Anda di halaman 1dari 13

INFEKSI PADA MASA HAMIL, BERSALIN DAN NIFAS

DAN PMS

A. INFEKSI PADA MASA HAMIL


Infeksi pada kehamilan secara historis merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas ibu dan janin di seluruh dunia. Barier plasenta yang unik dalam
beberapa kasus berfungsi untuk melindungi janin dari agen infeksius, Infeksi
TORCH meliputi infeksi yang terkait dengan Toxoplasma, organisme lain
(Parvovirus, human immunodeficiency virus, virus Epstein-Barr, herpesvirus 6
dan 8, varicella, syphilis, enterovirus), Rubella, Cytomegalovirus (CMV), dan
Hepatitis.
Infeksi pada kehamilan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
ibu dan janin di seluruh dunia,terdapat barier plasenta yang memungkinkan bayi
tetap terjaga dari transmisi penyakit yang berasal dari ibunya. Status serologis
maternal, usia kehamilan pada saat infeksi diperoleh dan status imunologis ibu
dan janinnya semua mempengaruhi luaran dari bayi yang dilahirkan. TORCH
adalah akronim untuk sekelompok infeksi kongenital yang dapat menyebabkan
morbiditas yang signifikan dan kematian pada neonatus. Infeksi TORCH
meliputi infeksi yang terkait dengan Toxoplasma, organisme lain (Parvovirus,
human immunodeficiency virus, virus Epstein-Barr, herpesvirus 6 dan 8,
varicella, syphilis, enterovirus), Rubella, Cytomegalovirus (CMV), dan
Hepatitis.
Kelompok infeksi ini adalah ancaman utama terjadinya infeksi kongenital
yang serius selama kehamilan, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kelainan
pada janin atau anomaly lainnya. Dalam kebanyakan kasus, infeksi bisa cukup
parah dan menyebabkan kelainan yang serius pada janin. Usia gestasi janin
mempengaruhi tingkat keparahan penyakit namun Plasenta mampu membentuk
penghalang antara ibu dan janin selama trimester pertama kehamilan yang
melindungi janin dari humoraldan respon imun sel yang dimediasi. Meski, janin
mendapat imunitas dari ibu, bayi dapat terinfeksi oleh virus ini karena imunitas
belum sempurna setelah trimester pertama kehamilan. Semua infeksi memiliki
agen penyebabnya sendiri dan umumnya mereka menyebar melalui kondisi
higienis yang buruk, darah, air dan droplet melalui pernafasan dan udara. Infeksi
primer dapat merusak lebih dari pada infeksi sekunder atau infeksi yang
berulang. jika janin menglami gangguan maka akan muncul kelainan seperti
microcephaly, kalsifikasi intrakranial, ruam, IUGR, ikterus, hepatosplenomegali,
peningkatan konsentrasi transaminase dan trombositopenia. Pemeriksaan fisik
diagnostik telah banyak dibahas untuk mendeteksi penyakit ini pada. Topik ini
akan membahas tentang agen penyebab / organisme, modeinfeksi, gejala,
pengobatan saat ini.
Toxoplasmosis
Salah satu konsekuensi utama wanita hamil Menjadi terinfeksi oleh Toxoplasma
gondii adalahtransmisi vertikal ke janin Meski jarang, toxoplasmosis kongenital
bisa terjadi penyakit neurologis atau okular yang parah (menyebabkan
kebutaan), serta anomali jantung dan serebral. Perawatan prenatal harus
dilakukan termasuk pendidikan tentang pencegahan toxoplasmosis. Rendahnya
prevalensi penyakit di populasi Kanada dan keterbatasan dalam diagnosis dan
terapi membatasi mekanisme skrining yang akan dilakukan, Karena itu skrining
rutin saat ini tidak direkomendasikan
Parvovirus
Parvovirus manusia B19 menyebabkan eritema infectiosum. Virus B19 adalah
virus DNA beruntai tunggal kecil yang bereplikasi dalam sel yang berkembang
pesat seperti eritroblas. Hal ini dapat menyebabkan anemia pada bayi. Pada
wanita dengan anemia hemolitik berat - misalnya, penyakit sel sabit (cicle cell
anemia) - Infeksi parvovirus dapat menyebabkan krisis aplastik. Pada 20 sampai
30 persen orang dewasa, infeksi ini tidak bergejala. Demam, sakit kepala, dan flu
Gejala bisa dimulai dalam beberapa hari terakhir fase viremik. Beberapa hari
kemudian, ruam merah terang dengan eritroderma pada wajah dan memberi
slapped cheek appearance, Ruam menjadi mirip lace like dan menyebar ke
ekstremitas. Orang dewasa sering mengalami ruam ringan dan polyarthralgia
simetris yang bertahan selama beberapa minggu. Pada transmisi vertikal ke
janin, hingga sepertiga kasus parvovirus pada ibu akan menyebabkan aborsi,
hidrops nonimun, dan IUFD. Dalam sebuah ulasan terhadap 1089 kasus infeksi
B19 ibu dari sembilan penelitian, Crane (2002) melaporkan tingkat kematian
janin keseluruhan 10 persen. Dimana 15 persen terjadi infeksi sebelum 20
minggu tapi hanya 2,3 persen setelah 20 minggu. Tingkat kematian setinggi 30
persen telah dilaporkankasus hidrop janin tanpa transfusi. Dengan transfusi, 94
persen kasus hidrops sembuh dalam waktu 6 sampai 12 minggu, dan tingkat
kematian keseluruhan adalah <10 persen. Kebanyakan janin membutuhkan
hanya satu transfusi karena hemopoiesis dilanjutkan saat infeksi sembuh. Saat ini
tidak ada vaksin parvovirus B19 manusia, dan tidak ada bukti bahwa pengobatan
antiviral mencegah infeksi maternal atau janin. Wanita hamil harus diberikan
konseling bahwa risiko infeksi kira-kira 5 persen untuk kontak yang jarang; 20
persen untuk pemaparan yang intens dan berkepanjangan; dan 50 persen untuk
interaksi yang dekat dan sering seperti di rumah
Cytomegalovirus
Sekitar 1% sampai 4% wanita yang tidak terinfeksi mengembangkan infeksi
CMV kali pertama selama kehamilan mereka. Wanita hamil yang sehat tidak
berisiko tinggi terkena penyakit infeksi CMV. Saat terinfeksi CMV, kebanyakan
wanita tidak memiliki gejala dan sangat sedikit yang memiliki penyakit
menyerupai mononukleosis. Namun, sekitar sepertiga wanita yang terinfeksi
CMV akan mengalami transisi virus ke bayi mereka yang belum lahir dan ada
kemungkinan risiko yang dimiliki bayi berupa cacat bawaan. Risiko meningkat
jika infeksi terjadi pada paruh pertama kehamilan. Terkadang masalah kesehatan
tidak terjadi sampai berbulanbulan atau bertahun-tahun setelah kelahiran. 80%
sampai 90% akan mengalami masalah dalam beberapa tahun pertama kehidupan.
Bayi-bayi yang tanpa gejala saat lahir, 5% sampai 10% nantinya mengalami
gangguan perkembangan pendengaran, mental atau masalah koordinasi.
Beberapa kelainan janin yang terkait dengan infeksi CMV dapat terlihat melalui
sonografi, computed tomography, atau magnetic resonance imaging. Dalam
beberapa kasus, ditemukan pada saat pemeriksaan sonografi rutin prenatal,
kelainan yang sering ditemukan termasuk microcephaly, ventriculomegaly, dan
kalsifikasi serebral; asites, hepatomegali, splenomegali, dan usus hyperechoic;
hidrops; dan oligohidramnion. Pengelolaan ibu hamil yang imunokompeten atau
rekuren terbatas pada pengobatan simtomatik. Jika infeksi CMV primer baru
dikonfirmasi, analisis cairan amnion dapat ditawarkan. Konseling mengenai
hasil janin tergantung pada usia kehamilan dimana infeksi primer
didokumentasikan. Bahkan dengan tingkat infeksi yang tinggi dengan infeksi
primer pada semester pertama kehamilan, sebagian besar janin berkembang
secara normal. Pencegahan infeksi bawaan bergantung pada penghindaran
infeksi primer ibu, terutama pada awal kehamilan.
Hepatitis B
Infeksi virus hepatitis B kronis (HBV) diperkirakan mempengaruhi > 350 juta
orang di seluruh dunia dan merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang
signifikan (sirosis dan karsinoma hepatoselular). Transmisi ibu-ke-bayi (MTCT)
HBV tetap menjadi sumber penting kasus kejadian HBV. Hambatan saat ini
untuk memberantas kejadian infeksi HBV melalui MTCT meliputi kurang
optimalnya imunoprofilaksis dengan vaksinasi hepatitis B dan immune globulin
hepatitis B di daerah endemik tertentu. Transmisi perinatal Hepatitis B tetap
merupakan jalur umum transmisi virus, terutama di daerah yang sangat endemik
secara global. Ketersediaan antivirus selama beberapa dekade terakhir, efektif
menekan replikasi virus dan telah mengurangi risiko penularan ini. Ini penting,
terutama pada wanita hamil dengan tingkat viral load yang sangat tinggi (> 10 6
atau 2 × 10 7 IU / mL). 10 sampai 20 persen wanita positif HBsAg menularkan
infeksi virus ke bayi mereka. Angka ini meningkat hampir 90 persen Jika ibu
HBsAg dan HBeAg positif. Imunoprofilaksis dan hepatitis B Vaksin yang
diberikan pada bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HBV mengalami penurunan
transmisi secara dramatis dan mencegah sekitar 90 persen infeksi dan angka
transmisi dapat lebih ditekan apabila dikombinasi dengan pemberian ARV pada
trimester 3, khususnya pada ibu dengan viral load yang tinggi.
Menurut KemenKes RI dalam buku KIA (2016), Pelayanan KIA yang
melaksanakan Keluarga Berencana terdapat metode dalam kontrasepsi jangka
Panjang yaitu penggunaan suntik, pil KB dan Kondom. Kondom selain
digunakan untuk melindungi dari kehamilan juga dapat melindungi dari penyakit
infeksi menular Seksual (IMS). (KemenKes, 2016).
Menurut Jannah (2016). Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA)
atau Prevention of Mother to Child Transmition (PMTCT) merupakan bagian
dari upaya pengendalian HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual di Indonesia
serta program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Layanan PPIA diintegrasikan
dengan paket pelayanan kesehatan dalam strategi layanan komprehensif
berkesinambungan (LKB) HIV/AIDS dan IMS (Jannah, 2015).
Dapat disimpulkan bahwa pelayanan KIA, IMS pada ibu hamil dapat dilakukan
saat ibu datang untuk melakukan antenatal care.

B. INFEKSI PADA MASA BERSALIN DAN NIFAS

Masa nifas (puerperium) adalah masa pemulihan kembali, mulai dari


persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas
yaitu 6-8 minggu. Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta
dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu.
Infeksi nifas mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya
kuman-kuman kedalam alat-genital pada waktu persalinan dan nifas. Demam
dalam nifas sering disebabkan infeksi nifas, ditandai dengan suhu 38 0C yang
terjadi selama 2 hari berturut-turut. Kuman-kuman penyebab infeksi dapat
berasal dari eksogen atau endogen, kuman-kumannya seperti streptococcus,
basil coli, staphylococcus.
Faktor predisposisi diantaranya adalah perdarahan, trauma persalinan, partus
lama, retensio plasenta dan Ku Ibu (anemia dan malnutrition). Patologi infeksi
nifas sama dengan infeksi luka. Infeksi itu dapat yaitu terbatas pada lukanya
(infeksi luka perinceum, vagina, serviks atau endometrium) dan infeksi itu
menjalar dari luka ke jaringan sekitarnya (Thrombophlebitis, parametritis,
salpingitis, peritoritis)
Macam-Macam Infeksi Nifas :
Endometritis
1.
Merupakan jenis infeksi yang paling sering, kuman-kuman memasuki
endometrium biasanya pada luka bekas insersio plasenta & dalam waktu
singkat mengikutsertakan seluruh endometrium. Pada batas antara daerah
yang meradang & daerah sehat terdapat lapisan terdiri atas leukosit. Leukosit
akan membuat pagar pertahanan & disamping itu akan keluar serum yang
mengandung zat anti. Penderita pada hari pertama merasa kurang sehat dan
perut nyeri, mulai hari ke-3 suhunya meningkat, nadi cepat, namun dalam
kurun waktu 1 minggu keadaan akan menjadi normal.
Peritonitis
2.
Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembulu limfe di dalam uterus langsung
mencapai peritorium sehingga menyebabkan peritonitis. Peritonitis yang
hanya terbatas pada daerah pelvis, gejalanya tidak seberat pada peritonitis
umum. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik.
Penanganan :
Lakukan nasogastric suction
a.
Berikan infus (NaCl atau RL)
b.
Berikan antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam
c.
Ampisilin 2gr IV, kemudian 1gr setiap 6 jam, ditambah gentamicin 5
d.
mg/kgBB IV dosis tunggal/hari dan metronidazole 500 mg IV setiap 8
Jam
Laparotomi diperlukan untuk pembersihan perut.
e.
Bendungan ASI
3.
Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena penyempitan ductus
laktiferi atau oleh kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna atau
karena kelainan pada putting susu. Menurut Huliana (2003) payudara
bengkak terjadi karena hambatan aliran darah vena atau saluran kelenjar
getah benih akibat ASI terkumpul dalam payudara. Kejadian ini timbul
karena produksi yang berlebihan, sementara kebutuhan bayi pada hari
pertama lahir masih sedikit. ASI biasanya mengalir tidak lancar, namun ada
pula payudara yang terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri,
putting susu teregang menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan muda dan bayi
sulit mengenyut untuk menghisap ASI. Ibu kadang-kadang menjadi demam,
tapi biasanya akan hilang dalam 24 jam (Mochtar, 1998).
Infeksi Payudara
4.
Dalam masa nifas dapat terjadi infeksi dan peradangan pada mammae
terutama pada primipama. Tanda adanya infeksi adalah rasa panas dingin
disertai dengan kenaikan suhu, penderita merasa lesu dan tidak ada nafsu
makan. Penyebab infeksi adalah staphylococcus aureus. Mammae membesar
dan nyeri dan pada suatu tempat, kulit merah membengkak sedikit dan nyeri
pada perabaan, Jika tidak ada pengobatan bias terjadi abses.
Setelah persalinan, terjadi beberapa perubahan penting diantaranya makin
meningkatnya pembentukan urin untuk mengurangi hemodilusi darah, terjadi
penyerapan beberapa bahan tertentu melalui pembulu darah vena sehingga
terjadi peningkatan suhu badan sehitar 0,5 0C yang bukan merupakan
keadaan yang patologis atau menyimpang pada hari pertama. Infeksi kala
nifas adalah infeksi peradangan pada semua alat genitalia pada masa nifas
oleh sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu badan melebihi 38
0C tanpa menghitung hari pertama dan berturut-turut selama 2 (dua) hari.
Faktor predisposisi infeksi kala nifas diantaranya :
Persalinan berlangsung lama sampai terjadi persalinan terlantar

Tindakan operasi persalinan

Tertinggalnya plasenta selaput ketuban dan bekuan darah

Ketuban pecah dini atau pada pembukaan masih kecil melebihi enam

jari
Keadaan yang dapat menurunkan keadaan umum, yaitu perdarahan

antepartum dan postpartum, anemia pada saan kehamilan, malnutrusi,
kelelahan, dan ibu hamil dengan penyakit infeksi.

C. PREMENSTRUAL SYNDROME (PMS)


Sindrom pramenstruasi, kemunduran fase luteal berulang dalam kualitas hidup
karena gangguan gejala fisik dan psikiatri, adalah kondisi klinis yang berbeda
yang disebabkan oleh respons sistem saraf pusat yang abnormal terhadap
perubahan hormonal pada siklus reproduksi wanita. Definisi dan penelitian yang
lebih baik berdasarkan kriteria inklusi / eksklusi yang ketat telah memungkinkan
pengembangan perawatan yang berhasil yang disesuaikan dengan tingkat
keparahan gangguan gaya hidup dan kumpulan gejala individu tertentu. Grafik
dan perubahan gaya hidup sederhana dapat meningkatkan keterampilan
mengatasi banyak wanita. Namun, individu yang terkena dampak yang lebih
parah seringkali memerlukan intervensi medis untuk meningkatkan kadar
serotonin / norepinefrin sentral atau untuk menekan perubahan hormonal dari
siklus menstruasi. Dalam lima puluh tahun terakhir sindrom pramenstruasi
(PMS) telah muncul sebagai fenomena yang diakui dengan baik di mana
perawatan yang efektif tersedia. Sayangnya, karena kesadaran publik yang
meluas akan pengalaman pramenstruasi yang merugikan, istilah PMS telah
digunakan dalam bahasa daerah populer sebagai kata benda, kata sifat, dan kata
kerja (I’m PMS ing ”). Pengobatan over-the-counter, yang sering kali
dipromosikan oleh mereka yang berharap mendapatkan keuntungan dengan
memasarkan “obat yang pasti” untuk kondisi umum, telah mengeksploitasi fakta
bahwa banyak wanita percaya bahwa mereka menderita PMS. Para peneliti
berpendapat bahwa ada kebutuhan untuk membedakan antara pengalaman
pramenstruasi yang biasa pada wanita ovulasi (di mana pramenstruasi molimina
peringatan awal menstruasi yang akan datang atau di mana gejala yang lebih
merepotkan (PMS) adalah gangguan) dari Premenstrual Dysphoric Disorder
(PMDD) di mana gejalanya, terutama psikiatri , menimbulkan tekanan besar
yang cukup mengganggu aktivitas sehari-hari dan mengganggu hubungan
interpersonal.
Molimina, Sindrom Pramenstruasi [PMS], dan Gangguan Disforik
Pramenstruasi [PMDD]
Selama masa reproduksi, hingga 80-90% wanita yang sedang menstruasi akan
mengalami gejala (nyeri payudara, kembung, jerawat, sembelit) yang
memperingatkan mereka akan datangnya menstruasi, yang disebut molimina
pramenstruasi. Lebih dari 60% wanita melaporkan pembengkakan atau kembung
(2) meskipun dokumentasi objektif tentang penambahan berat badan kurang di
sebagian besar wanita (3). Gejala payudara siklik mempengaruhi 70% wanita
dengan 22% melaporkan ketidaknyamanan sedang hingga ekstrim (4). Data yang
tersedia menunjukkan bahwa sebanyak 30% - 40% dari wanita ini cukup
terganggu oleh molimina untuk mencari pertolongan.

Biasanya gejala pramenstruasi muncul setelah ovulasi dan semakin memburuk


menjelang menstruasi. Sekitar 5-10% penderita PMS mengalami semburan
singkat gejala khas PMS yang bertepatan dengan penurunan estradiol di
pertengahan siklus yang menyertai ovulasi (21). Gejala pramenstruasi
menghilang dengan kecepatan yang berbeda-beda setelah menstruasi. Pada
beberapa wanita, gejala kejiwaan dapat segera pulih dengan permulaan
perdarahan sedangkan pada wanita lain, gejala kejiwaan kembali normal lebih
bertahap.

sindrom pramenstruasi adalah kumpulan gejala fisik,psikologi dan emosi yang


terkait dengan siklus menstruasi wanita.  sekitar 80 hingga 95% perempuan pada
usia melahirkan mengalami gejala-gejala pramenstruasi yang dapat mengganggu
beberapa aspek dalam kehidupannya.  gejala tersebut dapat diperkirakan dan
biasanya terjadi secara reguler pada dua minggu periode sebelum menstruasi.Hal
ini dapat hilang begitu dimulai perdarahan, namun dapat pula berlanjut
setelahnya. Pada sekitar 14% perempuan antara usia 20 hingga 35 tahun, Pra
menstruasi dapat sangat hebat pengaruhnya sehingga mengharuskan mereka
beristirahat dari sekolah atau kantornya. Sekitar 40% wanita berusia 14-50  tahun
menurut suatu penelitian mengalami sindrom pramenstruasi atau yang lebih
dikenal dengan PMS.

Sindrom ini biasanya lebih mudah terjadi pada wanita yang lebih peka
terhadap perubahan hormonal dalam siklus haid. Akan tetapi, ada beberapa factor
yang meningkatkan risiko terjadinya PMS yaitu :

 Wanita yang pernah melahirkan (PMS semakin berat setelah melahirkan


beberapa anak, terutama bila perna mengalami kehamilah dengan
komplikasi seperti toksima),
 Status perkawinan (wanita yang sudah menikah lebih banya mengalami
PMS dibandingkan yang belum),
 Usia (PMS semakin sering dan mengganggu dengan bertambahnya usia,
terutama antara usia 30-40 Tahun),
 Stres (Faktor stress memperberat gangguan PMS),
 Diet (Faktor kebiasaan makan seperti tinggi gula, garam, kopi, the,
cokelat, minuman bersoda, produk susu, makanan olahan, memperberat
gejalan PMS)
 Kekurangan zat-zat gizi seperti kekurangan vitamin B (terutama B6),
Vitamin E, Vitamin C, Magnesium, Zat Besi, Seng, Mangan, Asam
Lemak Linoleat. Kebiasaan merokok dan minum alcohol juga dapat
memperberat gejala PMS,
 Kegiatan fisik (Kurang berolahraga dan aktivitas fisik menyebabkan
semakin beratnya PMS).
REFERENSI

Mahwar Qurbaniah, Infeksi Menular Seksual – Buku : 2017

Prof. dr. Ida Bagus Gde Manuaba, SpOG. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan &
Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan : Penerbit buku kedokteran EGC :
1998

Wahida Yuliana, Bawon Nul Hakim. Emodemo dalam asuhan kebidanan masa
nifas : 2020

Susilo Rini dan Feti Kumala D. Panduan Asuhan Nifas dan Evidence Based
Practice : 2016

Julie Parker. PMS AND WOMEN'S HEALTH - A SELF-HELP GUIDE TO


MANAGE AND TREAT PRE-MENSTRUAL SYNDROME : 2013 diterjemahkan
oleh Akmal Andirga Sahputra, 2020

Namora Lumongga Lubis, M.Sc., Ph.D. Psikologi Kespro ; Wanita dan


Perkembangan Reproduksinya : 2016
L

N
Buku : Infeksi Menular Seksual

Buku : Emodemo dalam asuhan kebidanan masa nifas


Buku : Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan

Buku : PMS AND WOMEN'S HEALTH - A SELF-HELP GUIDE TO MANAGE


AND TREAT PRE-MENSTRUAL SYNDROME

Buku : Psikologi Kespro: Wanita dan Perkembangan Reproduksinya

Anda mungkin juga menyukai