Anda di halaman 1dari 52

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etiologi Hipertensi


Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam.
Pada kebanyakan pasien etiologi dan patofisiologi tidak diketahui (essensial atau
hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di
kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai
penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab
hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder
dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara
potensial.16

2.1.1 Hipertensi primer (essensial)


Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial
(hipertensi primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial merupakan
95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin
berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum
satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut.
Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya
menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis
hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi
tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan
timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang
mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di dokumentasikan adanya
mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric
oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.16

2.1.2 Hipertensi sekunder


Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit
komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah (lihat
tabel 1). Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau
penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering.7 Obat-obat
tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau
memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat ini dapat
dilihat pada tabel 1. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan
menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati / mengoreksi kondisi
komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan
hipertensi sekunder.16

Tabel 1. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi.16

Penyakit Obat Obat


1. penyakit ginjal kronis 1. Kortikosteroid
2. hiperaldosteronisme primer 2. Estrogen (biasanya pil KB dg
3. penyakit renovaskular kadar estrogen tinggi)
4. sindroma Cushing 3. Non Steroidal Anti-
5. pheochromocytoma Inflammatory Drugs (NSAID) ,
6. koarktasi aorta cox-2 inhibitor
7. penyakit tiroid atau paratiroid 4. Fenilpropanolamine dan analog
5. Cyclosporin dan tacrolimus
6. Eritropoetin
7. Sibutramin
8. Antidepresan (terutama
venlafaxine)

2.2 Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi dari hipertensi, diantaranya menurut The Seventh
Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Eveluation,
and Tretment of High Blood Pressure (JNC) klasifikasi tekanan darah pada orang
dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan
derajat 2 (dilihat tabel 2), menurut World Health Organization (WHO) dan
International Society Of Hypertension Working Group (ISHWG) (dilihat tabel
3).17,18

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 8


Klasifikasi Tekanan Sistolik (mmHg) Target Diastolik
Darah target (mmHg)
Usia ≤ 60th < 140 < 90
Usia ≥ 60th < 150 <90
Dengan diabetes < 140 < 90
Dengan CKD < 140 < 90

Tabel 3. Klasifikasi Tekanan Darah World Health Organization (WHO) dan


International Society of Hypertension Working Group (ISHWG)
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal < 120 Dan < 80
Normal < 130 Dan < 85
Normal tinggi / 130 – 139 Atau 85 – 89
pra hipertensi
Hipertensi derajat I 140 – 159 Atau 90 – 99
Hipertensi derajat II 160 – 179 Atau 100 – 109
Hipertensi derajat III ≥ 180 Atau ≥ 110

2.3 Faktor Risiko


2.3.1 Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol
a. Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang
semakin besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun
mempunyai risiko terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko
terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia
lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas
umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan
tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya
meningkat ketika 50an dan 60an.16
Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat.
Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering
dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila
tekanan darah sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini
disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan
hormon. Tetapi bila perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa
memicu terjadinya hipertensi.16

b. Jenis Kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat
angka yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah
didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita.
Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan
daerah perkotaan di Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7%
wanita.16

c. Riwayat Keluarga
Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang
mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga
dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko
terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki
hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali
lipat. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkunan kita
mendapatkan penyakit tersebut 60%.16

d. Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar
monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang
penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila
dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya
akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-
50 tahun akan timbul tanda dan gejala.16

2.3.2 Faktor yang dapat diubah/dikontrol


a. Kebiasaan Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok
dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain
dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang
dihisap perhari. Seseoramg lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali
lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok.16
Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang
diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak
lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses
aterosklerosis dan hipertensi.16

b. Konsumsi Asin/Garam
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis
hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa
dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap
hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan
garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi
15-20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.16
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena
menarik cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan
volume dan tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3
gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan
asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi.
Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan
110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.16
Menurut Alison Hull, penelitian menunjukkan adanya kaitan antara
asupan natrium dengan hipertensi pada beberapa individu. Asupan natrium
akan meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan
volume darah.16

c. Konsumsi Lemak Jenuh


Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan
berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga
meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan
darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan
yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh
secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain
yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.16

d. Penggunaan Jelantah
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali
dipakai untuk menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang
telah rusak. Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti
kelapa, sawit, kedelai, jagung dan lain-lain. Meskipun beragam, secara
kimia isi kendungannya sebetulnya tidak jauh berbeda, yakni terdiri dari
beraneka asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak tidak jenuh (ALTJ).
Dalam jumlah kecil terdapat lesitin, cephalin, fosfatida, sterol, asam lemak
bebas, lilin, pigmen larut lemak, karbohidrat dan protein. Hal yang
menyebabkan berbeda adalah komposisinya, minyak sawit mengandung
sekitar 45,5% ALJ yang didominasi oleh lemak palmitat dan 54,1% ALTJ
yang didominasi asam lemak oleat sering juga disebut omega-9. minyak
kelapa mengadung 80% ALJ dan 20% ALTJ, sementara minyak zaitun dan
minyak biji bunga matahari hampir 90% komposisinya adalah ALTJ.16

e. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol


Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol
berat cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi
belum diketahui secara pasti. Orang-orang yang minum alkohol terlalu
sering atau yang terlalu banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada
individu yang tidak minum atau minum sedikit.16
Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai karena
survei menunjukkan bahwa 10 % kasus hipertensi berkaitan dengan
konsumsi alkohol. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol
masih belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan
peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan
dalam menaikkan tekanan darah.16

f. Obesitas
Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan
yang mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya
hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak
darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan
tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah
menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding
arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung
dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh
menahan natrium dan air.16
Berat badan dan indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung
dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk
menderita hipertensi pada orang yang mengalami obesitas 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita
hipertensi ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat badan lebih.16

g. Olahraga
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi
karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif
juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi
sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi.
Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan
yang dibebankan pada arteri.16

h. Stres
Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan
bila stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa
mendadak menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun
akibat stress berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat
dipastikan.16

i. Penggunaan Estrogen
Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara epidemiologi
belum ada data apakah peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan
karena estrogen dari dalam tubuh atau dari penggunaan kontrasepsi
hormonal estrogen. MN Bustan menyatakan bahwa dengan lamanya
pemakaian kontrasepsi estrogen (± 12 tahun berturut-turut), akan
meningkatkan tekanan darah perempuan.16
2.4 Patogenesis
Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi
dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan dukungan
dari arteri (peripheral resistance/PR). Fungsi kerja masing-masing penentu
tekanan darah ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang kompleks.
Hipertensi sesungguhnya merupakan abnormalitas dari faktor-faktor tersebut,
yang ditandai dengan peningkatan curah jantung dan / atau ketahanan periferal.17,18

Gambar 1. Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah.17,18

Hipertensi dapat menyebabkan aterosklerosis dimana aterosklerosis


didasari pada 5 mekanisme:19
1. Reaksi inflamasi
2. Hiperkoagulasi
3. Disfungsi endotel
4. Pembentukan plak
5. Pengendapan garam kalsium fosfat
Hipertensi yang tidak terkontrol akan menyebabkan stressor pada endotel
sehingga endotel akan mengekspresikan sitokin pro inflamasi antara lain: TNFα,
IL-1, IL17, IL-22, dll, growth factor (TGF-β1).20
TNFα akan menyebabkan kematian endotel (apoptosis jalur ekstrinsik),
meningkatkan hiperkoagulasi, meningkatkan reactive oxygen species (ROS),
dimana ROS akan menyebabkan disfungsi endotel dan kematian endotel
(apoptosis jalur instrinsik)
IL-6 dianggap sitokin paling aterogenik. IL-6 merangsang hepatosit
kemudian mengekspresikan C-Reaktif protein (CRP), CRP akan menyebabkan
disfungsi endotel dan mengekspresikan ROS.20
IL-1 akan menyebabkan pembentukan plak sehingga aterosklerosis makin
progresif
Growth factor misalnya TGF-β1 merangsang sel otot polos pembuluh darah
sehingga terjadi proliferasi dan ekspresi extra selular matrik (termasuk kolagen).
Akibatnya akan terjadi penebalan stratum muscular pembuluh darah maupun
miokard dan pembentukan kolagen yang berlebihan. Mekanisme ini yang akan
menyebabkan remodeling kardiovaskuler. Hipertensi juga dapat didasari oleh
peningkatan aktivitas Renin Angiotensin Aldosteron (RAA) system. Peningkatan
RAA system bisa disebabkan oleh rangsangan saraf simpatis, iskemia (akibat
aterosklerosis), intake natrium yang berlebihan dan lain-lain. Peningkatan
aktivitas RAA system akan menghasilkan angiotensin II dimana angiotensin II
dapat meningkatkan ekspresi ROS, reaksi inflamasi, remodeling pembuluh darah
dan hiperkoagulasi. Mekanisme tersebut diatas akan menyebabkan peningkatan
progresifitas aterosklerosis. Untuk menghambat aktifvitas angiotensin II obat yang
paling tepat adalah Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor atau
Angiotensin Reseptor Blocker (ARB).20

2.5 Gambaran Klinis


Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang
mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-
tahun berupa:
1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
tekanan darah intrakranium.
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
3. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
5. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.

2.6 Diagnosis
Menurut Slamet Suyono, evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan:
1. Mengidentifikasi penyebab hipertensi.
2. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya
penyakit, serta respon terhadap pengobatan.
3. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit
penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan
pengobatan.
Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan
penunjang. Peninggian tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya
tanda klinis hipertensi sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah yang
akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran seperti faktor
pasien, faktor alat dan tempat pengukuran.16
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama
menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit
jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat
penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi,
perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat
dan faktor psikososial lingkungan keluarga, pekerjaan, dan lain-lain). Dalam
pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan
jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang dengan kontrolatera.16

2.7. Anatomi Retina

Gambar 2. Anatomi Bola Mata

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan


multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.
Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan
akhirnya di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm
di belakang garis Schwalbe pada system temporal dan 5,7 mm di belakang garis
ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan membran
Bruch, koroid, dan sklera. Retina menpunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan
0.23 mm pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula.
Secara klinis makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan
yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil), yang berdiameter 1,5 mm. Di
tengah makula, sekitar 3,5 mm disebelah lateral diskus optikus, terdadapt fovea
yang secara klinis merupakan suatu cekungan yang merupakan pantulan khusus
bila dilihat dengan opthlasmoskop. Fovea merupakan jaringan zona avaskular
diretina pada angiografi flourosensi. Secara histologis, fovea ditandai dengan
menipisya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan parenkim karena akson -
akson sel fotoreseptor (lapisan serat henle) berjalan oblik dan pergeseran secara
sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaaan dalam retina. Foveola
adalah bagian paling tengah pada fovea, fotoreseptornya adalah sel kerucut, dan
bagian retina yang paling tipis.21
Secara histologis, lapisan-lapisan retina terdiri atas 10 lapisan, mulai dari
sisi dalam adalah sebagai berikut:21,22
a. Membrana limitan interna, merupakan membran hialin antara retina
dan badan kaca.
b. Lapisan serabut saraf,yang mengandung akson – akson sel ganglion
yang berjalan menuju ke Nervus Optikus. Di dalam lapisan – lapisan
ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
c. Lapisan sel ganglion, yang merupakan lapis badan sel dari pada
Nervus Optikus.
d. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan –
sambungan sel ganglion dalam sel amakrin dan sel bipolar.
e. Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, amakrin dan sel
horizontal. Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina
sentral.
f. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan – sambungan
sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor.
g. Lapisan inti luar, yang merupakan susunan lapis nukleus, sel kerucut
dan batang. Ketiga lapis di atas avaskuler dan mendapat metabolisme
dari kapiler koroid.
h. Membrana limitan eksterna, yang merupakan membram ilusi.
i. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel
batang yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.
j. Epitelium pigmen retina.

Gambar 3. Penampang histologis lapisan retina

Retina memperoleh vaskularisasi dari 2 sumber, yaitu khoriokapilaris dan


arteri retina sentralis. Khoriokapilaris berada tepat di luar membrana bruch,
memperdarahi sepertiga bagian luar retina. Sedangkan arteri retina sentralis
memperdarahi dua pertiga bagian sebelah dalam. Arteri retina sentralis berasal
dari cabang pertama arteri ophtalmika, menembus bola mata dibagian medial
bawah 12 mm sebelah optik nervus dibelakang bola mata. Setelah masuk ke
dalam bola mata, arteri retina sentralis bercabang dua (bifurcatio), yaitu cabang
superior dan inferior. Setelah percabangan pertama, pembuluh darah menjadi
arteriol dan kehilangan lapisan otot serta lamina elastik internanya. Arteriol retina
yang berada dilapisan serat saraf akan bercabang- cabang akhirnya menjadi
jaringan kapiler yang luas, yang terletak pada semua lapis retina dalam sampai
membrana limitan eksterna.23
Arteriol berbeda dengan venula dari penampang yang bulat dan dindingnya
lebih tebal. Dinding kapiler terdiri dari suatu lapis endotel yang tidak terputus,
dikelilingi oleh selapise sel perisit yang terputus-putus. Ikatan endotel pembuluh
darah yang bersifat impermeabel merupakan sawar darah retina bagian dalam
(inner barrier), sedangkan sawar darah retina bagian luar dibentuk oleh ikatan
yang erat bagian lateral sel-sel epitel pigmen retina pada zonula adherens dan
zonula occludens (outer barrier).23
Vena mengikuti distribusi arteri. Secara histologi vena terdiri dari lapisan
enotelial dan jaringan penunjang yang lebih tipis dibandingkan dengan arteri.
Pada tempat-tempat tertentu terjadi persilangan arteri dengan vena, dimana 70%
arteri berada di atas vena. Pada persilangan arteri dan vena juga akan dijumpai
perselubungan (sheating) yang berasal dari tunika adventisia dari pembuluh
darah.23

2.8. Fisiologi Retina

Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata harus
berfungsi sebagai alat optik, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu
tranduser yang elektif. Sel – sel batang dan kerucut di lapisan foto reseptor
mampu mengubah rangsang cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan
oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan pada akhirnya ke korteks
penglihatan.21
Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah
rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat
saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula
bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk
penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea
sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel
ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang
paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion
yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari
susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan untuk penglihatan
sentral dan warna (penglihatan fototopik), sedangkan bagian retina lainnya, yang
sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk
penglihatan perifer dan malam (skotopik).21
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak dilapisan terluar yang avaskular
pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang
mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung
rodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif. Rodopsin
adalah suatu glukolipid membran yang separuh terbenam di lempeng membran
lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor. Penyerapan cahaya puncak pada
rodopsin terjadi pada panjang gelombang sekitar 500 nm, yang terletak di daerah
biru – hijau spektrum cahaya.21
Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang.
Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam – macam nuansa
abu-abu, tetapi warna tidak dapat dibedakan. Sewaktu retina telah berdapatasi
sepenuhnya, sensitivitas spektral retina bergeser dari puncak dominasi rodopsi
500 nm ke sekitar 560 nm, dan muncul sensasi warna. Suatu benda akan berwarna
bila benda tersebut mengandung fotopigmen yang menyerap panjang gelombang
tertentu dan secara selektif memantulkan atau menyalurkan panjang gelombang
tertentu di dalam spektrum sinar tampak (400 – 700 nm). Penglihatan siang hari
terutama oleh fotoreseptor kerucut, sore atau senja diperantarai oleh kombinasi sel
batang dan kerucut, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor batang. Warna
retina biasanya jingga.21
2.9. Pemeriksaan Funduskopi / Oftalmoskopi Retina

Pada pemeriksaan oftalmoskop yang di periksa adalah Nervus Optik, retina,


makula dan fovea, koroid dan pembuluh darah retina. Selain itu dapat juga dapat
diperiksan jaringan lain seperti kornea, COA, iris, koroid dan badan kaca,
meskipun dengan slitlamp pemeriksaan untuk jaringan ini lebih baik hasilnya.21
Pada pemeriksaan tampak fundus bewarna merah, papil batas tegas,
berwarna agak kemerahan, di tengahnya lebih pucat kurang lebih sepertiga
diameter pupil. Di tengah – tengah papil keluarlah arteri dan vena retina sentral
yang bercabang ke atas, ke bawah, kemudian ke nasal dan ke temporal. Arteri
dibedakkan dengan vena, arteri berbentuk lurus berwarna merah terang, lebih
kecil, sedangkan vena lebih berkelok – kelok, warna lebih tua, dsn lebih besar.
Perbandingan diameter arteri dan vena adaah 2 : 3. Pada daerah makula lutea,
yang letaknya 2 papil diameter temporal dari papil dan kelihatan sebagai bercak
yang berwarna lebih merah dari sekitarnya, di tengahnya terdapat fovea sentralis
yang terlihat seolah – olah ada cahaya pada tempat itu, karena ini disebut refleks
fovea (+).21,22
Gambar 4. Funduskopi Retina Normal

2.10. Retinopati Hipertensi

Retinopati hipertensi adalah kelainan atau perubahan vaskularisasi retina


pada penderita hipertensi.1 Hipertensi arteri sistemik merupakan tekanan diastolik
> 90 mmHg dan tekanan sistolik > 140 mmHg.  Jika kelainan dari hipertensi
tersebut menimbulkan komplikasi pada retina maka terjadi retinopati hipertensi.23

Klasifikasi Retinopati Hipertensi


Klasifikasi retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939 oleh
Keith Wagener Barker. Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat didasarkan pada
hubungan antara temuan klinis dan prognosis yaitu tediri atas empat kelompok
retinopati hipertensi.
Tabel 4 . Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939) 24

Stadium Karakteristik
Stadium I Penyempitan ringan, sklerosis dan hipertensi ringan,
asimptomatis.

Dalam periode 8 tahun : 4 % meninggal


Stadium II Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan
nicking arteriovenous

Dalam periode 8 tahun : 20 % meninggal


Stadium III Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik)

Dalam periode 8 tahun : 80 % meninggal


Stadium IV Edema neuroretinal termasuk papiledema

Dalam periode 8 tahun : 98 % meninggal


Tabel 5. Klasifikasi Scheie (1953) 24

Stadium Karakteristik
Stadium I Penciutan setempat pada pembuluh darah kecil
Stadium II Penciutan pembuluh darah arteri menyeluruh, dengan kadang-
kadang penciutan setempat sampai seperti benang, pembuluh
darah arteri tegang, embentuk cabang keras
Stadium III Lanjutan stadium II, dengan eksudasi cotton, dengan
perdarahan yang terjadi akibat diastol di atas 120 mmHg,
kadang-kadang terdapat keluhan berkurangnya penglihatan
Stadium IV Seperti stadium III dengan edema papil dengan eksudat star
figure, disertai keluhan penglihatan menurun dengan tekanan
diastol kira-kira 150 mmHg

Tabel 6. Modifikasi klasifikasi Scheie 23

Stadium Karakteristik
Stadium 0 Tidak ada perubahan
Stadium I Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi
Stadium II Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal
Stadium III Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat
Stadium IV Stadium III + papiledema
Tabel 7. Klasifikasi Retinopati Hipertensi tergantung dari berat ringannya
tanda – tanda yang terlihat pada retina.13

Retinopati Deskripsi Asosiasi sistemik


Mild Satu atau lebih dari tanda Asosiasi ringan dengan
berikut : Penyempitan arteioler penyakit stroke, penyakit
menyeluruh atau fokal, AV jantung koroner dan
nicking, dinding arterioler lebih mortalitas kardiovaskuler
padat (silver-wire)
Moderate Retinopati mild dengan satu atau Asosiasi berat dengan
lebih tanda berikut : Perdarahan penyakit stroke, gagal
retina (blot, dot atau flame- jantung, disfungsi renal
shape), mikroaneurisma, cotton- dan mortalitas
wool, hard exudates kardiovaskuler

Accelerated Tanda-tanda retinopati moderate Asosiasi berat dengan


dengan edema papil dan dapat mortalitas dan gagal
disertai dengan kebutaan ginjal
Tabel 8. Klasifikasi Retinopati Hipertensi di Bagian Ilmu Penyakit Mata
RSCM24
Tipe Funduskopi
Tipe 1 : Arteri menyempit dan pucat, arteri
Fundus hipertensi dengan atau tanpa meregang dan percabangan tajam,
retinopati, tidak ada sklerose, dan perdarahan ada atau tidak ada,
terdapat pada orang muda. eksudat ada atau tidak ada.
Tipe 2 : Pembuluh darah mengalami
Fundus hipertensi dengan atau tanpa penyempitan, pelebaran, dan
retinopati sklerose senile, pada orang sheating setempat. Perdarahan retina,
tua. tidak ada edema papil
Tipe 3 : Penyempitan arteri, kelokan
Fundus dengan retinopati hipertensi bertambah fenomena crossing,
dan arteriosklerosis, terdapat pada perdarahan multiple, cotton wall
orang muda. patches, macula star figure.
Tipe 4 : Edema papil, cotton wall patches,
Hipertensi progresif hard exudates, soft exudates, star
figure yang nyata.

Patofisiologi Retinopati Hipertensi


Peningkatan tekanan darah sistemik akan menyebabkan vasokonstriksi
arteriol. Vasokonstriksi terjadi karena adanya proses autoregulasi pada
pembuluh darah. Hasil penelitian wallow diketahui sel-sel perisit yang ada
didinding pembuluh darah yang berperan pada proses vasokonstriksi.
Vasokontriksi biasanya terjadi secara merata (difus) di seluruh pembuluh darah
retina, tetapi bisa juga ditemukan pada sebagian pembuluh darah (segmental).
Hipertensi yang berlangsung lama atau kronik akan menyebabkan terjadinya
perubahan dinding pembuluh darah (arteriosklerosis dan aterosklerosis).23
Arteriosklerosis adalah perubahan yang terjadi pada arteriol. Dinding
arteriol secara histologik terlihat menebal, karena pada tunika media terjadi
hipertrofi jaringan otot. Tunika intima mengalami proses hialinisasi, dan endotel
kapiler mengalami proses hipertofi, sehingga membentuk jaringan konsentrik
yang berlapis-lapis seperti kulit bawang (union skin). Proses yang terjadi diatas
menyebabkan lumen pembuluh darah menjadi kecil.25
Arteriosklerosis akan menyebabkan gangguan pada persilangan arteri
dengan vena (arteriovenous crossing). Dinding arteri yang kaku akan menekan
dinding vena yang lebih lembut. Dalam keadaan normal tidak terjadi penekanan
dan elevasi pada persilangan arteri dan vena. Penekanan pada vena oleh arteri
yang sklerosis dapat terjadi dalam beberapa tahap, vena yang berada di bawah
arteri tidak terlihat karena arteri yang sklerosis maka vena seolah terputus dan
akan muncul lagi secara perlahan setelah melewati persilangan arteri
(arteriovenous nicking). Hal ini dikenal dengan nama Gunn’s phenomenon.
Bentuknya bervariasi tergantung dari beratnya sklerosis, bila sklerosis lebih
berat menyebabkan vena menjadi defleksi pada daerah persilangan, yang terlihat
seperti huruf S atau Z (salus sign). Pada keadaan tertentu vena berada di atas
arteri, sehingga akan terlihat elevasi vena di atas arteri. Tahap selanjutnya akan
terjadi stenosis vena di bagian distal persilangan karena proses sklerosis arteri
yang berat.25
Lumen vena yang menyempit karena penekanan oleh arteri yang sklerosis,
menyebabkan aliran darah menjadi lebih cepat, dapat menimbulkan proliferasi
endotel dan kadang-kadang terbentuk trombus. Trombus menyebabkan
tersumbatnya aliran darah, sehingga akan menyebabkan timbulnya tanda-tanda
oklusi vena retina sentral. Dalam keadaan normal dinding arteriol tidak terlihat,
yang terlihat adalah sel-sel darah merah di dalam lumen. Bertambahnya
ketebalan dinding arteriol karena proses arterioseklerosis maka terjadi perubahan
refleks cahaya arteriol. Pantulan cahaya dari permukaan dinding arteriol yang
konveks terlihat seperti garis tipis yang mengkilat di tengah kolom darah (refleks
cahaya normal). Pada pembuluh darah yang menebal, pantulan refleks cahaya
normal hilang dan cahaya terlihat lebih luas dan buram. Hal ini dianggap sebagai
tanda awal terjadinya arteriosklerosis.25
Pada funduskopi akan terlihat sebagian pembuluh darah seperti tembaga
(copper wire), karena meningkatnya ketebalan dinding dan lumen berkurang
kemudian terjadi perubahan pada refleks cahaya arteriol. Bila proses sklerosis
berlanjut, dinding arteri semakin menebal dan lumen mengecil yang akhirnya
hampir tidak terlihat sehingga waktu penyinaran hanya berbentuk garis putih
saja, yang dikenal sebagai refleks kawat perak (silver wire reflex).23
Perdarahan akan terjadi bila hipertensi berlangsung lama dan tidak
terkontrol. Proses yang kronik ini akan menyebabkan kerusak inner blood
barrier, sehingga terjadi ekstravasasi plasam dan sel darah merah ke retina (hard
exudates). Perdarahan biasanya terjadi pada lapisan serabut saraf retina,
distribusinya mengikuti alur serabut saraf, sehingga terlihat seperti lidah api
(flame shape). Kerusakan ditingkat kapiler maka perdarahan terjadi pada lapisan
inti dalam atau pleksiform dalam, bentuknya lebih bulat (blot like appearance).
23

Iskemik fokal atau area non perfusi yang terjadi pada lapisan serabut saraf
retina, maka serabut saraf akan berdegenerasi menjadi bengkak dan secara
histologi tampak seperti suatu kelompok cystoid bodies. Kelainan ini dikenal
dengan cotton wool spot (soft exudates), yang pada pemeriksaan funduskopi
terlihat sebagai area putih keabuan seperti kapas dengan batas yang tidak tegas.4
Papil edema disebabkan oleh adanya iskemia didaerah papil yang akan
menyebabkan hambatan aliran axoplasma, sehingga terjadi pembengkakan axon
di papil nervus optikus.26
Ateroskelrosis adalah proses sklerosis yang terjadi pada pembuluh darah
retina yang lebih besar. Pada ateroskelrosis sering ditemukan fibrosis dan
kalsifikasi pada tunika intima. Pada keadaan hipertensi accelerated terjadi
pembentukan plak yang besar di intra lumen yang akan menyumbat pembuluh
darah besar sehingga akan timbul komplikasi dalam bentuk oklusi cabang retina
sentralis (BRAO) atau arteri retina sentralis (CRAO).23,25

Gejala Klinik
Retinopati hipertensi merupakan penyakit yang berjalan secara kronis
sehingga gejala penyakit awal sering tidak dirasakan. Penderita retinopati
hipertensi biasanya akan mengeluhkan sakit kepala dan nyeri pada mata.6
Penurunan penglihatan atau penglihatan kabur hanya terjadi pada stadium III atau
stadium IV oleh karena perubahan vaskularisasi akibat hipertensi seperti
perdarahan, cotton wool spot, telah mengenai makula.23

Diagnosis
Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan pada anamnesis
(riwayat hipertensi), pemeriksaan fisik (tekanan darah), pemeriksaan oftalmologi
(funduskopi), dan pemeriksaan penunjang dengan angiografi fluorosens. Pada
anamnesis penglihatan yang menurun merupakan keluhan utama yang sering
diungkapkan oleh pasien. Pasien mengeluhkan buram dan seperti berbayang
apabila melihat sesuatu. Penglihatan biasanya turun secara perlahan sehingga
tidak disadari. Pemeriksaan tekanan darah didapatkan tekanan diastol > 90
mmHg dan tekanan sistol > 140 mmHg , sudah mulai terjadi perubahan pada
pembuluh darah retina.23
Pemeriksaan tajam penglihatan dan funduskopi adalah pemeriksaan
oftalmologi paling mendasar untuk menegakkan diagnosis retinopti hipertensi.
Melalui pemeriksaan funduskopi, dapat ditemukan berbagai kelainan retina pada
pasien retinopati hipertensi. Hasil pemeriksaan dengan oftlamoskop, sebagai
berikut
Gambar 4. Funduskopi pada penderita hipertensi

Gambar 5. Mild Hypertensive Retinopathy.


Ket : A. Nicking AV (panah putih) dan penyempitan arteriol lokal (panah hitam) .
B. Terlihat AV nicking (panah hitam) dan gambaran copper wiring pada arteriol
(panah putih).
Gambar 6. Moderate Hypertensive Retinopathy
Ket : A. AV nicking (panah putih) dan cotton wool spot (panah hitam).

B. Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah
putih)

Gambar 7. Gambaran cotton wool spot dan perdarahan retina

Ket : Multipel cotton wool spot (panah putih) , perdarahan retina (panah hitam).
Gambar 8. Hard exudate

Gambar 9. Gambaran Cotton wool spot , macula star figure disertai papil
edema

Ket : Panah biru : Cotton wool spot ; Panah putih : perdarahan (blot shape) ; Panah
hijau : eksudasi retina dan macular star (star figure) ; panah hitam : papil edema

Gambar 10. Funduskopi sesuai stadium retinopati hipertensi


Pemeriksaaan penunjang yang dilakukan setelah pemeriksaan funduskopi
adalah angiografi fluoresein. Kontras berupa bahan fluoresein dimasukkan
melalui vena di lengan. Ketika kontras sudah mencapai pembuluh darah retina,
gambaran pembuluh darah tersebut difoto dengan kamera khusus yang
menggunakan sinar biru. Pemeriksaan ini dapat menentukan dengan tepat lokasi
terjadinya neovaskularisasi dan kebocoran kapiler retina.23
Gambar 11. Perbandingan foto retina dengan angiografi fluorosein

Pemeriksaan laboratorium juga penting untuk menyingkirkan penyebab


lain retinopati selain dari hipertensi. Untuk pemeriksaan laboratorium terutama
diperiksa kadar gula darah, lemak darah dan fungsi ginjal.13

2.11. Komplikasi

Komplikasi dari retinopati hipertensi yaitu berupa oklusi arteri retina sentralis
(CRAO), oklusi arteri retina cabang (BRAO), oklusi vena retina cabang (BRVO) .2,12
Penyebab dari oklusi arteri retina paling umum akibat adanya emboli. Arteri
oftalmika merupakan cabang pertama dari arteri karotis interna. Embolus bisa berasal
dari jantung atau arteri karotis yang secara jelas mengarah langsung ke mata. Emboli
dari jantung terdiri dari empat tipe, antara lain emboli terkalsifikasi dari katup aorta
atau mitral, vegetasi dari endokarditis bakterial, trombus yang berasal dari jantung
bagian kiri, dan materi miksomatosa akibat miksoma atrial.27
Penyakit arteri karotis juga dapat menjadi sumber emboli. Emboli retina dari
arteri karotis terdiri dari tiga tipe yaitu emboli kolesterol (plak Hollenhorst), emboli
fibrinoplatelet, dan emboli terkalsifikasi.27
Gambaran klinis dari oklusi arteri retina dapat berupa oklusi arteri retina
sentral, dan oklusi arteri retina cabang.27
CRAO (oklusi arteri retina sentral) biasanya diakibatkan oleh ateroma,
meskipun hal ini dapat disebabkan akibat emboli terkalsifikasi. Keluhan yang
dialami pasien biasanya bersifat akut dan hilangnya lapang pandang. Tanda-tanda
yang dapat ditemukan berupa pupil Marcus Gunn atau amaurotik, retina tampak
putih akibat pembengkakan dan terdapat cherry-red spot. Dengan pemeriksaan
angiografi menunjukkan penundaan pengisian arteri dan karena terdapat edema
retina maka fluoresensi ke bagian koroid tertutupi.27
BRAO (oklusi arteri retina cabang) paling sering diakibatkan oleh karena
emboli. Pasien dapat mengeluh hilangnya lapang pandang secara melintang atau
sektoral dan terjadi mendadak. Tanda yang dapat ditemukan berupa retina menjadi
putih di area yang dialiri arteri, pembengkakan berkabut perlahan menjernih, tetapi
bagian dalam retina menjadi atrofi dan berhubungan dengan hilangnya lapang
pandang sektoral yang permanen, dan pada beberapa kasus juga dapat ditemukan
rekanalisasi arteriol yang tersumbat. Pada fluoresensi angiografi menunjukkan area
yang terlibat menunjukkan gambaran tidak adanya perfusi.27
BRVO (oklusi vena retina cabang) akut tidak terlihat pada gambaran
funduskopi, dalam beberapa waktu dapat menimbulkan edema yang bersifat putih
pada retina akibat infark pada pembuluh darah retina. Seiring waktu, vena yang
tersumbat akan mengalami rekanalisasi sehingga kembali terjadi reperfusi dan
berkurangnya edema. Namun, tetap terjadi kerusakan yang permanen terhadap
pembuluh darah. Oklusi yang terjadi merupakan akibat dari emboli.27

2.12. Diagnosis Banding

Diagnosis banding mata tenang visus turun perlahan, adalah :24


a. Retinopati Diabetik
Gambaran Retinopati diabetik pada funduskopi hampir sama dengan
retinopati hipertensi yaitu ditemukan blotlike apperance, mikroaneurisma,
dilatasi vena dan berkelok-kelok, hard exudate, soft exudate,
neovaskularisasi, dan edema retina. Selain itu juga didapatkan gula darah
yang tidak terkontrol yaitu > 200 mg/dl.
b. Katarak
Penurunan visus perlahan pada pasien katarak akibat kekeruhan lensa yang
terjadi secara berangsur. Pada funduskopi direk didapatkan refleks fundus
yang hitam.
c. Glaukoma
Pada glaukoma terjadi peningkatan tekanan intraokular, defek lapang
pandang, atrofi papil saraf optik. Tekanan intraokular > 20mmHg, dan pada
pemeriksaan funduskopi terlihat atrofi papil saraf optik yang terlihat
warnanya dari merah kekuningan menjadi pucat, selain itu dapat ditemukan
pula edema papil.
d. Kelainan refraksi
Miopia, hipermetrop, astigmatisme adalah kelainan refraksi yang dapat
menyebabkan visus turun. Pada miopia panjang bola mata anteroposterior
yang lebih besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat,
sehingga bayangan dari benda jatuh didepan retina pada mata yang tidak
berakomodasi,. Pada hipermetropia gangguan kekuatan pembiasan mata
dimana sinar sejajar tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di
belakang retina. Astigmatisme jika berkas sinar tidak difokuskan pada satu
titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada dua garis titik yang saling
tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan kornea.

2.13. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan retinopati hipertensi bertujuan untuk membatasi kerusakan


yang sudah terjadi serta menghindari terjadinya komplikasi, Mengobati faktor primer
adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus akibat retinopati
arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Jika telah terjadi
perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis, maka kelainan klinis yang terjadi
tidak dapat diobati lagi tetapi dapat dicegah progresivitasnya.23,28
Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukan bahwa
tanda-tanda retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan
darah. Penggunaan obat ACEI (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor) terbukti
dapat mengurangi penebalan dinding arteri akibat hipertrofi.29
Tabel 6. Obat hipertensi oral yang dipakai di Indonesia30

Obat Dosis Efek Lama Perhatian khusus


kerja
Nifedipin (Ca 5-10 mg 5-15 4-6 jam Gangguan
antagonis) menit koroner
Kaptopril 12,5-2,5 15-30 6-8 jam Stenosis arteri
(ACE mg menit renalis
inhibitor)
Klonidin 75-150 mg 30-60 8-16 jam Mulut kering,
(alfa-2 agonis menit mengantuk
adrenergik)
Propanolol 10-40 mg 15-30 3-6 jam Bronkokonstriksi,
(beta blocker) menit blok jantung

Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Kontrol berat badan
dan diturunkan jika sudah melewati standar berat badan seharusnya. Konsumsi
makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake lemak tak
jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu dibatasi
dan olahraga yang teratur.29
Pengawasan oleh dokter mata dilakukan untuk mengevaluasi progresivitas
retinopati hipertensi dan komplikasinya. Komplikasi yang dapat terjadi seperti oklusi
arteri retina sentralis dan oklusi cabang vena retina merupakan perburukan dari
retinopati hipertensi yang tidak terkontrol secara baik. Jika sudah terjadi eksudat di
makula, KWB stadium III, dan sudah terjadi komplikasi maka fotokoagulasi laser
dapat dipertimbangkan.28
Fotokoagulasi laser merupakan salah satu terapi dalam penanganan
komplikasi tersebut. Terapi laser retina terbukti memperbaiki oksigenasi retina
bagian dalam. Fotokoagulasi pada fotoreseptor mengurangi konsumsi oksigen di
bagian luar retina dan menyebabkan oksigen lebih mudah berdifusi dari koroid ke
bagian dalam retina, sehingga meningkatkan tekanan oksigen dan mengurangi
hipoksia. Peningkatan tekanan oksigen di bagian dalam retina mengakibatkan
mekanisme autoregulasi berupa vasokonstriksi dan peningkatan tekanan arteriol,
sehingga menurunkan tekanan hidrostatik di kapiler dan venula. Menurut hukum
Starling, hal ini akan menurunkan aliran cairan dari kompartemen intravaskular ke
dalam jaringan dan menurunkan edema jaringan, bila berasumsi tekanan onkotik
konstan. Penurunan tekanan hidrostatik pada saat yang bersamaan menyebabkan
venula konstriksi dan memendek menurut hukum Laplace dan studi Kylstra dkk.31

2.14. Prognosis

Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan penglihatan


yang serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari proses hipertensi
kecuali terdapat oklusi vena atau arteri lokal. Namun, pada beberapa kasus,
komplikasi tetap tidak dapat di hindari walaupun dengan kontrol tekanan darah yang
baik.23,29
Keith Wagener Barker menentukan 5 year survival rate berdasarkan tidak
diberikan terapi medikamentosa yaitu antara lain grade I : 4%, grade II : 20%, grade
III : 80% , grade IV : 98%.23

2.15. Fungsi Kognitif


Dalam aspek pemeriksaan neurobehavior, terdapat beberapa domain atau
aspek besar yang dapat diperiksa. Keterkaitan beberapa aspek tersebut dapat
menjadikan diagnosis neurobehavior ditegakkan secara komprehensif. Karena pada
dasarnya, divisi neurobehavior mencakup domain-domain tersebut. Beberapa aspek
yang dimaksud adalah :32
1) Atensi

2) Bahasa

3) Memori

4) Visuospasial

5) Fungsi eksekutif

2.16 Atensi
Kemampuan mempertahankan atensi dalam waktu yang cukup lama perlu
dievaluasi sebelum melakukan pemeriksaan fungsi luhur yang lebih kompleks seperti
pemeriksaan memori, bahasa, dan pemikiran abstrak. Pemeriksaan atensi
memerlukan tempat atau kondisi yang kondusif. Pemeriksaan yang dilakukan pada
tempat yang tidak kondusif, seperti ruang pemeriksaan yang bising, tidak akan
memberikan informasi yang cukup, terutama pada pasien dengan gangguan atensi.
Salah satu sumber informasi klinis yang paling valid mengenai keadaan
umum pasien perhatian dapat diperoleh hanya dengan mengamati perilaku pasien
dan mencatat bukti gangguan atau kesulitan menghadiri ke penguji. Terdapat skala
yang mudah diaplikasikan berupa 0-5 range, namun skala ini merupakan skala
penilaian yang sangat subyektif, dimulai dari 0 (sangat teralihkan) hingga 5
(sepenuhnya perhatian) bermanfaat sebagai sarana untuk mengukur perhatian selama
ujian.32

Anatomi Atensi
Struktur anatomi yang berperan dalam mempertahankan kewaspadaan adalah
ascending reticular activating system (ARAS) dan sistem proyeksi talamus difus
(perluasan diensefalik dari formasio retikularis). Stimulasi korteks dan sistem limbik
dapat mempengaruhi sistem asendens, sehingga diperkirakan atensi terbentuk
melalui keseimbangan antara aktivasi sistem asendens (retikulokortikal), inhibisi
desendens, dan modulasi kortikal (kortikoretikular). Kemampuan selektivitas atensi
memerlukan jaringan yang tersebar luas di korteks, terutama pada regio prefrontal,
korteks parietal inferior, girus cingulata posterior, korteks oksipital atau
temporomedial.
Atensi mewakili interaksi yang kompleks antara limbik, neokortikal, dan
fungsi aktivasi asendens (Gambar 1). Kerusakan pada salah satu area otak yang
cukup luas tersebut mengakibatkan gangguan kewaspadaan. Sedangkan kerusakan
pada ARAS akan menyebabkan perubahan status kesadaran. Selain itu gangguan
atensi atau inatensi juga disebabkan oleh lesi di thalamus, kapsula interna posterior,
dan struktur subkortikal lainnya.
Penurunan atensi dan kewaspadaan pada delirium diduga disebabkan oleh
disfungsi otak difuis yang dapat diakibatkan oleh gangguan metabolik, intoksikasi
obat, pascabedah, atau infeksi sistemik. Selain itu inatensi dapat juga disebabkan
oleh kerusakan korteks bilateral yang luas, atrofi, infark multipel, ensefalitis, atau
trauma kepala.32

Gambar 1. Sirkuit Atensi 32


Pasien dengan lesi lobus frontal bilateral atau sistem limbik (seperti sindrom
Korsakoff) memiliki gambaran klinis berupa inatensi dengan karakteristik tidak
dapat membédakan stimulasi yang berbeda dan perseverasi, yaitu berlanjutnya
aktivitas yang semestinya sudah berhenti. Pasien tampak apatis terhadap sekitarnya
dan tidak tertarik terhadap pemeriksaan. Beberapa pasien masih dapat mengerjakan
uji repetisi digit dengan baik, namun pada tes huruf A acak umumnya pasien tidak
dapat mengenali huruf ”A" pada sekuens yang panjang (contoh: U C I T O E A).
Contoh pemeriksaan yang dilakukan dalam A-random letter test untuk menilai
perservasi yang masih didapatkan pada pasien. Perseverasi terutama terlihat pada
pemeriksaan perilaku dan tes huruf A acak. Sebagai contoh, pada pola E V A A R A
T, pasien dengan persevarasi akan melakukan ketukan pada seluruh huruf “A A R A
T"
Hemisfer kiri dianggap bertanggung jawab mempertahankan atensi pada
lingkungan sisi kanan (kontralateral), sedangkan hemisfer kanan bertanggung jawab
mempertahankan atensi lingkungan sisi bilateral. Oleh karena itu, penyangkalan,
hemispatial neglect, dan inatensi unilateral akan lebih sering terjadi dan menetap
pada pasien dengan lesi hemisfer kanan. Pemeriksaan yang dapat digunakan adalah
stimulasi simultan ganda yang berkelanjutan.

Pada lesi hemisfer kanan, akan terjadi neglect terhadap lingkungan sisi kiri
(Gambar 2). Hal ini diduga diakibatkan oleh fungsi lain hemisfer kanan yang belum
diketahui. Salah satu hipotesisnya adalah serabut retikulokortikal atau
kortikoretikular lebih padat pada hemisfer kanan, meskipun teori ini belum
dibuktikan secara patologis.

Gambar 2. Inatensi 32

Lesi pada lobus parietal, baik pada hemisfer kanan maupun kiri dapat
menyebabkan extinction atau inatensi kontralateral terhadap stimulus simultan ganda
yang berkelanjutan. Kerusakan pada jaringan di lobus parietal menyebabkan
penurunan interaksi retikulokortikal pada daerah yang terganggu sehingga terjadi
ketidakseimbangan penerimaan stimulus antara kedua hemisfer. Beberapa pasien
tanpa gangguan sensorik, tidak dapat merasakan stimulus pada salah satu sisi pada
saat kedua sisi diberikan stimulus yang sama. lstilah extinction dan spatial neglect
pada beberapa kepustakaan dianggap sama. Ada pula yang menganggap extinction
sebagai bentuk ringan dari spatial neglect. Meskipun demikian terdapat beberapa
pendapat yang menganggap extinction merupakan kondisi patologis yang berbeda
dengan spatial neglect.32

2.17 Bahasa

Pusat bahasa terdiri dari 4 area utama dan terletak pada hemisfer kiri. Empat
area tersebut meliputi 2 area reseptif (sensorik bahasa) dan 2 area eksekutif (motorik
bahasa). Seluruh area tersebut terletak pada daerah perisylvian (Gambar 3).
Proses bahasa dimulai dengan input dari sistem pendengaran yang
selanjutnya dibawa menuju area reseptif, yaitu area Wernicke (sebagai area utama),
girus Heschl (area 41 dan 42), dan girus angularis (area 39). lnformasi tersebut
kemudian dibawa menuju area eksekutif, yaitu area Broca (area 44 dan 45). Area
Broca bertanggung jawab terhadap output motorik berupa informasi pengendalian
vokalisasi yang eksekusinya terletak di korteks motorik girus presentralis. Selain area
Broca, terdapat daerah Exner yang merupakan pusat menulis. Input dari area ini juga
akan dibawa ke korteks motorik girus presentralis (Gambar 4).32
Area Broca dan Wernicke dihubungkan oleh fasikulus arkuata. Fasikulus ini
tidak termasuk dalam lingkup perisylvian dan disebut juga sebagai daerah non
perisylvian atau ekstra perisylvian. Vaskularisasi utama area bahasa disuplai oleh
arteri serebri media.32

Gambar 3 Area Bahasa 32

Gambar 4 Sirkuit Modulasi Bahasa 32

Meskipun dominasi fungsi bahasa terletak pada hemisfer kiri, hemisfer kanan
juga memiliki peran panting. Ross (1982) mengemukakan bahwa area perisylvian
otak kanan berfungsi sebagai pusat emosi bahasa, seperti intonasi, melodi, penggalan,
dan frase, atau disebut juga prosodi. Lokasinya terletak di lobus temporal dan frontal.
Pemeriksaan
Afasia adalah gangguan yang terjadi pada domain fungsi bahasa.
Pemeriksaan fungsi bahasa tidak hanya untuk mengetahui ada tidaknya afasia tetapi
juga untuk menentukan jenis sindrom afasia yang terjadi Modalitas yang dinilai pada
penentuan gangguan bahasa meliputi, kelancaran bicara, pemahaman, repetisi,
penamaan, dan termasuk pula kemampuan menulis serta membaca (Tabel 1).
a. kelancaran berbicara
b. pemahaman
c. repetisi
d. penamaan
e. kemampuan menulis dan membaca

Tabel 1. Sindroma Afasia 32


Jenis Afasia Fluensi Pemahaman Repetisi Naming Karakteristik
Khusus
Broca Tidak Baik/ Terganggu Terganggu Telegraphic
Menurun speech
Ringan
Wernicke Lancar Terganggu Terganggu Terganggu Parafasia
Global Tidak Terganggu Terganggu Terganggu
Transkortikal Tidak Baik/ Baik Terganggu Repetisi relatif
Motorik Terganggu cukup baik
ringan
Transkortikal Lancar Terganggu Baik Terganggu Repetisi relatif
Sensori cukup baik

Transkortikal Tidak Terganggu Baik Terganggu


Campuran
Konduksi Lancar Baik Terganggu Terganggu Parafasia
ringan fonemik
Anomik Lancar Baik Baik Terganggu Word finding
problem
Kelancaran Bicara
Pada awal anamnesis pasien diberikan pertanyaan terbuka, atau diminta untuk
menceritakan riwayat penyakitnya. Selain itu, secara formal pasien diminta untuk
menyebutkan sebanyak-banyaknya nama binatang dalam waktu 1 menit. Pasien
diingatkan untuk tidak menyebutkan nama binatang yang sama berulang-ulang atau
menyebutkan nama lain dari binatang yang sama, misamya "angsa" dan “soang”
(merupakan dua binatang yang sama).
lndividu normal rata-rata dapat menyebutkan 16 nama binatang dalam waktu
1 menit Widyarini dkk (2011) mendapatkan secara umum nilai rata-rata subjek
berusia ≤ 60 tahun adalah 15,7±3,8, sedangkan pada usia >60 mhun adalah 17,6±
3.9.

Pemahaman Verbal
Pemahaman verbal dapat dinilai saat pemeriksa melakukan anamnesis dengan
memperhatikan apakah pasien dapat menjawab sesuai dengan pertanyaan yang
diberikan. Pemeriksa memberikan instruksi formal kepada pasien untuk menunjuk
objek yang disebutkan pemeriksa. Jika pasien mampu menunjuk objek satu persatu
seperti yang disebutkan pemeriksa, pemeriksa kemudian menyebutkan 4 objek
berurutan (misalnya: atap, pintu, lantai, meja) dan pasien harus menunjuk objek
tujuan secara berurutan sesuai penyebutan pemeriksa.
Teknik pemeriksaan lain yaitu pemeriksa menyebutkan satu pernyataan.
misalnya 'Seorang bayi lebih besar daripada seorang dewasa'. Pasien diminta untuk
menjawab apakah pernyataan tersebut benar atau salah. lndividu normal dapat
menunjuk dan menjawab dengan benar.32
Penamaan
Pemeriksa memberikan instruksi kepada pasien untuk menyebutkan nama
objek dan bagian dari objek yang akan ditunjuk oleh pemeriksa. Objek yang
ditanyakan berdasarkan kategori warna (memh, kuning. biru, hijau, hitam, ungu),
anggota tubuh (mata, ibu jari, siku, rahang, kaki), pakaian dan objek dalam ruangan
(pintu, jam, sepatu, atap/langit-langit), serta bagian dari objek (kaki kursi, jarum jam,
lensa kacamata, kantung baju, dan sol sepatu). Setiap jawaban benar diberi nilai 1.
Perlu diperhatikan adanya parafasia verbal atau semantik (mengganti Ram yang
dimaksud dengan kata lain dengan fungsi atau pengertian yang hampir sama,
misalnya: ‘sendok’ menjadi 'garpu'), dan parafasia literal atau fonemik (mengganti
kata yang dimaksud dengan kata yang mirip secara fonemik, misalnya ‘jempol’
menjadi ‘tempol').

Pemeriksaan penamaan juga dapat dilakukan menggunakan Boston Naming


Test; Pemeriksa memperlihatkan kartu yang berisi 15 gambar benda yang umum
ditemui hingga benda yang jarang ditemui sehari-hari kemudian pasien diminta
menyebutkan nama benda tersebut. Setiap benda yang disebutkan dengan benar
diberi nilai 1. Nilai maksimum adalah 15. Berdasarkan nilai normal pemeriksaan
Consortium to Establish Registry for Alzheimer‘s Disease (CERAD) yang divalidasi
oleh lndrajaya dkk (2013), rerata nilai normal pemeriksaan ini adalah 13±1.4.

Pengulangan (Repetisi)
Pasien diminta untuk mengulang kata dan kalimat yang disebutkan
pemeriksa. Pemeriksaan dimulai dari yang paling mudah ditingkatkan menjadi
semakin sulit. Pemeriksa memulai dari kata yang terdiri dari 2 suku kata. dilanjutkan
3 suku kata, kemudian kalimat yang terdiri dari 3 kata sampai 7 kata.32
Kata dan kalimat yang dapat digunakan:
1. Wati
2. Beruang
3. Kelompok
4. Siapa sedang sakit
5. Udaranya bagus hari ini
6. Tolong ambilkan radio besar itu
7. Dari Payakumbuh menuju ke Manado
8. Ember itu berisi banyak batu baterai besar

Pemeriksa harus mendengar ada/tidaknya parafasia, kesalahan tata bahasa,


omisi, dan penambahan. Individu normal dan dengan cedera otak tanpa afasia dapat
mengulang kalimat dengan akurat sampai 19 suku kata.

Menulis dan membaca


Untuk menilai kemampuan menulis dan membaca dapat: menggunakan
subtes mini mental state examination (MMSE). Pada MMSE terdapat instruksi
kepada pasien untuk menuliskan sebuah kalimat. Sedangkan untuk kemampuan
membaca, pasien diminta membaca sebuah instruksi ('Pejamkan Mata Anda').32

2.18 Memori Anatomi Memori 32


Sirkuit memori merupakan sirkuit kognitif yang luas dan terkoneksi dengan
struktur anatomi lainnya. Sirkuit yang terhubung dimulai dari persepsi sensorik,
sistem limbik sebagai pusat emosi. hingga lobus frontal yang meregulasi fungsi
eksekutif dan berperan sebagai pusat bahasa untuk memahami dan mengeksekusi
jawaban.

Gambar 5. Sirkuit Papez


Secara umum terdapat tiga area yang sangat berperan dalam anatomi memori,
yaitu lobus temporal medial, diensefalon dan basal forebrain. Ketiga area ini
terhubung oleh beberapa jaras termasuk forniks dan girusi cnguli. Bersama dengan
sistem limbik, struktur ini membentuk sirkuit Papez (Gambar 5).

Terminologi Klinis
Sebagai penuntun dalam menegakkan diagnosis gangguan memori,
pemeriksa perlu mengetahui dan memahami terlebih dahulu terminologi klinis
berbagai gangguan memori. Berikut ini merupakan terminologi klinis yang sering
digunakan dalam deskripsi fungsi memori.
Tabel 2. Terminologi Klinis Memori 32
No Jenis Memori Definisi dan Keterangan
1 Memori anterograde Kemampuan mengingat peristiwa yang terjadi setelah
gangguan otak organik (infeksi otak, stroke, trauma
kepala), dan ekstrakranial (gangguan sistem metabolik).
Memori anterograde merupakan representasi memori
berdurasi 5-30 menit

2 Memori retrograde Kemampuan mengingat peristiwa yang terjadi sebelum


gangguan otak organik (infeksi otak, stroke,
trauma kepala), dan ekstrakranial (gangguan sistem
metabolik).
3 Memori eksplisit Diperoleh dari proses pembelajaran secara sadar. Proses
(deklaratif), ini merupakan dasar pengetahuan seseorang berdasarkan
fakta dan peristiwa. Memori ini terbagi menjadi dua yaitu
memori episodik (pemanggilan kembali/recall informasi
yang dibutuhkan pada suatu episode waktu dan tempat
tertentu) dan memori semantik (pemanggilan kembali/
recall informasi atau kosakata yang bermakna semantik
sebagai pengetahuan).

4 Memori implisit Kemampuan mengingat atau belajar tentang sesuatu 'yang


(nondeklaratif), terekam tanpa disadari. Memori ini didapatkan melalui
proses kebiasaan, priming (paparan awal), dan
pembelajaran prosedural.
5 Immediate memory, Memori dengan rentang waktu antara stimulus dan recall
dalam hitungan detik. Pemeriksaan memori jenis ini dapat
dilakukan dengan pemeriksaan rentang digit atau dengan
skrining pemeriksaan MMSE subbagian immediate recall
atau registrasi.

6 Recent memory (new Kapasitas subjek untuk mengingat peristiwa saat ini,
learning ability), kejadian hari perhari (misalnya tanggal saat ini, nama
dokter, makanan saat sarapan, atau kejadian yang baru
terjadi).
Recent memory adalah kemampuan untuk mempelajari hal
baru (new learning ability) dan mengambil kembali
(retrieve) hal baru tersebut setelah jangka waktu menit, jam
atau hari.

Diperiksa dengan menggunakan subtes recall MMSE,


memori tunda pada Montreal Cognitive Assessment
Indonesia (MoCA-Ina), pemeriksaan khusus memori
Consortium to Establish Registry for Alzheimer’s Disease
(CERAD), Rey Auditory-Verbal Learning Test (RAVLT)
(untuk memori verbal atau auditorik), dan Rey-Osterrieth
Complex Figure Test (ROCFT) (untuk memori visual).

7 Remote memory Memori deklaratif yang sudah menjadi pengetahuan sejak


lama, termasuk autobiografi pasien. Dapat ditanyakan
informasi sesuai tingkat pendidikan dan autobiografi
pasien. seperti sekolah, alamat rumah, dan sebagainya
2.19 Visuospasial

Anatomi visuospasial
Pada pemrosesan stimulus visual, informasi yang ditangkap oleh retina
dihantarkan melalui nervus optikus ke korteks visual primer melalui korpus
genikulatum lateralis. Sebagai tambahan, sebagian informasi visual diproyeksikan ke
kolikulus superior yang dapat membantu orientasi visual terhadap pergerakan di
dalam lapang pandang tersebut
Secara garis besar, proses visual dibagi menjadi dua sistem (Gambar 6):
1) Sistem 'What’
Sistem 'What’ (atau ventral stream) merupakan sistem untuk memproses
persepsi visual, atau bentuk yang dikenal. Sistem 'What’ dimulai dari korteks visual
primer (V1) dan diproyeksikan menuju V2, kemudian ke V3 dan ke V4. Proyeksi ini
berjalan di bagian ventral dan inferior terhadap lobus temporal inferior dan posterior:
2) Sistem 'Where'.
Sistem 'Where’ (atau dorsal stream) merupakan sistem untuk mengenali letak
stimulus. Sistem 'Where' dimulai di lobus oksipital melibatkan korteks visual primer
(area V1) menuju V2 dan V3 terproyeksi menuju area middle temporal (MT) dan
berialan di bagian dorsal dan superior terhadap area medial superior dan lobus
parietal.32
Gambar 6. Ilustrasi Proses Visual 32

Gangguan visuospasial lebih sering ditemukan pada lesi hemisfer kanan.


Gangguan ini dapat disertai menyempitnya lapang pandang yang akan
berhubungan dengan pengabaian (neglect) terhadap organ tubuh pasien. Terdapat
beberapa lokasi anatomi yang diduga berkontribusi pada neglect, antara lain:

A. Lobulus parietal inferior;

B. Temporoparietaljunction;

C. Girus temporalis superior;

D. Korteks frontal; dan

E. Subkorteks.

2.20 Fungsi Eksekutif

Anatomi Fungsi Eksekutif

Fungsi eksekutif merupakan fungsi otak yang memiliki tingkatan lebih


tinggi dan sangat kompleks yang melibatkan terutama lobus frontal khususnya
lobus prefrontal. Beberapa aspek yang sering dievaluasi pada pemeriksaan fungsi
eksekutif meliputi kapasitas pengetahuan umum, kalkulasi, abstraksi dan
penilaian dan pengambilan keputusan. Kapasitas pengetahuan umum yang
dimiliki diatur oleh korteks serebri nonspesifik khususnya daerah posterior:
Sedangkan kemampuan kalkulasi diperankan oleh korteks serebri dan area
subkortikal non-spesiflk terutama pada hemisfer dominan, girus angularis kiri
dan flsura interparietalis di lobus parietal. Untuk kemampuan abstraksi, diatur
oleh lobus frontal sisi medial dan lateral kiri yang kemungkinan besar melibatkan
area abstraksi umum di girus frontal inferior dan girus temporal media.
Kemampuan pengambilan keputusan membutuhkan area yang luas di korteks
serebri nonspesiflk. Kemampuan ini akan terganggu pada lesi luas bilateral, lesi
luas hemisfer kanan dan lesi di daerah posterior: Pengecualian untuk penilaian
sosial, yang sangat dipengaruhi oleh lobus frontal. 32

2.21 Montreal Cognitive Assessment (MoCA).


Montreal Cognitive Assessment (MoCA), telah dikembangkan
sebagai alat skrining kognitif singkat untuk mendeteksi gangguan
kognitif ringan-sedang. Tes ini telah dikaji dan memiliki sensitivitas dan
12,17
spesifisitas tinggi untuk deteksi gangguan kognitif ringan. MoCA
menilai beberapa domain kognitif termasuk fungsi eksekutif, fungsi
visuospatial, perhatian dan konsentrasi, memori, bahasa, perhitungan dan
orientasi.33 MoCA versi Indonesia, yaitu MoCA-INA telah
dikembangkan dan divalidasi di Indonesia sehingga dapat digunakan
sebagai alat skrining kognitif.34

Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nadia dan


Yetty dari Jakarta pada tahun 2009, Tes MoCA sangat sensitif untuk
penapisan MCI. Tes MoCA berasal dari Kanada. Tes ini berasal dari
negeri dan budaya yang berbeda dengan negara Indonesia, maka sebelum
digunakan pada masyarakat luas harus dilakukan pengujian validitas dan
reliabilitasnya terlebih dahulu. Penelitian yang mereka lakukan
menggunakan rancangan potong lintang untuk menilai validitas dan
menghitung tingkat kesepakatan antara dua orang dokter di RS Dr. Cipto
Mangunkusumo (RSCM) pada bulan Oktober – November 2009. Uji
validitas dengan metode transcultural World Health Organization
(WHO) dan uji reliabilitas dengan analisis reliabilitas test- retest
dilakukan dengan statistik K (Kappa). Validasi tes MoCA dilakukan
dengan menggunakan konsep WHO yang terdiri atas 7 langkah. Dari
hasil penelitian ini didapatkan nilai Kappa total antara 2 orang dokter
(inter rater) adalah 0,820. Sedangkan pada tiap-tiap ranah sebagai
berikut : Visuospasial/eksekutif 0,817; penamaan (naming)0,985;
dan atensi 0,969. Sementara untuk ranah bahasa 0,990; abstraksi 0,957;
memori 0,984, dan orientasi adalah 1,00. Dan pada akhirnya, Tes MoCA
versi Indonesia (MoCA-Ina) telah valid menurut kaidah validasi
transcultural dan reliable sehingga dapat digunakan baik oleh dokter
ahli saraf maupun dokter umum.34
Beberapa domain yang dites dalam MoCA adalah visuospasial,
fungsi eksekutif, menggambar jam dinding, menyebutkan nama
binatang, memori atensi, bahasa, abstraksi, memori tunda dan orientasi.
34,35
Gambar 8. Montreal Cognitive Assessment (MoCA) 36
52

Gambar 9. Montreal Cognitive Assessment Indonesia (MoCA-Ina) 34

Anda mungkin juga menyukai

  • BAB III Riski
    BAB III Riski
    Dokumen8 halaman
    BAB III Riski
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • Lampiran Riski
    Lampiran Riski
    Dokumen2 halaman
    Lampiran Riski
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • BAB I Riski
    BAB I Riski
    Dokumen5 halaman
    BAB I Riski
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • BAB I Riski
    BAB I Riski
    Dokumen5 halaman
    BAB I Riski
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • Bab IV Riski
    Bab IV Riski
    Dokumen2 halaman
    Bab IV Riski
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • P Mkdu
    P Mkdu
    Dokumen35 halaman
    P Mkdu
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • Vertigo Perifer Dan Kelainanya
    Vertigo Perifer Dan Kelainanya
    Dokumen47 halaman
    Vertigo Perifer Dan Kelainanya
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • Lapkas PD
    Lapkas PD
    Dokumen35 halaman
    Lapkas PD
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Organ Reproduksi Manusia
    Anatomi Organ Reproduksi Manusia
    Dokumen11 halaman
    Anatomi Organ Reproduksi Manusia
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • Cover Riski
    Cover Riski
    Dokumen1 halaman
    Cover Riski
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • Soal Osce
    Soal Osce
    Dokumen1 halaman
    Soal Osce
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) Merupakan Penyakit
    Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) Merupakan Penyakit
    Dokumen7 halaman
    Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) Merupakan Penyakit
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • TBR 1 Judul
    TBR 1 Judul
    Dokumen1 halaman
    TBR 1 Judul
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • Evaluasi
    Evaluasi
    Dokumen63 halaman
    Evaluasi
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • Case Rehab Spondilitis Dan Skoliosis
    Case Rehab Spondilitis Dan Skoliosis
    Dokumen61 halaman
    Case Rehab Spondilitis Dan Skoliosis
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • Cover Log Book
    Cover Log Book
    Dokumen1 halaman
    Cover Log Book
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • 4.bab I
    4.bab I
    Dokumen2 halaman
    4.bab I
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • Sebaran 01 Mar
    Sebaran 01 Mar
    Dokumen7 halaman
    Sebaran 01 Mar
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • Case Endocarditis Stroke
    Case Endocarditis Stroke
    Dokumen21 halaman
    Case Endocarditis Stroke
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • CV
    CV
    Dokumen2 halaman
    CV
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • Covernn
    Covernn
    Dokumen1 halaman
    Covernn
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • 4.bab I
    4.bab I
    Dokumen2 halaman
    4.bab I
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • Osce
    Osce
    Dokumen15 halaman
    Osce
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • Curriculum Vitae
    Curriculum Vitae
    Dokumen3 halaman
    Curriculum Vitae
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • Daftar pustaka meningitis
    Daftar pustaka meningitis
    Dokumen1 halaman
    Daftar pustaka meningitis
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • SURAT Pengakuan
    SURAT Pengakuan
    Dokumen8 halaman
    SURAT Pengakuan
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • 3.daftar Isi
    3.daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    3.daftar Isi
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat
  • 2.kata Pengantar
    2.kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    2.kata Pengantar
    riskiamanda13
    Belum ada peringkat