Anda di halaman 1dari 28

LUMPUR PEMBORAN

OLEH :

1. Marilyn Daniella Kalaipupin

2. Caterina M. Walten

3. Anmelinda N. Tiwery

4. Vijay Tandra

5. Marselino N. Mangar

6. Yusuf M. Darakay
KATA PENGANTAR
Lumpur bor merupakan bahan yang paling penting perannya selama masih

berlangsungnya operasi pengeboran. Kegunaan pokok antara lain adalah menahan supaya

dinding sumur tidak rontok, mengangkat serbuk-serbuk bor ke permukaan mendinginkan mata

pahat dan menahan tekanan gas dari formasi supaya tidak terjadi “blow aut” atau semburan gas

liar yang mengakibatkan kebakaran dan kehancuran perlantan bor atau korban jiwa ( Basalim,

2009).

Lumpur berfungsi sebagai lubrikasi dan medium pendingin untuk pipa pemboran dan mata

bor. Lumpur merupakan komponen penting dalam pengendalian sumur ( well-control), karena

tekanan hidrostatisnya dipakai untuk mencegah fluida formasi masuk ke dalam sumur. Lumpur

juga digunakan untuk mengontrol fluida yang hilang ke dalam formasi ( fluid-loss).
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………..i

Daftar Isi……………………………………………………………………..ii

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang................................................................................................1
2. Rumusan Masalah...........................................................................................2
3. Tujuan Penulisan.............................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian lumpur pengeboran……………………………………………….1


2. Fungsi lumpur pengeboran…………………………………………………....2
3. Sifat-Sifat Pemboran.........................................................................................3
4. Komposisi Lumpur Pemboran..........................................................................4
5. Jenis Lumpur Pemboran....................................................................................5
6. Faktor Utama Dalam Pemilihan Lumpur Bor...................................................6
7. Pemakaian Polimer Pada Lumpur Dasar Air Tawar.........................................7
8. Kandungan Garam............................................................................................8
9. Kontaminasi Lumpur Bor.................................................................................9
10. Sistem Lumpur Non Dispere Dengan Padatan Rendah..................................10
11. Sistem Lumpur Disperse..................................................................................11
12. Keuntungan Dan Kerugian Sistem Fluida Pemboran Disperse.......................12

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Rasa keingintahuan mahasiswa tentang apa itu lumpur pemboran, apa saja yang jenisnya,

apa fungsi dari lumpur pemboran, sifat yang dimiliki lumpur pemboran, komposisi lumpur

pemboran, factor utama dalam pemilihan lumpur pemboran, pemakaian polimer pada lumpur

dasar air tawar, kandungan garam, kontaminasi lumpur bo, system lumpur non disperse

dengan padatan rendah, system lumpur disperse, dan keuntungan juga kerugian system fluida

pemboran disperse. Dalam proses belajar mengajar dosen memberikan tugas agar

mendorong, membimbing, dan member fasilitas kepada mahasiswa untuk mencapai tujuan.

2. Rumusan Masalah

a.Apa yang dimaksudkan dengan lumpu pemboran?

b. Apa fungsi dari lumpur pemboran?

c.Apa saja sifat-sifat dari lumpur pemboran?

d. Apa saja komposisi pada lumpur pemboran?

e.Jenis-jenis lumpur pemboran?

f. Apa factor utama dalam pemilihan lumpur bor?

g. Kandungan garam?

h. Kontaminasi lumpur bor?

i. Sistem lumpur non disperse dengan padatan rendah?

j. Apa saja sistem lumpur disperse?

k. Apa saja keuntungan dan kerugian sistem fluida pemboran disperse?


3. Tujuan Penulisan

Agar mahasiswa dapat memahami tentang lumpur pemboran. Dan juga dosen dapat

mengetahui kemampuan mahasiswa. Dan juga diharapkan untuk dapat mencapai tujuan yang

ingin di capai.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Lumpur Pemboran

Lumpur pemboran dapat didefinisikan sebagai semua jenis fluida (cairan-cairan berbusa,

gas bertekanan) yang dipergunakan untuk membantu operasi pemboran dengan membersihkan

dasar lubang dari serpih bor dan mengangkatnya kepermukaan, dengan demikian pemboran

dapat berjalan dengan lancar. Lumpur pemboran yang digunakan sekarang pada mulanya berasal

dari pengembangan penggunaan air untuk mengangkat serbuk bor. Kemudian dengan

berkembangnya teknologi pemboran, lumpur pemboran mulai digunakan. Selain lumpur

pemboran, digunakan pula gas atau udara sebagai fluida pemboran.

2. Fungsi Lumpur Pemboran

Pada awal penggunaan pemboran berputar, fungsi utama fluida pemboran hanyalah

mengangkat serpih dari dasar sumur ke permukaan. Tetapi saat ini fungsi utama lumpur

pemboran adalah:

1.            Pengangkatan Serpih Bor (Cutting Removal)

Lumpur yang disirkulasi membawa serpih bor menuju permukaan dengan adanya pengaruh

gravitasi serpih cenderung jatuh, tetapi dapat diatasi oleh daya sirkulasi dan kekentalan lumpur.

Dalam melakukan pemboran serbuk bor (cutting) dihasilkan dari pengikisan formasi oleh pahat,

harus dikeluarkan dari dalam lubang bor. Hal ini berdasarkan atas keberhasilan atau tidaknya

lumpur untuk mengangkat serbuk bor. Apabila serbuk bor tidak dapat dikeluarkan maka akan

terjadi penumpukan serbuk bor didasar lubang, jika hal ini terjadi maka akan terjadi masalah

seperti terjepitnya pipa oleh serbuk bor.


Serbuk bor dapat diangkat jika lumpur mempunyai kemampuan untuk mengangkatnya.

Kemampuan serbuk bor untuk terangkat hingga kepermukaan tergantung yield point lumpur itu

sendiri. Jika lumpur sudah memiliki yield point yang memadai maka dengan melakukan sirkulasi

serbuk bor dapat terangkat keluar bersama–sama dengan lumpur untuk dibuang melalui alat

pengontrol solid (Solid Control Equipment) berupa shale shaker, desander, mud cleaner, dan

centrifuge.

2 Mendinginkan dan Melumasi Pahat

Panas yang cukup besar terjadi karena gesekan pahat dengan formasi maka panas itu harus

dikurangi dengan mengalirkan lumpur sebagai pengantar panas kepermukaan. Semakin besar

ukuran pahat, semakin besar juga aliran yang

dibutuhkan. Kemampuanmelumasidanmendinginkanpahatdapatditingkatkandenganmenambahka

nzat–zatlubrikasi (pelincir) misalnya :minyak, detergent, grapite, asphalt danzatsurfaktankhusus,

serbukbatokkelapabahkanbentonitejugaberfungsisebagaipelincirkarenadapatmengurangigesekana

ntaradindingdanrangkaian bor.

3. Membersihkan Dasar Lubang (Bottom Hole Cleaning)

Ini adalah fungsi yang sangat penting dari lumpur bor, lumpur mengalir melalui corot pahat (bit

nozzles) menimbulkan daya sembur yang kuat sehingga dasar lubang dan ujung–ujung pahat

menjadi bersih dari serpih atau serbuk bor. Ini akan memperpanjang umur pahat dan akan

mempercepat laju pengeboran.

Laju sembur (jet velocity) minimum 250 fps untuk tetap menjaga daya sembur yang kuat kedasar

lubang. Laju sembur yang optimal sebaiknya harus memperhitungkan kekuatan formasi atau

daya kemudahan formasi untuk dibor (formation drillability). Kalau laju sembur terlalu besar

pada formasi yang lunak, dan akan mengakibatkan pembesaran lubang (hole enlargement)
karena kikisan semburan. Sedangkan pada formasi keras akan terjadi pengikisan pahat dan

menyia–nyiakan horse power

4. Melindungi Dinding Lubang Supaya Stabil

Lumpur bor harus membentuk deposit dari ampas tapisan (filter cake) pada dinding lubang

sehingga formasi menjadi kokoh dan menghalang-halangi masuknya fluida (filtrat) kedalam

formasi. Kemampuan ini akan meningkat jika fraksi koloid dari lumpur bertambah, misalnya

dengan menambahkan attapulgite atau zat kimia yang dapat meningkatkan pendispersian

padatan. Dapat pula dengan menambahkan zat–zat poliner sehingga viskositas dari filtrat (air

tapisan) meningkat, dengan demikian mobilitas filtrat didalam filter cake dan formasi akan

berkurang.

5. Menjaga atau Mengimbangi Tekanan Formasi

Pada kondisi normal gradien tekanan normal : 0.465/ft, 0.107-ksc/ft. Berat dari kolom lumpur

yang terdiri dari fase air, partikel–partikel padat lainnya cukup memadai untuk mengimbangi

tekanan formasi. Tetapi jika menjumpai daerah yang bertekanan abnormal dibutuhkan materi

pemberat khusus (misal : XCD-polimer) yang mempunyai berat jenis tinggi untuk menaikkan

tekanan hidrostatis dari kolom lumpur agar dapat mengimbangi dan menjaga tekanan formasi.

Besarnya tekanan hidrostatik tergantung dari berat jenis fluida yang digunakan dan tinggi kolom

yang dapat dihitung dengan persamaan :

Hp = 0.052 x Mw (ppg) x D = Psi

= 0,00695 x Mw (pcf) x D = Psi

dimana :

Hp = Tekanan hidrostatic lumpur, psi.

Mw = Densitas lumpur, ppg/pcf


D = Kedalaman, ft.

6. Menahan Serpih / Serbuk Bor dan Padatan Lainnya Jika Sirkulasi Dihentikan

Kemampuan lumpur bor untuk menahan atau mengapungkan serpih bor pada saat tidak ada

sirkulasi tergantung sekali pada daya agarnya (gel strengt). Daya agar adalah suatu sifat fluida

thixotropis yang mempunyai kemampuan mengental dan mengagar jika didiamkan (static

condition) dan kembali lagi mencair jika diaduk atau digerak–gerakkan. Sifat pengapungan atau

penahan serpih didalam lumpur sangat diinginkan untuk mencegah turunnya serpih kedasar

lubang atau menumpuk di anulus yang akan memungkinkan terjadinya rangkaian bor terjepit.

Tetapi daya agar ini tidak boleh terlalu tinggi supaya mengalirnya kembali lumpur tidak

membutuhkan tekanan awal yang terlalu besar.

7. Sebagai Media Logging

Data-data dari sumur yang diselesaikan sangat penting untuk dasar evaluasi sumur yang

bersangkutan, juga penting untuk dasar pembuatan program dan evaluasi sumur-sumur yang

akan di bor selanjutnya. Data-data tersebut diatas didapat dari analisa cutting dan pengukuran

langsung dengan wire logging. Untuk itu lubang bor harus bersih dari cutting.

8. Menunjang (Support) Berat Dari Rangkaian Bor dan Selubung

Makin dalam pengeboran, maka berarti makin panjang pula rangkain pipa atau casing, sehingga

beban yang harus ditahan menara rig akan bertambah besar, dengan adanya bouyancy effect dari

lumpur akan menyebabkan beban efektif menjadi lebih kecil sehingga dengan kemampuan yang

ada mampu melakukan pengeboran yang lebih dalam. Faktor yang mempengaruhi dalam hal ini

adalah berat jenis dari lumpur.

9. Menghantarkan Daya Hidrolika Kepahat


Lumpur pemboran adalah media untuk menghantarkan daya hidrolika dari permukaan kedasar

lubang. Daya hidrolika lumpur harus ditentukan didalam membuat program pengeboran

sehingga laju sirkulasi lumpur dan tekanan permukaan dihitung sedemikian agar pendayagunaan

tenaga (power) menjadi optimal untuk membersihkan lubang dan mengangkat serpih bor.

Kemampuan untuk membersihkan serbuk bor dari bit itu didapat karena adanya tenaga hidrolik

yang harus disalurkan dari permukaan menuju bit melalui media lumpur yang disebut sebagai

Bit Hydraulic Horsepower

10. Mencegah dan Menghambat Laju Korosi

Korosi dapat terjadi karena adanya gas-gas yang terlarut seperti oksigen CO 2, dan H2S. Juga

karena pH lumpur yang terlalu rendah atau adanya garam-garam di dalam. Untuk menghindari

hal - hal tersebut diatas, ke dalam lumpur dapat ditambahkan bahan – bahan pencegah korosi

atau diusahakan untuk mencegah pencemaran yang terjadi.

3. Sifat-Sifat Penting Lumpur Pemboran

Dalam suatu operasi pemboran semua fungsi lumpur pemboran haruslah berada dalam kondisi

yang baik sehingga operasi pemboran dapat berlangsung dengan baik. Hal ini dapat dicapai

apabila sifat lumpur selalu diamati dan dijaga secara kontinyu dalam setiap tahap operasi

pemboran. Selain hal tersebut di atas pengukuran dan pengamatan sifat - sifat kimia juga harus

dilakukan dengan seksama.Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kestabilan sifat – sifat lumpur

pemboran.

1. Berat Jenis

Sifat ini berhubungan dengan tekanan hidrostatik yang ditimbulkan oleh suatu kolom lumpur,

karenanya harus selalu di jaga guna mendapatkan tekanan hidrostatik yang sesuai dengan
tekanan yang dibor. Lumpur yang terlalu ringan akan menyebabkan enterusi fluida formasi

kedalam lubang dan hal ini akan menyebabkan kerontokan dinding lubang, kick dan blow out.

Lumpur yang terlalu berat akan dapat menyebabkan problema Lost Circulation.

2. Rheology dan Gel – Strength

1.      Viscositas

Viscositas adalah tahanan terhadap aliran atau gerakan yang penting untuk laminar flow. Alat

untuk mengukur viscositas lumpur ialah Marsh Funnel.

2.      Plastic Viscosity (Pv)

Plasctic viscosity merupakan tahanan terhadap aliran yang disebabkan oleh gesekan antara

sesama benda padat didalam lubang bor dan merupakan salah satu parameter kenaikan solid

yang ada dalam lumpur.

3.      Yield Point (Yp)

Yield point merupakan tahanan terhadap aliran yang disebabkan oleh gaya elektrokimia antara

padatan – padatan, cairan – cairan dan padatan – cairan.

4.      Gel – Strength

Gel – strength adalah sifat dimana benda cair menjadi lebih kental bila dalam keadaan diam, dan

makin lama akan bertambah kental. Sifat ini dikenal juga sebagai sifat “THIXOTOPIC”.

3. Sand Content

Penentuan kadar pasir pada lumpur pemboran adalah untuk mencegah abrasi

Pada pompa dan peralatan pengeboran lainnya, juga untuk mencegah penebalan mud cake dan

drill pipe sticking.

4. Solid Control
Kandungan solid di dalam lumpur bila tidak dikontrol dengan baik akan mempunyai akibat

– akibat yang buruk antara lain :

         Memperlambat peneteration rate

         Susah mengatur sifat – sifat rheologi

         Bit dan peralatan lainnya cepat aus.

         Treatment menjadi lebih mahal.

Solid dapat berasal dari penambahan weighting agent dapat pula berasal dari drilled cutting

formasi.

5. Alkalinity Filtrate

Tujuan pemeriksaan alkalinity filtrate adalah untuk mengetahui kontaminan – kontaminan

terhadap lumpur. Kontaminan – kontaminan ini dapat berasal dari formasi yang di bor maupun

dari air yang digunakan untuk pembuatan lumpur.

6. Fluid (Water) Loss

Bila suatu campuran padat – cair, seperti lumpur berada dalam kontak dengan media porous

seperti dinding lubang bor dengan adanya tekanan yang bekerja padanya, makan akan terjadi

perembesan zat cair kedalam media porous tesebut.

7. PH

PH menyatakan konsentrasi dari gugus hidroxil (OH¯) yang terdapat dalam lumpur yang akan

mempengaruhi kereaktifan bahan – bahan kimia yang digunakan dalam lumpur.

4. Komposisi Lumpur Pemboran


Komposisi dari lumpur pemboran disusun dari berbagai bahan kimia yang masing-masing

mempunyai fungsi secara individual, dan diharapkan saling bekerja secara sinergik untuk

mendapatkan sifat-sifat lumpur yang di harapkan Bahan-bahan kimia penyusun lumpur tidak

hanya berfungsi tunggal melainkan dapat berfungsi ganda. Fungsi pertama disebut primary

fungtion sedangkan fungsi keduanya disebut secondary fungtion.

Lumpur pemboran yang paling banyak digunakan adalah lumpur pemboran dengan bahan

dasar air (water base mud) dimana air sebagai fasa cair kontinyu dan sebagai pelarut atau

penahan materi–materi didalam lumpur.

Empat macam komposisi atau fasa yang umum digunakan di dalam lumpur pemboran

adalah sebagai berikut :

1.      Fasa cair (air atau minyak)

2.      Reactive solids (padatan yang bereaksi dengan air membentuk koloid )

3.      Inert solids (zat padat yang tidak bereaksi)

4.      Fasa kimia

Dari keempat komponen ini dicampurkan sedemikian rupa sehingga didapatkan lumpur

pemboran yang sesuai dengan keadaan formasi yang ditembus.

1. Fasa cair

Fasa cair adalah komponen utama lumpur pemboran. Fungsi dari fasa cair adalah sebagai

fasa dasar yang dapat menyebabkan lumpur dapat mengalir. Disamping itu bila bereaksi dengan

reaktif solid akan membentuk koloid yang viscositasnya tertentu sehingga lumpur dapat

mengangkat serpih bor. Fasa cair yang digunakan disesuaikan dengan kondisi lapangan dan

kondisi formasi yang yang dibor. Fasa cair yang biasa digunakan adalah air tawar, air garam,

minyak dan emulsi antara minyak dan air.


2. Reactive Solids

Padatan ini bereaksi dengan sekelilingnya untuk membentuk koloidal. Dalam hal ini clay

air tawar seperti bentonite mengisap (absorp) air tawar dan membentuk lumpur. Istilah “yield”

digunakan untuk menyatakan jumlah barrel lumpur yang dapat dihasilkan dari satu ton clay agar

viskositas lumpurnya 15 cp.

Bentonite digunakan antara lain sebagai bahan dasar lumpur pemboran, pada dasarnya

Bentonite dibuat dari bahan lempung ( clay ) yang besifat Na-Monntmorillonite dan Ca-

Monntmorillonit. Na-Monntmorillonite sangat baik digunakan sebagai bahan dasar lumpur

pemboran karena mampu mengembang ( Swelling ) sampai 8 kali jika direndam dalam air.

Kemampuan mengembang yang cukup besar, akan membentuk suatu larutan dengan viscositas

yang cukup besar, hal ini penting untuk membersihkan dasar lubang sumur dan juga membentuk

suatu lapisan dinding yang elastic yang akan melindungi dinding lubang agar tidak runtuh.

Bentonite merupakan gabungan lempung ( Clay ) yaitu kumpulan mineral dan bahan bahan

seperti illit, kaolinit, siderite dan terbanyak adalah montmorillnite ( 85 – 90 % ) dan logam alkali

tanah.

Untuk salt water clay (attapulgite), swelling akan terjadi baik di air tawar atau di air asin

dan karenanya digunakan untuk pemboran dengan “salt water muds”. Baik bentonite atau

attapulgite akan memberikan kenaikan viskositas pada lumpur. Untuk oil base mud, viskositas

dinaikkan dengan penaikan kadar air dan penggunaan asphalt.

3. Inert Solids

Inert solid adalah padatan yang tidak bereaksi dengan air dan dengan komponen lainnya

dalam lumpur, dimana material ini tidak tersuspensi. Fungsi utama dari material ini adalah

berkaitan erat dengan densitas lumpur berguna untuk menambah berat ata berat jenis dari
lumpur, yang tujuannya untuk menahan tekanan dari tekanan formasi dan tidak banyak

pengaruhnya dengan sifat fisik lumpur yang lain. Material inert ini antara lain adalah barite atau

barium sulfate (BaSO4), besi oxida (Fe2O3), calcite atau calsium sulfate (CaSO4) dan galena

(PbS), dimana kebanyakan dari zat-zat ini berfungsi sebagai material pemberat.

Inert solid dapat pula berasal dari formasi-formasi yang dibor dan terbawa oleh lumpur

seperti chert, pasir atau clay-clay non swelling, padatan seperti ini bukan disengaja untuk

menaikkan densitas lumpur dan perlu dibuang secepat mungkin (dapat menyebabkan abrasi dan

kerusakan pompa).

Sebagai contoh yang umum digunakan sebagai inert solid dalam lumpur bor, adalah :

• Barite (BaSO4)

• Oksida Besi (Fe2O3)

• Kalsium Karbonat (CaCO3)

• Galena (PbS)

4. Fasa Kimia

Zat kimia merupakan bagian dari sistem yang digunakan untuk mengontrol sifat – sifat

lumpur misalnya menyebarkan partikel- partikel clay (disepertion), menggumpalkan partikel –

partikel clay (flocculation) yang akan berefek pada pengkoloidan partikel clay itu sendiri.

Banyak sekali zat kimia yang dapat digunakan untuk menurunkan kekentalan, mengurangi water

loss, mengontrol fasa kolid yang disebut dengan surface active agent.

Zat kimia yang dapat menurunkan kekentalan dan mendispersi partikel clay biasa disebut

thiner. Thiner yang dapat menurunkan kekentalan atau mengencerkan partikel clay diantaranya

adalah :

1.      Quobracho (dispersant)


2.      Phosphate

3.      Sodium Tannate (kombinasi caustic soda dan tannium)

4.      Lignosulfonate

5.      Lignite

Sedangkan zat-zat yang dapat menaikkan kekentalan antara lain :

1.    C.M.C

2.      Starch

3.      Drispac

Zat-zat kimia tersebut diatas bereaksi dan mempengaruhi lingkungan sistem lumpur

tersebut, misalnya dengan menetralisir muatan – muatan listrik clay, menyebabkan dispertion

dan lain sebagainya.

5. Jenis Lumpur Pemboran

Pada umumnya lumpur pemboran dibagi dalam dua sistem, yaitu lumpur bor dengan bahan

dasar air (water base mud) dan lumpur bor dengan bahan dasar minyak (oil base mud). Lumpur

bor berdasarkan fasa cairnya yaitu air dan minyak dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Water base mud

Lumpur jenis ini yang paling banyak digunakan, karena biayanya relatif murah. Lumpur ini

terbagi atas fresh water mud dan salt water mud, dan apabila dilihat dari komposisinya lumpur

ini terbagi lagi sebagai berikut :

a) Gel spud mud

Komposisinya adalah sebagai berikut :

- 20 – 25 lb/bbl bentonite
-0.25 – 0.5 lb/bbl caustic soda

Lumpur ini digunakan pada awal pemboran dimana pemeliharaannya dengan cara menjalankan

desander dan desilter secara terus menerus selama sirkulasi lumpur.

b) Lignosulfonate mud

Lumpur ini dalah salah satu jenis fluida pemboran yang serba guna, dan dalam prakteknya

lumpur ini akan menajadi optimal bilamana beberapa syarat penting harus kita perhatikan, antara

lain :

         Berat Jenis tinggi ( > 14ppg )

         Tahan Panas ( 121 – 150o )

         Toleransi padatan yang tinggi

         Tapisan yang rendah ( < 10 cc )

         Toleransi terhadap garam, anhydrite, gypsum

         Tahan kontaminasi semen

Komponen dasarnya meliputi air tawar atau air asin, bentonite, Chrome Lignosulfonat, lignite,

caustic soda, CMC, atau modified Starch. Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan di dalam

penggunaan lumpur Lignosulfonat :

         Sifat inhibitive akan rusak paa suhu 300o F

         Sifat pengontrolan laju tapisan akan rusak pada temperatur 350o F

         Pada temperatur > 400o F lignosulfonat akan pecah

         Viscositas akan berkurang seiring kenaikan temperatur

         Lignosulfonate tidak efektif dalam menstabilkan shale

         Filtrat lumpur Lignosulfonat dianggap mempinya peranan merusak formasi yang produktif

         Lumpur Lignosulfonat yang sudah terkontaminasi semen akan mengental


Tergolong lumpur medium sampai berat, temperatur kerja 250 – 300 °F, mempunyai toleransi

tinggi terhadap konsentrasi garam, anhidrit gipsum dan semen.

Komposisinya adalah sebagai berikut :

- Bentonite 20 – 25 lb/bbl

- Spersene 2 lb/bbl

- Xp – 20 1 lb/bbl

- Barite secukupnya sesuai dengan kebutuhan

c) Polimer mud

Komposisinya adalah sebagai berikut :

- Menggunakan air tawar

- 0.25 lb/bbl soda ash

- Bentonite

- Caustic soda

d) Sea water mud

Adalah lumpur lignosulfonate yang mempergunakan prehydrated bentonite untuk dasar

pengental didalam air asin, formulasinya berkisar 2 ppb caustic soda, 1.5 ppb kapur (lime), 2-4

ppb lignosulfonate, 1-2 ppb lignite dan larutan prehydrated bentonite secukupnya. Biasanya

alkalinity pf 1.3-3.00 cc dijaga dengan caustic soda, pm 3.0-8.0 cc dengan kapur dan tapisan

dipembuat lumpur. Konsentrasi garam dalam air laut berkisar 30-35,000 ppm dengan berbagai

ion-ion lain (Mg+2, Ca+2).

2. Oil base mud


Lumpur ini mengandung minyak sebagai fasa kontinyunya, komposisinya diatur agar kadar

airnya rendah (3-5% volume). Relatif lumpur ini tidak sensitif terhadap contaminant. Tetapi

airnya adalah contaminant karena memberikan efek negatif bagi kestabilan lumpur ini. Untuk

mengontrol viskositas, gel strength, mengurangi efek kontaminasi air dan mengurangi filtrate

loss, perlu ditambahkan zat-zat kimia.

Faedah oil base mud didasarkan pada kenyataan bahwa filtratnya adalah minyak, karena itu

tidak akan menghidratkan shale atau clay yang sensitif baik terhadap formasi biasa maupun

formasi produktif. Kegunaan terbesar dari oil base nud ini adalah pada completion dan work over

sumur. Kegunaan yang lain adalah untuk melepaskan drill pipe yang terjepit , mempermudah

pemasangan casing dan liner. Oil base mud ini harus ditempatkan pada suatu tanki besi untuk

menghindarkan kontaminasi air. Rig harus dipersiapkan supaya tidak kotor dan bahaya api

berkurang.

Kerugian penggunaan oil base mud adalah :

- dapat mengkontaminasi lingkungan terutama untuk daerah operasi offshore.

- solid kontrol sulit dilakukan bila dibandingkan dengan water base mud.

- Elektrik logging tidak dapat dilakukan.

- Biayanya relatif lebih mahal.

3. Emulsion mud

Terbagi atas oil in water emulsion dan water in oil emulsion tergantung dari fasa apa yang

terdispersi. Fungsi lumpur ini adalah untuk menambah ROP, mengurangi filtration loss,

menambah pelumasan dan mengurangi torque, dimana lumpur ini banyak digunakan dalam

directional drilling. Komposisinya adalah lumpur dasar ditambah minyak mentah atau minyak

solar 2-15% atau lumpur dengan dasar minyak ditambahkan air 24-45% air.
6. Faktor Utama Dalam Pemilihan Lumpur Bor

Dalam menentukan lumpur bor yang akan digunakan dalam operasi pemboran harus

diperhatikan beberapa faktor utama untuk memilih lumpur bor tersebut, yaitu :

  Bahan dasar pembuatannya air tawar, air asin dan minyak.

  Sifat formasi yang akan ditembus.

  Problem yang akan terjadi dan yang berhubungan dengan lumpur diusahakan sekecil

mungkin.

  Dibutuhkan atau tidaknya peralatan pengontrol padatan yang efektif.

  Kestabilan terhadap temperatur dan kontaminasi yang terjadi (misalnya semen, air tawar).

  Pengaruh terhadap total biaya pemboran.

7. Pemakain Polimer Pada Lumpur Dasar Air Tawar

Pemakaian polimer pada lumpur bor adalah yang dapat berfungsi sebagai

  Penggumpal ( flocculants )

Floculant berfungsi untuk mengikat cutting agar mudah dipisahkan dari

lumpur. Semua floculant tersusun dari polymer, contoh :

1.      PHPA : ( Partially Hidrolized Polyacril Amide )

2.      SPA : ( Sodium Poly Acrilate )

  Pemecah gumpalan ( deflocculants )

Bahan ini berfungsi untuk menurunkan viscositas dan pada umumnya mempunyai second

fungtion sebagai fluid loss reducer.

  Pengontrol kehilangan lumpur ( fluid loss control agent )


Bahan ini berfungsi sebagai viscofier seperti cmc dan pac – polymer,

sedangkan yang berfungsi sebagai thinner adalah lignite.penggunaan formulasi yang

menggunakan polymer hendaknya memeperhatikan temperatur, karena pada umumnya jenis –

jenis polymer tidak tahan temperatur tinggi.

  Pengental ( viscosifier )

Viscosifier adalah bahan yang digunakan untuk menaikkan viskositas yang biasanya mempunyai

secondary fungtion sebagai fluid loss reducer.

Ada dua macam viscosifier yaitu :

         Tipe clay mineral

         Tipe polymer seperti XCD polymer dan guard gum polymer

  Meningkatkan daya guna bentonite ( bentonite extender )

Polimer dengan anion tinggi mampu meningkatkan viskositas dan gel strength di dalam

konsentrasi padatan 4% dan konsentrasi <20 ppb. Polimer jenis ini mampu menempel pada ujung

– ujung lempung dan mengembang, sehingga luas permukaan akan bertambah dan dengan

sendirinya viskositas juga akan meningkat.

  Penstabil shale ( shale stabilization agents )

Bahan ini berfungsi untuk menstabilkan shale formasi agar tidak gugur kedalam lubang bor.

Dengan pola kerja adalah sebagai berikut :

         Pola Coating

Bahan akan menyelimuti partikel – partikel shale sehingga kontaknya dengan fluida dapat

dikurangi.

         Pola Osmosa


Pada pola ini mengandalkan garam – garam terlarut untuk mengabsorbsi air dari dalam shale.

  Penstabil pada suhu tinggi ( temperature stabilization )

Mengontrol rheologi lumpur pada temperatur tinggi, karena pada temperatur tinggi lumpur

biasanya akan terjadi gelation, yaitu naiknya viskositas lumpur jauh diatas normal, jadi pada

dasarnya bahan ini adalah defloculant untuk temperatur tinggi.

  Mencegah korosi ( corrosion inhibitor )

Bahan ini berguna untuk mencegah terjadinya korosi pada drill string maupun pada peralatan

pengeboran lainnya.

  Detergen

Detergen berfungsi untuk mencegah terjadinya balling oleh clay pada bit dan drill string. Di

samping itu juga berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan lumpur , sehingga cutting

lebih mudah diendapkan di settling pit.

  Lubricant

Lubricant adalah bahan untuk mengurangi gesekan / torsi antara rangkain pipa dengan dinding

lubang dan pada umumnya di buat dari senyawa – senyawa derivat fatty acid.

8. Kandungan Garam

Kandungan Cl‾ ditentukan untuk mengetahui kadar garam dari lumpur. Kadar garam dari

lumpur akan mempengaruhi interprestasi logging listrik. Kadar garam yang besar aka

menyebabkan daya hantarnya besar pula. Pembacaan resistivity dari cairan formasi akan

terpengaruh. Naiknya kadar garam dari lumpur disebabkan cutting garam yang masuk kedalam

lumpur disaat menembus formasi yang mengandung garam, dengan kata lain lumpur

terkontaminasi oleh garam.


9. Kontaminasi Lumpur Bor

Kontaminasi adalah suatu problem yang dapat muncul dengan gejala yang perlahan-lahan

ataupun dengan segera dan cepat, dan biasanya diamati suatu fluktuasi sifat-sifat lumpur yang

tadinya normal saja menjadi naiknya yield point, naiknya daya agar, viskositas yang berlebih dan

laju tapisan yang tidak terkontrol.

Kontaminan didefinisikan semua jenis zat (padat, cairan ataupun gas) yang dapat

menimbulkan pengaruh merusak terhadap sifat-sifat fisika atau kimiawi dari fluida pemboran.

Semua jenis lumpur mempunyai satu kontaminan umum yaiut padatan berat jenis rendah (Low

Solid Gravity), baik yang berasal dari serbuk bor ataupun dari pemakaian bentonite yang terlalu

berlebihan.

1. Kontaminasi Sodium Chlorida

Kontaminasi ini terjadi saat pemboran menembus kubah garam (salt dome), lapisan garam,

lapisan batuan yang mengandung konsentrasi garam yang cukup tinggi atau akibat air formasi

yang berkadar garam tinggi dan masuk kedalam sistim lumpur. Akibat adanya kontaminasi ini,

akan mengakibatkan berubahnya sifat lumpur seperti viscositas, yield point, gel strengt dan

filtration loss. Kadang-kadang penurunan pH dapat pula terjadi bersamaan dengan kehadiran

garam pada sistim lumpur.

2. Kontaminasi Gypsum dan Anhydrit

Hanya sedikit daerah didunia dimana tidak dijumpai formasi gypsum (CaSO4), pilihan yang

diambil dalam mengatasi ini adalah dengan mengendapkan ion Ca+2 atau merubah sisitim lumpur

kapur (dasar kalsium). Gejala mula-mula dari kontaminasi gypsum adalah viskositas yang tinggi,

daya agar tinggi dan laju tapisan bertambah.


3. Kontaminasi Semen

Kemungkinan untuk kontaminasi semen itu selalu ada pada setiap sumur pemboran. Semen

tidak menjadi kontaminan hanya jika fluida yang dipakai air jernih, air garam, lumpur kalsium

dan lumpur minyak. Parah atau tidaknya kontaminasi ini tergantung pada faktor-faktor seperti

konsentrasi padatan dalam lumpur dan keras atau lunaknya semen pada lubang.

Gejala kontaminasi semen adalah viskositas yang tinggi, yield point yang abnormal, daya agar

yang besar dan tapisan yang tidak terkontrol, ini disebabkan reaksi ion Ca +2 dari semen dengan

lempung dan tingginya pH larutan.

10. Sistem Lumpur Non Disperse Dengan Padatan Rendah

Sistem lumpur non dispersi dengan padatan rendah dipergunakan untuk memperoleh laju

penembusan yang lebih cepat tanpa merusak stabilitas lubang bor. Hal ini dapat ditanggulangi

dengan pemakain bahan kimiadan cara – cara mekanis seperti :

-    Menjaga lumpur dengan kadar padatan rendah dengan total kumulatif

dibawah 6%.

-    Partikel koloid diperkecil di bawah 1 mikron.

Lumpur ini menggunakan bentonite dengan polimer untuk mencapai hasil yang

dikehendaki dan sifat kehilangan cairan yang terkontrol. Untuk pemberat lumpur ini dapat

dipakai barite.

Jika lumpur ini dibuat dengan komposisi yang tepat dan terus dipelihara maka pemakaian

dispersane atau pengencer dapat dihindarkan. Jika koloid dan keseluruhan kandungan tetap

dijaga dalam batas – batas yang dapat diterima maka pengaturan sifat – sifat aliran dapat dibuat

dengan memakai sistem polyacrylate.


Lumpur tersebut memberikan beberapa keuntungan diantaranya adalah dapat memudahkan

pembersihan padatan dengan kandungan rendah, meningkatkan daya hidrolik, mempercepat laju

penembusan, pemeliharaan yang mudah sehingga secara keseluruhan membuat pelaksanaan

operasi pemboran akan berjalan lebih efisien.

Pemakaian lumpur polimer non dispersi dengan padatan rendah sering digunakan pada

operasi pemboran dengan tingkat tinggi keberhasilan yang cukup tinggi. Dengan manfaat yang

terdapat dalam lumpur tersebut maka modifikasi dari lumpur ini menjadi tipe fluida pemboran

yang layak dipergunakan.

Faktor ekonomis dari pemakaian lumpur non dispersi dengan padatan rendah menjadi salah

satu faktor yang harus dipertimbagkan, terutama pada daerah dengan kemampuan laju

penembusan formasi 1 – 30 ft/jam. Dengan lumpur jenis ini maka laju penembusan akan

meningkat bahkan pada formasi batuan keras, sehingga dari segi biaya pemakaian lumpur ini

lebih menguntungkan.

Untuk penggunaan lumpur ini pada formasi sedang dengan laju penembusan ( 30 – 50

ft/jam ), didapat keuntungan pada usia pakai pahat bor, sehingga biaya pemboran dapat lebih

rendah.

Pada laju penembusan 50 – 75 ft/jam penggunaan lumpur ini akan memberikan nilai

keekonomisan yang cukup baik. Dengan catatan digunakannya menara bor ( rig ) yang memiliki

alat pengontrol padatan untuk membersihkan serbuk bor.

Pada kondisi luar biasa dengan kecepatan penembusan 75 – 200 ft / jam, lumpur polimer

non dispersi ini tidak dapat dipergunakan karena akan menghasilkan serbuk bor dalam jumlah

besar.
11. Sistem Lumpur Dispersi

Lumpur pemboran dispersi yang paling sederhana adalah lumpur air tawar yang tercampur

hidrat lempung secara alami apabila mata bor menembus formasi. Lumpur pemboran dispersi ini

disebut juga lumpur alami dan dipakai dalam pemboran dangkal atau untuk pemboran bagian

atas dari sumur yang dalam.

Pemboran dimulai dengan sirkulasi air tawar,dimana reaksi padatan lempung dalam

formasi yang sedang di bor menjadi hidrat dan menyebar ( dispersi ). Sifat kekentalan lumpur

pemboran juga diperlukan untuk pengangkatan serbuk bor kepermukaan.

Untuk meningkatkan viskositas, bentonite bisa ditambahkan sebagai pelengkap lempung,

dan jika peningkatan viskositas lebih cepat secara berlebihan maka lumpur pemboran diencerkan

dengan air. Pengencer ini terus berlanjut untuk tahap berikutnya sehingga menjadi tidak praktis

karena banyaknya volume lumpur yang perlu diperhatikan.

Tahap berikutnya adalah mempertahankan dan memlihara jenis lumpur tersebut dengan

membersihkan bebrapa padatan pemboran atau serbuk bor dengan perlengkapan mekanis dan

pengolahan bahan kimia.

Senyawa fosfat, asam sodium pyrofosfat, sodium tetrafosfat merupakan zat - zat utama

yang dipakai dalam mengontrol kondisi lumpur. Pengontrolan padatan pemboran didalam

lumpur dilakukan melalui penambahan bahan kimia ( additive) pengenceran lumpur dengan air

dan peralatan pembersih padatan bor.

12. Keuntungan Dan Kerugian Sistem Fluida Pemboran Disperse

Keuntungan dan kerugian yang didapat dengan menggunakan sistem fluida pemboran

disperse ( Lumpur Lignosulfonate ) antara lain :


   Keuntungan :

                          Mudah dalam pembuatan dan relatif lebih sedikit menggunakan bahan kimia.

                          Mempunyai efek penurunan laju penembusan ( karena memiliki banyak partikelyang

berukuran < 1 mikron ).

                          Sesuai untuk lumpur dengan berat jenis tinggi.

                          Dapat dipakai pada temperatur tinggi.

   Kerugian :

                          Tidak dapat dipakai pada pemboran formasi batuan yang keras.

                          Tidak dapat dipakai pada operasi pemboran yang cepat karena terlalu banyak serbuk

bor yang dihasilkan.


BAB III

PENUTUP
1. Kesimpulan
Lumpur pemboran dapat didefinisikan sebagai semua jenis fluida (cairan-cairan
berbusa, gas bertekanan) yang dipergunakan untuk membantu operasi pemboran dengan
membersihkan dasar lubang dari serpih bor dan mengangkatnya kepermukaan, dengan
demikian pemboran dapat berjalan dengan lancar. Pada awal penggunaan pemboran
berputar, fungsi utama fluida pemboran hanyalah mengangkat serpih dari dasar sumur ke
permukaan. Tetapi saat ini fungsi utama lumpur pemboran adalah: Pengangkatan serpih
bor ( cutting removal ), mendinginkan dan melumasi pahat, membersihkan dasar lubang (
bottom hole cleaning ), melindungi dinding lubang supaya stabil, menjaga atau
mengimbangi tekanan farmasi, menahan serpih / serbuk bor dan padatan lainnya jika
sirkulasi dihentikan, sebagai media logging, menunjang ( support ) berat dari rangkaian
bor dan selubung, menghantarkan daya hidrolika kepahat, dan mencegah dan
menghambat laju pemboran.

Anda mungkin juga menyukai