Anda di halaman 1dari 20

SKENARIO 3

STATUS GIZI DAN PHBS

KETUA : Chintia Nilna Muna 1102009062

SEKRETARIS : Anneu Rostiana 1102009036

ANGGOTA : Adityo Wibhisono 1102009011

Alfisyahrin 1102009023

Bassam 1102009054

Citra Aminah Purnamasari 1102009065

Dias Nuzulia Afriani 1102009080

Julian Pratama 1102008127

Dewi Ayu 1102007082

Ega Surya Setya 1102007097

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


SKENARIO 3

STATUS GIZI DAN PHBS

Kasus gizi buruk di sejumlah daerah masih cukup tinggi, walaupun berdasarkan Riskesdas 2010 terjadi
penurunan 0,5% yaitu dari 5,4% tahun 2007 jadi 4,9% pada tahun 2010. Sedangkan prevalensi gizi
kurang masih tetap sebesar 13,0%. Bila dibandingkan dalam pencapaian sasaran MDG tahun 2005 yaitu
15,5% . Maka prevalensi 15,5% maka prevalensi berat kurang secara nasional harus diturunkan minimal
sebesar 2,4% dalam periode 2011 sampai 2015

Dari 53 Provinsi di Indonesia 18 provinsi masih memiliki prevalensi berat kurang di atas angka prevalensi
nasional yaitu berkisar 18,5% di provinsi Banten sampai 30,5% di provinsi Nusa tenggara Barat.

Salah satu cara menurunkan kasus gizi buruk adalah dengan Pemberian makanan tambahan (PMT)
kepada para balita. PMT dapat dilakukan di posyandu-posyandu melalui program revitalisasi posyandu.

Selain itu peran kesehatan lingkungan amatlah penting. Lingkungantempat tinggal harus memenuhi
syarat hidup sehat, dan perilaku harus diubah menjadi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Diharapkan masyarakat sekitar dapat menggalakan kepedulian social sesuai dengan syariah islam (jihad
sosial)
SASARAN BELAJAR

LO 1 Memahami dan menjelaskan status gizi pada anak

1.1 Definisi
1.2 Klasifikasi
1.3 Penilaian status gizi (antropometri)

LO 2 Memahami dan menjelaskan gizi buruk

2.1 Definisi

2.2 Etiologi

2.3 Pencegahan

2.4 Pengobatan

LO 3 Memahami dan menjelaskan posyandu

3.1 Definisi

3.2 Fungsi dan tujuan

3. 3 Program

3.4 Stratifikasi

3.5 Kegiatan posyandu dan system pelayanan 5 meja

LO 4 Memahami dan menjelaskan lingkungan perumahan dan rumah yang memenuhi syarat
kesehatan

4.1 Rumah memenuhi syarat kesehatan

4.2 Lingkungan perumahan yang memenuhi syarat kesehatan

4.3 Cegah TB dengan lingkungan dan rumah yang sehat

LO 5 Memahami dan menjelaskan PHBS

5.1 Pentingnya PHBS

5.2 Manfaat PHBS

5.3 Indikator PHBS

LO 6 Memahami dan menjelaskan jihad sosial


LO 1 Memahami dan menjelaskan status gizi pada anak
1.1 Definisi
1.1. Penilaian Status Gizi Anak
Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok masyarakat. Salah
satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan Antropometri.
Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropomteri disajikan dalam bentuk
indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut :
a. Umur.
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan
akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan
maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan
penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya
kecenderunagn untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun.
Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah
1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam
bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan ( Depkes, 2004).
b. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa
jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang
mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat
badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau
melakukan penilaian dengam melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran
dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan
paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja
tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan
perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu (Djumadias Abunain, 1990).

c. Tinggi Badan
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari keadaan
kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi
masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang
gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U ( tinggi badan
menurut umur), atau juga indeks BB/TB ( Berat Badan menurut Tinggi Badan) jarang
dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan
setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan
lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun ( Depkes
RI, 2004).
Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting untuk menentukan
status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan
Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya
gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (M.Khumaidi, 1994).
Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan sensitive/peka dalam
menunjukkan keadaan gizi kurang bila dibandingkan dengan penggunaan BB/U.
Dinyatakan dalam BB/TB, menurut standar WHO bila prevalensi kurus/wasting < -2SD
diatas 10 % menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat
serius dan berhubungan langsung dengan angka kesakitan
Tabel 1 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB Standart
Baku Antropometeri WHO-NCHS
Indeks yang Batas
No Sebutan Status Gizi
dipakai Pengelompokan
1 BB/U < -3 SD Gizi buruk
  - 3 s/d <-2 SD Gizi kurang
  - 2 s/d +2 SD Gizi baik
  > +2 SD Gizi lebih
2 TB/U < -3 SD Sangat Pendek
- 3 s/d <-2 SD Pendek
- 2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Tinggi
3 BB/TB < -3 SD Sangat Kurus
- 3 s/d <-2 SD Kurus
- 2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Gemuk
Sumber : Depkes RI 2004.

Data baku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U dan BB/TB disajikan dalan dua versi
yakni persentil (persentile) dan skor simpang baku (standar deviation score = z). Menurut
Waterlow,et,al, gizi anak-anak dinegara-negara yang populasinya relative baik (well-
nourished), sebaiknya digunakan “presentil”, sedangkan dinegara untuk anak-anak yang
populasinya relative kurang (under nourished) lebih baik menggunakan skor simpang
baku (SSB) sebagai persen terhadap median baku rujukan ( Djumadias Abunaim,1990).

1.2. Klasifikasi Status Gizi

Tabel 2. Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks Antropometri (BB/U,TB/U,


BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS)
Indeks yang digunakan
No Interpretasi
BB/U TB/U BB/TB

1 Rendah Rendah Normal Normal, dulu kurang gizi


Rendah Tinggi Rendah Sekarang kurang ++
Rendah Normal Rendah Sekarang kurang +
2 Normal Normal Normal Normal
Normal Tinggi Rendah Sekarang kurang
Normal Rendah Tinggi Sekarang lebih, dulu kurang
3 Tinggi Tinggi Normal Tinggi, normal
Tinggi Rendah Tinggi Obese
Tinggi Normal Tinggi Sekarang lebih, belum obese
Keterangan : untuk ketiga indeks ( BB/U,TB/U, BB/TB) :
Rendah : < -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Normal : -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Tinggi : > + 2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS

Sumber : Depkes RI 2004.

Pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan mengurangi


Nilai Induvidual Subjek (NIS) dengan Nilai Median Baku Rujukan (NMBR) pada umur
yang bersangkutan, hasilnya dibagi dengan Nilai Simpang Baku Rujukan (NSBR). Atau
dengan menggunakan rumus :

Z-score = (NIS-NMBR) / NSBR

1.3Penilaian status gizi (antropometri)

Metode penilaian status gizi

A. Secara langsung

 Antropometri

Antropometri diartikan sebagai ukuran tubuh manusia. Dari sudut pandang gizi antropometri
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dari berbagai tingkat
umum dan tingkat gizi.Kegunaan: Untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan
energy. Ketidak seimbangan terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan
tubuh seperti lemak dan otot.

 Biokimia

Biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada
berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh antara lain: urine, darah, tinja, dan beberapa
jaringan tubuh seperti hati dan otot.Kegunaan: Untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan
akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi.

 Biofisik

Metode penentuan dengan melihat kemampuan fungsi(khususnya jaringan) dan melihat


perubahan struktur sari jaringan.Kegunaan: Pada kejadian buta senja epidemik. Cara yang
digunakan adalah tes adaptasi gelap.

B. Tidak langsung

 Survei konsumsi
Metode penentuan status gizi dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
Kegunaan: Memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat,
keluarga dan individu.

 Statistik vital

Menganalisa data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur,
angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu yang berhubungan dengan
gizi.Kegunaan: Sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi
masyarakat.

 Faktor ekologi

Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologi
dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan
ekologi seperti iklim, tanah, dan irigasi.Kegunaan: Mengetahui penyebab malnutrisi disuatu
masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi.

Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropometri disajikan dalam bentuk indeks
yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut :

d. Umur.

Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan
menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun
tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur
yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderunagn untuk memilih
angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur
anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1
bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa
umur dalam hari tidak diperhitungkan ( Depkes, 2004).

e. Berat Badan

Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan,
termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik
karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat badan ini
dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan
penilaian dengan melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang
dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak
digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada
ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi
gizi dari waktu ke waktu (Djumadias Abunain, 1990).

f. Tinggi Badan
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari keadaan
kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi
masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang
gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U ( tinggi badan
menurut umur), atau juga indeks BB/TB ( Berat Badan menurut Tinggi Badan) jarang
dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan
setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan
lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun ( Depkes
RI, 2004).

Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting untuk menentukan status
kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan Indeks BB/U,
TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi
pertumbuhan dan komposisi tubuh (M.Khumaidi, 1994).

LO 2 Memahami dan menjelaskan gizi buruk


2.1 Definisi
Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan karena kekurangan asupan energi dan
protein juga mikronutrien dalam jangka waktu lama. Anak disebut gizi buruk apabila berat badan
dibanding umur tidak sesuai (selama 3 bulan berturut-turut tidak naik) dan tidak disertai tanda-
tanda bahaya.
2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya gizi buruk secara langsung antara lain:
1. Penyapihan yang terlalu dini
2. Kurangnya sumber energi dan protein dalam makanan TBC
3. Anak yang asupan gizinya terganggu karena penyakit bawaan seperti
jantung atau metabolisme lainnya.

Penyebab tidak langsung:


1. Daya beli keluarga rendah/ ekonomi lemah
2. Lingkungan rumah yang kurang baik
3. Pengetahuan gizi kurang
4. Perilaku kesehatan dan gizi keluarga kurang

2.3 Pencegahan

Pencegahan gizi buruk


 Pemberian makanan tambahan pemulihan (MP-ASI) kepada balita gakin yang berat
badannya tidak naik atau gizi kurang
 Penyelenggaraan PMT penyuluhan setiap bulan di posyandu
 Konseling kepada ibu-ibu yang anaknya mempunyai gangguan pertumbuhan
2.4 Ada tiga tipe gizi buruk, antara lain:

1. Marasmus:
Anak sangat kurus, wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel, rambut tipis, jarang, kusam,
berubah warna, kulit keriput karena lemak di bawah kulit berkurang, iga gambang, bokong
baggy pant, perut cekung, wajah bulat sembab.
2. Kwarsiorkor:
rewel, apatis, rambut tipis, warna jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, kedua punggung kaki
bengkak, bercak merah kehitaman, di tungkai atau bokong.
3. Gabungan dari marasmus dan kwarsiorkor
2.5 Tatalaksana kasus gizi buruk
 Menyediakan biaya rujukan khusus untuk gizi buruk gakin baik di puskesmas/RS
(biaya perawatan dibebankan pada PKPS BBM)
 Kunjungan rumah tindak lanjut setelah perawatan di puskesmas/RS
 Menyediakan paket PMT (modisko, MP-ASI) bagi pasien paska perawatan
 Meningkatkan ketrampilan petugas puskesmas/RS dalam tatalaksana gizi buruk

LO 3 Memahami dan menjelaskan posyandu


3.1 Definisi

Definisi

Posyandu adalah suatu wadah komunikasi ahli teknologi dalam pelayanan kesehatan masyarakat
dari Keluarga Berencana dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat dengan
dukungan pelayanan serta pembinaan teknis dari petugas kesehatan dan keluarga berencana.

Sasaran

Sasaran Posyandu :

1. Bayi/Balita.
2. Ibu hamil/ibu menyusui.
3. WUS dan PUS.

3.2 Tujuan penyelenggara Posyandu

1. Menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu ( ibu Hamil,
melahirkan dan nifas)
2. Membudayakan NKKBS.
3. Meningkatkan peran serta dan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan
kesehatan dan KB Berta kegiatan lainnya yang menunjang untuk tercapainya masyarakat
sehat sejahtera.
4. Berfungsi sebagai Wahana Gerakan Reproduksi Keluarga Sejahtera, Gerakan Ketahanan
Keluarga dan Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera.
3.3 Stratifikasi Posyandu

Stratifikasi Posyandu, yang dikelompokkan menjadi 4 (empat) tingkat yaitu :

1. Posyandu Pratama (warna merah)

Posyandu tingkat pratama adalah Posyandu yang masih belum mantap, kegiatannya
belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas.Keadaan ini dinilai ” gawat”
sehingga intervensinya adalah pelatihan kader ulang. Artinya kader yang ada perlu
ditambah dan dilakukan pelatihan dasar lagi.

2. Posyandu Madya (warna kuning)

Posyandu pada tingkat madya sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per
tahun dengan rata – rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih. Akan tetapi cakupan
program utamanya (KIA, KB, Gizi dan Imunisasi) masih rendah yaitu kurang dari 50%.
Ini berarti kelestarian kegiatan Posyandu sudah baik tetapi masih rendah
cakupannya.Untuk itu perlu dilakukan penggerakan masyarakat secara intensif serta
penambahan program yang sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.

3. Posyandu Purnama (warna hijau)

Posyandu pada tingkat purnama adalah Posyandu yang frekuensinya lebih dari 8 kali per
tahun, rata – rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih dan cakupan 5 program utamanya
(KB, KIA, Gizi dan Imunisasi) lebih dari 50%. Sudah ada program tambahan bahkan
mungkin sudah ada dana sehat yang masih sederhana.

Intervensi pada Posyandu di tingkat ini adalah :

a.Penggarapan dengan pendekatan PKMD untuk mengarahkan masyarakat menentukan


sendiri pengembangan program di Posyandu.

b.Pelatihan Dana sehat agar di desa tersebut dapat tumbuh dana sehat yang kuat dengan
cakupan anggota minimal 50% KK atau lebih.

4. Posyandu Mandiri (warna biru)

Posyandu ini berarti sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur, cakupan 5 program
utama sudah bagus, ada program tambahan dan dana sehat telah menjangkau lebih dari
50% KK. Intervensinya adalah pembinaan dana sehat yaitu diarahkan agar dana sehat
tersebut menggunakan prinsip JPKM.

Seharusnya Posyandu menyelenggarakan kegiatan setiap bulan, jadi bila teratur akan ada
12 kali penimbangan setiap tahun. Dalam kenyataannya tidak semua Posyandu dapat
berfungsi setiap bulan sehingga frekuensinya kurang dari 12 kali setahun. Untuk ini
diambil batasan 8 (delapan) kali.
Posyandu yang frekuensi penimbangannya kurang dari 8 kali per tahun, dianggap masih
rawan sedangkan bila frekuensinya sudah 8 kali lebih dianggap sudah cukup mapan
(Depkes RI, 1997).

3.4 Kegiatan Posyandu dan system pelayanan 5 meja

Kegiatan Posyandu

Kegiatan posyandu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan / pilihan.
Secara rinci kegiatan Posyandu adalah sebagai berikut:

1. Kesehatan Ibu dan Anak

Ibu Hamil

Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu hamil mencakup:

Penimbangan berat badan dan pemberian tablet besi yang dilakukan Jika ada petugas
Puskesmas ditambah dengan pengukuran tekanan darah dan pemberian imunisasi
Tetanus Toksoid. Bila tersedia ruang pemeriksaan, ditambah dengan pemeriksaan tinggi
fundus/usia kehamilan. Apabila ditemkan kelainan, segera dirujuk ke Puskesmas.

Untuk lebih meningkatkan kesehatan ibu hamil, perlu diselenggarakan Kelompok Ibu
Hamil pada setiap hari buka Posyandu atau pada hari lain sesuai dengan kesepakatan.
Kegiatan kelompok Ibu Hamil antara lain sebagai berikut:

a. Penyuluhan: tanda bahaya pada ibu hamil, persiapan persalinan, persiapan


menyusui, KB dan gizi
b.  Perawatan payudara dan pemberian ASI
c. Peragaan pola makanan ibu hamil
d. Peragaan perawatan bayi baru lahir
e. Senam ibu hamil

Ibu Nifas dan Ibu Menyusui

Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu nifas dan menyusui mencakup:

1. Penyuluhan kesehatan, KB, ASI dan gizi, ibu nifas, perawatan kebersihan jalan
lahir (vagina)
2. Pemberian vitamin A dan tablet besi
3. Perawatan payudara
4. Senam ibu nifas
5. Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dan tersedia ruangan, dilakukan
pemeriksaan kesehatan umum, pemeriksaan payudara, pemeriksaan tinggi
fundus dan pemeriksaan lochia. Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke
Puskesmas.
Bayi dan Anak Balita

Pelayanan Posyandu untuk balita harus dilaksanakan secara menyenangkan dan memacu
kreativitas tumbuh kembang anak. Jika ruang pelayanan memadai, pada waktu menunggu giliran
pelayanan, anak balita sebaiknya tidak digendong melainkan dilepas bermain sesama balita
dengan pengawasan orang tua di bawah bimbingan kader.

 Untuk itu perlu disediakan sarana permainan yang sesuai dengan umur balita. Adapun jenis
pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita mencakup:

1. Penimbangan berat badan

2. Penentuan status pertumbuhan

3. Penyuluhan

4. Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi


dan deteksi dini tumbuh kembang. Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke
Puskesmas.

Keluarga Berencana

Pelayanan KB di Posyandu yang dapat diselenggarakan oleh kader adalah pemberian kondom
dan pemberian pil ulangan. Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan suntukan KB, dan
konseling KB. Apabila tersedia ruangan dan peralatan yang  menunjang dilakukan pemasangan
IUD.

Imunisasi

Jenis imunisasi yang diberikan disesuaikan dengan program, baik terhadap bayi dan balita
maupun terhadap ibu hamil.

Gizi

Sasarannya adalah bayi, balita, ibu hamil dan WUS. Jenis Pelayanan yang diberikan meliputi
penimbangan berat badan, deteksi dini gangguan pertumbuhan, penyuluhan gizi, pemberian
PMT, pemberian vitamin A dan pemberian sirup Fe. Khusus untuk ibu hamil dan ibu nifas
ditambah dengan pemberian tablet besi serta kapsul Yodium untuk yang bertempat tinggal di
daerah gondok endemik. Apabila setelah 2 kali penimbangan tidak ada kenaikan berat badan,
segera dirujuk ke Puskesmas.

Pencegahan dan pengendalian diare

Penanggulangan diare di Posyandu dilakukan antara lain penyuluhan, pemberian larutan gula
garam yang dapat dibuat sendiri oleh masyarakat atau pemberian Oralit yang disediakan.
3.5 Pelayanan yang diberikan kader sesuai dengan sistem lima meja yang ditetapkan di
Posyandu (Depkes RI, 2003) yaitu

1. Meja I, pada meja ini dilakukan kegiatan yaitu pendaftaran, pencatatan bayi, balita,
ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur.

2. Meja II, pada meja ini dilakukan kegiatan yaitu penimbangan balita dan ibu hamil.

3. Meja III, pada meja ini dilakukan kegiatan yaitu pengisian KMS (Kartu Menuju
Sehat).

4. Meja IV, pada meja ini dilakukan kegiatan yaitu diketahui berat badan anak
naik/tidak naik penimbangan di meja II, mengetahui ibu hamil dengan risiko tinggi
dan PUS yang belum ber – KB penyuluhan kesehatan, pelayanan PMT, oralit,
vitamin A, tablet zat besi, pil dan kondom.

5. Meja V, pemberian imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan kesehatan dan


pengobatan, pelayanan kontrasepsi IUD dan suntikan.

Untuk meja I sampai IV kegiatan dilaksanakan oleh kader kesehatan dan untuk meja V
dilaksanakan oleh petugas kesehatan di antaranya dokter, bidan, dan juru imunisasi.

LO 4 Memahami dan menjelaskan lingkungan perumahan dan rumah yang memenuhi


syarat kesehatan
4.1 Rumah memenuhi syarat kesehatan

Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa
kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
hunian yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan yaitu kelengkapan dasar fisik lingkungan,
misalnya penyediaan air minum, pembuangan sampah, listrik, telepon, jalan, yang
memungkinkan lingkungan pemukiman berfungsi sebagaimana mestinya; dan sarana lingkungan
yaitu fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan serta pengembangan kehidupan
ekonomi, sosial dan budaya, seperti fasilitas taman bermain, olah raga, pendidikan, pertokoan,
sarana perhubungan, keamanan, serta fasilitas umum lainnya.

Persyaratan Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman menurut Kepmenkes No


829/Menkes/SK/VII/1999 adalah :

1.  Lokasi

 Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran lahar,
tanah longsor, gel tsunami, daerah gempa, dll
 Tidak terletak pada daerah bekas TPA sampah atau bekas tambang
 Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti jalur
pendaratan penerbangan

2.    Kualitas udara

 Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi


 Debu dengan diameter kurang dari 10 ug maks 150 ug/m3
 Debu mak 350 mm3/m2 perhari

3.    Kebisingan dan Getaran

 Kebisingan dianjurkan 45 dB A, mak 55 dB. A


 Tingkat getaran mak 10 mm/ detik

Kualitas Tanah di daerah Perumahan dan Pemukiman harus memenuhi persyaratan berikut:

 Kandungan Timah hitam (Pb) mak 300 mg/kg


 Kandungan Arsenik (As) total mak 100 mg/kg
 Kandungan Cadmium ( Cd) mak 20 mg/kg
 Kandungan Benzoa pyrene mak 1 mg/kg

Prasarana dan Sarana Lingkungan Pemukiman:

1. Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi kel dengan konstruksi yang aman
dari kecelakaan
2. Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vektor penyakit
3. Memiliki sarana jln lingk dengan ketentuan konstruksi jln tidak menganggu kes,
konstruksi trotoar tidak membahayakan pejalan kaki dan penyadang cacat, jembatan
harus memiliki pagar pengaman, lampu penerangan jalan tidak menyilaukan mata
4. Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang memenuhi
persyaratan kesehatan
5. Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi syarat kesehatan
6. Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah RT harus memenuhi syarat kesehatan
7. Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kes, kom, t4 kerja, t4 hiburan, t4 pendidikan,
kesenian, dll
8. Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan penghuninya
9. Tempat pengelolaan makanan harus menjamin tidak terjadi kontaminasi makanan yg
dapat menimbulkan keracunan

Vektor penyakit

 Indeks lalat harus memenuhi syarat;


 Indeks jentik nyamuk dibawah 5%.
Penghijauan

Pepohonan untuk penghijauan lingkungan pemukiman merupakan pelindung dan juga berfungsi
untuk kesejukan, keindahan dan kelestarian alam.

Adapun Persyaratan Rumah Tinggal Menurut Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999


adalah:

1.    Bahan bangunan

 Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepapaskan bahan yang dapat membahayakan kes,
antara lain: debu total kurang dari 150 ug/m2, asbestos kurang dari 0,5 serat/m3 per 24
jam, plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg
 Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan bekembangnya mikroorganisme
patogen

2.    Komponen dan Penataan Ruang

 Lantai kedap air dan mudah dibersihkan


 Dinding rumah memiliki ventilasi, dikamar mandi dan kamar cuci kedap air dan mudah
dibersihkan
 Langit2 rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan
 Ada penangkal petir
 Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya
 Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap

3.     Pencahayaan

 Pencahayaan alam dan/ atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi
seluruh ruangan dengan intensitas penerangan 60 lux dan tidak menyilaukan mata

4.    Kualitas udara

 Suhu udara nyamannya 18-30 0 c


 Kelembaban udara 40-70 %
 Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam
 Pertukaran udara

Ventilasi : Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai.

Vektor penyakit : Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.

Penyediaan air

 Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/ orang/hari;
 Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air minum
menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun 2002.

Pembuangan Limbah

 Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan
bau, dan tidak mencemari permukaan tanah;
 Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau, tidak mencemari
permukaan tanah dan air tanah.

Kepadatan hunian Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2
orang tidur.

LO 5 Memahami dan menjelaskan PHBS


5.1 Pentingnya PHBS
Pentingnya PHBS

1. Sehat adalah karunia Tuhan yang perlu disyukuri, karena sehat merupakan hak
asasi manusia yang harus dihargai. Sehat juga investasi untuk meningkatkan
produktivitas kerja guna meningkatkan kesejahteraan keluarga. Orang bijak
mengatakan bahwa “Sehat memang bukan segalanya tetapi tanpa kesehatan
segalanya menjadi tidak berarti”. Karena itu kesehatan perlu dijaga, dipelihara
dan ditingkatkan oleh setiap anggota rumah tangga serta diperjuangkan oleh
semua pihak.
2. Oleh karena itu pada tanggal 1 Maret 1999 Presiden RI mencanangkan
pembangunan nasional berwawasan kesehatan yang artinya setiap sektor harus
mempertimbangkan dampak pembangunan terhadap kesehatan
3. Kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku dari yang tidak sehat
menjadi perilaku sehat dan menciptakan lingkungan sehat di rumah tangga
4. Cakupan rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat sesuai profil PHBS
Propinsi Sulawesi Selatan tahun 2004 hanya kurang lebih 14 %
5. Rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat dapat terwujud apabila ada
keinginan, kemauan dan kemampuan para pengambil keputusan dan lintas
sektor terkait agar PHBS menjadi program prioritas dan menjadi salah satu
agenda pembangunan di Kabupaten/Kota, serta didukung oleh masyarakat.

5.2 Manfaat PHBS

1. Setiap rumah tangga meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit.


2. Rumah tangga sehat dapat meningkat produktivitas kerja anggota keluarga
3. Dengan meningkatnya kesehatan anggota rumah tangga maka biaya yang
tadinya dialokasikan untuk kesehatan dapat dialihkan untuk biaya investasi
seperti biaya pendidikan dan usaha lain yang dapat meningkatkan kesejahteraan
anggota rumah tangga
4. Salah satu indikator menilai keberhasilan Pemerintah Daerah Kabupaten /Kota
dibidang kesehatan
5. Meningkatnya citra pemerintah daerah dalam bidang kesehatan
Dapat menjadi percontohan rumah tangga sehat bagi daerah lain.

5.3 Indikator PHBS


Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga

PHBS di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu,
mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam
gerakan kesehatan di masyarakat.

PHBS di Rumah Tangga dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga ber PHBS yang melakukan
10 PHBS yaitu :

1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan


2. Memberi ASI ekslusif
3. Menimbang balita setiap bulan
4. Menggunakan air bersih
5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
6. Menggunakan jamban sehat
7. Memberantas jentik dd rumah sekali seminggu
8. Makan buah dan sayur setiap hari
9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
10. Tidak merokok di dalam rumah .

Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS di sekolah yaitu
:

1. Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan sabun


2. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah
3. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat
4. Olahraga yang teratur dan terukur
5. Memberantas jentik nyamuk
6. Tidak merokok di sekolah
7. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap 6 bulan
8. Membuang sampah pada tempatnya

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Tempat - tempat Umum


PHBS di Tempat - tempat Umum adalah upaya untuk memberdayakan masyarakat pengunjung
dan pengelola tempat - tempat umum agar tahu, mau dan mampu untuk mempraktikkan PHBS
dan berperan aktif dalam mewujudkan tempat - tempat Umum Sehat.

Tempat - tempat Umum adalah sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah/swasta, atau
perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat seperti sarana pariwisata,
transportasi, sarana ibadah, sarana perdagangan dan olahraga, rekreasi dan sarana sosial lainnya.

Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS di Tempat - Tempat
Umum yaitu :

1. Menggunakan air bersih


2. Menggunakan jamban
3. Membuang sampah pada tempatnya
4. Tidak merokok di tempat umum
5. Tidak meludah sembarangan
6. Memberantas jentik nyamuk

LO 6 Memahami dan menjelaskan jihad sosial

Jihad sosial yaitu sikap atau tindakan yang membutuhkan kesungguhan, seperti
kesungguhan dalam bersumpah, kesungguhan orang tua dalam memaksa anaknya
agar mengganti aqidah, kesungguhan seseorang meraih sesuatu dengan segala
kemampuan.

Karakteristik Jihad
1. Jihad dengan al-Quran
“(inilah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan
manusia dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang.”
(Ibrahim[14]: 1)
2. Jihad dengan harta
Jihad dengan harta merupakan perjuangan yang memiliki dimensi spiritual
yang sangat tinggi, sebab tidak semua orang memiliki kesadaran berkorban
dijalan Allah dengan harta mereka. Atas dasar itu, maka setiap pengorbanan
dengan harta di jalan Allah, diganjar oleh Allah dengan derajat dan kemuliaan
(QS. al-Nisa [4]: 49-96) dan (QS. at-Taubah [9]: 20)
3. Jihad dengan Jiwa (anfus)
Jihad bil al anfus ,erupakan jihad tertinggi yang dilakukan sepanjang hayat
manusia terutama dalam menjalankan tugas kekhalifannya di muka bumi

Dimensi-dimensi Jihad
1. Jihad di Bidang Sosial Pendidikan
Pendidikan merupakan proses pembentukan karakter dan kepribadian
seseorang sehingga pendidikan juga merupakan salah satu bentuk Jihad dalam
kehidupan.
2. Jihad di Bidang Sosial Ekonomi
Jihad sosial ekonomi adalah gerakan memperjuangkan kehidupan ekonomi
lebih baik.
3. Jihad Sosial Kemasyarakatan
Jihad sosial kemasyarakatan dilakukan sebagai bentuk upaya memberikan
bantuan dan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat, termasuk di dalamnya
adalah di bidang pelayanan kesehatan.

Hukum dan dalil jihad social :

Jika kita cermati dalil-dalil dalam al-Quran dan Sunnah sesungguhnya


terdapat hukum-hukum yang dalil-dalilnya bersifat pasti dan tidak perlu
dilakukan ijtihad. Ada ayat-ayat al-Quran yang maknanya qath’i dan hadis-
hadis Nabi saw. yang sumbernya tidak diragukan lagi (mutawatir) memang
berasal dari beliau dan maknanya juga qath’i. Dalil-dalil semacam itu adalah
dalil-dalil qath’i yang dapat dipahami begitu saja dan penolakan terhadapnya
berarti bentuk kekufuran. Misalnya, masalah akidah, seperti keyakinan
terhadap surga dan neraka, serta Yaumul Hisab, adalah masalah-masalah
agama yang tidak dapat dibantah lagi kepastiannya sehingga kita tidak punya
alasan untuk tidak meyakininya.
Ada contoh beberapa hukum syara’ yang juga bersifat pasti dan tegas, dan
penolakan terhadapnya akan menyebabkan kekufuran. Misalnya, al-Quran dan
Sunnah menyebutkan sejumlah dalil menyangkut kewajiban menegakkan
shalat. Penolakan atas kewajiban ini berarti kufur. Dalam surat al-Mu’minuun
(23) ayat 1-2, misalnya, Allah Swt. berfirman,
“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang
khusyu dalam shalatnya”
Dalam hadis Nabi saw. yang diriwayatkan dalam Musnad Imam Ahmad bin
Hambal:
“Perjanjian antara aku dan dirimu adalah shalat. Siapa saja yang melalaikan
shalat maka ia melakukan tindakan kufur”.
Karena itu, hukum syara’ dalam masalah wajibnya shalat bersifat qath’i.
Contoh lain tentang aturan yang pasti adalah haramnya riba yang sudah begitu
jelas ketika dalam surat al-Baqarah (2): 275 Allah Swt. berfirman:
“Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
Makna ayat ini sudah jelas dan pasti dan hanya dapat dimaknai sebagai
larangan untuk berurusan dengan riba dalam segala bentuknya, baik itu
melalui perbankan, meminjam dana dari IMF, maupun mendukung IMF
melalui pemberian dana bantuan.
Contoh lain hukum yang tidak dipertentangkan adalah masalah wajibnya
shaum di bulan Ramadhan, haramnya orang-orang kafir menguasai negeri-
negeri kaum muslim seperti al-Quds, wajibnya menegakkan hukum-hukum
Allah swt, serta wajibnya melakukan jihad. Hukum-hukum tersebut bersifat
pasti karena dalil-dalilnya qath’i. Dalam masalah-masalah tersebut, tidak ada
ruang bagi perbedaan pendapat atau pandangan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Azwar, A. 1990. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara Sumber


Daya.
2. Lubis, P. 1989. Perumahan Sehat. Jakarta: Depkes RI
3. Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta:
Rineka Cipta
4. Walton, P. 1991. Environment Health. New York: Academic Press
5. Kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Pasal "Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
Menegakkan Jihad Fii Sabiilillaah Bersama Ulil Amri". Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas,
Penerbit Pustaka Imam.
6. Departemen Kesehatan RI, Panduan Manajemen PHBS Menuju Kabupaten/Kota
Sehat Pusat Promosi Kesehatan Tahun 2002.
7. Departemen Kesehatan RI, Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Kabupaten/Kota, Jakarta 2004.

Anda mungkin juga menyukai