Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN TETANUS

A. KONSEP TEORI
1. PENGERTIAN
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena
mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari
bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit
ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia
menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya
punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis
pernapasan.
Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw , merupakan penyakit yang
disebakan oleh tetanospasmin, yaitu sejenis neurotoksin yang diproduksi
oleh Clostridium tetani yang menginfeksi sistem urat saraf dan otot
sehingga saraf dan otot menjadi kaku (rigid). Kitasato merupakan orang
pertama yang berhasil mengisolasi organisme dari korban manusia yang
terkena tetanus dan juga melaporkan bahwa toksinnya dapat dinetralisasi
dengan antibodi yang spesifik.
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme)
tanpa disertai gangguan kesadaran.
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman
clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara
proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini
selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman
Clostridium tetani, bermanifestasi dengan kejang otot secara proksimal
dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekuatan tonus otot massater
dan otot-otot rangka.
Jadi, dapat disimpulkan Tetanus merupakan penyakit infeksi yang
berbahaya disebabkan oleh toksin yang mempengaruhi system urat saraf
dan otot.
2. ETIOLOGI
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi
dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini
adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit
ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani
yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.
Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga
melalui:
a. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar
b. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
c. OMP, caries gigi
d. Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
e. Penjahitan luka robek yang tidak steril.
Clostridium tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat,
dapat membentuk spora, dan berbentuk drumstick. Spora yang dibentuk
oleh C. tetani ini sangat resisten terhadap panas dan antiseptik. Ia dapat
tahan walaupun telah diautoklaf (1210C, 10-15 menit) dan juga resisten
terhadap fenol dan agen kimia lainnya. Bakteri Clostridium tetani ini
banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di
daerah pertanian.Umumnya, spora bakteri ini terdistribusi pada tanah dan
saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba, anjing, kucing, tikus,
babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di dalam tubuh, ia akan
menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun
yang menyerang bagian sistem saraf). C. tetani menghasilkan dua buah
eksotoksin, yaitu tetanolysin dan tetanospasmin.Fungsi dari tetanoysin
tidak diketahui dengan pasti, namun juga dapat memengaruhi tetanus.
Tetanospasmin merupakan toksin yang cukup kuat.
3. PATOFISIOLOGI
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif
anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah
inokulasi bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera
(periode inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang
manifestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan
eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme).Tempat masuknya
kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan
dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis
dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser
yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang
berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan.
Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel
vegetatif.Selanjutnya, toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh
bagian tubuh melalui peredaran darah dan sistem limpa. Toksin tersebut
akan beraktivitas pada tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf
termasuk otak. Gejala klonis yang ditimbulakan dari toksin tersebut adalah
dengan memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga terjadi
kontraksi otot yang tidak terkontrol. Akibat dari tetanus adalah rigid
paralysis (kehilangan kemampuan untuk bergerak) pada voluntary
muscles (otot yang geraknya dapat dikontrol), sering disebut lockjaw
karena biasanya pertama kali muncul pada otot rahang dan wajah.
Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan pernafasan dan rasio
kematian sangatlah tinggi.
Ada 3 bentuk klinik dari tetanus, yaitu:
a. Tetanus lokal : otot terasa sakit, lalu timbul rigiditas dan spasme pada
bagian paroksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa
minggu dan menghilang tanpa sekuele.
b. Tetanus general; merupakan bentuk paling sering, timbul mendadak
dengan kaku kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit
kepala merupakan manifestasi awal. Dalam waktu singkat konstruksi
otot somatik — meluas. Timbul kejang tetanik bermacam grup otot,
menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah.
Pada mulanya spasme berlangsung beberapa detik sampai beberapa
menit dan terpisah oleh periode relaksasi.
c. Tetanus cephalic : varian tetanus local yang jarang terjadi masa
inkubasi 1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan
muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX dan XI
tersering adalah saraf otak VII diikuti tetanus umum.
Menurut berat gejala dapat dibedakan 3 stadium :
a. Trismus (3 cm) tanpa kejang-lorik umum meskipun dirangsang.
b. Trismur (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila
dirangsang.
c. Trismur (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.
4. MANIFESTASI KLINIS
a. Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari
b. Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
c. Kesukaran membuka mulut (trismus)
d. Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang
e. Saat kejang tonik tampak risus sardonikus
Gambaran umum yang khas pada tetanus
a. Badan kaku dengan epistotonus
b. Tungkai dalam ekstensi
c. Lengan kaku dan tangan mengepal
d. Biasanya keasadaran tetap baik
e. Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :
1) Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan
2) Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis,
retensi urine, fraktur vertebralis (pada anak-anak), demam
ringan dengan stadium akhir. Pada saat kejang suhu dapat naik
2-4 derakat celsius dari normal, diaphoresis, takikardia dan
sulit menelan.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai keadaan klinis
kekakuanotot rahang.
1) Laboratorium ; leukositosis ringan, peninggian tekanan otak,
deteksi kuman suli
2) Pemeriksaan Ecg dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler
6. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Tata laksana pasien tetanus
1) Umum
a) Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi. Pemberian cairan
secara i.v., sekalian untuk memberikan obat-obatan secara
syringe pump (valium pump).
b) Menjaga saluran nafas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu
tracheostomy.
c)  Memeriksa tambahan oksigen secara nasal atau sungkup.
d) Kejang harus segera dihentikan dengan pemberian
valium/diazepam bolus i.v. 5 mg untuk neonatus, bolus i.v.
atau perectal 10 mg untuk anak-anak (maksimum 0.7 mg/kg
BB).
2) Khusus
a) Antibiotika PP 50.000-100.000 IU/kg BB.
b) Sera anti. Dapat diberikan ATS 5000 IU i.m. atau TIGH
(Tetanus Immune Globulin Human) 500-3.000 IU. Pemberian
sera anti harus disertai dengan imunisasi aktif dengan toksoid
(DPT/DT/TT)
c) Perawatan luka sangat penting dan harus secara steril dan
perawatan terbuka (debridement).
d) Konsultasi dengan dokter gigi atau dokter bedah atau dokter
THT
Untuk menetralisir racun, diberikan immunoglobulin tetanus.Antibiotik
tetrasiklin dan penisilin diberikan untuk mencegah pembentukan racun
lebih lanjut, supaya raccun yang ada mati.
Obat lainnya bisa diberikan untuk menenangkan penderita, mengendalikan
kejang dan mengendurkan otot-otot.Penderita biasanya dirawat di rumah
sakit dan ditempatkan dalam ruangan yang tenang.Untuk infeksi
menengah sampai berat, mungkin perlu dipasang ventilator untuk
membantu pernafasan.
Makanan diberikan melalui infus atau selang nasogastrik. Untuk
membuang kotoran, dipasang kateter.[9] Penderita sebaiknya berbaring
bergantian miring ke kiri atau ke kanan dan dipaksa untuk batuk guna
mencegah terjadinya pneumonia. Untuk mengurangi nyeri diberikan
kodein.Obat lainnya bisa diberikan untuk mengendalikan tekanan darah
dan denyut jantung. Setelah sembuh, harus diberikan vaksinasi lengkap
karena infeksi tetanus tidak memberikan kekebalan terhadap infeksi
berikutnya.
7. KOMPLIKASI
a. Spasme otot faring
b. Pnemonia aspirasi
c. Asfiksia
d. Atelektasis
e. Fraktur kompresi
8. PROGNOSIS
Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%. Kematian biasanya terjadi
pada penderita yang sangat muda, sangat tua dan pemakai obat suntik.Jika
gejalanya memburuk dengan segera atau jika pengobatan tertunda maka
prognosisnya akan menjadi buruk.
9. PENCEGAHAN
Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada
mengobatinya.
Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT
(difteri, pertusis, tetanus).
Dewasa sebaiknya menerima booster, Pada seseorang yang memiliki luka,
jika:
a. Telah menerima booster tetanus dalam waktu 5 tahun terakhir, tidak
perlu menjalani vaksinasi lebih lanjut
b. Belum pernah menerima booster dalam waktu 5 tahun terakhir, segera
diberikan vaksinasi
c. Belum pernah menjalani vaksinasi atau vaksinasinya tidak lengkap, diberikan
suntikan immunoglobulin tetanus dan suntikan pertama dari vaksinasi 3
bulanan.

Setiap luka (terutama luka tusukan yang dalam) harus dibersihkan secara seksama
karena kotoran dan jaringan mati akan mempermudah pertumbuhan bakteri
Clostridium tetani.

2. TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN TETANUS

 PENGKAJIAN

Data fokus meliputi :

a)      Apakah ada riwayat luka tusuk, bakar atau luka tembak.

b)      Apaka pernah digigit hewan

c)      Apakah sedang menderita infeksi telinga atau gigi berlubang.


d)     Pada neonatus : pengkajian prenatal, antal dan Post natal.

e)      Keadaan umum klien

f)       Tanda-tanda vital

g)      Pemeriksaan fisik

Pengkajian Umum

1. Riwayat penyakit sekarang; adanya luka parah atau luka bakar dan imunisasi
yang tidak adekuat.
2. Sistem Pernafasan ; dyspneu asfiksia dan sianosis akibat kontaksi otot
pernafasan
3. Sistem kardio vaskuler; disritmia, takikardia, hipertensi dan perdarahan, suhu
tubuh awal 38-40 C atau febril, terminal 43-44 C
4.  Sistem Neurolgis; (awal) irritability, kelemahan, (akhir) konvulsi,
kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak.
5. Sistem perkemihan; retensi urine (distensi kandung kencing dan urine out put
tidak ada/oliguria)
6. Sistem pencernaan; konstipasi akibat tidak adanya pergerakan usus.
7. Sistem integumen dan muskuloskletal; nyeri kesemutan tempat luka,
berkeringan (hiperhidrasi). Pada awalnya didahului trismus, spasme oto muka
dengan meningkatnya kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot-otot kaku dan
kesulitan menelan. Apabila hal ini berlanjut akan terjadi status konvulsi dan
kejang umum.

1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sputum pada trakea dan spame otot pernafasan.
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu
akibat spasme otot-otot pernafasan.
3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks
toksin (bakterimia)
4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kekakuan otot pengunyah
5. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang
6. Risiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan intake yang kurang dan oliguria
7. Hubungan interpersonal terganggu berhubungan dengan kesulitan
bicara
8. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan
kondisi lemah dan sering kejang
9. Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus
dan penanggulangannya berhbungan dengan kurangnya informasi.
10. Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan seringnya kejang

 INTERVENSI

Dx.1.Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum


pada trakea dan spame otot pernafasan, ditandai dengan ronchi, sianosis, dyspneu,
batuk tidak efektif disertai dengan sputum dan atau lendir, hasil pemeriksaan lab,
Analisa Gasa Darah abnormal (Asidosis Respiratorik)

Tujuan : Jalan nafas efektif

Kriteria :

– Klien tidak sesak, lendir atau sleam tidak ada

– Pernafasan 16-18 kali/menit

– Tidak ada pernafasan cuping hidung

– Tidak ada tambahan otot pernafasan

– Hasil pemeriksaan laboratorium darah Analisa Gas Darah dalam batas normal (pH=
7,35-7,45 ; PCO2 = 35-45 mmHg, PO2 = 80-100 mmHg)

No Intervensi Rasional
1 Bebaskan jalan nafas dengan Secara anatomi posisi kepala ekstensi
mengatur posisi kepala ekstensi merupakan cara untuk meluruskan rongga
pernafasan sehingga proses respiransi tetap
berjalan lancar dengan menyingkirkan
pembuntuan jalan nafas.
2 Pemeriksaan fisik dengan cara Ronchi menunjukkan adanya gangguan
auskultasi mendengarkan suara nafas pernafasan akibat atas cairan atau sekret
(adakah ronchi) tiap 2-4 jam sekali yang menutupi sebagian dari saluran
pernafasan sehingga perlu dikeluarkan untuk
mengoptimalkan jalan nafas.
3 Bersihkan mulut dan saluran nafas Suction merupakan tindakan bantuan untuk
dari sekret dan lendir dengan mengeluarkan sekret, sehingga
melakukan suction mempermudah proses respirasi
4 Oksigenasi Pemberian oksigen secara adequat dapat
mensuplai dan memberikan cadangan
oksigen, sehingga mencegah terjadinya
hipoksia.
5 Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam Dyspneu, sianosis merupakan tanda
terjadinya gangguan nafas disertai dengan
kerja jantung yang menurun timbul
takikardia dan capilary refill time yang
memanjang/lama.
6 Observasi timbulnya gagal nafas. Ketidakmampuan tubuh dalam proses
respirasi diperlukan intervensi yang kritis
dengan menggunakan alat bantu pernafasan
(mekanical ventilation)
7 Kolaborasi dalam pemberian obat Obat mukolitik dapat mengencerkan sekret
pengencer sekresi(mukolitik) yang kental sehingga mempermudah
pengeluaran dan memcegah kekentalan

Dx.2.Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat


spasme otot-otot pernafasan, yang ditandai dengan kejang rangsanng, kontraksi
otot-otot pernafasan, adanya lendir dan sekret yang menumpuk.

Tujuan : Pola nafas teratur dan normal

Kriteria :

– Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuahn oksigen

– Tidak sesak, pernafasan normal 16-18 kali/menit dan tidak sianosis.

No Intervensi Rasional
1 Monitor irama pernafasan dan Indikasi adanya penyimpangan atau
respirati rate kelaianan dari pernafasan dapat dilihat dari
frekuensi, jenis pernafasan,kemampuan dan
irama nafas.
2 . Atur posisi luruskan jalan nafas. Jalan nafas yang longgar dan tidak ada
sumbatan proses respirasi dapat berjalan
dengan lancar.
3 Observasi tanda dan gejala sianosis Sianosis merupakan salah satu tanda
manifestasi ketidakadekuatan suply O2 pada
jaringan tubuh perifer
4 . Oksigenasi Pemberian oksigen secara adequat dapat
mensuplai dan memberikan cadangan
oksigen, sehingga mencegah terjadinya
hipoksia
5 Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam Dyspneu, sianosis merupakan tanda
terjadinya gangguan nafas disertai dengan
kerja jantung yang menurun timbul
takikardia dan capilary refill time yang
memanjang/lama.
6 Observasi timbulnya gagal nafas. Ketidakmampuan tubuh dalam proses
respirasi diperlukan intervensi yang kritis
dengan menggunakan alat bantu pernafasan
(mekanical ventilation).
7 Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa Kompensasi tubuh terhadap gangguan proses
gas darah. difusi dan perfusi jaringan dapat

Dx.3.Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin


(bakterimia) yang dditandai dengan suhu tubuh 38-40 oC, hiperhidrasi, sel darah
putih lebih dari 10.000 /mm3

Tujuan Suhu tubuh normal

Kriteria : 36-37oC, hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3

NO Intervensi Rasional
1 . Atur suhu lingkungan yang nyaman. Iklim lingkungan dapat mempengaruhi
kondisi dan suhu tubuh individu sebagai
suatu proses adaptasi melalui proses
evaporasi dan konveksi.
2 Pantau suhu tubuh tiap 2 jam Identifikasi perkembangan gejala-gajala ke
arah syok exhaution
3 Berikan hidrasi atau minum ysng Cairan-cairan membantu menyegarkan badan
cukup adequat dan merupakan kompresi badan dari dalam
4 Lakukan tindakan teknik aseptik dan Perawatan lukan mengeleminasi
antiseptik pada perawatan luka.. kemungkinan toksin yang masih berada
disekitar luka.
5 Berikan kompres dingin bila tidak Kompres dingin merupakan salah satu cara
terjadi ekternal rangsangan kejang. untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara
proses konduksi.
6 Laksanakan program pengobatan Obat-obat antibakterial dapat mempunyai
antibiotik dan antipieretik spektrum lluas untuk mengobati bakteeerria
gram positif atau bakteria gram negatif.
Antipieretik bekerja sebagai proses
termoregulasi untuk mengantisipasi panas.
7 Kolaboratif dalam pemeriksaan lab Hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat
leukosit. lebih dari 10.000 /mm3 mengindikasikan
adanya infeksi dan atau untuk mengikuti
perkembangan pengobatan yang
diprogramkan

Dx.4.Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot


pengunyah yang ditandai dengan intake kurang, makan dan minuman yang masuk
lewat mulut kembali lagi dapat melalui hidung dan berat badan menurun ddiserta
hasil pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%.

Tujuan kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria :

– BB optimal

– Intake adekuat

– Hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg %

No. Intervensi Rasional


1 Jelaskan faktor yang mempengaruhi Dampak dari tetanus adalah adanya
kesulitan dalam makan dan kekakuan dari otot pengunyah sehingga klien
pentingnya makanabagi tubuh mengalami kesulitan menelan dan kadang
timbul refflek balik atau kesedak. Dengan
tingkat pengetahuan yang adequat
diharapkan klien dapat berpartsipatif dan
kooperatif dalam program diit.
2 Kolaboratif :Pemberian diit TKTP Diit yang diberikan sesuai dengan keadaan
cair, lunak atau bubur kasar. klien dari tingkat membuka mulut dan proses
mengunyah.Pemberian cairan perinfus
Pemberian carian per IV line diberikan pada klien dengan
ketidakmampuan mengunyak atau tidak bisa
Pemasangan NGT bila perlu makan lewat mulut sehingga kebutuhan
nutrisi terpenuhi.

NGT dapat berfungsi sebagai masuknya


makanan juga untuk memberikan obat

Dx.5 .Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang

Tujuan : Cedera tidak terjadi

kriteria

–   Klien tidak ada cedera

–   Tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman

Intervensi Rasional
1 Identifikasi dan hindari faktor pencetus Menghindari kemungkinan terjadinya cedera
akibat dari stimulus kejang
2 Tempatkan pasien pada tempat tidur Menurunkan kemungkinan adanya trauma
pada pasien yang memakai pengaman jika terjadi kejang
3 Sediakan disamping tempat tidur tongue Antisipasi dini pertolongan kejang akan
spatel mengurangi resiko yang dapat memperberat
kondisi klien
4 Lindungi pasien pada saat kejang Mencegah terjadinya benturan/trauma yang
memungkinkan terjadinya cedera fisik
5 Catat penyebab mulai terjadinya kejang Pendokumentasian yang akurat, memudah-
kan pengontrolan dan identifikasi kejang

 
Dx.6 .Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat
Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang dengan

kriteria:

–   Membran mukosa lembab, Turgor kulit baik

No. Intervensi Rasional


1 Kaji intake dan out put setiap 24 jam Memberikan informasi tentang status
cairan /volume sirkulasi dan kebutuhan
penggantian
2 Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan
mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam hidrasi seluler
3 Berikan dan pertahankan intake oral dan Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh
parenteral sesuai indikasi ( infus 12
tts/m, NGT 40 cc/4 jam) dan
disesuaikan dengan perkembangan
kondisi pasien
4 Monitor berat jenis urine dan Mempertahankan intake nutrisi untuk
pengeluarannya kebutuhan tubuh
5 Pertahankan kepatenan NGT Penurunan keluaran urine pekat dan
peningkatan berat jenis urine diduga
dehidrasi/ peningkatan kebutuhan cairan

DAFTAR PUSTAKA

–             Doenges, ME. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi.3.Jakarta: EGC

–             Soeparman. 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Universitas Indonesia Press


:Jakarta.

–             Theodore R. 1993. Ilmu Bedah. EGC :Jakarta

–             http://medicastore.com/penyakit/91/Tetanus.html di akses tanggal 28 Mei


2011.

–             http://doc-alfarisi.blogspot.com/2011/04/jenis-klasifikasi-tetanus-dan-
stadium.html

–             http://www.akperppni.ac.id/sistem-persarafan/askep-klien-dengan-tetanus di
akses tanggal 29 Mei 2011

Anda mungkin juga menyukai