Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN KELOMPOK

INDUSTRI KIMIA BERKELANJUTAN


PEMICU 3

Disusun Oleh:
Olivia Winata (201620001)
Aileen Primalia (2016620009)
Stefani Neysa (2016620013)
Alexander William P. (2016620045)
Ivana Hasjem (2016620065)
Arvin Stefanus (2016620085)
Jessica Wirianti B. (2016620099)

Kelas E / Kelompok 2

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
2020
I. LIFE CYCLE ANALYSIS
Life Cycle Assessment atau Life Cycle Analysis (LCA) merupakan suatu pendekatan yang
digunakan untuk menganalisa dampak dari suatu produk terhadap lingkungan selama siklus hidup
produk tersebut. Adapun tujuan dari dilakukannya LCA yaitu:
1. Mengukur atau memperkirakan dampak yang terjadi pada suatu lingkungan yang
diakibatkan oleh produk.
2. Mencegah, mengganti, tidak menggunakan, atau tidak memproduksi produk yang dapat
berdampak terhadap lingkungan.
3. Meminimalisir polusi atau emisi-emisi dari limbah yang dihasilkan saat memproduks i
produk.
LCA merupakan studi sebuah siklus berulang dimana setiap langkah LCA ditentukan
dalam standar yang sudah terpercaya yaitu ISO 14040 dan ISO 14044 (Kherkof, 2012). ISO 14040
menjelaskan mengenai prinsip dan kerangka secara umum dari LCA, sedangkan ISO 14044
menjelaskan mengenai syarat dan pedoman dalam menjalankan LCA. Pada studi LCA, terdapat 4
pilihan utama untuk menentukan batasan-batasan sistem yang digunakan, yaitu cradle to grave,
cradle to gate, gate to grave, dan gate to gate (GaBi, 2011).
1. Cradle to grave, proses analisa dampak yang terdiri dari rantai produksi energi mulai dari
persiapan bahan baku, tahap produksi, transportasi dan penggunaan hingga produk akhir
dalam siklus hidup produk. Pada metode ini dampak terhadap lingkungan yang ditinja u
adalah keseluruhan, yaitu proses produksi serta produk yang dihasilkan hingga siklus
akhir produk tersebut.
2. Cradle to gate, proses analisa dampak yang meliputi proses persiapan bahan baku melalui
tahap produksi yaitu proses dalam pabrik yang digunakan untuk menentukan dampak
lingkungan dari suatu produksi sebuah produk.
3. Gate to grave, proses analisa dampak yang meliputi proses dari penggunaan pasca
produksi sampai pada akhir-fase kehidupan siklus hidupnya. Metode ini digunakan untuk
menentukan dampak lingkungan dari produk tersebut setelah meninggalkan pabrik.
4. Gate to gate, merupakan proses analisa dampak yang meliputi proses dari tahap produksi
saja, digunakan untuk menentukan dampak lingkungan dari langkah produksi atau proses.
Berdasarkan ke empat metode di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 aspek yang
menjadi penentu LCA yang digunakan. Faktor tersebut adalah:
1. Penyediaan bahan baku/mentah serta efisiensi transportasi bahan baku yang digunakan.
2. Proses produksi suatu produk dengan meminimalisir limbah produksi yang dihasilkan.
3. Perawatan dan penggunaan produk.
4. Pengolahan limbah produk akhir saat mencapai siklus akhir, jika memungkinkan produk
tersbut dilakukan daur ulang.
Secara umum, menurut Baumann dan Tillman (2004), LCA memiliki beberapa manfaat
yang berperan erat dengan keberlanjutan, yaitu:

1. LCA memprediksi dampak yang dihasilkan terhadap lingkungan, sehingga pada tiga pilar
keberlangsungan (lingkungan, ekonomi, dan sosial), apabila lingkungan terdampak maka
dapat pula diprediksi dampak yang terjadi pada pilar-pilar yang lain, sehingga dapat
memberikan gambaran lebih luas mengenai dampak positif dan negatif sepanjang siklus
hidup produk.
2. LCA dapat mengidentifikasi kelemahan dan memungkinkan perbaikan lebih lanjut pada
siklus produk, sehingga memungkinkan industri untuk memperhitungan dampak yang
diakibatkan oleh produk sehingga dapat mencetuskan inovasi-inovasi baru untuk
memperbaiki dampak yang dihasilkan.
3. LCA dapat memprediksi sumber daya atau bahan baku yang digunakan dan dampak
positif dan negatif yang dihasilkan.
4. LCA dapat membantu mengambil keputusan dalam memiliki teknologi dan produk yang
berkelanjutan melalui prediksi dampak yang dihasilkan (model penentu green
technology).
5. LCA dapat membantu industri dalam menentukan produk yang hemat biaya, ramah
lingkungan, dan bertanggung jawab secara sosial dan berkelanjutan.
6. LCA dapat membuat lingkungan lebih baik seperti contohnya mengurangi emisi gas
buangan, sehingga ekonomi dan sosial pun lebih baik.
7. LCA dapat mengestimasi energi yang digunakan.

II. CRADLE TO GATE


Cradle to gate dapat didefinisikan sebagai batasan yang meliputi keseluruhan proses dari
tahap produksi (proses dalam pabrik), yang digunakan untuk menentukan dampak lingkungan dari
suatu produksi sebuah produk. Berdasarkan standar ISO 14044 tersebut, pada proses ini dipilih
pendekatan cradle to gate karena dapat dilakukan pembedaan setiap proses pada skenario yaitu,
dampak pada lingkungannya, dikarenakan pemilihan jenis dan rasio bahan bakar yang digunakan
memiliki dampak yang berbeda pula pada lingkungan (emisi yang dihasilkan dari proses). Dalam
proses ini sudah mencakup segala analisis dampak yang diperlukan, sehingga perbandingan antara
keempat scenario dapat dilakukan lebih terperinci.

III. BATUBARA DAN BIOMASSA


Penggunaan batubara sebagai bahan bakar industri mulai menimbulkan masalah, seperti
polusi udara. Batubara bukan merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharui sehingga
diperlukan alternatif bahan bakar agar industri-industri dapat berjalan. Salah satu alternatif
penggunaan bahan bakar pengganti batubara adalah biomassa, yang dalam kasus ini adalah sekam
padi dan rumput miscanthus. Pada pemicu 3 yang dibahas, dilakukan percobaan dengan
memvariasikan persentase batubara dan biomassa dalam suatu bahan bakar yang digunakan.
Penggantian bahan bakar dengan biomassa yang dapat diperbaharui merupakan hal yang
baik, namun penting untuk diperhatikan pula kinerja klinker sebagai pengaruh dari bahan bakar
yang digunakan. Bahan bakar yang tepat sangat dibutuhkan untuk meningkatkan dan menjaga
kinerja klinker. Dalam pemilihan bakan bakar klinker, batubara merupakan bahan baku yang harus
tetap ada dalam campurannya, hal ini dimaksudkan untuk menjaga rasio klinker. Menurut Fae
(2018), apabila sebagian batubara diganti dengan biomassa, rasio klinker akan berbeda dan kinerja
klin akan menghasilkan kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan batubara
secara keseluruhan.
Penggantian sebagian batubara dengan biomassa akan mengurangi kualitas bahan bakar.
Hal ini dikarenakan abu hasil pembakaran batubara di klin yang bercampur dengan bahan baku
untuk pembuatan semen akan membantu pembentukan semen menjadi lebih cepat. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa bahan bakar yang digunakan tidak dapat 100 % diganti
dengan biomassa karena dapat menyebabkan pembentukan semen tidak dapat bercampur dan
menyebabkan semen yang gagal terbentuk (Dahliar dkk, 2014).

IV. ANALISIS
Dalam melakukan life cycle analysis (LCA), terdapat 12 kriteria yang harus dianalis is.
Terdapat 4 skenario yang ditawarkan, yaitu skenario 1 (100% batu bara), skenario 2 (90% batu
bara dan 10% biomassa), skenario 3 (50% batu bara dan 50% biomassa), dan skenario 4 (100%
biomassa). Analisis LCA telah dilakukan pada keempat skenario dan yang dipilih adalah skenario
3 dengan hasil analisis yang lebih lengkap dijabarkan sebagai berikut.

- Perubahan Iklim
Analisis LCA merupakan analisis yang paling banyak digunakan untuk mengetahui
dampak perubahan iklim. Dalam menganalisis dampak perubahan iklim, perlu untuk mengetahui
bagaimana emisi bahan bakar ke udara, yang terdiri dari emisi karbon dioksida, karbon monoksida,
nitrogen dioksida, sulfur dioksida, metana, SPM, dan NMVOC. Dari hasil analisis masing- mas ing
emisi tersebut ke udara, skenario 3 memiliki nilai emisi kedua terkecil dibandingkan skenario
lainnya. Selain itu dampak global warming dari skenario 3 adalah sebesar 742 kg CO 2 eq.
Umumnya, dampak perubahan iklim secara spesifik menghitung kg CO 2 yang diemisi ke udara.
Harjanto, dkk (2012) telah melakukan analisis terhadap perubahan iklim yang dinyatakan dalam
satuan kg CO 2 eq sebagai satuan unit dari kategori karakterisasi dampak global warming dan efek
yang ditimbulkan adalah perubahan iklim secara global. Skenario 3 memiliki nilai sebesar 742 kg
CO2 eq, yang merupakan nilai kedua terendah setelah skenario 4.

- Penipisan Ozon Stratosfer


Penipisan ozon stratosfer disebabkan oleh ozone depleting substances (ODS) yang terdiri
dari chlorofluorocarbon (CFC), hydrofluorocarbon (HCFC), halons, bromide, karbon tetraklorida,
metil kloroform, dan lainnya yang bisa melepas klorin dan bromin (Converse Energy Future,
2020). Skenario 3 tidak menghasilkan kandungan ODS sehingga secara tidak langsung tidak
menyebabkan penipisan ozon stratosfer. Hal ini juga ditunjukkan oleh nilai penipisan lapisan ozon
yang cukup kecil yaitu sebesar 1,74 x 10 -6 kg CFC-11 eq (Harjanto dkk, 2012).

- Peningkatan Paparan terhadap Manusia


Paparan terhadap manusia ditunjukkan dengan bagaimana dampak terhadap kesehatan
manusia. Terdapat 6 karakterisasi dampak berdasarkan berdasarkan faktor kerusakannya yaitu
karsinogenik, non-karsinogenik, respiratory inorganic, ionizing radiation, dan respiratory
organic. Adapun nilai dari masing- masing karakteristik secara berurutan adalah sebesar 0,615 kg
PM2,5 eq, 0,109 kg C 2 H4 eq, dan tidak memberikan dampak ionizing radiation. Hasil analis is
dampak terhadap kesehatan manusia dinyatakan dalam satuan DALY yang merupakan ukura n
yang diterima seseorang dari keseluruhan beban penyakit, dinyatakan sebagai jumlah tahun yang
hilang akibat gangguan kesehatan cacat, atau kematian dini. Satu DALY sama dengan satu tahun
dari hidup sehat yang hilang. Skenario 3 memiliki nilai sebesar 4,45 x 10-4 DALY (Harjanto dkk,
2012).

- Ekotoksisitas
Ekotoksisitas terbagi menjadi dua, yaitu akuatik dan terestrial (daratan). Skenario 3
memiliki nilai sebesar 4,15 x 105 kg TEG water dan 392 kg TEG soil. Kedua nilai tersebut
merupakan nilai terendah dibandingkan penggunaan bahan bakar batu bara lainnya, namun masih
lebih tinggi dibandingkan penggunaan biomassa sebagai bahan bakar. Nilai ini juga ditunjukka n
oleh nilai kualitas ekosistem yang sebesar 47,4 PDF*m2 *yr (Harjanto dkk, 2012).

- Pengasaman (Penurunan pH)


Pengasaman atau penurunan pH tanah juga dianalisis oleh Harjanto, dkk (2012) yang
ditunjukkan dari nilai dampak terhadap terrestrial acid/nutria yang sebesar 22,5 kg SO 2 eq dan
aquatic acidification sebesar 3,92 kg SO 2 eq. Kedua nilai tersebut merupakan nilai terkecil
dibandingkan skenario 1 dan 2, namun lebih besar dari skenario 4. Sama seperti ekotoksisitas,
pengasaman tanah juga secara umum ditunjukkan dari nilai kualitas ekosistem.

- Pembentukan Fotooksidasi
Menurut KBBI, fotooksidasi merupakan reaksi oksidasi yang ditimbulkan oleh cahaya.
Dari data yang tersedia tidak terdapat hasil analisis terhadap dampak pembentukan fotooksidasi.

- Eutrofikasi Sistem Akuatik


Eutrofikasi sistem akuatik (aquatic eutrophication) skenario 3 memiliki nilai yang cukup
kecil, yaitu 6,60 x 10-3 kg PO 4 P-lim. Hal ini menunjukkan skenario 3 tidak memberika n
pencemaran yang cukup besar terhadap kondisi nutrisi air (Harjanto dkk, 2012).

- Remediasi Nutrisi
Dampak remediasi nutrisi dapat diketahui dari nilai terrestrial acid/nutria karena remediasi
nutrisi berhubungan dengan nutrisi tanah. Dengan demikian remediasi nutrisi skenario 3 lebih kecil
dibandingkan skenario 1 dan 2.

- Karakteristik Bahan Baku


Bahan baku yang dibutuhkan dari pabrik semen terdiri dari batu kapur, tanah liat, pasir
silika, pasir besi, gypsum, abu terbang, dan aditif. Jumlah bahan baku yang dibutuhkan untuk
keempat skenario tersebut adalah sama, kecuali skenario 1 yang tidak membutuhkan abu terbang
dan aditif, namun jumlahnya komponen lainnya lebih banyak. Kebutuhan air pendukung proses,
energi listrik, bahan bakar cair, dan bahan bakar padat juga tidak berbeda jauh antara skenario 3
dan skenario 4 dengan nilai yang paling rendah dibandingkan skenario lainnya. Secara umum,
karakteristik bahan baku ditunjukkan dari nilai sumber daya yang dinyatakan dalam satuan MJ
primary, dimana MJ primary merupakan jumlah energi dasar yang dibutuhkan untuk
mengekstraksi suatu sumber daya alam dengan kategori yang termasuk di dalamnya adalah non
renewable energy dan mineral extraction yang berhubungan erat dengan sumber daya alam yang
dieksploitasi dan energi yang dikeluarkannya. Nilai MJ primary dari skenario 3 adalah sebesar
2490 (Harjanto dkk, 2012).

- Karakteristik Tanah
Tanah yang dibutuhkan untuk skenario 3 adalah yang terkecil dibandingkan skenario
lainnya, kecuali skenario 1 yang tidak membutuhkan tanah. Adapun kebutuhan tanah dari skenario
3 adalah 4,96 x 102 m2 org.arable (Harjanto dkk, 2012).

- Fraksi dari Energi yang Dapat Diperbaharui


Fraksi energi yang dapat diperbaharui atau yang disebut EPBT (energy pay back time) juga
tidak diketahui dari data yang tersedia. Oleh karena itu tidak dapat dianalisis lebih lanjut.

- Manajemen Limbah
Sama seperti beberapa karakteristik lainnya, manajemen limbah juga tidak dilampirka n
dari data yang tersedia.

Dari hasil analisis LCA terhadap skenario 3 dapat disimpulkan bahwa skenario 3 memilik i
dampak terhadap lingkungan yang tidak terlalu besar, dan mampu menurunkan dampak
lingkungan dari penggunaan batu bara. Sementara itu, jika dibandingkan dengan skenario 4, tidak
terdapat perbedaan yang terlalu signifikan jika dilihat dari perbandingan kontribusi tiap proses
terhadap lingkungan pada pabrik semen.
V. PENJELASAN

Berdasarkan pertimbangan yang telah dilakukan oleh kelompok kami, kelompok kami
setuju terhadap pemilihan skenario 3 oleh tim UGM. Skenario ke 3 dipilih dikarenakan sudah
menerapkan prinsip life cycle analysis cradle to gate dimana pada skenario tersebut
dipertimbangkan aspek dampak lingkungan dan kesehatan masyarakat selama proses produksi
sehingga kandungan batu bara pada bahan bakar dikurangi. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa penggunaan biomassa sebagai pengganti batu bara pada penggunaan bahan
bakar dapat mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. dapat dilihat
bahwa terdapat pengurangan komposisi batu bara pada skenario 1-4. Terdapat alasan skenario 4
tidak dipilih, dikarenakan menurut berbagai sumber yaitu referensi dari PT Indocement,
penggantian bahan bakar tidak bisa 100% menggunakan biomassa. Selain itu, disebutkan pada
salah satu jurnal pembuatan semen di PT. Semen Tonasa Unit III, salah satu proses paling penting
dalam pembuatan semen adalah pada tahapan pembuatan klinker. Pada tahap tersebut raw meal
akan dibakar pada suhu 1450⁰C menggunakan panas yang berasal dari bahan bakar. Pada Industri
produksi semen, batu bara tidak hanya digunakan sebagai bahan bakar saja, tetapi abu hasil
pembakaran batu bara sangat mempengaruhi dan diperlukan untuk membuat klinker yang menjadi
bahan pembuatan semen.

Berdasarkan sumber terpercaya yang telah disebutkan, penggunaan batu bara pada
pembuatan semen sangat diperlukan, sehingga penggantian bahan bakar dengan 100% biomassa
tidak dapat dilakukan. Maka daripada itu skenario 3 (50% batu bara, 50% rumput mischantus)
dipilih oleh kelompok 2.

VI. ALTERNATIF LAIN


Solusi alternatif untuk mengurangi penggunaan batubara adalah dengan memanfaatka n
teknologi co-processing. Teknologi co-processing dalam industri semen merupakan teknik
pemakaian kembali limbah suatu industri sebagai substitusi batubara dan bahan baku seme n
dengan tujuan untuk memanfaatkan nilai energi dan nilai bahan yang masih terkandung di dalam
limbah tersebut. Teknologi co-processing yang dilakukan secara konsisten dapat membantu
penghematan batubara, mengurangi pemanasan global yang diakibatkan oleh peningkatan emisi
CO2 dan mempunyai dampak lingkungan yang lebih bersih dalam hal penghilangan limbah
industri. Dalam industri semen, keberhasilan dari teknologi co- processing adalah penentuan lokasi
dan sistem pengumpanan limbah, konsistensi kualitas nila i energi dan nilai bahan dari limbah dan
pengelolaan limbah yang memperhatikan sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan
Lingkungan Hidup (K3LH). Hal penting untuk diperhatikan dalam penerapan teknologi co-
processing adalah komposisi, bentuk dan ukuran serta kandungan air dan zat pengotor yang
bervariasi antara berbagai jenis limbah agar tidak mempengaruhi kestabilan operasi dan kualitas
produk.
Untuk menjelaskan bahwa teknologi co- processing dapat berkontribusi positif dalam
mengurangi gas CO 2 dapat dijelaskan bahwa teknologi co-processing merupakan penggabunga n
dua proses pembakaran yaitu pembakaran limbah pada unit incinerator dan pembakaran batubara
pada industri semen. Akibat penggabungan dua proses ini maka gas CO 2 yang dihasilkan dapat
tereduksi karena limbah yang dibakar sekaligus untuk mengurangi pemakaian batubara dalam
memproduksi jumlah semen yang sama. Pengurangan batubara berkontribusi positif terhadap
berkurangnya tambang batubara dan terjadinya penurunan emisi CO 2 . Teknologi co-processing
menguntungkan penghasil limbah dan industri semen. Teknologi co-processing menjadi solusi
alternatif terbaik dalam pengelolaan lingkungan menuju green company.

Teknologi co-processing juga memiliki aspek negatif yang harus diperhatikan agar bisa
dimimalkan. Aspek negatif tersebur antara lain :

1. Komposisi kimia dari limbah yang bervariasi dapat mempengaruhi hasil pencampuran
yang telah dirancang.
2. Ukuran dan bentuk limbah yang bervariasi akan mempengaruhi tingkat kesulitan dalam
transportasi dan pengumpanan.
3. Variasi kadar air dan zat pengotor dapat mempengaruhi kestabilan operasi dan kualitas
produk.
4. Khusus kandungan sulfur, alkali dan chlorine yang berlebih di dalam limbah dapat
mempercepat tumbuhnya coating pada dinding kiln dan suspension preheater.

Cara meminimalkan aspek negatif tersebut adalah dengan menerapkan sistem optimasi
pretreatment untuk limbah yang datang dari waste generator.
DAFTAR PUSTAKA
Baumann, H., & Tillman, A.-M., 2004. The hitchhiker’s guide to LCA: An orientation in life cycle
assessment methodology and application. Lund: Studentlitteratur.
Brata, A.K., (2018), Analisis Penilaian Daur Hidup Produksi Bahan Bakar Kendaraan pada Tahap
Pengolahan (Studi Kasus di PT. Pertamina Persero RU V Balikpapan), Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Campos-Guzman, Veronica, M. Socorro Garcia-Cascales, Nieves Espinosa, dan Antonio Urbina,
(2019), Life Cycle Analysis with Multi-Criteria Decision Making: A review of approaches
for the sustainability evaluation of renewable energy technologies, Renewable and
Sustainability Energy Reviews, 104:343-366.
Dahliar, N., Widodo, S., dan Tonggiroh, A., 2014, “Pengaruh Komposisi Ash Batubara terhadap
Kualitas Klinker Portland Cement pada Semen Tonasa Unit III”, Geosains, 10, pp. 58-67
Fae, F. A., 2018, “Optimasi Pembelian Batubara untuk Pemenuhan Standar Kualitas Batubara”,
Skripsi Universitas Andalas
GaBi, 2011. Handbook for Life Cycle Assessment (LCA) Using the GaBi Software, PE
International, Leinfelden-Echterdingen Germany.
Harjanto, 2012, Life Cycle Assessment Pabrik Semen PT Holcim Indonesia Tbk. Pabrik Cilacap :
Komparasi antara Bahan Bakar Batubara dengan Biomassa,jurnal Rekayasa Proses, Vol.6
No,2, hlm. 51-58.
Kerkhof, A., 2012, LCA Standards and Guidelines: A Recent Overview.
Pamungkas, Yulius, 2010, Teknologi Co-processing : Solusi Alternatif Mereduksi Bahan Bakar
Fosil dan Gas CO2 di Industri Semen Indonesia, Jurnal Rekayasa Proses, Vol.4 No.2, hlm
45-50

Anda mungkin juga menyukai