Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh:
Ni Putu Kristin Santika Dewi 1807531168
Ni Putu Intan Aryanti 1807531170
Harga yang digunakan dalam pengukuran nilai wajar adalah harga pada
tanggal pengukuran dalam kondisi pasar saat ini, terlepas apakah harga tersebut dapat
diobservasi secara langsung atau diestimasi menggunakan teknik penilaian lain. Harga
yang digunakan tidak perlu disesuaikan dengan biaya transaksi, karena biaya transaksi
dicatat sesuai PSAK yang berlaku.
Ketika harga kuotasian (quoted price) untuk pengalihan suatu liabilitis atau
instrumen ekuitas milik entitas sendiri yang identik atau serupa tidak tersedia dan
liabilitas atau instrumen ekuitas milik entitas sendiri yang identik dimiliki oleh pihak
lain sebagai aset, entitas mengukur nilai wajar liabilitas atau instrumen ekuitas dari
perspektif pelaku pasar yang memiliki liabilitis atau instrumen ekuitas milik entitas
sendiri yang identik sebagai aset pada tanggal pengukuran. Pengukuran nilai wajar
dari perspektif pelaku pasar ditentukan melalui:
Entitas menggunakan teknik penilaian yang sesuai dalam keadaan dan dimana
data yang memadai tersedia untuk mengukur nilai wajar, memaksimalkan penggunaan
input yang dapat diobservasi yang relevan dan meminimalkan penggunaan input yang
tidak dapat diobservasi. Teknik penilaian yang dapat digunakan secara luas:
a. Pendekatan pasar
Pendekatan pasar (market approach) merupakan teknik penilaian yang
menggunakan harga dan informasi relevan lain yang dihasilkan oleh
transaksi pasar yang melibatkan aset, liabilitas atau kelompok aset dan
liabilitas yang identik atau sebanding, seperti bisnis.
b. Pendekatan biaya
Pendekatan biaya mencerminkan jumlah yang akan dibutuhkan saat ini
untuk menggantikan kapasitas manfaat (service capacity) aset (sering
disebut dengan biaya pengganti saat ini)
c. Pendekatan penghasilan
Pendekatan penghasilan mengkonversikan jumlah masa depan (misalnya
arus kas atau penghasilan dan beban) ke suatu jumlah tunggal saat ini
(yaitu di diskontokan).
Menurut IAI dalam Buletin Teknis No. 3 menyatakan bahwa dasar dari
definisi fair value adalah asumsi bahwa entitas merupakan unit yang akan beroperasi
selamanya tanpa adanya intense atau keinginan untuk melikuidasi, untuk membatasi
secara material skala operasinya atau transaksi dengan persyaratan yang merugikan.
Dengan demikian, fair value bukanlah nilai yang akan diterima atau dibayarkan
entitas dalam suatu transasksi yang dipaksakan, likuidasi yang dipaksakan, atau
penjualan akibat kesulitan keuangan. Fair value menyampaikan informasi tentang
nilai kekayaan dan kepengurusan manajemen dengan menyatakan semua aset dan
kewajiban pada neraca sebagai nilai kepada pemegang saham.
Fair value ditetapkan oleh IASB sebagai dasar dalam mengukur nilai aset
dengan diperkenalkannya IFRS diberbagai belahan dunia. Demikian pula GAAP yang
mewakili standar akuntansi keuangan Amerika, sejak tahun 2006 telah
memberlakukan SFAS 157 tentang Fair Value Measurement. Pertanyaan mengenai
bagaimana aset seharusnya diakui di neraca merupakan salah satu isu penting digaris
bawahi. Untuk itu, baik IASB maupun FASB melakukan pengkajian secara seksama
terhadap konsep fair value ini.
Begitu banyak diskusi dalam beberapa waktu terakhir mengenai sumbangsih
akuntansi pada penurunan kondisi ekonomi baru-baru ini. Sejak krisis keuangan
terjadi, perdebatan tentang akuntansi nilai wajar pun semakin intensif. Bank-bank dan
pihak-pihak lain berpendapat bahwa fair value accounting bertanggung jawab atas
kelemahan dan ketidakstabilan yang mereka alami, sedangkan akuntan dan investor
berpendapat bahwa kebenaran atas fakta aset milik bank-bank adalah apa yang
akhirnya menyebabkan permasalahan tersebut.
Untuk memahami implikasi dari fair value, kita harus mulai dari pemahaman
pentingnya akuntansi terhadap sistem ekonomi. Inti dari kapitalisme adalah
identifikasi harga dan perhitungan laba rugi. Penilaian paling penting terhadap para
manajer adalah apakah keputusan yang mereka buat menghasilkan laba atau justru
kerugian. Sedangkan investor, kreditor, dan mitra bisnis menggunakan data akuntansi
untuk membuat keputusan untuk alokasi investasi, perpanjangan kredit, dan evaluasi
kerja sama.
Penggunaan akuntansi mark-to-market akan berakibat perubahan yang terus-
menerus pada laporan keuangan perusahaan ketika nilai aset mengalami kenaikan dan
penurunan serta laba dan rugi yang tercatat. Hal ini membuat semakin sulit untuk
memastikan apakah laba dan rugi diakibatkan oleh keputusan bisnis yang dibuat
manajemen atau oleh perubahan yang terjadi dipasar.
Pihak yang menentang akuntansi yang berdasarkan nilai pasar menggunakan
argumentasi bahwa market value accounting kurang dapat dipercaya dan menjadi
halangan utama dalam penerapannya. Mereka menganggap bahwa subjektivitas dari
estimasi nilai wajar pada aset dan liabilitas tanpa pasar yang likuid membuat laporan
keuangan menjadi kehilangan relevansinya. Meskipun banyak pihak yang
menganggap bahwa subjektivitas selalu menjadi bagian dari akuntansi yakni dalam
masalah pengukuran, penggabungan usaha, dan dalam metode pembelian.
Satu hal yang juga menarik adalah angka-angka yang dilaporkan dengan
sistem akuntansi nilai pasar mempunyai korelasi yang sangat kuat dengan harga
saham dan memberikan gambaran bahwa harga/nilai berdasarkan pasar lebih baik dan
lebih terpercaya dari pada historical cost. Akan tetapi, meskipun mempunyai
keunggulan tersebut, sistem market value berpotensi rentan terhadap manipulasi dan
kesalahan estimasi.
2. Benarkah Fair Value itu Fair?
Berdasarkan FASB Concept Statement No. 7 dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa fair value adalah harga yang akan diterima dalam penjualan aset atau
pembayaran untuk mentransfer kewajiban dalam transaksi yang tertata antara
partisipan di pasar pada tanggal pengukuran. Terdapat tiga hirarki dalam
mengestimasi fair value, yaitu dengan menggunakan nilai pasar, komparasi dengan
harga pasar dari item yang dapat diperbandingkan dengan item yang dinilai, dan
dengan menggunakan estimasi (Hitz 2007). Meskipun fair value dapat diukur dengan
menggunakan current market value, namun tidak berarti fair value itu sepenuhnya
adalah current market value. Untuk item-item tertentu dalam laporan keuangan yang
berasal dari traksaksi yang lazim terjadi (arm’s length transaction) dan harga-
harganya juga dapat dengan mudah diukur dengan harga pasar, fair value dapat
diukur dengan menggunakan current market value. Pengukuran fair value seperti ini
disebut juga dengan mark-to-market. Namun untuk item-item yang harga pasarnya
tidak tersedia, fair value diukur dengan menggunakan model penilaian yang
didasarkan atas perhitungan-perhitungan dan estimasi tertentu. Pengukuran fair
value disebut juga dengan mark-to-model. Dengan demikian, penggunaan fair
value sesungguhnya dapat menimbulkan implikasi yang bersifat subjektif terutama
yang berkaitan dengan penilaian (Blommaert dalam Verhoog 2003).
Gassen dan Schwedler (2009) menemukan bahwa terdapat pemahaman yang
berbeda-beda mengenai fair value. Fair value yang didasarkan atas penilaian mark-
to-market lebih bernilai dan memiliki decision usefulness lebih tinggi dibandingkan
dengan fair value yang didasarkan atas penilaian mark-to-model. Mereka juga
menemukan bahwa fair value yang berdasarkan pada harga pasar memiliki decision
usefulness yang tinggi untuk aset-aset lancer dan non-operasional, dan untuk aset
tidak lancer serta aset-aset yang digunakan untuk kegiatan operasional, tidak ada
perbedaan yang signifikan dari sisi decision usefulness baik yang
menggunakan historical cost maupun menggunakan market based fair value.
Pendekatan dalam perhitungan fair value dapat diklasifikasikan menjadi tiga
yaitu pendekatan pasar, pendekatan pendapatan, dan pendapatan biaya (SFAC 157).
Masing-masing pendekatan ini jika ditelusuri lebih lanjut memiliki resiko untuk
menimbulkan terjadinya fraud dalam laporan keuangan, dan ini akan menjadi suatu
diskusi yang sangat menarik mengenai penerapan fair value dan hubungannya dengan
tindakan fraud dan resiko global. Pengukuran dengan menggunakan atribut fair
value memerlukan perhatian yang serius dari penyusun standar akuntansi, terutama
dalam menciptakan konvergensi antara dua kerangka konseptual dan standar
akuntansi yang saat ini banyak menjadi acuan yaitu yang dikeluarkan oleh FASB dan
IASB.
Hal ini diperlukan untuk mengatasi kendala-kendala penerapan fair value agar
menjadi lebih andal (reliable), dapat diaudit (auditable), dan dapat diverifikasi
(verifiable). Penerapan fair value tidak dapat dihindari dalam perkembangan
akuntansi saat ini, yang harus dilakukan adalah menyediakan instrument agar konsep
fair value dapat lebih diperkuat dan dapat diukur secara lebih reliable. Pernyataan
yang jelas dalam kerangka konseptual juga diperlukan terutama rekomendasi
penggunaan fair value untuk item-item tertentu, seperti aset-aset atau kewajiban yang
digunakan untuk meraih keuntungan jangka pendek (short-term trading profit).
Pengungkapan (disclosure) mengenai penggunaan fair value juga perlu diatur secara
lebih ketat untuk menghindari bias dan penyalahgunaan manajemen dalam melakukan
estimasi, khususnya untuk item-item yang diukur dengan fair value namun current
market valuenya-nya tidak tersedia.
Fair value telah ditetapkan oleh IASB sebagai dasar dalam mengukur nilai aset
dengan diperkenalkannya IFRS diberbagai belahan dunia. Demikian pula GAAP yang
mewakili standar akuntansi keuangan Amerika, sejak tahun 2006 telah memberlakukan SFAS
157 tentang Fair Value Measurement. Fair Value hadir dengan misi menggantikan konsep
pengukuran historical cost yang dinilai telah kehilangan relevansinya.
Namun demikian, kemunculan fair value telah menyebabkan terjadi begitu banyak
perdebatan mengenai kelebihan dan kekurangan atas perannya sebagai dasar pengukuran
dalam akuntansi. Meskipun fair value dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan
dari historical cost, namun masih terdapat beberapa kelemahan dari penerapannya.
Meskipun bermaksud baik, namun perkiraan manajemen dengan fair value bisa
menjadi salah dan meluas pada prediksi dan estimasi yang salah. Masalah oportunistik dan
ketidakjujuran manajemen pula dapat menyebabkan aksi pemanfaatan dari proses penilaian
dan estimasi yang rentan untuk dimanipulasi.
Ada pula beberapa kelemahan lain dari fair value, seperti dengan adanya penilaian
aset pada tingkat harga yang dihasilkan jika segera dilikuidasi, sehingga sangat sensitive
terhadap pasar. Akuntansi fair value juga berproses melalui akuntansi mark-to-market, yaitu
aset dicantumkan dengan harga pasar mereka jika diperdagangkan secara terbuka. Akibatnya,
terjadi perubahan terus-menerus pada laporan keuangan perusahaan ketika nilai aset
mengalami kenaikan dan penurunan yang berdampak pada laba dan rugi yang dicatat. Hal ini
membuat semakin sulit untuk memastikan apakah laba dan rugi diakibatkan oleh keputusan
bisnis oleh manajemen ataukah terjadi karena perubahan yang terjadi pada pasar. Banyak
pula pihak, utamanya lembaga-lembaga keuangan mengkhawatirkan akuntansi yang
berdasarkan harga pasar akan menyebabkan Volatility kinerja lembaga karena semakin
mudahnya berfluktuatif nilai item-item aktiva maupun liabilitas.
DAFTAR PUSTAKA
Warsidi. 2010. Pro Kontra Fair Value, Kebaikan dan Keburukan Fair Value Sebagai Dasar
Pengukuran Aset. http://seminarakuntansi.warsidi.com/2010/05/pro-kontra-fair-value-
kebaikan-dan.html. (diakses 13 November 2020)