Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Daerah penelitian sebagian besar tersusun oleh satuan batuan yang termasuk ke
dalam Formasi Kebo-Butak berumur Oligosen Akhir hingga awal Miosen Awal bagian
bawah dengan lingkungan pengendapan berada dilaut terbuka yang terpengaruh arus
turbid (Sumarso dan Ismoyowati, 1975). Daerah penelitian telah mengalami deformasi
sehingga menciptakan suatu kompleks struktur geologi. Kompleks struktur geologi
Trembono mungkin menjadi bukti salah satu dari beberapa proses deformasi yang terjadi
di Pegunungan Selatan. Kondisi geologi yang kompleks menimbulkan rasa ketertarikan
untuk melakukan pengamatan geologi rinci untuk memahami proses geologi yang ada di
daerah penelitian. Penelitian dilakukan dengan melakukan pemetaan struktur geologi
serta aspek geologi permukaan lain.
Litologi penyusun daerah penelitian dapat dibagi menjadi tiga satuan batuan, yaitu
satuan tuf, satuan diorit dan satuan batupasir. Struktur geologi yang berkembang pada
daerah penelitian berupa kekar dan sesar yang dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok
berdasarkan arah orientasinya, yaitu struktur yang cenderung berarah timurlaut-baratdaya
dan tenggara-baratlaut.
Jenis dan karakteristik litologi memiliki pengaruh terhadap jenis struktur geologi
yang terbentuk akibat proses deformasi yang sama pada daerah penelitian. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman mengenai kondisi geologi di
Pegunungan Selatan, khususnya mengenai struktur-struktur geologi dan tektonik pada
daerah penelitian.

I.2 Maksud dan Tujuan


Maksud
Maksud dari penelitian ini adalah melakukan pemetaan dan analisisi struktur
geologi yang berkembang pada daerah Cermo, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tujuan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan dapat menjelaskan kompresi utama yang
bekerja, sesar yang terbentuk, dan juga pegaruh sesar terhadap sesar lain yang
terbentuk.

1.3 Rumusan Masalah


1. Apakah hubungan keterbentukan struktur geologi di lapangan saling berkaitan?
2. Apakah pola struktur geologi di daerah penelitian dipengaruhi oleh tegangan
utama berarah utara-selatan?

I.4 Batasan Masalah


Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dibatasi pada pemetaan geologi permukaan
(geological surface mapping) dengan mengumpulkan data stratigrafi dan data struktur

1
geolgi yang kemudian dilakukan pengolahan data di studio guna mengetahu kinematika
sesar berikut gaya yang paling besar yang mempengaruhi sesar lainnya pada daerah
penelitian.

I.5 Daerah Penelitian


Daerah Penelitian berada di Desa Cremo, Dusun Tegalrejo, Kecamatan
Gedangsari, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah
penelitian tercakup dalam Peta Geologi Regional Lembar Surakarta-Giritontro (Gambar
1.2).

Pengambilan data lapangan di fokuskan pada jalur lintasan sungai, karena banyak
terdapat singkapan batuan yang sifatnya masih segar dan terlihat juga kenampakan
strukur geologi yang menarik. Jarak dari kampus ke Daerah penelitian + 35,6 km dan
dapat ditempuh dengan kendaraan darat sekitar 1,5 jam.

Gambar I.1 Peta Daerah Penelitian (Google Maps)

Gambar I.2 Peta Daerah penelitian dan sekitarnya berdasarkan Peta Geologi Regional
Lembar Surakarta-Giritontro (Surono, dkk., 1992).

2
1.6 Personalia Penyusun
Nama Lengkap : Makruf Nur Hanafi
Tempat Tanggal Lahir : Klaten, 23 September 1999
Jenis Kelamin : Laki - Laki
NIM : 410017053
Alamat : Jl. Babarsari 13/4, Depok, Sleman, Yogyakarta
Perguruan Tinggi : Institut Teknologi Nasional Yogyakarta
Program Studi : Teknik Geologi
No Hp : 082325193631
Email : makrufnh@gmail.com
Dosen Pembimbing : Rizqi Muhammad Mahbub, S.T., M.T

3
BAB II
GEOLOGI REGIONAL

II. 1 Tataan Tektonik


Konfigurasi tektonik dan fisiografi Indonesia saat ini ditafsirkan terbentuk sejak
akhir Neogen, sebagai akibat adanya interaksi antar tiga lempeng utama, yaitu lempeng
Laut Filipina yang bergerak ke utarabaratlaut (UUB), lempeng Indo-Australia yang
bergerak ke utara –timurlaut (UUT), dan lempeng Eurasia yang relatif diam atau bergerak
sangat lambat ke arah tenggara (Minster & Jordan, 1978 dalam bachri, 2014).
(Katili, 1989 dalam Bachri, 2014) mengemukakan adanya evolusi lajur tunjaman
di Indonesia bagian barat sejak Kapur sampai kini (Gambar 3.2). Perkembangan zona
tunjaman ini diduga berhubungan erat dengan perkembangan pola tektonik dan struktur
serta kegiatan kegunungapian di Indonesia bagian barat. Di Jawa dan selatan Jawa
tampak adanya tiga periode penunjaman, yaitu Kapur, Tersier dan Resen.
Pulau Jawa merupakan bagian dari Busur Sunda yang merupakan busur
gunungapi berumur Tersier hingga Kuarter. Busur gunungapi ini terbentuk sebagai akibat
adanya tunjaman di sebelah selatan Pulau Jawa, yaitu tunjaman lempeng Samudera
Hindia ke bawah lempeng benua Eurasia (Bachri, 2014).

Gambar II.1 Perkembangan Zona Tunjaman Indonesia Bagian Barat (Katili, 1989 dalam
Bachri, 2014)

4
II.2 Fisiografi Regional
Pulau Jawa mempunyai fisiografi yang khas dimana kondisi geologi menjadi
kontrol utama seperti litologi, struktur geologi dan gejala geologi lainnya yang
menyebabkan bentukan fisiografi khas dari setiap zonanya. Van Bemmelen (1949)
membagi fisiografi Jawa bagian timur dibagi menjadi 7 zona fisiografi yaitu Zona
Pegunungan Selatan, Busur Vulkanik Kuarter, Zona Pusat Depresi Jawa, Zona Kendeng,
Zona Randublatung, Zona Rembang, Dataran Aluvial Utara Jawa. Daerah penelitian
terletak pada zona pegunungan selatan.

II.2 Peta Fisiografi Pulau Jawa (dimodifikasi dari van Bemmelen; dalam Hartono,
2010).

II. 3 Stratigrafi Regional


Menurut Toha dkk (1994) stratigrafi Zona Pegunungan Selatan didominasi oleh
batuan berumur Kenozoik yang terbentuk dengan mekanisme pengendapan gaya berat.
Urutan formasi penyusun Zona Pegunungan Selatan dari mulai yang tertua, yaitu batuan
malihan (Kapur – Paleosen Awal) dan Formasi Wungkal-Gamping (Eosen Tengah –
Eosen Akhir) yang tersingkap pada Perbukitan Jiwo, Formasi Kebo-Butak, Formasi
Semilir, dan Formasi Nglanggran (Oligosen Akhir – Miosen Tengah) yang merupakan
hasil endapan gaya berat, Formasi Sambipitu dan Formasi Oyo (Miosen Tengah) yang
merupakan hasil endapan turbidit gampingan, Formasi Wonosari dan Formasi Kepek
(Miosen Tengah) yang berupa batugamping reefal dan berlapis (Toha, dkk., 1994).
Pada daerah penelitian, batuan yang ditemukan merupakan bagian dari Formasi
Kebo-Butak dan intrusi diorit (Gambar 3.5). Komposisi batuan dalam Formasi Kebo dan
Formasi Butak tersusun oleh campuran antara klastika sedimen dengan klastika vulkanik.
Formasi Kebo merupakan perselingan antara batupasir dan batupasir kerikilan, dengan
sisipan batulanau, batulempung, tuf, dan serpih, Lava Bantal Nampurejo yang
berkomposisi basal dan berselingan dengan batupasir hitam vulkanik banyak ditemukan

5
pada bagian bawah Formasi Kebo. Struktur sedimen yang ditemukan berupa perlapisan
normal, perarian sejajar, perarian bergelombang, permukaan erosi, dan slump(Toha, dkk.,
1994).

II.3 Stratigrafi Pegunungan Selatan (Surono, 2009)

II.4 Pola Struktur Regional

Struktur utama di Pulau Jawa dapat dibagi menjadi empat arah utama, yakni arah
timur laut-barat daya disebut Pola Meratus, arah utara-selatan dikenal dengan Pola
Sunda, arah timur-barat dinamai Pola Jawa; dan arah barat laut-tenggara disebut Pola
Sumatra (Pulunggono dan Martodjojo, 1994; Satyana, 2007)(Gambar 3.3). Pola
Meratus dominan di kawasan lepas pantai utara, yang ditunjukkan oleh adanya beberapa
tinggian (Guntoro, 1996); pola Sunda umum terdapat di lepas pantai utara Jawa Barat
dan di daratan bagian barat wilayah Jawa Barat; dan pola Jawa merupakan pola yang
mendominasi daratan Pulau Jawa, baik sesar maupun lipatannya. Jawa bagian timur
(termasuk Daerah Pegunungan Selatan) merupakan tempat perpotongan dua struktur
utama, yakni antara struktur arah Meratus (Pola Meratus) yang berarah timur laut-barat
daya dan struktur arah Pola Jawa yang berarah timur- barat (Pertamina-BPPKA, 1996;
Sribudiyani drr., 2003, dan juga disebut Pola Sakala oleh Sribudiyani drr. (2003). Gambar
3.4 menunjukkan arah pola-pola tersebut.

Struktur geologi dengan Pola Meratus dengan arah timurlaut – baratdaya yang
berumur Kapur hingga Paleosen merupakan pola paling tua di Pulau Jawa. Sesar sesar
6
dengan pola Meratus di Pulau Jawa umumnya teraktifkan kembali pada umur-umur
yang lebih muda. Kelurusan yang ada pada Zona Pegunungan Selatan dengan pola
Meratus antara, yaitu kelurusan Sungai Opak dan Bengawan Solo yang mencapai
panjang lebih dari 30 km (Toha, dkk., 1994).

II.4 Tiga arah pola struktur (kelurusan) di jawa dan sekitarnya (Pulunggono dan
Martodjojo, 1994 dalam Bachri, 2014)

II.5 Arah Pola Struktur Jawa (Modifikasi dari Sribudiyani drr, 2003 dalam
Prasetyadi, 2011)

TEORI DASAR
II.5 Kekar
Kekar adalah struktur rekahan pada batuan yang sedikit atau tidak sama sekali
memperlihatkan gejala pergeseran (Abdullah, 2003).
II.5.1 Klasifikasi Kekar
Berdasarkan genesanya, umumnya kekar terdiri dari dua jenis, yaitu shear fracture
dan extension fracture. Kekar-kekar tesebut memiliki karakteristik sudut pembentukan
yang berbeda satu dengan lainnya terhadap arah tegangan utama. Shear fracture
merupakan rekahan yang bidang-bidangnya terbentuk akibat adanya kecenderungan
untuk saling bergeser. Sedangkan extension fracture merupakan rekahan yang bidang-
bidangnya terbentuk akibat adanya kecenderungan untuk saling menarik/merenggang.
Extension fracture dapat dibagi menjadi dua yaitu tension fracture atau gash fracture

7
yang bidang rekahnya searah dengan arah tegangan utama dan release fracture yang
bidang rekahnya tegak lurus terhadap arah tegangan utama ( Akrom, 2019).

Gambar II.6 Shear fracture (foto diambil di LP 7 lensa kamera berarah barat pada
koordinat 460513, 9136207).

Gambar II.7 Tension fracture (foto diambil di LP 7 lensa kamera berarah barat daya pada
koordinat 460513, 9136207).

II.6 Sesar
Sesar adalah rekahan pada batuan yang memperlihatkan gejala pergeseran.
Berdasarkan cara terjadinya, sesar dapat dibedakan menjadi sesar mendatar (lateral
fault); sesar normal (normal fault) dan sesar naik (reverse fault)(Abdullah, 2003).
Berikut adalah istilah yang sering digunakan dalam analisis sesar secara grafis
antara lain:
1. Bidang sesar (fault plane) adalah suatu bidang sepanjang rekahan dalam batuan
yang tergeserkan.
2. Jurus sesar (strike) adalah arah dari suatu garis horizontal yang merupakan
perpotongan antara bidang sesar dengan bidang horizontal.
3. Kemiringan sesar (dip) adalah sudut antara bidang sesar dengan bidang horizontal
dan diukur tegak lurus jurus sesar.

8
4. Atap sesar (hanging wall) adalah blok yang terletak diatas bidang sesar apabila
bidang sesamya tidak vertikal.
5. Kaki sesar (Foot wall) adalah blok yang terletak dibawah bidang sesar.
6. Hade adalah sudut antara garis vertikal dengan bidang sesar dan merupakan
penyiku dari dip sesar
7. Heave adalah komponen horizontal dari slip/separation, diukur pada bidang
vertikal yang tegak lurus jurus sesar.
8. Throw adalah komponen vertikal dari slip / separation,diukur pada bidang vertikal
yang tegak turus jurus sesar.
9. Slickensides yaitu kenampakan pada permukaan sesar yang memperlihatkan
pertumbuhan mineral fibrous yang sejajar terhadap arah pergerakan.

Gambar II.8 Bagian-bagian sesar (Pramumijoyo, 2008)

II.6.1 Klasifikasi Sesar


Anderson mengklasifikasikan sesar berdasarkan fakta bahwa tidak ada tegangan
shear (Shearing Stress) yang dapat terbentuk pada permukaan bumi, salah satu dari
tegangan utama (σ1, σ2, atau σ3) harus tegak lurus dengan permukaan bumi, sementara
dua yang lain tegak lurus.

Gambar II.9 Klasifikasi sesar (Anderson, 1951 dalam McClay, 2013)

Secara sederhana Anderson menjelaskan pembagian klasifikasinya sebagai


berikut: (i) Sesar normal, σ1 berarah vertikal, sementara σ2 dan σ3 berarah horisontal,
dengan arah jurus kemiringan bidang sesar (dip) mendekati 600. (ii) Sesar geser, memiliki
σ2 sangat vertikal, sementara σ1 dan σ2 horisontal, dalam hal ini Anderson
9
menggambarkan bidang sesar vertikal dengan arah pergerakan sesar horisontal.(iii) Sesar
Berbalik/Naik, memiliki σ3 vertikal sementara σ1 dan σ2 horisontal, bidang sesar
diperkirakan memiliki arah jurus kemiringan mendekati horisontal.

II.7 Kinematika Sesar


Analisis kinematika merupakan salah satu metode analisis sesar yang
menggunakan parameter orientasi struktur geologi, dan sudut geser dalam batuan yang
diproyeksikan pada stereonet (Hoek dan Bray, 1981 dalam Aprilia, 2014).

II.7.1 Klasifikasi Kinematika Sesar Rickard (1972)


Klasifikasi menurut Rickard (1972) secara sederhana menjelaskan sesar
berdasarkan faktor besaran pergeseran dan pergrakan dari bidang sesar, besaran nilai ini
dinotasikan sebagai Net slip, yang dapat diperoleh dilapangan dari perpotongan struktur
garis gores garis atau cermin sesar dengan bidang sesar. Klasifikasi sesar menurut
Rickard (1972) mengacu pada nilai pitch/rake dari Net slip dan nilai dip dari bidang
sesar, yang dituangkan dalam suatu diagram untuk menentukan jenis sesar dengan nilai
pitch dan dip tertentu.

Gambar II.10 Klasifikasi sesar (Rickard, 1972 dalam Putra, 2015)

II.8 Model Harding


Model Harding (1980) menjelaskan tentang hubungan struktur penyerta dengan
sesar utamanya, arah pergerakan sesar akan menuju sudut lancip dari gash fracture. Jika
tidak terdapat gash fracture maka pergerakan didekati dengan σ2 yang merupakan titik
perpotongan 2 shear dengan asumsi dalam kondisi satu tegangan (Gambar 3.7).

10
Gambar II.11 Model simple shear (Harding, 1980 dalam Bari, 2020)

II.8.1 Pemodelan Simple Shear


Model Riedel (1929) muncul di dalam sepasang sesar mendatar yang saling
sejajar. Di dalam zona sesar tersebut akan berkembang struktur– struktur geologi
sebagai berikut.
1. Sesar mendatar Riedel ditandai dengan adanya sepasang Riedel Shear (R dan R1)
yang berarah 300 terhadap tegangan maksimum (σ1) Pergerakan dalam Riedel
Shear terhadap R disebut sebagai synthetic faults yang relatif sejajar dengan Major
Faults. R1 merupakan arah berikutnya setelah terjadi R yang disebut sebagai
antithetic faults dengan pergerakan memotong major faults. Dalam suatu sistem
yang lain akan timbul pula synthetic P dan X sebagai antithetic faults.
2. Tegangan utama σ1 membentuk sudut 450 terhadap major faults.
3. Sesar mendatar synthetic dan antithetic muncul dan berkembang selama
Simple Shear dapat pula menentukan pola patahan lainnya.

Gambar II.12 Pemodelan Simple Shear (Riedel, 1929 dalam Luqman, 2019).

11
BAB III
METODE PENELITIAN
III. 1 Metode Penelitian
Penelitian diawali dengan pengumpulan data sekunder berupa studi
pustaka yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu dan pembuatan peta
dasar, yang kemudian di lanjutkan dengan pengumpulan data primer meliputi
proses pengukuran data stratigrafi, dan data struktur geologi dilapangan dan
dilanjutkan kepada pengolahan data sehingga dapat mengetahui arah stress
utama, arah sesar, jenis sesar yang di hasilkan, dan umur deformasi yang
terbentuk berdasarkan umur batuan yang di potong oleh struktur geologi.
Penelitian ini banyak memakai konsep dan klasifikasi yang akan
banyak membantu dalam penentuan, tetapi pada penetapannya akan
disesuaikan dengan data yang diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan dan
hasil pengolahan data, untuk beberapa kasus dimana hanya di temukan data
berupa kekar yakni shear fracture maka data tersebut di analisis menggunakan
kinematika sesar untuk mengetahui jenis deformasi yang terbentuk pada tempat
penelitian. Kinematika sesar dapat digunakan pada data kekar berupa shear
fracture disebabkan gaya yang terbentuk saat di analisis tidak terletak pada satu
bidang yang sama, berbeda dengan extension fracture dimana gaya yang
ditemukan saat analisis yakni berada pada satu bidang yang sama. Pelaksanaan
penelitian dilakukan dalam suatu sistem alur penelitian yang meliputi mulai
sampai pembuatan peta dan laporan geologi (Gambar 3.1).

Gambar III.1 Diagram Alur penelitian

12
1. Tahap 1
Tahap 1 meliputi input yang terdiri dari data sekunder berupa studi
pustaka yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu dan pembuatan peta
dasar yang bertujuan mengetahui kondisi geologi daerah penelitian secara umum.
2. Tahap 2
Tahap 2 berupa pengambilan data primer yaitu pengukuran data stratigrafi
dan data struktur geologi pada daerah penelitian.
3. Tahap Pengolahan Data
Data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan menggunakan software
Dips 6.0 yang mana akan diketahui arah kompresi dan jenis sesar pada daerah
penelitian. Setelah dilakukan pengolahan data, data tersebut akan diuji kelayakan
apakah data tersebut layak untuk dilanjutkan pembuatan peta struktur geologi dan
laporan geologi, jika tidak layak dilakukan pengumpulan data kembali.
4. Tahap Pembuatan Peta Struktur Geologi dan Laporan Geologi
Dari data yang telah diolah kemudian disusun secara sistematik dalam
bentuk peta struktur geologi dan laporan geologi.
5. Seminar Geologi
Seminar dilakukan untuk menyebarkan informasi mengenai daerah yang
telah di teliti kepada masyarakat.

13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Analisis Peta SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission)


Berdasarkan analisa data struktur geologi terhadap citra SRTM di daerah
penelitian, maka peneliti mendapatkan hasil analisis yakni terdapatnya beberapa
kelurusan-kelurusan dimana arahnya relatif berbeda dari pola struktur yang
terdapat di peta geologi regional. Dari kenampakan tersebut terlihat pola
kelurusan berarah timurlaut-baratdaya dan pola yang lebih dominan yakni berarah
baratlaut-tenggara. Kelurusan-kelurusan tersebut didominasi saling memotong
antara kelurusan yang berpola timurlaut-baratdaya dengan baratlaut-tenggara.

Gambar IV.1 pola kelurusan dari citra SRTM daerah penelitian


Keterangan:
Garis biru : Kelurusan Lembahan arah Barat laut - Tenggara
Garis merah : Kelurusan Lembahan arah Timur Laut - Barat Daya

14
IV.2 Analisis Kinematika Kekar

1. LP 1
Pada LP 1 memiliki litologi Tuf dengan kedudukan N 78° E/ 29°.
Kehadiran kekar tidak begitu intensif dilakukan pengambilan data kekar pada
lokasi pengamatan sebanyak 14 data kekar. Berdasarkan hasil analisis pada LP 1
diketahui :
σ1 : 16°, N 125° E
σ2 : 73°, N 307° E
σ3 : 1°, N 251° E

IV.2 Lokasi Pengamatan 1 (Pada koordinat 460517, 9137300)

Gambar IV.3 Analisis Kinematika Kekar LP 1

2. LP 2
Pada LP 2 memiliki litologi perselingan Tuf berkontak dengan Breksi
dengan kedudukan N 80° E/ 26°. Kehadiran kekar tidak begitu intensif dikakukan
pengambilan data kekar pada lokasi pengamatan sebanyak 14 data kekar.
Berdasarkan hasil analisis pada LP 2 diketahui :
σ1 : 27°, N 306° E
σ2 : 44° , N 67° E
σ3 : 31°, N 197° E

15
IV.4 Lokasi Pengamatan 2 (Pada koordinat 460642, 9136849)

Gambar IV.5 Analisis Kinematika Kekar LP 2

3. LP 3
Pada LP 3 memiliki litologi diorit dengan Kehadiran kekar tidak begitu
intensif dilakukan pengambilan data kekar pada lokasi pengamatan sebanyak 14
data kekar. Berdasarkan hasil analisis pada LP 3 diketahui :
σ1 : 45°, N 278° E
σ2 : 42° , N 119° E
σ3 : 9°, N 19° E

IV.6 Lokasi Pengamatan 3 ( Pada Koordinat 460636, 9136793)

16
Gambar IV.7 Analisis Kinematika Kekar LP 3

4. LP 6
Pada LP 6 memiliki litologi perselingan Tuf dengan batupasir dengan
kedudukan N 81 E/ 33. Kehadiran kekar begitu intensif dilakukan pengambilan
data kekar pada lokasi pengamatan sebanyak 16 data kekar. Berdasarkan hasil
analisis pada LP 6 diketahui :
σ1 : 3°, N 27° E
σ2 : 79° , N 270° E
σ3 : 9°, N 118° E

IV.8 Lokasi Pengamatan 6 (Pada Koordinat 460452, 9136465)

Gambar IV.9 Analisis Kekar LP 6

17
5. LP 7
Pada LP 7 memiliki litologi perselingan Batupasir dengan Tuf dengan
kedudukan N 80° E/ 25°. Kehadiran kekar tidak begitu intensif . Berdasarkan hasil
analisis pada LP 7 diketahui bahwa :
σ1 : 36°, N 228° E
σ2 : 54° , N 38° E
σ3 : 4°, N 134° E

IV.10 Lokasi Pengamatan 7 (Pada Koordinat 460466, 9136394)

Gambar IV.11 Analisis Kinematika Kekar LP 7

6. LP 9
Pada LP 9 memiliki litologi Batupasir dengan kedudukan N 110° E/ 30°.
Kehadiran kekar tidak begitu intensif . Berdsarkan hasil analisis pada LP 9
diketahui bahwa :
σ1 : 52°, N 242° E
σ2 : 38°, N 64° E
σ3 : 2°, N 333° E

18
Gambar IV.12 Lokasi Pengamatan 9 (Pada Koordinat 460346, 9136288)

Gambar IV.13 Analisis Kinematika Kekar LP 9

7. LP 10
Pada LP 10 memiliki litologi Batupasir dengan kedudukan N 108° E/ 24°.
Kehadiran kekar tidak begitu intensif . Berdsarkan hasil analisis pada LP 10
diketahui bahwa :
σ1 : 28°, N 358° E
σ2 : 65° , N 170° E
σ3 : 2°, N 266° E

Gambar IV.14 Lokasi Pengamatan 10 (Pada Koordinat 460236, 9136144)

19
Gambar IV.15 Analisis Kinematika Kekar LP 10

8. LP 11
Pada LP 11 memiliki litologi batupasir dengan kedudukan N 89° E/ 25°.
Kehadiran kekar tidak begitu intensif . Berdsarkan hasil analisis pada LP 11
diketahui bahwa:
σ1 : 17°, N 141° E
σ2 : 56° , N 23° E
σ3 : 27°, N 240° E

Gambar IV.16 Lokasi Pengamatan 11 (Pada Koordinat 460196, 9136068)

Gambar IV.17 Analisis Kinematika Kekar LP 11

20
9. LP 12

Pada LP 12 memiliki litologi batupasir karbonatan N 80° E/ 31°.


Kehadiran kekar tidak begitu intensif. Berdsarkan hasil analisis pada LP 12
diketahui bahwa :
σ1 : 63°, N 175° E
σ2 : 21° , N 32° E
σ3 : 15°, N 295° E

Gambar IV.18 Lokasi Pengamatan 12 (Pada Koordinat 460177, 9135990)

Gambar IV.19 Analisis Kinematika Kekar LP 12

21
IV.3 Analisis Kinematika Sesar

1. LP 4
Pada LP 4 memiliki litologi Tuf dan berkontak secara tidak selaras dengan
intrusi diorit (Nonconformity) dengan kedudukan N 72° E/ 22°. Kehadiran kekar
tidak begitu intensif ilakukan pengambilan data kekar pada lokasi pengamatan
sebanyak 14 data kekar dan data kelurusan sungai sebesar 327° yang diasumsikan
sebagai zona sesar, yang kemudian di analisis dan diketahui pada LP 4 memiliki:
Pitch :29°
Net Slip : N 125° E, 29°
Bidang Sesar: : N 327° E, 25°
σ1 : 20°, N 254° E
σ2 : 4° , N 64° E
σ3 : 41°, N 146° E
Jenis Sesar : Normal Right Slip Fault (Rickard, 1972)

Gambar IV.20 Intrusi Diorit (Foto Diambil di LP 4 lensa kamera berarah barat
dan barat daya pada koordinat 460698, 9136535)

Gambar IV.21 Analisis Kinematika Sesar LP 4

22
2. LP 5
Pada LP 5 memiliki litologi perselingan Tuf dan Batupasir dengan
kedudukan N 82° E/ 26°. Kehadiran kekar begitu intensif ilakukan pengambilan
data kekar pada lokasi pengamatan sebanyak 14 data kekar dan data kelurusan
sungai sebesar 46° yang diasumsikan sebagai zona sesar. Berdasarkan hasil
analisis pada LP 5 diketahui :
Pitch :2°
Net Slip : N 43° E, 2°
Bidang Sesar : N 46° E, 44°
σ1 : 44°, N 125° E
σ2 : 46° , N 311° E
σ3 : 3°, N 218° E
Jenis Sesar : Left Slip Fault (Rickard, 1972)

Gambar IV.22 Kenampakan Kekar di lapangan (Foto Diambil di LP 5 lensa


kamera berarah Utara pada koordinat 460614, 9136495)

Gambar IV.23 Analisis Kinematika Sesar LP 5

23
3. LP 8
Pada LP 8 memiliki litologi Tuf dengan kedudukan N 89° E/29°.
Kehadiran kekar tidak begitu intensif . dilakukan pengambilan data kekar pada
lokasi pengamatan sebanyak 14 data kekar dan data kelurusan sungai sebesar 45°
yang diasumsikan sebagai zona sesar, yang kemudian di analisis dan diketahui
pada LP 8 memiliki:
Pitch :5°
Net Slip : N 40° E, 5°
Bidang Sesar : N 45° E, 45°
σ1 : 45°, N 111° E
σ2 : 44° , N 305° E
σ3 : 7°, N 208° E
Jenis Sesar : Left Slip Fault (Rickard, 1972)

Gambar IV.24 Kelurusan Sungai (Foto Diambil di LP 8 lensa kamera berarah


Tenggara pada koordinat 460437, 9136090)

Gambar IV.25 Analisis Kinematika Sesar LP 8

24
IV.4 Korelasi dan Rekonstruksi Peta Struktur Geologi
Gaya utama arah utara-selatan menghasilkan sesar mendatar dengan
pergerakan mengkiri pada daerah penelitian. Bidang sesar utama memiliki arah
dan kemiringan N 45o E / 45o dengan besaran pitch yang didapat 5° dan net slip N
40° E. Pergerakan mengkiri tersebut menghasilkan objek di antara dua sesar
kemudian mengalami proses coaxial sehingga menghadirkan sistem simple shear.
Sesar utama tersebut berkorelasi dengan sesar ikutan yaitu Sesar Sintetik (LP 5)
Seiring berjalannya waktu proses deformasi yang semakin intensif akan
membentuk Sesar Antitetik (LP 4) seperti yang terlihat pada peta rekonstruksi
struktur geologi daerah penelitian (Gambar 4.26).

Gambar IV.26 Korelasi dan Rekonstruksi Peta Struktur Geologi


Berdasarkan Model Simple Shear Riedel, 1929

25
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan
Dari Penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu:
1. Sesar utama memiliki arah Timur Laut-Barat Daya memiliki korelasi dengan
sesar lainya yang ada di daerah penelitian.
2. Jenis sesar yang di temukan di lapangan berupa Normal Right Slip Fault
(Antitetik fault) dan Left Slip Fault (Sintetik fault)
3. Dari hasil penelitian diketahui bahwa arah tegangan utama sesar yang
terbentuk pada daerah penelitian sama dengan arah tegangan utama pulau
jawa berarah utara-selatan.

V.II Saran
Saran yang perlu disampaikan dalam penelitian ini yaitu:
Untuk penelitian selanjutnya di lakukan analis di batuan yang lebih muda
untuk mengetahui apakah pola yang berkembang di batuan yang lebih tua
memiliki korelasi pola struktur geologi dengan batuan yang lebih muda.

26
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, C. I., Magetsari, N. A., & Purwanto, H. S. (2003). Analisis dinamik


tegasan purba pada satuan batuan Paleogen–Neogen di daerah Pacitan dan
sekitarnya, Provinsi Jawa Timur ditinjau dari studi sesar minor dan kekar
tektonik. Journal of Mathematical and Fundamental Sciences, 35(2), 111-
127.

Akrom, F. M. (2019). Geologi dan pemodelan penampang seimbang daerah


Sidomulyo dan sekitarnya provinsi Jawa Tengah. SKRIPSI-2018.

Aprilia, F., Indrawan, I. G. B., & Adriansyah, Y. (2014). Analisis tipe longsor dan
kestabilan lereng berdasarkan orientasi struktur geologi di dinding utara
tambang batu hijau, Sumbawa Barat. In Proceedings Seminar Nasional
Kebumian ke-7 dan Simposium Pendidikan Geologi Nasional Jurusan
Teknik Geologi Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta (Vol. 1, pp. 149-162).

Bachri, S. (2014). Pengaruh Tektonik Regional Terhadap Pola Struktur Dan


Tektonik Pulau Jawa. Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral, 15(4), 215-
221.

Bari, A., Rosana, M. F., & Haryanto, I. (2020). Kontrol Struktur Geologi Pada
Alterasi Dan Mineralisasi Di Daerah Cibaliung, Kabupaten Pandeglang,
Provinsi Banten. Buletin Sumber Daya Geologi, 15(2), 73-87.

Hartono, G., 2010a, Peran Paleovolkanisme dalam Tataan Produk Batuan Gunung
Api Tersier di Gunung Gajahmungkur, Wonogiri, JawaTengah, Disertasi,
UNPAD, Bandung, 335 h. (Tidak dipublikasikan)

Luqman, F., Haryanto, I., Firmansyah, Y., Gani, R. M. G., & Indriyanto, Y.
(2019). Tektonostratigrafi Berdasarkan Analisis Seismik 2d Pada Sub
Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera Selatan. Geoscience Journal, 3(1),
18-28.

McClay, K. R. (2013). The mapping of geological structures. John Wiley & Sons.

Mulyawan, Husein. 2104. Kompleks Sesar Trembono Sebagi Gravitational


Structures. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada
Nasional, S. T. T. Identifikasi Struktur Geologi Sungai Watugajah, Kec.
Gedangsari, Kab. Gunung Kidul, DIY.

Prasetyadi, C., Sudarno, I., Indranadi, V. B., & Surono, S. (2011). Pola Dan
Genesa Struktur Geologi Pegunungan Selatan, Provinsi Daerah Istimewa

27
Yogyakarta Dan Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Geologi dan Sumberdaya
Mineral, 21(2), 91-107.

Prastistho, B. 1993. Panduan Praktikum Geologi Struktur. Jurusan Teknik


Geologi, Fakultas Teknik Mineral, Universitas Pembangunan Nasional
"Veteran" Yogyakarta. tidak dipublikasikan.

Putra, D. C., & Pandita, H. (2015). Identifikasi Sesar Kali Ngalang Di Dusun
Karangayar, Desa Ngalang, Kecamatan Gedang Sari, Kabupaten Gunung
Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. ReTII.

Surono, dkk. 1992. Peta Geologi Regional lembar Surakarta-Giritontro


Surono, S. (2009). Litostratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Timur Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Jurnal Geologi dan Sumberdaya
Mineral, 19(3), 209-221.
Toha, B., Purtyasti, R.D., Sriyono, Soetoto, Rahardjo, W., Pramumijoyo, S.,
Geologi Daerah Pegunungan Selatan: Suatu Kontribusi. Proceedings
Geologi dan Geotektonik Pulau Jawa. Yogyakarta: NAFIRI, 1992.
UGM, J. T. G. F. Tinjauan Geomorfologi Pegunungan Selatan DIY/Jawa
Tengah: telaah peran faktor endogenik dan eksogenik dalam proses
pembentukan pegunungan.

28

Anda mungkin juga menyukai