Anda di halaman 1dari 12

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)


1. Profil Puskesmas Gombong I
Puskesmas Gombong I merupakan salah satu Puskesmas dalam
wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen, tepatnya berada di
desa Wero Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen Propinsi Jawa
Tengah.
Puskesmas Gombong I merupakan salah satu puskesmas yang
terletak di sebelah barat Kabupaten Kebumen, memiliki luas wilayah 719,5
km², mempunyai wilayah kerja 5 desa yang terdiri dari :
a. Desa Wero
b. Desa Kedungpuji
c. Desa Panjangsari
d. Desa Banjarsari
e. Desa Patemon
Di mana semua desa merupakan daerah dataran rendah yang bisa
dijangkau dengan kendaraan roda 2 (dua) maupun roda 4 (empat), wilayah
terdekat desa Wero dan wilayah terjauh adalah desa Panjangsari.
Batas Wilayah Puskesmas Gombong I memiliki batas-batas wilayah
sebagai berikut :
a. Sebelah Barat : wilayah kerja Puskesmas Gombong II
b. Sebelah Selatan : wilayah kerja Puskesmas Kuwarasan
c. Sebelah Timur : wilayah kerja Puskesmas Karanganyar
d. Sebelah Utara : wilayah kerja Puskesmas Gombong II

2. Penyebaran Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Gombong I


1. Pertumbuhan dan Persebaran Penduduk
Jumlah penduduk wilayah Puskesmas Gombong I sampai tahun
2018 yaitu 13.818 jiwa yang tersebar di 5 desa dengan tingkat

5
kepadatan penduduk mencapai 2.034 jiwa, wilayah terpadat di Desa
Wero sebesar 3.015 jiwa sedangkan yang terendah di Desa Banjarsari
sebesar 1296 jiwa.
Jumlah rumah tangga sebanyak 4.739, sehingga rata-rata jumlah
anggota keluarga yaitu 2,92 jiwa setiap keluarga.
2. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur
Untuk dapat menggambarkan tentang keadaan penduduk secara
khusus dapat dilihat dari komposisinya, salah satunya yaitu penduduk
menurut jenis kelamin.
Menurut data dari Dukcapil Kabupaten Kebumen, jumlah
penduduk wilayah kerja Puskesmas Gombong I yaitu 13.818 orang,
yang terdiri dari 6.892 orang penduduk laki laki dan 6.926 orang
penduduk perempuan. Indikator dari variabel jenis kelamin
adalah rasio jenis kelamin yang merupakan angka perbandingan antara
penduduk laki-laki dan perempuan.
Komposisi penduduk menurut kelompok umur juga
mencerminkan Rasio Beban Tanggungan (Dependency Ratio) yaitu
perbandingan antara penduduk umur nonproduktif (umur 0-14 tahun +
umur 65 tahun keatas) dengan penduduk produktif (umur 15-64
tahun). Tingginya Dependency Ratio mencerminkan besarnya beban
tanggungan pemerintah secara ekonomi di wilayahnya.
Rasio Beban Tanggungan untuk wilayah Puskesmas Gombong I
tahun 2018 sebesar 34% dengan penduduk sebesar 13.818 jiwa yang
terdiri dari jiwa penduduk usia produktif (15-64 tahun) 9654 jiwa,
anak-anak dan remaja (usia 0-14 tahun) 2.781 jiwa dan lanjut usia
(>65 tahun) 1.383 jiwa.
3. Keadaan Pendidikan
Tingkat pendidikan dapat berkaitan dengan kemampuan menyerap
serta menerima informasi kesehatan serta kemampuan dalam berperan
serta dalam pembangunan kesehatan. Masyarakat yang berpendidikan
tinggi pada umumnya mempunyai pengetahuan dan wawasan yang

6
lebih luas sehingga lebih mudah menyerap dan menerima informasi
serta dapat ikut berperan serta aktif dalam mengatasi masalah
kesehatan dirinya dan keluarganya.
Selain itu, data tentang tingkat pendidikan yang ditamatkan yaitu
salah satu faktor penting dalam menentukan arah pembangunan suatu
daerah, karena pendidikan mempengaruhi pola pikir penduduk suatu
daerah. Semakin maju pendidikan berarti akan membawa berbagai
pengaruh positif bagi masa depan berbagai bidang kehidupan.
Pada tahun 2018 Puskesmas Gombong I jumlah penduduk yang
telah menempuh pendidikan setingkat sarjana (D-IV/S-1/S-2/S-3)
sebesar770 orang (6,44%) yang terdiri dari 381 laki-laki dan 389
perempuan.

B. Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi adalah kondisi nilai tekanan darah sistolik ≥140
mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg (PERKI, 2015).
American Society of Hipertension and the International Society of
Hypertension dan National Heart Foundation of Australia
menyatakan hal yang sama bahwa hipertensi adalah kondisi nilai
tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥
90 mmHg (Mancia et al., 2013;Anderson et al., 2016).

2. Klasifikasi etiologis
Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi yaitu
hipertensi primer dengan penyebab mendasar tidak diketahui dan
hipertensi sekunder dengan penyebab diketahui. Kasus pasti hipertensi
hanya dapat ditemukan pada 10% kasus dan penyebab yang mendasari
90% kasus hipertensi lainnya tidak diketahui (Kemenkes RI, 2014).

7
a. Hipertensi primer (esensial atau idiopatik)
Hipertensi primer adalah suatu kategori umum peningkatan
tekanan darah yang disebabkan oleh berbagai macam penyebab
yang tidak diketahui. Beberapa faktor yang kemungkinan potensial
terhadap penyebab hipertensi primer adalah 1) defek eliminasi
garam oleh ginjal; 2) asupan garam berlebihan; 3) kurang
mengkonsumsi diet yang kaya kalium (K) seperti buah, sayuran
dan kaya kalsium(Ca) seperti produk susu; 4) kelainan membran
plasma misalnya gangguan pompa Na +-K+; 5) variasi dalam gen
yang menyandi angiotensinogen; 6) bahan mirip digitalis endogen;
7) perubahan pada Nitric Oxide (NO), endotelin, dan bahan kimia
vasoaktif lokal lainnya; 8) kelebihan vasopresin (Sherwood, 2012).
b. Hipertensi sekunder
Sherwood (2012) menyebutkan bahwa hipertensi sekunder
dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori:
1) Hipertensi kardiovaskuler
Berkaitan dengan aterosklerosis (pengerasan arteri-arteri)
sehingga menyebabkan peningkatan resistensi perifer total
kronik yang akhirnya memicu terjadinya hipertensi.
2) Hipertensi renal (ginjal)
Dapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu:
a) Oklusi parsial arteri renalis
Adanya oklusi arteri renalis yang disebabkan oleh lesi
aterosklerotik yang masuk ke lumen pembuluh darah atau
penekanan eksternal oleh tumor dapat mengurangi aliran
darah ke ginjal sehingga ginjal mengkompensasi dengan
mengaktifkan angiotensin II. Akibat adanya angiotensin II
menyebabkan peningkatan retensi garam dan air selama
pembentukan urin, sehingga volume darah meningkat untuk
mengkompensasi penurunan aliran darah ke ginjal.
Angiotensin II yang bersifat vasokonstriktor kuat dan

8
peningkatan volume darah akhirnya memicu terjadinya
hipertensi.
b) Penyakit jaringan ginjal
Berkurangnya kemampuan mengeliminasi garam pada
ginjal yang sakit menyebabkan terjadinya retensi garam
yang akan memicu terjadinya retensi air sehingga volume
plasma meningkat akhirnya terjadi hipertensi.
3) Hipertensi endokrin
Disebabkan oleh sedikitnya 2 penyakit endokrin yaitu:
a) Feokromositoma
Feokromositoma adalah tumor pada medula adrenal
yang berespon dengan mengeluarkan epinefrin dan
norepinefrin dalam jumlah yang berlebihan. Peningkatan
kedua hormon ini menyebabkan efek vasokonstriktor umum
dan meningkatkan curah jantung sehingga menimbulkan
hipertensi.
b) Sindrom Conn
Berkaitan dengan peningatan hormon aldosteron yang
dibentuk oleh korteks adrenal. Hormon aldosteron ini
merupakan bagian dari jalur hormonal renin-angiotensin-
aldosteron yang menyebabkan peningkatan retensi garam
dan air sehingga tekanan darah meningkat.
4) Hipertensi neurogenik
Dapat terjadi karena kesalahan kontrol tekanan darah
akibat gangguan pada pusat kardiovaskuler dan berkurangnya
aliran darah ke otak akibat adanya tumor yang menekan
pembuluh darah besar di otak.

3. Diagnosis Hipertensi
a. Mengukur tekanan darah
1) Biarkan pasien duduk 3-5 menit sebelum pengukuran dimulai.

9
2) Tekanan darah diukur dengan menggunakan metode cuff yang
melingkupi minimal 80% lengan atas pasien pada posisi duduk.
3) Pengukuran diulang dengan jarak 1-2 menit setelah pengukuran
pertama dan jika hasil pengukuran pertama dan kedua cukup
berbeda dilakukan pengukuran tambahan, jika dianggap sudah
sesuai maka tekanan darah adalah rata-rata dari semua
pengukuran.
4) Pada pasien dengan detak jantung aritmia seperti atrial fibrilasi
pengukuran perlu diulang untuk meningkatkan keakuratan.
5) Pada penggunaan metode auskultasi, gunakan suara korotkoff
gelombang I dan hilangnya gelombang V untuk menentukan
sistolik dan diastolik tekanan darah.
6) Lakukan pengukuran tekanan darah pada kedua lengan untuk
menghindari kemungkinan perbedaan hasil, kemudian gunakan
hasil pengukuran yang lebih tinggi sebagai acuan.
7) Pengukuran tekanan darah pada posisi berdiri diindikasikan
untuk pasien lansia, penderita diabetes melitus dan kondisi lain
dimana terdapat hipotensi ortostatik (Mancia et al., 2013).
b. Klasifikasikan hasil pengukuran tekanan darah berdasarkan tabel di
bawah.
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa (A
Statement by the American Society of Hipertension
and the International Society of Hypertension)
Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik
Tekanan Darah (mmHg) (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal 120-129 80-84
Prehipertensi 130-139 85-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 160-179 100-109
Hipertensi derajat 3 ≥180 ≥110
Hipertensi sistolik ≥140 <90
terisolasi
(Mancia et al., 2013).

10
4. Faktor Risiko Hipertensi
a. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi yaitu riwayat keluarga, umur,
jenis kelamin, dan etnis (Black dan Hawks, 2005).
b. Faktor yang dapat dimodifikasi (Yogiantoro, 2009).
1) Stress
2) Obesitas (IMT >30)
3) Nutrisi seperti tinggi natrium dan lemak, tetapi rendah protein
dapat meningkatkan tekanan darah.
4) Konsumsi zat berbahaya seperti rokok, konsumsi alkohol
berlebih, dan obat-obatan terlarang.
5) Aktivitas fisik
6) Riwayat diabetes melitus
7) Dislipidemia
8) Kerusakan organ sasaran
a) Jantung: Hipertrofi ventrikel kiri, angina atau riwayat infark
miokard, riwayat revaskularisasi koroner, dan gagal jantung.
b) Otak: Stroke atau Transient Ischemic Attack (TIA).
c) Penyakit arteri perifer
d) Penyakit ginjal kronik
e) Retinopati
9) Hipertensi dengan penyebab telah teridentifikasi: sleep apnea,
akibat obat, penyakit ginjal kronik dan sindroma cushing,
feokromasitoma, koarktasi aorta, penyakit tiroid dan paratiroid.

5. Tatalaksana Hipertensi
a. Tatalaksana Non Farmakologi
Menerapkan gaya hidup seperti yang dilampirkan pada tabel di
bawah.

11
Tabel 2.2 Modifikasi Gaya Hidup Untuk Mengontrol Hipertensi
(berdasarkan rekomendasi ESC Guidelines for the
management of arterial hypertension)
Modifikasi Rekomendasi
Penurunan Berat Badan Mencapai berat badan normal
(BB) (BMI: 18,5 -24,9kg/m²)
Adopsi pola makan DASH Diet kaya akan buah, sayur, dan
produk susu rendah lemak
Diet rendah natrium Mengurangi konsumsi natrium,
tidak lebih dari 100 mEq/L per
hari (2,4 g natrium atau 6 g
NaCl/hari)
Aktivitas fisik Aktivitas fisik aerobik seperti
jalan kaki 30 menit/hari,
beberapa hari/minggu
Mengurangi konsumsi Tidak lebih dari 30 ml etanol
alkohol dalam sehari untuk laki-laki dan
15 ml untuk perempuan
(Mancia et al., 2013).
b. Tatalaksana Farmakologis
Terdapat 7 kelompok obat hipertensi yang lazim digunakan
antara lain diuretika, penyekat reseptor-alfa adrenergik (alfa-
blockers), memblok reseptor-beta adrenergik (beta-blockers), zat-
zat yang bekerja melalui SSP, antagonis-Ca, zat penghambat
Renin-Angiotensin-Aldosteron-Sistem (RAAS) terdiri dari ACE-
Inhibitors (ACEI) dan AT-II Receptor Blockers (ARB), dan yang
terakhir yaitu vasodilator (Tjay dan Rahardja, 2007).
Pada tahun 2014 JNC 8 membuat algoritma pedoman
tatalaksana hipertensi yang diuraikan pada gambar 2.1 dalam
evidence-based guideline for the management of high blood
pressure in adults.

12
Dewasa > 18 tahun hipertensi Keterangan:
Terapkan modifikasi gaya hidup, Tentukan target CKD: Cronic
tekanan darah dan gunakan obatuntuk menurunkan Kidney Disease
tekanan darah berdasarkan algoritma TD: Tekanan
Darah
Populasi umum tanpa
diabetes dan CKD Diabetes dan CKD

≥ 60 tahun < 60 tahun Semua umur Semua umur & Ras


Diabetes CKD dengan atau
Tanpa CKD tanpa diabetes
Target TD Target TD
<150/90 <140/90
Target TD Target TD
<140/90 <140/90

Ras non kulit hitam Ras kulit hitam


ACEI atau ARB,
Tunggal atau
Thiazid, ACEI, ARB, Thiazid atau CCB, kombinasi dengan
atau CCB, tunggal tunggal atau kombinasi obat kelas lain
atau kombinasi

ya
Apakah tekanan darah sudah mencapai target ?
tidak
Menerapkan kembali gaya hidup & meningkatkan ketaatan
Titrasi obat untuk dosis maksimum atau obat lain (ACEI, ARB, CCB,
Thiazid)
ya
Apakah tekanan darah sudah mencapai target ?
tidak
Menerapkan kembali gaya hidup & meningkatkan ketaatan
Menambahakan obat yang bukan pilihan (ex: beta blocker, aldosteron antagonis,
dan lainnya) dan titrasi obat di atas untuk memaksimalkan

ya
Apakah tekanan darah sudah mencapai target ?
tidak
Menerapkan kembali gaya hidup & meningkatkan ketaatan
Lanjutkan terapi&
Titrasi obat untuk dosis maksimum, tambahkan obat lain dan
monitoring
atau rujuk ke spesialis hipertensi
Gambar 2.1 Skema Algoritma Tatalaksana Hipertensi (James et al., 2014)

13
C. Pengetahuan terhadap Hipertensi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) pengetahuan adalah
segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (over behaviour). Menurut teori World Health Organization
(WHO) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), salah satu bentuk objek
kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman
sendiri.
Tahapan sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru yaitu:
a. Awareness (kesadaran)
Seseorang menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu
terhadap stimulus atau objek.
b. Interest (merasa tertarik)
Seseorang mulai merasa tertarik terhadap objek. Dalam tahap ini
tahap pembentukan sikap mulai terbentuk.
c. Evaluation (mempertimbangkan)
Seseorang mulai mempertimbangkan sisi positif dan negatif dari
pengetahuan yang diperoleh.
d. Trial
Sikap di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai
apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adaption
Subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran.
Menurut teori Prochaska dan DiClemente, tahapan perubahan perilaku
seseorang adalah sebagai berikut:
a. Pre-Contemplation
Pada tahap ini, orang tidak berniat untuk mengambil tindakan di
masa mendatang (didefinisikan dalam 6 bulan ke depan). Orang
sering tidak menyadari bahwa perilaku mereka bermasalah atau
menimbulkan konsekuensi negatif. Orang-orang pada tahap ini

14
sering meremehkan keuntungan dari perubahan perilaku dan
terlalu menekankan pada kekurangan dari perubahan perilaku.
b. Contemplation
Dalam tahap ini, masyarakat berniat untuk memulai perilaku sehat
di masa mendatang (didefinisikan dalam 6 bulan ke depan).
Orang-orang menyadari bahwa perilaku mereka mungkin
bermasalah, dan pertimbangan yang lebih bijaksana dan praktis
tentang pro dan kontra dari perubahan perilaku terjadi, dengan
penekanan yang sama ditempatkan pada keduanya.
c. Preparation
Pada tahap ini, masyarakat siap untuk mengambil tindakan dalam
30 hari ke depan. Orang-orang mulai mengambil langkah-langkah
kecil menuju perubahan perilaku, dan mereka percaya bahwa
mengubah perilaku dapat menghasilkan hidup yang lebih sehat.
d. Action
Pada tahap ini, orang baru saja mengubah perilaku mereka
(didefinisikan dalam 6 bulan terakhir) dan berniat untuk terus
bergerak maju dengan perubahan perilaku tersebut. Orang
mungkin menunjukkan hal ini dengan mengubah perilaku
bermasalah mereka atau memperoleh perilaku baru yang sehat.
e. Maintenance
Pada tahap ini, orang telah mempertahankan perubahan perilaku
mereka untuk sementara waktu (didefinisikan sebagai lebih dari 6
bulan) dan berniat untuk mempertahankan perubahan perilaku
tersebut di masa mendatang. Orang-orang di tahap ini bekerja
untuk mencegah kekambuhan ke tahap sebelumnya.
f. Relaps
Pada tahap ini, orang tidak memiliki keinginan untuk kembali ke
perilaku tidak sehatnya dan yakin tidak akan kambuh lagi. Karena
jarang tercapai, dan orang cenderung bertahan dalam tahap

15
pemeliharaan, tahap ini sering tidak dipertimbangkan dalam
program promosi kesehatan.

Lebih dari 80% beban hipertensi di negara berpenghasilan rendah dan


menengah adalah karena kurangnya informasi dan praktik perawatan diri yang
buruk. Kurangnya pengetahuan tentang hipertensi merupakan tantangan utama
dalam pengendalian hipertensi (Worku Kassahun et.al., 2019). Studi di seluruh
dunia telah melaporkan kekurangan dalam pengetahuan tentang hipertensi pada
pasien yang mengidapnya. Namun, tidak ada penelitian sebelumnya yang
membandingkan pengetahuan antara pasien hipertensi dan non-hipertensi
ditemukan. Selain itu, diperkirakan antara 30 hingga 50% pasien hipertensi
tidak menyadari bahwa mereka mengidap penyakit tersebut (Lugo-Mata et.al.,
2017).
Pengetahuan tentang faktor-faktor ini sangat penting dalam
pencegahan, pengelolaan, dan pengendalian hipertensi. Orang yang berisiko
menderita hipertensi harus dididik secara dini dan secara berkala untuk menilai
status kesehatannya sehingga pasien dapat mencegah dan apabila terdiagnosis,
pasien memiliki tingkat pengetahuan yang lebih tinggi dan lebih mematuhi
pedoman terapeutik (Nadeem et.al., 2019).

16

Anda mungkin juga menyukai