Anda di halaman 1dari 171

OPTIMA PREPARATION

| DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. CEMARA |


| DR. AARON | DR. CLARISSA | DR. OKTRIAN | DR. REZA |
Jakarta
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872
WA. 081380385694/081314412212

Medan
Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Sari, Kec. Medan Selayang 20132 WA/Line 082122727364

w w w. o p t i m a p r e p . c o . i d
1
SOAL

Ny. Biscuit Krueger, berusia 25 tahun datang ke klinik dengan


keluhan bintil -bintil merah di pipi dan menjalar ke telinga
kiri.
Pasien mempunyai riwayat cacar saat usia 11 tahun. Pada
pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 120/80 mmHg, HR
80x/mnt, RR 23x/mnt dan suhu 37C.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan vesikel multiple eritem pada
aurikula menyebar ke meatus akustikus eksternus.
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien ini adalah...
A. Ensefalitis
B. Mastoiditis
C. Syndrom Ramsay Hunt
D. Tuli konduktif
E. Labirinits
Herpes Zoster Otikus
• Etiologi
 Reaktivasi infeksi virus
varicella zoster pada
telinga dalam, telinga
tengah atau telinga luar.
• Manifestasi klinis
 Otalgia berat
 Erupsi vesikular pada
kanalis eksternus dan
pinna
• Komplikasi
 Ramsay Hunt syndrome
Ramsay Hunt Syndrome
• Definisi
 Infeksi virus herpes terlokalisasi yg
melibatkan nervus 7 dan ganglia
genikulatum sehingga menyebabkan
hilangnya pendengaran, vertigo dan
paralisis nervus fasialis.
• Manifestasi klinis
 Adanya vesikel pada
Pinna
Canalis auditorius eksternus
Distribusi nervus fasialis
 Paralisis wajah pd sisi yg terkena
 Gejala auditori dpt berupa tinnitus, tuli, vertigo
dan nystagmus.
Ramsay Hunt Syndrome
Tatalaksana akut Tatalaksana Kronis
 Acyclovir (800 mg PO five times  Duloxetine and amitriptyline are
qd for 10 days), famciclovir (500 effective in postherpetic pain.
mg tid for 7 days), or  Other agents for postherpetic
 valacyclovir (1 g q8h for 7 days) pain include gabapentin and
may hasten pregabalin.
 healing.  Narcotic analgesics may
 Use of prednisone (60 mg PO qd occasionally be necessary.
for 7 days or on a tapering
regimen, 40 mg PO for 2 days, 30
mg for 7 days, followed by
tapering course) is
recommended by some authors
but its use remains controversial.
 Analgesics should be used as
indicated.
2
SOAL

Ny. Neferpitou, usia 40 tahun datang ke RS dengan keluhan utama


penurunan pendengaran telinga kanan sejak 2 bulan lalu post jatuh dari
motor dengan kepala sebelah kanan menghantam aspal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 80x/menit, RR


22x/menit dan suhu 37C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan membrana
timpani AD robek. Hasil audiometri penurunan pendengaran suara
frekuensi rendah.

Diagnosis yang mungkin adalah...


A. Tuli campuran
B. Tuli perseptif
C. Tuli konduksi
D. Presbiakusis
E. Tuli trauma akustik
TULI

• Tuli konduktif:
– gangguan hantaran
suara di telinga luar-
telinga tengah
• Tuli sensorineural:
– Lesi di labirin, nervus
auditorius, saraf
pusat
• Tuli campuran
– Terdapat gabungan
keduanya
Tuli
Tuli konduktif Tuli Sensorineural
• Kelainan di telinga luar : • Tuli sensorineural
– Kelainan kongenital : – Tipe koklea
• Atresia liang telinga – Tipe retrokoklea
• Mikrotia
• Pemeriksaan Audiometri
– Otitis Eksterna
khusus :
– Osteoma liang telinga
– Berfungsi untuk membedakan
– Sumbatan serumen tuli tipe koklea atau
• Kelainan di telinga tengah : retrokoklea
– Gangguan fungsi tuba – Jenis tes :
eustakhius • SISI,ABLB,ToneDecay,
– Barotrauma • Tympanometri,Bekessy,BERA,
• Elektrokokleografi,OAE
– Otitis media
– Otosklerosis,
Timpanosklerosis
– Hemotimpanum
– Dislokasi tulang pendengaran
Audiologi Nada Murni
Audiometri nada murni:
• Ambang Dengar (AD): bunyi nada murni terlemah pada
frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga
seseorang.
• Perhitungan derajat ketulian:
(AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz) / 4
• Derajat ketulian:
– 0-25 dB : normal
– >25-40 dB : tuli ringan
– >40-55 dB : tuli sedang
– >55-70 dB : tuli sedang berat
– >70-90 dB : tuli berat
– >90 dB : tuli sangat berat
Blast Injury to The Ear
• Injuries caused by an • Tympanic membrane
Explosion commonly rupture at 5-
• Due to blast- 15 Psi
overpressure-wave • Irregular border of
• Affect air-filled organs rupture seen with
and organs which has air- otoscope sometimes
fluid interface hemotympanum without
• Most commonly affect rupture can also be seen
ears tympanic • 80% heal spontaneously,
membrane rupture if not healed within 3
and/or dislocations of months, indications for
bones in the middle ear myringoplasty
Blast Injury to The Ear
Diagnosis Tatalaksana

• Singkirkan trauma osikular • Antibiotik  mencegah


atau telinga bagian dalam. infeksi
• Pada pemeriksaan • Bersihkan kanalis auditorik
audiometri: eksternus menggunakan
 CHL > 40db  suspek
diskontinuitas osikular alkohol (dgn tampon)
 Jika hasilnya tuli • Cegah ISPA
sensorineural  kerusakan
telinga bagian dalam • Jgn lakukan manuver
valsalva
• Hindari tetes telinga
• Jika setelah 3 bulan masih
terjadi perforasi 
myringoplasty
DD: Acoustic Trauma
• Acoustic trauma refers to • Jadi trauma akustik
a sudden permanent selalu akut, tidak kronik
hearing loss caused by a • Sebaliknya noise induced
single exposure to an hearing loss tidak akut
intense sound
• Chronic NIHL, in contrast
to acoustic trauma, is a
disease process that
occurs gradually over
many years of exposure
to less intense noise
levels
https://www.utmb.edu/otoref/grnds/Hear-
Loss-Noise-000110/Hear-Loss-Noise.pdf
Trauma Akustik
• Gangguan pendengaran pada telinga dalam
karena eksposure pd stimulus suara yg intens (>
140 dB)
• Mechanical tearing of intracochleal membranes
and physical disruption of cell walls with mixing
of perilymph and endolymph
• Tidak terkait dgn ruptur membran timpani
dapat terjadi dengan atau tanpa ruptur
membran timpani
3
SOAL

Ny. Mito Freecs, usia 40 tahun, datang ke RS dengan keluhan


hidung tersumbat. Pasien diketahui memiliki riwayat bersin-
bersin saat udara dingin dan terkena debu.
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 120/80
mmHg, HR 80x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan massa bertangkai pada hidung
dengan warna pucat keabu-abuan.
Faktor predisposisi apa yang menyebabkan keadaan yang
dialami wanita tersebut?
A. Rhinitis Alergi
B. Sinusitis
C. Sindrom Kartagener
D. Herpes simpleks
E. Tonsilitis
Polip nasi
• Polip adalah jaringan keputihan berisi cairan
yang berada di kavitas nasal, yang
disebabkan oleh peradangan mukosa
• Polip nasal tidak terjadi pada anak-anak
kecuali pada penyakit cystic fibrosis
• Masa lunak mengandung banyak carian di
rongga hidung, putih keabuan, akibat
inflamasi mukosa

Buku ajar ilmu THTK&L FKUI edisi keenam


Polip nasi
• Etiologi:Inflamasi
kronik, disfungsi
otonom, predisposisi
genetik
• Polip berasal dari
kompleks ostiomeatal di
meatus medius dan
sinus etmoid
• Mulanya, pasien
mengalami hidung
buntu kronik karena
polip. Selanjutnya,
berkomplikasi menjadi
sinusitis dengan adanya
sekret berbau
Anamnesis
– hidung tersumbat, rinorea, hiposmia atau
anosmia.
– Dapat disertai bersin, nyeri hidung dan sakit
kepala di frontal.
– Bila disertai infeksi sekunder, terjadi PND dan
sekret purulen.
– Gejala sekunder: napas lewat mulut, suara
sengau, halitosis, gangguan tidur
Pemeriksaan
• Pemeriksaan utama adalah rhinoskopi anterior.
• Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior  massa pucat dari
meatus medius, mudah digerakkan,bisa menyebabkan
pelebaran hidung karena polip yang masif
• Penunjang: nasoendoskopi, radiologi (foto polos sinus
paranasal, CT scan)  terapi ini dilakukan jika dari
pemerikaan rhinoskopi anterior belum dapat ditegakkan
diagnosis polip.
• Biopsi  dilakukan jika terdapat kecurigaan ke arah
keganasan.
• Terapi: steroid (polipektomi medikamentosa)  tidak
membaik, polipektomi bedah
Contoh Polip

Gambar diunduh dari: http://thtkl.wordpress.com/tag/polip-hidung/


Grading Polip Nasal
Medikamentosa Polip Nasal
• Oral and topical nasal steroid administration is
the primary medical therapy for nasal polyposis.
• Corticosteroids are the treatment of choice,
either topically or systemically.
• Oral steroids are the most effective medical
treatment for nasal polyposis. In adults, most
authors use prednisone (30-60 mg) for 4-7 days
and taper the medicine for 1-3 weeks. Dosage
varies for children, but the maximum dosage is
usually 1 mg/kg/day for 5-7 days, which is then
tapered over 1-3 weeks.
Operasi pada Polip Nasal
• Surgical intervention is required for children
with multiple benign nasal polyposis or
chronic rhinosinusitis in whom maximal
medical therapy fails.
• Simple polypectomy is effective initially to
relieve nasal symptoms, especially for isolated
polyps or small numbers of polyps.
4
SOAL

Tn. Heihachi Mashima, 33 tahun, seorang petinju mengeluhkan nyeri pada


hidung sebelah kanan. Pasien baru saja bertanding pada kejuaraan tinju
internasional 3 hari yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD
120/80mmHg, HR 80x/menit, RR 22x/menit dan suhu 37C.
Pada pemeriksaan fisik hidung didapatkan adanya deviasi septum nasi ke
kanan.
Apa komplikasi segera yang dapat terjadi pada pasien tersebut?
A. Vestibulitis
B. Sinusitis
C. Abses septum
D. Perforasi septum
E. Polip
Septal Hematom

• Hidung  bagian wajah yg


sering mengalami trauma.
• Trauma pd nasal anterior 
hematom.
• Bagian anterior nasal terdiri dari
kartilago yg dilapisi
Normal nasal septum.
perikondrium dan mukosa.
• Pembuluh darah submukosa dpt
robek akibat trauma dan darah
dapat berkumpul diantara
perikondrium dan kartilago
septal  hematom.

Nasal septal hematoma


Ngo J. Septal hematom available from http://emedicine.medscape.com/article/149280-overview#showall
Septal Hematom

• Pemeriksaan • Komplikasi
 Deformitas pd hidung,  Komplikasi akut : abses
epistaksis, nyeri. septal yg dapat menyebar
 Inspeksi dgn otoskop : ke sinus paranasal dan
septum asimetris, deviasi intrakranial.
septum.  Komplikasi lebih lanjut :
 Palpasi : terdapat meningitis, abses
pembengkakan, fluktuasi. intrakranial, selulitis orbita,
trombosis sinus kavernosus.
 Hematoma yg membesar 
• Tatalaksana
avaskular nekrosis 
 Drainase hematoma.
perforasi septum 
saddle nose deformity.
Ngo J. Septal hematom available from http://emedicine.medscape.com/article/149280-overview#showall
5
SOAL

Tn. Leo Kliesen, usia 24 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan
hidung tersumbat. Pada mulanya terdapat keluhan sakit pada telinga,
telinga berdenging, dan penurunan pendengaran. Pasien juga mengeluh
pandangan kabur dan terdapat benjolan pada leher.

Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 120/90 mmHg, HR


80x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan didapatkan massa
pada rhinoskopi posterior pada dinding faring, berbenjol dan pembesaran
kelenjar getah bening colli level 3, 4.

Apa kemungkinan diagnosis pasien tersebut?


A. hemangioma
B. karsinoma nasofaring
C. rhinitis akut
D. polip nasi
E. limfadenitis colli
Karsinoma Nasofaring

• Karsinoma nasofaring merupakan


keganasan pada nasofaring dengan
predileksi pada fossa Rossenmuller.
Prevalensi tumor ganas nasofaring
di Indonesia cukup tinggi, 4,7 per
100.000 penduduk.
• Faktor risiko meliputi: infeksi oleh
EBV, makanan berpengawet, dan
genetik
Manifestasi Klinis
Gejala dapat dibagi dalam lima kelompok, yaitu:
1. Gejala nasofaring
2. Gejala telinga
3. Gejala mata
4. Gejala saraf
5. Metastasis atau gejala di leher
Manifestasi Klinis
• Gejala telinga:
– rasa penuh di telinga,
– rasa berdengung,
– rasa tidak nyaman di telinga
– rasa nyeri di telinga,
– otitis media serosa sampai perforasi membran
timpani
– gangguan pendengaran tipe konduktif, yang
biasanya unilateral
Manifestasi Klinis
• Gejala hidung:
– ingus bercampur darah,
– post nasal drip,
– epistaksis berulang
– Sumbatan hidung unilateral/bilateral

• Gejala telinga, hidung, nyeri kepala >3 minggu


 sugestif KNF
Manifestasi Klinis
• Gejala lanjut  Limfadenopati servikal
• Penyebaran limfogen
• Konsistensi keras, tidak nyeri, tidak mudah
digerakkan
• Soliter
• KGB pada leher bagian atas jugular superior,
bawah angulus mandibula
DIAGNOSIS
• Rhinoskopi posterior • DPL
• Nasofaring direct/indirect • Evaluasi gigi geligi
• Biopsi • Audiometri
• CT Scan/ MRI • Neurooftalmologi
• FNAB KGB • Ro Torax
• Titer IgA anti : • USG Abdomen, Liver
– VCA: sangat sensitif, Scinthigraphy
kurang spesifik • Bone scan
– EA: sangat kurang sensitif,
spesifitas tinggi
PENGOBATAN
• Radioterapi
Stadium dini tumor primer
Stadium lanjut tumor primer (elektif),
KGB membesar
• Kemoterapi
Stadium lanjut / kekambuhan sandwich
• Operasi
– sisa KGB  diseksi leher radikal
– Tumor ke ruang paranasofaringeal/ terlalu besar 
nasofaringektomi
6
SOAL

Anak Julia Chang, berusia 8 bulan, dibawa orang tuanya ke


puskesmas dengan demam 2 hari. Keluhan disertai sesak napas.
Terdapat riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya.

Pemeriksaan tanda vital RR 24x/menit, HR 120x/menit dan suhu


38C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan faring hiperemis, massa,
pus pada faring posterior.

Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut?


A. Tonsilofaringitis
B. Abses peritonsil
C. Abses parafaring
D. Abses retrofaring
E. Faringitis
Abses Leher Dalam
DIAGNOSIS C L I N I C A L F E AT U R E S

ABSES Odynophagia, otalgia, vomit, foetor ex ore, hypersalivation, hot potato


PERITONSIL voice, & sometimes trismus.

ABSES 1.Trismus, 2. Angle mandible swelling, 3. Medial displacement of lateral


PARAFARING pharyngeal wall.

In children: irritability,neck rigidity, fever,drolling,muffle cry, airway


ABSES
compromise
RETROFARING In adult: fever, sore throat, odynophagia, neck tenderness, dysnea

SUBMANDIBULAR Fever, neck pain, swelling below the mandible or tongue. Trismus often
ABSCESS found. If spreading fast  bilateral, cellulitis  ludwig angina

Swelling bilaterally, hypersalivation, airway obstrution caused by


LUDWIG/LUDOVI
retracted tongue, odynophagia, trismus, no purulence (no time to
CI ANGINA
develop)
1) Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. 3) Cummings otolaryngology. 4th ed. Mosby; 2005.
Abses Leher Dalam
ABSES ABSES ABSES ABSES ANGINA
PERITONSIL RETROFARING PARAFARING SUBMANDIBULA LUDOVICI

ISPA, Selulitis ec
Komplikasi Penjalaran
ETIOLOGI limfadenitis Penjalaran infeksi penjalaran
tonsilitis infeksi
retrofaring infeksi

Odinofagia, Trismus, Nyeri, dasar


otalgia, Nyeri, disfagia, Trismus, pembengkakan mulut
GEJALA DAN regurgitasi, demam, leher indurasi bawah membengkak
TANDA foetor ex ore, kaku, sesak sekitar angulus mandibula/ mendorong
hipersalivasi, napas, stridor mandibula bawah lidah, lidah
trismus fluktuasi kebelakang

Paltum mole Dinding Riwayat sakit


bengkak, uvula belakang faring gigi, mengorek
PEMERIKSAAN rontgen rontgen
terdorong, ada benjolan atau mencabut
detritus unilateral gigi

Antibiotik, obat AB parenteral


AB parenteral AB parenteral AB parenteral
kumur, pungsi, dosis tinggi,
TERAPI dosis tinggi, dosis tinggi, dosis tinggi, insisi
insisi, insisi
insisi abses insisi
tonsilektomi
Abses Leher Dalam

Peritonsillar abscess Parapharyngeal abscess

Retropharyngeal abscess Submandibular abscess


Etiologi Abses Retrofaring
• The retropharyngeal space comprises two chains of lymph nodes
that drain the nasopharynx, adenoids, posterior paranasal sinuses,
middle ear, and eustachian tube.
• Accordingly, suppurative infections in these areas may provide the
seeds for infection for retropharyngeal abscess.
• In young children, infection usually reaches this space by
lymphatic spread from a septic focus in the pharynx or sinuses.
• In adults, infection may reach the retropharyngeal space from
either local or distant sites. Penetrating trauma (e.g., from chicken
bones or iatrogenic) is the usual source of local spread.
• More distant sources of infection include odontogenic sepsis and
peritonsillar abscess (now a rare cause).
Pemeriksaan Radiologis Abses
Retrofaring

Cervical region
• retropharyngeal
abscess may be seen
on lateral x-ray.
• soft tissue shadow
thickness in front of
C3 vertebra >4mm
indicates
retropharyngeal
abscess.
7
SOAL

Anak Lucky Chloe, usia 15 tahun, datang ke Rumah Sakit diantar Ibu
dengan keluhan keluar sekret kehijauan dan penciuman berkurang sejak 3
hari lalu. Dari hidung pasien tercium bau busuk.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR


22x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan hidung didapatkan krusta
kehijauan dan atrofi konka.

Apakah tatalaksana yang akan diberikan pada pasien tersebut?


A. Irigasi hidung
B. Steroid intranasal
C. Dekongestan
D. Steroid sistemik
E. Antibiotik
Rhinitis Kronik/Atrofi
• Infeksi hidung kronik, ditandai oleh atrofi progresif
pada mukosa dan tulang konka
• Secara klinis mukosa hidung menghasilkan sekret
yang kental dan cepat mengering sehingga
berbentuk krusta berbau busuk
• Pada pemeriksaan histopatologi tampak metaplasia
epitel toraks bersilia menjadi epitel kubik/gepeng
berlapis, silia menghilang, lapisan submukosa lebih
tipis, kelenjar atrofi
Rhinitis Atrofi
• Etiologi: infeksi kuman spesifik (Klebsiella,
Stafilokokus, Pseudomonas), defisiensi Fe,
defisiensi vitamin A, sinusitis kronik, kelainan
hormonal, penyakit kolagen
• Gejala: napas berbau, ingus kental berwarna
hijau, kerak (krusta) hijau, gangguan
penghidu, sakit kepala, hidung tersumbat
• Pengobatan: konservatif dan operatif
Tatalaksana Rhinitis Atrofi
• Irigasi hidung dgn NS hangat minimal 2 kali sehari
• Setelah irigasi  lubrikasi mukosa nasal dgn petroleum
jelly, xylitol-containing saline sprays, or personal
lubricants.
• Antibiotik dpt ditambahkan ke larutan irigasi jika cairan
nasal tetap purulen selama lebih dari 2 hari . Antibiotik
dpt diteruskan hingga purulen hilang.
• Antibotik awal yg dapat digunakan  mupirosin
• Jika curiga gram negatif  quinolon atau aminoglikosida.
• The oral administration of antibiotics may also be
required for acute infections  pakai broad spectrum AB
Tatalaksana Rhinitis Atrofi
Operasi
• A number of surgical procedures have been proposed; however,
controlled trials have not been performed to adequately assess
their efficacy.
 Operasi Young  Penutupan total rongga hidung dengan flap
 Operasi Young yang dimodifikasi  penutupan lubang hidung
dengan meninggalkan 3 mm yang terbuka.
 Operasi Lautenschlager  memobilisasi dinding medial antrum
dan bagian dari etmoid, kemudian dipindahkan ke lubang
hidung.
 Implantasi submukosa dengan tulang rawan, tulang, dermofit,
bahan sintetis seperti teflon, campuran triosite dan lem fibrin.
 Transplantasi duktus parotis ke dalam sinus maksila
(operasi Wittmack) dengan tujuan membasahi mukosa hidung
DIAGNOSIS CLINICAL FINDINGS
Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa
RINITIS ALERGI
edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.

Gejala: hidung tersumbar dipengaruhi posisi, rinorea, bersin. Pemicu:


RINITIS
asap/rokok, pedas, dingin, perubahan suhu, lelah, stres. Tanda: mukosa
VASOMOTOR
edema, konka hipertrofi merah gelap.
Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan oleh
infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor. Gejala:
RINITIS HIPERTROFI
hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak &
mukopurulen.
Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa pada
RINITIS ATROFI / pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau, hidung
OZAENA tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media & inferior,
sekret & krusta hijau.

Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan vasokonstriktor


RINITIS
topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma edema,hipersekresi mukus.
MEDIKAMENTOSA
Rinoskopi: edema/hipertrofi konka dengan sekret hidung yang berlebihan.

Rhinitis akut: umumnya disebabkan oleh rhinovirus, sekret srosa,


RINITIS AKUT
demam, sakit kepala, mukosa bengkak dan merah.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
8
SOAL

Tn. Paul Phoenix, usia 45 tahun, datang ke Rumah Sakit dengan


keluhan keluar darah dari mulut dan hidung sejak 1 jam lalu.

Pada pemeriksaan fisik TD 180/110 mmHg, HR 96x/menit,


pernapasan 18x/menit dan suhu 37oC. Pada pemeriksaan
hidung didapatkan darah bersumber dari hidung dan
perdarahan post nasal.

Terapi apakah yang akan diberikan pada pasien tersebut?


A. Tampon pehakain
B. Tampon anterior
C. Tampon posterior/ tampon bellocq
D. Ligasi a. maxillaris eksterna
E. Injeksi asam traneksamat IV
Epistaksis
Penatalaksanaan
• Perbaiki keadaan umum
– Nadi, napas, tekanan darah

• Hentikan perdarahan
– Bersihkan hidung dari darah & bekuan
– Pasang tampon sementara yang telah dibasahi adrenalin
1/5000-1/10000 atau lidokain 2%
– Setelah 15 menit, lihat sumber perdarahan

• Cari faktor penyebab untuk mencegah rekurensi


– Trauma, infeksi, tumor, kelainan kardiovaskular, kelainan darah,
kelainan kongenital
Epistaksis
• Epistaksis anterior:
– Sumber: pleksus kisselbach plexus atau a. ethmoidalis
anterior
– Dapat terjadi karena infeksi & trauma ringan, mudah
dihentikan.
– Penekanan dengan jari selama 10-15 menit akan menekan
pembuluh darah & menghentikan perdarahan.
– Jika sumber perdarahan terlihat  kauter dengan AgNO3, jika
tidak berhenti  tampon anterior 2 x 24 jam.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Tatalaksana Awal
• Adapun pertolongan
pertama yang dapat
dilakukan yakni:
– Posisikan kepala
menunduk dan duduk
condong ke depan
– Tekan cuping hidung
selama 10-15 menit
(metode trotter)
– Bernafas melalui mulut
– Kompres pangkal hidung
dengan air dingin
Epistaksis
• Epistaksis Posterior
– Perdarahan berasal
dari a. ethmoidalis
posterior atau a.
sphenopalatina, sering
sulit dihentikan.
– Terjadi pada pasien
dengan hipertensi
atau arteriosklerosis.
– Terapi: tampon
bellocq/posterior
selama 2-3 hari.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
9
SOAL

Anak Catoblepas, berusia 5 tahun, datang dibawa oleh orang tuanya


dengan keluhan nyeri pada telinga sejak 1 hari smrs. Pasien merasa ada
sesuatu yang bergerak-gerak di dalam telinga. Riwayat mengorek-ngorek
telinga sebelumnya disangkal.

Pada pemeriksaan otoskopi didapatkan gambaran sebagai berikut : (Slide


Berikut)

Apa tatalaksana yang akan diberikan pada pasien ini?


A. Biarkan serangga keluar sendiri
B. Beri analgetik sistemik, biarkan serangga mati kemudian lakukan
ekstraksi
C. Ekstraksi serangga dengan anestesi umum
D. Matikan serangga dengan tampon lidocaine kemudian ekstraksi dengan
forcep aligator
E. Irigasi dengan aquades
Ekstraksi Benda Asing Telinga
• Pengeluaran benda asing di telinga bergantung pada situasi klinis, jenis
benda asing, dan pengalaman operator
• Teknik :
1. Irigasi  untuk benda kecil non organik atau serangga kecil
• Kontraindikasi : perforasi membran timpani, benda asing sayuran
(kacang) atau baterai
2. Ekstraksi Manual : forceps aligator, cunam (pengait), bayonet
• Binatang hidup sebaiknya diteteskan oleh cairan rivanol, lidokain atau
mineral oil ke dalam telinga  ekstraksi forceps alligator
• Benda lunak (kertas atau penghapus atau benda asing dengan tipe tidak
rata)  ekstraksi forceps bayonet
• Objek yang berbentuk bulat atau mudah hancur  ekstraksi cunam
(pengait)
3. Suction  digunakan untuk benda asing yang mobile
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459136/EarForeignbodyRemoval
Ekstraksi Benda Asing Telinga
ORGANIK NON-ORGANIK
• Tidak hidup : • Metal
 Kertas • Batu
 Kayu • Plastik mainan
 Kotton bud
• Baterai bulat
 Spons
 Penghapus
 Kacang
• Hidup
 Cacing
 Serangga
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459136/EarForeignbodyRemoval
Ekstraksi Benda Asing Telinga

Uptodate. 2019
Uptodate. 2019
10
SOAL
Tn. Chariybdis, berusia 27 tahun, datang ke poliklinik dengan
keluhan utama berupa hidung tersumbat yang sudah dirasakan
sejak 3 bulan. Pasien merasa tidurnya terganggu dan sering
menggunakan obat semprot hidung. Namun, 1 minggu ini
keluhan tidak membaik.

Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 120/80


mmHg, HR 88x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C.

Apakah obat yang akan diberikan kepada pasien tersebut?


A. Cetirizine oral
B. Cefadroxil oral
C. Phenilyephrin semprot hidung
D. Momethasone furoat semprot
E. Steroid PO
Rinitis Medikamentosa
• Kelainan hidung berupa gangguan respons normal vasomotor
akibat pemakaian vasokonstriktor topikal (tetes hidung atau
semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga
menyebabkan sumbatan menetap  terjadi rebound dilatation dan
rebound congestion
• Patofisiologi Adanya disregulasi pada tonus
sympathetic/parasympathetic oleh molekul vasokonstriktor
• Ditandai dgn kongesti nasal tanpa rinorea dan bersin2 yg dicetus
oleh penggunaan obat-obatan vasokonstriktor lebih dari 4-6 hari.
• Anjuran: pemakaian obat topikal sebaiknya tidak lebih dari 1
minggu
• PF: edema/hipertrofi konka dengan sekret berlebihan. Apabila
diberi tampon, edema tidak berkurang

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
Rhinitis Medikamentosa
• Patofisiologi rhinitis medikamentosa tidak diketahui sepenuhnya.
• Diduga karena penurunan produksi norepinefrin endogen oleh mekanisme
feedback. Pada pemakaian dekongestan jangka panjang/penghentian pemakaian,
saraf simpatis tidak bisa menjaga vasokonstriksi karena produksi norepinefrin
tersupresi.
Rinitis Medikamentosa
Anamnesis
• Adanya kongesti nasal tanpa rinorea ataupun bersin2.
• Gejala tidak dipengaruhi oleh musim ataupun lokasi di dalam
atau di luar rumah.
• Adanya riwayat penggunaan obat vasokonstriktor nasal yang
digunakan dalam jangka waktu yang lama

PF
• Mukosa nasal  "beefy-red" with punctate bleeding, granular
because of the redness and irritation of the mucosa.
• Patients with RM often snore, have sleep apnea, and mouth-
breath resulting in sore throat and dry mouth complains.
Rinitis Medikamentosa
Tatalaksana
 Pada minggu pertama: pemberian kortikosteroid
intranasal sambil pasien diedukasi untuk
menghentikan penggunaan vasokonstriktor secara
perlahan.
 Solusio garam buffer dpt diberikan untuk irigasi untuk
melembabkan.
 Dekongestan sistemik.
 Kortikosteroid oral  tidak selalu diberikan.
 Operasi  jika terdapat polip atau deviasi septum.
11
SOAL

Tn.Spargeus, berusia 28 tahun, datang dengan keluhan utama


berupa pendengaran berkurang sekitar 3 hari yang lalu. Sekitar 2
hari yang lalu telinga nyeri dan keluar nanah berwarna hijau.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80 mmHg, HR


88x/mnt, RR 20x/mnt, suhu 37C. Pada pemeriksaan otoskop
didapatkan membrane timpani perforasi.

Apa tatalaksana yang tepat pada kasus diatas?


A. Dekongestan
B. Antibiotic
C. H2O2 3% dan antibiotic
D. Analgetik
E. Irigasi
Otitis Media Akut
• Etiologi:
Streptococcus pneumoniae
35%, Haemophilus influenzae
25%, Moraxella catarrhalis
15%.
 Perjalanan penyakit otitis media akut:
1. Oklusi tuba: membran timpani retraksi atau
suram.
2. Hiperemik/presupurasi: hiperemis & edema.
3. Supurasi: nyeri, demam, eksudat di telinga
tengah, membran timpani membonjol.
4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam
berkurang.
5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran
timpani kembali normal. Jika perforasi  sekret
berkurang.

1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Penatalaksanaan OMA
• Tatalaksana
– Oklusi tuba: Dekongestan topikal (ephedrine HCl)
– Hiperemis: AB oral selama 7 hari
(ampicylin/amoxcylin/ erythromicin) +
dekongestan topikal & analgetik.
– Supurasi: Miringotomi + AB oral
– Perforasi: Ear toilet (H2O2 3%) + AB oral
– Resolusi: Jika tidak terjadi fase resolusi, lanjutkan
AB sampai 3 minggu
https://www.uptodate.com/contents/acute-otitis-media-in-adults
https://emedicine.staging.medscape.com/article/859316-guidelines
Terapi OMA Stadium perforasi
• For children with AOM and tympanic membrane perforation (in the absence
of a tympanostomy tube)  amoxicillin 90 mg/kg per day orally divided in
two doses (maximum of 3 g/day) as the preferred first-line oral therapy  10
days of oral therapy is more effective than a shorter course.
• Although topical therapy with quinolone otic drops (ofloxacin or ciprofloxacin)
is equivalent to oral therapy for treatment of otorrhea in children with
tympanostomy tubes or chronic suppurative otitis media, topical therapy has
not been studied in children with AOM and acute perforation.
• Duration of therapy, The duration of treatment varies with age, associated
clinical features, and antimicrobial agent:
• First line therapy for children with no allergy to penicillin
– <2 years of age, children with AOM and tympanic membrane perforation, and children with
a history of recurrent AOM with amoxicillin or amoxicillin-clavulanate for 10 days.
– ≥2 years with AOM, an intact tympanic membrane, and without recurrent AOM with
amoxicillin or amoxicillin-clavulanate for 5 to 7 days.
• Second-line therapy  cefdinir, cefpodoxime, or cefuroxime.
Uptodate. Acute otitis media in children. 2018
12
SOAL

Ny. Monocerata, berusia 20 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan


utama berupa keluar secret keputihan dari telinga kiri.

Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 120/80 mmHg, HR


80x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
secret putih dengan bintik bintik kehitaman. Dari pemeriksaan KOH
ditemukan hifa dan spora.

Apakah kemungkinan organisme penyebab dari keluhan pasien tersebut?


A. Aspergillus fumigatus
B. Aspergillus niger
C. Aspergillus flavus
D. Candida sp.
E. Rhizopus sp
Otomikosis
• The infection may be either sub
acute or acute and is characterized
by inflammation, pruritis, scaling and
severe discomfort.

• The mycosis results in inflammation,


superficial epithelial masses of debris
containing hyphae, suppuration and
pain.

• In addition, symptoms of hearing loss


and aural fullness are as a result of
accumulation of fungal debris in the
canal.

Pak J Med Sci. 2014 May-Jun; 30(3): 564–567.


Otomikosis (Fungal Otitis Externa)

Tatalaksana
Asam asetat 2% dalam alkohol atau povidon iodine 5%
atau antifungal topikal (nistatin/clotrimazol 1%)
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otomikosis (Fungal Otitis Externa)

• Univariate analysis showed that the predisposing factors for


otomycosis were:
– frequent swimming in natural or artificial pools (Relative Risk (RR) 3.7;
CI 1.7-8.1),
– daily ear cleaning (RR 3.5; CI 1.8-6.8) and
– excessive use of eardrops containing antibiotics and corticoids (RR =
9.3; IC95% = 4.3-20.1).

• The most common etiologic agents were:


– Aspergillus flavus (20.4%), Candida albicans (16.3%), Candida
parapsilosis (14.3%), & Aspergillus niger (12.2%).
13
SOAL

Seorang laki-laki berusia 47 thn datang bersama istrinya ke klinik dokter umum dengan
keluhan mendengkur saat tidur. Keluhan disampaikan istrinya yg seringkali merasa
terganggu saat tidur malam hari. Saat tidur, pasien seringkali terlihat seperti tersedak dan
henti napas sementara kemudian terbangun. Keluhan berkurang saat penderita tidur
miring. Riwayat sakit menelan berulang. Riwayat kecelakaan 20 thn yg lalu. Riwayat
hipertensi terkontrol. BB 94kg, TB 155cm.

Tekanan darah 140/90 mmHg, denyut nadi 84x/menit, frekuensi napas


20x/menit,temperatur 36,8°C. pemeriksaan rinoskopi anterior: kavum nasi lapang, septum
di tengah, tidak ada deviasi. Cavum oris: tonsil T3/T3, kripta melebar, tidak tampak
hiperemis maupun detritus.

Penyebab dari keluhan pasien adalah…


A. Polip nasi
B. Tonsillitis akut
C. Trauma
D. Hipertensi
E. Obesitas
Klasifikasi Sleep Apnea
Sleep apneas are divided into:
• Central sleep apnea  neural drive to all
respiratory muscles is abolished
• Obstructive sleep apnea  airflow ceases
despite continuing respiratory drive because
of occlusion of the oropharyngeal airway.
Obstructive Sleep Apnea
Definisi
1. Intermittent obstruction of the air flow (typically at
the level of the oropharynx) produces periods of
apnea during sleep.
2. Each apneic period is usually 20 to 30 seconds long
(but may be longer) and results in hypoxia, which
arouses the patient from sleep. This occurs multiple
(sometimes hundreds of) times overnight.
Faktor Risiko
1. Obesity (especially around the neck)—
nonobese patients can also have OSA, however
2. Structural abnormalities—enlarged tonsils, uvula,soft
palate; nasal polyps; hypertrophy of muscles in the
pharynx; deviated septum; deep overbite with small
chin
3. Family history
4. Alcohol and sedatives worsen the condition
5. Hypothyroidism (multifactorial)
Structural abnormalities:
• Oropharyngeal airway may predispose to closure (
short neck)
• Structural compromise may be due to anatomic
disturbances such as tonsillar hypertrophy,
retrognathia and macroglossia.
• In the majority there is only subtle reduction in
airway size which can be described as “crowding”
• Obesity may contribute to reduction in upper
airway size by  fat deposition in the soft tissues
of the pharynx or by compressing the pharynx by
superficial fat masses in the neck.
• The airway may also have high compliance –
“floppy” and be prone to collapse.
OSA

• Intermittent obstruction of the airflow  sleep apnea – lasts


10-30 seconds (or longer) and results in hypoxia  awake
14
SOAL

Pasien laki-laki, bernama Tn. Anton Wisnutama, berusia 35


tahun, diantar istrinya ke Puskesmas Muara Gembong
dengan keluhan nyeri pada telinga kiri. Keluhan ini disertai
dengan juga penurunan pendengaran.

Pada pemeriksaan telinga kiri didapatkan membran tympani


hiperemis (+), tampak bulla pada membrane tympani.

Faktor penyebab dari keluhan ini adalah…


A. Genetik
B. Virus
C. Jamur
D. Autoimun
E. Trauma
Myringitis
• Myringitis, or inflammation of the TM, may be
accompanied by hearing impairment and a sensation
of congestion and earache.
– <3 weeks  acute myringitis
– >3 weeks  subacute myringitis
– >3 months  chronic myringitis

• Acute myringitis can occur because of direct trauma to


the TM through penetration by a foreign body.
• An explosion, a change in the pressure in an airplane
cabin, a blow to the ear with the palm, can cause
trauma to the TM.

http://emedicine.medscape.com/article/858558-overview#a5
Bullous myringitis
• Pathogenesis of Myringitis bullosa is very
poorly understood
– association with common cold
– Inflammation is thought to involve the lateral
surface of the tympanic membrane and the
medial portion of the canal wall
– Perhaps the bullae are the end result of a viral or
Mycoplasma invasion of the Tympanic membrane
Myringitis
Myringitis Description
Acute myringitis direct trauma to the TM through penetration by a
foreign body.
Primary myringitis caused by unsuccessful removal of a foreign body,
such as a live insect, or it may occur during self-
cleaning of the ear.
Acute bullous myringitis consequence of a bacterial infection such as
Streptococcus pneumoniae or a viral infection
such as influenza, herpes zoster, and others.
Acute hemorrhagic myringitis consequence of a bacterial or a viral infection.
Fungal myringitis fungal infection of the TM's epidermis.
Eczematous myringitis cases of dermal eczema of the TM's epidermis.
Myringitis granulosa TM is covered with granulation tissue.
Secondary myringitis Caused by acute otitis media or chronic otitis
media

http://emedicine.medscape.com/article/858558-overview#a5
Miringitis
15
SOAL

Seorang perempuan, Nn. Chantika Ontosoroh, 17 tahun, datang ke IGD


diantar oleh kedua orang tuanya dengan keluhan pusing berputar disertai
dengan mual dan muntah. Pasien mengaku baru saja berpergian dengan
menggunakan angkutan umum sejauh 200 km karena ingin mudik dan
berlebaran di kampung halaman.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TTTV normal.

Apakah penyebab kasus diatas?


A. Motion sickness
B. BPPV
C. Meniere disease
D. Labirinitis
E. Vertigo
Motion Sickness
• Unpleasant condition that occurs when persons are
subjected to motion or the perception of motion,
considered to be physiological.
• Common symptoms:
– nausea, nonvertiginous dizziness, and malaise.
• Pathophysiology:
– conflicted input from vestibular, visual, and proprioceptive
receptors.
– Conflict causes more severe symptoms when the patient is
passively moved at certain frequencies.
• Physical signs:
– yawning, belching, perioral and facial pallor.
– Increased salivation, diaphoresis, and flushing.
Motion Sickness ada 3 macam berdasarkan ketidak
seimbangan inputnya, yaitu:
• Gerakan yang terasa tetapi tidak terlihat
• Gerakan yang terlihat tetapi tidak terasa
• Gerakan yang terlihat dan terasa tetapi tidak
cocok/sejalan satu sama lain
Motion • Visual tips to minimize motion
sickness:
Sickness: – Try to see a wide horizon.
– Look toward motion.
Management – Do not do any close work or read.
– Wear sunglasses.
– Close your eyes.
NON-PHARMACOLOGICAL:
• Minimize motion: • Proprioceptive tips to minimize
motion sickness:
– Pick a stable vehicle
– Connect with steering device.
– Occupy the center/front, midline of
vehicle – Support head
– Choose a location at ground floor or – Avoid neck torsion
waterline – Stand
• Reduce vestibular symptoms: – Recline as much as possible
– Reduce off-axis motion
– Support the head PHARMACOLOGICAL
– Recline head back 30 degree • Skopolamin
• Dimenhidrinat
• Promethazine
16
SOAL

Pasien perempuan bernama Ny. Ratna Galih Susatno, usia 40


tahun datang ke Poliklinik Cahaya Hati diantar oleh suaminya
dengan keluhan penurunan pendengaran.

Pasien tidak mengetahui kapan keluhan ini muncul, tapi pasien


merasa perlahan-lahan makin sulit mendengar. Namun, bila
berada di suasana bising, pasien merasa lebih jelas mendengar.

Terapi yang dapat diberikan untuk pasien ini adalah…


A. Antihistamin
B. Steroid topical
C. Dekongestan
D. Na fluorida
E. Antibiotic
OTOSKLEROSIS
• Spongiosis tulang stapes (tersering)  rigid  tidak bisa menghantarkan
suara ke labirin
• Otosklerosis terkait faktor genetik, ¼-2/3 pasien memiliki saudara dengan
kelainan serupa.
• Rasio perempuan: laki-laki 2:1.
• Ketulian mulai timbul pada usia 10-30 tahun dan bersifat progresif.

• Gejala & tanda:


– Tuli bilateral progresif, tetapi asimetrik
– Tinnitus
– Paracusis Willisii: mendengar lebih baik pada ruangan ramai
– Schwarte sign: membran timpani eritema karena vasodilatasi
pembuluh darah promontorium.
– Tuba Eustachius intak, tidak ada riwayat trauma atau penyakit
telinga lain
Otosklerosis
• Diagnosis:
– Membran timpani utuh, normal, mungkin berwarna kemerahan
akibat pelebaran pembuluh darah promontium (Schwarte’s sign)
– Tuba paten tanpa riwayat penyakit telinga/trauma telinga
sebelumnya
– Diperkuat dengan pemeriksaan audiometri nada murni dan
impedance
– CT scan: kalsifikasi pada oval window, round window, koklea,
labirin(capsula ottica)
• Etiologi
– Penyebab jelas belum diketahui.
– RNA virus measles ditemukan pada otosclerotic foci in footplates
yang diangkat pada saat pembedahan.
– Measles virus infection may activate the gene responsible for
otosclerosis.
Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
17
SOAL

Pasien perempuan, bernama Ny. Intan Samudra Hati, 39 tahun,


datang ke praktek dokter umum dengan keluhan penurunan
pendengaran. Pasien juga mengeluhkan rasa penuh di telinga.

Dari pemeriksaan otoskopi didapatkan Shwarte sign + arahnya


jam 6. Pasien akan direncanakan pemeriksaan timpanometri.

Maka kemungkinan hasil timpanometri yang akan didapatkan


adalah tipe…
A. Tipe A
B. Tipe C
C. Tipe B
D. Tipe AD
E. Tipe AS
Timpanometri
• Definisi:
– Pemeriksaan untuk mengetahui kondisi dan fungsi
dari telinga tengah, merupakan bagian dari
audiometri impedans
Interpretasi:
• Tipe A
• Fungsi telinga tengah normal
• Tipe As
• terdapat kekakuan pada tulang-tulang
pendengaran atau membran timpani co:
otoskresosis, membran timpani berparut
• Tipe Ad
• keadaan membran timpani yang flaksid atau
diskontinuitas (kadang-kadang sebagian) dari
tulang-tulang pendengaran
• Tipe B
• cairan di telinga tengah (kavum timpani),
misalnya pada otitis media efusi
• Tipe C
• keadaan membran timpani yang retraksi dan
malfungsi dari tuba Eustachius
Interpreting A Tympanogram
Type Interpretation Tracing
A Normal middle ear function Normal maximum height on tracing
As ■ The TM is stiffer than normal. Can result Lower than normal peak height on tracing
from:
• Reduced mobility of the TM related to
scarring
• A small amount of fluid in the middle ear
space
• Ossicular fixation that partially decreases
the mobility (e.g., otosclerosis)

Ad ■ The TM is more moveable than normal. Can Higher than normal peak height on tracing
result from:
• Disarticulation of the bony structures in
• the middle ear
• A TM that has healed over a previous
• perforation but is thinner and more
• mobile than expected

B ■ The TM is not moving at all. Can result from: No evidence of peak height on tracing.
• Middle ear fl uid “Flat tympanogram”
• Severe scarring of the TM
• Tympanosclerosis
• Cholesteatoma or middle ear tumor
• Cerumen or obstruction in ear canal
■ A large volume (>2.0) type B could indicate:
• Perforation in the TM
• Patent tympanostomy tube
• Previous mastoidectomy

C Can result from: Pressure greater than –150 mm H2O, which


■ Eustachian tube dysfunction indicates negative peak pressure on tracing
Scott K. Quick Reference for Otolaryngology. New York:Springer; 2014
18
SOAL

Pasien laki-laki bernama Tn. Bambang Akbar Maladewa, usia 37


tahun, datang ke Poliklinik mengeluh gangguan pendengaran
sejak 3 minggu yang lalu. Gangguan pendengaran ini dirasakan
semakin memberat.

Pada pemeriksaan otoskopi didapatkan sebagai berikut:


SLIDE BERIKUT

Diagnosis pasien ini adalah…


A. Otosklerosis
B. Timpanosklerosis
C. Miringitis bullosa
D. OMA
E. OME
Tympanosclerosis
• Tympanosclerosis is the
term used to describe a
sclerotic or hyalin
change in the mucous
membrane of the
middle ear and mastoid
• Thick white patch in the
tympanic membrane

http://jamanetwork.com/journals/jamaotolaryngology/article-abstract/598930
Timpanosklerosis
• Timpanosklerosis merupakan scarring dan
penebalan dari membran timpani.
Timpanosklerosis juga dapat melibatkan tulang
telinga dan telinga tengah.
• Faktor risiko:
 Otitis media berulang
 Riwayat pembedahan membran timpani
 Riwayat penggunaan tuba timpanostomi
 Trauma inflamasi membrane timpaniscarring
• Diagnosis
 Patch putih ireguler pada membran timpani
 Audiometri  tuli konduktif
• Tatalaksana
 Hearing aid
 Pembedahan untuk menghilangkan bagian yang
sklerotik
Pathogenesis
• Recurrent
inflammation of middle
ear causes irreversible
changes and
destruction of collagens
in tympanic membrane
• Hyaline degeneration
and calcification ensues
– Fusing into homogenous
mass
Clinical Presentation
• Conductive hearing loss • Treatment
• Occasional “fullness” – Hearing aids
sensation in the ear due – Surgery
to increased rigidity of • sound conduction can
often be restored only by
the membrane interposition of grafts
19
SOAL

Pasien perempuan, Nn. Lemonia Susetyo, 28 tahun, berobat ke poliklinik


RS dengan keluhan hidung tersumbat lebih dari 4 hari dalam seminggu
selama 3 bulan berturut-turut.

Keluhan ini disertai bersin lebih dari 5 kali tiap pagi atau saat terkena debu,
tapi tidak sampai menganggu aktivitas. Terdapat riwayat alergi seafood.
Pada pemeriksaan fisik terlihat konka hipertrofi livid dengan sekret bening
banyak.

Diagnosis pasien adalah…


A. Rhinitis alergi persisten ringan
B. Rhinitis vasomotor
C. Rhinitis alergi intermiten sedang berat
D. Rhinitis alergi persisten sedang berat
E. Rhinitis intermiten ringan
Rhinitis Alergi
Deskripsi
• Rhinitis alergi
Anamnesis:
Diagnosis adalah
Serangan penyakit
bersin berulang terutamainflamasi
bila terpajan yang
alergen
disertai rinore yang encer dan banyak, hidung tersumbat, gatal, lakrimasi,
disebabkan
riwayat atopi oleh reaksi alergi pada pasien
atopiPF dan Rinoskopi anterior: Mukosa edema, basah, pucat/livid, sekret
yang sebelumnya sudah tersensitisasi
banyak, allergic shiner, allergic salute, allergic crease, facies adenoid,
dengan alergen
geographic yang sama
tongue, cobblestone serta
appearance
Penunjang: Darah tepi: eosinofil meningkat, IgE spesifik meningkat, Sitologi
dilepaskannya
hidung, Prick test, suatu mediator
Alergi makanan kimia
: food challenge test ketika
terjadi paparan berulang.
Terapi • Hindari faktor pencetus
• Medikamentosa (antihistamin H1, oral dekongestan, kortikosteroid
topikal, sodium kromoglikat)
• Operatif konkotomi (pemotongan sebagian konka inferior) bila konka
inferior hipertrofi berat.
• Imunoterapi dilakukan pada kasus alergi inhalan yang sudah tidak
responsif dengan terapi lain. Tujuan imunoterapi adalah pembentukan
IgG blocking antibody dan penurunan IgE.
Rhinitis alergi
• Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang
disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi
yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan
alergen yang sama serta dilepaskannya suatu
mediator kimia ketika terjadi paparan berulang.
• Klasifikasi rhinitis alergi:
– Rhinitis alergi musiman (seasonal): hanya dikenal di
negara dengan 4 musim, alergennya tepungsari dan
spora jamur
– Rhinitis sepanjang tahun(perenial): terjadi sepanjang
tahun baik intermitten atau terus menerus.
Penyebabnya adalah alergen inhalan.

Buku ajar ilmu THTK&L FKUI edisi keenam


Rhinitis alergi
• Keluhan: serangan bersin berulang, rinore, hidung
tersumbat, mata lakrimasi.
• Pemeriksaan fisik:
– Pada rhinoskopi anterior: mukosa edema, basah, pucat/livid
– Allergic shiner: bayangan gelap dibawah mata akibat stasis vena
– Allergic salute: anak menggosok-gosok hidung dengan
punggung tangan karena gatal
– Allergic crease: penggosokan hidung berulang akan
menyebabkan timbulnya garis di dorsum nasi sepertiga bawah
– Facies adenoid
• Mouth open with high arch palate  disrupted teeth growth
– Cobblestone appearance at posterior pharyngeal wall
– Geographic tongue
Rinitis Alergi
Rekomendasi ARIA 2016
Seasonal allergic rhinitis (SAR) Recommendation Perennial allergic rhinitis (PAR)
Question
1. OAH + INCS or INCS alone OAH + INCS vs INCS 1. INCS

2. INCS + INAH or an INCS INCS + INAH vs INCS 2. INCS + INAH or an INCS alone
alone
3. INCS + INAH rather than an INCS + INAH vs INAH -
INAH alone
4. LTRA or OAH LTRA vs OAH 4. OAH rather than a LTRA
5. INCS rather than INAH INAH vs INCS 5. INCS rather than INAH
6. either an INAH or OAH INAH vs OAH 6. Either INAH or OAH
Intranasal corticosteroid (INCS)
Oral H1-antihistamine (OAH)
Intranasal H1-antihistamine (INAH)
Leukotriene receptor antagonist (LTRA)
20
SOAL

Pria, Tn. Muhammad Agus Santoso, 45 tahun, datang dengan keluhan


suara parau sejak 3 bulan SMRS. Keluhan ini dirasa menetap dan makin
memburuk, disertai dengan terabanya pembesaran kelenjar leher sebelah
kanan. Pasien juga mengeluh kadang disertai batuk dan sesak (+). Riwayat
keluarga (-), riwayat merokok sejak usia 17 tahun.

Pemeriksaan Fisik, TTV DBN, pada laringoskopi anterior tampak masa di


plika vokalis dextra, berbenjol, tampak rapuh dan mudah berdarah.

Penyebabnya dari penyakit pasien ini adalah…


A. merokok
B. nitrosamin
C. infeksi
D. makanan pengawet
E. Minuman Soda
Laryngeal Cancer
Karsinoma Laring
• Tumor ganas pada laring.
• Faktor risiko: merokok (utama), konsumsi alkohol, laki-laki, infeksi HPV, usia,
diet rendah sayur, pajanan thd cat, radiasi, asbestos, diesel, refluks
gastroesofageal.
• Gejala:
– Suara serak
– Dispnea dan stridor
– Disfagia
– Batuk, hemoptisis
– Gejala lain: nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, batuk, mudah lelah, penurunan
berat badan
– Pembesaran KGB
– Nyeri tekan laring
• Pemeriksaan fisik dengan laringoskopi: tampak massa ireguler pada pita suara.
• Pemeriksaan penunjang:
– Biopsi
– CT scan/MRI untuk mengetahui perluasan massa
Epidemiology
• Most common head and neck CA (excluding skin)
• The laryngeal cancer can develop mostly in three parts of the
larynx:
– The glottis
– The supraglottis
– The subglottis
• Male : Female = 4 : 1
• > 90% squamous cell cancer
Incidence by Site (US)
Supraglottic 40%
Glottic 59%
Subglottic 1%
American Cancer Society: Cancer Facts and Figures 2008. Atlanta, Ga: American Cancer Society, 2008.
Risk Factors
• Age. Cancer of the larynx occurs most often in people over the age of
55.
• Gender. Men are four times more likely than women to get cancer of
the larynx.
• Race. African Americans are more likely than whites to be diagnosed
with cancer of the larynx.
• Smoking. Smokers are far more likely to get cancer of the larynx.
• Alcohol. People who drink alcohol are more likely to develop laryngeal
cancer
• A personal history of head and neck cancer. Almost one in four people
who have had head and neck cancer will develop a second primary
head and neck cancer.
• Occupation. Workers exposed to sulfuric acid mist or nickel or asbestos
have an increased risk of laryngeal cancer.
• HPV, GERD implicated
Penyakit Laring Lainnya

Papilloma

Nodul pita suara Polip pita suara

Laringitis
Penyakit Laring
Diagnosis Karakteristik
Polip pita suara Lesi bertangkai unilateral, dapat berwarna keabuan (tipe
mukoid) atau merah tua (angiomatosa). Gejala: suara parau.
Lokasi di sepertiga anterior/medial/seluruhnya.
Umum dijumpai pada dewasa, namun bisa pada semua usia.
Nodul pita suara Suara parau, riwayat penggunaan suara dalam waktu lama.
Lesi nodul kecil putih, umumnya bilateral, di sepertiga
anterior/medial.
Laringitis Inflamasi laring, gejala suara parau, nyeri menelan/bicara, batuk
kering, dapat disertai demam/malaise.
Mukosa laring hiperemis, edema di atas dan bawah pita suara.
Papilloma laring Massa seperti buah murbei berwarna putih kelabu/kemerahan.
Massa rapuh, tidak berdarah.
Gejala: suara parau, dapat disertai batuk dan sesak.
Lokasi pada pita suara anterior atau subglotik.
21
SOAL

Laki-laki, 28 tahun, datang dengan keluhan pilek sejak tadi malam setelah
berkendara antar kota menggunakan sepeda motor. Pasien mengeluh tidak
bisa tidur karena hidung tersumbat dan sering berganti posisi saat tidur.
Riwayat alergi dan merokok disangkal. Keadaan umum dalam batas
normal.

Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior didapatkan edema konka inferior


berwarna merah gelap dengan sekret minimal.

Apakah pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan


diagnosa?
A. Hitung eosinophil
B. Skin prick
C. IgG spesifik
D. Nasal brush
E. Rontgen
Rhinitis vasomotor
• Definisi :
– keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi,
eosinofilia, hormonal atau pajanan obat
– Rinitis non imunologis
• Etiologi :
– belum diketahui; Dicetuskan oleh rangsang non-spesifik seperti
asap, bau tertentu (parfum, asap rokok, cat semprot, tinta),
alkohol, makanan pedas, kelelahan, emosi/stress, faktor
lingkungan seperti suhu dan perubahan tekanan udara.
• Patofisiologi:
– Diduga disebabkan peningkatan aktivitas kolinergik (hidung berair)
dan peningkatan sensitivitas neuron nosiseptif (obstruksi nasal)
• Diagnosis:
– Ditandai dengan gejala obstruksi nasal, rinorea, dan kongesti.
– riw. hidung tersumbat bergantian kiri dan kanan, tergantung
posisi pasien disertai sekret yang mukoid atau serosa yang
dicetuskan oleh rangsangan non spesifik
• Rinoskopi anterior:
– Edema mukosa hidung, konka merah gelap atau merah tua
dengan permukaan konka dapat licin atau berbenjol (hipertrofi)
disertai sedikit sekret mukoid
• Pemeriksaan penunjang
– Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk rhinitis vasomotor,
pemeriksaan dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis lain,
terutama membedakan dengan rhinitis alergi
– Pada rhinitis alergi, pemeriksaan pilihan adalah skin prick test
dan IgE spesifik
• Kedua pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik
daripada hitung jenis eosinophil, nasal cytology, dan total serum IgE
https://www.aafp.org/afp/2005/0915/p1057.html
Skin Prick Test
Skin Prick Test
22
SOAL

Pria 26 tahun riwayat keluar cairan dari telinga sejak 5


bulan. Mula-mula cairan biasa. Kemudian cairan menjadi
berwarna kuning dan berbau. Sekarang datang dengan
keluhan wajah mencong.
Pada pemeriksaan otoskopi didapatkan jaringan granulasi
di telinga tengah dengan membran timpani perforasi .
Diagnosis pada pasien ini adalah...
A. OMSK tipe benigna
B. OMSK tipe maligna
C. Kolesteatoma
D. Keganasan
E. Abses retroaurikuler
Otitis Media Supuratif Kronik
• OMSK merupakan suatu radang kronik
pada telinga tengah disertai perforasi
membrane timpani dengan/tanpa otorea
persisten.
• Otorea atau sekret yang keluar dari telinga
tengah secara terus menerus atau hilang
Large central perforation
timbul selama minimal 2-6 minggu.
• 2 tipe OMSK:
– OMSK tipe tubotimpani : perforasi bagian
sentral (TIPE AMAN)
– OMSK tipe atikoantral : perforasi baik pada
bagian atik atau marginal (TIPE BAHAYA) 
berhubungan dengan proses kerusakan
tulang akibat kolesteatoma, granulasi, atau
osteitis
Cholesteatoma at attic
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Otitis Media Supurasi type perforation
Kronik 2018
OMSK vs OMA
• Durasi waktu membedakan antara otitis
media akut dan otitis media supurasi
kronik belum ada keseragaman
• WHO: otorea ≥ 2 minggu  OMSK
• Otitis media akut dapat berlanjut menjadi
OMSK pada keadaan infeksi tidak teratasi
sehingga terjadi penyebaran ke area
mastoid, atau terdapat kolesteatoma
• Defintif: OMSK ditegakkan berdasarkan
otorea menetap atau hilang timbul selama
minimal lebih dari 2 minggu, disertai
adanya perforasi membrane timpani dan
tanda inflamasi telinga tengah

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Otitis Media Supurasi Kronik 2018
Otitis Media Supuratif Kronik
• Dimulai dengan adanya episode infeksi akut  iritasi dan inflamasi
mukosa telinga tengah  edema dan inflamasi lanjutan
menyebabkan kerusakan epitel dan ulkus  granulasi
• Siklus di atas berulang  perforasi membran timpani dengan
drainase persisten
• Dapat terjadi dengan/tanpa kolesteatoma

Roland PS. Chronic supurative otitis media. Emedicine. 2017.


Otitis Media Supuratif Kronik
• Etiologi penyebab perforasi membran:
– Trauma
– Iatrogenik dengan tube placement
– Episode OMA (terutama kejadian berulang) yang
memicu dekompresi melalui perforasi membran.
Penyebab mikrobio:
• Pseudomonas aeruginosa  tersering
• Staphylococcus aureus
• Klebsiella pneumoniae

Roland PS. Chronic supurative otitis media. Emedicine. 2017.


Penyebab OMSK
• Bakteri
– Pseudomonas aeruginosa (22-44%)
– Staphylococcus aureus (17-37%)
– Klebsiella pneumoniae (4-7%)
– Proteus mirabilis (3-20%)
– Eschericia coli (1-21%)
– Proteus vulgaris (0,9-3%)
– Bakteri anaerob juga dapat menjadi penyebab, seperti
Bacteroides sp. (4–8%), Clostridium sp.(3–6%), Prevotella sp.(1–
3%) dan Fusobacterium nucleatum (3-4%).
• Jamur
– Aspergilus sp. (3-20%)
– Candida albicans (0,9-23%).

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Otitis Media Supurasi Kronik 2018
OMSK Maligna dan Benigna
Kelainan Tipe Benigna Tipe Maligna

Daerah terkena Tubotimpanik Atikoantral


Perforasi Anterior atau sentral Atik atau marginal
Nanah Mukoid, tidak berbau Tebal, berbau busuk
Granulasi Tidak biasa didapat Biasa didapat
Polip Jika ada, pucat, oedem Jika ada, hiperemi, lunak
Tuli Konduktif ringan-sedang Konduktif atau campuran
Radiografi mastoid Normal Tidak ada sel udara
Kolesteatoma Sangat jarang Sering
Diagnosis OMSK: pemeriksaan fisik
• Perforasi membrane timpani
– Daerah sentral (pars tensa)  tipe aman
– Daerah marginal (sebagian tepi berhubungan dengan anulus atau sulkus timpanikum), atau
atik (pars flaksida)  tipe bahaya
• Otoskop:
– kanal eksternal dapat edema
– Tampak jaringan granulasi di telinga tengah
– Inflamasi mukosa telinga tengah: hiperemis, polypoid, edema dengan atau tanpa otorea
– Mukosa telinga tengah dapat tervisualisasi melalui lubang perforasi  tampak edema,
polipoid, pucat atau eritematos
– Adanya kolesteatoma ketika epitel skuamosa berkeratin ditemukan di telinga tengah atau area
pneuumatisasi lain di tulang temporal
• Atelektasis membrane timpani menyertai disfungsi tuba eustachius : adanya
retraksi atau kolaps membrane timpani
• Sekret telinga : serosa, mukopurulen, berbau, cheeselie, atau hemoragik
• Gangguan pendengaran  Tes penala
• Tanda sequelae  tuli konduktif, kolesteatoma, timpanosklerosis
• Timpanosklerosis: plak putih di membrane timpani dan deposit nodular di lapisan
submucosa telinga tengah

Roland PS. Chronic supurative otitis media. Emedicine. 2017.


23
SOAL

Seorang laki-laki berusia 12 tahun diantar ayahnya ke


praktik dokter dengan keluhan rasa mengganjal dan gatal-
gatal saat menelan. Riwayat panas badan maupun batuk
pilek tidak ada.

Pada pemeriksaan didapatkan tonsil membesar T3/T3,


permukaan tidak rata dan tidak hiperemis.

Apakah diagnosis pada kasus tersebut?


A. Tonsilitis kronis eksaserbasi akut
B. Tonsilitis akut
C. Tonsilitis difteri
D. Tonsilitis kronis
E. Tonsilitis folikularis
Tonsilitis
• Acute tonsillitis:
– Bakteri penyebab: GABHS, pneumococcus,
S. viridan, S. pyogenes.
• Detritus  tonsilitis folikularis
• Detritus bergabung, membentuk alur
tonsillitis lakunaris
• Gejala: nyeri tenggotok, odinofagia,
demam, malaise, otalgia.
• Th: penicillin atau erythromicin

• Tonsilitis kronik
– Tonsil membesar dengan permukaan tidak
rata, kriptus melebar, & beberapa terisi
detritus.
– Gejala: rasa mengganjal, kering, & halitosis

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Tonsilitis Kronik
• Disebabkan oleh rangsangan terus menerus
seperti merokok, berbagai jenis makanan ,
kebersihan mulut yang buruk dna pengobatan
tonsilitis akut yang tidak adekuat.
• Peradangan berulangepitel mukosa limfoid
terkikis jaringan parut pelebaran kripta.
Kripta dapat diisi oleh detritus. Dapat disertai
pembesaran kelenjar limfa submandibula.
• Terapi: tergantung penyebab dan ditujukan pada
menjaga kebersihan rongga mulut.
Tonsilitis
• Indikasi tonsilektomi:
– Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali pertahun walau
dengan terapi adekuat
– Menimbulkan maloklusi gigi dan gangguan pertumbuhan
orofasial.
– Sumbatan jalan nafas
– Infeksi kronis seperti rhinitis, sinusitis dan peritonsilitis.
– Nafas berbau
– Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh grup A
streptococcus beta hemolitikus
– Hipertrofi tonsil yang curiga keganasan
– Otitis media efusa/ otitis media supuratif.
24
SOAL

Seorang laki-laki usia 54 tahun datang ke praktek dokter umum


dengan keluhan nyeri pada telinga kiri sejak 3 hari yang lalu.
Diketahui 1 minggu yang lalu pasien pergi berenang ke pantai. Pada
pemeriksaan fisis pasien tampak sakit sedang.

Pada pemeriksaan otoskopi, liang telinga kiri menyempit, dinding


hiperemis, edema dan tanpa sekret. Pendengaran pasien terganggu.

Apa diagnosis pasien ini?


A. Serumen obturans
B. OE Sirkumskripta
C. OE nekrotikans
D. OE difusa
E. OMA
Otitis Eksterna
Tanda OE:
• Nyeri jika aurikel ditarik ke belakang
atau tragus ditekan.
• Otitis externa sirkumskripta
(furuncle)
– Etiologi: Staph. aureus, Staph. albus
– Terbatas pada kelenjar minyak/rambut
yg terobstruksi
– Hanya pada bagian kartilago telinga,
tidak ada jaringan penyambung di
bawah kulit  sangat nyeri
– Th/: AB topikal, analgetik/anestesi
topikal.

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Externa
• Otitis eksterna difus (swimmer’s ear)
– Etiologi: Pseudomonas, Staph. albus, E. coli.
– Kondisi lembab & hangat  bakteri tumbuh
– Sangat nyeri, liang telinga: edema, sempit, nyeri
tekan (+), eksudasi
– Jika edema berat  pendengaran berkurang
– Th/: AB topikal, kadang perlu AB sistemik
– AB: ofloxacin, ciprofloxacin, colistin, polymyxin B,
neomycin, chloramphenicol, gentamicin, &
tobramycin.
– Ofloxacin & ciprofloxacin: AB tunggal dengan
spektrum luas untuk patogen otitis eksterna.

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Externa
• Malignant otitis externa (necrotizing OE)
– Pada pasien diabetik lansia atau imunokompromais.

– OE dapat menjadi selulitis, kondritis, osteitis,


osteomielitis  neuropati kranial.

– Liang telinga bengkak & nyeri, jaringan granulasi merah


tampak di posteroinferior sambungan kartilago dengan
tulang (Santorini's fissures), di 1/3 dalam.

– Awalnya gatal, lalu cepat menjadi nyeri (cenderung


pada malam hari, s.d TMJ  nyeri saat mengunyah),
sekret (+), & pembengkakan liang telinga.

– Th/: antibiotik sistemik (siprofloksasin 3x400 mg IV


atau 2x750 mg PO)
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
25
SOAL

An. Jantan Tangguh Purnama, anak laki-laki berusia 17 tahun datang ke


dokter umum dengan keluhan mimisan banyak dan berulang. Hal ini mulai
terjadi sekitar 4-6 bulan ke belakang. Keluhan dirasakan sejak pasien
berusia 13 tahun. Terdapat keluhan hidung tersumbat.

Pada rhinoskopi posterior ditemukan massa lunak, kenyal, berwarna abu-


abu, dan rapuh.

Diagnosis dari kasus di atas adalah...


A. Ca tonsil
B. Tonsilitis
C. Ca nasofaring
D. Tonsilitis akut
E. Angiofibroma nasofaring tipe juvenile
Angiofibroma nasofaring tipe
juvenile
• Angiofibroma juvenile:
– Tumor jinak pembuluh darah di nasofaring
– Etiologi: masih belum diketahui, namun diduga berasal dari dinding posterolateral
atap rongga hidung
– Ciri-ciri: laki-laki, usia 7-19 tahun, jarang >25 tahun
– Gejala klinis: hidung tersumbat yang progresif & epistaksis berulang yang masif
– Obstruksi  sekret tertimbun  rinorea kronik  gangguan menghidu
– Bila menutup tuba  tuli, otalgia, bila ke intrakranial  sefalgia hebat

• Rinoskopi posterior:
– Massa tumor kenyal, warna abu-abu, merah muda, kebiruan
– Mukosa tumor hipervaskularisasi, dapat ulserasi

• Sifat: secara histologi jinak, secara klinis ganas karena dapat mendestruksi tulang
Diffuse swelling (arrow) is seen in the
molar region on the right side of the face.

Well-circumscribed, ovoid swelling


(arrow) is seen in the midline of the soft
palate.
• Macroscopic
well defined, mucosalised, red/purple
lobulated mass arising in the nasopharynx
from the lateral wall, posterior tomiddle
turbinate
Pemeriksaan Penunjang
• Plain radiograph
– Holman-miller sign  The anterior bowing of the posterior wall of the maxillary
antrum which is seen on lateral skull film or cross-sectional imaging.
– visualisation of a nasopharyngeal mass
– opacification of the sphenoid sinus
– widening of the pterygmaxillary fissure and pterygopalatine fossa
– erosion of the medial pterygoid plate
• CT Scan
– lobulated non-encapsulated soft tissue mass is demonstrated centred on
the sphenopalatine foramen
– Holman miller sign
• MRI
• Angiography
– Defining feeding vessels and preoperative embolization
• External carotid artery
• Internal carotid artery
“We Build Doctors”

Anda mungkin juga menyukai