Anda di halaman 1dari 38

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Deskripsi hasil penelitian ini merupakan gambaran secara umum mengenai


variabel Debt to Equity Ratio (X1), Free Cash Flow (X2), Return On Asset (X3)
dan Net Profit Margin (X4) yang diduga memiliki pengaruh terhadap Manajemen
Laba (Y) pada Perusahaan Sektor Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Periode 2011-2019. Data yang diperoleh selama peneliti\an melalui proses
pengumpulan dan pengolahan data awal merupakan dasar bagi pengujian
hipotesis, pembahasan masalah dan penarikan kesimpulan. Pada bagian ini akan
diuraikan dan dijelaskan mengenai hasil penelitian untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh Debt to Equity Ratio (X1), Free Cash Flow (X2), Return On Asset (X3)
dan Net Profit Margin (X4) yang diduga memiliki pengaruh terhadap Manajemen
Laba (Y) pada Perusahaan Sektor Farmasi Yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Periode 2011-2019.

4.1.1 Profil Perusahaan


1. PT Darya Varia Laboratoria Tbk.
Darya-Varia Laboratoria Tbk (DVLA) didirikan tanggal 30 April 1976
dan memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1976. Kantor pusat
DVLA beralamat di South Quarter, Tower C, Lanta 18-19, Jl. R.A. Kartini
Kav. 8, Jakarta 12430 – Indonesia dan pabrik berada di Bogor. Induk
usaha Darya-Varia Laboratoria Tbk adalah Blue Sphere Singapore Pte Ltd
(menguasai 92,13% saham DVLA), merupakan afiliasi dari United
Laboratories Inc, perusahaan farmasi di Filipina. Berdasarkan Anggaran
Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan DVLA adalah bergerak dalam
bidang , perdagangan, jasa dan distribusi produk-produk farmasi, produk-
produk kimia yang berhubungan dengan farmasi, dan perawatan
kesehatan. Kegiatan utama DVLA adalah menjalankan usaha ,

63
64

perdagangan dan jasa atas produk-produk farmasi. Merek-merek yang


dimiliki oleh Darya-Varia, antara lain: Natur-E, Enervon-C, Decolgen,
Neozep, Cetapain, Paracetamol Infuse, dan Prodiva. Pada tanggal 12
Oktober 1994, DVLA memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK
untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham DVLA (IPO) kepada
masyarakat sebanyak 10.000.000 dengan nilai nominal Rp1.000,- per
saham dengan harga penawaran Rp6.200,- per saham. Saham-saham
tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 11
Nopember 1994.
2. PT Kimia Farma Tbk.
Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF) didirikan tanggal 16 Agustus 1971.
Kantor pusat KAEF beralamat di Jln. Veteran No. 9, Jakarta 10110 dan
unit produksi berlokasi di Jakarta, Bandung, Semarang, Watudakon
(Mojokerto), dan Tanjung Morawa – Medan. Kimia Farma mulai
beroperasi secara komersial sejak tahun 1817 yang pada saat itu bergerak
dalam bidang distribusi obat dan bahan baku obat. Pada tahun 1958, pada
saat Pemerintah Indonesia menasionalisasikan semua Perusahaan Belanda,
status KAEF tersebut diubah menjadi beberapa Perusahaan Negara (PN).
Pada tahun 1969, beberapa Perusahaan Negara (PN) tersebut diubah
menjadi satu Perusahaan yaitu Perusahaan Negara Farmasi dan Alat
Kesehatan Bhinneka Kimia Farma disingkat PN Farmasi Kimia Farma.
Pada tahun 1971, berdasarkan Peraturan Pemerintah status Perusahaan
Negara tersebut diubah menjadi Persero dengan nama PT Kimia Farma
(Persero). Pemegang saham pengendali Kimia Farma (Persero) Tbk adalah
Pemerintah Republik Indonesia, dengan memiliki 1 Saham Preferen
(Saham Seri A Dwiwarna) dan 90,02% di saham Seri B. Berdasarkan
Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan KAEF adalah
menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi khususnya bidang
industri kimia, farmasi, biologi, kesehatan, industri makanan/minuman dan
apotik. Saat ini, Kimia Farma telah memproduksi sebanyak 361 jenis obat
yang terdiri dari beberapa kategori produk, yaitu obat generik, produk
65

kesehatan konsumen (Over The Counter (OTC), obat herbal dan


komestik), produk etikal, antiretroviral, narkotika, kontrasepsi, dan bahan
baku. Pada tanggal 14 Juni 2001, KAEF memperoleh pernyataan efektif
dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham
KAEF (IPO) kepada masyarakat sebanyak 500.000.000 saham seri B
dengan nilai nominal Rp100,- per saham dengan harga penawaran Rp200,-
per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia
(BEI) pada tanggal 04 Juli 2001.
3. PT Kalbe Farma Tbk.
Kalbe Farma Tbk (KLBF) didirikan tanggal 10 September 1966 dan
memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1966. Kantor pusat
Kalbe berdomisili di Gedung KALBE, Jl. Let. Jend. Suprapto Kav. 4,
Cempaka Putih, Jakarta 10510, sedangkan fasilitas pabriknya berlokasi di
Kawasan Industri Delta Silicon, Jl. M.H. Thamrin, Blok A3-1, Lippo
Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Pemegang saham yang memiliki 5% atau
lebih saham Kalbe Farma Tbk, antara lain: PT Gira Sole Prima (10.17%),
PT Santa Seha Sanadi (9.71%), PT Diptanala Bahana (9.49%), PT Lucasta
Murni Cemerlang (9.47%), PT Ladang Ira Panen (9.21%) dan PT Bina
Arta Charisma (8.61%). Semua pemegang saham ini merupakan
pemegang saham pengendali dan memiliki alamat yang sama yakni, di Jl.
Let.Jend. Suprapto Kav. 4, Jakarta 10510. erdasarkan Anggaran Dasar
Perusahaan, ruang lingkup kegiatan KLBF meliputi, antara lain usaha
dalam bidang farmasi, perdagangan dan perwakilan. Saat ini, KLBF
terutama bergerak dalam bidang pengembangan, pembuatan dan
perdagangan sediaan farmasi, produk obat-obatan, nutrisi, suplemen,
makanan dan minuman kesehatan hingga alat-alat kesehatan termasuk
pelayanan kesehatan primer. Produk-produk unggulan yang dimiliki oleh
Kalbe, diantaranya obat resep (Brainact, Cefspan, Mycoral, Cernevit,
Cravit, Neuralgin, Broadced, Neurotam, Hemapo, dan CPG), produk
kesehatan (Promag, Mixagrip, Extra Joss, Komix, Woods, Entrostop,
Procold, Fatigon, Hydro Coco, dan Original Love Juice), produk nutrisi
66

mulai dari bayi hingga usia senja, serta konsumen dengan kebutuhan
khusus (Morinaga Chil Kid, Morinaga Chil School, Morinaga Chil Mil,
Morinaga BMT, Prenagen, Milna, Diabetasol Zee, Fitbar, Entrasol,
Nutrive Benecol dan Diva). Kalbe memiliki anak usaha yang juga tercatat
di Bursa Efek Indonesia, yakni Enseval Putera Megatrading Tbk (EPMT).
Pada tahun 1991, KLBF memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK
untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham (IPO) KLBF kepada
masyarakat sebanyak 10.000.000 dengan nilai nominal Rp1.000,- per
saham dengan harga penawaran Rp7.800,- per saham. Saham-saham
tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 30 Juli
1991.
4. PT Merck Tbk.
Merck Tbk (dahulu PT Merck Indonesia Tbk) (MERCK) didirikan 14
Oktober 1970 dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1974.
Kantor pusat Merck berlokasi di Jl. T.B. Simatupang No. 8, Pasar Rebo,
Jakarta Timur 13760 – Indonesia. Pemegang saham yang memiliki 5%
atau lebih saham Merck Tbk, antara lain: Merck Holding GmbH, Jerman
(pengendali) (73,99%) dan Emedia Export company mbH, Jerman
(12,66%). Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup
kegiatan MERK adalah bergerak dalam bidang industri, perdagangan, jasa
konsultasi manajemen, jasa penyewaan kantor/properti dan layanan yang
terkait dengan kegiatan usaha. Kegiatan utama Merck saat ini adalah
memasarkan produk-produk obat tanpa resep dan obat peresepan; produk
terapi yang berhubungan dengan kesuburan, diabetes, neurologis dan
kardiologis; serta menawarkan berbagai instrumen kimia dan produk kimia
yang mutakhir untuk bio-riset, bio-produksi dan segmen-segmen terkait.
Merek utama yang dipasarkan Merck adalah Sangobion dan Neurobion.
Pada tanggal 23 Juni 1981, MERK memperoleh pernyataan efektif dari
Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham MERK
(IPO) kepada masyarakat sebanyak 1.680.000 dengan nilai nominal
Rp1.000,- per saham dengan harga penawaran Rp1.900,- per saham.
67

Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada


tanggal 23 Juli 1981.
5. PT Pyridam Farma Tbk.
Pyridam Farma Tbk (PYFA) didirikan dengan nama PT Pyridam pada
tanggal 27 Nopember 1977 dan memulai kegiatan usaha komersialnya
pada tahun 1977. Kantor pusat PYFA terletak di Ruko Villa Kebon Jeruk
Blok F3, Jl. Raya Kebon Jeruk, Jakarta 11530 dan pabrik berlokasi di
Desa Cibodas, Pacet, Cianjur, Jawa Barat. Pemegang saham yang
memiliki 5% atau lebih saham Pyridam Farma Tbk, antara lain: PT
Pyridam Internasional (53,85%), Sarkri Kosasih, IR (11,54%) dan Rani
Tjandra (11,54%). Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang
lingkup kegiatan PYFA meliputi industri obat-obatan, plastik, alat-alat
kesehatan, dan industri kimia lainnya, serta melakukan perdagangan,
termasuk impor, ekspor dan antar pulau, dan bertindak selaku agen, grosir,
distributor dan penyalur dari segala macam barang. Kegiatan usaha
Pyridam Farma meliputi produksi dan pengembangan obat-obatan
(farmasi) serta perdagangan alat-alat kesehatan. Pada tanggal 27
September 2001, PYFA memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK
untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham PYFA (IPO) kepada
masyarakat sebanyak 120.000.000 dengan nilai nominal Rp100,- per
saham dengan harga penawaran Rp105,- per saham dan disertai Waran
Seri I sebanyak 60.000.000. Saham dan Waran Seri I tersebut dicatatkan
pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 16 Oktober 2001.
6. PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk.
Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk (SQBB atau SQBI (saham
preferen)) didirikan tanggal 08 Juli 1970 dengan nama PT Squibb
Indonesia dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1972. Kantor
pusat SQBB atau SQBI terletak di Wisma Tamara, Lt. 10, JI. Jenderal
Sudirman Kav. 24, Jakarta 12920 sedangkan pabrik berlokasi di JI. Raya
Bogor Km. 38, Cilangkap Depok – 16958. Pemegang saham yang
memiliki 5% atau lebih saham Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk
68

adalah Taisho Pharmaceutical Co.,Ltd. (90,51% saham biasa) dan Taisho


Pharmaceutical Co.,Ltd. (7,46% saham preferen). Berdasarkan Anggaran
Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan SQBB atau SQBI adalah
mengembangkan, mendaftarkan, memproses, memproduksi dan menjual
produk kimia, farmasi dan kesehatan. Saat ini, kegiatan utama Taisho
adalah adalah bergerak di bidang farmasi yaitu pabrikan obat-obatan Over-
the-Counter (“OTC”) (merek Counterpain dan Tempra) dan Etikal (merek
Kenacort, Dramamine, Kenalog, Myco-Z ointment, dan Mycostatin). Pada
tahun 1983, SQBI memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk
melakukan Penawaran Umum Perdana Saham SQBI (IPO) kepada
masyarakat sebanyak 972.000 dengan nilai nominal Rp1.000,- per saham
dengan harga penawaran Rp1.050,- per saham. Saham-saham tersebut
dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 29 Maret 1983.
7. PT Tempo Scan Pacific Tbk.
Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC) didirikan di Indonesia tanggal 20 Mei
1970 dengan nama PT Scanchemie dan memulai kegiatan komersialnya
sejak tahun 1970. Tempo Scan berkantor pusat di Tempo Scan Tower,
Lantai 16, Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 3-4, Jakarta 12950, sedangkan lokasi
pabriknya terletak di Cikarang – Jawa Barat. Pemegang saham yang
memiliki 5% saham Tempo Scan Pacific Tbk, adalah PT Bogamulia
Nagadi (induk usaha) (78,15%). Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan,
ruang lingkup kegiatan TSPC bergerak dalam bidang usaha farmasi. Saat
ini, kegiatan usaha TSPC adalah farmasi (obat-obatan), produk konsumen
dan komestika dan distribusi. Produk-produk Tempo Scan yang telah
dikenal masyarakat, diantaranya produk kesehatan (Bodrex, Hemaviton,
NEO rheumacyl, Oskadon, Ipi Vitamin, Brodexin, Contrex, Contrexyn,
Vidoran, Zevit dan Neo Hormoviton), obat resep dan rumah sakit
(Hospira, SciClone, Alif, Ericaf, Timoc, Triptagic dan Trozyn) serta
produk konsumen dan komestika (Marina, My Baby, Total Care, S.O.S
antibakterial, Claudia, Dione Kids, Tamara, Natural Honey dan Revlon).
Pada tanggal 24 Mei 1994, TSPC memperoleh pernyataan efektif dari
69

Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham TSPC


(IPO) kepada masyarakat sebanyak 17.500.000 dengan nilai nominal
Rp1.000,- per saham dengan harga penawaran Rp8.250,- per saham.
Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada
tanggal 17 Juni 1994.

4.1.2 Analisis Deskriptif

Pada bagian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai


distribusi dan perilaku data sampel yang telah ditentukan dilihat dari nilai rata-rata
(mean), minimum, maximum, dan standar deviasi yang digunakan pada masing-
masing variabel yaitu Debt to Equity Ratio, Free Cash Flow, Return On Asset,
Net Profit Margin dan Manajemen Laba. Analisis deskriptif bertujuan untuk
memberikan informasi sesuai dengan data atau fakta di lapangan yang menjadi
objek penelitian dan bukan suatu kesimpulan. Analisis deskriptif yang dilakukan
adalah perbandingan data dari perusahaan pada variabel yang diteliti dengan
menggunakan media grafik. Penjelasan kondisi di atas adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Data Deskriptif Seluruh Sampel Penelitian


Debt to Net
Return
NAMA EMITEN TAHUN Equity Free Cash Flow Profit Manajemen Laba
On Asset
Ratio Margin
2011 0,27% 6.187.561.014.061 18% 14% 8.741.746.472
2012 0,28% -6.313.968.437.607 18% 13% 357.584.115.578
2013 0,33% 4.799.734.258.361 17% 12% 992.344.716.100
2014 0,27% -5.874.906.808.927 17% 12% -250.104.261.076
KALBE FARMA 2015 0,25% 5.700.102.285.341 15% 11% -452.758.447.979
2016 0,22% -6.736.753.018.819 15% 12% 139.901.291.374
2017 0,20% 4.331.402.069.690 14% 12% 395.289.397.333
2018 0,19% -7.050.227.342.808 14% 12% -313.646.917.188
2019 0,21% 3.281.736.230.475 12% 11% 3.795.749.684
2011 0,18% 498.336.366 40% 25% 74.928.022
2012 0,37% -717.584.269 25% 15% 52.843.182
2013 0,36% 350.850.303 33% 19% 96.926.449
MERCK
2014 0,31% -43.742.569 26% 21% -107.578.559
2015 0,35% 379.212.711 22% 14% -61.165.744
2016 0,28% -241.659.752 21% 15% -15.318.423
70

2017 0,38% 263.623.791 17% 13% 14.757.493


2018 1,44% -254.543.161 9% 19% -52.632.443
2019 0,52% -13.386.154 9% 11% 289.100.684
2011 0,40% 406.935.199.524 13% 10% -21.751.208.468
2012 0,38% -423.313.644.487 14% 9% -7.078.458.886
2013 0,40% 90.169.672.500 12% 9% 185.953.265.853
2014 0,37% -1.023.399.764.587 10,36% 8% 67.914.175.507
TEMPO SCAN
2015 0,45% 334.910.880.811 8,31% 6% -256.402.787.224
PASIFIC
2016 0,42% -1.265.616.983.864 8% 6% 44.618.478.490
2017 0,46% -84.099.781.689 7% 6% -360.434.156
2018 0,45% -1.721.960.555.179 7% 5% 122.940.634.850
2019 0,45% 60.692.756.680 7% 5% -335.512.269.232
2011 0,27% 1.193.769.568.330 18% 14% 8.741.746.472
2012 0,28% -1.320.176.991.876 18% 13% 357.584.115.578
2013 0,52% 2.288.979.712.281 9% 5% -39.234.510.473
2014 0,64% -2.676.640.560.558 8% 5% -51.683.576.175
KIMIA FARMA 2015 0,67% 1.804.959.158.873 8% 5% 85.459.409.853
2016 1,03% -3.136.766.450.511 6% 5% 69.363.164.102
2017 1,37% 905.999.866.404 5% 5% 321.545.005.437
2018 1,82% -4.733.384.662.479 4% 6% 157.641.226.178
2019 1,48% 4.978.777.289.718 26% 51% 6.650.707.087
2011 0,28% 45.122.003 13% 12% 48.397.325
2012 3,61% -101.745.485 14% 14% 29.701.650
2013 3,32% 51.813.778 11% 11% 18.865.293
2014 0,31% -156.392.340 7% 7% -22.838.556
DARYA VARIA 2015 0,41% 142.547.277 8% 8% -106.272.393
2016 0,42% -203.303.379 10% 10% -35.392.139
2017 0,47% 156.286.565 10% 10% -68.488.900
2018 0,40% -395.977.637 10% 13% 154.223.035
2019 0,43% 72.533.503 10% 13% -27.785.502
2011 0,43% -943.115.610 4% 3% 3.483.985.633
2012 0,55% -65.079.230.805 4% 3% 5.756.936.452
2013 0,86% -41.371.417.976 4% 3% 12.052.572.115
2014 0,78% -57.492.689.205 2% 1% 1.188.480.630
PYRIDAM
2015 0,58% -12.540.398.845 2% 1% -12.612.805.969
FARMA
2016 0,58% -48.663.283.787 3% 2% -1.906.442.033
2017 0,47% -4.553.007.530 4% 3% -13.803.166.176
2018 0,57% -65.356.981.116 5% 3% 3.617.977.883
2019 0,53% -7.043.911.701 5% 4% -8.266.708.370
TAISHO 2011 0,20% 115.581.353 33% 35% 1.936.024
PHARMACEUTI 2012 0,22% 51.089.675 34% 35% -3.037.051
71

2013 0,21% 148.759.226 35% 35% -4.185.542


2014 0,25% 72.584.823 36% 33% 3.909.313
2015 0,31% 129.666.415 32% 29% 10.293.817
2016 0,35% 94.579.757 34% 29% -14.290.605
CAL
2017 0,37% 185.991.230 36% 31% -13.274.285
2018 0,47% 123.571.631 37% 29% -19.030.841
2019 0,37% 240.799.221 43% 32% -23.773.558
Sumber: Data diolah Penulis

4.1.2.1 Analisis Deskriptif Variabel Manajemen Laba (Y)

Hasil analisis deskriptif mengenai Manajemen Laba Studi Pada


Perusahaan Sektor Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019:

Tabel 4.2 Data Manajemen Laba Studi Pada Perusahaan Sektor


Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Manajemen Laba 63 -452.758.447.979 992.344.716.10 25.194.725.761,9 185.035.680.170,28
0 4 0
Valid N (listwise) 63
Sumber :Hasil pengolahan data dengan SPSS 26
Penjelasan mengenai tabel 4.2 adalah sebagai berikut:
Nilai rata-rata Manajemen Laba Studi Pada Perusahaan Sektor Farmasi Di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019 sebesar 25.194.725.761,94. Nilai
maksimum Manajemen Laba Studi Pada Perusahaan Sektor Farmasi Di Bursa
Efek Indonesia Tahun 2011-2019 sebesar 992.344.716.100 yakni pada PT. Kalbe
Farma Tbk tahun 2013. Nilai minimum Manajemen Laba Studi Pada Perusahaan
Sektor Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019 sebesar
-452.758.47.979 yakni pada PT. Kalbe Farma Tbk tahun 2015. Nilai standar
deviasi sebesar 185.035.680.170,28.

4.1.2.2 Analisis Deskriptif Variabel Debt to Equity Ratio (X1)

Hasil analisis deskriptif mengenai Debt to Equity Ratio Studi Pada


Perusahaan Sektor Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019:
72

Tabel 4.3 Data Debt to Equity Ratio Studi Pada Perusahaan Sektor
Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Debt to Equity Ratio 63 ,18 3,61 ,5717 ,61898
Valid N (listwise) 63
Sumber :Hasil pengolahan data dengan SPSS 26
Penjelasan mengenai tabel 4.3 adalah sebagai berikut:
Nilai rata-rata Debt to Equity Ratio Studi Pada Perusahaan Sektor Farmasi
Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019 sebesar 0,57. Nilai maksimum Debt to
Equity Ratio Studi Pada Perusahaan Sektor Farmasi Di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2011-2019 sebesar 3,61 yakni pada PT Darya Varia Laboratoria Tbk tahun
2012. Nilai minimum Debt to Equity Ratio Studi Pada Perusahaan Sektor Farmasi
Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019 sebesar 0,18 yakni pada PT Merck tbk
tahun 2011. Nilai standar deviasi sebesar 0,619.

4.1.2.3 Analisis Deskriptif Variabel Free Cash Flow (X2)

Hasil analisis deskriptif mengenai Free Cash Flow Studi Pada Perusahaan
Sektor Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019:

Tabel 4.4 Data Free Cash Flow Studi Pada Perusahaan Sektor
Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Free Cash Flow 63 -7.050.227.342.808 6.187.561.014.06 -99.960.864.476,75 2.459.265.998.176
1 ,654
Valid N 63
(listwise)
Sumber :Hasil pengolahan data dengan SPSS 26
Penjelasan mengenai tabel 4.4 adalah sebagai berikut:
Nilai rata-rata Free Cash Flow Studi Pada Perusahaan Sektor Farmasi Di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019 sebesar -99.960.864.476,75. Nilai
maksimum Free Cash Flow Studi Pada Perusahaan Sektor Farmasi Di Bursa Efek
73

Indonesia Tahun 2011-2019 sebesar 6.187.561.014.061 yakni pada PT Kalbe


Farma tbk tahun 2011. Nilai minimum Free Cash Flow Studi Pada Perusahaan
Sektor Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019 sebesar
-7.050.227.342.808 yakni pada PT Kalbe Farma tbk tahun 2018. Nilai standar
deviasi sebesar 2.459.265.998.176,65.

4.1.2.4 Analisis Deskriptif Variabel Return On Asset (X3)

Hasil analisis deskriptif mengenai Return On Asset Studi Pada Perusahaan


Sektor Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019:

Tabel 4.5 Data Return On Asset Studi Pada Perusahaan Sektor


Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Return on Assets 63 1,54 43,06 15,4625 11,09641
Valid N (listwise) 63
Sumber :Hasil pengolahan data dengan SPSS 26
Penjelasan mengenai tabel 4.5 adalah sebagai berikut:
Nilai rata-rata Return On Asset Studi Pada Perusahaan Sektor Farmasi Di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019 sebesar 15,46. Nilai maksimum Return
On Asset Studi Pada Perusahaan Sektor Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Tahun
2011-2019 sebesar 43,06 yakni pada PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk
tahun 2019. Nilai minimum Return On Asset Studi Pada Perusahaan Sektor
Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019 sebesar 1,54 yakni pada PT
Pyridam Farma tbk tahun 2014. Nilai standar deviasi sebesar 11,09.

4.1.2.5 Analisis Deskriptif Variabel Net Profit Margin (X4)

Hasil analisis deskriptif mengenai Net Profit Margin Studi Pada


Perusahaan Sektor Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019:
74

Tabel 4.6 Data Net Profit Margin Studi Pada Perusahaan Sektor
Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Net Profit Margin 63 1,20 51,03 13,4289 10,47913
Valid N (listwise) 63
Sumber :Hasil pengolahan data dengan SPSS 26
Penjelasan mengenai tabel 4.6 adalah sebagai berikut:
Nilai rata-rata Net Profit Margin Studi Pada Perusahaan Sektor Farmasi Di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019 sebesar 13,42. Nilai maksimum Net
Profit Margin Studi Pada Perusahaan Sektor Farmasi Di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2011-2019 sebesar 51,03 yakni pada PT Kimia Farma tbk tahun 2019.
Nilai minimum Net Profit Margin Studi Pada Perusahaan Sektor Farmasi Di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019 sebesar 1,20 yakni pada PT Pyridam
Farma Persero tbk tahun 2014 dan tahun 2015. Nilai standar deviasi sebesar
10,48.

4.1.3 Uji Asumsi Klasik


4.1.3.1 Uji Normalitas

Uji Normalitas data merupakan uji distribusi data yang akan dianalisis,
apakah sebaran data tersebut berdistribusi normal ataukah tidak.
Menurut Ghozali (2016:109), tujuan dari uji normalitas adalah:
“Untuk mengetahui apakah masing-masing variabel berdistribusi normal
atau tidak.Uji normalitas diperlukan karena untuk melakukan pengujian-
pengujian variabel lainnya dengan mengasumsikan bahwa nilai residual
mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik
menjadi tidak valid dan statistik parametrik tidak dapat digunakan.
Pendekatan yang digunakan untuk menguji normalitas data, yaitu metode
grafik dan metode uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov.”

Untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak, bisa


dilakukan dengan analisis grafik dan uji statistik. Pengujian dengan analisis grafik
dilakukan dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data
observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal.
75

Menurut Ghozali (2016:161): “Distribusi normal akan membentuk satu


garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis
diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan
data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.”
Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kolmogorov-
Smirnov Test yang nantinya akan diolah dengan bantuan SPSS, kemudian alat uji
statistik parametrik dapat digunakan bila asumsi data sampel berdistribusi normal
terpenuhi. Menurut Ghozali (2016:162): “Uji Kolmogorov-Smirnov dilakukan
dengan membuat hipotesis:
H0 : Data Residual Berdistribusi Normal
H1 : Data Residual Tidak Berdistribusi Normal
Dasar pengambilan keputusan bisa dilakukan berdasarkan probabilitas
(Asymptotic Significance), yaitu:
1. Apabila p-value (Asymp Sig) > 0.05 maka H0 diterima.
2. Apabila p-value (Asymp Sig) ≤ 0.05 maka H0 ditolak.”
Berdasarkan penjelasan tersebut Uji Normalitas dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 4.7 Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 63
a,b
Normal Parameters Mean -1960,2657813
Std. Deviation 33670,85260693
Most Extreme Differences Absolute ,107
Positive ,107
Negative -,082
Test Statistic ,107
Asymp. Sig. (2-tailed) ,073c
Sumber :Hasil pengolahan data dengan SPSS 26
Dari Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa hasil uji normalitas pada penelitian ini
menunjukkan nilai 0,073 > 0,050, sehingga data pada penelitian ini berdistribusi
secara normal.
76

4.1.3.2 Uji Multikolinieritas

Menurut Ghozali (2016:105): “Uji multikolinearitas bertujuan untuk


menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
(independen).”
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel
bebas/ variabel independen. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel
ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi
antara variabel bebasnya sama dengan nol. Menurut Ghozali (2016:105) “Untuk
mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam model regresi dapat dilihat dari
tolerance value atau variance inflation factor (VIF).”
Menurut Ghozali (2016:234) menyatakan bahwa: “Pedoman suatu model
regresi yang bebas multikolinearitas adalah yang mempunyai nilai VIF disekitar
angka 1 dan angka tolerance mendekati 1. Batas VIF adalah 10, jika nilai VIF
dibawah 10, maka tidak terjadi gejala multikolinearitas atau sebaliknya.”
Uji Multikolinieritas dalam penelitian ini dapat dijelaskan pada tabel
sebagai berikut:
Tabel 4.8 Uji Multikolinieritas
Coefficientsa
Collinearity Statistics
Model Tolerance VIF
1 Debt to Equity Ratio ,856 1,168
Free Cash Flow ,949 1,054
Return on Assets ,179 5,585
Net Profit Margin ,184 5,424
Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS 26
Dari output di atas dapat diketahui bahwa nilai tolerance Debt to Equity
Ratio 0,856 > 0,10, sedangkan VIF 1,168 < 10, nilai tolerance Free Cash Flow
0,949 > 0,10, sedangkan VIF 1,054 < 10, nilai tolerance Return On Asset 0,179 >
0,10, sedangkan VIF 5,585 < 10, nilai tolerance Net Profit Margin 0,184 > 0,10,
sedangkan VIF 5,424 < 10 nilai tolerance semua variabel lebih dari 0,10 dan nilai
VIF semua variabel kurang dari 10 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
masalah multikolinearitas pada model regresi.
77

4.1.3.3 Uji Heterokedastisitas

Menurut Ghozali (2016:89), tujuan dari uji heteroskedastisitas adalah:


“Untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari
residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.” Model regresi yang baik
adalah yang tidak terjadi heteroskedastisitas (homoskedastisitas) dimana variance
residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap. Ada beberapa cara untuk
menguji heteroskedastisitas dalam variance error terms untuk model regresi.
Dalam penelitian ini akan digunakan metode chart (diagram scatterplot) dengan
dasar analisis yaitu:
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
2. Jika ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka 0 dan pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Uji Heterokedastisitas dalam penelitian ini dapat dijelaskan pada gambar
sebagai berikut:

Gambar 4.1 Uji Heterokedastisitas

Berdasarkan gambar 4.1, hasil uji heterokedastisitas menunjukkan bahwa


titk-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, ini menunjukkan
dalam penelitian ini tidak terjadi heterokedastisitas.
78

4.1.3.4 Uji Autokorelasi

Menurut Santoso (2011:241): “Tujuan autokorelasi adalah untuk


mengetahui apakah dalam sebuah model regresi linier ada korelasi antara
kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1
(sebelumnya).” Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi.
Autokorelasi pada sebagian besar kasus ditemukan pada regresi yang datanya
adalah time series, atau berdasarkan waktu berkala, seperti b ulanan, tahunan, dan
seterusnya, karena itu ciri khusus uji ini adalah waktu. Menurut Santoso
(2012:242) “Untuk mendeteksi gejala autokorelasi dapat menggunakan uji
Durbin-Watson (D-W).”
Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat dari
ketentuan berikut :

1. Bila nilai D-W terletak dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif.


2. Bila nilai D-W terletak diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada
autokorelasi.
3. Bila nilai D-W terletak diatas +2 berarti ada autokorelasi negatif.”
Berdasarkan pengertian tersebut hasil uji autokorelasi dijelaskan sebagai
berikut:

Tabel 4.9 Hasil Uji Autokorelasi


Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
1 ,966a ,932 ,928 49798,43923 1,006
Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS 26
Nilai Durbin-Watson pada output dapat dilihat pada tabel 4.9 yaitu sebesar
1,006, nilai DW berada pada posisi -2 sampai +2, karena uji Durbin Watson
memenuhi standar sehingga tidak ada autokorelasi dalam model regresi.
4.1.4 Analisis Regresi Linier Berganda

Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis regresi linier


berganda. Menurut Sugiyono (2018:305), analisis regresi linier berganda adalah
“Analisis yang digunakan bila bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik
79

turunnya) variabel dependen (kriterium), bila dua atau lebih variabel independen
sebagai faktor prediktor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya).” Analisis ini
digunakan untuk mengetahui pengaruh beberapa variabel independen (X)
terhadap variabel dependen (Y). Adapun persamaan regresi tersebut menurut
Sugiyono (2018:305) adalah sebagai berikut:

Y = α + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e


Keterangan:
Y = Manajemen Laba
α = Konstanta, merupakan nilai terikat yang dalam hal ini adalah Y
pada saat variabel bebasnya
b 1 b2 b3 = Koefisien regresi variabel independen.
X1 = Variabel Debt Equity Ratio
X2 = Variabel Free Cash Flow
X3 = Variabel Return On Asset
X4 = Variabel Net Profit Margin
e = Error
Arti koefisien b adalah jika nilai b positif (+), hal tersebut menunjukkan
hubungan yang searah antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dengan kata
lain peningkatan atau penurunan besarnya variabel bebas akan diikuti oleh
peningkatan atau penurunan besarnya variabel terikat. Sedangkan jika nilai b
negatif (-), menunjukkan hubungan yang berlawanan antara variabel bebas dengan
variabel terikat. Dengan kata lain setiap peningkatan besarnya nilai variabel bebas
akan diikuti oleh penurunan besarnya nilai variabel terikat, dan sebaliknya.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat dilihat hasil uji regresi linier
berganda sebagai berikut:
Tabel 4.9 Uji Regresi Linier Berganda
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.
Coefficients
80

B Std. Error Beta


1 (Constant) -24.243,165 15.816,632 -1,533 ,131
Debt to Equity 71.043,813 22.555,844 ,238 3,150 ,003
Ratio
Free Cash Flow ,044 ,004 ,586 10,063 ,000
Return on Assets -16.742,787 3.155,906 -1,004 -5,305 ,000
Net Profit Margin 20.263,405 4.045,011 1,148 5,009 ,000
Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS 26

Model diatas regresi linier berganda yang biasa dibentuk dari variabel
yang ada pada tabel 4.10 coefficienta (unstandardized coefficients B) dapat
diformulasikan dalam model persamaan sebagai berikut:
Y = -24.243 + 71.044 X1 + 0,044 X2 – 16.743 X3 + 20.263 X4
Dari hasil persamaan regresi berganda tersebut masing-masing variabel
dapat diinterpretasikan pengaruhnya sebagai berikut :
a. Nilai konstanta bertanda negatif 24.243, yang menunjukkan apabila
variabel Debt to Equity Ratio (X1), Free Cash Flow (X2), Return On Asset
(X3) dan Net Profit Margin (X4) tidak ada perubahan atau sama dengan 0
maka Manajemen Laba (Y) akan menurun sebesar 24.243.
b. Koefisien regresi variabel Debt to Equity Ratio memiliki koefisien regresi
sebesar 71.044, artinya apabila variabel Debt to Equity Ratio mengalami
peningkatan sebesar satu satuan, sedangkan variabel independen lainnya
yaitu Free Cash Flow, Return On Asset dan Net Profit Margin dianggap
konstan (bernilai 0), maka variabel dependen yaitu Manajemen Laba akan
mengalami kenaikan sebesar 71.044.
c. Koefisien regresi variabel Free Cash Flow memiliki koefisien regresi
sebesar 0,044, artinya apabila variabel Free Cash Flow mengalami
peningkatan sebesar satu satuan, sedangkan variabel independen lainnya
yaitu Debt to Equity Ratio, Return On Asset dan Net Profit Margin dan
dianggap konstan (bernilai 0), maka variabel dependen yaitu Manajemen
Laba akan mengalami peningkatan sebesar 0,044.
d. Koefisien regresi variabel Return On Asset memiliki koefisien regresi
sebesar -16.743, artinya apabila variabel Return On Asset mengalami
81

peningkatan sebesar satu satuan, sedangkan variabel independen lainnya


yaitu Debt to Equity Ratio, Free Cash Flow dan Net Profit Margin dan
dianggap konstan (bernilai 0), maka variabel dependen yaitu Manajemen
Laba akan mengalami penurunan sebesar 16.743.
e. Koefisien regresi variabel Net Profit Margin memiliki koefisien regresi
sebesar 20.263, artinya apabila variabel Net Profit Margin mengalami
peningkatan sebesar satu satuan, sedangkan variabel independen lainnya
yaitu Debt to Equity Ratio, Free Cash Flow dan Return On Asset dianggap
konstan (bernilai 0), maka variabel dependen yaitu Manajemen Laba akan
mengalami penurunan sebesar 20.263.
Dari hasil analisis regresi berganda pada tabel 4.10 dapat diketahui bahwa
variabel independen yang memiliki koefisien beta paling besar dibandingkan
variabel independennya lainnya adalah variabel Net Profit Margin. Koefisien beta
yang dimiliki variabel ukuran perusahaan Net Profit Margin sebesar 1,148. hal ini
menunjukkan bahwa variabel Net Profit Margin merupakan variabel yang
mempunyai pengaruh paling besar terhadap luas pengungkapan laporan tahunan
pada perusahaan sector farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
tahun 2011-2019.

4.1.5 Analisis Koefisiensi Korelasi

Korelasi termasuk dalam analisis multivariate, karena menyangkut


hubungan antara dua variabel atau lebih, dengan variabel-variabel tersebut
dianalisis bersama-sama. Analisis korelasi sering digabung dengan analisis
regresi, keduanya berhubungan erat namun memiliki tujuan yang berbeda.
Menurut Sugiyono (2018:305): “Korelasi product moment digunakan
untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel bila
data kedua variabel berbentuk interval atau rasio, dan sumber data dua variabel
atau lebih tersebut adalah sama.”
Nilai korelasi product moment paling kecil -1 dan paling besar +1. Jika r =
korelasi product moment, maka nilai r dapat dinyatakan secara sistematis -1 ≤ 0 ≤
+1. Dimana:
82

1. Apabila r = +1, maka korelasi antara dua variabel dikatakan sangat kuat
dan searah, artinya jika X naik sebesar 1 maka Y juga akan naik sebesar 1
atau sebaliknya.
2. Apabila r = 0, maka hubungan antar kedua variabel sangat lebar atau tidak
ada hubungan sama sekali.
3. Apabila r = -1 maka korelasi antara dua variabel sangat kuat dan
berlawanan arah, artinya apabila X naik sebesar 1 maka Y akan turun
sebesar 1 atau sebaliknya.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat dilihat hasil uji koefisiensi
korelasi pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.11 Uji Koefisiensi Korelasi


Correlations
Debt to Free Cash Return on Net Profit Manajemen
Equity Ratio Flow Assets Margin Laba
Debt to Equity Pearson Correlation 1 -,798** -,515** -,487** -,625**
Ratio Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000
N 63 63 63 63 63
Free Cash Pearson Correlation -,798** 1 ,779** ,805** ,901**
Flow Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000
N 63 63 63 63 63
Return on Pearson Correlation -,515** ,779** 1 ,978** ,760**
Assets Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000
N 63 63 63 63 63
Net Profit Pearson Correlation -,487** ,805** ,978** 1 ,839**
Margin Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000
N 63 63 63 63 63
Manajemen Pearson Correlation -,625** ,901** ,760** ,839** 1
Laba Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000
N 63 63 63 63 63
Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS 26
Dilihat dari tabel 4.11 mengenai perhitungan korelasi parsial menunjukkan
bahwa:

1. Korelasi antara Debt to Equity Ratio dengan Manajemen Laba secara


parsial adalah sebesar -0,625. Berdasarkan tabel kriteria korelasi, termasuk
pada nilai korelasi antara 0,60 - 0,799 mempunyai hubungan yang kuat.
Karena hasilnya negatif, maka dapat disimpulkan bahwa setiap terjadi
kenaikan Debt to Equity Ratio dapat menurunkan tingkat Manajemen
Laba.
83

2. Korelasi antara Free Cash Flow dengan Manajemen Laba secara parsial
adalah sebesar 0,901. Berdasarkan tabel kriteria korelasi, termasuk pada
nilai korelasi antara 0,80 - 1,000 mempunyai hubungan yang sangat kuat.
Karena hasilnya positif, maka dapat disimpulkan bahwa setiap terjadi
kenaikan Free Cash Flow dapat meningkatkan tingkat Manajemen Laba.
3. Korelasi antara Return On Asset dengan Manajemen Laba secara parsial
adalah sebesar 0,760. Berdasarkan tabel kriteria korelasi, termasuk pada
nilai korelasi antara 0,60 - 0,799 mempunyai hubungan yang sangat
rendah. Karena hasilnya positif, maka dapat disimpulkan bahwa setiap
terjadi kenaikan Return On Asset dapat meningkatkan tingkat Manajemen
Laba.

4. Korelasi antara Net Profit Margin dengan Manajemen Laba secara parsial
adalah sebesar 0,839. Berdasarkan tabel kriteria korelasi, termasuk pada
nilai korelasi antara 0,80 - 1,000 mempunyai hubungan yang sangat kuat.
Karena hasilnya negatif, maka dapat disimpulkan bahwa setiap terjadi
kenaikan Net Profit Margin dapat meningkatkan tingkat Manajemen Laba.

4.1.6 Koefisien Determinasi

Menurut Ghozali (2016:87): “Koefisien determinasi (R2) pada intinya


mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel
dependen.”
Koefisien determinasi berfungsi untuk mencari pengaruh varian variabel
dapat digunakan teknik statistik dengan menghitung besarnya koefisien
determinasi. Koefisien determinasi (penentu) dinyatakan dalam persen.
Menurut Sugiyono (2018:231): Nilai koefisien determinasi adalah :
“Antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-
variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat
terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen.”

Rumus Koefisien Determinasi menurut Sugiyono (2017:231) adalah:


84

kd  r 2 x 100%

Keterangan:
Kd = Koefisien Determinasi
r2 = Koefisien Korelasi
100% = Pengali yang dinyatakan dalam persentase
Berdasarkan penjelasan tersebut, berikut adalah hasil uji koefisiensi
determinasi:

Tabel 4.12 Uji Koefisiensi Determinasi


Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
a
1 ,966 ,932 ,928 49798,43923
Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS 26
Dari tabel 4.12 diperoleh nilai koefisien determinasi (R square) sebesar
0,932 yang berarti bahwa perubahan Manajemen Laba dapat dipengaruhi oleh
perubahan variabel Debt to Equity Ratio, Free Cash Flow, Return On Asset dan
Net Profit Margin sebesar 93,2%. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada faktor
lain yang dapat meningkatkan Manajemen Laba pada Perusahaan Sektor Farmasi
Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019 selain variabel Debt to Equity Ratio,
Free Cash Flow, Return On Asset dan Net Profit Margin yaitu sebesar 6,8%.

4.1.7 Pengujian Hipotesis


4.1.7.1 Hasil Pengujian Hipotesis Parsial (Uji t)

Menurut Sugiyono (2018:229): “Korelasi parsial merupakan angka yang


menunjukkan arah dan kuatnya hubungan antara dua variabel atau lebih, setelah
satu variabel yang diduga dapat mempengaruhi hubungan variabel tersebut tetap
atau dikendalikan.”
Korelasi parsial ini dapat dihitung dengan uji t yang digunakan untuk
menguji signifikansi pengaruh Debt to Equity Ratio, Free Cash Flow, Return On
Asset, Net Profit Margin terhadap Manajemen Laba.
85

Pengujian hipotesis akan dilakukan menggunakan uji t dengan rumus,


seperti yang tercantum dalam Sugiyono (2018:278) sebagai berikut:

Keterangan: r √n−2
t hitung =
thitung : nilai t dengan √ 1−r 2 α = 0,05 (5%)
r : nilai koefisien korelasi
n : jumlah sampel
Kriteria pengujian:
H1 diterima jika thitung > ttabel
H2 diterima jika thitung > ttabel
H3 diterima jika thitung > ttabel
H4 diterima jika thitung > ttabel
Apabila H1, H2, H3 dan H4 diterima maka dapat disimpulkan suatu
pengaruh adalah signifikan, sedangkan bila H1, H2, H3 dan H4 ditolak artinya
suatu pengaruh adalah tidak signifikan.

Tabel 4.12 Uji t (Partial)


Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta T Sig.
1 (Constant) -24243,165 15816,632 -1,533 ,131
Debt to Equity 71043,813 22555,844 ,238 3,150 ,003
Ratio
Free Cash Flow ,044 ,004 ,586 10,063 ,000
Return on Assets -16742,787 3155,906 -1,004 -5,305 ,000
Net Profit Margin 20263,405 4045,011 1,148 5,009 ,000
Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS 26

1. Pengujian Hipotesis variabel Debt to Equity Ratio


86

Berdasarkan tabel 4.12 dapat diketahui bahwa variabel Debt to Equity Ratio
memiliki nilai signifikasi lebih kecil dibandingkan level of significant yaitu
sebesar 0,003 < 0,05 dan nilai thitung sebesar 3,150 lebih besar
dibandingkan dengan nilai ttabel sebesar 2,001. Hal ini menunjukkan bahwa
variabel Debt to Equity Ratio berpengaruh terhadap manajemen laba pada
perusahaan sector farmasi periode tahun 2012-2019 dan berhubungan positif
terhadap manajemen laba. Sehingga memberikan dukungan terhadap H1
yang menyatakan bahwa Debt to Equity Ratio berpengaruh terhadap
manajemen laba maka dari itu H1 terima. Hasil uji t dapat disajikan dengan
kurva sebagai berikut:

Daerah penolakan Ho Daerah penolakan Ho

Daerah Penerimaan H0

- t tabel= -2,001 0 t tabel = 2,001

t hitung = 3,150

Gambar 4.2 Pengujian Hipotesis Debt to Equity Ratio (X1)


2. Pengujian Hipotesis variabel Free Cash Flow
87

Berdasarkan tabel 4.12 dapat diketahui bahwa variabel Free Cash Flow
memiliki nilai signifikasi lebih kecil dibandingkan level of significant yaitu
sebesar 0,00 < 0,05 dan nilai thitung sebesar 10,063 lebih besar

Daerah penolakan Ho Daerah penolakan Ho

Daerah Penerimaan H0

- t tabel= 2,001 0 t tabel = 2,001

t hitung = 10,063
dibandingkan dengan nilai ttabel sebesar 2,001. Hal ini menunjukkan bahwa
variabel Free Cash Flow berpengaruh terhadap manajemen laba pada
perusahaan sector farmasi periode tahun 2012-2019 dan berhubungan positif
terhadap manajemen laba. Sehingga memberikan dukungan terhadap H2
yang menyatakan bahwa Free Cash Flow berpengaruh terhadap manajemen
laba maka dari itu H2 terima. Hasil uji t dapat disajikan dengan kurva
sebagai berikut:

Gambar 4.3 Pengujian Hipotesis Free Cash Flow (X2)


3. Pengujian Hipotesis variabel Return On Asset

Berdasarkan tabel 4.12 dapat diketahui bahwa variabel Return on Assets


memiliki nilai signifikasi lebih kecil dibandingkan level of significant
yaitu sebesar 0,00 < 0,05 dan nilai thitung sebesar -5,305 lebih besar
dibandingkan dengan nilai ttabel sebesar -2,001. Hal ini menunjukkan
bahwa variabel Return on Assets berpengaruh terhadap manajemen laba
pada perusahaan sector farmasi periode tahun 2012-2019 dan berhubungan
negatif terhadap manajemen laba. Sehingga memberikan dukungan
terhadap H3 yang menyatakan bahwa Return on Assets berpengaruh
88

terhadap manajemen laba maka dari itu H3 terima. Hasil uji t dapat
disajikan dengan kurva sebagai berikut:
Gambar
4.4
Pengujian
Daerah penolakan Ho Daerah penolakan Ho Hipotesis
Return On
Daerah Penerimaan H0 Asset (X3)
4. Pen
guji
an
- t tabel= -2,001 0 t tabel = 2,001

t hitung = -5,305

Hipotesis variabel Net Profit Margin


Berdasarkan tabel 4.12 dapat diketahui bahwa variabel Net Profit Margin
memiliki nilai signifikasi lebih kecil dibandingkan level of significant
yaitu sebesar 0,00 < 0,05 dan nilai thitung sebesar 5,009 lebih besar
dibandingkan dengan nilai ttabel sebesar 2,001. Hal ini menunjukkan
bahwa variabel Net Profit Margin berpengaruh terhadap manajemen laba
pada perusahaan sector farmasi periode tahun 2012-2019 dan berhubungan
positif terhadap manajemen laba. Sehingga memberikan dukungan
terhadap H4 yang menyatakan bahwa Net Profit Margin berpengaruh
terhadap manajemen laba maka dari itu H4 terima. Hasil uji t dapat
disajikan dengan kurva sebagai berikut:

Daerah penolakan Ho Daerah penolakan Ho

Daerah Penerimaan H0

- t tabel= -2,001 0 t tabel = 2,001

t hitung = 5,009
89

Gambar 4.5 Pengujian Hipotesis Net Profit Margin (X4)

4.1.7.2 Hasil Pengujian Hipotesis Simultan (Uji f)

Menurut Sugiyono (2018:231): “Korelasi simultan merupakan angka yang


menunjukkan arah dan kuatnya hubungan antara dua variabel independen secara
bersama-sama atau lebih dengan satu variabel dependen.”
Uji F dalam penelitian ini digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh
Debt to Equity Ratio (X1), Free Cash Flow (X2), Return On Asset (X3), Net
Profit Margin (X4) terhadap Manajemen Laba (Y) secara simultan.

Menurut Sugiyono (2018:284) rumus uji F adalah:


R2 /k
Fh=
( 1−R2 ) /(n−k−1)

Keterangan:
R2 = Koefisien determinasi
K = Jumlah variabel independen
N = Jumlah data atau kasus
Kriteria Pengujian:
H5 diterima jika Fhitung > Ftabel.
Jika H5 diterima, maka dapat diartikan signifikansi model regresi
berganda yang diperoleh sehingga mengakibatkan signifikan pula pengaruh dari
variabel-variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen.
Berikut adalah hasil pengujian hipotesis secara simultan dengan SPSS 26
yang dijelaskan melalui tabel dibawah ini:

Tabel 4.14 Uji F (Simultan)


ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1978935303144,743 4 494733825786,186 199,499 ,000b
Residual 143833303868,491 58 2479884549,457
Total 2122768607013,234 62
90

Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS 26

Tingkat signifikan α (5%) dengan df pembilang = k-1 (jumlah variabel


bebas = 5-1 = 4) dan df penyebut = (n-k-1) (63-4-1 = 58) maka nilai yang
diperoleh dari Ftabel sebesar 2,53.

Daerah penolakan Ho

Daerah
Penerimaan H0

0 Ftabel=2,53

Fhitung=199,5

Gambar 4.6 Kurva Uji f Pengaruh Debt to Equity Ratio (X1) dan Free Cash
Flow (X2), Return On Asset (X3) dan Net Profit Margin (X4) terhadap
Manajemen Laba (Y)
Dari perhitungan dengan menggunakan SPSS maka diperoleh nilai Fhitung
sebesar 199,5. Dengan α = 0,05 serta derajat kebebasan (n-k-1) = (63-4-1 = 58)
dan derajat kebebasan (k-1) = (5-1 = 4), maka di dapat F tabel 2,53. Dikarenakan
nilai Fhitung > Ftabel (199,5 > 2,53), sedangkan tingkat signifikansi 0,00 < 0,05 maka
Ho ditolak dan H4 diterima, Hal tersebut berarti bahwa variabel independen dalam
penelitian sekarang yaitu Debt to Equity Ratio (X1), Free Cash Flow (X2),
Return On Asset (X3) dan Net Profit Margin (X4) bersama-sama secara signifikan
berpengaruh terhadap variabel dependennya yaitu Manajemen Laba (Y). Sehingga
model dalam penelitian sekarang dapat dikatakan Fit.

4.2 Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi Manajemen Laba yang terdiri dari Debt to Equity Ratio, Free
Cash Flow, Return On Asset dan Net Profit Margin Studi Pada Perusahaan
91

Sektor Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019. Alat analisis yang
digunakan adalah analisis deskriptif untuk mengetahui deskripsi nilai mandiri
dari variabel-variabel yang diteliti. Sementara analisis verifikatif digunakan
untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel dependen
melalui analisis regresi linear berganda dengan bantuan aplikasi SPSS 26.0.
Berdasarkan hasil penelitian pada poin sebelumnya maka berikut pembahasan
yang dapat penulis uraikan.

4.2.1 Pengaruh Debt to Equity Ratio terhadap Manajemen Laba

Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa Debt to Equity Ratio


berpengaruh signifikan terhadap Manajemen Laba. Hal ini menunjukkan bahwa
apabila Debt to Equity Ratio meningkat ataupun menurun, maka Manajemen Laba
yang diperoleh perusahaan akan mengalami peningkatan begitupun sebaliknya.
Pernyataan ini dibuktikan dengan hasil uji t yang menghasilkan t hitung > t tabel
sebesar 3,150 > 2,001 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,003 < 0,05.
Perbandingan tersebut mengartikan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yaitu
terdapat pengaruh antara Debt to Equity Ratio terhadap Manajemen Laba. Hal ini
mungkin disebabkan Debt to Equity Ratio terdapat hubungan dengan manajemen
laba yang memang dihitung dari jumlah tingkat likuiditas suatu perusahaan.
Sehingga besar kecilnya Debt to Equity Ratio suatu perusahaan akan
mempengaruhi manajemen laba mereka. Hasil perhitungan uji t ini diperkuat
dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0,625, yang menandakan terdapat
hubungan yang kuat antara Debt to Equity Ratio dengan Manajemen Laba karena
arah nya negatif maka apabila Debt to Equity Ratio meningkat maka nilai
Manajemen Laba akan menurun.
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wibisana dan
Ratnaningsih (2014) leverage dengan debt to equity ratio memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap manajemen laba, dimana semakin besar tingkat debt to equity
ratio perusahaan maka semakin besar kemungkinan perusahaan melaksanakan
tindakan manajemen laba. Sedangkan hasil penelitian dari Marlisa (2016)
92

menyimpulkan bahwa DER tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Menurut


Kasmir (2016:151) mengatakan bahwa:
“Debt to Equity Ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh
mana aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang. Semakin banyak jumlah
hutang yang dipergunakan berarti risiko yang dihadapi perusahaan
semakin tinggi.”
Oleh karena itu, perusahaan yang mempunyai tingkat DER yang tinggi
akan memiliki resiko keuangan yang tinggi bagi kreditur maupun investor,
sehingga perusahaan akan melakukan manajemen laba. Tindakan manajemen laba
ini dimaksudkan untuk membuat laporan keuangan yang disajikan terlihat baik,
dalam artian bahwa kondisi perusahaan aman untuk berinvestasi. Karena
acuan para investor untuk menilai suatu perusahaan adalah laporan keuangan
perusahaan itu sendiri.

4.2.2 Pengaruh Free Cash Flow terhadap Manajemen Laba

Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa Free Cash Flow


berpengaruh terhadap Manajemen Laba. Hal ini menunjukkan bahwa apabila
Free Cash Flow meningkat atau menurun, maka Manajemen Laba yang diperoleh
perusahaan akan mengalami peningkatan ataupun penurunan. Pernyataan ini
dibuktikan dengan hasil uji t yang menghasilkan t hitung > t tabel sebesar 10,063
> 2,001 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,00 < 0,05. Perbandingan tersebut
mengartikan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yaitu terdapat pengaruh antara
Free Cash Flow terhadap Manajemen Laba. Hal ini mungkin disebabkan Free
Cash Flow terdapat hubungan dengan manajemen laba yang memang dihitung
dari jumlah tingkat likuiditas suatu perusahaan. Sehingga besar kecilnya Free
Cash Flow suatu perusahaan akan mempengaruhi manajemen laba mereka. Hasil
perhitungan uji t tersebut diperkuat dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,901
yang menandakan terdapat hubungan yang sangat kuat antara Free Cash Flow
dengan Manajemen Laba karena arah nya positif maka apabila Free Cash Flow
meningkat maka nilai Manajemen Laba akan meningkat.
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Anisah Fitri (2017)
menunjukkan bahwa free cash flow berpengaruh signifikan terhadap manajemen
93

laba, hal ini berarti perusahaan dengan arus kas bebas yang tinggi cenderung
melakukan praktik manajemen laba dengan meningkatkan laba yang dilaporkan
untuk menutupi tindakan pihak manajer yang tidak optimal dalam memanfaatkan
kekayaan perusahaan. Sedangkan hasil penelitian sebelumnya oleh Cicilia Agustin
Irianti (2018) yang menyatakan Free Cash Flow berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba. Perusahaan yang memiliki free cash flow yang berlebihan
cenderung mempunyai kinerja perusahaan yang lebih bagus daripada perusahaan
lainnya, hal itu dikarenakan perusahaan yang lebih bagus mendapatkan
keuntungan dari kegiatan perusahaan yang telah dijalankan dan yang tidak
dipunyai oleh perusahaan lain. Perusahaan dengan surplus arus kas bebas yang
tinggi juga cenderung melakukan praktik manajemen laba dengan meningkatkan
laba yang dilaporkan untuk menutupi tindakan pihak manajer yang tidak optimal
dalam memanfaatkan kekayaan perusahaan.

4.2.3 Pengaruh Return On Asset terhadap Manajemen Laba

Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa Return On Asset


berpengaruh terhadap Manajemen Laba. Hal ini menunjukkan bahwa apabila
Return On Asset meningkat atau menurun, maka Manajemen Laba yang diperoleh
perusahaan akan mengalami peningkatan ataupun penurunan. Pernyataan ini
dibuktikan dengan hasil uji t yang menghasilkan t hitung < t tabel sebesar -5,305
> -2,001 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,00 < 0,05. Perbandingan tersebut
mengartikan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yaitu terdapat pengaruh antara
Return On Asset terhadap Manajemen Laba. Hal ini mungkin disebabkan Return
On Asset terdapat hubungan dengan manajemen laba yang memang dihitung dari
jumlah tingkat profitabilitas suatu perusahaan. Sehingga besar kecilnya Return On
Asset suatu perusahaan akan mempengaruhi manajemen laba mereka. Hasil
perhitungan uji t tersebut diperkuat dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,760
yang menandakan terdapat hubungan yang kuat antara Return On Asset dengan
Manajemen Laba, karena arah nya positif maka apabila Return On Asset
meningkat maka nilai Manajemen Laba akan meningkat.
94

Hasil penelitian sebelumnya oleh Gunawan, et al (2015) menunjukkan


bahwa profitabilitas terhadap manajemen laba tidak berpengaruh signifikan
terhadap manajemen laba, dimana perusahaan yang memiliki profitabilitas yang
tinggi tidak akan melakukan manajemen laba. Sedangkan dalam penelitian Tala
dan Karamoy (2017) yang menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh positif
terhadap manajemen laba. Perusahaan besar tidak akan lepas dari pajak yang
besar pula, juga bila ditinjau dari net profit margin yang merupakan bagian dari
profitabilitas perusahaan melalui pengukuran antara rasio laba bersih setelah pajak
dengan total penjualan dimana laba bersih setelah pajak sering digunakan oleh
investor sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi yang berhubungan
dengan perusahaan sehingga sering dijadikan tujuan perataan laba oleh
manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba, sehingga manajer akan cenderung
melakukan tindakan perataan laba untuk menjaga nilai perusahaan dan
mengurangi beban pajak yang harus ditanggung oleh perusahaan.

4.2.4 Pengaruh Net Profit Margin terhadap Manajemen Laba

Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa Net Profit Margin


berpengaruh terhadap Manajemen Laba. Hal ini menunjukkan bahwa apabila Net
Profit Margin meningkat atau menurun, maka Manajemen Laba yang diperoleh
perusahaan akan mengalami peningkatan ataupun penurunan. Pernyataan ini
dibuktikan dengan hasil uji t yang menghasilkan t hitung > t tabel sebesar 5,009 >
2,001 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,00 < 0,05. Perbandingan tersebut
mengartikan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yaitu terdapat pengaruh antara Net
Profit Margin terhadap Manajemen Laba. Hal ini mungkin disebabkan Net Profit
Margin terdapat hubungan dengan manajemen laba yang memang dihitung dari
jumlah tingkat profitabilitas suatu perusahaan. Sehingga besar kecilnya Net Profit
Margin suatu perusahaan akan mempengaruhi manajemen laba mereka. Hasil
perhitungan uji t tersebut diperkuat dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,839
yang menandakan terdapat hubungan yang sangat kuat antara Net Profit Margin
dengan Manajemen Laba. karena arah nya positif maka apabila Net Profit Margin
meningkat maka nilai Manajemen Laba akan meningkat.
95

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purnomo & Pratiwi (2010)


menyatakan bahwa kemampuan menghasilkan laba suatu perusahaan dapat
mendorong pihak manajemen untuk melakukan modifikasi laba baik dengan
meningkatkan income accrual ataupun menurunkan income accrual, namun
pengaruh tersebut cenderung lemah. Sedangkan hasil dari penelitian sebelumnya
oleh Doerjat (2010) menunjukkan bahwa perusahaan perlu melakukan analisis
earning power yang tepat, karena kekuatan pendapatan memiliki dampak positif
yang signifikan terhadap praktik manajemen laba. Investor akan melakukan
investasi ke perusahaan bila perusahaan tersebut memiliki laba yang baik, tetapi
kebanyakan pihak investor tidak mengetahui dari mana laba itu di dapat. Hal itu
akan memicu adanya manajemen laba. Earning power sering digunakan oleh para
investor dalam menilai efisiensi perusahaan dalam menghasilkan besar kecilnya
laba perusahaan. Menurut Kasmir (2016:199) “Rasio yang digunakan adalah
profit margin sales.” Rasio ini digunakan untuk mengukur margin laba atas
penjualan.

4.2.5 Pengaruh Debt to Equity Ratio, Free Cash Flow, Return On Asset dan
Net Profit Margin terhadap Manajemen Laba

Hasil uji hipotesis simultan memperoleh F hitung sebesar 199,5 dengan


nilai F tabel sebesar 2,53 artinya F hitung lebih besar dari F tabel (199,5 > 2,53)
serta tingkat signifikansi 0,00 < 0,05, maka H0 ditolak dan H4 diterima, artinya
Debt to Equity Ratio, Free Cash Flow, Return On Asset dan Net Profit Margin
secara simultan berpengaruh terhadap Manajemen Laba. Diperoleh informasi
bahwa korelasi simultan antara Debt to Equity Ratio, Free Cash Flow, Return On
Asset dan Net Profit Margin terhadap Manajemen Laba adalah sebesar 0,932.
Berdasarkan tabel kriteria korelasi, termasuk pada nilai korelasi antara 0,80 –
1,000 mempunyai hubungan yang sangat kuat. Karena nilainya positif, maka
dapat disimpulkan bahwa setiap terjadi kenaikan tingkat Debt to Equity Ratio,
Free Cash Flow, Return On Asset dan Net Profit Margin secara simultan dapat
meningkatkan Manajemen Laba. Hasil perhitungan koefisien determinasi variabel
Debt to Equity Ratio, Free Cash Flow, Return On Asset dan Net Profit Margin
96

berpengaruh terhadap Manajemen Laba dengan kontribusi pengaruh sebesar


93,2% sedangkan sisanya 6,8% merupakan faktor lain diluar Debt to Equity Ratio,
Free Cash Flow, Return On Asset dan Net Profit Margin.
BAB V
KESIMPULAN & SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat di tarik beberapa


kesimpulan sebagai berikut :
1. Nilai rata-rata Manajemen Laba Studi Pada Perusahaan Sektor Farmasi Di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019 sebesar 25.194.725.761,94. Nilai
maksimum Manajemen Laba Studi Pada Perusahaan Sektor Farmasi Di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019 sebesar 992.344.716.100 yakni
pada PT. Kalbe Farma Tbk tahun 2013. Nilai minimum Manajemen Laba
Studi Pada Perusahaan Sektor Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Tahun
2011-2019 sebesar -452.758.47.979 yakni pada PT. Kalbe Farma Tbk
tahun 2015. Nilai standar deviasi sebesar 185.035.680.170,28.
2. Nilai rata-rata Debt to Equity Ratio Studi Pada Perusahaan Sektor Farmasi
Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019 sebesar 0,57. Nilai maksimum
Debt to Equity Ratio Studi Pada Perusahaan Sektor Farmasi Di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2011-2019 sebesar 3,61 yakni pada PT Darya Varia
Laboratoria Tbk tahun 2012. Nilai minimum Debt to Equity Ratio Studi
Pada Perusahaan Sektor Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-
2019 sebesar 0,18 yakni pada PT Merck tbk tahun 2011. Nilai standar
deviasi sebesar 0,619.
3. Nilai rata-rata Free Cash Flow Studi Pada Perusahaan Sektor Farmasi Di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019 sebesar -99.960.864.476,75. Nilai
maksimum Free Cash Flow Studi Pada Perusahaan Sektor Farmasi Di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019 sebesar 6.187.561.014.061 yakni
pada PT Kalbe Farma tbk tahun 2011. Nilai minimum Free Cash Flow
Studi Pada Perusahaan Sektor Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Tahun
2011-2019 sebesar -7.050.227.342.808 yakni pada PT Kalbe Farma tbk
tahun 2018. Nilai standar deviasi sebesar 2.459.265.998.176,65.

97
98

4. Nilai rata-rata Return On Asset Studi Pada Perusahaan Sektor Farmasi Di


Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019 sebesar 15,46. Nilai maksimum
Return On Asset Studi Pada Perusahaan Sektor Farmasi Di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2011-2019 sebesar 43,06 yakni pada PT Taisho
Pharmaceutical Indonesia Tbk tahun 2019. Nilai minimum Return On
Asset Studi Pada Perusahaan Sektor Farmasi Di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2011-2019 sebesar 1,54 yakni pada PT Pyridam Farma tbk tahun
2014. Nilai standar deviasi sebesar 11,09.
5. Nilai rata-rata Net Profit Margin Studi Pada Perusahaan Sektor Farmasi Di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019 sebesar 13,42. Nilai maksimum
Net Profit Margin Studi Pada Perusahaan Sektor Farmasi Di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2011-2019 sebesar 51,03 yakni pada PT Kimia Farma tbk
tahun 2019. Nilai minimum Net Profit Margin Studi Pada Perusahaan
Sektor Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019 sebesar 1,20
yakni pada PT Pyridam Farma Persero tbk tahun 2014 dan tahun 2015.
Nilai standar deviasi sebesar 10,48.
6. Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan terhadap Manajemen Laba.
Hal ini menunjukkan bahwa apabila Debt to Equity Ratio meningkat
ataupun menurun, maka Manajemen Laba yang diperoleh perusahaan akan
mengalami peningkatan begitupun sebaliknya. Pernyataan ini dibuktikan
dengan hasil uji t yang menghasilkan t hitung > t tabel sebesar 3,150 >
2,001 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,003 < 0,05. Perbandingan
tersebut mengartikan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yaitu terdapat
pengaruh antara Debt to Equity Ratio terhadap Manajemen Laba. Hasil
perhitungan uji t ini diperkuat dengan nilai koefisien korelasi sebesar
-0,625, yang menandakan terdapat hubungan yang kuat antara Debt to
Equity Ratio dengan Manajemen Laba karena arah nya negatif maka
apabila Debt to Equity Ratio meningkat maka nilai Manajemen Laba akan
menurun.
7. Free Cash Flow berpengaruh terhadap Manajemen Laba. Hal ini
menunjukkan bahwa apabila Free Cash Flow meningkat atau menurun,
99

maka Manajemen Laba yang diperoleh perusahaan akan mengalami


peningkatan ataupun penurunan. Pernyataan ini dibuktikan dengan hasil
uji t yang menghasilkan t hitung > t tabel sebesar 10,063 > 2,001 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0,00 < 0,05. Perbandingan tersebut
mengartikan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yaitu terdapat pengaruh
antara Free Cash Flow terhadap Manajemen Laba. Hasil perhitungan uji t
tersebut diperkuat dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,901 yang
menandakan terdapat hubungan yang sangat kuat antara Free Cash Flow
dengan Manajemen Laba karena arah nya positif maka apabila Free Cash
Flow meningkat maka nilai Manajemen Laba akan meningkat.
8. Return On Asset berpengaruh terhadap Manajemen Laba. Hal ini
menunjukkan bahwa apabila Return On Asset meningkat atau menurun,
maka Manajemen Laba yang diperoleh perusahaan akan mengalami
peningkatan ataupun penurunan. Pernyataan ini dibuktikan dengan hasil
uji t yang menghasilkan t hitung < t tabel sebesar -5,305 > -2,001 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0,00 < 0,05. Perbandingan tersebut
mengartikan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yaitu terdapat pengaruh
antara Return On Asset terhadap Manajemen Laba. Hasil perhitungan uji t
tersebut diperkuat dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,760 yang
menandakan terdapat hubungan yang kuat antara Return On Asset dengan
Manajemen Laba, karena arah nya positif maka apabila Return On Asset
meningkat maka nilai Manajemen Laba akan meningkat.
9. Net Profit Margin berpengaruh terhadap Manajemen Laba. Hal ini
menunjukkan bahwa apabila Net Profit Margin meningkat atau menurun,
maka Manajemen Laba yang diperoleh perusahaan akan mengalami
peningkatan ataupun penurunan. Pernyataan ini dibuktikan dengan hasil
uji t yang menghasilkan t hitung > t tabel sebesar 5,009 > 2,001 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0,00 < 0,05. Perbandingan tersebut
mengartikan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yaitu terdapat pengaruh
antara Net Profit Margin terhadap Manajemen Laba. Hasil perhitungan uji
t tersebut diperkuat dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,839 yang
100

menandakan terdapat hubungan yang sangat kuat antara Net Profit Margin
dengan Manajemen Laba. karena arah nya positif maka apabila Net Profit
Margin meningkat maka nilai Manajemen Laba akan meningkat.
10. Hasil uji hipotesis simultan memperoleh F hitung sebesar 199,5 dengan
nilai F tabel sebesar 2,53 artinya F hitung lebih besar dari F tabel (199,5 >
2,53) serta tingkat signifikansi 0,00 < 0,05, maka H0 ditolak dan H4
diterima, artinya Debt to Equity Ratio, Free Cash Flow, Return On Asset
dan Net Profit Margin secara simultan berpengaruh terhadap Manajemen
Laba. Diperoleh informasi bahwa korelasi simultan antara Debt to Equity
Ratio, Free Cash Flow, Return On Asset dan Net Profit Margin terhadap
Manajemen Laba adalah sebesar 0,932. Berdasarkan tabel kriteria korelasi,
termasuk pada nilai korelasi antara 0,80 – 1,000 mempunyai hubungan
yang sangat kuat.

5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti dapat
memberikan saran yang mungkin dapat dijadikan bahan pertimbangan manajemen
perusahaan mengenai Debt to Equity Ratio, Free Cash Flow, Return On Asset,
Net Profit Margin dan Manajemen Laba pada Perusahaan Sektor Farmasi Di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019 dalam kemajuan perusahaan. Saran bagi
Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian dengan meneliti faktor lain
yang dapat mempengaruhi Manajemen Laba. Peneliti selanjutnya juga dapat
menggunakan metode lain dalam meneliti Manajemen Laba agar informasi yang
diperoleh dapat lebih bervariasi. Penelitian ini dilakukan Perusahaan Sektor
Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2019, untuk penelitian selanjutnya
diharapkan dapat memperluas objek penelitian agar ditemukan hasil dan
kesimpulan yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai