Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Oksigenasi
Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21% pada
tekanan atmosfer sehingga konsentrasi oksigen menjadi meningkat dalam tubuh.
Pemberian oksigen bertujuan diantaranya untuk mempertahankan oksigen yang
adekuat pada jaringan, untuk menurunkan kerja paru-paru supaya tidak bekerja
terlalu berat, dan untuk menurunkan kerja jantung (Rakhman & Khodijah, 2014).
Kebutuhan tubuh manusia terhadap oksigenasi merupakan kebutuhan yang
sangat dasar, tidak terpapar oksigen dalam jangka waktu tertentu akan
menyebabkan tubuh akan mengalami kerusakan yang menetap dan bisa saja
menyebabkan kematian. Apabila tubuh mengalami kekurangan oksigen dengan
berlangsung lebih dari lima menit maka dapat menyebabkan kerusakan sel otak
secara permanen (Asmadi, 2008).
Sistem pernapasan (respirasi) berperan dalam menyediakan oksigen yang
diambil dari atmosfer (lingkungan) dan mengeluarkan karbon dioksida dari sel-
sel tubuh ke udara bebas. Terdapat beberapa langkah dalam proses pernafasan
yang berlangsung dan dengan dukungan sistem saraf pusat dan sistem
kardiovaskuler. Pada dasarnya sistem pernapasan terdiri atas rangkaian saluran
udara yang menghantarkan udara luar agar dapat mencapai membrane kapiler
alveoli yang memisahkan antara sistem pernapasan dan sistem kardiovaskuler.
Proses respirasi dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga
pleura dan paru. Didukung dengan sistem saraf pusat berupa dorongan ritmis dari
dalam untuk bernapas dan secara refleks merangsang otot dada yang akan
memberikan pendorong bagi gerakan udara (Muttaqin, 2012).
Menurut Muttaqin (2012) terapi oksigen merupakan pemberian oksigen
dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan oksigen di atmosfer
yang bertujuan untuk memberikan transpor oksigen yang adekuat dalam darah

1
sekaligus untuk menurunkan upaya bernapas yang terlalu berat serta mengurangi
stress pada miokardium.
Diagnosa keperawatan menurut PPNI (2016) kategori fisiologis subkategori
respirasi diataranya:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0001)
2. Gangguan penyapihan ventilator (D.0002)
3. Gangguan pertukaran gas (D.0003)
4. Gangguan ventilasi spontan (D.0004)
5. Pola nafas tidak efektif (D.0005)
6. Resiko respirasi (D.0006)

B. Review Anatomi Fisiologi


Struktur yang membentuk sistem pernafasan dapat dibedakan menjadi struktur
utama dan struktur pelengkap. Struktur utama sistem pernapasan adalah saluran
udara pernapasan yang terdiri dari jalan napas dan saluran napas serta paru. Jalan
napas diantaranya adalah nares, hidung bagian luar, hidung bagian dalam, sinus
paranasal, faring, laring. Sedangkan saluran nafas dalam antara lain trakea,
bronki dan bronkioli. Struktur pelengkap sistem pernapasan berupa komponen
pembentuk dinding toraks, diagfragma, dan pleura (R. D. Djojodibtoro, 2009).
Menurut Somantri (2007) saluran pernapasan dibagi menjadi dua yaitu
saluran pernapasan atas dan saluran pernapasan bawah.

2
1. Saluran pernafasan bagian atas terdiri atas :
a. Rongga hidung (cavum nasalis)
Didalam rongga hidung juga terdapat saluran-saluran yang
menghubungkan antara rongga hidung dengan kelenjar air mata yang
disebut dengan kantong nasolakrimalis yang berfungsi mengalirkan air
melalui hidung yang berasal dari kelenjar air mata, hal ini dapat terjadi
saat seseorang menangis (Muttaqin, 2012). Dalam rongga hidung
terdapat rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai penyaring kasar
terhadap benda asing yang masuk dari luar. Pada permukaan mukosa
hidung terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet yang
berfungsi untuk mengeluarkan lendir sehingga dapat menangkap benda
asing yang masuk ke saluran pernapasan. Didalam lubang hidung
terdapat reseptor yang membuat kita dapat mencium aroma.
b. Sinus paranalis
Merupakan daerah terbuka pada tulang kepala yang dinamakan sesuai
dengan tulang tempat dia berada yaitu sinus frontalis, sinus ethomoidalis,
sinus sphenoidalis, dan sinus smaxilaris yang seluruhnya berfungsi untuk

3
membantu menghangatkan dan humidifikasi, meringankan berat tulang
tengkorak, serta mengatur bunyi suara manusia dengan ruag resonansi.
c. Faring
Faring digunakan pada saat proses digestion (menelan) seperti pada saat
bernapas. Berdasarkan letaknya faring dibagi menjadi tiga yaitu naso
faring (di belakang hidung), oro faring (belakang mulut), dan laringo
faring (belakang laring).
d. Laring
Laring memiliki fungsi utama yaitu untuk pembentukan suara, sebagai
proteksi jalan napas bawah dari benda asing dan juga untuk
memfasilitasi proses terjadinya batuk. Laring terdiri atas epiglotis,
glottis, kartilago tiroid, kartilago krikoid, kartilago arytenoid, pita suara.
2. Saluran pernapasan bagian bawah
a. Trakhea
Terdapat cincin kartilago yang memiliki epitel bersilia tegal
(pseudostratified ciliated columnas epithelium) mengandung banyak sel
goblet yang mensekresikan lendir (mucus).
b. Bronkhus dan bronkhiolus
Bronkhus disusun oleh jaringan kartilago sedangkan bronkhiolus yang
berakhir di alveoli tidak mengandung kartilago hal ini menyebabkan
bronkhiolus mampu menangkap udara tetapi juga dapat mengalami
kolaps. Agar tidak terjadi kolaps maka alveoli dilengkapi dengan lubang
kecil yang terletak diantaranya dan berfungsi untuk mencegah kolaps
alveoli. Pada saluran pernapasan mulai dari trachea – bronchus
terminalis tidak mengalami pertukaran gas dan ini juga merupakan area
yang dinamakan anatomical dead space. Sedangkan awal pertukaran gas
terjadi di bronkhiolus respiratorius.

4
c. Alveoli
Merupakan kantong udara yang berukuran sangat kecil dan juga
merupakan akhir dari bronkhiolus respiratorius sehingga memungkinkan
terjadinya pertukaran O2 dan CO2. Keseluruhan dari unit alveoli (zona
respirasi) terdiri dari bronkhiolus respiratorius, duktus alveolus, dan
alveolar sacs (kantong alveolus). Unit ini memeiliki fungsi utama yaitu
sebagai pertukaran O2 dan CO2 diantara kapiler pulmoner dan alveoli.
d. Paru-paru
Paru-paru kanan memiliki tiga lobus sedangkan paru-paru kiri
mempunyai dua lobus dan seluruhnya dapat terlihat dengan jelas. Setiap
paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian yaitu sekitar sepuluh
unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan
dan kiri dipisahkan oleh ruang mediastinum yang didalamnya juga
terdapat jantung, aorta, vena cava, pembuluh paru-paru, esofagus,
bagian dari trachea dan bronchus serta kelenjar timus.

e. Dada, diagfragma, dan pleura


Bagian atas dada pada daerah leher terdapat dua otot tambahan inspirasi
yaitu otot scaleneus dan sternocleidomastoid. Otot scaleneus berfungsi
untuk memperluas rongga dada selama proses inspirasi atas dengan

5
menaikkan tulang iga ke 1 dan 2 dan menstabilkan dinding dada,
sedangkan otot sternocleidomastoid bertugas mengangkat sternum. Otot
tambahan inspirasi yang berguna untuk meningkatkan kerja napas
diantaranya juga ada otot parasternal, trapezius, pectoralis serta otot
intercostal yang terletak diantara tulang iga.
Diagfragma berbentuk seperti kubah pada keadaan relaksasi. Pengaturan
saraf diagfragma (nervus phrenicus) terdapat pada susunan saraf spinal
pada tingkat C3, sehingga apabila terjadi kecelakaan pada saraf tersebut
dapat menyebabkan gangguan ventilasi. Sedangkan pleura dibagi
menjadi dua macam yaitu pleura parietal yang bersinggungan dengan
rongga dada (lapisan luar) dan pleura visceral yang menutupi setiap
paru-paru (lapisan dalam). Pada keduanya terdapat cairan pleura seperti
selaput tipis yang memungkinkan terjadinya gesekan selama respirasi
serta mencegah pelekatan dada dengan paru-paru. Tekanan dalam
rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer untuk mencegah
terjadinya kolaps karena masuknya udara dan cairan ke dalam rongga
pleura akan menyebabkan paru-paru menjadi kolaps serta dapat terjadi
peradangan apabila terserang penyakit.
f. Sirkulasi pulmoner
Terdapat dua sumber suplai darah pada paru-paru yaitu arteri
bronkhialis dan arteri pulmonaris. Sirkulasi bronchial menyediakan
darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik yang berfungsi memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru.Vena bronkhialis pada arteri
bronkhialis bertugas mengalirkan darah menuju vena pulmonaris,
sedangkan arteri pulmonaris bertugas dalam pertukaran gas.

C. Epidemiologi
Gangguan pernapasan masih menjadi masalah yang penting di Indonesia.
Gangguan sistem pernapasan termasuk penyebab utama angka morbiditas dan

6
mortalitas yang berupa penyakit menular dan penyakit tidak menular.
Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2013 prevalensi penyakit pernapasan yang
termasuk dalam kelompok penyakit tidak menular di Indonesia sebesar 8,2%
sedangkan prevalensi penyakit pernapasan yang termasuk dalam kelompok
penyakit menular di Indonesia sebesar 27,2%. WHO memperkirakan kejadian
infeksi saluran pernapasan di Negara berkembang dengan angka kematian
sebesar 15-20% per tahun yang terjadi pada usia balita. Infeksi saluran
pernafasan selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok
bayi dan balita. Berdasarkan prevalensi ISPA pada tahun 2016 di Indonesia
mencapai angka 25% dengan rentang kejadian 17,5-41,4% pada 16 provinsi
diantaranya mempunyai prevalensi di atas angka nasional atau diatas rata-rata.
ISPA juga berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di Rumah Sakit.
Selain itu terdapat penyakit kronis saluran pernapasan yaitu asma yang
ditandai oleh inflamasi, peningkatan reaktivitas terhadap berbagai stimulus, dan
sumbatan saluran napas yang bisa kembali secara spontan dengan pengobatan
yang tepat. Kasus asma meningkat selama lebih dari lima belas tahun baik pada
Negara berkembang maupun pada negara maju. Di Indonesia, penyakit asma
termasuk dalam 10 besar penyakit penyebab kesakitan dan kematian. Penyakit ini
juga telah mempengaruhi 5% penduduk dunia dan prevalensinya terus
meningkat. WHO bekerjasama dengan Global Asthma Network (GAN) telah
memprediksikan saat ini jumlah pasien asma di dunia telah mencapai 334 juta
orang yang, diperkirakan akan terus mengalami peningkatan sebanyak 400 juta
orang pada tahun 2025 dan juga terdapat 250 ribu kematian akibat asma
termasuk anak-anak. Kasus infeksi saluran pernafasan dan asma masih banyak
ditemukan di tempat pelayanan kesehatan, baik di tingkat Puskesmas maupun di
tingkat Rumah Sakit (Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nasional, 2018).

7
D. Etiologi
Menurut PPNI (2016) penyebab yang dapat mempengaruhi gangguan
pertukaran gas adalah ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, dan perubahan
membrane alveolus-kapiler. Atau dengan kondisi klinis terkait:
1. Penyakit paru obstruktif kronis
2. Gagal jantung kongestif
3. Asma
4. Pneumonia
5. Tuberkulosis paru
6. Penyakit membrane lain
7. Asfiksia
8. Persistent pulmonary hypertension of newborn (PPHN)
9. Prematuritas
10. Infeksi saluran napas

E. Tanda dan Gejala


Gejala dan tanda mayor pada masalah gangguan pertukaran gas, antara lain :
a. Subjektif : Dispnea
b. Objektif :
1. PCO2 meningkat / menurun
2. PO2 menurun
3. Takikardia
4. pH arteri meningkat / menurun
5. Bunyi napas tambahan

Gejala dan tanda minor pada masalah gangguan pertukaran gas, antara lain :

a. Subjektif : Pusing, pengelihatan kabur


b. Objektif :
1. Sianosis

8
2. Diaforesis
3. Gelisah
4. Napas cuping hidung
5. Pola napas abnormal (cepat / lambat, regular / ireguler, dalam /
dangkal)
6. Warna kulit abnormal (pucat, kebiruan)
7. Kesadaran menurun

F. Patofisiologi / Web of Causation


Pada paru-paru terjadi proses pertukaran gas yang melibatkan dua proses
umum yaitu perfusi yaitu proses membawa darah ke jaringan kapiler paru,
sedangkan ventilasi yang merupakan proses membawa udara ke permukaan
alveolus. Oksigen menjadi hal yang paling utama dan diperlukan dalam proses
respirasi sel-sel tubuh, lalu karbon dioksida yang dihasilkan pada proses respirasi
akan ditukar kembali dengan oksigen dan selanjutnya darah akan mentranpor
karbon dioksida untuk kembali ke alveolus paru dan akan dikeluarkan ke udara
luar melalui lubang hidung saat proses ekspirasi (Saminan, 2012).
Terjadinya gangguan pertukaran gas menunjukkan adanya penurunan
kapasitas difusi yang disebabkan oleh menurunnya luas permukaan difusi,
menebalnya membrane alveolar kapiler, rasio ventilasi perfusi yang tidak baik.
Hal-hal tersebut juga dapat menyebabkan pengangkutan oksigen dari paru ke
jaringan menjadi terganggu dan bila terlambat dalam penanganannya dapat
menyebabkan dampak fatal yaitu kematian. Tanda klinis yang dapat dijumpai
adalah dispnea, bernapas dengan bibir pada saat ekspirasi yang panjang, latergi,
peningkatan tahanan vascular paru, penurunan saturasi oksigen, peningkatan
tekanan parsial karbon dioksida, dan juga sianosis (Mubarak et al, 2015).

9
Web of Causation

Kebutuhan Dasar Oksigenasi

Faktor lingkungan, fisiologis,


Ventilasi perfusi tidak adekuat
perilaku (Merokok, bakteri,
polusi)

Membran alveolus menebal


Infeksi

Luas permukaan difusi


menyempit
Inflamasi

Suplai O2 ke paru terhambat

Penyempitan
Peningkatan sekresi
saluran napas
mukus
Hiperventilasi

Dispnea
Penyumbatan jalan
Gangguan pertukaran gas napas oleh mukus

Keletihan otot
pernapasan
Bersihan jalan
napas tidak
efekrif
Pola napas tidak
efektif

10
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis gangguan oksigenasi menurut Potter & Perry (2005)
antara lain :
1. Pemantauan hemodinamika
2. Pengobatan bronkodilator
3. Melakukan tindakan delegatif dalam pemberian medikasi oleh dokter,
seperti nebulizer, nasal kanul, dan masker guna membantu pemberian
oksigen bila diperlukan
4. Penggunaan ventilator mekanik
5. Fisioterapi dada

H. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan gangguan oksigenasi menurut (PPNI, 2016)
antara lain :
1. Gangguan pertukaran gas
- Edukasi pengukuran respirasi
- Manajemen energi
- Pengaturan posisi
2. Pola nafas tidak efekif
- Manajemen energi
- Pengaturan posisi
- Terapi relaksasi otot progresif
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif
- Fisioterapi dada
- Manajemen asma
- Terapi oksigen
Penatalaksanaan keperawatan gangguan oksigenasi pada penyakit asma
menurut (Astuti Harwina & Saeful Rahmat, 2010) antara lain :
1. Pemberian terapi kortikoseteroid

11
2. Pemberian terapi bronchodilator
3. Peningkatan intake cairan
4. Pengobatan respirasi (batuk efektif, latihan napas dalam, fisioterapi dada)
5. Pengobatan nebulizer dengan inhalasi
a. Pengkajian Terfokus
Keadaan umum:
Pasien tampak lemah dan nafas cepat.
Tanda-tanda vital
Interpretasi:
Tanda vital pasien dalam batas normal, namun RR meningkat.
Pengkajian Fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
- Hidung
Inspeksi : Perhatikan bentuk, menggunakan alat bantu napas.
Palpasi : Cek ada tidaknya nyeri tekan.
- Leher
Inspeksi: Perhatikan bentuk ada tidaknya ada benjolan.
Palpasi: Cek ada tidaknya nyeri tekan.
- Dada
Inspeksi: Perhatikan bentuk dada, gerakan napas, menggunakan
alat bantu napas, perhatikan kemerahan dan tanda infeksi lainnya
pada bagian dada.
Palpasi: Terdapat nyeri tekan, taktil fremitus, getaran dada
(thrill), angkat dada (heaves), dan titik implus jantung maksimal.
Perkusi: Terdengar nada resonansi, hiperresonansi, redup, datar,
atau timpani.
Auskultasi: Terdengar suara tambahan apabila paru mengalami
kolaps, terdapat cairan, atau oksigenasi.
- Payudara dan Ketiak
Inspeksi: Perhatikan bentuk, biasanya ada benjolan atau massa.

12
Palpasi : Terdapat nyeri tekan.
- Ekstremitas
Inspeksi : Perhatikan bentuk ada tidaknya pembesaran (edema),
perhatikan kemerahan dan tanda infeksi lainnya pada bagian
ekstremitas. Perhatikan fungsi pergerakan baik ekstremitas atas
maupun bawah.
Palpasi : Untuk mengetahui sirkulasi perifer, nadi perifer
(takikardia), suhu kulit.
- Kulit dan kuku
Inspeksi : Perhatikan warna kulit, perhatikan kemerahan dan
tanda infeksi lainnya.
Palpasi : Cek CRT dan turgor kulit.
- Keadaan lokal
Pasien terlihat gelisah dan lemah.
b. Diagnosis Keperawatan yang Sering Muncul
- Gangguan pertukaran gas (D.003) b.d ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi, perubahan membrane alveolus-kapiler d.d
dispnea, PCO2 menurun, PO2 menurun, takikardia, pH arteri
meningkat, bunyi nafas tambahan, pusing, pengelihatan kabur,
sianosis, diaphoresis, gelisah, napas cuping hidung, pola napas
abnormal, warna kulit abnormal, kesadaran menurun.
- Pola nafas tidak efektif (D.005) b.d depresi pusat pernapasan,
hambatan upaya napas, deformitas dinding dada, deformitas
tulang dada, gangguan neuromuscular, gangguan neurologis,
imaturitas neurologis, penurunsn energi, obesitas, posisi tubuh
yang menghambat ekspansi paru, sindrom hipoventilasi,
kerusakan inervasi diafragma, cedera pada medulla spinalis, efek
agen farmakologis, kecemasan d.d dispnea, penggunaan otot
bantu pernapasan, fase ekpirasi memanjang, pola napas

13
abnormal, orthophenea, pernapasan pursed lip, pernapasan
cuping hidung, diameter thoraks anterior-posterior meningkat,
ventilasi semenit menurun, kapasitas vital menurun, tekanan
ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun, eksursi dada
berubah.
- Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0149) b.d spasme jalan
napas, hipersekresi jalan napas, disfungsi neuromuscular, benda
asing dalam jalan napas, adanya jalan napas buatan, sekresi yang
tertahan, hyperplasia dinding jalan napas, proses infeksi, respon
alergi, efek agen farmakologis d.d batuk tidak efektif, tidak
mampu batuk, sputum berlebih, mengi, wheezing dan atau
rongkhi kering, meconium dijalan napas, despnea, sulit bicara,
ortopnea, gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi
napas berubah, pola napas berubah.

14
c. Perencanaan / Nursing Care Plan

No Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 Edukasi pengukuran respirasi (I.12413)
(D.003) b.d jam maka pertukaran gas meningkat
ketidakseimbangan ventilasi- dengan kriteria hasil: Observasi:
perfusi, perubahan 1. Dispnea menurun 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
membrane alveolus-kapiler 2. Bunyi napas tambahan menurun menerima informasi
d.d dispnea, PCO2 menurun, 3. Pusing menurun
PO2 menurun, takikardia, pH 4. Pengelihatan kabur menurun Terapiutik:
arteri meningkat, bunyi nafas 5. Diaphoresis menurun
2. Sediakan materi dan media penkes
tambahan, pusing, 6. Gelisah menurun
3. Jadwalkan penkes sesuai kesepakatan
pengelihatan kabur, sianosis, 7. Napas cuping hidung menurun
4. Berikan kesempatan untuk bertanya
diaphoresis, gelisah, napas 8. PCO2 membaik
5. Dokumentasikan hasil pengukuran
cuping hidung, pola napas 9. PO2 membaik
respirasi
abnormal, warna kulit 10. Takikardia membaik
abnormal, kesadaran 11. pH arteri membaik Edukasi
menurun. 12. Sianosis membaik
13. Pola napas membaik 6. Jelaskan tujuan dari prosedur yang akan
14. Warna kulit membaik dilakukan
7. Ajarkan cara menghitung respirasi dengan
mengamati naik turunnya dada
8. Ajarkan cara menghitung respirasi selama
30 detik, dan kalikan dengan 2 atau hitung
selama 60 detik jika respirasi tidak teratur

15
Manajemen energi (I.05178)
Observasi:
1. Monitor kelelahan fisik
2. Monitor pola jam tidur
Terapiutik:
3. Sediakan lingkungan nyaman dan rendh
stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan)
4. Lakukan latihan rentang gerak pasif
dan/atau aktif
Edukasi:
5. Anjurkan tirah baring
6. Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
Kolaborasi:
7. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makan
Pengaturan posisi (I.01019)
Observasi:
1. Monitor status oksigenasi sebelum dan
sesudah mengubah posisi
Terapiutik:
2. Tempatkan objek yang sering digunakaan
dalam jangkauan

16
3. Atur posisi tidur yang disukai
4. Tinggikan tempat tidur bagian kepala
5. Berikan bantal tepat pada leher
Edukasi:
6. Informasikan saat akan merubah posisi
Kolaborasi:
7. Kolaborasi pemberian premedikasi
sebelum mengubah posisi, jika perlu
2. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 Manajemen energi (I.05178)
(D.005) b.d depresi pusat jam maka pola napas membaik dengan
pernapasan, hambatan upaya kriteria hasil: Observasi:
napas, deformitas dinding 1. Ventilasi semenit meningkat 1. Monitor kelelahan fisik
dada, deformitas tulang dada, 2. Kapasitas vital meningkat 2. Monitor pola jam tidur
gangguan neuromuscular, 3. Diametes thoraks anterior-
gangguan neurologis, posterior meningkat Terapiutik:
imaturitas neurologis, 4. Tekanan ekspirasi meningkat
3. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
penurunsn energi, obesitas, 5. Tekanan inspirasi meningkat
stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan)
posisi tubuh yang 6. Dispnea menurun
4. Lakukan latihan rentang gerak pasif
menghambat ekspansi paru, 7. Penggunaan otot bantu pernafasan
dan/atau aktif
sindrom hipoventilasi, menurun
kerusakan inervasi 8. Pemanjangan fase ekspirasi Edukasi:
diafragma, cedera pada menurun
medulla spinalis, efek agen 9. Ortopnea menurun 5. Anjurkan tirah baring
farmakologis, kecemasan d.d 10. Pernapasan pursed lip menurun 6. Anjurkan melakukan aktivitas secara
dispnea, penggunaan otot 11. Pernapasan cuping hidung bertahap
bantu pernapasan, fase menurun Kolaborasi:
ekpirasi memanjang, pola 12. Frekuensi napas membaik
napas abnormal, 13. Kedalaman napas membaik 7. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
orthophenea, pernapasan 14. Ekskursi dada membaik

17
pursed lip, pernapasan meningkatkan asupan makan
cuping hidung, diameter
thoraks anterior-posterior Pengaturan posisi (I.01019)
meningkat, ventilasi semenit Observasi:
menurun, kapasitas vital
menurun, tekanan ekspirasi 1. Monitor status oksigenasi sebelum dan
menurun, tekanan inspirasi sesudah mengubah posisi
menurun, eksursi dada
Terapiutik:
berubah.
2. Tempatkan objek yang sering digunakaan
dalam jangkauan
3. Atur posisi tidur yang disukai
4. Tinggikan tempat tidur bagian kepala
5. Berikan bantal tepat pada leher
Edukasi:
6. Informasikan saat akan merubah posisi
Kolaborasi:
7. Kolaborasi pemberian premedikasi
sebelum mengubah posisi, jika perlu
Terapi relaksasi otot progrosif (I.05187)
Observasi:
1. Identifikasi tempat yang nyaman dan
tenang
Terapiutik:
2. Berikan posisi bersandar pada kursi atau
posisi lainnya yang nyaman

18
3. Beri waktu mengungkapkan perasaan
tentang terapi
Edukasi:
4. Anjurkan melakukan relaksasi otot rahang
5-10 detik, kemudian anjurkan untuk
merilekskan otot 20-30 detik, masing-
masing 8-10 kali.
5. Anjurkan menegangkan otot kaki selama
tidak lebih dari 5 detik untuk menghindari
kram
6. Anjurkan focus pada sensasi otot yang
menegang
7. Anjurkan focus pada sensasi otot yang
relaks
8. Anjurkan bernapas denan dalam dan
perlahan
3. Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 Fisioterapi dada (I.01004)
efektif (D.0149) b.d spasme jam maka bersihan jalan napas meningkat
jalan napas, hipersekresi dengan kriteria hasil: Observasi:
jalan napas, disfungsi 1. Batuk efektif meningkat 1. Identifikasi indikasi dilakukannya
neuromuscular, benda asing 2. Produksi sputum menurun fisioterapi dada
dalam jalan napas, adanya 3. Mengi menurun 2. Identifikasi kontraindikasi fisioterapi dada
jalan napas buatan, sekresi 4. Wheezing menurun
yang tertahan, hyperplasia 5. Meconium (pada neonatus) Terapiutik:
dinding jalan napas, proses menurun
3. Gunakan bantal untuk membantu
infeksi, respon alergi, efek 6. Dispnea menurun
pengaturan posisi
agen farmakologis d.d batuk 7. Ortopnea menurun
4. Lakukan perkusi dengan posisi telapak
tidak efektif, tidak mampu 8. Sulit bicara menurun
tangan ditangkupkan selama 3-5 menit
batuk, sputum berlebih, 9. Sianosis menurun
5. Lakukan vibrasi dengan posisi telapak
mengi, wheezing dan atau 10. Gelisah menurun
tangan rata bersamaan eksprasi melalui

19
rongkhi kering, meconium 11. Frekuensi napas membaik mulut
dijalan napas, despnea, sulit 12. Pola napas membaik 6. Lakukan fisioterapi dada sebaiknya dua
bicara, ortopnea, gelisah, jam setelah makan
sianosis, bunyi napas
menurun, frekuensi napas Edukasi:
berubah, pola napas berubah. 7. Jelaskan tujuan dan prosedur fisioterapi
dada
8. Anjurkan batuk segera setelah prosedur
selesai
9. Ajarkan inspirasi perlahan dan dalam
melalui hidung selama proses fisioterapi
Manajemen asma (I.01010)
Observasi:
1. Monitor tanda dan gejala hipoksia (mis.
Gelisah, agitasi, penurunan kesadaran)
2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
Wheezing, mengi)
Terapiutik:
3. Berikan posisi semi fowler 30-45 derajat
Edukasi:
4. Anjurkan meminimalkan ansietas yang
dapat meningkatkan kebutuhan oksigen
5. Anjurkan bernapas lambat dan dalam
6. Ajarkan teknik pursed-lip-breathing
Kolaborasi:
7. Kolaborasi pemberian bronkodilator

20
Terapi oksigen (I.01026)
Observasi:
1. Monitor kescepatan aliran oksigen
2. Monitor posisi alat terapi oksigen
3. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
4. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi
oksigen
Terapiutik:
5. Siapkan dan atur peralatan pemberian
oksigen
6. Tetap berikan oksigen saat pasien
ditransportasi
7. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas pasien
Edukasi:
8. Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen dirumah
Kolaborasi:
9. Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan/atau tidur

21
I. Penatalaksanaan berdasar Evidence Based Practice in Nursing
Penyakit pada sistem respirasi menjadi salah satu penyakit yang memiliki
angka kejadian yang tinggi. Salah satu penyakit yang menyerang sistem respirasi
adalah asma. Asma merupakan penyakit jalan nappas obstruktif intermitten,
reversible yang dimana trkhea dan bronchi memunjukkan respon secara
hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma dimanifestasikan sebagai penyempitan
jalan napas yang dapat menyebabkan gejala dispnea, batuk dan mengi
(Soemantri, 2009). Tak hanya itu, tanda dan gejala yang biasa timbul pada
penderita asma dapat berupa batuk, mengi, hipoksia, takikardi, berkeringat,
pelebaran tekanan nadi dan sesak napas yang ditimbulkan oleh alergen, infeksi
atau stimulus lain. Keluhan yang paling sering ditunjukkan oleh penderita asma
adalah sesak napas (Padila, 2012). Apabila asma tidak segera ditangani maka
dapat berpengaruh pada status kardiovaskuler yang meliputi keadaan
hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT. Terjadinya hipoksemia atau
kekurangan oksigen dalam darah dapat terlihat pada saturasi oksigen.
Tindakan non farmakologis yang dapat diberikan pada penderita asma yaitu
dapat berupa latihan pernapasan yang bertujuan untuk mengurangi sasak napas.
Latihan tersebut diberikan dengan cara mengatur posisi istirahat dengan nyaman
sehingga otot napas tambahan dapat bekerja dengan baik (D. Djojodibtoro,
2013). Pemberian posisi yaitu berupa posisi tripod san posisi semifowler. Posisi
tripod merupakan posisi dimana klien diatas tempat tidur yang bertopang di atas
overbed table (yang dinaikkan dengan ketinggian yang sesuai) dan bertumpu
pada kedua tangan dengan posisi kaki ditekuk kearah dalam. Bantu ekspansi
dada agar membaik dengan cara mengatur posisi duduk klien agak condong
kedepan dengan bertumpu pada kedua tangan ditempat tidur dan posisi kedua
kaki ke dalam (Kozeir, 2009). Sedangkan posisi fowler adalah posisi di tempat
tidur dengan kepala dan tubuh ditinggikan dan lutut dapat fleksi atau tidak fleksi.

22
Dapat bermanfaat membantu memusatkan diagfragma dan ekspansi paru dengan
cara mengatur posisi setengah duduk kepala diberi bantal atau dengan mengatur
ketinggian bagian kepala bed klien (Potter & Perry, 2005). Terbukti pada jurnal
bahwa terdapat perbedaan atau terjadi peningkatan nilai saturasi oksigen setelah
pemberian posisi tripod dan posisi semi fowler pada klien.

J. Daftar Pustaka

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Astuti Harwina, W., & Saeful Rahmat, A. (2010). Asuhan Keperawatan Anak dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Trans Info Media.

Djojodibtoro, D. (2013). Respirologi. Jakarta: EGC.

Djojodibtoro, R. D. (2009). Respiratologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC.

Kozeir, E. (2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis: Edisi lima. Jakarta: EGC.

Mubarak, W., Nurul, C., & Joko, S. (2015). Standar Asuhan Keperawatan dan
Prosedur Tetap dalam Praktik Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, A. (2012). Buku Ajar : Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nur Medika.

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan (2nd ed.). Jakarta:
EGC.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnosis (2nd ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Rakhman, A., & Khodijah. (2014). Buku Panduan Praktek Laboratorium


Ketrampilan Dasar dalam Keperawatan II (KDDK) (1st ed.). Yogyakarta:

23
Deepublish.

Saminan. (2012). Pertukaran Udara O2 dan CO2 dalam Pernapasan. Jurnal


Kedokteran Syiah Kuala, 122–126.

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nasional. (2018). Proceedings International


Conference on Healthcare.

Soemantri, I. (2009). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

24

Anda mungkin juga menyukai