Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

BATU BULI ( VESIKOLITHIASIS)

Oleh
NURHUDA

00320040

Preseptor Klinik Preseptor Akademik

(Ns. SURIANTO , S.Kep) (Ns. Rizki Sari Utami, S.Kep., M.Kep)

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AWAL BROS BATAM
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

BATUBULI

A. Defenisi
Batu buli disebut juga batu vesika, vesical calculi, vesical stone, bledder stone.
Batu buli atau vesikolitiasis adalah masa yang berbentuk kristal yang terbentuk atas
material mineral dan protein yang terdapat dalam urin. Batu saluran kemih pada
dasarnya dapat terbentuk pada setiap bagian tetapi lebih banyak pada bagian
penampung yang terakhir. Pada orang dewasa batu saluran kencing banyak mengenai
sistem saluran bagian atas ( ginjal, pyelum) sedang pada anak-anak sering mengenai
sistem bagian bawah ( buli-buli ). Komponen terbanyak penyusun batu buli adalah
garam calsium. Pada awalnya yang berbentuk sebesar biji padi lalu berkembang
menjadi yang lebih besar, kadangkala juga merupakan batu multiple.
Batu saluran kemih adalah adanya batu di traktus urinarus. ( ginjal, ureter, atau
kandung kemih) yang membentuk kristal: kalsium, oksalat, fosfat, kalsium urat, asam
urat dan magnesium.
Batu kandung kemih adalah batu yang tidak normal di dalam saluran kemih
yang mengandung komponen krital dan matriks organik tepatnya pada vesika urinari
atau kandung kemih. Batu kandung kemih sebagian besar mengandung batu kalsium
oksalat atau fosfat.
Vesikolitiasis atau batu buli adalah penyumbatan saluran kemih khususnya
pada vesika urinaria atau kandung kemih oleh batu, penyakit ini disebut juga batu
kandung kemih.
Vesikolitiasis merupakan batu yang menghalangi aliran air kemih akibat
penutupan leher kandung kemih, maka aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba
akan berhenti dan menetes disertai dengan rasa nyeri.

B. Etilogi
Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu buli-buli yaity
faktor intrinsik yang terdiri dari herediter ( keturunan ) penyakit ini di duga di turunkan dari
orang tuanya, umur, serta jenis kelamin. Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak
dibandingkan dengan pasien perempuan.
Sedangkan faktor ekstrinsik terdiri dari keadaan geografi, iklim, temperatur, asupan
air, diet dan pekerjaan. Geografi kebanyakan di deerah pegunungan, padang pasir, dan daerah
tropis. Iklim, individu yang menetap di daerah beriklim panas dengan paparan sinar
ultraviolet tinggi akan cenderung mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D3
( memicu peningkatan ekskresi kalsium dan oksalat). sehingga insiden batu saluran kemih
akan meningkat. Asupan air, kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada
air yang dikonsumsi dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. Diet, obat sitostatik
untuk penderita kanker juga memudahkan terbentuknya batu saluran kemih, karena obat
sitostik bersifat meningkatkan asam urat dalam tubuh, diet banyak purin, oksalat dan kalsium
mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih. Dan pekerjaan, penyakit ini sering
dijumpai pada orang yang pekerjaan nya banyak duduk atau kurang beraktivitas.
Batu buli atau vesikolitiasis sering terjadi pada orang yang dengan gangguan miksi
atau terdapat benda asing di buli-buli yang aktivitasnya sebagai imti batu. Gangguan miksi
terjadi pada pasien-pasien dengan hiperplasia prostat, striktura uretra, divertikal buli-buli dan
buli-buli neurogenik.
Gangguan metabolik juga merupakan faktor predisposisi terjadinya pembentukan
batu. Pada pasien ini batu umumnya terbentuk dari calsium atau struvit. Pada pasien yang
mempunyai predisposisi dilakukan evaluasi ada tidaknya hal yang memicu statisnya urine,
misalnya BPH. Pada perempuan yang memakai celana ketat dan cystocele.

C. Patofisiologi
Pada umumnya batu buli-buli terbantuk dalam buli-buli, tetapi dalam beberapa kasus
batu buli-buli terbentuk di dalam ginjal lalu turun ke buli-buli, kemudian terjadi penambahan
deposisi batu untuk berkembang menjadi lebih besar. Batu buli yang turun dari ginjal pada
umumnya berukuran kecil sehingga dapat turun melalui ureter, batu buli-buli secara teoritis
pada umum nya dapat terbentuk di seluruhb saluran kemih terutama yang sering mengalami
hambatan aliran urine (statise urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya
kelainan bawaan pada pelvikalises ( stenosis uretre- pelvis ), divertikal, obstruksi intravesika
kronis seperti pada hyperplasia prostat benigna, striktura dan buli-buli neurogenik merupakan
keadaan yang memudahkan terjadi pembentukan batu. Batu terdiri daru kristal-kristal yang
tersusun dari bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-
kristal tersebut tetap dalam keadaan metastable (tetap terlarut ) dalam urine jika tidak ada
keadaan tertentu yang dapat menyebabkan terjadinya prepitasi kristal. Kristal-kristal yang
saling prepitasi membentuk inti batu ( nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi,
dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun
ukurannya cukup besar, agregasi kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu
saluran kecil. Untuk itu agregat kristal meneple pada epitel saluran kemih ( membentu retensi
kristal) , dan dari sini bahan-bahan lain diendapkanpada agregat itu sehingga membentuk
batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastable dipengaruhi oleh
PH larutan, adanya koloid didalam urine, konsentrasi solude didalam urine, laju aliran urine
didalam saluran kemih, atau adanya korus alineum didalam saluran kemih yang bertindak
sebagai inti batu. Lebih datri 80% batu saluran kemih terdiri dari batu kalsium, baik yang
berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan batu
fosfat, sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium ammonium fosfat
( batu infeksi ), batu xanthyn, batu sistein dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis
pembentukan batu diatas hampir sama, tetapi suasana didalam didalam saluran kemih yang
memungkinkan pembentukan batu ini tidaklah sama. Dalam hal ini batu asam urat terbentuk
dalam asam, sedangkan matu magnesiumammonium fosfat terbentuk dalam basa.
Batu buli-buli juga dapat terjadi pada pasien dengan trauma vertebra / spinal injury,
adapun kandungan batu tersebut adalah batu struvit/ ca fosfat. Batu buli-buli dapat bersifat
singe ataupun multiple dan sering berlokasi pada divertrikal pada ventrikal buli-buli dan
biasanya berukuran besar ataupun kecil sehingga mengganggu kerja dari vesika. Gambar fisik
batu dapat halus maupun keras. Batu pada vesika umumnya mobile, tetapi ada batu yang
melekat pada dinding vesika yaitu batu yang berasal dari adanya infeksi dari luka jahitan dan
tumor intra vesika.

D. Manifestasi Klinis
Gejala klinis batu buli-buli pada orang dewasa biasanya baru akan terasa apabila batu
sudah menyumbat saluran urine atau melukai dinding kandung kemih. Gejalanya antara lain:
1. Rasa nyeri saat buang air kecil
2. Darah dalam urine
3. Urine terlihat lebih pekat
4. Kesulitan buang air kecil
5. Keinginan buang air kecil lebih sering
6. Buang air kecil tidak lancar atu tersendat-sendat
7. Perut bagian bawah terasa nyeri
8. Penis terasa tidak nyaman.
Sedangkan pada anak-anak ada dua gejala batu kandung kemih lainnya yang
bisa menyertai yaitu ereksi kuat dan menyakitkan tidak ada hubungannya dengan
rangsangan seksual pada anak laki-laki dan mengompol.
Umumnya batu kandung kemih yang cukup kecil dapat keluar dengan
sendirinya bersamaan dengan urine, sehingga gejalanya kadang tidak muncul namun
kadangb disertai dengan perubahan frekuensi buang air kecil, darah dalam urine dan
rasa sakit yang kuat pada bagian perut bawah.

E. Pathway

ISK tingginya kadar kalsium lingkungan pekerjaan Makanan tinggi

Bakteri pemecah Gangguan Miksi dalam air minum kalsium,oksalfat

Urea
Sedimen dan kristalisasi hiperkalsiuri
Pengendapan urine
PH urine basa

Proses kristalisasi

Batu buli-buli
Pembedahan

Pasca pembedahan

Obstruksi saluran kemih Katetrisasi


Gangguan eliminasi

Resiko Infeksi Hambatana


mobilitas
F. Penatalaksanaan
Apabila ukuran batu kandung kemih cukup kecil, maka pengobatannya cukup dengan minum
air putih sebanyak 1200 mililiter per hari. Tujuannya untuk membantu batu kandung kemih
keluar bersama urine. Namun, apabila ukurannya cukup besar, maka diperlukan tindakan
medis berikut:

 Cystolitholapaxy. Dalam prosedur ini, dokter akan menghancurkan batu di dalam


kandung kemih hingga menjadi serpihan kecil dengan laser, ultrasound, atau alat
mekanis. Setelah menjadi serpihan kecil, batu akan lebih mudah dikeluarkan bersamaan
dengan urine. Namun, metode ini dapat berisiko membuat pengidap terinfeksi dan cedera
pada kandung kemih. Untuk itu, biasanya dokter akan memberikan antibiotik sebelum
prosedur dimulai untuk mengurangi risiko infeksi.
 Operasi. Prosedur ini dilakukan jika batu kandung kemih terlalu besar dan terlalu keras
untuk dikeluarkan dengan cara cystolitholapaxy.

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto BNO/KUB : akan terlihat adanya batu renal b.

2. Urografi ekskretori : untuk menentukan atau mengetahui ukuran dan lokasi batu

3. Kimia urine : didapatkan urine yang asam atau alkalis, piuria, proteinuria, hematuria,

keberadaan WBC, peningkatan berat jenis urine.

4. CT Scan ginjal : akan terlihat batu renal

5. Pengumpulan urine 24 jam : terdapat peningkatan asam urat, oksalat, kalsium, fosfor,

kreatinin

H. Pengkajian Fokus

Pengkajian

a. Identitas Pasien

b. Riwayat kesehatan

1)      Riwayat Kesehatan Dahulu


Merupakan penyakit yang diderita pasien yang berhubungan dengan penyakit

saat ini atau penyakit yang mungkin dapat dipengaruhi atau mempengaruhi

penyakit yang diderita pasien saat ini.

2)      Riwayat Kesehatan Sekarang

Merupakan penjelasan dari permulaan pasien merasakan keluhan sampai

dengan dibawa kerumah sakit.

3)      Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat keluarga dihubungkan dengan dengan kemungkinan adanya

penyakit  keturunan, kecenderungan alergi dalam satu keluarga, penyakit

menular akibat kontak langsung maupun tak langsung antar anggota

keluarga.

c. Keluhan Utama

P: Trauma (mengangkat atau mendorong benda berat)

Q: Sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau seperti disayat, mendenyut, seperti

kena api, nyeri tumpul atau kemeng yang terus-menerus. Penyebaran nyeri

apakah bersifat nyeri radikular atau nyeri acuan (referred fain). Nyeri tadi

bersifat menetap, atau hilang timbul, makin lama makin  nyeri .

R: Letak atau lokasi nyeri menunjukkan nyeri dengan setepat-tepatnya sehingga

letak nyeri dapat diketahui dengan cermat.

S: Pengaruh posisi tubuh atau atau anggota tubuh berkaitan dengan aktivitas

tubuh, posisi yang bagaimana yang dapat meredakan rasa nyeri dan

memperberat nyeri. Pengaruh pada aktivitas yang menimbulkan rasa nyeri

seperti berjalan, turun tangga, menyapu, gerakan yang mendesak.

T: Siftanya akut, sub akut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat menetap, hilang

timbul, makin lama makin nyeri.


d. Fungsi Gordon

1. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan

Dikaji bagaimana keyakinan pasien akan kesembuhan penyakitnya.

2. Pola Nutrisi dan Metabolik

Dikaji bagaimana asupan nutrisi dan pola makan pasien, serta nafsu

makan pasien.

3. Pola Eliminasi

Dikaji bagaimana pola BAB dan BAK pasien selama di lakukan

perawatan.

4. Pola Istirahat dan Tidur

Dikaji bagaimana tidur dan istirahat pasien selama perawatan.

Menyangkut kualitas dan kuantitas tidur dan istirahat dari pasien.

5. Pola Aktivitas dan Latihan

Dikaji bagaimana aktivitas dan latihan selama perawatan. Dikaji

bagaimana mobilisasi pasien.

6. Pola Kognitif dan Persepsi diri

Dikaji bagaimana kesadaran dan fungsi indera klien selama perawatan.

7. Pola persepsi dan konsep diri dikaji, bagaimana emosi pasien selama

perawatan.

8. Pola peran dan hubungan, kaji bagaimana peran pasien dalam keluarga

9. Pola seksualitas dan reproduksi

Kaji bagaimana tingkat seksualitas dan reproduksi pasien.

10. Pola koping stres

Dikaji bagaimana pasien mentoleran stress yang timbul slama

perawatan.
11. Pola keyakinan

Mengkaji bagaimana pandangan dari agama pasien terhadap penyakit

yg dideritanya.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubun dengan Agen cidera fisik

2. Resiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasive

3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan medikasi

J. Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Keperawatan NOC NIC


o
1. Nyeri akut berhubungan -  Pain level Pain Management
dengan agen cidera fisik : Kriteria hasil : -Lakukan pengkajian nyeri secara
-  Mampu mengontrol nyeri komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
tindakan pembedahan . tahu penyebab nyeri, mampu durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presifitas
menggunakan teknik non - Observasi reaksi non verbal dari
farmakologi untuk mengurangi ketidaknyamanan
nteri, (mencari bantuan) - Gunakan teknik komunikasi terpaeutik untuk
-  Melaporkan bahwa nyeri mengtahui pengalaman nyeri pasien
berkurang dengan - Kontrol ligkungan yang dapat mmpengaruhi
menggunakan menajemen nyeri nyeri sperti suhu ruangan, pencahayaan dan
- Mampu mengenali nyeri kebisingan
(skala, intensitas, frekuensi dan - Kurangi faktor presifitasi nyeri
tanda nyeri) - Piih dan lakukan penanganan nyeri
- menyatakan rasa nyaman ( Farmakologi, non Farmakologi, dan
setelah nyeri berkurang. interpesonal)
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil
- Monitor penerimaan pasien tentang
managemen nyeri
Analgesic Administration
--Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum pemberian obat
-Cek intruksi dok ter tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi-
- Cek riwayat alergi
- Pilih analgesic yang diperlukan atau
kombinasi dari anlgesic ketika pemberin lebih
dari satu
- Tentukan piihan analgesic tergantung tipe
dan beratnya nyeri
- Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
-  Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesic pertama kali
- Pemberin analgesic tepat waktu terutama saat
nyeri hebat
-  Evaluasi efektifitas analgesis, tanda dan
gejala
2. Resiko infeksi Knowledge : infecton control nfection control (kontrol infeksi)
berhubungan dengan Kriteria Hasil : - Bersihkan lingkungan setelah di pakai oleh
- Klien bebas dari tanda gejala pasien lain
prosedur invasive infeksi -Pertahankan tekhnik isolasi
- Mendeskripsikan proses -Batasi pengunjung bila perlu
pengeluaran penyakit, faktor - Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
yang mempengaruhi penularan tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
serta penatalaksanaan meninggalkan pasien
- Menunjukan kemampuan -  Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
untuk mencegah timbuhnya tangan
infeksi - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
- Jumlah leukosit dalam batas tindakan keperawatan
normal. - Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
- Menunjukan perilaku hidup pelindung
sehat -Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
- Ganti letak IV perifer line central dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
- Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
Tingkatkan intake nutrisi
-Berikan terapi antibiotik bila perlu infection
protection (proteksi terhadap infeksi)
- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
lokal
- Monitor kerentanan terhadap infeksi
- Hitung granulosit, Wbc
-Sering pengunjung terhadap penyakit menular
-Pertahankan tekhnik aspesis pada
area epiderma
- Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, pansa, drainnase
- Inspeksi kondisi luka/ insis bedah
- Dorong masukan nutrisi yang cukup
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
sesuai resep
- Ajarkan pasien dan kleuarga tanda dan grjala
infeksi
- Ajarkan cara menghidari infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif
3 Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan 1. Promosi mekanika tubuh
fisik berhubungan keperawatan selama 1x24 jam 2. Promosi latihan fisik
dengan Medikasi di harapkan tidak terjadi 3. Terapi latihan fisik : ambulasi
hambatan mobilitas fisik KH Pengaturan posisi
sbb : 4. Bantuan perawatan diri - berpindah
1. Memperlihatkan Mobilitas
yang dibuktikan oleh
indikator
2. Melakukan aktifitas secara
mandiri
3. Berjalan dengan
menggunakan langkah-
langkah yang benar

F. Referensi
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Pustaka_Unpad_Konsensus_-Infeksi_-Saluran.pdf.pdf

Dr. Leonardo paskah suciadi, Kesehatan ginjal dan saluran kemih ( 2010)

Nanda NIC-NOC 2017017

Anda mungkin juga menyukai