ISI BUKU
2.1 RINGKASAN BUKU I
Gb. 1.2 Eksperimen efek foto-listrik (a), dan potensial stop sebagai fungsi frekuensi cahaya.
Mengikuti defenisi panas jenis dalam persamaan (1.3.1), kapasitas panas pada volume
tetap adalah:
di mana θE =hfo/kB disebut suhu Einstein. Dengan mem-fit data hasil eksperimen
ternyata suhu Einstein itu beberapa ratus Kelvin. Hasilnya adalah seperti Gb.1.3.
di mana p adalah momentum partikel, dan mo adalah massa diam partikel bersangkutan. Untuk
foton, karena tidak mempunyai massa diam, sedangkan energinya E=hv, maka momentum foton
adalah
Dalam hal ini λ adalah panjang gelombang cahaya. Adanya momentum inilah yang mencirikan
sifat partikel dari cahaya.
Pada tahun 1924, Arthur H. Compton dalam eksperimennya (lihat Gb.1.4) mengamati
perubahan panjang gelombang sinar-X setelah dihamburkan oleh elektron bebas. Jika λ dan λ’
masing-masing adalah panjang gelombang sinar-X sebelum dan setelah terhambur, dan m0
adalah massa diam elektron, maka diperoleh hubungan:
Harga dari h/(mc)=0,00243 nm, disebut panjang gelombang Compton. Karena ruas kanan
selalu positif untuk semua harga sudut θ, maka λ ’> λ . Artinya, energi foton terhambur (E‟)
lebih kecil daripada energi foton datang (E). Oleh sebab itu, energi kinetik elektron terhambur
adalah E-E‟. Pembuktian persamaan (1.4.3) di atas hanya dapat dilakukan dengan memandang
sinar-X sebagai foton (partikel) yang memiliki momentum selain energi. Interaksi dapat
dipandang sebagai tumbukan elastis di mana total energi dan total momentum sebelum dan
setelah tumbukan masing-masing tetap. Jadi, sinar-X sebagai gelombang , juga memiliki sifat
partikel.
Pada tahun 1924 juga, Louis de Broglie mengemukakan bahwa tidak hanya cahaya yang
memiliki sifat “mendua”, tetapi juga partikel. Suatu partikel dapat juga memiliki sifat
gelombang. Menurut de Broglie suatu partikel yang memiliki momentum p jika dipandang
sebagai gelombang, mempunyai panjang gelombang:
Panjang gelombang ini disebut panjang gelombang de Broglie dari partikel bermomentum p.
Sifat gelombang suatu partikel untuk pertama kalinya diperagakan secara eksperimen
oleh Davisson dan Germer pada 1927; mereka berhasil memperlihatkan efek difraksi dari berkas
electron ketika melalui celah sempit (lihat Gb.1.5) sebagaimana cahaya.
Andaikan a adalah lebar celah dan posisi sudut untuk ‘gelap’ pertama adalah θ, maka berlaku
𝑎 sin 𝜃 = 𝜆
Agar suatu paket gelombang terlokalisasi dalam ruang, maka paket gelombang itu dapat
dipandang sebagai hasil superposisi dari berbagai gelombang dengan λ yang berbeda. Jika paket
gelombang itu memanjang dalam daerah Δx, harga-harga dari bilangan-bilangan gelombang dari
gelombang-gelombang yang berinterferensi ada dalam daerah Δk sedemikian hingga sesuai
dengan analisa Fourier diperoleh: ΔxΔk~2π. Tetapi dalam hubungannya dengan momentum,
Δk=Δp/h, sehingga dipenuhi:
Δ𝑥 Δ𝑝~2𝜋ℎ
Inilah yang dikenal sebagai prinsip ketidak-pastian Heisenberg; menurut prinsip ini, kita tidak
bias secara akurat mengukur posisi dan momentum suatu partikel pada saat yang sama dengan
ketelitian Δx=0 dan Δp=0, tetapi hanya dengan ketelitian:
Δ𝑥 Δ𝑝 ≥ 2𝜋ℎ
Dengan R=1.0968 x107 m-1 disebut konstanta Rydberg. Karena masih ada garis-garis spektrum
yang tidak terliput dalam persamaan (1.4.8), maka selanjutnya Balmer dan Ritz mengemukakan
rumus yang lebih umum,
Dengan rumusan empiris ini, Lyman menemukan deret ultraviolet untuk m=1, n=2, 3, 4,
… dan Paschen menemukan deret inframerah untuk m=3, n=4, 5, 6, … Berdasarkan percobaan
hamburan partikel-, pada tahun 1911 Ernest Rutherford menyarankan struktur atom yang
terdiri dari inti bermuatan positif dan electron-elektron yang mengitarinya; elektron ditemukan
pertama kali oleh J. J. Thomson pada 1897. Sayangnya, teori fisika pada masa itu tak mampu
menjelaskan hasil penemuan E. Rutherford (lihat foto) dalam kaitannya dengan rumusan Balmer-
Ritz di atas. Pada tahun 1913, Niels Bohr mengkombinasikan konsep atom Rutherford dan sifat
gelombang partikel de Broglie, untuk menjelaskan rumusan garis-garis spektrum atom hidrogen
dari Balmer-Ritz. Untuk itu, Bohr menggunakan dua postulat dasar:
1. Elektron adalah partikel yang mengedari inti hanya pada orbit-orbit tertentu. Pada setiap
orbit, elektron memiliki energi yang stasioner sehingga tidak ada radiasi elektromagnetik
yang diemisikan (hal ini bertentangan dengan ramalan teori klasik). Pada orbit-orbit
stasioner itumomentum sudut elektron merupakan kelipatan bulat dari ħ=h/2π,
Ln = n ħ
2. Emisi atau absorpsi radiasi terjadi bila elektron melompat (bertransisi) dari satu orbit
stasioner ke orbit stasioner lainnya. Bila elektron melompat dari orbit stasioner berenergi
Ei ke orbit dibawahnya yang berenergi Ef, maka elektron akan mengemisikan cahaya
dengan foton yang berenergi sama dengan beda energi keduanya:
Ei – Ef = hf .
KEUNGGULAN BUKU
1. Menurut saya buku ini sangat bagus sekali karena terdapat juga materi Fenomena
Kuantum.
2. Buku ini cocok digunakan untuk dosen dan mahasiswa sebagai panduan dan
pedoman untuk menambah pengetahuan tentang fenomena-fenomena kuantum
karena mengupas tuntas semuanya dan juga membahasnya satu per satu.
3. Definisi- definisi dalam setiap pokok pembahasan sangat jelas dan terperinci.
Sehingga kita sebagai pembaca dapat lebih mudah memahami setiap pokok
pembahasan yang ada dalam buku ini.
KELEMAHAN BUKU
1. Buku ini terdapat kata-kata atau kalimat yang diulang-ulang yang memiliki arti
yang sama..
2. Kata-katanya tidak begitu mudah untuk dipahami sehingga harus lebih serius dan
berkonsentrasi saat membacanya.