Anda di halaman 1dari 6

PENGUKURAN LAJU INFILTRASI TERHADAP PERUBAHAN ALIH FUNGSI

LAHAN HUTAN MENJADI LAHAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN SIMALUNGUN


SUMATERA UTARA

Nur Fitri Milenia


170301050
Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian USU, Medan 20155

ABSTRAK
Puluhan ribu hektar kawasan hutan di Sumatera Utara beralih fungsi dan dikuasai perusahaan
menjadi perkebunan kelapa sawit. Intensitas hujan berpengaruh terhadap kesempatan air untuk
masuk ke dalam tanah. Bila intensitas hujan lebih kecil dibandingkan dengan kapasitas
infiltrasi, maka semua air mempunyai kesempatan untuk masuk ke dalam tanah. Tujuan
penelitian ini mengetahui laju infiltrasi terhadap lahan yang telah dialihfungsikan Hasil
pengukuran di lapangan dengan menggunakan double ring infiltrometer didapatkan nilai
infiltrasi konstan dan nilai infiltrasi awal yang paling tinggi adalah pada bedengan dengan
nilai 0.167 cm/menit dan 0.4 cm/menit, kemudian pada sela bedengan sebesar 0.067 cm/menit
dan 0.287 cm/menitdan paling rendah yaitu pada jalan dengan nilai 0.020 cm/menit dan 0.147
cm/menit.

PENDAHULUAN
Alih fungsi lahan hutan menjadi lahan perkebunan di Propinsi Sumatera Utara terus

terjadi. Berdasarkan hasil kajian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Utara (Walhi

Sumut) pada tahun 2019, terdapat puluhan ribu hektar kawasan hutan di Sumatera Utara beralih

fungsi dan dikuasai perusahaan menjadi perkebunan kelapa sawit. SK No. 579 – SK No. 1076

tahun 2016, kawasan hutan Sumatera Utara seluas 3.010.160 hektar pada periode 2014-2016

terjadi pengurangan kawasan hutan seluas 45.635 hektar.

Infiltrasi merupakan interaksi kompleks antara intensitas hujan, karakteristik dan

kondisi permukaan tanah. Intensitas hujan berpengaruh terhadap kesempatan air untuk masuk
ke dalam tanah. Bila intensitas hujan lebih kecil dibandingkan dengan kapasitas infiltrasi,

maka semua air mempunyai kesempatan untuk masuk ke dalam tanah. Sebaliknya, bila

intensitas hujan lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas infiltrasi, maka sebagian dari air

yang jatuh di permukaan tanah tidak mempunyai kesempatan untuk masuk ke dalam tanah, dan

bagian ini akan mengalir sebagai aliran permukaan. Penutupan dan kondisi permukaan tanah

sangat menentukan tingkat atau kapasitas air untuk menembus permukaan tanah,

sedangkan karakteristik tanah, khususnya struktur internalnya berpengaruh terhadap laju air

saat melewati masa tanah. Unsur sruktur tanah yang terpenting adalah ukuran pori dan

kemantapan pori (Dariah dan Rachman dalam Balitbang Pertanian)

Konversi hutan alam yang dijadikan perkebunan kelapa sawit maupun perkebunan

lainnya tidak selalu berdampak buruk. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa banyak kerusakan

lingkungan yang terjadi begitu dahsyat akibat konversi hutan alam. Suriadikarta (2009)

menyatakan, konversi 1 juta ha hutan alam gambut menjadi lahan sawah di Propinsi Kalimantan

Tengah dinilai gagal dan menyisakan berbagai persoalan dan dampak negatif sehingga menuai

berbagai kecaman dan polemik, terutama dalam konteks perubahan iklim dan kerusakan

lingkungan.

Perubahan fungsi lahan hutan menjadi pembangunan perkebunan, terutama kelapa sawit,

dipacu oleh pertambahan penduduk serta berkembangnya kegiatan perekonomian sehingga

permintaan lahan semakin tinggi. Dibeberapa tempat, tingginya permintaan terhadap lahan ini

dapat menimbulkan beberapa permasalahan yang kompleks. Menurut Halim (2014), perubahan

tata guna lahan pada Daerah Aliran Sungai Malalayang berpotensi terhadap terjadinya banjir.

Hutan sebagai salah satu sumber daya alam yang memberikan manfaat cukup besar semestinya

dikelola agar fungsinya sebagai pelindung tata air dapat terjaga dengan baik.
Kemampuan sistem lahan dalam meretensi air tergantung kepada karakteristik sistem

tajuk dan tipe perakaran vegetasi penutupnya. Pukulan butir-butir hujan pada permukaan tanah

yang terbuka dapat menghancurkan dan mendispersikan agregat tanah yang dapat menyebabkan

penyumbatan pori tanah di permukaan. Hal ini akan menurunkan laju infiltrasi yang juga dapat

terjadi karena pengalihan fungsi laham, kesalahan saat pengolahan lahan, maupun pemadatan

tanah akibat penggunaan alat-alat berat (Januardin, 2008).

Kondisi hutan di Sumatera Utara umumnya mempunyai potensi yang telah menurun

bahkan di beberapa tempat telah berubah fungsi menjadi areal perkebunan kelapa sawit. Tulisan

ini bertujuan untuk mengetahui perubahan yang terjadi terhadap laju infiltrasi di areal tersebut.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara. Analisis

tanah dilakukan pada bulan April dan Agustus 2021 di Laboratorium Riset dan Teknologi

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta lokasi penelitian, sampel

tanah dan bahan-bahan kimia untuk menentukan tekstur, ruang pori, bulk density, kadar bahan

organik, dan struktur tanah serta air untuk menentukan laju infiltrasi.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah infiltrometer untuk menentukan

laju infiltrasi, GPS (global position sistem) untuk menentukan koordinat, ring sampel untuk

mengambil contoh tanah dalam menentukan bulk density, cangkul, ember, palu, parang,

kertas label, rol plastik, dan alat-alat lain yang menunjang proses penelitian.

Metode yang digunakan adalah metode double ring sample (infiltrometer cincin

ganda) untuk menentukan besarnya laju infiltrasi. Sebelum melakukan penelitian di lapangan,
terlebih dahulu dilakukan konsultasi dengan komisi pembimbing, pengadaan peralatan,

studi literatur, dan penyusunan usulan penelitan. Penelitian ini dilakukan dimulai dengan

melakukan survei pendahuluan di lapangan dengan mengadakan orientasi di daerah penelitian

dan pengambilan titik dengan menggunakan GPS, setelah itu dilakukan pelaksanaan survei

utama dengan tujuan pengukuran laju infiltrasi, pengambilan contoh tanah yang akan

dianalisis, serta deskripsi tata guna lahan.

Pengukuran laju infiltrasi berdasarkan volume air dilakukan dengan mengukur

volume air yang ditambahkan tiap selang waktu. Pengukuran volume dapat dilakukan

menggunakan gelas ukur, tabung mariotte, atau silinder transparan berskala.

Pengukuran tinggi muka air dengan mencatat posisi waktu pada saat mulai pengukuran. Lalu

ukur perubahan tinggi muka air pada cincin dalam tiap selang waktu dan dicatat pada formulir

pengukuran.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Penerbit Institut Pertanian Bogor.

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Penerbit

Gadjah Mada University Press.

Buckman, H. O., dan Brady. N. C. 1982. Ilmu Tanah. Jakarta: Penerbit Bratharakarya

Aksara.

Dariah, A. dam Rachman, A. “Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pengukuran

Infiltrasi”. Vol 5 No 3

Hakim, et al. 1986, Dasar-dasar Ilmu Tanah. Lampung: Penerbit Universitas Lampung.
Halim, F. 2014. “Pengaruh Hubungan Tata Guna Lahan dengan Debit Banjir pada

Daerah Aliran Sungai Malalayang. Jurnal Ilmiah Media Engineering.” Vol.4 No. 1

ISSN: 2087-9334.

Hanafiah, K. A. 2004. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Harahap, Erwin, Masrul. 2007. “Peranan Tanaman Kelapa Sawit pada Konservasi Tanah dan

Air.”

Harto, S. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Januardin. 2008. Pengukuran Laju Infiltrasi pada Tata Guna Lahan yang Berbeda di Desa

Tanjung Selamat Kecamatan Medan Tuntungan Medan. Universitas Sumatera Utara,

Medan.

Kartasapoetra, A,G. 1989. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha Merehabilitasinya. Jakarta:

Bina Aksara Jakarta.

Sastrosayono, S. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.

Serief, H. E. S. 1989. Fisika-Kimia Tanah Pertanian. Bandung: Penerbit Pustaka Buana.

Subagyo, S. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Suriadikarta, D. A. 2009. ”Pembelajaran dari Kegagalan Penanganan Kawasan PLG Sejuta

Hektar Menuju Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Pengembangan Inovasi

Pertanian” 2(4), 2009 : 229-242. Balai Penelitian Tanah.

Anda mungkin juga menyukai