Suatu ilmu pengetahuan bersifat positif jika ilmu pengetahuan tersebut memusatkan
perhatian pada gejala gejala yang nyata dan konkret.
Hierarki atau tingkatan ilmu menurut tingkat pengurangan generalisasi dan penambahan
kompleksitasnya :
1. Matematika
2. Astronomi
3. Fisika
4. Kimia
5. Biologi
6. Sosiologi
Sosiologi adalah ilmu yang paling kompleks. Dibagi menjadi 2 yaitu sosiologi statis dan
dinamis. Sosiologi statis memusatkan perhatian pada hukum statis, merupakan
semacam anatomi sosial yang mempelajari aksi dan reaksi timbal balik dari sistem
sosial. Sedangkan sosiologi dinamis merupakan teori tentang perkambangan, dalam arti
pembangunan. Menggambarkan cara pokok dalam hal terjadinya perkembangan
manusia dari tingkat intelegensia yang rendah ke yang lebih tinggi.
G. Tiga Zaman Perkembangan Pemikiran Manusia
1. Zaman teologis
a. Animisme = benda dianggap memiliki jiwa
b. Politesime = percaya pada dewa
c. Monoteisme = memandang satu Tuhan sebagai penguasa
2. Zaman metafisis
3. Zaman positif = manusia tidak lagi mencari penyebab yang terdapat di belakang fakta.
4. Altruisme = kelanjutan dari ajarannya tentang tiga zamam. Dapat diartikan sebagai
menuerahkan diri kepada keseluruhan masyarakat.
H. Susunan Ilmu Pengetahuan
Sosiologi adalah puncak dari ilmu pengetahuan. Positivisme adalah aliran filsafat yang
berpangkal dari fakta yang positif sesuatu yang diluar fakta atau kenyataan dikesampingkan
dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan. Positivisme bukanlah aliran yang berdiri
sendiri. Ia hanya menyempurnakan empirisme dan rasionalisme yang bekerja sama. Dengan
kata lain ia menyempurnakan metode ilmiah dengan memasukkan perlunya eksperimen dan
ukuran. Pada dasarnya positivisme itu sama dengan empirisme dan rasionalisme.
BAB XI
PRAGMATISME
A. Terminologi Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata “pragma” (Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan.
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran
sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Pragmatisme berpandangan bahwa substansi kebenaran adalah jika segala sesuatu
memiliki fungsi dan manfaat bagi kehidupan. Misalnya, beragama sebagai kebenaran, jika
agama memberikan kebahagiaan. Sebaliknya, jika memberikan kemadharatan, tindakan yang
dimaksud bukan kebenaran, misalnya memperistri perempuan yang sakit jiwa adalah
perbuatan yang membahayakan dan tidak dapat dikategorikan sebagai serasa dengan tujuan
pernikahan dalam rangka mencapai keluarga sakinah, mawadah, warahmah.
Filosof yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William James dan John
Dewey.
B. William James (1842-1910 M)
Pandangan filfasatnya, diantaranya menyatakan bahwa tiada kebenaran mutlak, berlaku
umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri lepas dari akal yang mengenal. Nilai konsep
atau pertimbangan kita, bergantung pada akibatnya, pada kerjanya. Pertimbangan itu benar
bila bermanfaat bagi pelakunya, memperkaya hidup dan kemungkinan-kemungkinannya.
James membawakan pragmatism. Isme ini diturunkan kepada Dewey yang
mempraktikkannya dalam Pendidikan. (lihat Ahmad Tafsir 2006 : 191)
C. John Dewey
Tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh
larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya. Oleh
karena itu, filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara kritis.
Menurutnya, tidaka da sesuatu yang tetap. Manusia bergerak dan berubah. Jika
mengalami kesulitas, segera berpikir untuk mengatasi kesulitan itu. Oleh karena itu, berpikir
merupakan alat untuk bertindak. Kebenaran dari pengertian dapat ditinjau dari berhasil-
tidaknya memengaruhi kenyataan. Satu-satunya cara yang dapat dipercaya untuk mengatur
pengalaman dan untuk mengetahui artinya yang sebenarnya adalah metode induktif.
BAB XII
FENOMENOLOGISME
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang memandang segala hal yang berpangkal pada
eksistensinya. Artinya bahwa eksistensialisme merupakan cara manusia berada. Tokoh
eksistensialisme adalah Kierkegaard, Sartre, dan Heidegger.
Hal pertama yang harus dilihat adalah eksistensialisme menentang materialisme dan
idealisme. Materialisme dinilai tidak lengkap demikian pula dengan idealisme. Pada
prinsipnya materialisme adalah materi sehingga manusia merupakan resultance dari proses
kimiawi. Semua alam adalah materi, maka secara totalitas yang ada hanyalah materi.
Idealisme berasal dari kata “eidos” idea yang berarti buah pikiran atau pikiran. Idealisme
hanya memandang manusia sebagai idea , subjek yang selanjutnya hanya menempatkan diri
sebagai kesadaran.
Berdasarkan idealisme, manusia hanya dapat berdiri sebagai subjek karena menghadapi
objek. Sebaliknya, materialisme hanya memandang manusia sebagai objek, sedangkan
barang barang di dunia ini hanyalah menjadi objek karena adanya subjek.
Cara seperti itu dalam Bahasa Jerman disebut Dasein. Perbedaan eksistensi dengan
dasein yaitu eksistensi adalah pangkalannya, sedangkan dasein lebih menyangkut
kehadirannya. Oleh karena itu, manusia selelu berada dalam situasi “warden”, menjadi atau
berproses. Menurut Jean Paul Sartre, manusia tidak etre tetapi a atre. Heidegger pun
menyatakan “zu sein”. (Sutardjo A. Wiramiharja, 2006 : 68)
Setelah masa modernisme, dating masa pascamodern yang dimulai pada tahun 1950. Hal
penting dalam memhami pascamorn adalah pemakaian atas adanya tiga pengertian berbeda,
yaitu pascamodernitas, pascamodernisme, dan pemikiran pascamodern.
Pasca modernisme merupakan ekspresi kultural dimana terjadi penabaran antara realitas
dan fiksi oleh media.
Pascamordernisme dikenal dalam dua asumsi kunci. Asumsi pertama bahwa tidak ada
denominator umum dalam “alam”, kebenaran, Tuham atau “masa depan” jaminan baik
kesatuan dunia maupun kemungkinan pikiran neral atau objektif. Asumsi kedua bahwa semua
system manusia beroperasi, seperti Bahasa lebih bersifat system self refleksif daripada system
referensial.