Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep
Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia”. kami mengucapkan
terimakasih kepada Ibu Sabarulin T, SKM, M.Kes sebagai dosen mata kuliah
Psikologi, dan teman-teman yang telah berpartisipasi membantu dalam
menyelesaikan makalah ini baik langsung maupun tidak langsung
Kami berharap semoga dengan adanya makalah ini dapat berguna bagi
orang yang membacanya. Kami sadar bahwa dalam pembuatan makalah ini belum
sempurna, untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih.
Kelompok 1
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
PEMBAHASAN
A. ERA PRA KEMERDEKAAN...................................................................1
B. ERA KEMERDEKAAN...........................................................................13
C. ERA ORDE LAMA...................................................................................14
D. ERA ORDE BARU...................................................................................16
E. ERA REFORMASI...................................................................................23
PENUTUP
A. KESIMPULAN..........................................................................................27
B. SARAN.......................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................28
ii
PEMBAHASAN
a. Ketuhanan Yang Maha Esa : bahwa di Indonesia tidak pernah ada putus-
putusnya orang percaya kepada Tuhan.
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab : bahwa bangsa Indonesia terkenal ramah
tamah, sopan santun, lemah lembut dengan sesama manusia.
c. Persatuan Indonesia : bahwa bangsa Indonesia dengan ciri-cirinya guyub,
rukun, bersatu, dan kekeluargaan.
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan : bahwa unsur-unsur demokrasi sudah ada dalam
masyarakat kita.
e. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia : bahwa bangsa Indonesia dalam
menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat social dan berlaku adil
terhadap sesama.
1
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, ditetapkan pada
tanggal 18 Agustus 1945 sebagai dasar negara, maka nilai-nilai kehidupan
berbangsa, bernegara dan berpemerintahan sejak saat itu haruslah berdasarkan
pada Pancasila, namun pada kenyataannya, nilai-nilai yang ada dalam Pancasila
telah dipraktekkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia dan kita praktekkan
hingga sekarang. Hal ini berarti bahwa semua nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila telah ada dalam kehidupan rakyat Indonesia sejak zaman nenek
moyang.
2
Nilai budaya dengan masing-masing orientasinya akan mempengaruhi
pandangan hidup. Pandangan hidup adalah sesuatu yang dipakai oleh masyarakat
dalam menentukan nilai kehidupan. Pandangan hidup sebenarnya meliputi
bagaimana masyarakat memandang aspek hubungan dalam hidup dan kehidupan
yakni hubungan manusia dengan yang transenden, hubungan dengan diri sendiri,
dan hubungan manusia dengan sesama makhluk lain. Dalam bahasa Notonagoro
dikenal istilah-istilah kedudukan kodrat, susunan kodrat, sifat kodrat manusia.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa manusia mempunyai tiga kecenderungan
mendasar yaitu theo-genetis, bio-genetis, dan sosio-genetis.
3
Dalam memahami sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang terkait
dengan Pancasila, Dardji Darmodihardjo mengajukan kesimpulan bahwa nilai-
nilai Pancasila telah menjiwai tonggak-tonggak sejarah nasional Indonesia yaitu :
1. Cita- cita luhur bangsa Indonesia yang diperjuangkan untuk menjadi kenyataan.
5. Empat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 paham negara persatuan,
negara bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
negara berdasarkan kedaulatan rakyat, negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
7. Maka penafsiran sila-sila pancasila harus bersumber, berpedoman dan berdasar
kepada Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. (Dardji Darmodihardjo, 1978:
40).
4
Secara historis rumusan- rumusan Pancasila dapat dibedakan dalam
tiga kelompok (Bakry, 1998: 20) :
5
Adanya badan ini memungkinkan bangsa Indonesia dapat mempersiapkan
kemerdekaannya secara legal, untuk merumuskan syarat-syarat apa yang harus
dipenuhi sebagai negara yang merdeka. Oleh karena itu, peristiwa ini dijadikan
sebagai suatu tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-
citanya.
Badan penyelidik ini mengadakan sidang hanya dua kali. Sidang pertama
pada tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, sedangkan sidang kedua pada
tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945.
6
Tangaal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan perihal yang pada dasarnya
bukan dasar negara merdeka, akan tetapi tentang paham negaranya yaitu negara
yang berpaham integralistik. Soepomo mengusulkan tentang dasar pemikiran
negara nasional bersatu yang akan didirikan harus berdasarkan atas pemikiran
integralistik tersebut yang sesuai dengan struktur sosial Indonesia sebagai ciptaan
budaya bangsa Indonesia yaitu: struktur kerohanian dengan cita-cita untuk
persatuan hidup, persatuan kawulo gusti, persatuan dunia luar dan dunia batin,
antara mikrokosmos dan makrokosmos, antara rakyat dan pemimpin-
pemimpinnya.
Pada hari berikutnya, tanggal 1 juni 1945 Ir. Soekarno juga mengusulkan
lima dasar bagi negara Indonesia yang disampaikan melalui pidatonya mengenai
Dasar Indonesia merdeka. Lima dasar itu atas petunjuk seseorang ahli bahasa
yaitu Mr. M. Yamin. Lima dasar yang diajukan Bung Karno ialah Kebangsaan
Indonesia, Internasionalisme atau perikemanusiaa, Mufakat atau demokrasi,
Kesejahteraan sosial, Ketuhanan yang berkebudayaan. Lima rumusan tersebut
menurutnya dapat diringkas menjadi tiga rumusan yang diberi nama Tri-Sila yaitu
dasar pertama, kebangsaan dan perikemanusiaan (nasionalisme dan
internasionalisme) diringkas menjadi satu diberi nama sosio-nasionalisme. Dasar
kedua, demokrasi dan kesejahteraan diringkas menjadi menjadi satu dan biberi
nama sosio-demokrasi. Sedangkan dasar yang ketiga, ketuhanan yang
berkebudayaan yang menghormati satu sama lain disingkat menjadi ketuhanan.
7
Setelah selesai masa sidang pertama, dengan usulan dasar negara baik dari
M. Yamin dan Soekarno, dan paham negara integralistik dari Soepomo maka
untuk menampung perumusan-perumusan yang bersifat perorangan, dibentuklah
panitia kecil penyelidik usul-usul yang terddiri atas Sembilan orang yang diketuai
oleh Soekarno, yang kemudian disebut dengan panitia Sembilan.
8
Masa Sidang Kedua BPUPKI
Masa sidang kedua BPUPKI yaitu pada tanggal 10 Juli sampai dengan 17
Juli 1945, merupakan masa sidang penentuan perumusan dasar negara yang akan
merdeka sebagai hasil kesepakatan bersama. Anggota BPUPKI dalam masa
sidang kedua ini ditambah enam orang anggota baru. Sidang lengkap BPUPKI
pada tanggal 10 Juli 1945 menerima hasil panitia kecil atau panitia Sembilan yang
disebut dengan piagam Jakarta. Disamping menerima hasil rumusan Panitia
Sembilan dibentuk juga panitia-panitia Hukum Dasar yang dikelompokkan
menjadi tiga kelompok panitia perancang Hukum Dasar yaitu:
a. Panitia Perancang Hukum Dasar diketuai oleh Ir. Soekarno dengan anggota
yang berjumlah 19 orang,
c. Panitia Ekonomi dan Keuangan dengan ketua Moh. Hatta bersama 23 orang
anggota.
9
Hari terakhir sidang BPUPKI tanggal 17 Juli 1945, hanya merupakan sidang
penutupan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
secara resmi. Dengan berakhirnya sidang ini maka selesailah tugas badan tersebut,
yang hasilnya akan dijadikan dasar bagi negara Indonesia yang akan dibentuk
sesuai dengan janji Jepang. Sampai akhir sidang BPUPKI ini rumusan Pancasila
dalam sejarah perumusannya ada empat macam:
a. Rumusan pertama Pancasila adalah usul dari Muh. Yamin pada tanggal 29 Mei
1945, yaitu usul pribadi dalam bentuk pidato,
b. Rumusan kedua Pancasila adalah usul Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yakni
usul pribadi dalam bentuk tertulis,
c. Rumusan ketiga Pancasila usul bung Karno tanggal 1 Juni 1945, usul pribadi
dengan nama Pancasila,
d. Rumusan keempat Pancasila dalam piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945, hasil
kesepakatan bersama pertama kali.
10
Sehari setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia, tepatnya tanggal 18
Agustus 1945, diadakan sidang pleno PPKI untuk membahas Naskah Rancangan
Hukum Dasar yang akan ditetapkan sebagai Undang-Undang Dasar (1945). Tugas
PPKI semula hanya memeriksa hasi sidang BPUPKI, kemudian anggotanya
disempurnakan. Penambahan keanggotaan ini menyempurnakan kedudukan dan
fungsi yang sangat penting sebagai wakil bangsa Indonesia dalam membentuk
negara Republik Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Dalam sidang pertama PPKI tanggal 18 Agustus 1945 berhasil mengesahkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dengan menetapkan (Kaelan,
1993: 43-45) :
b. Rancangan Hukum Dasar yang telah diterima oleh BPUPKI pada tanggal 16 Juli
1945 setelah mengalami berbagai perubahan, disahkan sebagai Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia.
c. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama, yaitu Ir. Soekarno sebagai
Presiden dan Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden.
11
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merupakan suatu asas kerohanian
yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga merupakan suatu
sumber nilai, norma serta kaidah baik moral maupun hukum negara, dan
menguasai hukum dasar baik yang tertulis atau UUD, maupun yang tidak tertulis
atau konvensi. Oleh karena itu, kedudukan Pancasila sebagai dasar negara ini
memiliki kekuatan yang mengikat secara hukum. Seluruh bangsa Indonesia tak
terkecuali dengan demikian wajib mengamalkan Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari.
12
B. Pancasila Era Kemerdekaan (Somantri, 2006)
13
C. ERA ORDE LAMA (Anshari, 1981: 99)
1. Pembubaran konstituante;
14
Sementara. Sosialisasi terhadap paham Pancasila yang konklusif
menjadi prelude penting bagi upaya selanjutnya; Pancasila dijadikan “ideologi
negara” yang tampil hegemonik. Ikhtiar tersebut tercapai ketika Ir. Soekarno
memberi tafsir Pancasila sebagai satu kesatuan paham dalam doktrin
“Manipol/USDEK”. Manifesto politik (manipol) adalah materi pokok dari pidato
Soekarno tanggal 17 Agustus 1959 berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”
yang kemudian ditetapkan oleh Dewan Pertimbangan Agung (DPA) menjadi
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Belakangan, materi pidato tersebut
dikukuhkan dalam Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 1 tahun 1960 dan
Ketetapan MPRS No. 1/MPRS1960 tentang GBHN (Ali, 2009: 30). Manifesto
politik Republik Indonesia tersebut merupakan hasil perumusan suatu panitia
yang dipimpin oleh D.N. Aidit yang disetujui oleh DPA pada tanggal 30
September 1959 sebagai haluan negara (Ismaun, 1978: 105).
15
D. Pancasila Era Orde Baru (Setiardja, 1994: 5). (Pranoto dalam Dodo dan
Endah (ed.), 2010: 42).
16
Satu : Ke-Tuhan-an Yang Maha Esa
Instruksi Presiden tersebut mulai berlaku pada tanggal 13 April 1968. Pada
tanggal 22 Maret 1978 dengan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa)
Pasal 4 menjelaskan, “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
merupakan penuntun dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat
berbangsa dan bernegara bagi setiap warga negara Indonesia, setiap
penyelenggara Negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga
kemasyarakatan, baik Pusat maupun di Daerah dan dilaksanakan secara bulat dan
utuh”.
a. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaan masingmasing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
17
c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadat sesuai dengan agama
dan kepercayaannya.
h. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia,
karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan
bangsa lain.
18
e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-
Bhinneka Tunggal Ika.
e. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan
hasil keputusan musyawarah.
f. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani
yang luhur.
h. Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-
nilai kebenaran dan keadilan.
c. Bersikap adil.
19
d. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
20
Ketika itu, sebagian golongan Islam menolak reinforcing oleh pemerintah
dengan menyatakan bahwa pemerintah akan mengagamakan Pancasila.
Kemarahan Pemerintah tidak dapat dibendung sehingga Presiden Soeharto bicara
keras pada Rapim ABRI di Pekanbaru 27
Maret 1980. Intinya Orba tidak akan mengubah Pancasila dan UUD 1945,
malahan diperkuat sebagai comparatist ideology. Jelas sekali bagaimana
pemerintah Orde Baru merasa perlu membentengi Pancasila dan TAP itu meski
dengan gaya militer. Tak seorang pun warga negara berani keluar dari Pancasila
(Pranoto dalam Dodo dan Endah (ed.), 2010: 43). Selanjutnya pada bulan Agustus
1982 Pemerintahan Orde Baru menjalankan “Azas Tunggal” yaitu pengakuan
terhadap Pancasila sebagai Azas Tunggal, bahwa setiap partai politik harus
mengakui posisi Pancasila sebagai pemersatu bangsa (Pranoto dalam Dodo dan
Endah (ed.), 2010: 43-44). Dengan semakin terbukanya informasi dunia, pada
akhirnya pengaruh luar masuk Indonesia pada akhir 1990-an yang secara tidak
langsung mengancam aplikasi Pancasila yang dilakukan oleh pemerintah Orde
Baru. Demikian pula demokrasi semakin santer mengkritik praktek pemerintah
Orde Baru yang tidak transparan dan otoriter, represif, korup dan manipulasi
politik yang sekaligus mengkritik praktek Pancasila. Meski demikian
kondisi ini bertahan sampai dengan lengsernya Presiden Soeharto pada 21 Mei
1998 (Pranoto dalam Dodo dan Endah (ed), 2010: 45).
21
Asas Tunggal Pancasila
22
Asas tunggal Pancasila menurut Deliar Noer berarti mengingkari
kebhinnekaan masyarakat yang memang berkembang menurut keyakinan masing-
masing. Keyakinan ini biasanya berumber dari agama atau dari fahaman lain.
Bahkan asas tunggal Pancasula cenderung kearah sistem partai tunggal, meskipun
secara formal ada tiga partai, tetapi secara terselubung sebenarnya hanya ada satu
partai.
Pancasila yang seharusnya sebagai nilai, dasar moral etik bagi negara dan
aparat pelaksana Negara, dalam kenyataannya digunakan sebagai alat legitimasi
politik. Puncak dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi
nasional, maka timbullah berbagai gerakan masyarakat yang dipelopori oleh
mahasiswa, cendekiawan dan masyarakat sebagai gerakan moral politik yang
menuntut adanya “reformasi” di segala bidang politik, ekonomi dan hukum
(Kaelan, 2000: 245).
Saat Orde Baru tumbang, muncul fobia terhadap Pancasila. Dasar Negara
itu untuk sementara waktu seolah dilupakan karena hampir selalu identik dengan
rezim Orde Baru. Dasar negara itu berubah menjadi ideologi tunggal dan satu-
satunya sumber nilai serta kebenaran. Negara menjadi maha tahu mana yang
benar dan mana yang salah. Nilai-nilai itu selalu ditanam ke benak masyarakat
melalui indoktrinasi (Ali, 2009: 50). Dengan seolah-olah “dikesampingkannya”
Pancasila pada Era Reformasi ini, pada awalnya memang tidak nampak suatu
dampak negatif yang berarti, namun semakin hari dampaknya makin terasa dan
berdampak sangat fatal terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.
Dalam kehidupan sosial, masyarakat kehilangan kendali atas dirinya, akibatnya
terjadi konflik-konflik horisontal dan vertikal secara masif dan pada akhirnya
melemahkan sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
Dalam bidang budaya, kesadaran masyarakat atas keluhuran budaya bangsa
Indonesia mulai luntur, yang pada akhirnya terjadi disorientasi kepribadian bangsa
yang diikuti dengan rusaknya moral generasi muda.
23
Dalam bidang ekonomi, terjadi ketimpangan-ketimpangan di berbagai
sektor diperparah lagi dengan cengkeraman modal asing dalam perekonomian
Indonesia. Dalam bidang politik, terjadi disorientasi politik kebangsaan, seluruh
aktivitas politik seolah-olah hanya tertuju pada kepentingan kelompok dan
golongan. Lebih dari itu, aktivitas politik hanya sekedar merupakan libido
dominandi atas hasrat untuk berkuasa, bukannya sebagai suatu aktivitas
memperjuangkan kepentingan nasional yang pada akhirnya menimbulkan carut
marut kehidupan bernegara seperti dewasa ini (Hidayat, 2012).
24
Tidak lama kemudian muncul gejala Perda Syariah disejumlah daerah.
Rangkaian gejala tersebut seakan melengkapi kegelisahan publik selama
reformasi yang mempertanyakan arah gerakan reformasi dan demokratisasi.
Seruan Azyumardi Azra direspon sejumlah kalangan. Diskursus tentang Pancasila
kembali menghangat dan meluas usai Simposium Peringatan Hari Lahir Pancasila
yang diselenggarakan FISIP-UI pada tanggal 31 Mei 2006 (Ali, 2009: 52).
Sekretariat Wapres Republik Indonesia, pada tahun 2008/2009 secara intensif
melakukan diskusi-diskusi untuk merevitalisasi sosialisasi nilai-nilai Pancasila.
Tahun 2009 Dirjen Dikti, juga membentuk Tim Pengkajian Pendidikan Pancasila
di Perguruan Tinggi. Sementara itu, beberapa perguruan tinggi telah
menyelenggarakan kegiatan sejenis, yaitu antara lain: Kongres Pancasila di
Universitas Gadjah Mada, Simposium Nasional Pancasila dan Wawasan
Kebangsaan di Universitas Pendidikan Indonesia, dan Kongres Pancasila di
Universitas Udayana. Lebih dari itu MPR-RI melakukan kegiatan sosialisasi nilai-
nilai Pancasila yang dikenal dengan sebutan “Empat Pilar Kebangsaan”, yang
terdiri dari: Pancasila, Undang-Undang Dasar tahun 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika. Akan tetapi, istilah “Empat Pilar
Kebangsaan” ini menurut Kaelan (2012: 249-252) mengandung;
1) linguisticmistake (kesalahan linguistik) atau dapat pula dikatakan kesalahan
terminologi; 2) ungkapan tersebut tidak mengacu pada realitas empiris
sebagaimana terkandung dalam ungkapan bahasa, melainkan mengacu pada suatu
pengertian atau ide, ‘berbangsa dan bernegara’ itu dianalogikan bangunan besar
(gedung yang besar); 3)
25
Selain TAP MPR dan berbagai aktivitas untuk mensosialisasikan kembali
Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara tegas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan menyebutkan dalam penjelasan Pasal 2 bahwa:
Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah
sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 alinea keempat yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi
negara serta sekaligus dasar filosofis negara sehingga setiap materi muatan
Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Hal tersebut berkorelasi bahwa Undang-Undang ini
penekanannya pada kedudukan Pancasila sebagai dasar negara. Sudah barang
tentu hal tersebut tidak cukup. Pancasila dalam kedudukannya sebagai pandangan
hidup bangsa perlu dihayati dan diamalkan oleh seluruh komponen bangsa.
Kesadaran ini mulai tumbuh kembali, sehingga cukup banyak lembaga
pemerintah di pusat yang melakukan kegiatan pengkajian sosialisasi nilai-nilai
Pancasila. Salah satu kebijakan nasional yang sejalan dengan semangat
melestarikan Pancasila di kalangan mahasiswa adalah Pasal 35 Undang-Undang
Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang menyatakan bahwa
Kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat mata kuliah Agama, Pancasila,
Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia.
Makna penting dari kajian historis Pancasila ini ialah untuk menjaga
eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu seluruh komponen
bangsa harus secara imperatif kategoris menghayati dan melaksanakan Pancasila
baik sebagai Dasar Negara maupun sebagai . Pandangan Hidup Bangsa, dengan
berpedoman kepada nilai-nilai Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dan secara
konsisten menaati ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal UUD 1945.
26
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama
dengan bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa yang
saling berhubungan. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan
kejadian masa sekarang dan semuanya bermuara pada masa yang akan datang.
Hal ini berarti bahwa semua aktivitas manusia pada masa lampau berkaitan
dengan kehidupan masa sekarang untuk mewujudkan masa depan yang berbeda
dengan masa yang sebelumnya. Sejarah perjuangan bangsa Indonesia berlalu
dengan melewati suatu proses waktu yang sangat panjang. Dalam proses waktu
yang panjang itu dapat dicatat kejadian-kejadian penting yang merupakan tonggak
sejarah perjuangan.
Dan Dasar Negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan
mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara
Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu
pancasila. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar Negara, merupakan sumber
kaidah hukum yang mengatur Negara Replubik Indonesia, termasuk di dalamnya
seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah, dan rakyat. Pancasila dalam
kedudukannya seperti inilah yang merupakan dasar pijakan penyelenggaraan
Negara dan seluruh kehidupan Negara Replubik Indonesia
Saran
Pancasila merupakan kepribadian bangsa Indonesia yang mana setiap
warga negara Indonesia harus menjunjung tinggi dan mengamalkan sila-sila dari
Pancasila tersebut dengan setulus hati dan penuh rasa tanggung jawab. Agar
pancasila tidak terbatas pada coretan tinta belaka tanpa makna.
27
DAFTAR PUSTAKA
(Sunoto, 1984: 1)
(Somantri, 2006)
(Anshari, 1981: 99)
(Setiardja, 1994: 5).
(Pranoto dalam Dodo dan Endah (ed.), 2010: 42).
(Ali, 2009: 50), (Kaelan, 2000: 245).
28