PENDAHULUAN
1
geolgi yang kemudian dilakukan pengolahan data di studio guna mengetahu kinematika
sesar berikut gaya yang paling besar yang mempengaruhi sesar lainnya pada daerah
penelitian.
Pengambilan data lapangan di fokuskan pada jalur lintasan sungai, karena banyak
terdapat singkapan batuan yang sifatnya masih segar dan terlihat juga kenampakan
strukur geologi yang menarik. Jarak dari kampus ke Daerah penelitian + 35,6 km dan
dapat ditempuh dengan kendaraan darat sekitar 1,5 jam.
Gambar I.2 Peta Daerah penelitian dan sekitarnya berdasarkan Peta Geologi Regional
Lembar Surakarta-Giritontro (Surono, dkk., 1992).
2
1.6 Personalia Penyusun
Nama Lengkap : Makruf Nur Hanafi
Tempat Tanggal Lahir : Klaten, 23 September 1999
Jenis Kelamin : Laki - Laki
NIM : 410017053
Alamat : Jl. Babarsari 13/4, Depok, Sleman, Yogyakarta
Perguruan Tinggi : Institut Teknologi Nasional Yogyakarta
Program Studi : Teknik Geologi
No Hp : 082325193631
Email : makrufnh@gmail.com
Dosen Pembimbing : Rizqi Muhammad Mahbub, S.T., M.T
3
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
Gambar II.1 Perkembangan Zona Tunjaman Indonesia Bagian Barat (Katili, 1989 dalam
Bachri, 2014)
4
II.2 Fisiografi Regional
Pulau Jawa mempunyai fisiografi yang khas dimana kondisi geologi menjadi
kontrol utama seperti litologi, struktur geologi dan gejala geologi lainnya yang
menyebabkan bentukan fisiografi khas dari setiap zonanya. Van Bemmelen (1949)
membagi fisiografi Jawa bagian timur dibagi menjadi 7 zona fisiografi yaitu Zona
Pegunungan Selatan, Busur Vulkanik Kuarter, Zona Pusat Depresi Jawa, Zona Kendeng,
Zona Randublatung, Zona Rembang, Dataran Aluvial Utara Jawa. Daerah penelitian
terletak pada zona pegunungan selatan.
II.2 Peta Fisiografi Pulau Jawa (dimodifikasi dari van Bemmelen; dalam Hartono,
2010).
5
pada bagian bawah Formasi Kebo. Struktur sedimen yang ditemukan berupa perlapisan
normal, perarian sejajar, perarian bergelombang, permukaan erosi, dan slump(Toha, dkk.,
1994).
Struktur utama di Pulau Jawa dapat dibagi menjadi empat arah utama, yakni arah
timur laut-barat daya disebut Pola Meratus, arah utara-selatan dikenal dengan Pola
Sunda, arah timur-barat dinamai Pola Jawa; dan arah barat laut-tenggara disebut Pola
Sumatra (Pulunggono dan Martodjojo, 1994; Satyana, 2007)(Gambar 3.3). Pola
Meratus dominan di kawasan lepas pantai utara, yang ditunjukkan oleh adanya beberapa
tinggian (Guntoro, 1996); pola Sunda umum terdapat di lepas pantai utara Jawa Barat
dan di daratan bagian barat wilayah Jawa Barat; dan pola Jawa merupakan pola yang
mendominasi daratan Pulau Jawa, baik sesar maupun lipatannya. Jawa bagian timur
(termasuk Daerah Pegunungan Selatan) merupakan tempat perpotongan dua struktur
utama, yakni antara struktur arah Meratus (Pola Meratus) yang berarah timur laut-barat
daya dan struktur arah Pola Jawa yang berarah timur- barat (Pertamina-BPPKA, 1996;
Sribudiyani drr., 2003, dan juga disebut Pola Sakala oleh Sribudiyani drr. (2003). Gambar
3.4 menunjukkan arah pola-pola tersebut.
Struktur geologi dengan Pola Meratus dengan arah timurlaut – baratdaya yang
berumur Kapur hingga Paleosen merupakan pola paling tua di Pulau Jawa. Sesar sesar
6
dengan pola Meratus di Pulau Jawa umumnya teraktifkan kembali pada umur-umur
yang lebih muda. Kelurusan yang ada pada Zona Pegunungan Selatan dengan pola
Meratus antara, yaitu kelurusan Sungai Opak dan Bengawan Solo yang mencapai
panjang lebih dari 30 km (Toha, dkk., 1994).
II.4 Tiga arah pola struktur (kelurusan) di jawa dan sekitarnya (Pulunggono dan
Martodjojo, 1994 dalam Bachri, 2014)
II.5 Arah Pola Struktur Jawa (Modifikasi dari Sribudiyani drr, 2003 dalam
Prasetyadi, 2011)
TEORI DASAR
II.5 Kekar
Kekar adalah struktur rekahan pada batuan yang sedikit atau tidak sama sekali
memperlihatkan gejala pergeseran (Abdullah, 2003).
II.5.1 Klasifikasi Kekar
Berdasarkan genesanya, umumnya kekar terdiri dari dua jenis, yaitu shear fracture
dan extension fracture. Kekar-kekar tesebut memiliki karakteristik sudut pembentukan
yang berbeda satu dengan lainnya terhadap arah tegangan utama. Shear fracture
merupakan rekahan yang bidang-bidangnya terbentuk akibat adanya kecenderungan
untuk saling bergeser. Sedangkan extension fracture merupakan rekahan yang bidang-
bidangnya terbentuk akibat adanya kecenderungan untuk saling menarik/merenggang.
Extension fracture dapat dibagi menjadi dua yaitu tension fracture atau gash fracture
7
yang bidang rekahnya searah dengan arah tegangan utama dan release fracture yang
bidang rekahnya tegak lurus terhadap arah tegangan utama ( Akrom, 2019).
Gambar II.6 Shear fracture (foto diambil di LP 7 lensa kamera berarah barat pada
koordinat 460513, 9136207).
Gambar II.7 Tension fracture (foto diambil di LP 7 lensa kamera berarah barat daya pada
koordinat 460513, 9136207).
II.6 Sesar
Sesar adalah rekahan pada batuan yang memperlihatkan gejala pergeseran.
Berdasarkan cara terjadinya, sesar dapat dibedakan menjadi sesar mendatar (lateral
fault); sesar normal (normal fault) dan sesar naik (reverse fault)(Abdullah, 2003).
Berikut adalah istilah yang sering digunakan dalam analisis sesar secara grafis
antara lain:
1. Bidang sesar (fault plane) adalah suatu bidang sepanjang rekahan dalam batuan
yang tergeserkan.
2. Jurus sesar (strike) adalah arah dari suatu garis horizontal yang merupakan
perpotongan antara bidang sesar dengan bidang horizontal.
3. Kemiringan sesar (dip) adalah sudut antara bidang sesar dengan bidang horizontal
dan diukur tegak lurus jurus sesar.
8
4. Atap sesar (hanging wall) adalah blok yang terletak diatas bidang sesar apabila
bidang sesamya tidak vertikal.
5. Kaki sesar (Foot wall) adalah blok yang terletak dibawah bidang sesar.
6. Hade adalah sudut antara garis vertikal dengan bidang sesar dan merupakan
penyiku dari dip sesar
7. Heave adalah komponen horizontal dari slip/separation, diukur pada bidang
vertikal yang tegak lurus jurus sesar.
8. Throw adalah komponen vertikal dari slip / separation,diukur pada bidang vertikal
yang tegak turus jurus sesar.
9. Slickensides yaitu kenampakan pada permukaan sesar yang memperlihatkan
pertumbuhan mineral fibrous yang sejajar terhadap arah pergerakan.
10
Gambar II.11 Model simple shear (Harding, 1980 dalam Bari, 2020)
Gambar II.12 Pemodelan Simple Shear (Riedel, 1929 dalam Luqman, 2019).
11
BAB III
METODE PENELITIAN
III. 1 Metode Penelitian
Penelitian diawali dengan pengumpulan data sekunder berupa studi
pustaka yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu dan pembuatan peta
dasar, yang kemudian di lanjutkan dengan pengumpulan data primer meliputi
proses pengukuran data stratigrafi, dan data struktur geologi dilapangan dan
dilanjutkan kepada pengolahan data sehingga dapat mengetahui arah stress
utama, arah sesar, jenis sesar yang di hasilkan, dan umur deformasi yang
terbentuk berdasarkan umur batuan yang di potong oleh struktur geologi.
Penelitian ini banyak memakai konsep dan klasifikasi yang akan
banyak membantu dalam penentuan, tetapi pada penetapannya akan
disesuaikan dengan data yang diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan dan
hasil pengolahan data, untuk beberapa kasus dimana hanya di temukan data
berupa kekar yakni shear fracture maka data tersebut di analisis menggunakan
kinematika sesar untuk mengetahui jenis deformasi yang terbentuk pada tempat
penelitian. Kinematika sesar dapat digunakan pada data kekar berupa shear
fracture disebabkan gaya yang terbentuk saat di analisis tidak terletak pada satu
bidang yang sama, berbeda dengan extension fracture dimana gaya yang
ditemukan saat analisis yakni berada pada satu bidang yang sama. Pelaksanaan
penelitian dilakukan dalam suatu sistem alur penelitian yang meliputi mulai
sampai pembuatan peta dan laporan geologi (Gambar 3.1).
12
1. Tahap 1
Tahap 1 meliputi input yang terdiri dari data sekunder berupa studi
pustaka yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu dan pembuatan peta
dasar yang bertujuan mengetahui kondisi geologi daerah penelitian secara umum.
2. Tahap 2
Tahap 2 berupa pengambilan data primer yaitu pengukuran data stratigrafi
dan data struktur geologi pada daerah penelitian.
3. Tahap Pengolahan Data
Data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan menggunakan software
Dips 6.0 yang mana akan diketahui arah kompresi dan jenis sesar pada daerah
penelitian. Setelah dilakukan pengolahan data, data tersebut akan diuji kelayakan
apakah data tersebut layak untuk dilanjutkan pembuatan peta struktur geologi dan
laporan geologi, jika tidak layak dilakukan pengumpulan data kembali.
4. Tahap Pembuatan Peta Struktur Geologi dan Laporan Geologi
Dari data yang telah diolah kemudian disusun secara sistematik dalam
bentuk peta struktur geologi dan laporan geologi.
5. Seminar Geologi
Seminar dilakukan untuk menyebarkan informasi mengenai daerah yang
telah di teliti kepada masyarakat.
13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
14
IV.2 Analisis Kinematika Kekar
1. LP 1
Pada LP 1 memiliki litologi Tuf dengan kedudukan N 78° E/ 29°.
Kehadiran kekar tidak begitu intensif dilakukan pengambilan data kekar pada
lokasi pengamatan sebanyak 14 data kekar. Berdasarkan hasil analisis pada LP 1
diketahui :
σ1 : 16°, N 125° E
σ2 : 73°, N 307° E
σ3 : 1°, N 251° E
2. LP 2
Pada LP 2 memiliki litologi perselingan Tuf berkontak dengan Breksi
dengan kedudukan N 80° E/ 26°. Kehadiran kekar tidak begitu intensif dikakukan
pengambilan data kekar pada lokasi pengamatan sebanyak 14 data kekar.
Berdasarkan hasil analisis pada LP 2 diketahui :
σ1 : 27°, N 306° E
σ2 : 44° , N 67° E
σ3 : 31°, N 197° E
15
IV.4 Lokasi Pengamatan 2 (Pada koordinat 460642, 9136849)
3. LP 3
Pada LP 3 memiliki litologi diorit dengan Kehadiran kekar tidak begitu
intensif dilakukan pengambilan data kekar pada lokasi pengamatan sebanyak 14
data kekar. Berdasarkan hasil analisis pada LP 3 diketahui :
σ1 : 45°, N 278° E
σ2 : 42° , N 119° E
σ3 : 9°, N 19° E
16
Gambar IV.7 Analisis Kinematika Kekar LP 3
4. LP 6
Pada LP 6 memiliki litologi perselingan Tuf dengan batupasir dengan
kedudukan N 81 E/ 33. Kehadiran kekar begitu intensif dilakukan pengambilan
data kekar pada lokasi pengamatan sebanyak 16 data kekar. Berdasarkan hasil
analisis pada LP 6 diketahui :
σ1 : 3°, N 27° E
σ2 : 79° , N 270° E
σ3 : 9°, N 118° E
17
5. LP 7
Pada LP 7 memiliki litologi perselingan Batupasir dengan Tuf dengan
kedudukan N 80° E/ 25°. Kehadiran kekar tidak begitu intensif . Berdasarkan hasil
analisis pada LP 7 diketahui bahwa :
σ1 : 36°, N 228° E
σ2 : 54° , N 38° E
σ3 : 4°, N 134° E
6. LP 9
Pada LP 9 memiliki litologi Batupasir dengan kedudukan N 110° E/ 30°.
Kehadiran kekar tidak begitu intensif . Berdsarkan hasil analisis pada LP 9
diketahui bahwa :
σ1 : 52°, N 242° E
σ2 : 38°, N 64° E
σ3 : 2°, N 333° E
18
Gambar IV.12 Lokasi Pengamatan 9 (Pada Koordinat 460346, 9136288)
7. LP 10
Pada LP 10 memiliki litologi Batupasir dengan kedudukan N 108° E/ 24°.
Kehadiran kekar tidak begitu intensif . Berdsarkan hasil analisis pada LP 10
diketahui bahwa :
σ1 : 28°, N 358° E
σ2 : 65° , N 170° E
σ3 : 2°, N 266° E
19
Gambar IV.15 Analisis Kinematika Kekar LP 10
8. LP 11
Pada LP 11 memiliki litologi batupasir dengan kedudukan N 89° E/ 25°.
Kehadiran kekar tidak begitu intensif . Berdsarkan hasil analisis pada LP 11
diketahui bahwa:
σ1 : 17°, N 141° E
σ2 : 56° , N 23° E
σ3 : 27°, N 240° E
20
9. LP 12
21
IV.3 Analisis Kinematika Sesar
1. LP 4
Pada LP 4 memiliki litologi Tuf dan berkontak secara tidak selaras dengan
intrusi diorit (Nonconformity) dengan kedudukan N 72° E/ 22°. Kehadiran kekar
tidak begitu intensif ilakukan pengambilan data kekar pada lokasi pengamatan
sebanyak 14 data kekar dan data kelurusan sungai sebesar 327° yang diasumsikan
sebagai zona sesar, yang kemudian di analisis dan diketahui pada LP 4 memiliki:
Pitch :29°
Net Slip : N 125° E, 29°
Bidang Sesar: : N 327° E, 25°
σ1 : 20°, N 254° E
σ2 : 4° , N 64° E
σ3 : 41°, N 146° E
Jenis Sesar : Normal Right Slip Fault (Rickard, 1972)
Gambar IV.20 Intrusi Diorit (Foto Diambil di LP 4 lensa kamera berarah barat
dan barat daya pada koordinat 460698, 9136535)
22
2. LP 5
Pada LP 5 memiliki litologi perselingan Tuf dan Batupasir dengan
kedudukan N 82° E/ 26°. Kehadiran kekar begitu intensif ilakukan pengambilan
data kekar pada lokasi pengamatan sebanyak 14 data kekar dan data kelurusan
sungai sebesar 46° yang diasumsikan sebagai zona sesar. Berdasarkan hasil
analisis pada LP 5 diketahui :
Pitch :2°
Net Slip : N 43° E, 2°
Bidang Sesar : N 46° E, 44°
σ1 : 44°, N 125° E
σ2 : 46° , N 311° E
σ3 : 3°, N 218° E
Jenis Sesar : Left Slip Fault (Rickard, 1972)
23
3. LP 8
Pada LP 8 memiliki litologi Tuf dengan kedudukan N 89° E/29°.
Kehadiran kekar tidak begitu intensif . dilakukan pengambilan data kekar pada
lokasi pengamatan sebanyak 14 data kekar dan data kelurusan sungai sebesar 45°
yang diasumsikan sebagai zona sesar, yang kemudian di analisis dan diketahui
pada LP 8 memiliki:
Pitch :5°
Net Slip : N 40° E, 5°
Bidang Sesar : N 45° E, 45°
σ1 : 45°, N 111° E
σ2 : 44° , N 305° E
σ3 : 7°, N 208° E
Jenis Sesar : Left Slip Fault (Rickard, 1972)
24
IV.4 Korelasi dan Rekonstruksi Peta Struktur Geologi
Gaya utama arah utara-selatan menghasilkan sesar mendatar dengan
pergerakan mengkiri pada daerah penelitian. Bidang sesar utama memiliki arah
dan kemiringan N 45o E / 45o dengan besaran pitch yang didapat 5° dan net slip N
40° E. Pergerakan mengkiri tersebut menghasilkan objek di antara dua sesar
kemudian mengalami proses coaxial sehingga menghadirkan sistem simple shear.
Sesar utama tersebut berkorelasi dengan sesar ikutan yaitu Sesar Sintetik (LP 5)
Seiring berjalannya waktu proses deformasi yang semakin intensif akan
membentuk Sesar Antitetik (LP 4) seperti yang terlihat pada peta rekonstruksi
struktur geologi daerah penelitian (Gambar 4.26).
25
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Dari Penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu:
1. Sesar utama memiliki arah Timur Laut-Barat Daya memiliki korelasi dengan
sesar lainya yang ada di daerah penelitian.
2. Jenis sesar yang di temukan di lapangan berupa Normal Right Slip Fault
(Antitetik fault) dan Left Slip Fault (Sintetik fault)
3. Dari hasil penelitian diketahui bahwa arah tegangan utama sesar yang
terbentuk pada daerah penelitian sama dengan arah tegangan utama pulau
jawa berarah utara-selatan.
V.II Saran
Saran yang perlu disampaikan dalam penelitian ini yaitu:
Untuk penelitian selanjutnya di lakukan analis di batuan yang lebih muda
untuk mengetahui apakah pola yang berkembang di batuan yang lebih tua
memiliki korelasi pola struktur geologi dengan batuan yang lebih muda.
26
DAFTAR PUSTAKA
Aprilia, F., Indrawan, I. G. B., & Adriansyah, Y. (2014). Analisis tipe longsor dan
kestabilan lereng berdasarkan orientasi struktur geologi di dinding utara
tambang batu hijau, Sumbawa Barat. In Proceedings Seminar Nasional
Kebumian ke-7 dan Simposium Pendidikan Geologi Nasional Jurusan
Teknik Geologi Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta (Vol. 1, pp. 149-162).
Bari, A., Rosana, M. F., & Haryanto, I. (2020). Kontrol Struktur Geologi Pada
Alterasi Dan Mineralisasi Di Daerah Cibaliung, Kabupaten Pandeglang,
Provinsi Banten. Buletin Sumber Daya Geologi, 15(2), 73-87.
Hartono, G., 2010a, Peran Paleovolkanisme dalam Tataan Produk Batuan Gunung
Api Tersier di Gunung Gajahmungkur, Wonogiri, JawaTengah, Disertasi,
UNPAD, Bandung, 335 h. (Tidak dipublikasikan)
Luqman, F., Haryanto, I., Firmansyah, Y., Gani, R. M. G., & Indriyanto, Y.
(2019). Tektonostratigrafi Berdasarkan Analisis Seismik 2d Pada Sub
Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera Selatan. Geoscience Journal, 3(1),
18-28.
McClay, K. R. (2013). The mapping of geological structures. John Wiley & Sons.
Prasetyadi, C., Sudarno, I., Indranadi, V. B., & Surono, S. (2011). Pola Dan
Genesa Struktur Geologi Pegunungan Selatan, Provinsi Daerah Istimewa
27
Yogyakarta Dan Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Geologi dan Sumberdaya
Mineral, 21(2), 91-107.
Putra, D. C., & Pandita, H. (2015). Identifikasi Sesar Kali Ngalang Di Dusun
Karangayar, Desa Ngalang, Kecamatan Gedang Sari, Kabupaten Gunung
Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. ReTII.
28