Anda di halaman 1dari 12

PENGAKUAN FORMAL DAN PEMENUHAN HAK NELAYAN

(EVALUASI PELAKSANAAN KARTU NELAYAN DI KOTA KUPANG)

FORMAL RECOGNITION
AND THE FULFILLMENT OF THE KUPANG
FISHERMEN’S RIGHTS
(EVALUATION OF THE IMPLEMENTATION OF FISHERMAN CARD IN KUPANG
MUNICIPALITY)

PAULUS ADRIANUS K.L. RATUMAKIN*, Hendrikus L. Kaha 1


1
Program Studi Administrasi Publik, Unika Widya Mandira - Kupang
*Email: ratumakin.andry@gmail.com

Abstraksi

Kartu Nelayan sebagai bukti identitas profesi nelayan merupakan bentuk pengakuan formal keberadaan dan hak-hak
nelayan oleh negara. Pelaksanaan Kartu Nelayan dari pusat hingga daerah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan No. 16 Tahun 2016 tentang Kartu Nelayan. Pemerintah melalui Kementrian Kelautan Perikanan, Dinas
Kelautan Perikanan Provinsi dan Dinas Perikanan Kota/ Kabupaten menargetkan pelaksanaan Kartu Nelayan mencapai
semua nelayan di wilayah masing-masing. Sejak diluncurkan pertama tahun 2013 hingga berlakunya Permen Kartu
Nelayan, masih banyak nelayan yang belum memiliki dan belum memahami fungsi kepemilikan Kartu Nelayan. Kota
Kupang, hingga pertengahan tahun 2017 baru mengakomodir sekitar 26,74% nelayan. Penelitian ini menggunakan
kerangka evaluasi William Dunn yang mencakup aspek efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas dan
ketepatan untuk menganalisis pelaksanaan Kartu Nelayan di Kota Kupang. Penelitian yang dilakukan pada bulan Juni
- September 2017 di lima kelurahan pesisir Kota Kupang (Nunbaun Sabu, Nunbaun Delha, Pasir Panjang, Oesapa,
Lasiana) menemukan bahwa terdapat 73,26% nelayan yang belum memiliki Kartu Nelayan, bahkan para pemilik
Kartu Nelayan tidak memahami fungsi Kartu Nelayan. Minimnya kepemilikan Kartu Nelayan ditenggarai karena
sumber daya peralatan di Kota Kupang yang tidak memadai serta kapasitas SDM yang tidak menjangkau semua
nelayan Kota Kupang. Kartu Nelayan juga dinilai bias laki-laki karena hanya mengakomodir nelayan yang sesuai UU
No. 7 Tahun 2016 didefenisikan secara sempit sebagai orang yang melakukan mata pencaharian menangkap ikan.
Kartu Nelayan mengabaikan peran dan aktivitas pra dan pasca panen penangkapan ikan serta mereka yang melakukan
aktivitas budidaya dan petambak garam, terutama perempuan. Minimnya pengakuan negara terhadap keberadaan
nelayan yang terlibat di setiap rantai usaha kelautan dan perikanan, mengakibatkan absennya negara untuk memenuhi
hak-hak nelayan terutama perempuan.

Kata kunci: nelayan, pelaksanaan, evaluasi, kartu nelayan

Abstract

The Fisherman Card as a proof fisherman identity is a form of formal recognition of the existence and rights of the fishermen
by the state. The implementation of the fisherman card from Jakarta up to remote areas is regulated in the Decree of the
Minister of Marine Affairs and Fisheries No.16 of the year 2016 on the Fisherman Card. The government through the
Ministry of Marine Affairs and Fisheries, c.q. the Provincial Office as well as the Municipality Office of Marine Affairs
and Fisheries are targeting that the whole fishermen in this area would hold the fisherman card. Since its launching in
2013 until the implementation of the Ministerial Regulation on the Fisherman Card, many fishermen have not received the
fisherman card while those who hold the card do not understand the function of the card. The Kupang Municipality up to the
44  JAP UNWIRA, Vol. 1, No. 1, Januari - Juni 2020

mid of 2017 has covered only 26.74 percent of the fishermen as card recipients. This research utilizes the Dunn theoretical
framework that covers the aspects of effectiveness, efficiency, adequacy, equality, responsiveness, and correctness to analyze the
implementation of Fisherman Card in Kupang Municipality. The research period that started from June through September
2017 in five coastal villages (Nunbaun Sabu, Nunbaun Delha, Pasir Panjang, Oesapa, Lasiana) found that 73.26 percent
of the fishermen had not possessed the Fisherman Card. Worse even, the card holders did not understand the purpose of the
card. The low percentage of card ownership is considered as caused by inadequacy of technical apparatus and human resources
that could not cover the whole fishermen of Kupang Municipality. The Fisherman Card is also gender-biased in that it
accommodates only fisherman as narrowly defined by the Law No.7 of 2016 as a person whose occupation is catching fish. The
Fisherman Card neglects the pre and post activities of fish catching as well as of salt farmers, most of which are female works.
The halfhearted recognition by state of the existence of fishermen who are involved in every link of the marine and fishery
work-chain is nothing but an indicator of the state’s absence to fulfill the rights of fishermen, and of fisherwomen in particular.
Key words : fisherman, implementation, evaluation and fisherman card

Pendahuluan bagi KKP atau DKP provinsi dan kabupaten


untuk melakukan pembinaan, pemberdayaan dan
Salah satu bentuk penghormatan dan
pemberian berbagai bantuan serta perlindungan
pengakuan pemerintah melalui Kementrian
bagi nelayan.
Kelautan dan Perikanan (KKP) atas keberadaan dan
Kartu Nelayan dipandang penting bagi
profesi nelayan, yakni dengan penerbitan Kartu
pemerintah dan bermanfaat untuk nelayan, antara
Nelayan. Kartu Nelayan adalah kartu identitas
lain: bukti identitas profesi nelayan, sebagai
nelayan dalam melakukan penangkapan ikan
database nelayan, dijadikan referensi dan identitas
yang diterbitkan oleh dinas kabupaten/kota yang
tepat sasaran kepada nelayan dalam pembelian
membidangi kelautan dan perikanan. Pemberian
BBM bersubsidi, persyaratan pembuatan asuransi
Kartu Nelayan ini merupakan langkah inovatif KKP
bagi nelayan, persyaratan penerima program PUMP
untuk melindungi dan memberdayakan nelayan.
(Pengembangan Usaha Mina Pedesaan) perikanan
Perlindungan dan pemberdayaan nelayan dalam
tangkap, persyaratan untuk penerima SeHAT
pengelolaan sumber daya laut ditunjukan dengan
(Sertifikat Hak Atas Tanah nelayan), pelaporan
komitmen pemerintah dalam melindungi nelayan
keselamatan kerja nelayan dan informasi cuaca
dari perebutan sumber daya, dari migrasi profesi
melalui SMS Gateway, persyaratanpenerimaan
lain yang menangkap ikan tanpa izin, pendataan
bantuan seperti Cadangan Beras Pemerintah (CBP)
untuk pemantauan dan pemberian bantuan yang
dan berbagai program pemerintah lainnya untuk
tepat sasar, pemberian asuransi bagi nelayan dan
nelayan.
lain-lain.
Pemerintah terus mengoptimalkan fungsi
KKP melalui Direktur Jenderal Perikanan
dan manfaat lanjutan dari kepemilikan Kartu
Tangkap bertugas melakukan pendataan nelayan
Nelayan ini melalui kerja sama dengan pihak
secara onlinemelalui operator Dinas Perikanan
Pertamina dan beberapa Bank Pemerintah serta
kabupaten/kota. Data nelayan yang dimasukan
Asuransi Jasindo. Kerja sama dengan Pertamina
dalam data base berupa data pribadi yakni: alamat,
dilakukan untuk memberikan subsidi minyak
umur, jenis kelamin, golongan darah, tingkat
bagi kapal nelayan. Bantuan modal usaha dan
pendidikan, data keluarga (status pernikahan,
asuransi bagi nelayan lewat program Bantuan Premi
jumlah anggota keluarga dan tanggungan), profil
Asuransi Nelayan (BPAN) dilakukan melalui kerja
usaha (status kepemilikan kapal, jenis alat tangkap,
sama dengan bank dan asuransi. KKP berkoordinasi
pendapatan per bulan) dan nomor kontak nelayan.
pula dengan dinas/ instansi di provinsi dan
Data-data ini menjadi basis pembuatan Kartu
kabupaten untuk pembagian tugas dan wewenang,
Nelayan yang selanjutnya menjadi informasi
Pengakuan Formal...Paulus Adrianus K.L Ratumakin 45 

sebagaimana diatur dalam Permen No. 16 Tahun Penelitian ini dilakukan pada kelurahan-
2016 Tentang Kartu Nelayan. kelurahan pesisir, seperti: Kelurahan Nunbaun
Pelaksanaan Kartu Nelayan, baik terkait Sabu, Nunbaun Delha, Pasir Panjang, Oesapa,
sosialisasi untuk pembuatan dan kepemilikan Lasiana. Teknik pemilihan informan dilakukan
hingga pemahaman nelayan akan fungsi kartu secara purposive dengan penentuan informan sesuai
nelayan belum maksimal. Masih banyak nelayan di kapasitas dan target data serta informasi yang
Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Kota Kupang ingin diperoleh. Teknik pengambilan data primer
khususnya belum memiliki Kartu Nelayan, dilakukan melalui indepth interview dengan nelayan
terutama perempuan nelayan. Berbagai kendala tradisional, nelayan kecil, buruh dan nelayan pemilik
terkait pendataan dan pencetakan kartu tersebut serta nelayan perempuan, perempuan pelaku usaha
membuat banyak nelayan kesulitan mengakses kelautan dan perikanan, Kabid, Kasie dan staf pada
berbagai program pemerintah karena belum Dianas Kelautan Kota Kupang dan Dinas Kelautan
memiliki Kartu Nelayan. Sedangkan mereka yang dan Perikanan Provinsi NTT. Selain itu, peneliti juga
telah memiliki Kartu Nelayan, belum banyak yang melakukan Focus Group Discussion dengan nelayan
mengetahui berbagai manfaat kepemilikan Kartu laki-laki dan perempuan serta observasi lapangan
Nelayan. Mereka mengira bahwa Kartu Nelayan di lokasi penelitian yang menjadi tempat tinggal
hanya berfungsi sebagai bukti identitas profesi dan aktivitas nelayan. Sedangkan, data sekunder
nelayan atau semacam KTP bagi nelayan. Persoalan diperoleh dari berbagai buku, jurnal laporan dari
lainnya, yakni belum diakuinya peran perempuan DKP dan hasil riset Perkumpulan PIKUL.
sebagai nelayan, termasuk nelayan tradisional dan
kecil serta perempuan pelaku usaha perikanan. Tak Evaluasi Pelaksanaan Kartu Nelayan di Kota
heran, berbagai program dan bantuan pemerintah Kupang
bias gender. Padahal baik laki-laki maupun Implementasi program pendataan dan
perempuan yang melakukan aktivitas terkait pengakuan identitas nelayan melalui Kartu
kelautan dan perikanan merupakan nelayan. Nelayan sudah dimulai sejak tahun 2013. Dalam
Beberapa masalah yang menjadi pertanyaan kurun waktu 4 tahun (2013–2017) belum banyak
kunci dalam penelitian ini, antara lain: pertama, nelayan yang memperoleh Kartu Nelayan. Hal ini
bagaimana pemerintah Kota Kupang telah dibuktikan dengan data yang dikeluarkan oleh
melaksanakan program Kartu Nelayan; kedua, DKP Provinsi terkait kepemilikan Kartu Nelayan.
bagaimanan pemahaman warga terkait fungsi Bahkan hingga diberlakukannya Undang-Undang
Kartu Nelayan sebagai bentuk pengakuan formal No. 7 Tahun 2016, kepemilikan kartu nelayan
dan pemenuhan hak-hak nelayan oleh pemerintah; masih jauh dari yang diharapkan.
ketiga, apakah faktor-faktor pendukung dan Hadirnya UU Perlindungan nelayan,
penghambat pelaksanaan Kartu Nelayan di Kota pembudidaya dan petambak garam tidak secara
Kupang. serentak mengakui keberadaan dan peran
Ketiga permasalahan yang menjadi pembudidaya dan petambak garam walaupun sudah
pertanyaan kunci riset di atas digali menggunakan ada produk dari KKP berupa Kartu Nelayan (untuk
metode deskriptif kualitatif untuk mengetahui nelayan) dan Aquacard (untuk pembudi daya).
pelaksanaan program Kartu Nelayan termasuk Masih banyak nelayan, pembudi daya, petambak
pemahaman kelompok sasaran terkait Kartu dan pelaku usaha kelautan yang belum diakomodir.
Nelayan. Hasil penelitian juga memaparkan Oleh karena itu penting untuk melakukan evaluasi
gambaran faktor-faktor yang mendukung dan program Kartu Nelayan untuk menemukan nilai-
menghambat pelaksanaan kebijakan tersebut di nilai dan menetukan rekomendasi untuk perbaikan
Kota Kupang. kebijakan maupun implementasinya di lapangan.
Metode Penelitian Evaluasi implementasi Kartu Nelayan
merupakan salah satu tingkatan dalam proses
46  JAP UNWIRA, Vol. 1, No. 1, Januari - Juni 2020

kebijakan publik, untuk menilai apakah suatu para pengambil kebijakan dan implementornya agar
kebijakan atau program itu berjalan dengan baik atau membenahi beberapa hambatan yang menimbulkan
tidak. Menurut Wiliam Dunn (2000: 608) secara ketidakefisienan dan ketidakefektifan implementasi
umum istilah evaluasi dapat disamakan dengan program Kartu Nelayan.
penaksiran/appraisal, pemberian angka/rating dan Evaluasi implementasi kebijakan dibagi
penilaian/assesment, kata-kata yang menyatakan tiga menurut timing evaluasi, yaitu sebelum
usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam dilaksanakan, pada waktu dilaksanakan dan setelah
arti satuan nilainya. Dalam arti spesifik, evaluasi dilakasanakan. Evaluasi pada waktu pelaksanaan
berkenaan dengan produksi informasi mengenai biasanya disebut evaluasi proses. Evaluasi setelah
nilai atau manfaat hasil kebijakan. Evaluasi mesti kebijakan juga disebut sebagai evaluasi konsekuensi
dibedakan dengan pemantauan yang digunakan (output) kebijakan dan/ atau evaluasi impak/
untuk menghasilkan informasi mengenai sebab dan pengaruh (outcome) kebijakan atau sebagai evaluasi
konsekuensi kebijakan atau program. Pemantauan sumatif. Secara spesifik William Dunn (2000: 612-
menekankan pada pembentukan premis-premis 634) mengembangkan tiga pendekatan evaluasi
faktual mengenai kebijakan publik. Evaluasi implementasi kebijakan, yaitu: evaluasi semu,
terutama menekankan pada penciptaan premis- evaluasi formal, dan evaluasi keputusan teoretis.
premis nilai yang diperlukan untuk menghasilkan Pendekatan Evaluasi Formal digunakan
informasi mengenai kinerja kebijakan. dalam menganalisis evaluasi pelaksanaan Kartu
Tindakan evaluasi bukan bermaksud Nelayan di Kota Kupang. Evaluasi formal
terutama mencari kesalahan, melainkan melihat merupakan pendekatan yang menggunakan
seberapa sesuai antara harapan dan kenyataan. Hasil metode deskriptif untuk menghasilkan informasi
evaluasi ini menjadi masukan untuk perbaikan dan yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan
menyusun langkah baru yang lebih kreatif untuk secara formal. Asumsi utamanya adalah tujuan dan
mengurangi atau menutup kesenjangan tersebut. sasaran pengambil kebijakan dan administrator
Ciri dari evaluasi kebijakan menurut Riant Nugroho yang secara resmi diumumkan merupakan ukuran
(2009: 536), yakni: 1) tujuannya menemukan hal- tepat dari manfaat atau nilai kebijakan program.
hal yang strategis untuk meningkatkan kinerja Evaluasi formal sering menggunakan undang-
kebijakan; 2) evaluator mampu mengambil jarak undang, dokumen-dokumen program, wawancara
dari pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan dengan program kebijakan dan administrator
dan target kebijakan; 3) prosedur dapat untuk mengidentifikasikan, mendefenisikan dan
dipertanggungjawabkan secara metodologi; 4) menspesifikasikan tujuan dan target kebijakan.
dilaksanakan tidak dalam suasana permusuhan atau Dunn mengembangkan beberapa kriteria
kebencian; 5) mencakup rumusan, implementasi, dengan pertanyaan kuncinya. Kriteria ini dapat
lingkungan dan kinerja kebijakan. dijadikan acuan untuk mengevaluasi Pelaksanaan
Evaluasi dilakukan dengan beberapa Kartu Nelayan di Kota Kupang.
alasan, antara lain: pertama, untuk mengetahui
keberhasilan suatu kebijakan. Kedua, Evaluasi Tabel 1. Kriteria evaluasi
memberikan gambaran apakah pelaksanaan Kartu TIPE PERTANYAAN ILUSTRASI
Nelayan sukses dilakukan di level Pemerintah Kota KRITERIA
Kupang atau tidak sesuai data dan informasi yang Efektivitas Apakah hasil yang Unit
diinginkan telah dicapai? pelayanan
ditemukan. Ketiga, untuk mengetahui efektivitas
Unit biaya
kebijakan, apakah Kartu Nelayan mencapai tujuan Seberapa banyak usaha
Manfaat
sebagaimana tercantum dalam Permen 16/ 2016 yang diperlukan untuk
Efisiensi bersih
mencapai hasil yang
atau tidak. Keempat, untuk menjamin terhindarinya diinginkan?
Rasio biaya-
pengulangan kesalahan (guarantee to non-recurrence). manfaat
Data dan informasi lapangan menjadi masukan bagi
Pengakuan Formal...Paulus Adrianus K.L Ratumakin 47 

Biaya tetap yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai.


(masalah tipe Kartu Nelayan diatur melalui Permen KKP
Seberapa jauh pencapaian
I) yang dikeluarkan tahun 2012 dan diperbaharui
Kecukupan hasil yang diinginkan
efektivitas
memecahkan masalah? melalui Permen Kekalutan dan Perikanan Nomor
tetap (masalah
tipe II) 16 Tahun 2016. Regulasi ini menjadi awal kehendak
Apakah biaya dan manfaat Kriteria Pareto baik negara mengakui dan menghormati profesi
didistribusikan dengan Kriteria nelayan, serentak hak-haknya sebagai nelayan. Salah
Perataan
merata kepada kelompok- Kaldor-Hicks seorang Staf Bagian Penangkapan Dinas Kelautan
kelompok yang berbeda? Kriteria Rawls
dan Perikanan Provinsi NTT mengungkapkan
Apakah hasil kebijakan
bahwa:
memuaskan kebutuhan, Konsistensi
“Kartu nelayan ini keluar karena terjadi
Responsivitas preferensi atau nilai dengan survai
ketidakcocokan. Artinya banyak masyarakat yang
kelompok-kelompok warga negara
pekerjaan sehari-hari adalah nelayan, tetapi di KTP
tertentu?
tertulis sebagai petani atau ada juga yang bekerja
Program nelayan tetapi di KTP tercatat sebagai wirausaha.
Apakah hasil (tujuan) yang
publik harus Berdasarkan kenyataan itu, maka lahirlah kebijakan
Ketepatan diinginkan benar-benar
merata dan bahwa setiap orang yang melakukan aktivitas di
berguna atau bernilai?
efisien laut menangkap ikan diberikan kartu nelayan
Sumber: Wiliam Dunn, 2000: 610 sebagai identitas resmi selain KTP” (Wawancara, 11
September 2017).
Beberapa kriteria evaluasi menurut William Dunn di
atas dapat dijadikan aspek analisis untuk melakukan
Sejak diluncurkan tahun 2013, input data
evaluasi terhadap implementasi dan kinerja instansi
nelayan yang mengajukan permohonan penerbitan
terkait, terutama Dinas Perikanan Kota Kupang
Kartu Nelayan di provinsi dan kabupaten/ kota di
dalam pelaksanaan program Kartu Nelayan.
NTT, masih jauh dari yang diharapkan. Data DKP
Provinsi menunjukkan masih banyak nelayan yang
Efektivitas Pelaksanaan Program Kartu Nelayan
belum memiliki Kartu Nelayan. Penerbitan Kartu
di Kota Kupang
nelayan mensyaratkan input data nelayan secara
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, online dalam sistem. Namun, hingga pertengahan
kata efektif mempunyai arti efek, pengaruh, tahun 2017 masih banyak nelayan di NTT yang
akibat atau dapat membawa hasil. Efektivitas belum diinput datanya dan menerima Kartu
dapat dipahami sebagai keaktifan, daya guna, Nelayan. Sementara itu, jumlah nelayan Kota
adanya kesesuaian dalam suatu kegiatan dengan Kupang yang dicatat DKP mencapai 5.220 orang,
sasaran yang dituju. Menurut Sondang Siagian tetapi yang mengantongi kartu nelayan hanya 1.396
(2001), efektivitas adalah pemanfaatan sumber orang (26,7%).
daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu
yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk Diagram 1. Kepemilikan Kartu Nelayan di Kota
menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan Kupang
yang dijalankannya. Efektivitas menunjukkan
sejauh mana rencana-rencana dapat tercapai dalam
kurun waktu yang ditentukan untuk menuju pada
tujuan kegiatan atau organisasi. Efektivitas berkaitan
dengan terlaksananya tugas dan fungsi, tercapainya
rencana dan tujuan, ketepatan waktu, kesesuaian
dengan peraturan atau prosedur dan partisipasi
aktif dari anggota serta merupakan keterkaitan
antara tujuan dan hasil yang dinyatakan. Efektivitas Sumber: Olahan peneliti, 2017
juga menunjukkan derajat kesesuaian antara tujuan
48  JAP UNWIRA, Vol. 1, No. 1, Januari - Juni 2020

Selain sebagai bukti identitas profesi nelayan, data dimasukan hanya memakan waktu 3 hari. DKP
fungsi Kartu nelayan sebagaimana termaktub dalam Kota Kupang menyampaikan alasan terhambatnya
Permen 16/2016 yakni sebagai basis data untuk pencetakan Kartu Nelayan karena ketiadaan alat
memudahkan perlindungan dan pemberdayaan pencetakan Kartu Nelayan yang tidak dimiliki Kota
nelayan; memberikan kemudahan dalam sehingga harus menunggu dari DKP Provinsi.
pembinaan nelayan; dan memberikan kemudahan
Efisiensi Pelaksanaan Program Kartu Nelayan di
dalam pelaksanaan program Kementerian. Selain
Kota Kupang
itu, fungsi Kartu Nelayan juga terkait akses pada
asuransi nelayan dan sasaran untuk bantuan- Menurut Hasibuan (2003), tingkat efisiensi
bantuan terkait nelayan. Nelayan pemegang Kartu semakin tinggi apabila semakin sedikit sumber daya,
Nelayan berhak memperoleh program Bantuan dana, sarana dan prasarana yang digunakan dalam
Premi Asuransi Nelayan (BPAN) bagi nelayan, menghasilkan barang dan jasa tertentu. Jadi efisien-
terutama nelayan kecil dan tradisional. Jaminan si merupakan suatu perbandingan (rasio) antara
yang diberikan oleh asuransi mencakup jaminan tindakan-tindakan yang dilakukan (input) dengan
asuransi kematian saat aktivitas menangkap ikan hasil-hasil yang diperoleh (output). Efisiensi dapat
di laut sebesar Rp. 200.000.000, cacat tetap Rp. diukur dari capaian baik secara kuantitatif maupun
100.000.000, dan biaya pengobatan jika sakit kualitatif. Secara kuantitatif, capaian penerbitan
senilai Rp. 20.000.000. Prioritas pemberian Kartu Kartu Nelayan pada tahun 2017 masih 26,74%.
Asuransi sesuai komitmen pemerintah Kota Kupang Padahal jika dilihat dari sebaran wilayah permuki-
yakni nelayan tradisional dan nelayan kecil dengan man nelayan dan akses untuk keterjangkauan dinas
syarat memiliki Kartu Nelayan, berusia maksimal 65 ke nelayan ataupun sebaliknya sangat mudah, baik
tahun, tidak pernah mendapatkan bantuan asuransi dari segi transportasi maupun sarana komunikasi.
lainnya, dan tidak memiliki dan memanfaatkan Hasil wawancara yang dilakukan terha-
alat tangkap yang dilarang oleh peraturan yang dap Dinas Perikanan Kota Kupang pada bulan Juli
ada. Data DKP Provinsi tahun 2018 menunjukkan 2017 lalu menunjukkan bahwa ketersediaan pera-
bahwa kuota penerima Kartu Nelayan untuk Kota latan dalam hal ini mesin cetak Kartu Nelayan yang
Kupang sekitar 1.500 orang tetapi yang terealisasi belum dimiliki Kota Kupang menjadi penghambat
baru sekitar 998 orang. keterlambatan dan minimnya pencetakan Kartu
Kebanyakan nelayan memahami Nelayan. Pencetakan Kartu Nelayan masih bergan-
kepemilikan Kartu Nelayan hanya sebagai identitas tung pada mesin cetak di DKP Provinsi NTT. Staf
resmi profesi nelayan padahal ada banyak sekali Dinas Perikanan Kota Kupang mengatakan bahwa
fungsi kepemilikan Kartu Nelayan. Pengetahuan data-data nelayan sudah terinput dalam sistem dan
yang minim tentang fungsi Kartu Nelayan ini masih mengantri untuk pencetakan. Sementara itu
disebabkan oleh sosialisasi yang tidak berjalan pihak DKP Provinsi mengkonfirmasi kebenaran
sebagaimana mestinya. Banyak sekali manfaat Kartu ketiadaan mesin cetak tersebut. Bahkan, mesin ce-
Nelayan yang diabaikan. Menurut pengakuan Dinas tak di Provinsi NTT yang sebelumnya berjumlah 2
Perikanan Kota Kupang bahwa sudah dilakukan unit yang dioperasikan untuk melayani pencetakan
sosialisasi kepada nelayan-nelayan Kota Kupang. Kartu Nelayan untuk Kabupaten/ Kota, kini hanya
Dinas Perikanan Kota bahkan menyiapkan tenaga tersisa 1 unit yang berfungsi baik.
outsourcing untuk pengisian data nelayan untuk
dicetak namun ketercapaian pencetakan kartu Kecukupan Pelaksanaan Program Kartu Nelayan
nelayan di bawah 30%. di Kota Kupang
Beberapa nelayan Kota Kupang bahkan Pertanyaan kunci pada aspek kecukupan
mengeluhkan lambannya pengurusan Kartu dalam evaluasi kebijakan Kartu Nelayan di Kota
Nelayan. Padahal sesuai Permen 16/ 2016 bahwa Kupang yakni: seberapa jauh pencapaian hasil
batas maksimum pencetakan Kartu Nelayan setelah yang diinginkan memecahkan masalah? Pertama,
Pengakuan Formal...Paulus Adrianus K.L Ratumakin 49 

target kepemilikan Kartu Nelayan bagi semua suami ke darat maka perempuan turut terlibat
yang berprofesi sebagai nelayan di Kota Kupang pada pemasaran baik kepada papalele/ pengepul
baru mencapai 26,74%. Pembagian kewenangan maupun dijual langsung kepada konsumen atau
antara pemerintah pusat, provinsi dan Kabupaten/ dijual ke pasar. Perempuan juga yang mengolah
Kota tidak mendatangkan hasil berupa efisiensi hasil tangkapan menjadi hidangan di atas meja
pekerjaan pendataan, verifikasi hingga pencetakan atau melakukan pengolahan lanjutan/ pengawetan
Kartu Nelayan. Dinas Perikanan Kota Kupang untuk dijual atau dikonsumsi. Sebagian perempuan
malah bergantung pada DKP Provinsi. Pembagian juga turut beraktivitas langsung memproduksi hasil
kewenangan dan tugas pada setiap level ternyata laut terutama sebagai gleaner (pengumpul) hasil laut
tidak mendekatkan sasaran program dengan ketika pasang surut.
lembaga yang berwenang, dalam hal ini Dinas Peran perempuan dalam rantai pemanfaatan
Perikanan Kota. Kedua, minimnya ketercapaian dan pengelolaan hasil laut tidak dipandang sebagai
kepemilikan Kartu Nelayan tidak dibarengi dengan aktivitas utama yang menyokong kehidupan
pemahaman para pemegang Kartu Nelayan akan keluarga. Pada beberapa kali pertemuan dengan
fungsi Kartu Nelayan. Kartu Nelayan dipahami kelompok perempuan di kelurahan pesisir, mereka
sebatas kartu identitas selain KTP. Padahal Kartu mengakui bahwa mereka tidak mendapatkan Kartu
Nelayan juga berfungsi terutama sebagai bentuk Nelayan karena menurut penjelasan dari staf Dinas
pengakuan negara terhadap keberadaan, profesi dan Perikanan Kota Kupang, Kartu Nelayan hanya
hak-hak nelayan. Ketiga, Pemerintah Kota Kupang diperuntukkan bagi nelayan (laki-laki/ suami) yang
belum mengganggap Kartu Nelayan sebagai bentuk melakukan aktivitas langsung di laut.
pengakuan dan perlindungan bagi nelayan dan
Responsivitas Pelaksanaan Program Kartu
para pelaku usaha kelautan dan perikanan. Dinas
Nelayan di Kota Kupang
Perikanan Kota belum menjadikan Kartu Nelayan
Implementasi program Kartu Nelayan di
sebagai basis semua program dan kegiatan untuk
Kota Kupang dirasakan kurang memuaskan bagi
nelayan sehingga banyak keluhan nelayan terkait
para nelayan karena lambannya pencetakan kartu
bantuan yang tidak tepat sasaran dan tidak tepat
walaupun data-data nelayan telah dimasukan
guna.
dalam database. Bagi nelayan yang telah memiliki

Kartu Nelayan, fungsi lain kepemilikan Kartu
Perataan Pelaksanaan Program Kartu Nelayan di
Nelayan seperti layanan asuransi dengan bantuan
Kota Kupang
premi gratis selama setahun belum diterima semua
Perempuan memiliki peran penting
pemegang kartu karena mesti disesuaikan dengan
dalam aktivitas terkait pemanfaantan dan
kuota. Fungsi lain seperti akses pada perolehan
pengelolaan pesisir dan laut. Pekerjaan sebagai
minyak di beberapa tempat pompa bensin, bantuan
nelayan yang penuh dengan resiko terutama
pada musim paceklik dan akses bantuan lain belum
ketika harus menerjang badai dan mencari ikan
dirasakan oleh nelayan dengan kepemilikikan Kartu
dalam ketidakpastian sering diidentikan dengan
Nelayan. Kepemilikan Kartu Nelayan rupanya
profesi laki-laki. Kebanyakan perempuan tidak
tidak disertai dengan pengakuan akan profesi dan
melakukan aktivitas penangkapan ikan setiap hari
layanan untuk pemenuhan hak-hak nelayan.
menggunakan perahu/ kapal atau bahkan menjadi
Kartu Nelayan juga belum menjangkau
nelayan buruh pada kapal-kapal ikan di atas 10 GT.
secara adil semua nelayan tradisional dan kecil,
Umumnya perempuan (termasuk istri nelayan) di
terutama perempuan yang bergerak pada pra
wilayah teluk/ pesisir Kota Kupang terlibat pada
produksi dan pasca panen. Kartu Nelayan belum
aktivitas pra produksi maupun pasca panen di laut.
dijadikan sebagai wacana penanda resmi profesi
Mereka melakukan aktivitas menyiapkan bekal bagi
nelayan tetapi baru sekedar program bagi-bagi
suami, membantu membersihkan alat tangkap dan
Kartu Nelayan. Keterbatasan kepemilikan Kartu
menarik perahu. Setelah hasil tangkapan dibawa
Nelayan bukan tidak mungkin dapat menjadi
50  JAP UNWIRA, Vol. 1, No. 1, Januari - Juni 2020

alasan tidak tersampaikannya program dan kegiatan minyak/ solar pada pompa bensin di sekitar mereka
untuk nelayan karena mereka tidak teridentifikasi dan bantuan-bantuan lain terkait perahu/ motor
dalam database. Banyak nelayan juga mengeluh, dan alat tangkap.
mengapa mereka memiliki Kartu Nelayan tetapi
tidak mendapatkan asuransi nelayan. Bagi mereka, Faktor-Faktor Penghambat Pelaksanaan Kartu
pemerintah Kota Kupang seharusnya mengajukan Nelayan di Kota Kupang
kuota penerimaan asuransi berbasis data jumlah
Faktor pertama, terkait kejelasan informasi
nelayan dan kepemilikan Kartu Nelayan sebagai
tentang Kartu Nelayan.Informasi yang jelas dan
syarat penerima asuransi. Malah sebaliknya, kuota
komprehensif dari Dinas Perikanan Kota Kupang
yang diberikan dari pusat selalu bergantung pada
menjadi penentu animo nelayan untuk memperoleh
alokasi tanpa basis data kepemilikan Kartu Nelayan.
Kartu Nelayan. Sosialisasi yang dilakukan staf DKP
Akibatnya, pada tahun 2017 lalu, kuota yang
Kota Kupang belum mencakup semua nelayan
sudah diberikan pusat tidak terpenuhi di daerah
sehingga sebagian besar nelayan tidak mengetahui
karena ketiadaan basis data dan kepemilikan Kartu
apa itu Kartu Nelayan. Mereka belum paham
Nelayan.
siapa sebenarnya yang berhak mendapatkan Kartu
Ketepatan Pelaksanaan Program Kartu Nelayan Nelayan dan fungsi/ manfaat Kartu Nelayan.
di Kota Kupang Mereka hanya mengetahui Kartu Nelayan seperti
Ketepatan pelaksanaan berhubungan KTP bagi nelayan ketika berada di laut yang akan
dengan manfaat yang diterima nelayan dari program ditunjukan ketika mendapat tilang di laut oleh
Kartu Nelayan. Beberapa nelayan penerima Kartu aparat. Informasi juga berkaitan dengan prosedur
Nelayan telah mengakses asuransi yang disediakan dan lamanya pengurusan Kartu Nelayan yang
oleh KKP. Bahkan sudah ada nelayan di Kota Kupang tidak sampai secara merata di nelayan. Mereka
yang menerima manfaat berupa asuransi kecelakaan tidak tahu berapa hari waktu yang diperlukan
dan kesehatan dari pihak Jasindo. Keluarga sebagaimana yang tertuang dalam Permen tentang
penerima asuransi merasa sangat terbantu. Nelayan jangka waktu pengurusan dan pencetakan Kartu
yang menerima bantuan asuransi selama setahun Nelayan. Informasi dari DKP terkait keterlambatan
ini setelah diterbitkannya Kartu Nelayan. Namun, pencetakan Kartu Nelayan, tantangan dan alasan
tidak semua nelayan paham bahwa bantuan premi mengapa Kartu Nelayan belum dibagikan kepada
asuransi yang diberikan pemerintah hanya selama nelayan tidak pernah disampaikan sehingga nelayan
satu tahun. Nelayan yang menerima bantuan premi terkatung-katung menunggu dan merasa tidak
asuransi tahun pertama dan hendak melanjutkannya perlu lagi mendapatkan kartu. Bagi mereka, yang
menjadi asuransi mandiri. Informasi seperti ini paling penting dapat melaut. Beberapa nelayan
yang tidak tersampaikan secara baik ke nelayan bahkan mengira bahwa dengan terdaftarnya kapal
padahal bagi mereka besaran premi Rp. 175.000/ di DKP, otomatis mereka akan mendapat Kartu
tahunbukan jumlah yang memberatkan. Nelayan. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang
Beberapa nelayan mengeluhkan juga bahwa nelayan dari Oesapa, bahwa:
bantuan yang diberikan pemerintah kepada nelayan “Saya sudah dapat kartu nelayan. Mungkin karena
belum merata walaupun sama-sama memegang kapal saya sudah terdata sehingga mudah dapat kartu
Kartu Nelayan sebagai identitas dan bentuk nelayan” (Wawancara, 8 September 2017).
pengakuan negara atas profesinya. Fungsi-fungsi
Faktor kedua, terkait sumber daya baik
lain terkait kepemilikan Kartu Nelayan belum
manusia, mesin dan uang. Menurut pengakuan
terpenuhi oleh pemerintah, seperti: tidak ada
pihak Dinas Perikanan Kota Kupang, kendala
jaminan sosial ketika mereka harus menghadapi
pengurusan kartu nelayan terletak pada pencetakan
musim paceklik sekitar bulan Desember – Maret,
kartu. Dinas Perikanan Kota Kupang tidak memiliki
informasi terkait cuaca dan iklim, bimbingan teknis
mesin cetak walaupun ada staf yang sudah dilatih
dari Dinas Perikanan, subsidi minyak dan akses
Pengakuan Formal...Paulus Adrianus K.L Ratumakin 51 

untuk menjadi operator. Akibatnya, mereka harus hidup dan memenuhi kebutuhannya berhadapan
bergantung pada DKP Provinsi dan mengantri dengan manusia lain dan dunia. Keberadaan
untuk menunggu pencetakan Kartu Nelayan. Selain manusia dengan sesamanya ini tidak menutup
itu, hambatan yang dialami Dinas Perikanan Kota kemungkinan terjadinya pertentangan dan
Kupang terkait jumlah SDM yang terbatas sehingga konflik, jika tidak diatur kecenderungan dan hak-
sosialisasi yang dilakukan tidak menjangkau seluruh haknya. Oleh karena itu manusia bersepakat untuk
nelayan. DKP Kota Kupang bahkan menyewa staf menyerahkan hak-haknya (kontrak sosial) pada
outsourcing untuk menginput data nelayan secara institusi yang mengaturnya yang dikenal dengan
onlineyang dicetak di DKP Provinsi. Keterbatasan negara. Idealnya,kontrak sosial (social contract)
anggaran kemudian ditenggarai sebagai hambatan atas nama perlindungan negara tidak serta merta
dalam melakukan sosialisasi dan penjangkauan mencabut dan melanggar hak setiap individu.
seluruh nelayan di Kota Kupang. Negara mengakui, menghormati dan berkewajiban
Faktor ketiga, kehendak baik dan komitmen memenuhi dan melindungi hak setiap warganya.
staf pelaksana. Menurut pihak DKP Provinsi, Bahkan, jika pemerintah yang menjalankan negara
hambatan terkait penerbitan Kartu Nelayan justru melanggar hak-hak kodrati inidividu maka penguasa/
pada komitmen staf Dinas Perikanan Kota Kupang. pemerintah dapat dituntut bahkan diturunkan dan
Keterlambatan penerbitan Kartu Nelayan di Kota diganti dengan penguasa/ pemerintah lain yang
Kupang ditenggarai oleh komitmen dan kinerja lebih menghormati hak-hak warga.
dari aparat negara yang lamban, sebagaimana yang Teori hak kodrati berasal dari gagasan
diungkapkan salah seorang staf DKP Provinsi: tentang hukum kodrati. Teori ini mewakili aliran
“Sebenarnya kewenangan untuk pencetakan kartu
besar dalam Hak Asasi Manusia yang sepakat
nelayan ini ada pada kawan-kawan kabupaten dan bahwa ada hak-hak universal pada setiap negara
kota. Saya selalu bilang bahwa kawan-kawan di Dinas dan budaya. Tentu aliran ini bertolakbelakangan
Perikanan Kabupaten dan Kota ini sangat lambat dengan gagasan tetang relativisme hak yang
dengan pengeluhan di lapangan” (Wawancara, 11
berpendapat bahwa setiap budaya dan negara
September 2017).
memiliki kekhasan dan perbedaan dalam hak sesuai
Ia menjelaskan bahwa proses pembuatan kartu konteksnya. Walaupun teori hak kodrati dikritik
nelayan sesungguhnya sangat mudah karena oleh teori positivisme yang meyakini hak berasal
berbasis internet/ online sehingga petugas dari dari hukum positif tertentu dan teori relativisme
Dinas Perikanan Kota Kupang dapat melakukan budaya yang menuduh teori hak kodrati sebagai
input data on the spot di lokasi nelayan berada. bentuk imperialisme budaya atas nama universalitas;
Nelayan hanya menyediakan foto kopi KTP namun sumbangan teori hak kodrati sangat besar
untuk dimasukan dalam form. Data yang sudah hingga sekarang. Teori ini bahkan menjadi landasan
dimasukan akan terkoneksi dengan DKP Provinsi bagi negara-negara dalam penghormatan bersama
yang dapat membantu pencetakan kartunya. atas hak asasi manusia. Substansi hak asasi dalam
Kartu Nelayan: Instrumen Pengakuan Negara teori hak kodrati kemudian berkembang mencakup
Atas Hak Nelayan segala aspek kehidupan manusia, bukan hanya pada
hak sipil dan politik tetapi juga hak ekonomi, sosial,
John Locke (1964), sebagai salah satu
budaya dan hak lain.
pemikir yang mengembangkan natural rights theory
Persoalannya adalah ketika hak kodrati itu
yang kemudian menjadi landasan kesepakatan
diterapkan dalam kehidupan bernegara dalam bentuk
internasional tentang hak-hak asasi manusia,
hukum positif dan tindakan afirmatif pemenuhan
meyakini bahwa secara kodrati manusia lahir dengan
hak-hak warga. Tantangannya adalah bagaimana
hak-hak alamiah. Salah satunya yakni hak untuk
negara berlaku adil kepada semua warganya? Tentu
hidup, memelihara hidup dan mengejar hal-hal
saja gagasan tentang keadilan negara mesti diletakan
yang diperlukan untuk hidupnya sebagai manusia.
secara tepat dalam konteks kehidupan bersama
Setiap manusia akan berupaya mempertahankan
52  JAP UNWIRA, Vol. 1, No. 1, Januari - Juni 2020

dan hak asasi manusia. John Rawls (1971;1978) dibiarkan agar kepentingan nelayan dan perempuan
memberikan argumen justice as fairness yang dapat pelaku usaha kelautan dan perikanan yang lebih
dijadikan landasan negara dalam memperlakukan rentan, tenggelam dalam kepentingan segelintir
warganya. Menurutnya, prinsip-prinsip keadilan orang yang lebih memiliki akses pada pemerintah
bagi struktur dasar masyarakat merupakan objek dan sumber daya yang ada.

persetujuan asal dalam posisi simetris dan fair. Posisi
Kesimpulan dan Saran
fair mengandung arti bahwa setiap orang diberikan
kesempatan yang sama untuk menentukan pilihan Dalam pidato pelantikannya sebagai
dan negara bertugas mengakomodir pilihan-pilihan Presiden RI pada periode pertama tanggal 20
tersebut terutama pilihan warga yang paling rentan. Oktober 2014 yang lalu, Jokowi menegaskan bahwa
Semua warga negara mesti diandaikan dalam sudah sejak lama Bangsa Indonesia memunggungi
kondisi yang sama, terlepas dari segala atributnya. laut. Pernyataan Jokowi sangat beralasan karena
Akan tetapi, kondisi ini sulit karena setiap orang dalam jangka waktu sekitar 65 tahun, pesisir
terlahir dengan status dan keberadaan yang melekat dan laut Indonesia tidak terurus. Baru pada era
padanya. Walaupun demikian, prinsipnya bahwa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid (Gus
kesempatan dan keadilan itu diberikan kepada Dur), Indonesia memiliki Departemen Perikanan
semua orang dan yang diutamakan adalah mereka dan Kelautan. Sejak saat itu kebijakan dan peraturan
yang paling rentan serta tidak memiliki atribut terkait pesisir dan laut mulai diperhatikan hingga
yang memungkinkannya untuk diperlakukan lebih pada tahun 2016, dengan dikeluarkanya UU 7/
baik. Dengan demikian keadilan dapat terwujud 2016 terkait perlindungan nelayan, pembudidaya
karena negara tidak mengabaikan hak semua orang dan petambak garam.
termasuk yang paling rentan. UU 7/2016 dioperasionalisasikan dalam
Kartu Nelayan merupakan salah satu beberapa peraturan turunannya termasuk Permen
instrumen dari negara untuk mengakui keberadaan No.16/ 2016 tentang Kartu Nelayan. Permen ini
nelayan. Dengan berbagai fungsinya, Kartu Nelayan mengatur tentang Kartu Nelayan yang merupakan
diharapkan dapat menjadi sarana untuk pemenuhan bentuk pengakuan negara atas profesi nelayan. Kartu
hak-hak nelayan. Namun, kerangka pemenuhan Nelayan diberikan kepada mereka yang melakukan
hak melalui instrumen sebuah Kartu Nelayan masih aktivitas rutin menangkap ikan. Pemberlakuan
sebatas hukum positif dalam peraturan perundang- Kartu Nelayan ini dinilai penting karena selama
undangan. Kartu Nelayan belum menjadi wacana ini profesi sebagai nelayan tidak diakui. Salah satu
dan gagasan pengakuan dan pemenuhan hak contohnya yakni data BPS dan Kependudukan
dalam konteks pelayanan para aparatur negara mengklasifikasikan nelayan sebagai bagian dari
atas warga. Ketidakseriusan Dinas Perikanan petani atau wiraswasta/ pengusaha. Oleh karena itu
Kota Kupang untuk mengakomodir nelayan, dipandang perlu nelayan memiliki identitas resmi
terutama nelayan tradisional dan kecil termasuk dalam bentuk Kartu Nelayan. Kartu Nelayan
perempuan pelaku usaha kelautan dan perikanan yang diterbitkan selain membantu nelayan, tetapi
dalam penerbitan Kartu Nelayan, menjadi tanda juga menuai banyak protes terkait prosedur dan
pengabaian negara atas hak warga. Padahal gagasan kelambanan penerbitan. Ketidakadilan dalam
Kartu Nelayan merupakan upaya pengakuan negara klasifikasi aktivitas terkait kelautan dan perikanan
yang berkonsekuensi pada pemenuhan hak-hak juga menjadi problem baru. Kartu Nelayan hanya
warganya. Bagaimana mungkin negara memenuhi diperuntukkan bagi mereka yang melakukan
hak warganya, sementara untuk mengakuinya saja aktivitas produksi tanpa memperhitungkan
negara belum memiliki kemauan baik? Minimnya aktivitas pra produksi dan pasca panen yang banyak
kepemilikan Kartu Nelayan menjadi preseden buruk dilakukan oleh perempuan. Definisi nelayan yang
terhadap kinerja dan kehendak baik pemerintah sempit di dalam UU No 7 tahun 2014 merugikan
Kota Kupang. Boleh jadi pengabaian ini sengaja rantai pengelolaan pesisir dan laut. Salah satu elemen
Pengakuan Formal...Paulus Adrianus K.L Ratumakin 53 

yang dirugikan karena sempitnya definisi nelayan Kota sesuai tupoksi dan kewenangannya. DKP
dalam UU No 7 tahun 2014 adalah kelompok Provinsi malah lebih akomodatif dan fleksibel
perempuan. Padahal, perempuan turut melakuan untuk mendata dan menerbitkan Kartu Nelayan on
aktivitas yang menunjang kegiatan suami, seperti: the spot bagi nelayan yang belum memiliki Kartu
menyediakan bekal, membantu persiapan peralatan Nelayan. Jika inovasisebagaimana yang dilakukan
tangkap, berbagai perlengkapan, menjahit pukat, DKP Provinsi tidak diadopsi dan diperluas maka
menjual ikan, mengolah dan mengawetkan ikan kemungkinanpengurusanKartu Usaha Kelautan
hingga menyediakannya di atas meja. Selain itu dan Perikanan (KUSUKA)bernasib serupa dengan
kelompok yang melakukan aktivitas budidaya dan Kartu Nelayan. Sumber daya dan komitmen
tambak garam tidak terakomodir dalam Kartu pihak Dinas Perikanan Kota yang dinilai lamban
Nelayan ini. untuk menginput dan memverifikasi data dapat
Pada tahun 2017 KKP mengeluarkan menjadi alasan klasik lagi tanpa ada penyelesaian.
Peraturan Mentri Kelautan dan Perikanan No. Data nelayan yang sudah diakomodir dalam Kartu
39 tahun 2017 yang mengubah Kartu Nelayan Nelayansegera dialihkan untuk mendapatkan
menjadi Kartu Pelaku Usaha Kelautan Perikanan KUSUKA. Kedua, keterbatasan sumber daya
(KUSUKA). KUSUKA ini adalah kartu yang terutama staf Dians Perikanan Kota Kupang dapat
harus dimiliki oleh segenap orang yang melakukan dibantu dengan melibatkan berbagai stakeholders
aktivitasnya di wilayah pesisir dan laut. KUSUKA termasuk pihak LSM, Ormas, perguruan tinggi
menjawabi persoalan sasaran pengakuan hak semua untuk melakukan pendataan secaraonline. Peran
pelaku usaha yang mengelola dan memanfaatkan Dinas Perikanan Kota Kupang melakukan verifikasi.
pesisir dan laut baik pra produksi, produksi DKP Kota Kupang dapat mengaktifkan ketua RT
maupun pasca produksi. Namun kekuatiran dari untuk mendata para pelaku usaha kelautan dan
program KUSUKA yang diluncurkanpada bulan perikanan di RT masing-masing. Ketiga, sosialisasi
Agustus 2018 yakni kesiapan dan keseriusan Dinas yang berkala dan bertahap dari RT/ RW dan
Perikanan Kota/ Kabupaten untuk melakukan komunitas-komunitas nelayan terkait KUSUKA.
sosisalisai dan pencetakan KUSUKA. Permen Sosialisasi ini dapat melibatkan pihak universitas
39/2017 memberikan kewenangan penuh kepada atau LSM yang tertarik dan berminat melakukan
Kota/ Kabupaten untuk mendata, memverifikasi, aksi sosial bersama mendukung pengakuan profesi
memasukkan data secara online dan menerbitkan usaha kelautan dan perikanan. Keempat, perlu
Kartu Nelayan. Peran DKP Provinsi yakni adanya sistem yang dibangun: mekanisme/ prosedur
melakukan koordinasi. Semakin besar peran dan dan jaringan-jaringan (Dinas Perikanan Kota
kewenangan Dinas Perikanan Kota/ Kabupaten, Kupang, DKP Provinsi, Ombusdman, LSM dan
belum tentu berbanding lurus dengan pencapaian stakeholders lain) terkait pengaduan masyarakat
tujuan kebijakan jika berkaca pada implementasi atas layanan Kartu Nelauyan atau KUSUKA jika
Permen Kelautan dan Perikanan 16 /2016. terjadi mal administrasi yang dilakukan oleh dinas/
Perbaikan implementasi Kartu Nelayan di instansi terkait.
Kota Kupang dapat dilakukan dengan beberapa
cara, antara lain:pertama, pihak Dinas Perikanan
Kota atau DKP Provinsi segera memasukkan data Bibliografi
nelayan, pembudidaya dan petambak baik laki-
laki maupun perempuan, termasuk para pelaku Abdul Wahab, Solicin. 2008. Analisis Kebijakan
usaha kelautan dan perikanan. Kerjasama dan dari Formulasi ke Implementasi
komunikasi yang baik antara Dinas Perikanan Kebijakan Negara. Edisi Kedua. Jakarta: PT.
Kota Kupang dan DKP Provinsi sangat diperlukan. Bumi Aksara
Pengalaman membutktikan bahwa yang proaktif Anderson, James E.1979. Public Policy Making.
justru pihak DKP Provinsi bukan Dinas Perikanan New York: Holt, Rinehart and Winston.
54  JAP UNWIRA, Vol. 1, No. 1, Januari - Juni 2020

Creswell, john W. 2009. Research Design. Parsons, Wayne. Public Policy: Pengantar Teori dan
Qualitative, Quantitative, and Mixed Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta: Kencana
Methods Approaches. Third Edition. SAGE Prenada Media Group.
Publication: California. Penterj. Achmad Psalong, Harbani. 2007. Teori Administrasi Publik.
Fawaid. 2010. Research Design. Pendekatan Bandung: Alfabeta.
Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Rawls, John.1971. A Theory of Justice. London:
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Oxford University Press.
Dunn, William N. 1994. Public Policy Analysis: An __________.1987. “Basic Liberties and Their
Introduction. Second Edition.A Simon Priority” dalam M. McMurrin (ed.).Liberty,
& Schuster Company, Eagelwood Cliffts: Equality, and Law. Cambrige: Cambridge
New Jersey. Penterj. Samodra Wibawa, University Press.
dkk. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Siagian, Sondang P. 2001. Manajemen Sumber
Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Daya Manusia. Cetakan Ketujuh, Jakarta:
Press. Radar Jaya Offset.
Dye, Thomas R. 1981.Understanding Public Policy. Smith, Rhona K. M. et. al., ( eds). 2008. Hukum
Englewood, Cliff: Perentince-Hall. Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: PUSHAM
Locke, John.ed. 1964. The Second Treatise of UII.
Civil Government and a Letter Concerning Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003. Implementasi
Toleration. Oxford: Blackwell. Kebijakan Publik. Yogyakarta: Lukman
Miles, M.B. dan A.M. Huberman. 1992. Analisis Offset YPAPI.
Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang
Metode-Metode Baru (Penerjemah Tjetjep Peraturan Perundang-Undangan:
Rohendi Rohidi). Jakarta: UI-PRESS. Undang-Undang RI No.7 Tahun 2016 Tentang
Miftah, Toha. 2005. Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan,
Administrasi Negara. Jakarta: Rajagrafindo Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.
Persada. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No.
Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian 6 Tahun 2016 Tentang Kartu Nelayan.
Kualitatif. Bandung: PT Remaja Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No.
Rosdakarya. 39 Tahun 2017 Tentang Kartu Pelaku Usaha
Nugroho, Riant. 2009. Public Policy. Jakarta: Kelautan dan Perikanan.
Gramedia

Anda mungkin juga menyukai