Anggota Kelompok:
Tjan, Marcella Nadine Kusuma 2016620005
Putu Padmareka Deandra 2016620017
Graziano Chrisma Benaya 2016620055
Muhammad Yogi P 2016620071
Sherly Agustin 2016620113
Stella Avinca 2016620119
1. Pemilihan Skenario
Terdapat empat pilihan skenario yang digunakan yaitu
1. Menggunakan 100% batu bara sebagai bahan bakar dengan faktor rasio klinker
0,95.
2. Menggunakan 90% batu bara dan 10% sekam padi dengan faktor rasio klinker 0,75.
3. Menggunakan 50% batu bara dan 50% rumput mischanthus dengan faktor rasio
klinker 0,75.
4. Menggunakan 100% rumput mischanthus dengan faktor rasio klinker 0,75.
Dari empat pilihan skenario yang digunakan, skenario yang dipilih adalah skenario
keempat, yaitu menggunakan 100% rumput mischanthus dengan faktor rasio klinker 0,75.
Argumen pemilihan skenario ini akan dijelaskan di poin kedua.
Dapat dilihat pada Table 3 bahwa dengan menggunakan rumput mischanthus, kebutuhan-
kebutuhan untuk proses seperti air pendukung, energi listrik, bahan bakar cair serta bahan bakar
padatnya relatif lebih sedikit dibanding skenario lain. Dengan berkurangnya kebutuhan-kebutuhan
tersebut maka pabrik diharapkan lebih sustain dan efisien.
Dari segi emisi yang dibuang ke lingkungan baik ke udara, perairan, serta tanah jumlah
yang dibuangnya pun relatif lebih sedikit dibanding skenario lain, sehingga dengan menggunakan
skenario ini diharapkan proses yang dihasilkan lebih ramah lingkungan dan dapat mendukung
keberlanjutan.
Tabel 3. Perbandingan Skenario dari Segi Utilitas dan Emisi (Harjanto dkk., 2012)
3. Rekomendasi Agar Skenario Bisa Dijalankan
● Teknologi Pengolahan Biomassa
Pada skenario yang kami pilih yaitu skenario 4 dimana menggunakan 100% biomassa
tanpa campuran batu bara, merupakan opsi yang pasti akan digunakan industri di massa depan
dimana semua sudah beralih ke green biochemical. Hanya saja untuk saat ini, secara kalkulasi
matematis tidak dapat menyaingi produktivitas dari batu bara yang sudah sangat komersil. Karena
itu kelompok kami meyakini, apabila beberapa tahun lagi ada perkembangan teknologi yang lebih
maju maka mungkin akan ditemukan metode pengolahan biomassa yang menghasilkan kualitas
hasil seperti batu bara, atau mungkin mendekati saja sudah cukup. Sehingga saat ini perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai cara, alat, ataupun penyimpanan dan pengolahan
biomassa dari alam untuk mendapatkan produktivitas yang mendekati bahan batu bara.
● Alternatif Biomassa
Pada skenario empat, digunakan 100% biomassa sebagai bahan bakar. Biomassa yang
digunakan sebagai bahan bakar adalah rumput mischanthus. Rumput dapat dimanfaatkan sebagai
bioenergi karena memiliki banyak kandungan karbon. Selain itu, rumput juga memiliki banyak
keuntungan seperti mudah tumbuh secara global di berbagai geografi, iklim, dan jenis tanah
sehingga dapat keberlanjutannya dapat terjamin. Secara khusus, rumput mischanthus bukan
merupakan tanaman pangan sehingga tidak berkompetitif dengan kebutuhan pangan manusia dan
menjadikan rumput mischantus biomassa yang cocok untuk dijadikan sumber energi bahan bakar.
Selain itu, rumput mischantus juga tidak pernah mengalami fluktuasi harga yang tinggi (fmipa,
2014). Rumput mischanthus memiliki nilai HHV (higher heating value) sebesar 14.000-15.000
kJ/kg. Biomassa dikategorikan memiliki nilai HHV yang tinggi ketika nilai HHV tersebut melebihi
17.000 kJ/kg. Maka dari itu, kelompok kami menyarankan untuk mencari alternatif biomassa yang
lain dengan nilai HHV yang lebih tinggi agar pembakaran lebih sempurna. Sebagai contoh, tandan
kosong kelapa sawit (TKKS) memiliki nilai HHV sebesar 17.854 kJ/kg. Ada pula kernel shell
yang memiliki nilai HHV 24.000 kJ/kg (Paul dkk., 2015).
● Minimalisasi Penggunaan Batu Bara
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, saat ini belum realistis untuk menggunakan
100% biomassa tanpa ada campuran batu bara. Hanya saja menurut kami untuk opsi 50% batu
bara dan 50% biomassa dinilai kurang efektif apabila dilihat dari segi life cycle analysis-nya.
Apabila mungkin ada opsi 80% biomassa atau 70% biomassa maka sudah jelas akan lebih baik
daripada 50% biomassa secara life cycle analysis dan lebih baik daripada 100% biomassa secara
produktivitas. Hal ini dikaji dari kebutuhan energi yang cukup besar terutama saat start-up
sehingga menyebabkan penggunaan 100% biomassa menjadi kurang efisien. Karena itu menurut
kelompok kami, ada baiknya dikaji lagi secara kuantitatif angka optimumnya secara pasti dan
meminimalisir sebisa mungkin penggunaan batu bara tetapi bukan tidak menggunakan sama sekali
karena kebutuhan energi yang cukup besar selama proses start-up ataupun proses pengolahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Fmipa, 2014, Pengembangan Tanaman Bioenergi dari Rumput Raksasa Mischantus Giganteus,
https://mipa.uns.ac.id/index.php/2014/04/03/pengembangan-tanaman-bioenergi-dari-rumput-
raksasa-miscanthus-giganteus/, Diakses pada 13 April 2020.
Harjanto, T.R., Fahrurrozi, M., Bendiyasa, I.M., 2012, Life Cycle Assessment Pabrik Semen PT
Holcim Indonesia Tbk. Pabrik Cilacap: Komparasi antara Bahan Bakar Batubara dengan
Biomassa, Jurnal Rekayasa Proses, 6, pp. 51-58.
Paul, O.U., Itoje, H.J., Itabor, N., Akhator, P., Ojariafe,G., 2015, Caloric Value of Palm Oil
Residues for Energy Utilisation, International Journal of Engineering Innovation and Research, 4,
pp. 664-667.