ABSTRAK
Puluhan ribu hektar kawasan hutan di Sumatera Utara beralih fungsi dan dikuasai perusahaan
menjadi perkebunan kelapa sawit. Intensitas hujan berpengaruh terhadap kesempatan air untuk
masuk ke dalam tanah. Bila intensitas hujan lebih kecil dibandingkan dengan kapasitas
infiltrasi, maka semua air mempunyai kesempatan untuk masuk ke dalam tanah. Tujuan
penelitian ini mengetahui laju infiltrasi terhadap lahan yang telah dialihfungsikan Hasil
pengukuran di lapangan dengan menggunakan double ring infiltrometer didapatkan nilai
infiltrasi konstan dan nilai infiltrasi awal yang paling tinggi adalah pada bedengan dengan
nilai 0.167 cm/menit dan 0.4 cm/menit, kemudian pada sela bedengan sebesar 0.067 cm/menit
dan 0.287 cm/menitdan paling rendah yaitu pada jalan dengan nilai 0.020 cm/menit dan 0.147
cm/menit.
PENDAHULUAN
Alih fungsi lahan hutan menjadi lahan perkebunan di Propinsi Sumatera Utara terus
terjadi. Berdasarkan hasil kajian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Utara (Walhi
Sumut) pada tahun 2019, terdapat puluhan ribu hektar kawasan hutan di Sumatera Utara beralih
fungsi dan dikuasai perusahaan menjadi perkebunan kelapa sawit. SK No. 579 – SK No. 1076
tahun 2016, kawasan hutan Sumatera Utara seluas 3.010.160 hektar pada periode 2014-2016
kondisi permukaan tanah. Intensitas hujan berpengaruh terhadap kesempatan air untuk masuk
ke dalam tanah. Bila intensitas hujan lebih kecil dibandingkan dengan kapasitas infiltrasi,
maka semua air mempunyai kesempatan untuk masuk ke dalam tanah. Sebaliknya, bila
intensitas hujan lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas infiltrasi, maka sebagian dari air
yang jatuh di permukaan tanah tidak mempunyai kesempatan untuk masuk ke dalam tanah, dan
bagian ini akan mengalir sebagai aliran permukaan. Penutupan dan kondisi permukaan tanah
sangat menentukan tingkat atau kapasitas air untuk menembus permukaan tanah,
sedangkan karakteristik tanah, khususnya struktur internalnya berpengaruh terhadap laju air
saat melewati masa tanah. Unsur sruktur tanah yang terpenting adalah ukuran pori dan
Konversi hutan alam yang dijadikan perkebunan kelapa sawit maupun perkebunan
lainnya tidak selalu berdampak buruk. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa banyak kerusakan
lingkungan yang terjadi begitu dahsyat akibat konversi hutan alam. Suriadikarta (2009)
menyatakan, konversi 1 juta ha hutan alam gambut menjadi lahan sawah di Propinsi Kalimantan
Tengah dinilai gagal dan menyisakan berbagai persoalan dan dampak negatif sehingga menuai
berbagai kecaman dan polemik, terutama dalam konteks perubahan iklim dan kerusakan
lingkungan.
Perubahan fungsi lahan hutan menjadi pembangunan perkebunan, terutama kelapa sawit,
permintaan lahan semakin tinggi. Dibeberapa tempat, tingginya permintaan terhadap lahan ini
dapat menimbulkan beberapa permasalahan yang kompleks. Menurut Halim (2014), perubahan
tata guna lahan pada Daerah Aliran Sungai Malalayang berpotensi terhadap terjadinya banjir.
Hutan sebagai salah satu sumber daya alam yang memberikan manfaat cukup besar semestinya
dikelola agar fungsinya sebagai pelindung tata air dapat terjaga dengan baik.
Kemampuan sistem lahan dalam meretensi air tergantung kepada karakteristik sistem
tajuk dan tipe perakaran vegetasi penutupnya. Pukulan butir-butir hujan pada permukaan tanah
yang terbuka dapat menghancurkan dan mendispersikan agregat tanah yang dapat menyebabkan
penyumbatan pori tanah di permukaan. Hal ini akan menurunkan laju infiltrasi yang juga dapat
terjadi karena pengalihan fungsi laham, kesalahan saat pengolahan lahan, maupun pemadatan
Kondisi hutan di Sumatera Utara umumnya mempunyai potensi yang telah menurun
bahkan di beberapa tempat telah berubah fungsi menjadi areal perkebunan kelapa sawit. Tulisan
ini bertujuan untuk mengetahui perubahan yang terjadi terhadap laju infiltrasi di areal tersebut.
tanah dilakukan pada bulan April dan Agustus 2021 di Laboratorium Riset dan Teknologi
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta lokasi penelitian, sampel
tanah dan bahan-bahan kimia untuk menentukan tekstur, ruang pori, bulk density, kadar bahan
organik, dan struktur tanah serta air untuk menentukan laju infiltrasi.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah infiltrometer untuk menentukan
laju infiltrasi, GPS (global position sistem) untuk menentukan koordinat, ring sampel untuk
mengambil contoh tanah dalam menentukan bulk density, cangkul, ember, palu, parang,
kertas label, rol plastik, dan alat-alat lain yang menunjang proses penelitian.
Metode yang digunakan adalah metode double ring sample (infiltrometer cincin
ganda) untuk menentukan besarnya laju infiltrasi. Sebelum melakukan penelitian di lapangan,
terlebih dahulu dilakukan konsultasi dengan komisi pembimbing, pengadaan peralatan,
studi literatur, dan penyusunan usulan penelitan. Penelitian ini dilakukan dimulai dengan
dan pengambilan titik dengan menggunakan GPS, setelah itu dilakukan pelaksanaan survei
utama dengan tujuan pengukuran laju infiltrasi, pengambilan contoh tanah yang akan
volume air yang ditambahkan tiap selang waktu. Pengukuran volume dapat dilakukan
Pengukuran tinggi muka air dengan mencatat posisi waktu pada saat mulai pengukuran. Lalu
ukur perubahan tinggi muka air pada cincin dalam tiap selang waktu dan dicatat pada formulir
pengukuran.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Penerbit Institut Pertanian Bogor.
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Penerbit
Buckman, H. O., dan Brady. N. C. 1982. Ilmu Tanah. Jakarta: Penerbit Bratharakarya
Aksara.
Infiltrasi”. Vol 5 No 3
Hakim, et al. 1986, Dasar-dasar Ilmu Tanah. Lampung: Penerbit Universitas Lampung.
Halim, F. 2014. “Pengaruh Hubungan Tata Guna Lahan dengan Debit Banjir pada
Daerah Aliran Sungai Malalayang. Jurnal Ilmiah Media Engineering.” Vol.4 No. 1
ISSN: 2087-9334.
Harahap, Erwin, Masrul. 2007. “Peranan Tanaman Kelapa Sawit pada Konservasi Tanah dan
Air.”
Januardin. 2008. Pengukuran Laju Infiltrasi pada Tata Guna Lahan yang Berbeda di Desa
Medan.
Kartasapoetra, A,G. 1989. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha Merehabilitasinya. Jakarta: