Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MIKROBIOLOGI PANGAN

OLEH
ASRIE FREFIN
NIM: 1801040041
JUAN Y.B NGE
NIM : 1801040058

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021
DAFTAR ISI

KOVER............................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................
1.1 Latar belakang.........................................................
1.2 Rumusan masalah...................................................
1.3 Tujuan......................................................................
BAB II PEMBAHASAN....................................................
2.1 MIKROBIOLOGI PANGAN.....................................
2.2 PENGARUH NEGATIF...........................................
2.3 PENGARUH POSITIF.............................................

BAB III PENUTUP...........................................................


3.1 Simpulan..................................................................
3.2 Saran........................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia membutuhkan makanan untuk melakukan dan
melaksanakan semua aktivitasnya. Berbagai macam makanan dikonsumsi
oleh manusia. Mulai dari makanan yang berasal dari bahan alami dan
langsung dimasak sampai makanan yang harus diolah oleh pabrik terlebih
dahulu. Banyak makanan yang memanfaatkan mikroba untuk proses
pembutannya ntah itu bakteri maupun jamur. Kebanyakan, makanan
produk olahan menggunakan mikroba sebagai organisme yang
memfermentasi. Jadiapabila, selama ini kita selalu menganggap bahwa
mikroba identik dengan kata bahaya dan penyakit, hal tersebut salah.
Karena banyak mikroba yang berguna sebagai bahan pembuatan makanan
berfermentasi. Beberapa makanan yang memanfatkan mikroba adalah
tempe, yogurt, susu, nata de coco, tape dan masih banyak lagi. Oleh karena
banyak sekali makanan yang memanfaatkan mikroba dalam pembuatannya,
maka terdapat ilmu yang khusus untuk mempelajari mikroba-mikroba yang
bermanfaat dalam pembuatan makanan olahan, yaitu mikrobiologi pangan.
Mikrobiologi pangan (food microbiology) adalah salah satu cabang dari
mikrobiologi yang mempelajari peranan mikrobia, baik yang
menguntungkan maupun yang merugikan, pada rantai produksi makanan
sejak dari pemanenan/ penangkapan/ pemotongan, penanganan,
penyimpanan, pengolahan, distribusi, pemasaran, penghidangan sampai siap
dikonsumsi.
Sejarah mikrobiologi pangan sebenarnya bersamaan dengan kehadiran
manusia di muka bumi namun sangat sulit ditentukan titik mulanya secara
pasti. Sejak manusia dapat memproduksi makanan sebenarnya juga mulai
dipelajari kerusakan makanan dan timbulnya keracunan makanan. Berikut
ini merupakan sejarah mulai dipelajarinya peranan mikrobia pada bahan
pangan yang terlibat pada kerusakan dan keracunan makanan. Karena
banyak sekali makanan yang memanfaatkan mikroba dalam pembuatannya,
maka penulis ingin mempelajari lebih lanjut mengenai mikrobiologi pangan.
Sehingga penulis berinisiatif untuk menyusun makalah yang berjudul
“Mikrobiologi Pangan”
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, maka masalah dalam


makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Apa saja faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada bahan


pangan?

2.Bagaimanakah peran positif mikroba dalam mikrobiologi pangan ?

3.Bagaimanakah peran negatif mikroba dalam mikrobiologi pangan ?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan makalah adalah


sebagai berikut.

1.Untuk mengetahui factor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada


bahan pangan.

2.Untuk mengetahui peran positif mikroba dalam mikrobiologi pangan.

3. Untuk mengetahui peran negatif mikroba dalam mikrobiologi pangan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Faktor Pertumbuhan Mikroba pada Bahan Pangan

Pertumbuhan mikrobia pada bahan pangan sangat dipengaruhi


oleh berbagai faktor yang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor-faktor yang
terdapat pada bahan pangan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikrobia, baik memacu maupun menghambat pertumbuhan mikrobia pada
bahan pangan tersebut. Contoh faktor intrinsik adalah pH, aktivitas air
(aw), potensial oksidasi-reduksi (Eh), kandungan nutrisi, senyawa
antimikrobia, dan struktur biologis. Sedangkan faktor ekstrinsik adalah
faktor-faktor yang berasal dari luar bahan pangan, baik dari lingkungan
penyimpanan, yang dapat mempengaruhi bahan pangan dan pertumbuhan
mikrobia. Contoh faktor ekstrinsik adalah suhu penyimpanan, kelembaban
relatif (RH = relative humidity) lingkungan, dan komposisi gas.
Faktor ekstrinsik dapat dimanfaatkan untuk mengontrol
pertumbuhan mikroorganisme yang kurang menguntungkan. Menurut Nani
(2010), Suhu penyimpanan bahan pangan dapat mempengaruhi mutu bahan
pangan tersebut. Suhu penyimpanan yang tepat dapat menghambat
kerusakan bahan pangan secara mikrobiologis dan enzimatis. Penyimpanan
bahan pangan pada suhu refrigerator atau di bawahnya tidak selalu
merupakan cara terbaik untuk menghindari proses kerusakan bahan
pangan. Sebagai contoh, buah pisang lebih baik disimpan pada suhu 13 –
17°C dari pada suhu 5 – 7°C. Sebagian besar sayuran sebaiknya disimpan
pada suhu sekitar 10°C seperti kentang, seledri, kubis, dan lain-lain.

Kelembaban relatif lingkungan penyimpanan bahan pangan


merupakan hal yang sangat penting dari segi aw bahan pangan dan
pertumbuhan mikrobia pada permukaan bahan pangan. Bila bahan pangan
dengan aw rendah disimpan pada lingkungan dengan RH tinggi, maka
bahan pangan tersebut akan menyerap uap air yang terdapat pada
lingkungan sehingga tercapai kesetimbangan. Demikian juga bila bahan
pangan dengan aw tinggi disimpan pada lingkungan dengan RH rendah. Ada
hubungan antara RH dan suhu, yaitu semakin tinggi suhu, maka RH
semakin rendah, dan sebaliknya, semakin rendah suhu, RH semakin tinggi.
Bahan pangan yang disimpan pada RH rendah dapat mengalami kerusakan
pada permukaannya karena jamur, yeast dan bakteri tertentu. Misalnya
daging utuh yang tidak dikemas dengan rapat dan disimpan di refrigerator
dapat mengalami kerusakan pada permukaan karena RH refrigerator yang
tinggi dan mikrobia aerob. Hal ini dapat dicegah dengan cara pengemasan
yang tepat dan mengatur komposisi gas tanpa harus menurunkan RH
lingkungan.
Udara mengandung beberapa jenis gas seperti O2, CO2, N2, H2, O3 dan
lain-lain. Keberadaan dan konsentrasi gas di udara dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikrobia. Mikrobia yang membutuhkan O2 untuk
pertumbuhannya disebut aerob, sedangkan mikrobia yang tidak
membutuhkan O2 untuk pertumbuhannya dan dapat menggunakan CO2
disebut obligat anaerob. Ada juga mikrobia yang hanya sedikit
membutuhkan O2 untuk pertumbuhannya, yang disebut fakultatif anaerob.
Prinsip ini mendasari pada pengemasan bahan pangan dengan cara atmosfer
terkendali (Controlled Atmosphere Packaging) dan modifikasi atmosfer
(modified atmosphere).

2.2 Peran Positif Mikroba dalam Mikrobiologi Pangan


Penggunaan mikroorganisme untuk menghasilkan bahan-bahan
tertentu telah diketahui semenjak beberapa abad yang lalu, terutama
penggunaan beberapa jenis khamir dalam industri alkohol, pembuatan roti,
keju dan sebagainya. Berikut ini akan disajikan cara-cara pembuatan
makanan fermentasi secara singkat untuk menjelaskan peranan
mikroorganisme yang memberikan keuntungan bagi kehidupan manusia.
a) Pembuatan Oncom
Oncom merupakan produk fermentasi kapang atau jamur dengan bahan
utama berupa limbah yang antara lain adalah: bungkil kacang tanah, ampas
tahu, ampas singkong dan ampas kelapa. Untuk pembuatan oncom dapat
dipergunakan kapang tempe atau jamur dengan bahan utama yaitu
Rhizopus oligosporus yang dapat menghasilkan oncom berwarna hitam.
Pada umumnya, lebih digemari yaitu kapang Neurospora sitophila yang
dapat menghasilkan oncom kuning kemerahan (jingga). Selama proses
pembuatan oncom, Neurospora sitophila berperan untuk menguraikan pati,
protein, dan lemak dengan pembentukan alcohol dari berbagai eter. Nilai
gizi dari oncom sangat tergantung dari bahan mentah yang dipergunakan
(Tarigan, 1988).

b) Pembuatan Tempe
Tempe merupakan salah satu contoh makanan fermentasi yang kaya akan
protein, mudah memperolehnya dengan menggunakan Rhizopus didalam
proses pembuatannya. Peranan mikroba ini yaitu akan menyebabkan
adanya perubahan kimia pada protein, lemak dan karbohidrat, sehingga
tempe lebih mudah dicerna dari kedelai itu sendiri, serta protein yang larut
meningkat menjadi 3 atau 4 kali.
Dalam pembutan tempe perlu memperhatikan pertumbuhan kapang yang
dipengaruhi oleh factor luar yaitu oksigen, uap air, suhu dan pH. Untuk
tumbuh dengan cepat kapang membutuhkan jumlah oksigen yang cukup.
Selain itu, saat pembuatan tempe juga perlu memperhatikan kadar uap air.
Uap air yang berlebihan akan menghambat difusi oksigen ke dalam kedelai
sehingga dapat menghambat pertumbuhan kapang. Seperti yang sudah
dijelaskan pada paragraph sebelumnya bahawa kapang yang terlibat dalam
proses pembuatan tempe ini adalah Rhizopus sp. Jenis kapang yang dapat
menghasilkan tempe kedelai yang baik yaitu Rhizopus oryzae dan Rhizopus
arrhizus, sedangkan untuk tempe gandum adalah Rhizopus oligosporus.
Selama proses pembuatan tempe terjadi hidrolisis atau pemecahan dari
komponen kedelai sepertiprotein dan lemak serta terjadi peningkatan kadar
vitamin B (Tarigan, 1988).

c) Pembuatan Kecap
Kehidupan dari mikroorganisme ada yang bersifat parasit dan ada pula
yang bersifat menguntungkan bagi kehidupan manusia, yang termasuk di
dalamnya adalah mikroorganisme yang berperan dalam proses pembuatan
kecap. Mikroorganisme yang berguna dalam proses pembuatan kecap
adalah jenis kapanng: Aspergilus oryzae, Aspergilus wentii dan Monilia
sitophia (Tarigan, 1988).

d) Pembuatan Tape

Tape merupakan salah satu makanan hasil fermentasi dengan bahan utama
ketan ataupun singkong dan ragi sebagai sumber mikrobanya. Menurut
Dwidjoseputro (1989) ragi untuk tape merupakan populasi campuran yang
terdiri atas spesies-spesies genus Aspergillus, Saccharomyces, Candida,
Hansenula, dan tidak ketinggalan Acetobacter.
Aspergillus dapat menyederhanakan amilum, sedangn Saccharomyces, Candida
dan Hansenula dapat menguraikan gula menjadi alkoholdan bermacam-macam
zat organic lainnya. Acetobacter dapat merombak alcohol menjadi asam.
Bahan utama dari tape ini merupakan bahan yang kaya akan amilum.
Peran kapang dalam dalam proses tersebut yaitu menghasilkan enzim
yang mampu merombak amilum menjadi gula. Gula ini kemudian dirombak lagi
oleh enzim yang dihasilkan oleh yeast menjadi alcohol yang dalam proses
berikutnya akan menjadi asam karena kegiatan enzim yang dihasilkan bakteri.
Jadi proses perombakan molekul-molekul zat yang ada pada bahan baku
menjadi hasil akhir terutama disebabkan oleh aktivitas-aktivitas mikroba
tersebut di atas. Aktivitas yang dilakukan mikroba tersebut dapat dinamakan
fermentasi. Fermentasi yang terjadi dalam proses pembuatan tape tidak
memerlukan oksigen sehingga fermentasi ini disebut fermentasi anaerob.

e) Pembuatan Terasi
Terasi dapat dibuat dari ikan atau dari rebon melalui proses fermentasi dengan
mengikutsertakan aktivitas bakteri yang melakukan reaksi-reaksi enzimatis
untuk merombak subtract menjadi zat laian yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia.
Pada dasarnya proses pembuatan terasi ini adalah proses fermentasi yang
menggunakan bakteri yang tahan garam (bakteri halophilik), atau oleh aktivitas
enzim yang menyebabkan terjadinya proses autolysis. Akibat perubahan kimia
yang terjadi di dalam makanan yang diakibatkan oleh kelakuan mikroba,
dihasilkan gas yan mudah dicium baunya. Seperti yang ada pada prose
pembuatan terasi ini, dihasilkan amoniak oleh golongan bakteri proteolitik
yakni Achromobacter dan Flavobacterium. Dengan demikian derajat keasaman
atau pH dapat berubah dari tahap permulaan hingga akhir fermentasi
pembuatan terasi tersebut (Tarigan, 1988).

2.3 Peran Negatif Mikroba dalam Mikrobiologi Pangan


Pertumbuhan mikroba pada pangan dapat menimbulkan berbagai perubahan,
baik yang merugikan maupun yang menguntungkan. Mikroba yang merugikan
misalnya yang menyebabkan kerusakan atau kebusukan pangan, dan yang
sering menimbulkan penyakit atau keracunan pangan (menghasilkan toksin).
Sebagai contoh adalah pertumbuhan jamur pada roti dan kacang-kacangan
selama penyimpanan, busuknya buah-buahan dan sayur-sayuran, penyakit
tipus, diare, toksin tempe bongkrek, botulinin,aflatoksin, dan lain-lain.
Mikroba dapat masuk ke dalam pangan melalui berbagai cara, misalnya
melalui air yang digunakan untuk menyiram tanaman pangan atau mencuci
bahan baku pangan, terutama bila air tersebut tercemar oleh kotoran hewan
atau manusia. Mikroba juga dapat masuk ke dalam pangan melalui tanah
selama penanaman atau pemanenan sayuran, melalui debu dan udara, melalui
hewan dan manusia, dan pencemaran selama tahap-tahap penanganan dan
pengolahan pangan. Dengan mengetahui berbagai sumber pencemaran
mikroba, kita dapat melakukan tindakan untuk mencegah masuknya mikroba
pada pangan.
Pangan yang berasal dari tanaman membawa mikroba pada permukaannya
dari sejak ditanam, ditambah dengan pencemaran dari sumber-sumber lainnya
seperti air dan tanah. Air merupakan sumber pencemaran bakteri yang berasal
dari kotoran hewan dan manusia, termasuk di antaranya bakteri-bakteri
penyebab penyakit saluran pencemaan. Tanah merupakan sumber
pencemaran bakteri-bakteri yang berasal dari tanah, terutama bakteri
pembentuk spora yang sangat tahan terhadap keadaan kering. Menurut Nani
(2010), Secara umum mikrobia yang terdapat pada tanah dan air biasanya
sama. Genus bakteri yang berasal dari tanah dan air misalnya Alcaligenes,
Bacillus, Citrobacter, Clostridium, Corynebacterium, Enterobacter, Micrococcus,
Proteus, Pseudomonas, Serratia, Streptomyces, dan lain-lain. Genus jamur
yang berasal dari tanah adalah Aspergillus, Rhizopus, Penicillium,
Trichothecium, Botrytis, Fusarium, dan lain-lain. Sebagian besar genus yeast
berasosiasi dengan tanah dan tanaman.
Pada pangan yang berasal dari hewan, mikroba mungkin berasal dari kulit dan
bulu hewan tersebut dan dari saluran pencernaan, ditambah dengan
pencemaran dari lingkungan di sekitarnya. Pangan yang berasal dari tanaman
dan hewan yang terkena penyakit dengan sendirinya juga membawa mikroba
patogen yang menyebabkan penyakit.
Tangan manusia merupakan sumber pencemaran bakteri yang berasal dari luka
atau infeksi kulit, dan salah satu bakteri yang berasal dari tangan manusia,
yaitu Staphylococcus, dapat menyebabkan keracunan pangan. Selain itu orang
yang sedang menderita atau baru sembuh dari penyakit infeksi saluran
pencemaan seperti tifus, kolera dan disenteri, juga merupakan pembawa
bakteri penyebab penyakit tersebut sampai beberapa hari atau beberapa
minggu setelah sembuh. Oleh karena itu orang tersebut dapat menjadi sumber
pencemaran pangan jika ditugaskan menangani atau mengolah pangan.
Foodborne Disease adalah Penyakit yang disebabkan kontaminasi bahan
pangan oleh mikroorganisme patogen. Dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1. Keracunan Makanan (Food Poisoning), Timbul akibat memakan makanan
yg mengandung toksin. Sel mikroorganisme belum tentu masih hidup.
2. Infeksi Makanan (Food Infection), Timbul akibat memakan makanan yg
mengandung mikroorganisme patogen.

2.1.1 Contoh-contoh Keracunan Makanan oleh Mikroorganisme


1. Keracunan makanan oleh Staphylococcus
Staphylococcus adalah bakteri gram positif, berbentuk kokus, non motil, dan
mampu memfermentasi manitol, menghasilkan koagulase, dan mampu
menghasilkan enterotoksin. Enterotoksin adalah zat toksik yang dihasilkan
bakteri ini, dikenal ada 5 macam enterotoksin yaitu A,B,C, D, dan E. Tidak
semua Strain S. aureus menghasilkan enterotoksin namun semua strain
berpotensi menyebabkan keracuanan, 62 % isolat yang diperoleh dari ayam
menghasilkan enterotoksin A. Keracunan makanan oleh Salmonella. Ada tiga
varietas yang berbeda dari bakteri salmonella. (Salmonella typhimurium,
salmonella suis kolera, salmonella enteritidis) Bakteri ini terdapat pada susu,
produk susu dan telur. Gejala keracunan makanan ini termasuk mual, muntah
dan diare. Demam juga umum. S. aureus mampu menghasilkan enterotoksin B,
dan produksi akan lebih cepat pada keadaan aerobik namun akan menurun
apabila konsentrasi HNO2 meningkat. Gejala klinis keracunan Staphylococcus
umumnya muncul secara cepat dan dapat menjadi kasus serius tergantung
respon individu terhadap toksin, jumlah toksin yang termakan, dan status
kesehatan korban. Sejumlah kecil sel bakteri S.aureus yang menghasilkan
toksin sebanyak 1 ng/g makanan mampu menimbulkan gejal gastroenteritis
pada manusia. Jumlah minimal enterotoksin yang dapat menimbulkan sakit
pada manusia adalah 20 ng dan toksin ini menyebabkan peradangan pada
permukaan usus sehingga memunculkan gejala-gejala klinis.

2. Keracunan makanan oleh Clostridium


Clostridium adalah bakteri gram positif (+), anaerob yang menghasilkan
endospora. Salah satu contoh bakteri Clostridium yang menyebabkan
terjadinya keracunan yaitu Clostridium botulinum. Clostridium botulinum
adalah nama bakteri yang biasanya ditemukan di dalam tanah dan sedimen
atau endapan laut di seluruh dunia. Clostridium botulinum merupakan bakteri
gram positif, membentuk endospora oval subterminal dibentuk pada fase
stationar, berbentuk batang, membentuk spora, gas dan anaerobik. Ada 7 tipe
bakteri ini yang berbeda berdasarkan spesifitas racun yang diproduksi, yaitu
tipe A, B, C, D, E, F. Dan G. Tipe yang berbahaya bagi manusia adalah tipe A, B,
E, dan F. Produksi toksin pada daging kering akan dicegah bila kadar air
dikurangi hingga 30 persen. Toksin dari Clostridium botulinum adalah suatu
protein yang daya toksisitasnya sangat kuat sehingga sejumlah kecil dari toksin
ini sudah cukup menyebabkan kematian. Toksin dapat diserap dalam usus kecil
dan melumpuhkan otot-otot tak sadar. Sifat toksin ini yang penting adalah labil
terhadap panas. Toksin tipe A akan in aktif oleh pemanasan pada suhu 80 ºC
selama 6 menit, sedangkan tipe B pada suhu 90 ºC selama 15 menit. Spora
bakteri ini sering ditemukan di permukaan buah-buahan, sayuran dan
makanan laut. Organisme berbentuk batang tumbuh baik dalam kondisi
rendah oksigen. Bakteri dan spora sendiri tidak berbahaya, yang berbahaya
adalah racun atau toksin yang dihasilkan oleh bakteri ketika mereka tumbuh.
Gejala-gejala penyakit botulisme yaitu pandangan ganda, kelopak mata
terkulai, bicara melantur, mulut kering, pandangan kabur, kesulitan menelan,
kelumpuhan otot. Gejala botulisme pada bayi yaitu tampak lesu, mengangis
lemah, sembelit, nafsu makan buruk, otot lisut. Jika gejala penderita penyakit
ini tidak segera teratasi, maka akan terjadi kelumpuhan dan gangguan
pernafasan.
3. Infeksi oleh Salmonella
Salmonella termasuk ke dalam famili Enterobactericea yang merupakan bakteri
fakultatif anaerob gram negatif berbentuk batang yang bersifat motil karena
mempunyai flagel serta tidak membentuk spora (Edinger dan Pasculle 2006).
Salmonella dapat menimbulkan infeksi pada saluran pencernaan
(gastrointestinal tract) & tifus (S. typhi).
Bakteri Salmonella masuk ke tubuh penderita melalui makanan atau minuman
yang tercemar bakteri ini. Akibat yang ditimbulkan bila terinfeksi bakteri
Salmonella adalah peradangan pada saluran pencernaan sampai rusaknya
dinding usus. Akibatnya penderita akan mengalami diare, sari makanan yang
masuk dalam tubuh tidak dapat terserap dengan baik sehingga penderita akan
tampak lemah dan kurus. Racun yang dihasilkan oleh bakteri Salmonella
menyebabkan kerusakan otak, organ reproduksi wanita bahkan yang sedang
hamilpun dapat mengalami keguguran. Satwa yang bisa menularkan penyakit
salmonella ini antara lain primata, iguana, ular, dan burung.
Kebersihan adalah kunci dari pencegahan. Mencuci tangan dengan sabun dan
air panas, terutama setelah menangani telur-telur, unggas, dan daging mentah
kemungkinan besar mengurangi kesempatan untuk infeksi-infeksi. Penggunaan
sabun-sabun antibakteri telah direkomendasikan oleh beberapa penyelidik-
penyelidik. Dengan menggunakan air minum yang dirawat dengan chlorine,
hasil yang dicuci, dan dengan tidak memakan makanan-makanan yang
setengah matang seperti telur-telur, daging atau makanan-makanan lain,
orang-orang dapat mengurangi kesempatan dari paparan pada Salmonella.
Menghindari kontak langsung dengan carriers hewan dari Salmonella
(contohnya, kura-kura, ular-ular, babi-babi) juga mungkin mencegah penyakit.
Perawatan untuk demam-demam typhoid atau enteric dengan septicemia
adalah tidak kontroversial. Antibiotik-antibiotik, seringkali diberikan secara
intravena, diperlukan. Jenis-jenis Salmonella ini juga harus diuji untuk
ketahanan (resisten)obat antibiotik karena beberapa jenis-jenis Salmonella
telah dilaporkan menjadi resisten pada banyak antibiotik-antibiotik (juga
diistilahkan MDR Salmonella). Antibiotik-antibiotik yang biasanya dipilih untuk
merawat infeksi-infeksi Salmonella adalah fluoroquinolones dan
cephalosporins.
4. Keracunan Makanan oleh Escherichia coli
Eschericia coli merupakan mikroba norrmal dalam tubuh manusia. E. coli
patogen dapat menghasilkan racun (toksin) yang berbahaya dalam jumlah
besar. Racun Ini adalah racun-racun yang menyebabkan diare berdarah,
gangguan pencernaan, sindrom hemolitik uremik, gagal ginjal dan komplikasi
medis lainnya. Patogen E. coli dapat menyebabkan Penyakit ringan sampai
penyakit yang mengancam nyawa, tetapi ini tergantung pada tempat infeksi
dan kekuatan pasien. Infeksi oleh E. coli dikaitkan dengan keracunan makanan,
diare, penyakit saluran kemih, pneumonia, bakteremia, meningitis neonatal
dan colangitis. Gejala E. coli adalah diare, kram perut, mual dan muntah, mirip
gejala pencernaan biasa. Bila ini terjadi pada anak-anak dan orang-orang
dengan imunitas yang lemah, hal ini dapat memperburuk diare parah dan
masalah ginjal.
Bakteri E. coli dibagi menjadi 4, yaitu:
- Enterohemorhagic E. coli (EHEC), Menghasilkan verotoksin.
Menyebabkan hemorhagic diarhea, gagal ginjal
- Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Enterotoksigenik Escherichia coli (ETEC)
adalah jenis Escherichia coli dan bakteri penyebab utama diare di negara
berkembang. Setiap tahun, sekitar 210 juta kasus dan 380.000 kematian
terjadi, terutama pada anak-anak akibat ETEC.
- Enteropathogenic E. coli (EPEC), Mengakibatkan diare, tapi tidak
menghasilkan Enterotoksin. Umumnya menyerang bayi atau anak kecil.
- Enteroinvasive E. coli (EIEC), menyebabkan diare dan demam tinggi. EIEC
sangat invasif, dan mereka memanfaatkan protein adhesin untuk mengikat dan
masuk ke sel-sel usus. Mereka tidak menghasilkan racun, tetapi sangat
merusak dinding usus melalui penghancuran sel mekanis.
5. Keracunan makanan oleh kapang (jamur)
Cemaran beberapa jenis kapang seperti Aspergillus sp., Fusarium sp.,
Penicillium sp., dan Mucor sp. Dapat ditemui pada makanan dan bahan-bahan
penyusunnya terutama jagung. Gangguan atau penyakit bukan hanya
disebabkan oleh kapang, tetapi juga oleh toksin yang dihasilkan kapang
tersebut. Beberapa faktor yang mendukung terjadinya kontaminasi kapang dan
toksin pada makanan terutama adalah kelembapan dan suhu. Di Indonesia,
Aspergillus sp. khususnya A. flavus merupakan kapang yang dominan
mencemari makanan dan bahan penyusun pangan. Pencegahan cemaran
kapang dan mikotoksin bisa dilakukan melalui deteksi dini dengan inspeksi
visual pada makanan dan bahan pangan, serta manajemen yang baik adalah
pilihan terbaik dibandingkan dengan pengobatan.
Mikotoksikosis adalah kejadian keracunan karena korban menelan pakan atau
makanan yang mengandung toksin yang dihasilkan berbagai jenis kapang. Ada
lima jenis mikotoksin yang berbahaya bagi kesehatan, yaitu aflatoksin,
fumonisin, okratoksin, trikotesena, dan zearalenon. Aflatoksin terutama
dihasilkan oleh Aspergillus flavus dan A. parasiticus.
Belum ada pengobatan yang efektif dan ekonomis untuk keracunan
mikotoksin. Faktor ekonomis menjadi pertimbangan peternak untuk
melakukan pengobatan akibat keracunan mikotoksin. Beberapa pengikat
mikotoksin seperti alfafa, sodium bentonit, zeolit, arang aktif, dan kultur
khamir (Saccharomyces cerevisiae) dapat digunakan untuk mengurangi racun.
Obat tradisional seperti sambiloto dan bawang putih dapat pula digunakan.
Sebaiknya selain diberi pengikat mikotoksin, hewan juga perlu diberi asupan
elektrolit, vitamin, dan gizi yang cukup.
Dari paparan di atas kita mengetahui bahwa mikroba dapat berperan negatif
ketika mikroba tersebut memberikan efek yang merugikan bagi manusia.
Untuk mengatasi hal tersebut dapat diupayakan dengan proses pengawetan
dan pengemasan makanan. Berikut akan disajikan mengenai kegiatan
pengawetan dan pengemasan makanan:

2.2.1 Pengawetan Makanan


Cara dan usaha mengawetkan makanan telah lama dikenal dan
dilakukan oleh penghuni daerah dingin maupun daerah panas. Hal demikian
dilakukan agar dapat mengatasi musim dingin dan musim paceklik. Cara paling
murah dan paling sederhana ialah dengan cara pengeringan. Pengeringan
dapat dilakukan dengan cara penjemuran di bawah terik matahari atau
pemanasan dengan api. Contohnya kacang-kacangan, padi, kerupuk dll dijemur
terlabuh dahulu sampai kering kemudian disimpan di tempat yang kering pula.
Jelaslah, makanan yang mengalami pengeringan seperti contoh tersebut,
merupakan kondisi yang tdak baik bagi pertumbuhan bakteri dan jamur.
Masyarakat yang lebih maju memilki cara lain untuk mengawetkan
makanan dan usaha-usaha dalam hal ini merupakan tugas teknologi makanan.
Mikroorganisme-mikroorganisme memiliki kepekaan terhadap konsentrasi
garam dapur yang berbeda-beda. Maka secara eksperimental dapat diketahui
bahwa pada umumnya mikroorganisme tidak dapat hidup dalam larutan NaCl
5-30%. Bakteri yang suka garam (halofil) pun mati dalam konsentrasi garam
30%. Selain itu, orang juga bias mengawetkan makanan dengan menggunakan
gula. Pada umumnya bakteri mati pada larutan gula, 45%, akan tetapi bakteri
yang osmofil bias tahan dalam larutan gula 60%. Bila ingin mengawetkan
dengan menggunakan asam-asaman, maka perlu diketahui pHnya harus kurang
dari 6 atau lebih dari 8. Jamur tidak dapat tumbuh dalam lingkungan basa lebih
dari pH 8. Banyak jenis makanan cukup dipasteurisasikan lebih dahulu sebelum
dimasukkan ke dalam kaleng. Pasteurisasi tidak membunuh spora, akan tetapi
dengan proses ini rasa dan aroma makanan tidak akan banyak berkurang.
Penyimpanan makanan dapat dilakukan di dalam lemari es dimana suhunya
kira-kira 2-80C (Dwidjoseputro, 1989).

2.2.2 Pengemasan Makanan


Controlled Atmosphere Packaging ( CAP ) adalah proses evakuasi oksigen
sesempurna mungkin dari proses vakum kemudian digantikan dengan nitrogen
atau karbon dioksida. CAP dapat digunakan untuk pengemasan daging proses
iris yang sulit dipisah-pisahkan bila dikemas vakum. Sedangkan pengemasan
atmosfir termodifikasi (MAP) adalah pengemasan produk dengan
menggunakan bahan kemasan yang dapat menahan keluar masuknya gas
sehingga konsentrasi gas di dalam kemasan berubah dan ini menyebabkan laju
respirasi produk menurun, mengurangi pertumbuhan mikrobia, mengurangi
kerusakan oleh enzim serta memperpanjang umur simpan. MAP banyak
digunakan dalam teknologi olah minimal buah-buahan dan sayuran segar serta
bahan-bahan pangan yang siap santap (ready-to eat).
Ide penggunaan kemasan aktif bukanlah hal yang baru, tetapi keuntungan dari
segi mutu dan nilai ekonomi dari teknik ini merupakan perkembangan terbaru
dalam industri kemasan bahan pangan. Keuntungan dari teknik kemasan aktif
adalah tidak mahal (relatif terhadap harga produk yang dikemas), ramah
lingkungan, mempunyai nilai estetika yang dapat diterima dan sesuai untuk
sistem distribusi.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

1. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikrobia pada bahan pangan


sangat dibedakan menjadi 2 faktor, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
Faktor intrinsik adalah faktor-faktor yang terdapat pada bahan pangan, contoh
faktor intrinsik adalah pH, aktivitas air (aw), potensial oksidasi-reduksi (Eh),
kandungan nutrisi, senyawa antimikrobia, dan struktur biologis. Sedangkan
faktor ekstrinsik adalah faktor-faktor yang berasal dari luar bahan pangan,
contoh faktor ekstrinsik adalah suhu penyimpanan, kelembaban relatif (RH =
relative humidity) lingkungan, dan komposisi gas.

2. Peranan positif dari mikroba adalah sebagai salah satu bahan pembutan
makanan berfermentasi, seperti tempe, tape, nata de coco, dan sebagainya

3. Peranan negatif mikroba adalah ada mikroba yang menyebabkan kerusakan


atau kebusukan pangan, dan yang sering menimbulkan penyakit atau keracunan
pangan (menghasilkan toksin).

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

1. https://www.mikobiologidasar.com (diakses pada 18 01 2021pukul 14:07)


2. https://www.mikrobiologipangan.com (diakses pada 18 01 2021pukul
14:20)
3. https://mklahmikfobiologipangan.com diakses pada 18 01 2021pukul
14:43)

Anda mungkin juga menyukai