KEJANG DEMAM
Ari Aripin
2015730014
Pembimbing:
KATA PENGANTAR
dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Refreshing “Kejang
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masi jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak yang membaca, agar penulis dapat mengkoreksi dan dapat membuat laporan yang
Demikianlah laporan referat ini dibuat sebagai tugas di kegiatan klinis di Stase
Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih serta untuk menambah
Penulis
2
A. DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu diata 38 ℃,
dengan metode pengukuran suhu apapun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial.(IDAI, 2016)
Keterangan :
1. kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan elektrolit
atau metabolik lainnya.
2. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai
kejang demam.
3. Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam, namun
jarang sekali.
National Institute of Health (1980) menggunakan batasan lebih dari 3 bulan,
sedangkan Nelson dan Ellenberg (1978), serta ILAE (1993) menggunakan
batasan usia 1 bulan. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang
didahului demam, pikirka kemungkinan lain, terutama infeksi susunan saraf
pusat.
4. Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi kejang
demam melainkan termasuk dalam kejang neonatus.
A. EPIDEMIOLOGI
Kejang demam terjadi pada 2-5% populasi anak usia 6 bulan-5 tahun. (IDAI, 2016)
Kejang demam tidak berhubungan dengan adanya kerusakan otak dan hanya sebagian
kecil ssja yang berkembang menjadi epilepsi. Insiden kejang demam 2,2-5% pada anak
dibawah usia 5 tahun. Anak laiki-laki lebih sering dari pada perempuan dengan
perbandingan 1,2-1,6 : 1. (IDAI, 2011)
B. ETIOLOGI
Kejang disertai demam dapat disebabkan oleh infeksi SSP (meningitis, ensefalitis
atau abses otak), epilepsi yang belum terdiagnosis yang dicetuskan oleh demam, atau
3
kejang demam sederhana. Yang disebutkan terakhir merupakan predisposisi genetik
terhadap kejang dicetuskan oleh demam yang sering didapatkan pada anak usia 6 bulan
sampai 5 tahun. Keadaan ini terjadi pada 2% sampai 5% anak; sebagian besar antara usia
1 sampai 2 tahun (usia rata-rata 22 bulan).
Semua jenis infeksi yang bersumber diluar SSP yang menimbulkan demam dapat
menyebabkan kejajng demmam, misalnya tonsilitis (peradanga pada amandel), infeksi
pada telinga, daninfeksi saluran napas lainnya. Penyakit yang palin sering menimbulkan
kejang demam adalah infeksi saluran napas akut, otitis media, roseola dan infeksi
Human Herpes Virus (HHV) 6, shigella, pneumonia, gastroenteritis akut, bronchitis, dan
infeksi saluran kemih.
C. KLASIFIKASI
a) Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
D. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau otak diperlukan energi
yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glukosa dan melalui suatu proses oksidasi. Dalam proses oksidasi
tersebut diperlukan oksigen yang disediakan melalui perantaraan paru-paru.
Oksigen dari paru-paru ini diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Suatu
sel, khususnya sel otak atau neuron dalam hal ini, dikelilingi oleh suatu membran
yang terdiri dari membran permukaan dalam dan membran permukaan luar.
4
Membran permukaan dalam bersifat lipoid, sedangkan membran permukaan luar
bersifat ionik.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dengan mudah dilalui ion
Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium ( Na+ ) dan elektrolit lainnya,
kecuali oleh ion Klorida (Cl-). Ak ibatnya konsentrasi K+ dalam neuron tinggi
dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar neuron, maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan
enzim Na-K- ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial
membran tadi dapat berubah karena adanya : perubahan konsentrasi ion di ruang
ekstraseluler, rangsangan yang datang mendadak seperti rangsangan mekanis,
kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya, dan perubahan patofisiologi dari
membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebesar 20%.
Pada seorang anak usia 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh sirkulasi
tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi kenaikan suhu
tubuh pada seorang anak dapat mengubah keseimbangan membran sel neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi ion Kalium dan ion Natrium melalui membran
tersebut sehingga mengakibatkan terjadinya lepas muatan listrik. Lepasnya muatan
listrik ini demikian besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel lain yang ada didekatnya dengan perantaraan neurotransmitter
sehingga terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbedda dan tergantung tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu. Pada nak denga ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada
suhu 38℃ sedangkan pada anak dengan ambang batas yang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu 40℃ atau lebih. Dari kenyataan inilah dapatlah disimpulkan
bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang
rendah sehingga penananggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
5
penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama biasanya
terjadinay apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan
oleh metabolime anaeronik, hipotensi arterial disertaidenyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh makin meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalh faktor
penyebab sehingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya
kelang lama.
E. MANIFESTASI KLINIS
Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau
tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelahkejang berhenti
anak tidak memberi reakis apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit
anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang demam diikuti
6
hemiparesis sementara yang berlansgung beberapa jam dan hari. Kejang unilateral
yang lama dapat diikuti hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang
berlangsung lama biasanya terjadi pada kejang demam yang pertama. Kejang
berulang dalam 24 jam ditemukan pada 16% pasien.
Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat biasanya berkembang
bila suhu tubuh mencapai 39℃ atau lebih. Kejang khas yang menyeluruh, tonik-
klonik beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat
pasca kejang. Kejang demam yang menetap lebih laam dari 15 menit menunjukkan
penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik yang memerlukan pengamatan
menyeluruh. (Nelson, 2000)
F. DIAGNOSIS
Anamnesis
waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
sifat kejang (fokal atau umum)
Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)
Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau
naik turun)
Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)
Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai
demam atau epilepsi)
Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
Trauma kepala
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : apakah terdapat penurunan kesadaran, suhu tubuh : apakah terdapat
demam
Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique, Laseque
7
Pemeriksaan nervus kranial : Umumnya tidak dijumpai adanya kelumpuhan nervi
kranialis
Tanda peningkatan tekanan intrakranial : ubun-ubun besar (UUB) membonjol, papil
edema.
Tanda infeksi diluar SSP : ISPA, OMA, ISK, dll
Pemeriksaan neurologi : tonus, motorik, refleks fisiologis, refleks patologis
Kriteria Diagnosis
Kejang didahului oleh demam
Pasca kejang anak sadar kecuali kejang lebih dari 15 menit
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab
demam, meliputi darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit, serum kalsium,
fosfor, magnesium, ureum, kreatinin, urinalisis, biakan darah, urin dan feses,
walaupun kadang tidak menunjukan kelainan yang berarti.
Fungsi lumbal sangat dianjurkan pada anak dibawah umur 12 bulan, dianjurkan
pada umur 12-18 bulan, dan dipertimbangkan pada anak berumur diatas 18 bulan,
atau dicurigai menderita meningitis. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan
untuk menegakkan diagnosis/menyingkirkan kemungkinan meningitis. Jika yakin
bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. Berdasarkan
bukti-bukti terbaru, saat ini, pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara
rutin pada anak berusia <12 bulan yang mengalami kejang demam sederhana,
well-appearing, imunisasi lengkap (termasuk HiB dan Pneumokokus).
Indikasi pungsi lumbal :
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya
telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat mengaburkan
tanda dan gejala meningitis.
8
Pemeriksaan pencitraan (CT-scan atau MRI kepala) dapat diindikasikan pada
keadaan adanya riwayat atau tanda klinis trauma kepala, dan kemungkinan lesi
struktural di otak, ditandai adanya defisit neurologi (mikrosefal, spastisitas,
hemiparesis, kejang fokal), adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial
(kesadaran menurun, muntah berulang, fontanel anterior membonjol, paresis saraf
otak, atau edema papil).
Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang mempunyai nilai prognostik. EEG
abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi
atau kejang demam berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak
dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana. EEG dipertimbangkan pada
keadaan kejang demam yang bersifat fokal, kejang demam kompleks pada anak
berusia lebih dari 6 tahun.
G. PENATALAKSANAAN
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5
mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan
lebih dari 12 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3
tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun (lihat bagan penatalaksanaan
kejang demam). Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke
rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,2-0,5
mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan
dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50
mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12
jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus
dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya
tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks
dan faktor risikonya.
9
Antipiretik
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan
IV atau intrarektal.
Bila kejang berhenti dengan fenitoin, lanjutkan fenitoin dengan dosis 4-8
mg/kgbb/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
10
Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada
kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila
kejang demam berlangsung lama.
Pengobatan profilaksis
Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat demam dan (2)
profilaksis terus-menerus dengan antikonvulsan setiap hari
- bila kejang terjadi pada suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi
- kejang demam sebelumnya terjadi saat suhu tubuh naik dengan cepat
Untuk profilaksis intermiten diberikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3-
0,5mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat pula
diberikan secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB<12kg) dan 10 mg (BB>12kg)
setiap pasien menunjukan suhu >38,5oc. Efek samping diazepam adalah ataksia,
mengantuk dan hipotonia.
11
mg/kgbb/hari. Antikonvulsan profilaksis terus-menerus diberikan selama 1-2 tahun
setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-3 bulan.
1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal)
2. Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologis sementara
atau menetap
3. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung.
4. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur <12 bulan atau terjadi kejang multipel
dalam satu episode demam.
Bila hanya memenuhi 1 kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka panjang,
maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral
atau rektal tiap 8 jam disamping antipiretik.
12
H. PROGNOSIS
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, profnosisnya baik dan tidak
menyebabkan kematian. Frekuensi berulangnya kejang berkisar antara 25-50%,
umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Risiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.
I. KOMPLIKASI
Gangguan-gangguan yang dapat terjadi akibat dari kejang demam anak antara lain :
1. Kejang Demam Berulang.
Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari
satu episode demam. Beberapa hal yang merupakan faktor risiko berulangnya
kejang demam yaitu :
a. Usia anak < 15 bulan pada saat kejang demam pertama
13
Kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot yang akhirnya
menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat karena metabolisme
anaerobik, hipotensi arterial, denyut jantung yang tak teratur, serta suhu tubuh
yang makin meningkat sejalan dengan meningkatnya aktivitas otot sehingga
meningkatkan metabolisme otak. Proses di atas merupakan faktor penyebab
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsung kejang lama. Faktor
terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan neuron otak.
3. Retardasi Mental, terjadi akibat kerusakan otak yang parah dan tidak
mendapatkan pengobatan yang adekuat.
4. Epilepsi, terjadi karena kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama. Ada 3 faktor risiko yang
menyebabkan kejang demam menjadi epilepsi dikemudian hari, yaitu :
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya
kejang demam adalah :
1) Riwayat kejang demam dalam keluarga
2) Usia kurang dari 12 bulan
3) Temperatur yang rendah saat kejang
4) Cepatnya kejang setelah demam
15
1) Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
2) Memberitahukan cara penanganan kejang
3) Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4) Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat
adanya efek samping
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Nelson, Waldo.E.MD., dkk. 2016. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 20. Jakarta: EGC.
2. Mansjoer, Arief. Kapita selekta kedokteran edisi ketiga. Media Aesculapius FK UI.
Jakarta : 2014
3. Buku Ajar Pediarti Gawat Darurat IDAI 2014
4. Panduan Pelayanan Medis Departeman Ilmu Kesehatan Anak RSCM, Jakarta : 2010
5. Panduan Pelayanan Medis Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta : 2016
6. Kesepakatan UKK Neurologi IDAI, Saraf Anak PERDOSSI. Kejang demam.
Jakarta: 2004.
7. PPK Anak RSCM. Jakarta : 2015
17