Anda di halaman 1dari 14

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada jurnal 1, yang ditulis oleh Budiman Juni dkk (2017), dengan judul

“Fungsi Motorik Ekstremitas Penderita Stroke Iskemik Pasca Rehabilitasi ”,

terdapat kelebihan yaitu, penelitian ini menggunakan metode manual

muscle testing untuk menilai fungsi motorik ekstremitas superior dan

inferior dari pasien stroke sebelum dan sesudah mengikuti rehabilitasi

medik. Pengambilan data diperoleh dari rekam medis dengan sampel

sebanyak 34 orang, data hasil penelitian kemudian disajikan dalam bentuk

tabel distribusi frekuensi dimana pengambilan data dilakukan pada masa

kurang dari 6 bulan pasca serangan stroke . Selain itu penelitian ini juga

melakukan perbandingan fungsi motorik pada pasien setelah menjalani

rehabilitasi medik secara rutin selama 1 bulan. Kekurangan dari jurnal

penelitian ini ialah penelitian ini tidak mengelompokkan responden

berdasarkan karakteristik dari pasien yang terdiri dari usia, jenis kelamin,

pekerjaan, pendidikan, dll. Selain itu pada jurnal penelitian ini juga tidak

dijelaskan mengenai berapa lama durasi pemberian rehabilitasi perhari

pada pasien pasca stroke yang menjalani rehabilitasi medik. Dan ini

sesuai dengan referensi ke-24 dari KTI ini.

Dari hasil penelitian didapatkan sebelum direhabilitasi medik sebagian

besar subjek memiliki fungsi motorik yang rendah. Sebanyak 9 orang

(26,5%) sampel memiliki fungsi motorik pada skala 0 pada ekstremitas

superior, dan 3 orang (8,6%) pada ekstremitas inferior, yang berarti bahwa

1
tidak ada kontraksi otot sama sekali. Kemudian setelah direhabilitasi

medik pada ekstremitas superior tersisa 1 orang (2,9%) dan ekstremitas

inferior 0 (0,0%) begitupula pada skala 1 sampai 5 dimana terjadi

peningkatan kekuatan otot pada pasien. Nilai rata-rata fungsi motorik

pasien sebelum direhabilitasi pada ekstremitas superior yaitu (2,38), dan

setelah direhabilitasi secara rutin selama 1 bulan meningkat menjadi

(3,50). Adapun ekstremitas inferior mengalami peningkatan dari (2,91)

menjadi (3,71).

Berdasarkan jurnal penelitian tersebut peneliti beranggapan untuk

jumlah sampel pada jurnal penelitian ini sudah cukup mewakili dari

populasi yang telah ditetapkan sebelumnya, karena pada jurnal penelitian

ini hanya menilai kekuatan otot dari pasien. Selain itu pada penelitian ini

dilihat dari nilai rata-rata fungsi motorik pasien terjadi peningkatan

kekuatan otot yang cukup signifikan pada pasien stroke sebelum dan

sesudah menjalani rehabilitasi secara rutin selama 1 bulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rehabilitasi medik yang dilakukan

secara rutin dan teratur dapat meningkatkan fungsi motorik anggota gerak

yang mengalami kelumpuhan terutama pada pasien pasca stroke.

Kepatuhan dalam mengikuti fisioterapi dan kondisi tubuh sangat

mempengaruhi hasil pemulihan. Rehabilitasi tidak dapat menyembuhkan

efek-efek yang ditimbulkan oleh stroke, tetapi dapat membantu

mengoptimalkan fungsi tubuh yang terganggu.

2
Pada jurnal 2, yang ditulis oleh Satrio Dwi dkk (2019) dengan judul

“Gambaran Kepatuhan Kontrol Pada Pasien Stroke”, terdapat kelebihan

yaitu penelitian ini memiliki jumlah sampel sebanyak 55 pasien yang dipilih

dengan metode purposive sampling, kemudian akan dinilai tingkat

kepatuhan pasien dalam melaksanakan kontrol rutin. Pengumpulan data

menggunakan lembar observasi, ditabulasi kemudian data ditampilkan

dalam bentuk presentasi. Tidak hanya itu penelitian ini juga memaparkan

mengenai karakteristik dari pasien meliputi usia, pendidikan, pekerjaan,

dan jenis pembiayaan. Kekurangan pada jurnal penelitian ini ialah

terdapat data pada pembahasan yang tidak sesuai dengan tabel pada

hasil yang terdapat pada jurnal penelitian, selain itu penulis tidak

mengelompokkan responden berdasarkan jenis kelamin dan tidak

dilakukan pembandingan kekuatan otot pada pasien stroke yang diberikan

rehabilitasi. Dan ini sesuai dengan referensi ke-25 pada KTI ini.

Dari jurnal penelitian tersebut didapatkan prevalensi stroke

berdasarkan usia terbanyak dimana pasien dengan usia 50-56 tahun

(25,45%) memiliki kepatuhan dalam kontrol yang baik. Peneliti

menyimpulkan bahwa responden pada usia 50-56 tahun masuk dalam

kategori lansia awal memiliki banyak sumber informasi yang didapatkan

semasa hidup, lansia awal akan lebih paham dalam hal kehidupan,

khususnya kesehatan, sehingga didapatkan kepatuhan responden dalam

melakukan kontrol rutin di sarana kesehatan. Berdasarkan pendidikan,

didapatkan sebagian besar yakni 20 responden (36,36%) berpendidikan

3
SMA mempunyai presentase patuh dalam melakukan kontrol. Tingkat

kepatuhan juga dipengaruhi oleh pekerjaan dimana, sebagian besar

(36,36%) yakni 20 responden berprofesi sebagai petani, (30,91%), 17

responden seimbang berprofesi sebagai PNS, (30,91%) dan pegawai

swasta, dan (1,82%) yakni 1 responden berprofesi sebagai TNI.

Selanjutnya berdasarkan jenis pembiayaan, didapatkan hampir

setengahnya yakni 24 responden (43,64%) memiliki jenis pembiayaan

melalui BPJS mempunyai presentasi patuh dalam melakukan kontrol.

Berdasarkan distribusi gambaran kepatuhan pada pasien stroke

didapatkan sebanyak 30 responden (54,55%) patuh dalam menjalani

kontrol dan 25 responden (45,45%) memiliki kepatuhan yang kurang.

Berdasarkan jurnal penelitian tersebut peneliti beranggapan untuk

jumlah sampel pada jurnal penelitian ini sekiranya masih perlu dilakukan

penambahan jumlah melihat besarnya populasi yang ada yaitu sebanyak

274 responden sehingga hasil penelitian akan lebih mencerminkan

populasi yang ada. Akan tetapi tentunya penulis juga memiliki kriteria

tersendiri dalam memilih sampel untuk menghindari dari terjadinya bias

pada penelitian. Selain itu pada penelitian ini juga didapatkan gambaran

kepatuhan pasien stroke yang cukup baik. Hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa kepatuhan dalam melakukan kontrol rutin merupakan

upaya dalam perawatan yang penting pada pasien stroke.

Peneliti menyimpulkan seseorang yang mengalami serangan stroke

pertama akan mengutamakan penanganan masalahnya dengan

4
melakukan kontrol rutin, hal tersebut untuk meminimalkan serangan

berulang atau kejadian lebih parah, sehingga didapatkan kepatuhan

dalam melakukan kontrol rutin berturut selama 6 bulan pada pasien stroke

Pada jurnal 3, yang ditulis oleh Susanti dkk (2019) dengan judul

“Pengaruh Range of Motion terhadap Kekuatan Otot pada Pasien Stroke”,

terdapat kelebihan yaitu penelitian ini menggunakan pra eksperimental

one-group pre-post test design dengan analisa data menggunakan

statistik wilcoxon sign rank test dengan jumlah sampel sebanyak 32

responden, tidak hanya itu penelitian ini memaparkan secara keseluruhan

mengenai karakteristik dari pasien meliputi usia, jenis kelamin, riwayat

keluarga, pekerjaan, dan lama menderita stroke. Selain itu peneliti

melakukan pengukuran kekuatan otot pada responden sebelum dan

sesudah diberikan latihan ROM dengan cara mengenggam bola.

Pengambilan data menggunakan lembar observasi tingkat kekuatan otot

dan SOP ROM. Kekurangan dalam jurnal penelitian ini ialah peneliti tidak

mengumpulkan data mengenai tingkat kepatuhan pasien stroke dalam

menjalani rehabilitasi. Peneliti juga tidak memaparkan berapa lama waktu

pemberian latihan ROM yang dilakukan pada penelitian. Dan ini sesuai

dengan referensi ke-3 dari KTI ini.

Dari jurnal penelitian tersebut, responden terbanyak yang menjalani

rehabilitasi berusia 30-50 tahun dengan jumlah 15 responden dan

persentasi (47%), jenis kelamin terbanyak yaitu laki-laki dengan jumlah 17

responden (53%). Untuk riwayat penyakit keluarga sebagian besar

5
memiliki riwayat penyakit dalam keluarga, dengan jumlah 17 responden

dan persentasi (53%). Adapun untuk pekerjaan sebagian besar responden

tidak bekerja dengan jumlah 17 responden dan persentasi (53%),

wiraswasta sebanyak 6 responden (19%), dan swasta sebanyak 9

responden (28%). Sebagian besar responden sudah lama menderita

stroke selama 1-5 tahun, jumlahnya 28 responden dengan persentasi

(87%).

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa kekuatan otot pada tangan

kanan sebelum dilakukan range of motion yaitu terdapat 11 responden

(34%) pada skala 3 dan 17 responden (53%) pada skala 4, setelah

dilakukan range of motion, responden mengalami peningkatan kekuatan

otot skala 4 dan berjumlah 25 responden dengan presentasi (78%).

sedangkan kekuatan otot pada tangan kiri sebelum dilakukan range of

motion yaitu terdapat 21 reponden (65%) pada skala 3 dan 7 responden

(22%) pada skala 4, kemudian setelah dilakukan range of motion

mengalami peningkatan kekuatan otot pada skala 4 berjumlah 17

responden dengan presentasi (53%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

terdapat pengaruh antara range of motion (ROM) terhadap kekuatan otot

pada pasien stroke karena responden mengalami peningkatan skala

kekuatan otot setelah dilakukan rehabilitasi ROM pada skala 4.

Berdasarkan jurnal penelitian tersebut peneliti beranggapan metode

penelitian yang digunakan pada penelitian ini dapat memberikan hasil

yang jauh lebih akurat, karena dapat membandingkan dengan keadaan

6
sebelum diberikan perlakuan, selain itu jumlah sampel pada jurnal

penelitian ini cukup besar dalam mewakili populasi yang ada sehingga

semakin kecil peluang terjadinya suatu kesalahan. Kemudian pada

penelitian didapatkan rata-rata penambahan pasien stroke yang

mengalami peningkatan kekuatan otot pada skala 4 sebanyak 8 dan 10

pasien yang menunjukkan terjadi peningkatan yang cukup banyak pada

pasien stroke.

Kekuatan otot dapat hilang setiap minggu jika otot beristirahat

sepenuhnya, dan sebanyak 5,5% kekuatan otot dapat hilang setiap hari

pada kondisi istirahat dan imobilisasi sepenuhnya. Rehabilitasi dini dapat

segera dilakukan di tempat tidur setelah kondisinya stabil dan keadaan

pasien sudah membaik. Memperbaiki fungsi saraf merupakan tujuan

perawatan suportif dini melalui terapi fisik. Pemberian dua kali latihan

ROM setiap hari pada pasien stroke iskemik lebih meningkatkan

kemampuan otot daripada satu kali sehari.

Pada jurnal 4, yang ditulis oleh Siti Fadilah dkk (2019), dengan judul ”

Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Fisioterapi Pasien

Pasca Stroke di RS Bethesda Yogyakarta”, terdapat kelebihan yaitu

penelitian ini memiliki sampel sebanyak 54 responden yang dipilih

menggunakan teknik quota sampling. Selain itu pengumpulan data

menggunakan instrumen kuesioner. Hasil kuesioner tentang kepatuhan

yang telah diisi oleh responden dilakukan validasi/kecocokan dengan data

yang ada pada rekam medis pasien. Peneliti juga memaparkan secara

7
keseluruhan mengenai faktor penyebab kepatuhan berdasarkan

karakteristik dari responden yang terdiri dari usia, jenis kelamin,

pendidikan, pengetahuan, dan tingkat kepatuhan pasien. Kekurangan dari

penelitian ini penulis tidak memaparkan secara rinci mengenai efektifitas

fisioterapi terhadap kekuatan otot dari pasien. Dan ini sesuai dengan

referensi ke-18 dari KTI ini.

Dari 54 responden, didapatkan hasil yaitu pasien terbanyak berusia

lansia akhir yaitu sebanyak 24 orang (44,4%). Sebagian besar pasien

berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 38 orang (70,4%). Kategori

pendidikan sekolah dasar, menengah, dan tinggi seimbang sebanyak 18

responden (33,3%). Sebagian besar mempunyai pengetahuan kategori

cukup yaitu 27 responden (50%). Dan tingkat kepatuhan sebagian besar

kategori patuh yaitu 27 responden (50%).

Berdasarkan jurnal penelitian tersebut dapat diketahui penentuan

jumlah sampel pada penelitian ini berdasarkan kriteria inklusi yang telah

ditetapkan melalui kuesioner sehingga didapatkan sampel sebanyak 54

yang sudah mewakili dari populasi pasien stroke yang telah menjalani

rehabilitasi

Hasil analisis menunjukkan bahwa usia, jenis kelamin, dan

pengetahuan mempunyai hubungan bermakna dengan kepatuhan pasien

menjalani fisioterapi pasca stroke. Pencapaian pemulihan tergantung

pada kepatuhan mengikuti fisioterapi dan keadaan tubuh. Rehabilitasi

dapat membantu fungsi tubuh untuk dapat optimal dalam melakukan

8
aktivitas dan mengurangi kecacatan. Proses dalam pemulihan pasca

stroke diantaranya pemulihan fungsi saraf otak dan pemulihan

kemampuan melakukan aktivitas.

Pada jurnal 5, yang ditulis oleh Fransiska dkk (2018) dengan judul

“Pengaruh Latihan Range Of Motion Terhadap Rentang Gerak Sendi

Ekstremitas Atas Pada Pasien Pasca Stroke Di Makassar ”, terdapat

kelebihan yaitu, penelitian ini dilaksanakan dengan metode one group

pretest–posttest dengan sampel penelitian sebanyak 40 responden

dimana yang menjadi responden dilakukan penilaian rentang gerak sendi

sebelum latihan range of motion dan setelah dilakukan range of motion

dilakukan kembali penilaian rentang gerak sendi. Pengumpulan data

dengan menggunakan lembar observasi dan dianalisis dengan

menggunakan uji wilcoxon. Tidak hanya itu penelitian ini juga

mengelompokkan responden berdasarkan usia, jenis kelamin, dan

pekerjaan. Dalam penelitian ini, latihan range of motion akan dilakukan

selama 5 hari dalam seminggu, dengan pengulangan minimal 2 kali sehari

dalam waktu 5-10 menit. Kekuatan otot pasien dapat mengalami

peningkatan apabila dilakukan rehabilitasi secara rutin. Kekurangan dari

penelitian ini ialah peneliti tidak mengelompokkan responden berdasarkan

riwayat pendidikan dan peneliti tidak mengumpulkan data mengenai

tingkat kepatuhan pasien stroke yang menjalani intervensi. Dan ini sesuai

referensi ke-23 dari KTI ini.

9
Berdasarkan karakteristik responden didapatkan usia terbanyak yang

menjalani intervensi seimbang yaitu berusia 45-49 tahun sebanyak 8

responden, 55-59 tahun sebanyak 8 responden, dan 65-69 tahun

sebanyak 8 respoden, kemudian dari jenis kelamin seimbang antara laki-

laki dan perempuan yaitu masing-masing 20 responden, adapun dari

pekerjaan terbanyak responden ialah PNS yaitu sebanyak 18 responden.

Berdasarkan hasil statistik dengan menggunakan uji wilcoxon,

didapatkan nilai p = 0,000 dimana nilai α = 0,05 pada sendi peluru, engsel,

dan kondiloid. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p<a, yang artinya ada

pengaruh latihan range of motion terhadap rentang gerak sendi baik itu

sendi peluru, sendi engsel dan sendi kondiloid untuk gerakan fleksi dan

ekstensi yang dilakukan. Rentang gerak sendi pasien pasca stroke

sebelum dilakukan latihan range of motion menunjukkan bahwa luas

derajat mengalami peningkatan. Pemberian latihan range of motion

dengan rutin dan sedini mungkin pada bagian tubuh yang mengalami

kelemahan ataupun kekakuan sendi, akan memberikan perubahan.

Berdasarkan jurnal penelitian tersebut peneliti beranggapan metode

penelitian yang digunakan pada penelitian ini dapat memberikan hasil

yang jauh lebih akurat, karena dapat membandingkan dengan keadaan

sebelum dan sesudah diberikan perlakuan, jumlah sampel pada jurnal

penelitian ini cukup besar dalam mewakili populasi yang ada sehingga

semakin kecil peluang terjadinya suatu kesalahan.

10
Pada jurnal 6, yang ditulis oleh Rina dkk (2017), dengan judul

“Pengaruh Range Of Motion Exercise Terhadap Kekuatan Otot Pada

Pasien Stroke Di Wilayah Puskesmas Sidotopo Surabaya”, terdapat

kelebihan yaitu jenis penelitian ini ialah pra eksperimental dengan one-

group pra-post test design dengan sampel berjumlah 32 orang.

Pengumpulan data dengan menggunakan lembar observasi kekuatan otot

serta menggunakan uji statistic t-test. Penelitian ini juga menbandingkan

skala kekuatan otot pasien stroke sebelum dan sesudah diberikan latihan

range of motion dan didapatkan terjadi peningkatan kekuatan kekuatan

otot setelah diberikan latihan ROM. Selain itu dipaparkan juga mengenai

karakteristik responden yang terdiri dari usia, jenis kelamin, dan riwayat

keluarga. Adapun kekurangan dari penelitian ini ialah peneliti tidak secara

khusus membahas mengenai karakteristik responden berdasarkan tingkat

pendidikan serta pekerjaan. Dan ini sesuai dengan referensi ke-32 dari

KTI ini.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang

diteliti dari segi usia prevalensi terbanyak ialah berusia 56-65 tahun yaitu

sebanyak 15 orang (47%), memiliki riwayat penyakit keluarga sebanyak

17 orang (53%), dan jenis kelamin terbanyak laki-laki 17 orang (53%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan otot sebelum dilakukan

range of motion exercise yaitu terdapat 10 responden (31%) pada skala 3

dan 22 responden (69%) pada skala 4 dan setelah dilakukan range of

motion exercise terdapat 2 responden (6%) pada skala 3, 20 responden

11
(63%) pada skala 4 dan 10 responden (31%) pada skala 5. Hal ini

menunjukkan terjadi peningkatan kekuatan kekuatan otot dari skala 3 ke

skala 4 dan dari skala 4 ke skala 5 setelah dilakukan range of motion

exercise. Hal tersebut menunjukkan bila latihan fisik dilakukan secara

teratur segera setelah kondisi pasien stabil dapat membantu proses

pemulihan kekuatan otot.

Berdasarkan jurnal penelitian tersebut peneliti beranggapan jumlah

sampel pada jurnal penelitian ini cukup besar untuk penelitian dengan

metode eksperimen dan dianggap sudah mewakili populasi yang ada,

selain itu hasil penelitian yang didapatkan juga jauh lebih akurat. Hasil

penelitian juga menunjukkan terjadi peningkatan skala kekuatan otot yang

cukup signifikan pada pasien stroke dilihat dari skala 3 sampai skala 5.

Latihan range of motion (ROM) merupakan bentuk latihan dalam

rehabilitasi yang dinilai efektif untuk mencegah kecatatan pada pasien

stroke. Range of motion harus dilakukan sekitar 8 kali dan dikerjakan

minimal 2x sehari. ROM bertujuan mempertahankan atau memelihara

fleksibilitas dan kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian dan

mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur.

12
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis kajian sistematis dapat disimpulkan bahwa :

1. Kepatuhan dalam menjalani rehabilitasi sangat mempengaruhi

fungsi motorik dari pasien dimana didapatkan fungsi motorik

mengalami peningkatan yang cukup signifikan setelah pasien

mengikuti rehabilitasi secara rutin selama satu bulan.

2. Latihan range of motion (ROM) merupakan bagian dari proses

rehabilitasi. Latihan ROM dapat meningkatkan kekuatan otot

pasien selama dilakukan dengan teknik yang tepat dan dilakukan

secara rutin. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh

antara range of motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada pasien

stroke karena setiap responden mengalami peningkatan skala

kekuatan otot setelah dilakukan rehabilitasi ROM. Peningkatan

kekuatan otot dapat mengoptimalkan fungsi tubuh yang terganggu

serta menghindari dari terjadinya kecacatan pada pasien pasca

stroke

3. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa

literature yang membahas mengenai karakteristik pasien stroke

dapat disimpulkan bahwa usia tua atau lansia awal dan akhir

sebagai prevalensi tertinggi yang menjalani rehabilitasi. Jenis

kelamin laki-laki masih lebih dominan dibandingkan wanita,

13
berdasarkan pekerjaan rata-rata pasien masih bekerja, dan

berdasarkan pendidikan prevalensi tertinggi pasien rata-rata

memiliki riwayat pendidikan (SD-menengah atas).

3.2 Saran

1. Peneliti menyarankan penelitian dengan desain lebih lanjut dengan

menggunakan 2 kelompok intervensi yaitu kelompok yang patuh

dan yang tidak patuh dalam menjalani rehabilitasi kemudian menilai

kekuatan otot pasien sebelum dan sesudah diberikan latihan ROM

2. Peneliti menyarankan penelitian dengan desain lebih lanjut

mengenai hubungan motivasi dan dukungan keluarga dengan

tingkat kepatuhan pasien stroke dalam menjalani rehabilitasi

14

Anda mungkin juga menyukai