3.6.1 Uji Fisika-Kimia a. Uji Organoleptis Diamati sediaan krim meliputi bentuk, warna dan bau dari sediaan krim. b. Uji Homogenitas Diambil sediaan krim pada bagian atas, tengah dan bawah. Diletakkan sediaan krim diatas plat kaca lalu gosok dan diraba. Homogenitas dari sediaan ditandai dengan tidak adanya bahan padat yang tersisa pada sediaan dan memiliki struktur yang rata (Juan dkk., 2019). c. Uji Daya Lekat Diletakkan sebanyak 0,25 gram pada gelas obyek dan ditekan dengan beban 1 kg selama 5 menit. Dipasang gelas objek pada alat tes yang diberi beban 80 gram. Dicatat pelepasan krim dari gelas obyek (Widyaningrum dkk., 2009). d. Uji Daya Sebar Diletakkan sediaan sebanyak 0,02 gram diatas kaca bulat dan tutup dengan kaca lain yang telah ditimbang beratnya. Dibiarkan selama 1 menit dan diukur diameter sediaan. Ditambahkan beban 50 gram, 100 gram dan 150 gram secara bertahap. Biarkan selama 1 menit kemudian diukur daya sebar sediaan pada masing-masing beban yang digunakan. Dihitung pertambahan luas yang diperoleh. Sediaan yang nyaman digunakan memiliki daya sebar 5-7 cm (Juan dkk., 2019). e. Uji Viskositas Dimasukkan sediaan krim ke dalam cup. Dipasang spindel No. 4 dan dijalankan rotor dengan kecepatan 12 rpm. Diamati hingga viscometer brookfield menunjukkan angka yang stabil. Dicatat hasilnya dan dikalikan dengan faktor (500). Viskositas yang dipersyaratkan adalah 2.000 sampai 50.000 cp (Azkiya dkk., 2017). f. Uji pH Dilakukan pengujian pH dengan menggunakan pH-meter. Dibilas elektrode dengan akuades dan kalibrasi pH-meter dengan larutan dapar pH 4 dan pH 7. Diencerkan 0,5 gram sediaan dengan aquadest hingga 5 mL. Diukur pH sediaan dengan mencelupkan elektroda ke dalam larutan tersebut. Diamati dan dicatat harga pH yang tertera pada pH- meter. Sediaan salep mata yang aman digunakan memiliki pH 4,5-6,5 (Juan dkk., 2019). g. Uji Difusi Uji difusi dilakukan menggunakan metode sel difusi Franz. Media pada kompartemen reseptor digunakan akuades dengan pH 7,4. Kompartemen reseptor diisi dengan akuades pH 7,4 hingga penuh serta dimasukkan magnetic stirrer dan suhu dijaga pada 37 °C. Membran diletakkan diantara kompartemen donor dan kompartemen reseptor. Dimasukkan 3 gram krim ke dalam alat uji pada kompartemen donor dan magnetic stirrer dijalankan pada kecepatan 250 rpm. Sampel diambil sebanyak 2 mL yang dilakukan pada menit ke 15, 30, 60, 120, dan 180 menit. Sampel yang diambil selanjutnya dianalisis dengan menggunakan spektrofotometri UV untuk menentukan kandungan flavonoid total.
Uji Pre Klinik
a. Uji aktivitas antibakteri Sebelum uji in vitro, dilakukan tahap persiapan dengan menyiapkan dan sterilisasi seluruh alat dan bahan dengan memasukkan seluruh alat dan bahan ke dalam autoklaf sampai suhu 121oC dan tekanan 15 lb/sq. Selanjutnya dilakukan peremajaan bakteri di atas Muller Hinton agar yang telah padat. Bakteri diinkubasi selama 24 jam dalam suhu 37 oC. Ekstrak diencerkan dengan akuades menjadi berbagai konsentrasi yang ditentukan. Ekstrak hasil pengenceran diuapkan pada suhu 40oC, sampai tidak tercium lagi bau etanol. Kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC dan tekanan 15 lb/sq. Konsentrasi dari setiap ekstrak daun jambu biji diujikan kepada bakteri uji. Uji antibakteri yang digunakan adalah metode cup plat dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi ekstrak yang akan diuji. Bahan uji diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam di dalam inkubator. Setelah diinkubasi selama 24 jam, zona hambat diamati dengan cara mengukur daerah bening (diameter zona hambat) di sekitar lubang sumur dengan menggunakan jangka sorong dengan satuan millimeter. Data uji daya antibakteri yang diperoleh, dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 99% (Afifi dan Erlin, 2017). b. Uji sensitisasi kulit Uji sensitisasi kuli dilakukan menggunakan hewan uji yang diinduksi dengan dan tanpa Freund’s Complete Adjuvant (FCA) secara intradermal dan topical untuk membentuk respon imun kemudian dilakukan uji tantang (challenge test). Tingkat dan derajat reaksi kulit dinilai berdasarkan skala Magnusson dan Kligman (BPOM, 2014). c. Uji iritasi akut dermal Uji iritasi akut dermal dilakukan dengan menggunakan kelinci albino. Uji iritasi akut dermal dilakukan dengan memaparkan sediaan uji dalam dosis tunggal pada kulit hewan uji dengan area kulit yang tidak diberi perlakuan berfungsi sebagai kontrol. Derajat iritasi dinilai pada interval waktu tertentu yaitu pada jam ke-1, 24, 48, dan 72 setelah pemaparan sediaan uji untuk melihat reversibilitas, pengamatan dilanjutkan sampai 14 hari (BPOM, 2014). d. Uji toksisitas akut dermal Uji toksisitas akut dermal dilakukan menggunakan beberapa kelompok hewan uji dengan satu jenis kelamin. Hewan uji tersebut dipapar dengan sediaan uji dengan dosis tertentu, dosis awal dipilih berdasarkan hasil uji pendahuluan. Selanjutnya dipilih dosis yang memberikan gejala toksisitas tetapi yang tidak menyebabkan gejala toksik berat atau kematian (BPOM, 2014). e. Uji toksisitas subkronis dermal Sediaan uji dalam beberapa tingkat dosis diberikan setiap hari yang dipaparkan melalui kulit pada beberapa kelompok hewan uji. Selama waktu pemberian sediaan uji, hewan harus diamati setiap hari untuk menentukan adanya toksisitas. Hewan yang mati selama periode pemberian sediaan uji, bila belum melewati periode rigor mortis (kaku) segera diotopsi, organ dan jaringan diamati secara makropatologi dan histopatologi. Pada akhir periode pemberian sediaan uji, semua hewan yang masih hidup diotopsi selanjutnya dilakukan pengamatan secara makropatologi pada setiap organ maupun jaringan, serta dilakukan pemeriksaan hematologi, biokimia klinis, histopatologi (BPOM, 2014).