Anda di halaman 1dari 3

Nama : Ni Ketut Ayu Putri Premayanti

No : 28
Kelas : XI MIPA 3

A. Buatlah analisis lengkap bagaimana


hasil belajar kalian mengenai peran kaum perempuan pasca Sumpah Pemuda II.
B. Analisislah bagaimana bentuk aktivitas politik pemuda setelah ikrar sumpah pemuda
dikumandangkan.
C. Bagaimana hubungan antara bentuk perjuangan revolusioner pemuda dengan proses
terbentuknya jati diri keindonesiaan? Jelaskan.

Jawab :
A. Tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia yang diperingati
setiap tahun pada tanggal 28 Oktober. Sumpah Pemuda lahir dari Kongres Pemuda II
yang digelar di Jakarta pada 27 - 28 Oktober 1928. Dalam Kongres Sumpah Pemuda
II, ada sekitar 700-an pemuda hadir di Gedung Indonesische Club-gebouw atau
Gedung Kramat 106, yang saat ini menjadi Museum Sumpah Pemuda. Meski
demikian, hanya 82 orang saja yang tercatat sebagai peserta kongres. Menurut buku
Panduan Museum Sumpah Pemuda, dari 82 orang tersebut, sebanyak enam orang
adalah perempuan. Mereka adalah Dien Pantow, Emma Poeradiredjo, Jo Tumbuan,
Nona Tumbel, Poernamawoelan, dan Siti Soendari. Hanya tiga yang berpidato dalam
kongres tersebut, yaitu Emma Poeradiredja, Poernamawoelan, dan Siti Soendari.
Berdasarkan buku Peranan Gedung Kramat Raya 106 dalam Melahirkan Sumpah
Pemuda yang ditulis Mardanas Safwan, disebutkan bahwa Emma dan Siti berpidato
pada sidang di hari pertama yakni, 27 Oktober. Ketika itu, Siti berpidato dalam
Bahasa Belanda. Pidato itu kemudian diterjemahkan oleh Sekretaris Kongres Pemuda
II, Muhammad Yamin. Dalam pidatonya, Siti menanamkan bahwa rasa cinta Tanah
Air, terutama pada perempuan harus ditanamkan sejak kecil, bukan hanya untuk pria
saja. Adapun Emma Poeradiredja yang merupakan Ketua Cabang Bandung Jong
Islamieten Bond, dalam pidatonya menganjurkan kepada para perempuan untuk tidak
hanya terlibat dalam pembicaraan soal pergerakan saja, tetapi juga disertai dengan
perbuatan.

1. Siti Soendari
Siti Soendari adalah adik bungsu dari dr.Soetomo, pendiri Budi Utomo yang
merupakan organisasi pergerakan pertama di Indonesia. Di masanya, Siti bukan
hanya perempuan biasa, Siti adalah perempuan Indonesia kedua yang berhasil
menyandang gelar Meester in de Rechten (MR atau Sarjana Hukum) dari
Universitas Leiden di Belanda. Mengutip buku Siti Soendari: Adik Bungsu dr.
Soetomo, Siti bersama Maria Ulfah Santoso adalah perempuan-perempuan
pertama yang berasal dari kalangan elite Jawa yang dapat kesempatan melepaskan
diri dari kekangan adat. Meski berpendidikan tinggi dan pernah menjadi Direktur
Bank, Siti lebih suka menjadi ibu. Ia dengan sabar membimbing anak-anaknya
dalam membuat pekerjaan rumah dan menyesuaikan diri dengan kehidupan di
Belanda.
2. Emma Poeradiredja
Emma Poeradiredja termasuk perempuan pertama yang melanjutkan sekolah ke
Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Saat masih duduk di kelas satu
MULO, Emma sudah menjadi anggota Bond Inlandsche Studeerenden. Setelah
lulus pada 1921, Emma diterima bekerja di Staatspoor en tramwegen (SS) yang
sekarang bernama PT. Kereta Api Indonesia (KAI). Sambil bekerja, ia tetap aktif
dalam pergerakan, seperti Kongres Pemuda Indonesia dan organisasi Jong
Islamieten Bond. Emma juga adalah pendiri Pasundan Istri (PASI) yang bertujuan
untuk menampung aspirasi kaum perempuan pada 1930. Ia menjabat sebagai
Ketua Umum dan Penasihat Organisasi sampai akhir hayatnya. Emma meninggal
pada 19 April 1976. Pada masa setelah kemerdekaan Indonesia, Emma pernah
menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung dan anggota DPR/MPR.

B. Pada tahun 1931 secara resmi telah berdiri organisasi pemuda hasil fusi yang bernama
Indonesia Muda. Mereka para anggota penuh semangat untuk memperjuangakan
Indonesia Bersatu, Indonesia yang merdeka. Pada mulanya perkumpulan Indonesia
Muda tidak diperbolehkan terlibat dalam politik. Tekanan pemerintah terhadap
larangan berpolitik mendorong anggota Indonesia Muda untuk mendirikan
perkumpulan lain, bahkan tersebar di berbagai organisasi politik atau golongan yang
ada. Pada 1931, orang-orang PNI Baru di Malang mendirikan Suluh Pemuda
Indonesia yang bercorak Marhaen. Partindo di Yogyakarta mendirikan Persatuan
Pemuda Rakyat Indonesia (Perpri). Dari perkumpulan Islam misalnya, berdiri JIB
bagian keputrian, Pemuda Muslim Indonesia, Pemuda Muhammadiyah, Pemuda
Perserikatan Ulama, Pemuda Persatuan Islam, dan Anshor NU. Dari pemuda Kristen
misalnya, lahir Persatuan Pergerakan Pemuda Kristen, sementara pemuda Katholik
melahirkan Mudo Katholik dari partai politik Suluh Pemuda Indonesia, barisan
Pemuda Gerindo, Jajasan Obor Pasundan. Perkumpulan lainnya seperti, Taman
Siswa, Persatuan Pemuda Teknik, Persatuan Putri Cirebon Kebangunan Sulawesi, dan
Minangkabau. Di dalam organisasi ini para pemuda dapat bersentuhan dengan
kegiatan politik sesuai dengan dinamika organisasi induknya. Dalam gerakannya para
pemuda juga melakukan kegiatan kepanduan. Kepanduan itu berasal dari kepanduan
Jong Java, Pemuda Sumatera, dan organisasi pemuda lainnya. Di samping itu juga
berdiri kepanduan berdasarkan kebangsaan dan keagamaan, seperti Natipy, Hizbul
Wathon, Siap, dan Kepanduan Rakyat Indonesia. Kepanduan itu mengambil azas dari
kepanduan dunia, yang berisi tentang memberikan pelajaran dalam bentuk segala
permainan dan kecakapan pandu, untuk meningkatkan kesehatan para pemuda. Dalam
kegiatan kepanduan ini para pemuda dengan payung kegiatan kesehatan bisa
dikaitkan dengan pembinaan disiplin seperti baris-berbaris. Dari kegiatan ini dapat
ditumbuhkan semangat termasuk kemudian semangat patriotisme dan nasionalisme,
atau cinta tanah air seperti yang dikembangkan di lingkungan Hizbul Wathon.

C. Keterlibatan pemuda dalam revolusi membuat perjuangan rakyat menjadi bergairah


dan bergelora. Peran pemuda dan keikutsertaannya menyuarakan percepatan
kemerdekaan dengan berbagai gerakan yang dibangun. Tiap-tiap kelompok diwakili
Chaerul Saleh, Wikana dan Darwis. Terbentuknya aliansi itu lalu memicu
pembentukan Aliansi Pemuda Indonesia (API) di berbagai penjuru negeri terutama di
Pulau Jawa. Dan dari kelompok ini pula letupan pertempuran mula-mula digelorakan
menjelang kemerdekaan. Setelah itu menyusul Kongres Pemuda yang
diselenggarakan di Bandung pada 16 hingga 18 Mei 1945. Kongres itu menghasilkan
dua resolusi yaitu seluruh golongan muda harus disatukan dan disentralisasikan di
bawah pemimpin tunggal. Kedua, kemerdekaan harus diwujudkan secepat mungkin.
Kaum muda karena itu siap mengabdikan tenaga jiwa raga ke arah pengkoordinasian
seluruh upaya untuk mencapai tujuan kemerdekaan. Dengan adanya kemerdekaan, jati
diri keindonesiann yang merupakan pencerminan sikap, perilaku, dan tata nilai
rakyatnya akan semakin jelas. Jati diri yang dapat diimplementasikan dalam
kehidupan masa kini yang dapat memperkuat kepribadian dan karakter masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai