Anda di halaman 1dari 10

POTENSI GUA HUNIAN MANUSIA PRASEJARAH DI KAWASAN KARST

TAMAN NASIONAL ALAS PURWO, BANYUWANGI, JAWA TIMUR

Asrofah Afnidatul Khusna1), Gabriella Ayang Zetika2), Grizzly Akbar Rizkyka


Ananda3), Riana Wulan Pradipta4), Sheila Sabena5), Tito Muhammad Rizky6), Wastu
Hari Prasetya7), dan Wiji Tri Ningsih8)
1
Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada
email: asrofahkhusna@yahoo.com
2
Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada
email:gabriellaayang44@gmail.com
3
Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada
email: grizzly.akbar@yahoo.co.id
4
Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada
email: rianadhita@gmail.com
5
Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada
email:titorizky@gmail.com
6
Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada
email: sabenasheila@yahoo.com
7
Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada
email:wastuprasetya@gmail.com
8
Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada
email:wijitn2@gmail.com

Intisari
Taman Nasional Alas Purwo yang terletak di Kabupaten Banyuwangi merupakan kawasan karst di
ujung timur Jawa Timur. Taman Nasional ini terletak di Semenanjung Blambangan meliputi
Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo dengan morfologi tropik yang dianggap mistis
dan keramat oleh masyarakat sekitarnya. Penelitian potensi arkeologi pertama di Kawasan Taman
Nasional Alas Purwo telah dilakukan oleh Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM di tahun 2014 dan
mendapatkan data tentang potensi arkeologi di 27 gua dan ceruk, serta peninggalan dari masa klasik
berupa fragmen-fragmen batu candi dan masa kolonial berupa bunker dan meriam. Potensi arkeologi
masih perlu dicari dengan mengeksplorasi bagian dari bentang lahan karst Semenanjung Blambangan
untuk mencari kontrubusinya terhadap penghunian manusia dan budayanya pada masa lalu. Tujuan
penelitian ini secara umum adalah mendata dan memetakan gua-gua yang potensial maupun non
potensial sebagai hunian di karst Alas Purwo sehingga dapat tercipta sebuah peta dan basis data
tentang pola distribusi gua-gua yang potensial maupun non potensial sebagai hunian di karst Alas
Purwo. Metode penelitian bersifat eksploratif berupa pengamatan langsung di lapangan dengan
pendekatan arkeologis dan geografis. Hasil penelitian membuktikan bahwa gua-gua di kawasan karst
Alas Purwo berpotensi sebagai hunian masa lalu berdasarkan aspek keletakan, lingkungan, dan
morfologi yang dijadikan sebagai parameter penelitian. Namun perlu penelitian lebih lanjut untuk
membuktikan keberlangsungan kehidupan masa lalu di Alas Purwo mengingat salah satu aspek
parameter yang digunakan yakni aspek kandungan arkeologis belum dapat ditemukan dalam
penelitian kali ini.

Kata Kunci: Alas Purwo, Arkeologi, Gua, Ceruk.

Abstract
Alas Purwo National Park is a karstic region in east end of East Java which located in Banyuwangi
District. To be precise, this national park is located in Blambangan Peninsula covering Tegaldlimo
and Purwoharjo sub-district. Alas Purwo has a tropical morphology and also considered as mystical
and sacred place by the local people. It is neccesary to explore the karstic area for archaeological
potential to seek for its contribution towards the human occupancy and their culture in the past. The
previous research of archaeological potential has been conducted by Himpunan Mahasiswa
Arkeologi UGM in 2014. The acquired data present archaeological potential in 27 caves and rock
shelter, and also some classical period remains such as stone fragments of a temple and colonial
period remains such as bunker and canon. The general objective of this research is to record and map
both potential and non-potential caves as a residential in karstic area of Alas Purwo, therefore a map
and database of both potential and non-potential caves distribution pattern can be produced.
Exploration method on this study is direct observation with both archaeological and geographical
approach. Parameter for potential evaluation consist of several aspects such as placement,
environment, and morphology. This study prove that caves in karstic region of Alas Purwo are
potential as a residential in the past. Nevertheless, it is neccesary to conduct further study to prove
the continuity of past lives in Alas Purwo, considering that the archaeological content has not been
found in this research.

Keywords: Alas Purwo, Archaeology, Cave, Rock shelter.

1. PENDAHULUAN
Menurut pendapat Goudie (2004: 589) yang dikutip oleh Yuwono (2013: 43), karst terbentuk
akibat kombinasi antara batuan mudah larut dengan porositas sekunder yang berkembang baik. Karst
umumnya akan berasosiasi dengan batuan karbonat (batu gamping, marbel, dan dolomit) yang mudah
dikenali dengan adanya bentukan-bentukan khas seperti gua, depresi tertutup, aliran sungai bawah
tanah, dan sejumlah mata air. Pengertian ini juga disebutkan oleh Samodra (2005: 27-28, dalam
Yuwono, 2013: 43), karst merupakan suatu wilayah yang umumnya disusun oleh batu gamping,
dengan topografinya yang dibentuk oleh proses pelarutan atau bercirikan morfologi mikro (karren),
dengan lekuknya yang tertutup, berpola aliran bawah tanah, dan mempunyai banyak gua. Topografi
karst terbentuk melalui proses pelarutan dan peresapan di wilayah bertopografi karst yang
berkembang menjadi bentukan-bentukan permukaan dan jaringan aliran air di bawah tanah.
Disepanjang bagian selatan Pulau Jawa, mulai dari daerah Yogyakarta ke timur, topografi
karst terbentang dari Gunung Sewu, Pacitan Timur, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Malang, Pulau
Sempu, Pulau Nusa Barong, hingga Semenanjung Blambangan (Kawasan Karst Alas Purwo yang
berfungsi sebagai Taman Nasional). Kawasan karst ini menjadi contoh morfologi karst tropik yang
masih tersisa hingga saat ini, meskipun saat ini sebagian besar bentang lahannya dalam kondisi
gersang. Menurut Bahagiarti (2004), hutan merupakan salah satu unsur penyusun bentang lahan karst
yang memungkinkan dulunya kawasan karst ini pernah didukung adanya hutan lebat. Kondisi ini
memungkinkan mendukung kehidupan binatang bertulang belakang termasuk manusia (Badan
Informasi Geospasial, 2012: 4-5).
Taman Nasional Alas Purwo yang terletak di Kabupaten Banyuwangi merupakan kawasan
karst di ujung timur Jawa Timur. Taman Nasional ini terletak di Semenanjung Blambangan, di
Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo. Bagi masyarakat lokal, lingkungan Alas Purwo
merupakan hutan tertua di Pulau Jawa yang dianggap mistis dan memiliki nilai keramat. Kepercayaan
ini juga masih berkembang hingga saat ini. Masyarakat setempat memeluk berbagai agama, yang
utama Islam dan Hindu. Sistem kepercayaan kejawen dan tradisi-tradisi Jawa lain masih kuat disana,
sehingga masyarakat di sana digolongkan sebagai masyarakat Jawa tradisional. Selain itu, masih
banyak dijumpai praktik-praktik kejawen seperti bertapa, bersemedi, dan selamatan-selamatan lain
yang berkaitan dengan pencarian ketenangan batin (Badan Informasi Geospasial, 2012: 129).
Dalam penelitian periode I yang dilakukan oleh Himpunan Mahasiswa Arkeologi Universitas
Gadjah Mada tahun 2014 didapatkan setidaknya 27 gua dan ceruk di wilayah Resort Pancur,
Rowobendo, dan Kucur. Selain hal tersebut, telah didapatkan juga data mengenai sisa-sisa bangunan
berciri masa klasik serta temuan lain yang berasal dari masa kolonial di kawasan tersebut. Penelitian
tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa wilayah Taman
Nasional Alas Purwo memiliki nilai penting dalam perkembangan ilmu arkeologi (HIMA, 2014).
Meskipun demikian, penelitian tersebut hanya mencakup sebagian kecil dari tiga resort yang ada di
wilayah Taman Nasional Alas Purwo. Dengan demikian bagian lain dari Taman Nasional Alas Purwo
masih belum tersentuh oleh penelitian arkeologis.
Oleh karena itu pada penelitian kali ini wilayahnya berfokus pada grid F3 Peta Indeks Survei
Alas Purwo 2015 yakni wilayah Resort Pancur yang terletak pada koordinat (UTM 50 S) 208540 –
217050 mE, 9033680 – 9039180 mN. Alasan dipilihnya wilayah grid F3 Resort Pancur dikarenakan
pada wilayah tersebut terdapat gugusan tebing-tebing karst yang memiliki gua bertipe ceruk yang
sudah terdata dalam Taman Nasional Alas Purwo dengan kemungkinan ceruk-ceruk tersebut
berpotensi sebagai tempat singgah komunitas manusia masa lalu. Ceruk-ceruk tersebut diantaranya
Ceruk Awang dan Ceruk Gajah. Selain itu juga terdapat aliran-aliran sungai besar yang
memungkinkan adanya situs terbuka disekitar aliran sungai sebagai tempat aktifitas manusia masa
lalu.

Peta 1. Peta Indeks Survei Alas Purwo

Peta 2. Peta Grid F3 dengan data awal sebaran ceruk dan aliran sungai
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian kali ini lebih mengedepankan tentang sebaran,
bentuk, dan lingkungan gua yang berpotensi sebagai hunian dan non hunian di kawasan karst Taman
Nasional Alas Purwo dengan tujuan menemukan, mendata dan memetakan pola distribusi gua-gua
hunian dan non hunian manusia prasejarah berdasarkan bentuk dan unsur-unsur lingkungan di
kawasan karst Taman Nasional Alas Purwo. Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini berupa
terciptanya peta dan basis data tentang gua-gua yang berpotensi dan non potensi sebagai tempat hidup
manusia prasejarah beserta bentuk dan unsur lingkungan pendukungnya. Serta rekomendasi untuk
pemerintah dengan menjadikan kawasan Taman Nasional Alas Purwo tidak hanya menjadi zona
konservasi ekosistem lingkungan hidup namun sekaligus sebagai zona konservasi budaya mengingat
begitu berartinya tinggalan-tinggalan budaya masa lalu yang terdapat di kawasan Taman Nasional
Alas Purwo.

2. METODE
Penelitian ini bersifat eksploratif dengan memadukan pendekatan arkeologis dan geografis.
Pendekatan arkeologis digunakan untuk mengetahui sejarah budaya, rekonstruksi cara hidup, dan
proses budaya melalui analisis terhadap budaya materi masa lalu yang dianalisis dalam tiga dimensi
yakni bentuk, ruang, dan waktu (Sharer & Ashmore, 2003). Sementara pendekatan geografis
digunakan untuk membingkai semua fenomena yang dianalisis dalam kerangka kewilayahan.
Perangkat analisis yang dikembangkan adalah analisis potensi gua hunian dan non hunian di kawasan
Alas Purwo berdasarkan unsur-unsur lingkunganyang diawali dengan perekaman data lapangan.Hal
tersebut diperlukan karena masing-masing gua memiliki dimensi, bentuk, ruang, dan waktu yang kuat
terkait dengan konteks budaya dan lingkungannya. Maka diperlukan perangkat analisis Geographic
Information System (GIS) guna mengumpulkan, menyimpan, memodelkan, menganalisis, dan
menyajikan sebaran gua-gua potensi dan non potensi hunian di kawasan karst Alas Purwo dengan
referensi geografis (acuan lokasi/koordinat) (Johnson, 1997).
Sebelum melakukan penelitian lapangan, diawali dengan pengumpulan data kepustakaan dan
peta untuk menentukan desain keruangan sementara dan format basis data yang akan dibangun. Hasil
dari tahap ini berupa checklist lapangan beserta instrumen penelitian. Selanjutnya tahap pengumpulan
data di lapangan melalui observasi dan pemetaan di wilayah penelitian yakni grid F3 peta indeks
survei Alas Purwo yang meliputi Resort Pancur. Hasil data di lapangan diperoleh dari beberapa aspek
yaitu aspek keletakkan, lingkungan, morfologi, dan kandungan morfologis. Dari resort ini,
pengolahan hasil penelitian dan manajemen basis data melalui analisis GIS, yaitu analisis spasial dan
lingkungan terhadap data vektor (data GPS dan peta hasil digitasi), data raster (citra satelit dan peta
hasil scan), dan data atribut lokasi (data tabulasi), yang mewakili entitas di lapangan melalui teknik
tumpang susun (overlay), klasifikasi data, kalkulasi data, dan integrasi data. Hasilnya berupa sistem
informasi spasial kewilayahan dalam bentuk peta dan tabulasi basis data yang mudah diakses dan
diperbaharui mengenai potensi arkeologis di wilayah Resort Pancur Taman Nasional Alas Purwo.
Tahap terakhir dalam penelitian ini adalah analisis data yang didapat di lapangan. Pemilihan
gua dan ceruk sebagai tempat tinggal oleh manusia pada masa prasejarah tidaklah dilakukan secara
sembarangan, tetapi dengan pertimbangan tertentu. Oleh sebab itu tidak semua gua dan ceruk
memiliki potensi yang sama untuk dijadikan tempat tinggal, maka dibutuhkan parameter tertentu
untuk mengetahui potensi gua atau ceruk tersebut. Setidaknya ada tiga parameter yang dapat menjadi
petunjuk bahwa suatu gua pernah digunakan sebagai tempat hunian. Parameter tersebut adalah
morfologi gua, lingkungan sekitar gua yang meliputi jarak dan aksesibilitas, serta kandungan
arkeologis pada gua tersebut (Yuwono, 2004 – dalam Sofyan 2009). JSE Yuwono (2013) telah
melakukan pengklasifikasian potensi gua sebagai situs yang tercantum dalam Tesisnya yang berjudul
“Karakter Geoarkeologis dan Proses Budaya Prasejarah Zona Poros Ponjong – Rongkop di Blok
Tengah Gunung Sewu”, pengklasifikasian tersebut dijadikan bahan acuan penggarapan tahap analisis
di penelitian ini. Berikut pengklasifikasian potensi gua sebagai situs (Yuwono, 2013) :
a. Variabel kelas aksesibilitas gua
Data yang digunakan pada tahap ini terdiri atas: (i) data elevasi relatif (Tabel 1.) dan (ii)
data lereng tunggal (Tabel 2.). Kedua data ini akan menghasilkan harkat yang nantinya
akan dijumlahkan dan menghasilkan variabel (iii) data aksesibilitas gua (Tabel 3.).
Klasifikasi dari elevasi relatif, lereng tunggal, dan aksesibilitas gua adalah sebagai
berikut:

Tabel 1. Kelas elevasi relatif


No. Elevasi Relatif (m) Kelas Harkat
1. 0 – 15 Sangat kecil 5
2. 16 – 30 Kecil 4
3. 31 – 45 Sedang 3
4. 46 – 60 Besar 2
5. >60 Sangat Besar 1
(Sumber : Yuwono, 2013: 97)

Tabel 2. Kelas lereng tunggal


No Besar Lereng (%) Kelas Harkat
1 0–7 Datar – Landai 5
2 8 – 20 Miring – Sedang 4
3 21 – 55 Terjal 3
4 56 – 140 Sangat Terjal 2
5 >140 Ekstrim 1
(Sumber : Zuidam, 1985: 26; Dibyosaputro, 2001:12 – disederhanakan; Yuwono: 2013:97)

Tabel 3. Kelas aksesibilitas gua


No Interval Kelas Aksesibilitas Harkat
1 9 – 10 Sangat Mudah 5
2 7–8 Mudah 4
3 5–6 Sedang 3
4 3- 4 Sulit 2
5 2 Sangat Sulit 1
(Sumber : Yuwono, 2013:97)

b. Variabel morfologis gua


Data yang digunakan pada tahap ini terdiri atas : (i) data luas ruang gua (Tabel 4).
Berdasarkan variabel morfologis gua, data luas ruang gua bersifat kuantitatif. Klasifikasi
data ruang gua adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Kelas luas ruang gua


No Luas Ruang (m2) Kelas Harkat
1 >500 Sangat Luas 5
2 101 – 500 Luas 4
3 21 – 100 Sedang 3
4 11- 20 Sempit 2
5 < 10 Sangat Sempit 1
(Sumber : Yuwono, 2013:98)

Dari penggabungan harkat kedua variabel yaitu kelas aksesibilitas dan kelas ruang gua
akan dihasilkan sebuah klasifikiasi baru yaitu kelas potensi gua sebagai situs arkeologi
(Tabel 5.). Pengklasifikasian ini dikelompokan ke dalam tiga kelas potensi yaitu sebagai
berikut:

Tabel 5. Kelas potensi gua sebagai situs arkeologis


No Interval Kelas Kelas Potensi
1 8 – 10 Potensi Tinggi
2 5–7 Potensi Sedang
3 2–4 Potensi Rendah
(Sumber : Yuwono, 2013:99)

c. Variabel kandungan arkeologis


Berupa ada tidaknya indikasi hunian masa prasejarah di permukaan atau di singkapan
lantai gua. Analisis kualitatif dari kandungan arkeologis di lantai gua ini bisa dijadikan
penguat potensi situs sekaligus guna mengetahui proses transformasi yang pernah terjadi.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


a. Sebaran Gua Bertipe Ceruk di Wilayah Grid F3 Resort Pancur TNAP
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di wilayah grid F3 Resort Pancur Taman Nasional
Alas Purwo, didapatkan data sebaran gua bertipe ceruk yang kemudian digambarkan secara spasial
melalui pada peta berikut.

Peta 3. Sebaran data gua bertipe ceruk di wilayah survei grid F3 Resort Pancur
Selain digambarkan dalam bentuk spasial berupa peta sebaran gua tipe ceruk, temuan di
lapangan juga dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Koordinat
Aspek
UTM Zona Aspek Aksesiblitas
Morfologi
50S Potensi
Ceruk
Elevasi Luas Arkeologis
Elevasi Kemirigan
mE mN relatif Aksesibilitas Ruangan
(m.dpl) (0)
(m) (m2)
Gajah 212383 9038479 126 2 22 Sedang 56,92 Sedang
Awang 2 212206 9038542 147 14 8 Sangat mudah 5,8 Sedang
AP 18 212059 9038557 102 19 11 Sedang - -
AP 19 214368 9037697 180 32 34 Sulit 5,58 Rendah
AP 20 214329 9037710 172 26 35 Sulit 0,4 Rendah
AP 21 214399 9037700 163 15 60 Sedang 24 Sedang
AP 22 214323 9037693 182 15 10 Sedang 9,13 Sedang
AP 23 214371 9037703 187 22 19 Sedang 8 Sedang
AP 24 214616 9037788 205 10 35 Sedang 5 Sedang
AP 25 214625 9037811 185 7 13 Sedang 3,19 Sedang
Tabel 6.Sebaran data gua tipe ceruk di wilayah survei grid F3 Resort Pancur TNAP

Tabel 6. merupakan hasil analisis keseluruhan dari data ceruk yang didapat di lapangan
berdasarkan tiga variabel yang telah disebutkan pada bagian pendahuluan yakni varibel aspek
aksesibilitas, aspek morfologi dan aspek kandungan arkelogis yang pada akhirnya mengerucut ke
dalam kelas potensi gua/ceruk arkeologis atau hunian masa lalu. Dari kesepuluh ceruk yang didata 7
diantaranya masuk dalam potensi sedang yaitu Ceruk Gajah, Ceruk Awang 2, Ceruk AP 21, Ceruk AP
22, Ceruk AP 23, Ceruk AP 24, dan Ceruk AP 25. Sedangkan tiga lainnya berpotensi rendah dan tidak
diketahui potensi karena data tentang aspek morfologi tidak didapatkan. Gua atau ceruk yang
berpotensi tinggi tidak didapatkan pada penelitian kali ini dikarenakan data veriabel ketiga yaitu aspek
kandungan arkeologis tidak diketemukan disemua bagian gua atau ceruk. Aspek kandungan
arkeologis dapat berguna sebagai penguat potensi ceruk hunian dan penentuan tingkat transformasi
yang pernah terjadi di lingkungan gua/ceruk.

b. Interpretasi
Berdasarkan kondisi lingkungannya, Taman Nasional Alas Purwo sangat berpotensi sebagai
wilayah hunian komunitas manusia prasejarah. Bentuk lahan karst yang sebagian besar melingkupi
Alas Purwo merupakan indikator utama yang menandakan potensi keberadaan kehidupan manusia
prasejarah di wilayah tersebut. Karst yang merupakan salah satu hasil dari proses geomorfologi yaitu
pelarutan menghasilkan sebuah topografi karst yang menjadi komponen utama dalam perjalanan
kehidupan manusia prasejarah berupa bentukan gua karst. Gua karst sendiri terbagi lagi dalam tiga
tipe berdasarkan perbandingan lebar mulut dan kedalaman horisontal ruang, ada tidaknya lorong, dan
profil atap. Ketiga tipe gua tersebut diantaranya gua, ceruk, dan dolin terban (Yuwono: 2013).
Stadium karst di Taman Nasional Alas Purwo berdasarkan hasil olahan peta geologi (lihat
Peta 4.) menunjukkan bahwa karst dewasa yang mengalami proses geologi paling awal berada di
wilayah tengah Taman Nasional Alas Purwo atau berada pada zona inti. Sementara karst muda yang
mengalami proses geologi setelahnya berada di luar zona inti. Lalu yang terakhir karst awal yang
mengalami proses geologi paling akhir menempati wilayah pesisir Taman Nasional Alas Purwo. Pada
penelitian HIMA tahun 2014 telah didata sebanyak 27 gua dan ceruk yang keseluruhannya berada
pada wilayah karst muda yang meliputi Resort Kucur, Resort Pancur, dan Resort Rowobendo.

Peta 4. Klasifikasi umur batuan karst penyusun wilayah TNAP

Sementara pada penelitian kali ini dengan sampel wilayah karst muda yang berbatasan
langsung dengan karst dewasa tepatnya di Resort Pancur berhasil didata sebanyak 10 ceruk.
Berdasarkan aspek lingkungannya ceruk-ceruk yang berhasil didata sangat berpotensi sebagai hunian
masa lalu baik sementara atau dalam jangka waktu yang lama. Ceruk tersebut berada pada tebing-
tebing di sekitar aliran sungai dimana kebutuhan air memegang peranan penting dalam kehidupan
manusia. Selain itu pencahayaan yang didapat oleh ceruk-ceruk yang didata termasuk kategori yang
cukup baik. Pencahayaan dan sirkulasi udara yang baik menjadi indikator utama manusia dalam
memilih gua dan ceruk sebagai tempat huniannya. Aksesibilitas menuju ceruk maupun dari ceruk
menuju sumber air dan makanan sebagai komponen utama pendukung kehidupan manusia masa lalu
termasuk dalam kategori sedang karena sebagian besar ceruk berada di lereng tengah.
Dari aspek morfologi atau keruangan ceruk ada yang berpotensi sebagai hunian dengan
jangka waktu yang lama karena memiliki ukuran yang cukup besar dan ada pula yang berpotensi
sebagai hunian untuk sementara waktu atau sebagai tempat singgah karena ruangannya yang tidak
terlalu besar. Sementara dari aspek kandungan arkeologi berupa temuan permukaan tinggalan budaya
sebagai penanda keberdaan manusia prasejarah tidak ditemukan. Keberadaan tinggalan budaya inilah
yang sejatinya menjadi penguat interpretasi hunian komunitas manusia prasejarah di Taman Nasional
Alas Purwo setelah menganalisis dari segi lingkungan dan keruangan gua dan ceruk.
Untuk memperkuat interpretasi penulis mengamati bentang alam yang terdapat di wilayah
karst Taman Nasional Alas Purwo. Ternyata di bagian timur laut ± 5 km wilayah penelitian terdapat
bentukan alam berupa kontur rapat yang membentuk lembah dengan tebing terjal. Setelah dianalisis
dengan tampilan 3D didapatkan bahwa kenampakan alam tersebut berupa lembah V-shaped dengan
kemungkinan sungai besar mengalir ditengahnya atau disebut koridor lembah. Terlebih bentukan
tersebut berada di wilayah karst dewasa yang dipastikan mengalami proses geologi lebih awal yang
kemungkinan sebelum penghunian oleh manusia. Bentukan koridor lembah ini sangat berpotensi
terdapat hunian manusia masa prasejarah baik berupa gua dan ceruk maupun situs terbuka di tepian
sungai. Sama halnya dengan Situs Neolitik Kalumpang di Sulawesi Barat dan Situs Neolitik yang
terdekat dari Alas Purwo yaitu Situs Kendenglembu di lembah Sungai Kali Baru, Jember. Kedua situs
neolitik tersebut berada di tepian sungai dimana Situs Kalumpang di hulu Sungai Karama dan
Kendenglembu berada tepian Sungai Kali Baru.
Interpretasi penulis dengan membandingkan gua dan ceruk yang berpotensi hunian di Taman
Nasional Alas Purwo dan situs neolitik Kalumpang serta Kendenglembu tidak menyentuh
pembabakan pada masa prasejarah. Melainkan hanya terfokus pada kondisi bentang lahan dan
fenomena alam yang memiliki kemiripan. Hal ini bisa memperkuat dugaan bahwa wilayah Taman
Nasional Alas Purwo memang pernah dijadikan wilayah hunian manusia masa prasejarah baik dalam
jangka waktu singkat atau pun dalam jangka waktu yang lama. Terlebih di bagian utara Taman
Nasional Alas Purwo juga telah ditemukan situs-situs prasejarah seperti yang terdekat yaitu Situs
Kendenglembu di Jember dan Situs Gumuk Putri di Muncar, Banyuwangi (Tim PKM Alas Purwo:
2015). Walaupun belum dapat dipastikan karena belum dilakukan penelitian yang lebih mendalam
terkait kehidupan masa prasejarah di Alas Purwo, dugaan awal melalui penelitian ini secara umum
wilayah Taman Nasional Alas Purwo kemungkinan menjadi jalur migrasi manusia prasejarah baik
dari arah utara atau barat Pulau Jawa maupun ke arah Kepualuan Nusa Tenggara atau sebaliknya.
Secara khusus karena adanya migrasi yang melewati wilayah Taman Nasional Alas Purwo, maka gua
dan ceruk yang ada di wilayah tersebut berpotensi menjadi hunian bagi komunitas manusia prasejarah
walaupun belum ditemukannya tinggalan budaya masa lalu pada gua dan ceruk di Taman Nasional
Alas Purwo.

4. PENUTUP
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa gua dan ceruk di kawasan karst Taman
Nasional Alas Purwo berpotensi sebagai hunian manusia prasejarah berdasarkan bentuk dan unsur-
unsur lingkungannya. Nilai penting dari keberadaan gua dan ceruk yang berpotensi sebagai hunian
manusia prasejarah di Taman Nasional Alas Purwo berupa wilayah karst Alas Purwo kemungkinan
menjadi salah satu jalur migrasi komunitas manusia masa prasejarah dengan memanfaatkan
keberadaan gua dan ceruk di wilayah tersebut sebagai hunian sementara atau pun jangka panjang,
walaupun belum ditemukan bukti-bukti yang signifikan terkait keberadaan manusia prasejarah di
wilayah tersebut. Selain itu keberadaan gua dan ceruk di Taman Nasional Alas Purwo bisa menjadi
referensi untuk penelitian terkait sejarah dan budaya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, perlu
diadakannya kegiatan lanjutan berkaitan dengan manusia prasejarah di kawasan karst Taman Nasional
Alas Purwo. Beberapa rekomendasi tersebut antara lain :
a. Penelitian bersama dosen atau ahli arkeologi terutama di bidang kajian prasejarah dan
geoarkeologi. Dari penelitian sebelumnya dan penelitian ini, dosen yang fokus pada kajian
prasejarah dan geoarkeologi hanya terlibat pada pra penelitian sehingga ketika tim penelitian
yang terdiri dari mahasiswa mengalami kesulitan di lapangan terkait objek penelitian tidak
ada partner diskusi yang mampu menyelesaikan permasalahan hingga tuntas.
b. Kegiatan ekskavasi yang sistematis perlu dilakukan terutama pada gua dan ceruk yang
kemungkinan besar berpotensi sebagai hunian masa prasejarah berdasarkan aspek lingkungan
dan keruangannya. Dari penelitian ini dan sebelumnya temuan permukaan terkait arkeologi
sangat minim bahkan hampir tidak ada. Test pit yang dilakukan untuk mengecek bukti-bukti
arkeologis pada lapisan atas pun tidak membuahkan hasil apapun. Ekskavasi diperlukan untuk
mencari dan menemukan bukti-bukti arkeologis yang menguatkan dugaan kemungkinan
wilayah Taman Nasional Alas Purwo dijadikan jalur migrasi manusia prasejarah dengan
memanfaatkan gua dan ceruk sebagai tempat hunian kala bermigrasi.
c. Pemerintah Banyuwangi sebaiknya menetapkan Taman Nasional Alas Purwo tidak hanya
menjadi zona konservasi ekosistem lingkungan akan tetapi juga sebagai zona konservasi
budaya. Potensi sejarah-budaya di kawasan Taman Nasional Alas Purwo tidak hanya pada
keberadaan gua dan ceruk yang berpotensi sebagai hunian masa prasejarah akan tetapi masih
ada hal lainnya seperti Situs Kawitan dan Pura Luhur Giri Saloka yang dipercaya sebagai
lorong waktu menuju Bali oleh masyarakat Hindu Bali. Lalu ada belasan bunker pertahanan
Jepang di Resort Sembulungan yang menandakan keberadaan Jepang di wilayah Taman
Nasional Alas Purwo pada waktu Perang Dunia II melawan Sekutu.

5. REFERENSI
Badan Informasi Geospasial, 2012, "Mempertahankan Benteng Terakhir di Kawasan Karst Selatan
Jawa Timur", Ekspedisi Geografi Indonesia, hlm. 4-14.

Goudie, AS (ed.), 2004, Encyclopedia of Geomorphology, vol.1&2, 1st edition, Routledge Ltd., New
York.

Johnson, I. And North, M. 1997. Archaeological applications of GIS. Sydney: Sydney University
Archaeological.

Laporan Survei Arkeologi Himpunan Mahasiswa Arkeologi, Universitas Gadjah Mada, 2014,
Ekspedisi Arkeologi Alas Purwo 2014. Yogyakarta.

Laporan Survei Arkeologi Himpunan Mahasiswa Arkeologi, Universitas Gadjah Mada, 2015,
Ekspedisi Arkeologi Alas Purwo 2015. Yogyakarta.

Noerwidi, Sofwan, 2008. EKSKAVASI SITUS KENDENGLEMBU : Implikasinya Bagi Migrasi-


Kolonisasi Austronesia di Sudut Tenggara Jawa. Yogyakarta.

Sharer, RJ & W Ashmore, 2003, Archaeology: Discovering Our Past, 3th edition, The Mcgraw-Hill
Companies., Inc., New York.

Sofian, Harry Octavianus, 2009. Potensi Arkeologis Gua-gua di Kecamatan Paliyan Kabupaten
Gunungkidul. Jurnal Arkeologi Siddhayatra Vol. 14 No.1 Mei 2009. Balai Arkeologi
Palembang. Palembang.
Yuwono, JSE, 2013, "Karakter Geoarkeologis dan Proses Budaya Prasejarah Zona Poros Ponjong -
Rongkop di Blok Tengah Gunungsewu",Tesis, Fak. Geografi UGM, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai