Aspek apa yang
memungkinkan untuk dirubah oleh klien dan pekerja
sosial?
 Bagaimana efektivitas bantuan yang telah diberikan
oleh klien, pekerja, lembaga dalam menangani masalah
ini?

125
 Apakah ada situasi darurat yang membutuhkan respon
cepat?
 Apa konsekuensi bila pekerja sosial atau lembaga tidak
melakukan apapun atau ketika hanya dengan klien?
b. Person (Orang/Individu)
 Bagaimana berbagai macam dimensi pada seseorang
(fisik, emosi, ekonomi, spiritual) berhubungan atau
terpengaruhi oleh masalah, kekhawatiran, atau situasi
klien?
 Apa kekuatan klien atau aset yang dapat digunakan
sebagai dasar dalam rangkau membangun rencana
intervensi yang efektif dan proses perubahan?
 Bagaimana cara pandang klien dan perilaku yang dapat
menjadi tantangan dalam rangka melakukan intervensi
yang efektif?
c. Place (Tempat)
 Apa alasan yang membuat klien menghubungi
lembaga?
 Bisakah lembaga/badan sosial menyediakan pelayanan
yang dibutuhkan klien? Jika tidak, apakah badan sosial
lainnya memungkinkan untuk menyediakan layanan?
 Apakah prosedur lembaga, kebijakan, atau metode akan
memberikan kontribusi pada penyelesaian masalah
klien?
d. Process (Proses)
 Pendekatan, metode, teknik apa yang dapat
diterima untuk dapat menolong klien?
 Pendekatan, metode, teknik apa yang efektif untuk
dapat menolong klien?
 Bagaimana syarat-syarat dalam proses
pertolongan (waktu, biaya, jadwal,dll)
memengaruhi peran dan tanggungjawab klien?
2. 4 Rs (roles, reactions, relationship, and resources)
a. Roles (Peran)
 Peran dan tanggungjawab apa yang dimiliki klien
dalam hidupnya?
 Apa harapan orang lain disekitarnya terhadap klien?
 Seberapa memuaskannya peran yang telah
dilakukan oleh klien?

126
b. Reactions (Reaksi)
 Apa reaksi klien terhadap masalah,
kekhawatirannya, dan situasinya?
 Bagaimana jika dibandingkan dengan reaksi sehari-
hari? Apakah klien dalam tahap krisis?
c. Relationships (Relasi)
 Siapakah orang-orang yang signifikan dan berarti
bagi klien?
 Bagaimana mereka terpengaruh oleh masalah klien?
 Bagaimana perilaku mereka memengaruhi masalah
klien atau situasi klien?
d. Resources (Sumber)
 Sumber informal atau formal apa yang telah
digunakan klien untuk mengatasi masalah yang
sama pada saat ini? Apakah sumber ini tersedia bagi
klien?
 Sumber baru atau tambahan apa yang saat ini
dibutuhkan klien? Apakah tersedia? Apakah klien
bersedia mengakses sumber tersebut?
 Apakah klien mampu membiayai pelayanan atau
program?

3. Ms (motivation, meanings, management, danmonitoring)


a. Motivation (Motivasi)
 Apa yang ingin dilakukan klien terhadap
masalahnya?
 Apa ketidaknyamanan atau faktor permusuhan
mendorong klien ke arah tindakan ?
 Apa faktor harapan yang dapat mendorong klien
kearah tindakan?
 Apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan
motivasi klien?
e. Meanings (Arti)
 Apa ati yang ditetapkan klien dalam masalahnya?
 Etnik, budaya, agama, nilai apa yang penting bagi
klien dan relevan dalam masalahnya?
f. Management (Manajemen)

127
 Bagaimana pekerja sosial menggunakan waktu,
energy, dan sumber secara baik untuk menolong
klien?
 Apa rencana keseluruhan atau strategi yang akan
membimbing kegiatan pekerja sosial dengan klien?
 Bagaimana pekerjaan dengan klien ini memengaruhi
pekerjaan pekerja sosial lainnya?
g. Monitoring (Mengatur)
 Bagaimana pekerja sosial memonitor pengaruh pada
klien dan mengevaluasi kefektifannya dalam
intervensi?
 Bagaiamana pekerja sosial menggunakan teman
sejawat, supervisor, konsultan untuk memonitor dan
mengevaluasi intervensi?
Sumber Pustaka:

Sheafor, W. Bradford and Charles R. Horejsi. (2003). Techniques


and Guidelines for Social Work Practice. 6th edition.
Chapter 11Page 296-298. Boston: Pearson Education, Inc.

C. Analisis Bidang Kekuatan


Tujuan untuk menilai berbagai kekuatan yang mungkin
mempengaruhi keputusan tentang masalah atau isu sosial. Analsis
bidang kekuatan adalah sebuah teknik yang membantu untuk
mengidentifikaasi dan menilai factor-faktor penting yang mungkin
mendukung atau menghambat perubahan dalam sebuah organisasi
atau komunitas. Lima tahap dalam melakukan sebuah analisis
bidang kekuatan yakni :
1. Menentukan dengan jelas tujuan yang diinginkan. harus jelas
mengenai perubahan apa yang kan dicapai.
Sangat jelas tentang perubahan apa yang diharapkan bisa
tercapai, hingga menjadi sebuah pernyataan satu kalimat,
seperti "Tujuan dari tindakan ini adalah untuk membangun
sebuah program clubhouse untuk melayani orang dewasa
dalam komunitas ini yang kronis sakit mental.”

2. Mengidentifikasi kekuatan-kekuatan yang akan menetukan


tujuan yang akan dicapai.

128
Kekuatan ini mungkin menjadikan individu, kelompok, koalisi,
organisasi, atau pejabat terpilih yang kuat yang memiliki
kepentingan pribadi dalam masalah ini. Di sisi kiri selembar
kertas, daftar orang-orang yang diharapkan dapat bekerja untuk
sasaran sebagai kekuatan pendorong. Di sisi kanan, daftar
orang-orang yang bisa diperkirakan menentang atas prakarsa
sebagai kekuatan penghambat. Dalam kasus prakarsa
clubhouse, kekuatan pendorong mungkin akan menjadi
profesional yang akrab dengan pendekatan ini, seperti orang
tua dari orang yang sakit mental, dan orang sakit mental itu
sendiri. kekuatan penghambat mungkin ahli kesehatan mental
yang mendukung pendekatan terapeutik yang lebih
konvensional dan orang-orang yang menentang kenaikan pajak
untuk menyediakan layanan ini.

3. Menilai kekuatan masing-masing kekuatan pendorong dan


penghambat
Setiap kekuatan harus dinilai berdasarkan karakteristik ini:
 Potency (Potensi): kekuatan kekuatan tertentu
 Consistency (Konsistensi): stabilitas atau kekonstanan pada
yang kekuatan telah mengambil posisi ini
 Amenability (Tanggungan): keterbukaan dari kekuatan
untuk pengaruh dan tekanan dari luar.
Untuk masing-masing faktor ini, rating tinggi atau rendah
diberikan. Misalnya, orang yang sakit mental kemungkinan
akan memiliki potensi yang rendah, sedangkan komisaris
daerah akan memiliki potensi tinggi. Dengan demikian, dua
daftar yang disiapkan pada langkah 2 akan mencerminkan
penilaian ringkasan kekuatan masing-masing yang berlaku
pada tiga faktor.
4. Mengidentifikasi orang-orang yang mungkin mencoba untuk
mempengaruhi hasil
Tujuan melakukan asesmen atau penilaian ini adalah untuk
menentukan apa yang individu atau kelompok yang mungkin
berhasil melawan kekuatan pendorong atau penghambat dan
dengan demikian dapat mengubah kekuatannya. Setelah orang-
orang yang potensial telah diidentifikasi untuk setiap

129
kekuatannya, peringkat kekuatan tinggi atau rendah dapat
dicatat.
5. Memilih strategi perubahan
Asesmen tersebut dicatat dengan demikian menjadi alat untuk
membantu dalam perencanaan strategi perubahan. Tujuannya
mungkin untuk memperkuat kekuatan pendorong dan
melemahkan kekuatan penghambat dengan meminta bantuan
dari orang-orang yang berpengaruh.

Sumber Pustaka:

Sheafor, W. Bradford and Charles R. Horejsi. (2003). Techniques


and Guidelines for Social Work Practice. 6th edition. Chapter
11Page 328-329. Boston: Pearson Education, Inc

D. Analisis Kebijakan Sosial


Tujuannya Untuk menilai kebijakan sosial yang ada atau yang
diusulkan, yang layak digunakan untuk memandu kegiatan
perubahan masyarakat. Chambers (2000) memberikan panduan yang
relatif sederhana dan mudah untuk menganalisis usulan
kebijakan. Pertanyaan-pertanyaan dalam setiap kategori berikut ini
menunjukkan jenis-jenis informasi pekerja yang mungkin dapat
dicari untuk mendapatkan pemahaman yang cukup pada keterlibatan
sebuah proses perubahan kebijakan yang sukses:
1. Analisis masalah sosial. 
Langkah pertama pada analisis kebijakan atau program sosial
adalah memiliki pemahaman yang jelas tentang masalah yang
menciptakan situasi yang memerlukan kebijakan tersebut. Untuk
membuat penilaian ini, sangat berguna untuk dapat melakukan
kegiatan sebagai berikut:
 Mengidentifikasi bagaimana masalah
didefinisikan dan menemukan perkiraan besarnya. Misalnya,
apa definisi masalah yang umumnya digunakan?Apakah ada
definisi lain yang mungkin lebih tepat? Berapa banyak orang
mengalami masalah ini seperti yang didefinisikan?
Subpopulasi tertentu yang manakah yang paling mungkin
mengalami masalah ini?

130
 Menentukan penyebab dan konsekuensi
dari masalah. Kekuatan atau faktor apa yang telah
menyebabkan masalah? Apakah ada beberapa penyebab?
Apakah ada beberapa konsekuensi dari penyebab tunggal?
 Mengidentifikasi keyakinan ideologis
atau prinsip-prinsip dasar yang tertanam dalam deskripsi
masalah. Definisi masalah dipengaruhi oleh keyakinan
tentang apa yang "seharusnya dilakukan", atau memegang
satu nilai. Apakah ada perbedaan pendapat tentang
keseriusan masalah?Apakah kelompok yang berbeda
memegang berbagai pandangan tentang sifat dan penyebab
masalah?
 Mengidentifikasi keuntungan dan
kerugian terkait dengan masalah. Siapa yang diuntungkan
dari adanya masalah? Apa yang mereka dapatkan dan berapa
banyak? Siapa yang dirugikan? Kerugian apa yang mereka
dapatkan dan berapa banyak? Seberapa serius konsekuensi
negatif pada kehidupan yang memperoleh kerugian?
2. Kebijakan sosial dan analisis program. 
Setelah masalah dipahami, langkah kedua adalah untuk menilai
kebijakan sosial dan / atau program yang dianggap sebagai
sarana mengatasi masalah atau menawarkan bantuan kepada para
korban dari masalah. Berikut ini berguna untuk analisis ini:
 Mencari riwayat program dan kebijakan
yang relevan. Apakah ini masalah baru? Apakah kondisi,
nilai-nilai, atau persepsi dapat dirubah dari waktu ke
waktu? Apa yang membedakan program atau kebijakan yang
diusulkan dari upaya terakhir untuk mengatasi masalah ini?
 Mengidentifikasi elemen kunci
karakteristik-karakteristik operasi dari kebijakan atau
program yang diusulkan. Apa tujuan dan sasaran dari usulan
tersebut?  Siapa yang memenuhi syarat untuk mendapatkan
keuntungan dari rencana tersebut? Manfaat atau pelayanan
apa yang akan disampaikan jika usulan ini memperoleh
persetujuan? Struktur administrasi seperti apa yang akan
diperlukan dan bagaimana itu akan dapat
berjalan? Bagaimana program dibiayai dan berapa banyak
uang yang akan diperlukan?

131
3. Menarik kesimpulan. 
Setelah informasi sebelumnya telah dikumpulkan, perlu untuk
menilai manfaat dari kebijakan atau program berdasarkan
analisis. Pada akhirnya, penting untuk mencocokkan bukti
dengan keyakinan seseorang tentang bagaimana kualitas hidup
diharuskan untuk anggota masyarakat yang menghasilkan
rekomendasi mendukung atau menentang usulan atau
menyarankan kompromi.
Jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan berikut mungkin dianggap
telah tiba pada kesimpulan tentang usulan program atau
kebijakan ini: Apakah itu sesuai untuk mengatasi masalah yang
teridentifikasi? Apakah perbaikan yang diusulkan cukup
menangani penyebab serta konsekuensi dari masalah? Akankah
hal tersebut akan menghasilkan hasil yang berbeda dari yang
telah dilakukan di masa lalu? Akankah biaya yang terkait dengan
perbaikan yang diusulkan memberikan hasil yang layak?
Apakah ada perbaikan yang lebih baik yang mungkin diusulkan?
Ketika menangani sebuah kebijakan sosial, sangat penting untuk
berhati-hati menggunakan data yang akurat. Jika ditantang oleh
orang-orang dengan kepentingan bersaing, kredibilitas bisa
hilang dengan tidak memiliki data yang cukup dan akurat untuk
mendukung kesimpulan dan mendukung rekomendasi untuk
perubahan.
Dengan analisis yang kuat tentang usulan kebijakan atau
program di tangan, pekerja sosial siap untuk mempengaruhi
keputusan yang akan berdampak pada masalah yang sedang
dipertimbangkan. Pada saat ini, pekerja sosial akan bekerja
melalui komite atau kelompok lain untuk mempengaruhi
keputusan ini;pada kesempatan lain, adalah tepat untuk
menghubungi pembuat kebijakan langsung dan mengekspresikan
posisi pada usulan.

Sumber Pustaka:
Sheafor, W. Bradford and Charles R. Horejsi. (2003). Techniques
and Guidelines for Social Work Practice. 6th edition.
Chapter 11 page 331-333. Boston: Pearson Education, Inc.

132
10. PERENCANAAN

Oleh: Neni Kusumawarhani

Perencanaan merupakan sebuah jembatan antara


assessment dan intervensiyang difokuskan pada perubahan.
Seringkali hal ini terlihat sebagai suatu bagian dari proses
assessment. Penekanannya adalah pada menentukan perencanaan
sumber-sumber yang memungkinkan. Perencanaan dan assessment
merupakan dua aspek penting dari semua proses yang memerlukan
pertimbangan yang terpisah. Perencanaan didasari oleh assessment
dan merupakan hasil dari assessment dan merupakan bagian dari
proses pemecahan masalah, dan tidak dapat dipisahkan dari aspek-
aspek lain.
Diawalidengan 1) menentukantujuanklien yang akandiraih, 2)
mengidentifikasiperubahanapa yang
akandibutuhkanuntukmeraihtujuantersebut, 3)
memilihdiantarastrategiperubahan alternative intervensi yang paling

133
memungkinkanuntukmeraihtujuan 4) menentukantindakanapa yang
akandiambilolehkliendanpekerja social, 5)
membuatjadwaluntukmenyelesaikantindakantersebut.
Proses assessment mengembangkanpemehamantentang orang
didalamsuatusituasidanmengidentifikasisumberpotensial. Proses
perencanaanmenterjemahkan assessment kedalampernyataantujuan
yang menggambarkanhasil yang diinginkan. Hal
itujugaberhubungandenganidentifikasiartipencariantujuan yang
termasukidentifikasi system pentingatau unit perhatiandanstrategi,
tugas-tugas, kerangkawaktu yang khusus,
danberhubungandenganbiaya yang diperlukan.

Perencanaan merupakan suatu keterampilan, spesifikasi


fase ini pada proses pekerjaan sosial generalis pada awalnya jelas
dan sederhana. Perencanaan pada suatu proses diperlukan untuk
mengatur kompleksnya suatu keputusan. Keputusan ini
diinformasikan melalui kerangka pengetahuan yang luas mengenai
sifat sistem manusia dan keberfungsiannya. Perencanaan bergerak
dari definisi masalah pada mencari solusi masalah, ini
menghubungkan tujuan pada tindakan. Intervensi ke dalam trasaksi
diantara orang-orang dan sistem sosial merupakan konteks suatu
perencanaan. Tujuan akhirnya adalah perubahan yang telah
direncanakan. Perencanaan disusun secara khusus yang
menghubungkan bagian-bagian yang memiliki hubungan logis.
Seringkali perencanaan digunakan dengan melibatkan klien melalui
kegiatan kontrak. Kontrak disetujui atas tujuan dan tanggung jawab
pekerja sosiak dan klien keduanya dilakukan untuk pencapaian
tujuan.
Perencanaan mengkhususkan alasan untuk setiap
komponen dan tindakan dalam perencanaan. Pertanggung jawaban
sangat penting dalam praktek pekerjaan sosial. Perencanaan yang
dikembangkan dengan baik harus dilakukan karena menyangkut
klien, agen dan dukungan publik.

Komponen Perencanaan
Perencanaan berhubungan dengan situasi manusia yang
kompleks, maka identifikasi komponen-komponen perencanaan
dapat membantu mengatur kompleksitas suatu perencanaan. Suatu
tumusan perencanaan terdiri dari tiga komponen yaitu: tujuan, unit-

134
unit perhatian dan strategi-strategi yang di dalamnya terdapat
peranan pekerja sosial dan klien serta tugas-tugas yang akan
ditampilkan.

a. Tujuan Objektif
Tujuan merupakan keseluruhan yang diharapkan untuk
menghasilkan suatu upaya. Tujuan dan objektif
mengembangkan assessment yang dihubungkan pada
kebutuhan atau tujuan dari berbagai sistem, yang dilibatkan
dan diidentifikasi dalam pemenuhan kebutuhan. Tujuan
yang luas tidak menuntun pada kemungkinan bilamana
objektif lebih spesifik. Objektif dapat berhubungan dengan
perubahan keinginan khusus individu atau sistem sosial
yang dilibatkan di dalam keseluruhan situasi. Rencana kecil
atau rencana di dalam rencana dikembangkan, pendekatan
dimaksudkan untuk mengevaluasi kemajuan darii tujuan
umum dan untuk menyesuaikan rencana dalam kemajuan.
Tujuan harus dilihat secara rasional, oleh karena
itu membutuhkan suatu pertimbangan yang harus diberikan
kepada faktor waktu dan energi. Beberapa pertanyaan yang
harus ditanyakan adalah :

1) Apakah pekerja sosial dan klien memiliki waktu


untuk bekerja melalui tujuan khusus?
2) Apakah sumber-sumber yang dibutuhkan
berguna? Apabila memungkinkan sangat penting
untuk menyatakan tujuan dalam batas-batas positif
dibandingkan dengan batasan-batasan negatif.

Tujuan dan objektif harus berhubungan pada


pemenuhan kebutuhan atau pemecahan masalah. Hal ini
harus dinyatakan di dalam batas-batas sutau hasil , spesifik
dan dapat diukur. Perencanaan dan objektif harus dapat
dijalankan dan memiliki arah positif dan dikembangkan
dengan klien untuk merefleksikan keinginan-keinginan
klien.

135
Unit-unit Perhatian
Unit-unit perhatian merupakan sistem fokus. Unit perhatian
adalah orang atau sistem sosial. Hal ini dapat berupa klien atau
pengaruh yang berarti pada suatu situasi. Dengan kata lain, unit-unit
perhatian adalah suatu sistem yang memfokuskan pada aktivitas
yang berubah.
Unit-unit perhatian dapat berupa individu, kelompok,
keluarga, kelompok kecil dari orang-orang yang tidak berhubungan,
organisasi atau masyarakat. Selain itu unit-unit perhatian juga dapat
berupa klien atau orang lain dan sistem sosial yang dilibatkan di
dalam satu situasi.

Strategi
Strategi merupakan suatu pendekatan perubahan di dalam
suatu situasi. Strategi berisi peranan untuk pekerja dan klien, tugas-
tugas untuk dilakukan oleh setiap orang serta metode, teknik yang
digunakan. Hal ini didefinisikan sebagai suatu yang dipersiapkan
untuk mempengaruhi orang-orang atau sistem di dalam relasinya
pada beberapa tujuan. Strategi menyediakan pendekatan filosofis
pada situasi dan memiliki nilai maupun pengetahuan, selain itu juga
memiliki teori praktek yang dapat diidentifikasi. Strategi
dimaksudkan untuk mencoba menerapkan pengetahuan dan aspek
nilai pada praktek atau suatu tindakan. Strategi yang berbeda dan
jenis pelayanan yang berbeda yang dilakukan pekerja sosial,
ditujukan untuk mengisi peranan yang berbeda.
Peranan adalah cara seorang pekerja menggunakan dirinya
dalam situasi pertolongan khusus. Peranan yang lebih jauh
tergantung kepada fungsi dari pekerja sosial itu sendiri dan yang
utama agen memberikan pelayanan dan fungsinya. Teare dan Mc
Pheeters mengidentifikasi 12 peranan yang dilakukan oleh pekerja
sosial yang merupakan bagian dari peranannya secara umum.

a. Outreach worker, yaitu mengidentifikasi kebutuhan yang


dapat dijangkau klien di dalam masyarakat, biasanya
berupa pelayanan.
b. Broker, yaitu menghubungkan klien dengan sistem sumber
yang ditujukan untuk memberikan kemampuan pada orang
agar dapat memperoleh pelayanan yang memadai.

136
c. Advocate, yaitu membantu klien memperoleh pelayanan di
dalam situasi dimana mereka ditolong. Membantu
memperluas pelayanan kepada orang-orang yang memiliki
kebutuhan utama.
d. Evaluation, yaitu menggabungkan informasi dan
menentukan klien dan atau masalah masyarakat. Masalah
mempertimbangkan alternatif dan perencanaan tindakan.
e. Teacher, yaitu memberikan dan mengajarkan keterampilan-
keterampilan serta realta-realita yang ada.
f. Behavior change, yaitu aktivitas yang diarahkan pada
perubahan perilaku khusus.
g. Mobilizer, yaitu membantu memobilisasi sumber untuk
mengembangkan pelayanan baru atau program baru.
h. Consultant, yaitu bekerja sama dengan profesi lain untuk
meningkatkan keterampilan dan pemahaman mereka.
i. Community planner, yaitu membantu masyarakat untuk
merencakan cara-cara memenuhi kebutuhan mereka.
j. Caregiver, yaitu memberikan dukungan dan atau perhatian
kepada orang-orang jika masalah tersebut tidak dapat
dipecahkan.
k. Data manager, yaitu mengumpulkan dan menganalisa data
yang digunakan di dalam pembuatan keputusan.
l. Administrator, yaitu merencakan dan
mengimplementasikan pelayanan-pelayanan dan program-
program.

Peranan tambahan adalah sebagai koordinator. Koordinator terdiri


dari beberapa orang pekerja sosial, profesi lain atau penyedia
pelayanan lain yang berfungsi sebagai penyedia pelayanan di dalam
hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan sosial.
Roland Simon dan Stephen Diger, mendiskusikan peranan
dalam batasan karakteristik dan kebutuhan klien. Empat
karakteristik yang sangat penting untuk dipertimbangkan manakala
memilih peranannya adalah : a. Kebutuhan dan keinginan klien b.
Sumber-sumber klien c. Harapan klien dan pekerja sosial d. Harapan
klien pada pekerja sosial.
Strategi termasuk spesifik peranan dan tugas,
dikembangkan setelah tujuan sementara dan unit-unit perhatian pada
tujuan telah diidentifikasi. Setelah strategi teridentifikasi, maka akan

137
mungkin untuk mengembangkan operasionalisasi tujuan dan
menjadi lebih spesifik tentang tugas-tugas yang objektif yang
seringkali berhubungan.
Perencanaan selalu didasarkan pada informasi yang telah
dikumpulkan dan assessment tentang informasi tersebut.
Perencanaan seringkali dihasilkan di dalam kontrak dengan klien
yang menggaris bawahi, apa yang pekerja sosial lakukan dan apa
tanggung jawab klien dalam mencapai hasilnya. Perencanaan harus
fleksibel seperti penerapan kemajuan rencana, informasi baru atau
assessment yang ditambahkan yang akan menghasilkan perubahan
dalam sebuah rencana. Rencana tindakan disarankan untuk
mempertimbangkan beberapa perencanaan yang berbeda dan
membuat pilihan yang didasarkan pada analisis setiap rencana dan
ditujukan untuk situasi khusus.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perencanaan


Lima faktor yang dapat dipertimbangkan untuk
mempengaruhi suatu perencanaan.
a. Masyarakat
Masyarakat sebagai suatu sistem merupakan pengaruh
penting dalam suatu perencanaan suatu tindakan. Klien
merupakan bagian dari masyarakat, seperti klien
mencerminkan karakteristik. Beberapa perencanaan
tindakan membutuhkan pertimbangan dari lingkungan di
mana rencana dibuat. Kebudayaan masyarakat penting
untuk dipertimbangkan dalam suatu perencanaan.
b. Agen
Di dalam mempertimbangkan pengaruh agen pada suatu
perencanaan tindakan pekerja sosial dipengaruhi paksaan
dan sumber-sumber di dalam agen. Pelayanan dapat berupa
bentuk jenis pelayanan yang dapat ditawarkan,
pertimbangan fiskal, faktor prioritas waktu, dan hal-hal
yang berhubungan dengan apa yang diorganisir oleh agen.
Agen merupakan bagian komponen dari suatu masyarakat
dan sebagai sub unit yang integral dari sistem masyarakat.
Sanksi diberikan oleh masyarakat dan sedikitnya harus
dilakukan secepatnya. Agen tergantung pada masyarakat
untuk sumber-sumber. Agen sosial jarang berfungsi tanpa
dukungan keuangan dari masyarakat, yang berbentuk

138
sumbangan atau pajak. Perencanaan harus diambil dengan
mempertimbangkan pengaruh pada kebutuhan masyarakat,
nilai-nilai dan maksud untuk pelayanan yang diberikan
melalui agen.
c. Masalah Sosial
Sikap dan harapan masyarakat tentang masalah-masalah
sosial bervariasi. Beberapa masalah dilihat sebagai suatu
penyakit, beberapa sebagai penyimpangan dan sebagai
hasil dari pengaruh lingkungan.
Elliot Sttudy mengekspresikan ide-idenya di dalam
konsepnya tentang bidang praktek. Tiga dimensi organisasi
untuk menggambarkan bidang praktek yaitu: masalah
sosial, tugas sosial, dan sistem pelayanan sosial. Di dalam
memikirkan tentang masalah sosial sangat menbantu untuk
mempertimbangkan mengapa masalah menjadi perhatian
masyarakat dan sistem sosialnya.
d. Pekerja sosial
Pekerja sosial pada awalnya merupakan alat yang unik.
Alat utama pekerja sosial adalah dirinya sendiri, pekerja
sosial membawa dirinya sebagai probadi, sebagai orang
yang profesional, sebagai seorang pegawai sebuah agen
dan sebagai anggota dari suatu masyarakat dalam praktek
pekerjaan sosial.
Karena pekerja sosial sebagai individu dan karena tidak ada
suatu teori tentang situasi manusia dan juga tidak ada satu
cara untuk mencapai tujuan-tujuan pekerjaan sosial, maka
pekerja sosial memiliki kesulitan dalam menjelaskan situasi
manusia dan bagaimana mereka mempraktekkan pekerjaan
sosial. Seorang pekerja sosial mungkin saja menggunakan
psikologi ego sebagai teori yang membantu dan
menggunakan psikososial case work, pekerja sosial lainnya
mungkin saja menggunakan dasar teori yang lebih efektif
dalam memecahkan masalah dengan menggunakan group
work.
Sebagai seorang pekerja dalam suatu agen pekerja sosial
bertanggung jawab pada suatu institusi untuk pekerjaannya,
pekerja sosial juga harus berfungsi di dalam struktur
lembaga/agen dan saling bergantung dengan orang lain.
Sebagai anggota masyarakat, pekerja sosial merupakan

139
subjek yang mendapatkan tekanan dari masyarakat
tersebut.
e. Klien
Klien datang dari masyarakat, tetangga, kelompok yang
terpecah dan keluarga. Klien membawa sifat-sifat biologis,
psikososial dan spiritual. Klien memiliki hak untuk
dilayani, hak untuk berpartisipasi, hak untuk mendapatkan
kegagalan. Klien memiliki kekuatan, cara-cara untuk
beradaptasi, dan cara-cara mengatasi masalah. Peranan
klien di dalam suatu perencanaan tergantung pada beberapa
faktor. Diantara faktor-faktor ini adalah peranan klien di
dalam situasi kehidupannya (orang tua, anak dsb),
pelayanan klien di dalam agen atau organisasi (pasien,
teman serumah, mahasiswa dsb) dan peran pekerja sosial
yang dipilih (ada feedback antara klien dengan pekerja
sosial). Klien merupakan bagian penting dari faktor-faktor
yang mempengaruhi perencanaan tindakan.

Persetujuan Diantara Pekerja Sosial dan Klien


Begiturencanadikembangkan ,pentingbagipekerja social dank lien
untukmengembangkansebuahkontrak
(yaitukesepakatanantarapekerja social
denganklienmengenaikegiatan yang akandilakukanbersama-
samasesuaidenganjadwaluntukmelakukantindakanselamatahapinterv
ensi). Kontrakdapatditulis,
ucapanataubahkanperjanjiantersiratwalaupunkontrak yang
lebihspesifikakanlebihmenjagadariadanyakesalahfahaman.
Kontraktertulisbermanfaatkarenaterdapatketegasan yang
membantumemperjelasbagian-
bagiankesepakatandanketidaksepakatanantarapekerja social
danklien.
Minimalnya ,sebuahkontrakmenggambarkanhal-halberikutini :
 Masalah yang harusdiselesaikan
 Tujuandansasaranintervensi
 Kegiatan yang akandiikutiklien
 Tugas yang akandikerjakanolehpekerja social
 Jadawaldantempatwawancaraataupertemuan

140
 Identifikasi orang lain, lembagaatauorgansasi yang
diharapkanikutberpartisipasidanmenjelaskanapa yang
ingkdikontribusikanpada proses perubahan.

Pekerja sosial bekerja sama di dalam assessment dan di


dalam mengembangkan suatu perencanaan tindakan, persetujuan
berkembang diantara mereka seperti pada apa yang dibutuhkan
untuk dikerjakan dan siapa yang akan melaksanakannya.
Persetujuan ini memerlukan kontrak. Kontrak ini harus dipahami
diantara pekerja sosial dan klien atau harus formal, tertulis
ditandatangani.
Kontrak merupakan hal penting di dalam perencanaan
tindakan dan muncul dari pemenuhan kebutuhan, hambatan
pemenuhan kebutuhan dan masalah. Pekerjaan yang mutual
termasuk prioritas pada kebutuhan atau masalah yang akan
dikerjakan, spesifikasi perubahan yang diperlukan dan menggaris
bawahi metode yang akan digunakan dalam praktik pekerjaan sosial
melalui perubahan tersebut. Di dalam kontrak termasuk pernyataan
masalah, tujuan dan objektivitas serta spesifikasi tujuan-tujuan yang
akan dicapai oleh pekerja sosial atau klien. Hal ini juga berisi
tentang kerangka waktu untuk melaksanakan tugas-tugas dan
menemukan tujuan dan objektif. Perencanaan tindakan mewakili
pemikiran pekerja sosial dan lebih kompleks dibanding kontrak
yang dikembangkan dengan klien. Kontrak merupakan
penyederhanaan dari perencanaan tindakan.
Kontrak bukan merupakan dokumen yang legal. Kontrak
hanya mengikat di dalam hubungan pekerja sosial dan klien dan
hanya valid pada hubungan tersebut. Juga berisi hal-hal yang lebih
fleksibel dibanding dokumen legal untuk dapat diubah melalui
proses tujuan diantara pekerja sosial dan klien. Kontrak mudah
untuk dikembangkan dengan motivasi dan kepercayaan klien.
Kadang kala kontrak lebih efektif bila tertulis, tetapi kadang-kadang
hal ini tidak diperlukan atau tidak diinginkan. Untuk resistensi atau
klien yang tidak percaya, kertas yang ditandatangani mungkin jadi
penghalang, sementara komitmen secara verbal mungkin dapat
membantu. Untuk klien di dalam situasi krisis, akan lebih baik untuk
cepat bekerja membantu dan membatalkan pengembangan kontrak
formal. Persetujuan verbal pada semua aspek sangat berguna. Selain

141
meningkatkan kerjasama, bukan pada prosedur mekanis untuk
mengisi hal-hal di luar kontrak.
Perencanaan kontrak dimaksudkan untuk membuat lebih
jelas, siapa, apa , mengapa dan bagaimana upaya pekerjaan sosial.
Semuanya dimaksudkan untuk mengindividualisasi proses pekerjaan
sosial pada orang di dalam suatu situasi. Mereka menyediakan
peralatan untuk pertanggung jawaban dan evaluasi. Perencanaan
kontrak tentang orang di dalam situasi pekerjaan melakukan sesuatu
untuk mengubah situasi bagi klien. Perencanaan memperluas
kesempatan untuk perubahan yang diinginkan.
Jadi, prinsip-prinsip untuk mengembangkan perencanaan
tindakan dapat membimbing pada proses perencanaan.

a. Setiap perencanaan tindakan merupakan bagian dari


keseluruhan proses pekerjaan sosial, implikasi dari hal ini
adalah :
1) Berdasarkan pada kebutuhan sosial personal
2) Dikembangkan melalui proses pemecahan
masalah
3) Dinamis, berubah seperti pengetahuan baru untuk
mengassessment kembali situasi, merumuskan
ulang kebutuhan dan masalah, serta strategi tujuan
dan tugas baru
b. Setiap perencanaan tindakan harus jelas mengidentifikasi
1) Tujuan : harus langsung berhubungan dengan
kebutuhan personal dan sosial. Objektif: harus
dinyatakan dengan jelas.
2) Unit-unit perhaian berada dalam perencanaan
3) Strategi yang akan digunakan dan peranan
pekerja, klien serta lainnya dan tugas-tugas yang
ditampilkan menjadi perhatian semua orang.
c. Rencana tindakan mempertimbangkan masyarakat dimana
sistem tindakan berfungsi, yang melibatkan kesadaran
masyarakat akan harapan, norma, nilai-nilai sistem
pemberian pelayanan dan sumber-sumber.
d. Perencanaan tindakan mencerminkan “cara-cara kerja
bisnis” agen atau organisasi. Pengaruh masyarakat dan
struktur organisasi agen, fungsi dan pengembangan,

142
semuanya memberikan kontribusi pada cara-cara kerja
bisnis ini.
e. Sifat masalah sosial ini dikenal sebagai variabel penting di
dalam pengembangan perencanaan tindakan.
f. Kontribusi pekerja pada perencanaan tindakan didasarkan
pada pengetahuan profesional, nilai dan keterampilan.
g. Perencanaan tindakan tumbuh pada interaksi pekerja sosial
dan klien
h. Perencanaan tindakan mempertimbangkan kegunaan
sumber-sumber yang dibutuhkan untuk melaksanakan
rencana dan menjangkau tujuan.
i. Perencanaan tindakan berisi batasan waktu
j. Perencanaan ditujukan untuk evaluasi
Perencanaan tindakan merupakan konsep dinamis. Tidak
ada rencana yang dikembangkan sebagi suatu rencana,
terdapat sebuah rencana keseluruhan yang berubah sebagai
kemajuan pekerjaan. Rencana ini berkembang seperti
pekerja dan klien berinteraksi di dalam upaya bersama.

Definisi Perencanaan
Menurut Robert Perlman dan Arnold Gurin (1971),
Perencanaan adalah sebuah proses yang dilakukan dengan cermat
dan rasional yang meliputi pilihan tindakan-tindakan yang
diperkirakan dapat mencapai tujuan-tujuan yang sudah dirinci untuk
waktu yang akan datang.
Pilihan tindakan di sini terdiri atas:

a. Pembuatan keputusan yang bersifat rasional (meneliti


semua pilihan yang relevan dan memilih salah satu atau
lebih diantara pilihan)
b. Pembuatan keputusan yang bersifat inkremental (pilihan
agak terbatas dan pertimbangan yang bersifat praktis)
Perencanaan didefinisikan sebagai suatu proses yang
sengaja dan bersifat rasional yang meliputi suatu pilihan
tindakan yang perlu diperhitungkan untuk mencapai tujuan
tertentu dimasa yang akan datang. Rencana intervensi
disusun dan dirumuskan haruslah berdasarkan hasil
assessment yang telah dilakukan sebelumnya. Rumusan
suatu rencana merupakan alat untuk menjembatani

143
assessment dengan intervensi (tindakan pertolongan), atau
merupakan alat yang dapat mengubah masalah ke dalam
tujuan-tujuan khusus, tugas-tugas dan ke dalam prosedur-
prosedur kegiatan. Perencanaan seperti juga assessment,
selalu mengacu pada dua pengertian sekaligus, yaitu
sebagai proses maupun sebagai hasil

PERENCANAAN

PROSES HASIL

Lebih dipusatkan pada adanya -Hasil dari suatu proses


pergerakan dari suatu perencanaan adalah “PLAN”
“pendefinisian masalah” menuju atau suatu rencana, yaitu suatu
kepada upaya pemecahan rancangan atau suatu gambaran
masalah tentang pelaksanaan suatu
-Pergerakan dari pemahaman metode intervensi
tentang “apa yang menjadi maupunproses-proses yang
masalah” sampai kepada harus dilakukan untuk mencapai
pengkajian tentang “apa yang suatu tujuan tertentu yang telah
dapat dilakukan untuk ditentukan
mengatasinya, untuk tujuan apa, -Secara formal dapat dikatakan
bagaimana cara melakukannya, sebuah “Proposal”
kapan perlu dilakukan serta apa -Hasil dari suatu proses
saja yang perlu dilibatkan dalam perencanaan adalah “PLAN”
pelaksanaan kegiatannya atau suatu rencana, yaitu suatu
-Lebih dipusatkan pada adanya rancangan atau suatu gambaran
pergerakan dari suatu tentang pelaksanaan suatu
“pendefinisian masalah” menuju metode intervensi maupun
kepada upaya pemecahan proses-proses yang harus
masalah dilakukan untuk mencapai suatu
-Pergerakan dari pemahaman tujuan tertentu yang telah
tentang “apa yang menjadi ditentukan
masalah” sampai kepada -Secara formal dapat dikatakan
pengkajian tentang “apa yang sebuah “Proposal”
dapat dilakukan untuk
mengatasinya, untuk tujuan apa,
bagaimana cara melakukannya,

144
kapan perlu dilakukan serta apa
saja yang perlu dilibatkan dalam
pelaksanaan kegiatannya.

Suatu rencana biasanya memiliki sekurang-kurangnya 8 unsur


(Siporin : 1975)

1. Tujuan yang akan dicapai dari suatu upaya perubahan.


Tujuan ini biasanya dipecah ke dalam dua bagian besar,
yaitu tujuan jangka panjang dan pendek atau tujuan umum
dan khusus. Perincian tujuan ini biasanya mencakup pula
penentuan prioritasnya.
2. Sumber daya yang ada, pelayanan yang sudah ada maupun
yang perlu diadakan, personal, timing serta kondisi-kondisi
yang ada.
3. Sasaran yang akan diubah atau yang akan diberi pengaruh.
4. Metode, taktik, tugas, maupun prosedur yang harus
diselesaikan atau bagaimana tahap kegiatannya.
5. Pokok-pokok program kegiatan yang akan dilakukan.
6. Pembagian tugas diantara klien, pekerja sosial, maupun
sistem-sistem lain yang terlibat dalam intervensi.
7. Bagaimana cara melakukan monitoring maupun evaluasi
atas program kegiatan yang telah dilakukan serta
bagaimana kemungkinan upaya perbaikan sesuai hasil
monitoring maupun evaluasi tersebut.
8. Bagaimana cara pengakhiran dari program kegiatan yang
telah dilakukan (bagaimana terminasinya)

Dalam proses perencanaan terdapat hal yang penting yaitu


Perumusan Tujuan
1. Tujuan dasar proses pertolongan pekerjaan sosial :
menolong klien memperbaiki atau meningkatkan
keberfungsian sosial
2. Tujuan khusus pertolongan : memperbaiki dan
meningkatkan kemampuan peranan sosialnya

Tujuan dalam proses perencanaan :

145
1) Goals: umum , akhir, tidak final
2) objektif : khusus, akhir dari setiap tahap

Beberapa karakteristik suatu tujuan yang baik :

1) bersifat komprehensif (tujuan umum)


2) jelas dan dapat dipahami
3) spesifik (tujuan khusus)
4) berhubungan langsung dengan masalah, kemampuan klien
5) indikator pencapaian haruslah dinyatakan dengan jelas
6) bersifat operasional
7) realistik
8) dapat dicapai dengan cara-cara tertentu
9) terbagi ke dalam sub-sub tujuan dan sub-sub tugas
10) mempunyai batas waktu
11) mempunyai gambaran tentang keterkaitan antara yang
diberikan dengan manfaat yang diperoleh.

Secara garis besar rencana intervensi memuat :


1) fokus akar masalah
2) tujuan pemecahan masalah berikut indikator-indikator
keberhasilannya (tujuan jangka panjang, pendek atau
umum dan khusus)
3) sistem dasar praktek meliputi : sistem klien, sistem sasaran,
sistem pelaksana perubahan, sistem kegiatan
4) pokok-pokok program kegiatan pemecahan masalah, yang
meliputi tahapan-tahapan :

a) tugas-tugas motivasi terhadap klien


b) tugas-tugas yang berkaitan dengan upaya memberikan dan
meningkatkan kemampuan klien
c) tugas-tugas yang berkaitan dengan menciptakan
kesempatan-kesempatan untuk berubah
d) tugas-tugas untuk memobilisasi sumber-sumber yang dapat
dijangkau dan digunakan
e) tugas-tugas yang berkaitan dengan upaya untuk
memelihara dan menetapkan perubahan-perubahan yang
telah dicapai.

146
Metode-metode pertolongan yang digunakan untuk
memberikan pertolongan kepada klien, yang mencakup : metode-
metode/ pendekatan yang digunakan, metode dan teknik yang
digunakan, taktik yang digunakan
Komponen perencanaan :
1) tujuan dan objektif : tujuan menrupakan keseluruhan yang
diharapkan untuk menghasilkan suatu upaya. Objektif
dapat berhubungan dengan perubahan keinginan khusus
individu atau sistem sosial yang dilibatkan di dalam
keseluruhan situasi. Tujuan, objektif harus dinyatakan
dalam batas-batas suatu hasil, spesifik dan dapat diukur
2) unit-unit perhatian : Unit perhatian merupakan sistem
fokus, unit perhatian adalah orang atau sistem sosial dapat
berupa individu, kelompok, keluarga, organisasi,
masyarakat.

Menurut Teare dan Mc Pheeters ada 12 peranan peksos :


outrech worker (identifikasi kebutuhan yang menjangkau keluarga
dalam masyarakat), Broker, advocate, evaluation, teacher, behavior,
change, mobilizer, consultant, community planner, Caregiver, data
manager, administrator.

SUMBER

- Johnson Louise. (1995). Social Work Practice A Generalist


Approach. Allyn Bacon A
Paramount Communication Company.
Massachusets.
- Siporin, Max. (1975). Introduction to Social Work
Practice. Mac Millan Publishing Co,
Inc. Illinois

147
11. INTERVENSI

Oleh: Helly Oktilia

Intervensi merupakan tahap selanjutnya dalam proses


pertolongan kepada klien. Intervensi dimaksudkan untuk
menetapkan cara-cara apakah yang layak dipergunakan untuk
merencanakan perubahann berdasarkan masalah yang
ditemukan..Pada tahap ini, rencana yang telah disusun mulai
diimplementasikan menjadi suatu bentuk kegiatan untuk mencapai
tujuan perubahan atau tujuan pelayanan. Dengan demikian,
intervensi selalu berorientasi pada kegiatan dan perubahan.
Intervensi berusaha meningkatkan kepercayaan diri klien dengan
membantu menampilkan perilaku tertentu, menumbuhkan
keasadaran dan memanfaatkan pihak-pihak yang terkait (significant
others). Penting untuk diingat bahwa setiap tahap dalam proses
perubahan dipengaruhi oleh tahap sebelumnya. Keberhasilan
intervensi dipengaruhi oleh akurasi, kelengkapan, dan validitas dari
kesimpulan yang diperoleh dan keputusan yang dibuat pada tahap
sebelumnya, seperti: pendefinisian masalah, pengumpulan data,
asesmen, dan perencanaan (Siporin, 1975).

Intervensi sebagai tahap yang paling terlihat dalam proses


perubahan merupakan aktivitas spesifik yg berkaitan dengan sistem
kehidupan manusia atau proses-proses yang bertujuan untuk
melaksanakan perubahan.Pelaksanaan intervensi harus terus dipandu
dengan pengetahuan utama yg mendasari praktek, nilai, prinsip,
serta keterampilan professional. Pada tahap ini semua rencana yang
dirumuskan oleh klien, pekerja sosial dan pihak-pihak lainnya
diimplementasikan guna mencapai tujuan yang ingin dicapai,
sehingga tahap intervensi disebut juga sebagai tahap tindakan

148
(action phase). Menurut Rukminto Adi (2005), Intervensi sosial
adalah upaya perubahan terencana terhadap individu, kelompok,
maupun komunitas. Dikatakan 'perubahan terencana' agar upaya
bantuan yang diberikan dapat dievaluasi dan diukur
keberhasilannya. Intervensi sosial dapat pula diartikan sebagai suatu
upaya untuk memperbaiki keberfungsian sosial dari kelompok
sasaran perubahan, dalam hal ini, individu, keluarga, dan kelompok.
Keberfungsian sosial menunjuk pada kondisi di mana seseorang
dapat berperan sebagaimana seharusnya sesuai dengan harapan
lingkungan dan peran yang dimilikinya.

Teknik dan Pedoman Intervensi Pekerjaan Sosial

Intervensi dalam pekerjaan sosial diklasifikasikan ke dalam


dua macam intervensi. Pertama, Intervensi bersama klien secara
langsung (direct practice), yang dapat berupa individu, keluarga,
kelompok, maupun masyarakat. Kedua, Intervensi bersama sistem
lain selain klien (Indirect Practice), yang juga dapat berupa
individu, keluarga, kelompok, organisasi, maupun masyarakat yang
berkaitan erat dengan klien. Dalam penerapannya menurut Sheafor
dan Horejsi (2003}, terdapat 42 teknik intervensi dalam praktik
pekerjaan sosial terdiri dari teknik-teknik praktik langsung (direct
practice) dan teknik-teknik praktik tidak langsung (Indirect
Practice).

A. Teknik dan Pedoman Intervensi untuk Praktik Langsung


(Direct Practice)

Ketika bekerja dengan klien baik individu, keluarga,


maupun kelompok kecil, Pekerja Sosial bertanggungjawab untuk
mengadaptasikan pendekatan intervensi terhadap keunikan klien dan
mendukung klien dalam melakukan tindakan-tindakan yang
diperlukan untuk mencapai perubahan. Pekerja Sosial harus
mempertimbangkan 25 faktor sebagai pengingat (reminders) dari
faktor yang mempengaruhi kesuksesan praktik langsung:

149
1. Relasi sosial yang positif merupakan inti dari proses perubahan
yang efektif. Intervensi akan berhasil apabila melibatkan
seluruh pihak yang terkait dalam mengubah pola atau kebiasaan
yang telah ada dan untuk mengumpulkan sumber daya yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah klien.
2. Tugas Pekerja Sosial adalah memfasilitasi penyelesaian
masalah klien, kecuali dalam kasus tertentu seperti kasus anak
di bawah umur atau orang dewasa yang dinyatakan pengadilan
secara mental tidak kompeten.
3. Penyelesaian masalah sebagian besar merupakan proses
pencarian opsi dan pengambilan keputusan yang mengarahkan
pada perubahan, Opsi dan pengambilan keputusan ini harus
muncul dari nilai yang dianut klien, sistem kepercayaan, dan
metode yang biasa digunakan untuk mengatasi masalah
4. Klien akan merasa termotivasi untuk berubah apabila ia merasa
bahwa ada harapan untuk menemukan solusi
5. Setiap perilaku klien itu memiliki makna, bahkan perilaku
disfungsional mengandung suatu maksud untuk meringankan
beban masalahnya
6. Pandanglah situasi klien anda dalam konteks. Bantulah klien
untuk bisa mengendalikan hal-hal yang masin dalam batas
kontrolnya dan melepaskannya apabila dinilai berada di luar
kemampuannya,
7. Berjuanglah untuk memandang masalah atau situasi klien dari
kacamata klien. Ingatlah bahwa dunianya bukan duniamu dan
harus disadari bahwa saat ini klien sedang berusaha sebaik
mungkin untuk mengatasi masalahnya.
8. Selalu tunjukkan rasa hormat dan peduli pada klien meskipun
sifatnya kasar atau memuakkan (repulsive).
9. Ingatlah bahwa menilai atau menghukum klien atas masalah
dan perilakunya yang bermasalah bukan hak dan
tanggungjawab Pekerja Sosial
10. Janganlah mengajari tentang nilai benar dan salah (moralisasi)
karena apa yang kamu anggap benar belum tentu sesuai dengan
nilai-nilai yang dianut oleh klien
11. Rangkul dan gali perasaan klien. Inti dari pertolongan yang
diberikan adalah membantu klien dalam melawan perasaan
bingung dan bertentangan.

150
12. Jaga kerahasiaan. Hal ini penting untuk memunculkan rasa
percaya klien.
13. Ingatlah bahwa saat klien meluapkan emosinya ia sedang
menyalurkan rasa frustasinya. Ketika hal ini terjadi jangan
dianggap sebagai masalah personal dan juga jangan bersikap
defensif.
14. Kembangkan kesadaran diri dan disiplin diri, jangan biarkan
masalah pribadi Pekerja Sosial mempengaruhi proses
pertolongan.
15. Pekerja Sosial harus lebih banyak mendengarkan daripada
berbicara. Dalam menyampaikan pesan lakukan secara
sederhana dan jelas.
16. Jangan memihak kepada klien apabila terjadi perselisihan antara
klien dengan orang lain.
17. Temukan kekuatan klien dan hal-hal positif yang dimilikinya
18. Klien harus terlibat sebanyak mungkin dalam proses
pengambilan keputusan oleh para professional dan badan yang
dapat mempengaruhi kehidupan klien.
19. Apapun yg dilakukan Pekerja Sosial harus disampaikan kepada
klien.
20. Hindari sifat ketergantungan. Rencanakan dan terapkan
intervensi sehingga klien bisa belajar untuk menghadapi
masalah di masa depan.
21. Kenali batas kemampuan Pekerja Sosial dengan tidak
memandang rendah terhadap kemampuan diri. Konsultasikan
dengan orang lain apabila menghadapi situasi yang sulit.
22. Jangan mempertahankan prosedur atau kebijakan Badan atau
Lembaga yang bersifat tidak logis atau tidak adil. Pekerja Sosial
bisa menindaklanjuti dengan mengadvokasi prosedur dan
kebijakan tersebut.
23. Ingatlah bahwa manusia bersifat fleksibel dan adaptif. Mereka
dapat menahan rasa sakit dan tidak nyaman apabila mereka
mengerti mengapa hal tersebut diperlukan untuk mencapai
suatu tujuan.
24. Jangan biarkan label atau anggapan orang lain mematahkan
semangat Pekerja Sosial dan klien. Label tersebut harus
dipandang secara professional.
25. Percayalah terhadap terjadinya perubahan, selalu optimis
terutama saat klien merasa putus asa.

151
Teknik-teknik intervensi praktik langsung (direct practice), terdiri
dari:
1. Perencanaan dan wawancara (Planning and Interview).
Tujuanya adalah untuk memformulasikan rencana tentatif
sebuah wawancara atau kontak dengan klien.
2. Informasi dan pemberian nasehat (Information and Advice).
Tujuannya untuk menambah kapasitas penyelesaian masalah
klien dengan menyediakan informasi dan petunjuk yang
dibutuhkan.
3. Mendorong, meyakinkan, dan universalisasi (Encouragement,
Reasurance and Universalization). Tujuannya adalah untuk
menambah kapasitas pemyelesaian masalah klien dengan
memberikan dukungan dan kata-kata yang menumbuhkan
semangat.
4. Penguatan dan Teknik Perilaku Terkait(Reinforcement and
Related Behavioral Techniques). Tujuannya adalah untuk
memodifikasi frekuensi, intensitas, atau durasi dari suatu
perilaku tertentu. Pekerja sosial mengaplikasikan suatu teknik
perilaku untuk menambah atau mengurangi target perilaku
tertentu.
5. Latihan Perilaku(Behavioral Rehearseal)
Tujuannyayaitu untuk mendampingi klien dalam mempelajari
perilaku baru agar mampu menghadapi suatu situasi dengan
lebih baik. Latihan perilaku merupakan suatu teknik yang
diambil dari terapi perilaku yang mengajarkan klien bagaimana
caranya menghadapi pertukaran intrapersonal ketika ia merasa
tidak siap. Secara garis besar, pelatihan ini berbentuk role play
dan memanfaatkan modelling dan coaching di dalamnya.
6. Kontrak Perilaku(Behavioral Contracting)
Tujuannya yaitu untuk memodifikasi suatu perilaku dengan
melakukan pertukaran perilaku yang dapat memnguatkan satu
sama lain. Kontrak perilaku merupakan suatu perjanjian yang
dirancang agar dapat merubah perilaku seorang individu. Hal
ini biasanya dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan cara
memberikan reward atau penguatan positif terhadap satu sama
lain.
7. Pemutarbalikan Peran(Role Reversal).

152
Tujuannya untuk membantu klien dalam memahami sudut
pandang orang lain..Teknik ini sangat berguna terutama dalam
masalah perkawinan atau konseling keluarga.
8. Mengelola Self-talk (Managing Self-Talk)
Tujuannya adalah untuk membantu klien dalam mengelola
reaksi emosionalnya dengan mengubah pentafsiran yang
menyimpang tentang kenyataan/realitas.
9. Membangun Kepercayaan Diri(Building Self-Esteem)
Tujuannya yaitu untuk membantu klien dalam melakukan
evaluasi diri secara lebih positif. Bantulah klien dengan tingkat
percaya diri rendah untuk sadar bahwa tingkat kepercayaan diri
muncul dari persepsi tentang dirinya dan perbandingan dengan
orang lain. Yakinkan klien bahwa persepsi yang ia miliki tidak
selalu akurat dan konsisten dengan sudut pandang orang lain.
10. Kursi Kosong(The Empty Chair)
Tujuannya adalah untuk membantu klien dalam memahami
perasaannya terhadap dirinya sendiri atau pun terhadap orang
lain.
11. Konfrontasi dan Tantangan )Confrontation and Challenge)
Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran diri klien,
terutama mengenai pemaksaan diri untuk melewati hambatan
dalam perubahan.
12. Membingkai Ulang(Reframing)
Dilakukan untuk membantu klien dalam memandang suatu
perilaku dari sudut pandang yang berbeda dan lebih positif.
13. Membantu Klien dalam Mengambil Keputusan yang
Sulit(Helping Clients Make Difficult Decisions). Tujuannya
adalah untuk membantu klien dalam mempertimbangkan
alternatif solusi dan pengambilan keputusan.
14. The “Talking Stick” (“Tongkat bicara”)
Tujuannya adalah untuk menyusun suatu diskusi dalam sesi
grup atau wawancara keluarga.Hal ini dilakukan dengan
meneruskan tongkat atau objek lainnya dari satu orang ke orang
lainnya. Siapa pun yang memegang tongkat tersebut memiliki
hak untuk bicara sementara yang lain mendengarkan.
15. Pemberian Pekerjaan Rumah(Homework Assignments)
Tujuannya adalah untuk membantu klien mempelajari bperilaku
baru dengan memberikannya tugas dan aktifitas spesifik untuk
dikerjakan diantara sesi konseling.

153
16. Penganggaran Belanja (Amplop Envelope Budgeting)
Tujuannya adalah untuk membantu klien dalam mengelola
keuangan.
17. Mengelola Utang Pribadi (Managing Personal Debt)
Tujuannya adalah untuk membantu klie dalam mengelola
tagihan-tagihan besar dan utang.
18. Diskusi Tidak Langsung Mengenai Diri Sendiri dalam
Kelompok Kecil(Indirect Discussion of Self in Small Groups)
Tujuannya adalah untuk mempermudah partisipan dalam
kelompok untuk mendiskusikan masalah pribadi. Teknik ini
dirancang untuk menstimulasi dan membentuk diskusi
mengenai permasalah-permasalahn yang dihadapi partisipan
dalam kelompok kecil tetapi tetap menjaga privasi para
partisipan di dalamnya.
19. Penyusunan Program dalam Kelompok Kerja (Programming in
Group Work). Dilakukan dengan tujuan untuk memberikan
dorongan bagi individual atau kelompok dengan memilih dan
menyusun aktifitas yang mengembangkan tipe-tipe suatu
interaksi spesifik.
20. Menyelesaikan Konflik Intrapersonal(Resolving Interpersonal
Conflict)
Tujuannya adalah untuk membantu klien dalam menyelesaikan
konflik dan perselisihan pendapat.
21. Daftar Perasaan(The Feeling list). Tujuannya adalah untuk
membantu klien dalam mengidentifikasi dan mengekspresikan
perasaannya
22. Buku Kehidupan (The Life Book)
Tujuannya adalah untuk membantu seorang anak yang berada
di panti asuhan atau penempatan adopsi untuk mengembangkan
arti identitas diri dan memahami pengalamannya dengan
separasi dan penempatan tertentu.
23. Advokasi Klien(Client Advocacy)
Tujuannya adalah untuk menjamin pelayanan-pelayanan yang
dibutuhkan klien dan berhak didapatkannya tetapi tidak dapat
diperoleh oleh klien itu sendiri.
24. Penguatan Klien(Client Empowerment)
Tujuannya adalah untuk membantu klien dalam
mengembangkan kekuatan dan kontrol atas hidupnya.
25. Kartu Krisis(Crisis Cards)

154
Tujuannya adalah untuk membantu klien menangani masalah
jika terjadi kembali.

B. Teknik-Teknik dan Panduan Intervensi untuk Praktik Tidak


Langsung (Indirect Practice)

Teknik-teknik dan panduan intervensi unntuk praktik tidak


langsung diarahkan kepada sistem lain selain klien, baik individu,
keluarga, kelompok, organisasi, maupun masyarakat yang memiliki
keterkaitan erat erat dengan klien. Terdapat 17 teknik-teknik
intervensi praktek tidak langsung yang merupakan rangkaian dari
ke-42 teknik-teknik intervensi dalam pekerjaan sosial, yaitu:
26. Bekerja dengan Pemerintah atau Dewan Penasehat(Working
with a Governing or Advisory Board). Tujuannya adalah untuk
memahami kewajiban pemerintah dan dewan penasehat dalam
operasi organisasi pelayanan masyarakat.
27. Mengadakan Pertemuan Efektif antar Staff(Conducting
Effective Staff Meetings). Tujuannya adalah untuk merancang
dan melaksanakan pertemuan efektif antar staf yang dapat
mengembangkan komunikasi intraagensi.
28. Membangun Tim Kerja dan Kerja Sama(Building Teamwork
and Cooperation). Tujuannya adalah untuk mendorong dan
mengembangkan kerjasama intraagensi dan intraprofesional.
29. Memimpin Pertemuan Kelompok Kecil (Leading Small-Group
Meetings). Tujuannya adalah untuk menjadwalkan dan
melaksanakan komite dan pertemuan kelompok yang efisien
dan produktif.
30. Teknik Resiko(The Risk Technique)
Tujuannya adalah untuk memfasilitasi komite atau anggota
kelompok dalam mengekspresikan ketakutan dan
kekhawatirannya tentang suatu isu atau tindakan yang diajukan.
31. Teknik Grup Nominal(The Nominal Group Technique).
Tujuannya adalah untuk membantu kelompok berorientasi
konsensu untuk mencapai kesepakatan.
32. Memimpin Komite(Chairing a Committee). Tujuannya adalah
untuk mengabdi sebagai seorang pemimpin komite untuk
mencapai kesuksesan.

155
33. Penyelesaian Masalah oleh Kelompok Besar(Problem Solving
by a Large Group). Tujuannyaadalah untuk membantu
sekelo0mpok orang untuk mengambil keputusan bersama-sama.
34. Brainstorming dengan tujuan untuk membantu partisipan dalam
mengidentifikasi beberapa solusi yang dapat diambil ketika
menghadapi suatu masalah.
35. Advokasi Kelas (Class Advocacy). Tujuannya yaitu untuk
mendahulukan maksud suatu kelompok agar dapat memperoleh
suatu hak atas suatu sumber daya.
36. Pengajaran dan Pelatihan(Teaching and Training)
Tujuannya adalah untuk memandu dan membantu orang lain
dalam akuisisi informasi, pengetahuan, dan keahlian.
37. Mempersiapkan Penganggaran (Preparing a Budget).
Tujuannya adalah untuk mempersiapkan suatu perkiraan
pendapatan dan pengeluaran dalam lembaga pelayanan
masyarakat atau proyek khusus tertentu.
38. 5P (Produk, Promotion, place, price, dan people) pada
Pemasaran Layanan Masyarakat(The 5 Ps of Marketing Human
services). Tujuannya adalah untuk meningkatkan minat publik
agar ikut berpartisipasi dalam mendukung kegiatan organisasi
pelayanan masyarakat. Untuk melakukan hal ini, partisipan
yang terlibat harus mampu menjelaskan keuntungan dan
manfaat dari pelayanan masyarakat yang dapat menarik minat
publik.
39. Menghadapi Media(Dealing with The Media). Tujuannya yaitu
untuk menginformasikan dan menarik dukungan publik
terhadap pelayanan yang diberikan oleh agensi (lembaga)
40. Penggalangan Dana untuk Agensi Pelayanan Masyarakat(Fund-
Raising for a Human Services Agency). Tujuannya adalah untuk
menggalang dana dari komunitas/masyarakat untuk mendukung
jalannya proyek khusus atau kegiatan yang sedang berjalaan
saat itu.
41. Mengembangkan Aplikasi Penggalangan Dana(Developing
Grant Applications). Tujuannya adalah untuk memperoleh dana
dari lembaga pemerintahan atau lembaga swasta. Seorang
pekerja sosial yang memiliki pengetahuan tentang
pengalokasian dana dan berkeahlian tinggi dalam
mempersiapkan proposal untuk dana tersebut adalah aset yang
berharga bagi agensi/lembaganya karena kesempatan untuk

156
mendemostrasikan atau menguji suatu program tidak dapat
dilakukan tanpa suntikan dana dari pihak lain.
42. Mempengaruhi legislator dan Pengambil Keputusan
Lainnya(Influencing Legislators and Other Decision Makers)
Tujuannya untuk mempengaruhi tindakan yang diambil oleh
legislator dan pengambil keputusan komunitas lainnya
mengenai masalah pelayanan masyarakat. Pekerja sosial berada
di dalam posisi yang unik ketika mengobservasi bagaimana
kebijakan sosial publik dapat membantu atau mempersulit
anggota masyarakatnya. Oleh karena itu, perspektif pekerja
sosial perlu dikomunikasikan ke pejabat publik. Dalam
mempengaruhi legislator ada beberapa hal yang perlu diingat.
Pertama, pekerja sosial dapat mempengaruhi legislator apabila
dia telah menjalin hubungan dengan legislator tersebut. Kedua,
pekerja sosial dapat mempengaruhi apabila informasi yang ia
berikan dapat dipercaya. Terakhir, pekerja sosial harus bersikap
selektif mengenai isu-isu yang dipresentasikan ke legislator.

Daftar Pustaka

Adi,Isbandi Rukminto. 2005. Ilmu Kesejahteraan Sosial dan


Pekerjaan Sosial: Pengantar Pada Pengertian dan Beberapa
Pokok Bahasan.Jakarta. FISIP UI Press.

Siporin, Max. 1975. Introduction to Social work Practice. New


York: Macmillan Publishing Co., Inc.

Shefor, Bradford W.and Charles R. Horejsi. 2003. Techniques


and Guidelines for Social Work Practice. Sixth Edition. Boston:
Pearson Education Inc.

157
Evaluasi

Oleh Dr. Jumayar Marbun, M.Si.

Fokus evaluasi sebenarnya adalah tujuan-tujuan awal yang ingin


dicapai pekerja sosial. Evaluasi juga dapat dianggap sebagai akhir
dari aktivitas pertolongan yang dilakukan pekerja sosial (walaupun
terminasi sering dilakukan setelahnya). Dengan melakukan proses
evaluasi, pekerja sosial diharapkan mampu menentukan strategi
intervensi yang efektif di kemudian hari. Evaluasi dalam
pertolongan hampir serupa dengan pendekatan pekerjaan sosial itu
sendiri (Duehn, 1985). Singkatnya, pendefinisian masalah dilakukan
terlebih dahulu sebelum menentukan pendekatan terbaik yang akan

158
diterapkan pada penelitian (assessment and planning). Kemudian
dilakukan intervensi di mana akan dilanjutkan dengan evaluasi dari
dampak yang dihasilkan. Ada beberapa konsep yang penting untuk
diketahui sebelum melakukan evaluasi. Pertama, evaluasi formatif
dilakukan pada saat intervensi masih berlangsung. Evaluasi ini
berfokus pada proses, bukan hasil akhir dari suatu pertolongan.
Pekerja sosial harus memahami masalah klien yang actual dan kini
(actual and presenting problems). Biasanya, dalam mengevaluasi
masalah ini pekerja sosial harus melihat masalah-masalah yang
faktual dan terukur agar solusi yang ditawarkan oleh pekerja sosial
lebih nyata. Sedangkan masalah-masalah yang dialami klien
(presenting problems) bisa muncul secara tiba-tiba tanpa melihat
waktu dan tempat. Pekerja sosial harus memahami masalah ini harus
segera diatasi karena bisa memengaruhi masalah yang aktual.
Kedua, evaluasi sumatif dilakukan setelah intervensi selesai
dilakukan. Dengan kata lain, pemikiran yang dibutuhkan dalam
evaluasi ini adalah kesimpulan dari pemecahan masalah yang telah
dilaksanakan. Evaluasi ini melihat tingkat keberhasilan pemecahan
masalah yang dilakukan antara pekerja sosial dan klien secara
bersama-sama. Ketiga, evaluasi dasar (baseline) merujuk pada pola
perilaku yang timbul selama tahap pertolongan. Evaluasi ini
sebaiknya dilakukan atas beberapa tahap pertolongan atau selama
periode waktu intervensi dilakukan. Evaluasi ini terfokus pada
upaya-upaya pengubahan perilaku dari negatif ke positif, buruk ke
baik, lemah ke kuat melalui teknik penguatan reinforcement.
Keempat, evaluasi yang berdasarkan pada langkah/ukuran/hukum
tertentu. Evaluasi ini sering disebut dengan validasi. Konsep
evaluasi ini memang agak rumit sebab seringkali mengacu pada
common-sense judgements, predictive forms, atau concurrent things
(yang mengakibatkan antarvariabel tahap pertolongan memiliki
ikatan yang kuat). Perlu diketahui, masih ada tipe lainnya di luar
ketiga tipe validasi yang telah disebutkan sebelumnya. Kelima,
reliabilitas berkenaan dengan ketahanan sebuah instrumen penelitian
dapat mengukur fenomena yang sama setiap kali instrumen tersebut
digunakan (Toseland & Rivas, 1984). Terdapat hubungan yang kuat
antara validasi dan reliabilitas. Jika tidak menghasilkan data yang
konsisten, tingkat akurasi instrumen tersebut pun rendah. Ada
instrumen yang dapat dipercaya, namun tidak valid. Pekerja sosial
harus mampu membuktikan bahwa data penelitiannya berasal dari

159
informasi yang valid dan dapat dipercaya (reliable). Keenam,
pekerja sosial menentukan metode-metode pengumpulan data
berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam tahap intervensi.
Metode-metode pengumpulan data yang sangat relevan dengan klien
adalah wawancara mendalam, observasi, dan sebagainya yang
berusaha untuk membebaskan klien dari kekakuan dan rasa grogi.
Pekerja sosial berusaha untuk menggunakan pedoman wawancara
dan observasi secara ilmiah, jadi ia tidak terkesan seperti wartawan
atau polisi yang menyelidiki suatu kasus, tetapi berusaha agar
pedoman wawancara yang disusun tersebut diingat secara sistematis.
Ketujuh, pekerja sosial juga harus memahami variabel bebas dan
terikat yang digunakan dalam penelitiaanya. Variabel bebas yang
dimaksud adalah unsur-unsur pribadi klien yang bebas dilakukan
perubahan. Sedangkan variabel terikat adalah yang mengikat
masalah klien karena orang lain. Kedelapan, evaluasi menunjukkan
keberhasilan dari program pertolongan yang telah dilaksanakan,
namun sebaiknya dapat dilakukan generalisasi agar dampak dari
program tersebut semakin luas. Pekerja sosial yakin dan percaya
bahwa hasil evaluasi yang dilakukan terhadap masalah klien akan
dapat diterima semua kalangan, terutama ayah, ibu, saudara-
saudaranya, bahkan dengan significant others. Selama masih ada
pihak lain yang menolak hasil intervensi tersebut atau evaluasi
tersebut berarti pekerja sosial harus menjelaskan kepada yang
bersangkutan agar terjadi pemikiran yang generalis. Pekerja sosial
diharapkan memahami konsep-konsep ini dan
mempertimbangkannya dengan matang dalam penentuan teknik
evaluasi pertolongan yang dilakukan dalam suatu program tahap
pertolongan. Terdapat beberapa teknik evaluasi yang dapat
dilakukan pekerja sosial, di antaranya Goal-Attainment Scaling
(skala pencapaian tujuan), Task-Achievement Scaling (skala
pencapaian tugas), dan Client Satisfaction Questionnaires (kuisioner
kepuasan klien). Ketiga skala tersebut diimplementasikan sesuai
dengan tujuan masing-masing, yaitu untuk tujuan, tugas, dan klien.
Metode-metode ini sangat berguna bagi pekerja sosial yang ingin
mengevaluasi pertolongan yang dilakukan sebagai pribadi
professional. Beberapa dapat diterapkan oleh pekerja sosial dalam
lembaga. Program evaluasi dibutuhkan untuk menentukan program
mana yang lebih baik daripada program-program lainnya. Program-
program tersebut adalah penilaian kebutuhan klien (needs

160
assessments), penilaian evaluabilitas, analisis proses, analisis hasil
program, dan monitoring. Tak terbantahkan bahwa proses evaluasi
seringkali tidak berjalan mulus karena adanya beberapa hambatan.
Pekerja sosial sering kesulitan melakukan generalisasi karena
keterbatasan sumber daya, kesalahan perhitungan matematis dalam
memprediksi model populasi, dan sebagainya. Selain itu, pemilihan
metode evaluasi yang tidak sesuai dengan tujuan evaluasi dapat
membuat suatu instrumen menjadi sia-sia. Terkadang, pekerja sosial
juga tidak melibatkan klien dalam proses evaluasi, yang mana bisa
menyebabkan ketidakefektifan intervensi yang telah dilaksanakan
pada klien. Bahkan, hal-hal sederhana yang seringkali terlupakan
pekerja sosial, seperti kepercayaan antarsesama pekerja sosial dalam
lembaga, juga dapat menghambat keberlangsungan evaluasi yang
efektif. Dengan mengetahui teori-teori ini diharapkan pekerja sosial
lebih siap untuk melakukan evaluasi yang efektif bagi klien.
Evaluasi juga dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi proses dan
hasil. Evaluasi proses adalah melihat kegiatan yang dilakukan
pekerja sosial dari tahap awal, menengah, dan akhir (tahap
pendekatan awal, asesmen, rencana intervensi, intervensi, evaluasi
itu sendiri, terminasi, dan tindak lanjut).

Pendekatan Rencana
Asesmen Intervensi EVALUASI Terminasi Follow-up
Awal Intervensi

Gambar : Tahapan Pertolongan dalam Pekerjaan Sosial


Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi tahapan pekerjaan sosial
yang mengakumulasi semua hasil tahapan pekerjaan sosial yang
dapat dilihat dari hasil akhir kegiatan praktek pekerjaan sosial.
Contohnya, dalam pendekatan awal, keberhasilan pekerja sosial
dalam melaksanakan tugas dianggap kurang berhasil, sedangkan di
tahap asesmen keberhasilan pekerja sosial dalam mengungkap
masalah klien sangat berhasil. Demikian silih berganti dalam setiap
tahap pekerjaan sosial itu adakalanya kurang berhasil dan berhasil,
tetapi yang dilihat nanti adalah di akhir kegiatan yaitu klien bisa
berhasil atau mampu memecahkan masalahnya sendiri.

Terminasi
Setiap pertolongan yang diberikan oleh pekerja sosial kepada klien
pasti akan berakhir suatu saat. Ketika klien tidak lagi membutuhkan

161
bantuan, pertolongan seharusnya sudah dihentikan. Terkadang,
pemutusan hubungan antara pekerja sosial dan klien ini terjadi tanpa
rencana dan didasari beberapa alasan yang tidak terduga. Pekerja
sosial diharapkan tetap mampu bertindak secara professional pada
saat proses yang disebut terminasi ini. Menurut Hepworth dan
Larsen (1990), hal-hal yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah
menentukan waktu pelaksanaan terminasi, menyelesaikan reaksi
emosional antara pekerja sosial dan klien, mengevaluasi pencapaian
tujuan-tujuan kedua belah pihak, dan membuat rencana dalam
rangka memelihara pencapaian yang telah diraih kedua belah pihak.
Teori ini tampaknya dapat menggambarkan proses terminasi yang
direncanakan. Brill (1990) juga berpendapat hal yang serupa dengan
menyimpulkannya dalam sebuah kalimat, “deal with unfinished
business, deal with feelings about termination, and providing
direction for the future”. Lebih singkat lagi, Pincus dan Minahan
(1973) membagi komponen terminasi menjadi tiga bagian, yaitu
pemutusan hubungan (disengagement), stabilisasi perubahan, dan
evaluasi terminasi. Bagaimana dengan terminasi yang tidak terduga
atau tidak pernah direncanakan? Terlebih dahulu harus diketahui
penyebab terminasi harus terjadi di luar rencana. Biasanya,
terminasi jenis ini terjadi karena tidak adanya kemajuan yang
didapat dari rangkaian pertolongan yang diberikan. Hal tersebut
dapat terjadi akibat miskomunikasi antara pekerja sosial dan klien,
kesalahan intepretasi data, ketidaktepatan pendefinisian masalah,
kekeliruan intervensi, dan sebagainya. Pada beberapa situasi,
pekerja sosial terlalu menuntut hasil yang sesuai harapan, begitu
pula dapat terjadi pada klien sehingga pertolongan menjadi terlalu
rumit atau terlalu sederhana. Bahkan, klien bisa saja menyerah dan
memutuskan untuk tidak lagi campur tangan dalam program yang
diselenggarakan pekerja sosial. Hal ini tidak selalu berarti klien
sudah mendapatkan pelayanan yang buruk. Penelitian yang
dilakukan Toselan (1987) dan Presley (1987) menemukan bahwa
klien keluar dari program karena telah menemukan perubahan yang
berarti dalam dirinya sehingga ia tidak memerlukan pertolongan
pekerja sosial lagi; ia mandiri. Hal ini tentu saja sebuah hasil yang
positif bagi kedua belah pihak. Hal penting yang harus diperhatikan
pekerja sosial adalah penginformasian tentang adanya terminasi
dapat dilakukan pada awal proses pertolongan. Pekerja sosial juga
dapat mengingatkan klien akan saat waktu pelaksanaan terminasi

162
semakin dekat. Penyampaiannya bisa dilakukan dengan halus,
menggunakan kata-kata motivasi dan terima kasih atas perubahan
yang dialami kedua belah pihak. Stabilisasi perubahan yang dialami
klien dapat membantu klien untuk memilih bidang pekerjaan yang
akan ia geluti, membangun kepercayaan diri klien, mempelajari
karakteristik baru, membantu klien menjadi dirinya sendiri,
memperpanjang masa pertolongan dengan melakukan follow-up,
menghindari pengaruh buruk dari lingkungan sekitar, dan membantu
klien untuk dapat memecahkan masalah di masa mendatang.
Pendekatan-pendekatan tersebut bisa diterapkan pada kelompok
kecil atau individual. Biasanya, pekerja sosial akan mengawali
proses pertolongan dengan ice-breaking, misalnya dengan
permainan atau tanya-jawab antarsesama klien. Hal tersebut dapat
menciptakan rasa kekeluargaan dalam kelompok. Namun, pada
tahap terminasi dilakukan kegiatan-kegiatan yang dapat
menyampaikan makna perpisahan pada klien, seperti diskusi
mengenai keluarga (untuk mengalihkan perhatian klien dari
kelompoknya kepada dunianya nanti) ataupun upacara perpisahan.
Pada kelompok yang lebih besar, perlu dilakukan klarifikasi
prosedur dan aturan yang telah berlaku dan mengurangi intensitas
komunikasi dalam organisasi. Penting untuk diketahui bahwa
pekerja sosial sebaiknya terbuka untuk kedatangan klien kembali di
kemudian hari, apalagi bila terminasi terjadi sebelum waktunya. Hal
penting untuk menjaga tali persaudaraan antara pekerja sosial dan
klien. Intinya, terminasi bertujuan untuk memberdayakan klien
sehingga klien mampu menggunakan apa yang ia miliki pada saat
yang tidak terduga di kemudian hari. Terminasi dapat dilakukan
dengan alasan : 1) masalah klien telah terpecahkan dan ia sudah
mampu memecahkan masalah sendiri, 2) masa pelayanan yang
diterima oleh klien di lembaga pelayanan sosial sudah berakhir, 3)
klien meninggal dunia, 4) klien menginginkan pelayanan yang lebih
baik ke tempat lain dengan cara rujukan (referral/aftercare/follow-
up).

Referral/Aftercare/Follow-up
Follow-up adalah penambahan informasi terkait tingkat
keberfungsian klien terhadap sasaran intervensi setelah intervensi
tersebut dihentikan (Blythe & Tripodi, 1989). Dengan kata lain,
tujuan follow-up adalah mempelajari bagaimana klien menjalani

163
kehidupannya setelah pertolongan formal yang diberikan pekerja
sosial berakhir. Perlu digarisbawahi, pekerja sosial tidak harus
melakukan follow-upberkali-kali mengingat sebelumnya telah
dilakukan proses terminasi. Ada beberapa alasan untuk melakukan
follow-up, di antaranya pekerja sosial yang terlibat ingin memeriksa
apakah klien baik-baik saja setelah pertolongan tidak diberikan
sehingga apabila tidak, pekerja sosial tersebut dapat memberikan
pertolongan lebih lanjut. Austin, Kopp, dan Smith (1986)
mengidentifikasi empat kemungkinan aktivitas yang dapat dilakukan
pekerja sosial apabila klien membutuhkan follow-up. Pertama,
pekerja sosial dapat berpartisipasi secara aktif dengan bertanya
langsung kepada klien mengenai masalah yang sedang dihadapi.
Pekerja sosial bisa melaksanakan tugasnya untuk mengetahui
kondisi kehidupan klien, termasuk masalahnya, dengan cara
melakukan kunjungan rumah (home visit). Pekerja sosial melakukan
hubungan yang baik dengan keluarga klien (ayah, ibu, saudara-
saudaranya, bahkan dengan significant others). Dalam pertemuan
tersebut, pekerja sosial bertanya kepada keluarga tentang kemajuan,
masalah, dan kondisi kehidupan yang dialami oleh klien setelah
selesai menjalani pelayanan sosial di lembaga pelayanan sosial. Di
lain waktu, hasil kunjungan yang dilakukan pekerja sosial dengan
keluarga akan dikonfimasi kepada klien, apakah semua informasi
yang diberikan keluarga sama dengan yang dialami klien. Harapan
pekerja sosial akan sama dengan informasi yang diberikan keluarga
(ayah, ibu, saudara-saudaranya, bahkan dengan significant others)
dengan klien. Kedua, pekerja sosial dapat mendiskusikan masalah
tersebut bersama klien. Kunjungan pekerja sosial terhadap klien
harus dimulai dengan hubungan yang sangat hangat dan akrab agar
di antara keduanya terjadi keterbukaan dalam mengemukakan
pendapat dan masalah berkaitan dengan permasalahan klien yang
baru dialami setelah selesai mengikuti pelayanan sosial di badan
sosial. Diskusi tersebut harus dialogis (dua arah), artinya kedua
belah pihak sama-sama mempunyai kebebasan : di satu pihak,
pekerja sosial ingin memberikan masukan terhadap masalah yang
dialami klien, di pihak lain, klien jujur mengemukakan masalahnya
kepada pekerja sosial. Ketiga, pekerja sosial perlu meluruskan
permasalahan yang sebenarnya terjadi. Hal ini didasari akan
kesadaran bahwa klien bisa saja tidak menyadari kekeliruan yang
selama ini ia alami. Terkadang, ada istilah gajah di pelupuk mata

164
tidak terlihat, tetapi semut di seberang laut seolah tampak dengan
jelas. Sifat inilah yang menjadi kesulitan yang sering dialami oleh
pekerja sosial dalam memahami masalah klien.akan berbeda dengan
profesi seperti dokter, jarang pasien berbohong tentang penyakitnya
kepada dokter. Keempat, pekerja sosial mencoba untuk
mempersiapkan langkah-langkah selanjutnya dalam rangka
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi klien. Apabila
ditemukan satu atau beberapa masalah terhadap diri klien maka
pekerja sosial harus memberikan solusi yang terbaik bagi diri klien.
Artinya, solusi yang diberikan adalah alternatif pemecahan masalah
di mana klienlah yang menentukan pilihan-pilihan atas pemecahan
masalah yang akan diambil. Misalnya, ada dua pilihan jika ingin
melepaskan diri dari pengaruh narkoba : 1) memisahkan diri dari
sindikat pengedar narkoba dengan pergi ke luar kota, dan 2)
menghentikan hubungan dengan semua sindikat pengedar narkoba.
Hambatan yang biasanya dialami pekerja sosial pada tahap follow-
up ini adalah keterbatasan waktu dan tenaga pekerja sosial itu
sendiri mengingat banyak kasus lain yang harus ditangani. Pada
tingkat ini, pekerja sosial dapat mengambil sampel acak dari kasus-
kasus yang ada. Contohnya, pekerja sosial dapat memilih klien-klien
yang memiliki resiko tinggi untuk berpaling dari tujuan intervensi.
Follow-up dapat dilakukan dengan menghubungi klien melalui
pesawat telepon, media sosial, maupun surat elektronik. Media yang
paling baik adalah telepon sebab bersifat pribadi dan birokratis.
Sebagai tambahan, hambatan yang dialami pekerja sosial dalam
melaksanakan follow-up terhadap klien adalah tidak ada aturan
wajib dari badan sosial yang menaunginya untuk melakukan follow-
up. Hal ini bisa saja terjadi mengingat banyaknya kasus yang
ditangani suatu badan sosial. Hambatan ini bisa ditangani dengan
mengadakan diskusi masalah bersama klien selama intervensi
berlangsung. Bagaimanapun juga, pekerja sosial harus tampak
sebagai tenaga profesional di mata klien. Walaupun badan sosial
tidak mewajibkan, sudah menjadi tanggung jawab pekerja sosial
untuk melakukan follow-up setelah terminasi pada klien.

165
DAFTAR PUSTAKA

Blythe, B. J., Tripodi, T. 1989. Measurement in Direct Practice.


Newbury Park, CA: Sage.
Brill, N. I. 1990. Working with People. New York: Longman.
Duehn, W. D. 1985. Social Work Research and Evaluation. Itasca,
IL: Peacock.
Hepworth, D. H., Larsen, J. 1990. Direct Social Work Practice.
Belmont, CA: Wadsworth.
Kirst-Ashman, K. K. 1993. Understanding Generalist Practice.
Chicago: Nelson-Hall Publishers.
Pincus, A., Minahan, A. 1973. Social Work Practice: Model and
Method. Itasca, IL: F. E. Peacock.
Toseland, R. W., R. F. Rivas. 1984. An Introduction to Group Work
Practice. New York: Macmillan.

166

Anda mungkin juga menyukai