Anda di halaman 1dari 2

Salahkah Jika Memberontak?

Setiap kepala beda pemikiran dan pendapat, apalagi suara kalbu tentulah beda. Anugerah
akal dan pemikiran yang berbeda merupakan suatu ‘keistimewaan’ manusia dan hal itupun tidak
dimiliki oleh makhluk lain. Dengan keberagaman berpikir, manusia dapat menggali ide-ide
cemerlang dari berbagai sisi. Selalu berinovasi, berorientasi menuju masa depan yang lebih baik.
Namun disisi lain, kebebasan dan keberagaman berpikir ini justru menjadi senjata sebagai alat
pemecah belah, alat propaganda, manipulasi, dan berbagai hal yang berbau ‘disintegrasi’.
Semuanya karena didasari rasa ingin menang dan berkuasa dari segala bunga-bunga beracun
dunia yang sangat menghipnotis. Meski tidak semua individu menyalahgunakan kebebasan
berpikir tersebut, tapi dampak dari kaum ‘minoritas’ yang senang akan hal itu sangatlah buruk
terhadap individu-individu di sekitarnya.

Setiap warga Negara memiliki HAM (Hak Asasi Manusia) yang wajib dilindungi, begitu
juga dengan kebebasan berpendapat selagi hal tersebut tidak melenceng dari aturan agama dan
Negara. Karena sudah menjadi rahasia umum jika semua rakyat dan elemen masyarakat bisa
mengutarakan pendapat terhadap para pemimpinnya. Pemimpin bak seorang yang berada di atas
panggung luas nan tinggi, analoginya adalah segala hal yang dia lakukan bisa terlihat oleh orang-
orang yang berada di bawahnya, apapun itu. Sejatinya saat itulah kebebasan berpikir dan
berpendapat butuh ruang yang luas di hati dan pendengaran para pemimpin. Sesuai dengan hadits
yang diceritakan oleh Abu Ruqayyah, salah satu maksud dari nasehat terhadap para pemimpin
yaitu seorang pemimpin yang baik adalah dia yang mau menerima nasehat dan masukan dari
orang lain. Karena tanpa adanya rakyat, maka pemimpin tidak akan diangkat. Bagaimanakah jika
seorang pemimpin menutup telinga dan hati terhadap segala nasehat dan keluh kesah rakyatnya?
Jawabannya sederhana saja: pemimpin dictator. Namun jawaban tersebut tidak sesederhana
problematika-problematika yang tengah menjamur di tengah-tengah rakyat, tidak ada rasa saling
percaya satu sama lain, tidak ada rasa hormat, bahkan derajat seorang pemimpin tidak akan ada
harganya dimata rakyat.

Disinilah letak kemujaraban dari sebuah nasehat, seperti dinukil dari kalam Arab:
“Nasehat itu bagaikan obat, rasanya pahit tapi manfaatnya untuk tubuh yang sakit”. Yang
pastinya nasehat disini harus mencakup kebaikan dan kesabaran. Karena kita semua tahu bahwa
tidak ada sesuatu apapun di dunia yang sempurna, tapi bagaimana usaha dan komitmen kita
untuk membuat suatu hal dan perubahan yang lebih baik. Jadi, apa salahnya kita sebagai ‘rakyat
kecil’ menerbangkan sayap-sayap harapan dari dasar kalbu terhadap para pemimpin? Bagaimana
kita bisa bersinergi jika tidak ada ruang relasi yang menghubungkan kita dengan para
pemimpin?Akankah visi dan misi yang kita bangun bersama dapat kita wujudkan jika tanpa
kerjasama dan rasa solid satu sama lain?

Oleh: Lailiyatul Izzah


Pembina AJM

Anda mungkin juga menyukai