Anda di halaman 1dari 3

Ni Made Hustrini EDITORIAL

Pengelolaan Predialisis Pasien Penyakit Ginjal Kronik


Ni Made Hustrini

Divisi Ginjal Hipertensi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta

Hingga saat ini, fenomena memulai dialisis kronik mg/24 jam; yang ekuivalen dengan protein creatinine
dalam situasi emergensi untuk pasien penyakit ginjal ratio, PCR >500 mg/g atau protein excretion ratio, PER
kronik (PGK) stadium akhir/gagal ginjal masih banyak >500 mg/24 jam).
ditemukan. Hal ini dikonfirmasi dengan temuan Lydia, 4. Progresi (perburukan) dari PGK, yang dimaksud sebagai
dkk.1 bahwa di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo progresi dari PGK adalah sebagai berikut:
(RSCM) – Jakarta, sebagai rumah pusat rujukan nasional, • Penurunan kategori LFG (>90 [G1], 60–89 [G2], 45–
persentase pasien PGK stadium 5 yang memulai dialisis 59 [G3a], 30–44 [G3b], 15–29 [G4], <15 [G5] ml/
2
tidak terencana sangat tinggi, yakni sebesar 90%.1 Angka min/1,73m ). Penurunan LFG adalah penurunan
ini jauh lebih tinggi dibandingkan rerata yang ada di dunia dari kategori LFG disertai penurunan LFG 25% atau
(20-40%). Dilaporkan juga pada penelitian tersebut bahwa lebih dari nilai baseline.
tingkat kemandirian serta kepatuhan berobat yang rendah • Progresivitas cepat, yaitu penurunan eLFG yang
dari pasien berhubungan dengan keterlambatan rujukan persisten lebih dari 5 ml/menit/1,73 m2/tahun.
pasien PGK di RSCM.1 Studi ini menunjukkan bahwa 5. Temuan silinder eritrosit urin, eritrosit >20 per lapang
pelayanan kesehatan pasien PGK di Jakarta khususnya, pandang besar yang persisten dan belum diketahui
yang mungkin dapat mencerminkan situasi di Indonesia penyebabnya.
pada umumnya, masih belum tertata dengan baik. Hal 6. PGK dengan hipertensi refrakter dalam 4 atau lebih
tersebut dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti obat antihipertensi.
faktor individual (pasien) dan lingkungan pendukungnya, 7. Gangguan kadar kalium plasma yang persisten.
akses ke fasilitas kesehatan, sistem layanan kesehatan itu 8. Nefrolitiasis berulang atau luas.
sendiri, termasuk sumber daya manusia (dokter, perawat, 9. Penyakit ginjal herediter.
dan lain-lain), serta sarana prasarana yang tersedia hingga Pasien memerlukan waktu tertentu (yang dapat
ke sistem rujukan pasien PGK. berbeda untuk setiap individu) untuk dapat memahami
Deteksi dini dan rujukan yang tepat pasien PGK ke kondisi penyakitnya dan membuat keputusan untuk
nefrologi dapat menjadi kunci utama dalam upaya untuk dialisis dan dampaknya terhadap kehidupan pasien secara
mencegah dan menghambat progresivitas penyakit. keseluruhan. Sehingga, yang paling tepat untuk dilakukan
Adapun tujuannya adalah untuk memberikan tata laksana adalah merujuk pasien dengan penurunan fungsi ginjal
spesifik berdasarkan penyebab; mencegah progresivitas antara 6-12 bulan sebelum prediksi inisiasi dialisis. Jika
PGK; evaluasi dan tata laksana penyakit komorbid, berpatokan pada penurunan eLFG, kurvanya bisa jadi
pencegahan dan tata laksana penyakit kardiovaskular; tidak linier, berbagai penyebab dapat mengakibatkan
deteksi, pencegahan dan tata laksana komplikasi PGK penurunan cepat dari eLFG dan mempercepat inisiasi
(malnutrisi, anemia, gangguan mineral dan tulang, dialisis pada pasien gagal ginjal. Sehingga, sangat
asidosis); perencanaan dan persiapan terapi pengganti diharapkan merujuk pasien PGK jika eLFG sudah mencapai
ginjal–TPG (pilihan modalitas TPG, pemasangan dan 15 ml/menit/1,73 m2.
perawatan akses dialisis, transplantasi ginjal pre-emptif); Berbagai bukti ilmiah telah menunjukkan
serta dukungan psikososial dan layanan konservatif dan konsekuensi dari rujukan yang terlambat bagi pasien-
paliatif jika diperlukan.2,3 Rekomendasi waktu merujuk pasien PGK. Diantaranya adalah keterlambatan untuk
pasien PGK ke nefrologi berdasarkan Guideline Kidney penanganan anemia dan gangguan tulang, hipertensi
Disease Improving Global Outcome (KDIGO) 20123 adalah: berat dan hipervolemia, rendahnya prevalensi akses
1. Acute kidney injury (AKI) atau penurunan laju filtrasi vaskular permanen, rujukan untuk transplantasi ginjal
glomerulus (LFG) mendadak. yang terlambat, angka perawatan rumah sakit yang tinggi,
2. LFG <30 ml/menit/1,73 m2 (LFG kategori G4-G5). angka kematian dalam satu tahun pertama dialisis yang
3. Albuminuria persisten (albumin creatinine ratio, ACR tinggi, pilihan modalitas TPG yang lebih sedikit untuk
>300 mg/g atau albumin excretion ratio, AER >300 pasien, serta penyesuaian psikososial pasien dan keluarga

78
78 | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 2 | Juni 2020
Pengelolaan Predialisis Pasien Penyakit Ginjal Kronik

yang lebih buruk. Sebaliknya, jika pasien dirujuk lebih dietisien, perawat penyuluh, apoteker, ahli fisioterapi,
awal, maka beberapa keuntungan yang diperoleh adalah pekerja sosial ataupun relawan. Edukasi diberikan
waktu inisiasi TPG dapat diperpanjang, proporsi pasien secara bertahap dan dibagi dalam beberapa sesi. Pasien
yang menggunakan akses vaskular permanen lebih tinggi, diberikan informasi yang cukup mengenai pilihan TPG
pilihan TPG yang lebih luas, berkurangnya kebutuhan dan memilih mana modalitas yang terbaik untuk mereka.
dialisis emergensi, lama perawatan dan biaya rumah sakit Pasien juga dipersiapkan untuk tetap dapat melanjutkan
yang lebih rendah, perbaikan status nutrisi, pengelolaan aktivitas sehari-hari seperti saat dialisis belum dilakukan
penyakit kardiovaskular dan komorbid yang lebih baik, dan tetap dapat bekerja dengan kepercayaan diri yang
serta kesintasan pasien yang lebih baik.3-,6 baik. Pasien yang masih aktif bekerja dikatakan memiliki
Pemetaan layanan kesehatan sangat diperlukan prognosis yang lebih baik.2 Selain itu, pasien juga diberikan
untuk dapat memberikan perawatan yang lebih dini dan edukasi mengenai persiapan akses vaskular; modifikasi
komprehensif pada pasien PGK. Misalnya, jika kita melihat gaya hidup meliputi diet, latihan fisik, berhenti merokok;
data Indonesian Renal Registry (IRR) 2018,7 penyebab gagal serta konseling dan dukungan terhadap kondisi mental
ginjal terbesar adalah penyakit ginjal hipertensi (39%) pasien (perasaan berduka, depresi maupun cemas).3
diikuti dengan nefropati diabetik (22%). Glomerulonefritis Persiapan lain juga diperlukan seperti optimalisasi kondisi
kronik hanya didapatkan sebesar 5% sebagai penyebab hematologi, endokrin, nutrisi, metabolik dan fungsi
gagal ginjal dari data IRR 2018 yang mungkin dikarenakan hemodinamik untuk menghadapi penurunan fungsi ginjal
masalah diagnostik (underdiagnosed) ataupun masalah yang progresif.4
pelaporan data.7 Berdasarkan data tersebut, pemegang Pengelolaan predialisis yang adekuat tidak saja
kebijakan diharapkan mampu menyasar lebih dini ke berarti bahwa pasien mendapatkan edukasi dan perawatan
penanganan faktor risiko, deteksi awal dari PGK, dan seperti yang dijelaskan diatas, namun juga kontinuitas dari
pencegahan progresivitas PGK ke arah gagal ginjal. Hal ini perawatan tersebut tetap harus dijaga. Misalnya, pasien
tentu saja harus melibatkan seluruh komponen layanan yang pernah mendapatkan konsultasi nefrologi 10 bulan
kesehatan mulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama sebelum inisiasi dialisis namun tidak pernah datang lagi dan
(FKTP) hingga tingkat lanjut (FKRTL). Sumber daya mesti akhirnya memulai dialisis emergensi, akan mendapatkan
disiapkan untuk dapat menyediakan sistem skrining perlakuan yang berbeda dibandingkan dengan pasien
PGK yang baik (albuminuria, eGFR) mulai dari FKTP; yang datang pertama kali ke nefrologi 6 bulan sebelum
pengelolaan PGK yang tepat dengan melibatkan disiplin dialisis dimulai namun berkala setiap bulan dan memulai
ilmu terkait; dan sistem rujukan berjenjang hingga ke dialisis dengan fistula.5 Sehingga, jumlah perawatan
nefrologi. kumulatif dan konsisten sebelum TPG dimulai merupakan
Edukasi predialisis tidak semata-mata dilakukan oleh indikator yang penting dalam perawatan PGK. Setiap
seorang konsultan ginjal hipertensi saja, namun dilakukan kunjungan akan menambah nilai terhadap pengelolaan
oleh tim multidisiplin, yang terbukti memberikan luaran PGK secara keseluruhan seperti penatalaksanaan anemia
yang lebih baik. Luaran tersebut berupa nilai biokimia yang dan hipertensi, melatih pasien menjalani proses yang
lebih baik, inisiasi dialisis terencana, mengurangi angka kompleks untuk semakin siap menghadapi kebutuhan
perawatan, memperbaiki kesintasan saat dialisis sudah dialisis, membuat keputusan modalitas TPG pilihan dan
dimulai, serta mengurangi biaya kesehatan.2,5 Pendapat pembuatan akses dialisis.5
pasien menjadi aspek penting dalam edukasi predialisis Kerjasama seluruh komponen termasuk pasien dan
dan wajib didengarkan dalam pengambilan keputusan. keluarganya, tim multidisiplin dari tenaga kesehatan dan
Sebab, pasien yang mengetahui keinginan dan harapan pemerintah sangat diperlukan dalam perawatan pasien
terbaik mereka untuk diri mereka sendiri. Edukasi pasien PGK. Upaya yang baik dan berkelanjutan akan memberikan
menggunakan prinsip pembelajaran dewasa yaitu1: luaran yang baik, terutama dalam mengurangi morbiditas
1. Mengkaji tingkat pengetahuan dan pemahaman pasien. dan mortalitas akibat inisiasi dialisis emergensi, serta
2. Memberikan informasi yang tepat dalam bentuk yang beban terhadap biaya kesehatan.
sesuai berdasarkan tingkat pengetahuan pasien.
3. Mengkaji apakah pasien dapat mengerti dan menerima DAFTAR PUSTAKA
informasi yang telah diberikan. 1. Lydia A, Rachmaningrum G, Shatri H, Nugroho P. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan keterlambatan rujukan pasien penyakit ginjal
Edukasi dapat diberikan secara individual maupun kronik di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. JPDI. 2020;7(2):110-6.
kelompok. Tim edukasi predialisis idealnya terdiri dari 2. Rayner HC, Imai E, Kher V. Approach to renal replacement

Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 2 | Juni 2020 | 79


Ni Made Hustrini

therapy. In: Feehally J, Floege J, Tonelly M, Johnson RJ, Editors.


Comprehensive clinical nephrology, 6th Ed. Edinburg. Elsevier; 2019.
3. Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO). KDIGO 2012
clinical practice guideline for the evaluation and management of
chronic kidney disease. Kidney Int Suppl. 2013;3(1):112-9.
4. Avorn J, Bohn RL, Levy E, Levin R, Owen WF, Winkelmayer WC, et
al. Nephrologist care and mortality in patients with chronic renal
insufficiency. Arch Intern Med. 2002; 162(17):2002-6.
5. Singhal R, Hux JE, Alibhai SMH, Oliver MJ. Inadequate predialysis
care and mortality after initiation of renal replacement therapy.
Kidney International. 2014;86:399-406.
6. Wilkenmayer WC, Owen WF, Levin R, Avorn J. A propensity analysis
of late versus early nephrologist referral and mortality on dialysis. J
Am Soc Nephrol. 2003;14:486-92.
7. Perhimpunan Nefrologi Indonesia. Indonesian renal registry 2018.
Jakarta: Perhimpunan Nefrologi Indonesia; 2018.

80 | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 2 | Juni 2020

Anda mungkin juga menyukai