Anda di halaman 1dari 14

PATOLOGI KLINIK VETERINER

“PERAWATAN EHRLICHIOSIS PADA KUCING YANG MENGALAMI ANEMIA


DAN INDIKASI GAGAL GINJAL”

OLEH KELOMPOK 1 KELAS D :

I WAYAN MUDIANA 1809511008


I NYOMAN SURYA TRI HARTAPUTERA 1809511040
I WAYAN CHANDRA DHARMAWAN 1809511041
PUTU ADITYA PRATAMA ARTA PUTRA 1809511048
ANGEL NOVELYN LEONARD 1809511078
DWI ARUM PERMATASARI 1809511097
ALVIONA 1809511098
NI MADE SUKSMADEWI WISNANTARI 1809511099

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan paper Patologi Klinik Veteriner yang berjudul “Perawatan Ehrlichiosis
pada Kucing yang Mengalami Anemia dan Indikasi Gagal Ginjal” dengan tepat waktu. Tidak
lupa kami juga mengucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Penulisan paper ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat dalam mata kuliah
Patologi Klinik Veteriner. Harapan kami semoga paper ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca khususnya mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Udayana. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi paper agar
menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam paper ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan paper ini.

Denpasar, 01 Desember 2020


Hormat kami,

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... ii


KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ..................................................................................................................... 1
1.4 Manfaat ................................................................................................................... 1
BAB II MATERI DAN METODE
2.1 Materi ...................................................................................................................... 2
2.2 Metode .................................................................................................................... 3
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Anamnesa ................................................................................................................ 4
3.2 Hasil Pemeriksaan ................................................................................................... 4
3.3 Diagnosa ................................................................................................................. 6
3.4 Pengobatan .............................................................................................................. 6
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan ................................................................................................................. 8
4.2 Saran ....................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 9

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Hematologi ............................................................................. 4


Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Kimia Darah ........................................................................... 5

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Inklusi Intrasitoplasmik neutrofil pada preparat apus darah ............................. 5

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kucing merupakan hewan karnivora yang dapat ditemui hampir di seluruh dunia karena
kemampuan beradaptasinya yang sangat baik. Seiring perkembangan jaman,kucing yang
pada jaman dahulu dikenal sebagai simbol religi, sekarang telah menjadi pengontrol
populasi tikus dan juga salah satu hewan kesayangan (Serpell, 2002). Perawatannya yang
mudah dan pemberian pakan yang efisien membuat semakin banya korang tertarik untuk
memelihara kucing. Banyak penyakit yang dapat menginfeksi kucing mulai dari penyakit
yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur dan parasit. Ada beberapa jenis parasit pada
darah yang dapat menginfeksi kucing, salah satunya yaitu Ehrlichia.
Ehrlichiosis pada kucing dilaporkan pertama kali pada tahun 1989 oleh Bouro dan
rekannya saat mendiskripsikan adanya inklusi intrasitoplasmik monosit dan limfosit dari
tiga ekor kucing di Kenya (Guimarães at al. 2019). Ehrlichiosis lebih dikenal sebagai
parasit darah pada anjing dimana caplak Rhipicephalus berperan sebagai vektornya.
Kejadian Ehrlichiosis sangat jarang ditemukan pada kucing, bersifat multisistemik dengan
gejala klinis yang bervariasi tergantung pada stadium penyakit dan imunitas hospes. Hal
ini seringkali membuat Ehrlichia tidak dipertimbangkan sebagai diagnosa penyakit pada
kucing.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit Ehrlichiosis pada kucing ?
2. Bagaimana hubungan pemeriksaan kimia darah dengan kasus Ehrlichiosis pada
kucing ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi penyakit Ehrlichiosis pada kucing
2. Untuk mengetahui hubungan pemeriksaan kimia darah dengan kasus Ehrlichiosis
pada kucing
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari karya tulis ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Patologi Klinik Veteriner I serta menambah literatur mengenai “Perawatan Ehrlichiosis
pada Kucing yang Mengalami Anemia dan Indikasi Gagal Ginjal”. Selain itu paper ini
juga dapat bermanfaat untuk menambah wawasan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran
hewan Universitas Udayana.

1
BAB II
MATERI DAN METODE

2.1 Materi
Ehrlichiosis adalah infeksi yang bersifat zoonosis dapat menyerang hewan dan manusia
yang dapat ditularkan oleh caplak. Ehrlichiosis merupakan penyakit penting pada kucing
yang disebabkan oleh bakteri intraselular Gram negatif dari genus Ehrlichia yang termasuk
dalam famili Anaplasmataceae. Spesies penting dari genus Ehrlichia adalah E. canis, E.
ewingii, dan E. chaffeensis (Barman et al., 2014). Ehrlichia dapat menyebabkan canine
monocytic ehrlichiosis (CME), yang merupakan penyakit fatal pada anjing yang
membutuhkan diagnosis cepat dan akurat untuk memulai terapi yang tepat. Kasus pada
manusia pertama kali dilaporkan pada pertengahan tahun 1980-an. Kejadian penyakit pada
hewan banyak ditemukan menyerang pada hewan liar dan domestik terutama dari jenis
canine dan feline. Dilaporkan terutama pada anjing, E. canis juga telah didokumentasikan
pada kucing dan manusia, di mana E. canis ditransfer paling sering melalui Rhipicephalus
sanguineus (Bowman, 2009).
Gejala pada hewan dapat dibedakan dalam bentuk penyakit akut, subklinis dan kronis.
Pada bentuk akut biasanya ditandai dengan adanya gejala demam, anoreksia, depresi,
limfadenopati dan trombositopenia. Penyakit dapat berkembang menjadi kronis, dan dapat
berlangsung berminggu-minggu sampai bertahun-tahun, ditandai dengan gejala seperti
lemah, lesu, gambaran darah pansitopenia, dan dapat juga terjadi hipoplasia sumsum
tulang.
Penularan penyakit Ehrlichiosis pada kucing dapat terjadi melalui gigitan caplak yang
berpindah dari satu kucing ke kucing lainnya, caplak bertindak sebagai vektor transmisi
dari kucing satu ke kucing lainnya. Penularan penyakit Ehrlichiosis pada manusia dapat
terjadi melalui gigitan caplak sebagai vektor, yang secara tidak langsung caplak dapat
menggigit manusia melalui hewan peliharaan kucing. Gejala pada manusia ditandai dengan
adanya demam, sakit kepala, seperti flu, anoreksia dan mialgia. Masa masa inkubasi
penyakit Ehrlichiosis adalah 7-21 hari (Barman et al., 2014).
Diagnosa dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan darah, dapat mendeteksi
adanya jumlah sel darah putih dengan jumlah rendah (leukopenia), jumlah platelet rendah
(thrombocytopenia), dan kelainan penggumpalan darah. Pemeriksaan darah untuk
mendeteksi adanya antibodi terhadap Ehrliciosis ini kemungkinan sangat membantu, tetapi
hasilnya biasanya tidak positif sampai beberapa minggu setelah sakit tersebut dimulai.

2
Deteksi dengan metode polymerase chain reaction (PCR) lebih berguna dan dapat
mendeteksi secara molekuler adanya parasit tersebut. Diagnosa juga dapat dilakukan
dengan pemeriksaan di bawah mikroskop, dapat ditemukan adanya sel darah putih yang
mengandung bercak berkarakter (morulae) indikasi adanya Ehrlichia sp. Ditemukannya
morulae dapat mengindikasinya adanya ehrlichiosis.
2.2 Metode
Pemeriksaan klinis: BCS 2-3 (skala 9), dehidrasi, mukosa anemik, pembengkakan
ginjal pada kucing I dan atropi ginjal pada kucing II, serta tidak ditemukan adanya
obstruksi saluran urinaria pada kedua kasus. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan
hematologi lengkap dan kimia darah (Harvey 2012). Diagnosa dan diagnosa banding:
mengarah pada penyakit multisistemik yang mungkin disebabkan oleh Rickettsia dengan
diagnosa banding Feline Infectious Peritonitis (FIP), hepatik lipidosis, hepatik amiloidosis,
sirosis.

3
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Anamnesa
Anamnesis, sinyalemen dan status pasien: Kucing 1 ras persia, jantan, usia 14 tahun,
diperiksa tangal 23 April 2019 dengan keluhan penurunan nafsu makan yang progresif
sejak 2 minggu sebelumnya, terlihat lesu, pucat, dan semakin kurus. Kucing dipelihara di
dalam petshop yang menyediakan jasa penitipan dan grooming anjing dan kucing, pernah
terjadi wabah caplak di petshop sekitar 2 bulan sebelumnya. Kucing 2 ras persia jantan,
usia 1 tahun diperiksa tanggal 29 April 2019 dengan keluhan tidak mau makan sejak 3 hari
sebelumnya, lesu, ambruk, adanya penurunan berat badan sejak 2 minggu terakhir. Kucing
telah dipelihara selama 3 minggu dan berasal dari shelter anjing dan kucing.

3.2 Hasil pemeriksaan


Temuan laboratorik hematologi dan apus darah dari kedua kasus menunjukkan adanya
anemia yang terindikasi sebagai non-regeneratif dan akut-kronik inflamasi. Azotemia tanpa
indikasi adanya obstruksi saluran urinaria mengarah pada prerenal/renal azotemia. Warna
kuning pekat (ikterik) pada plasma maupun serum merupakan petunjuk penting terhadap
indikasi hiperbilirubinemia. Ikterik tanpa adanya indikasi hemolitik anemia mengarah pada
penyakit intrahepatik ataupun post-hepatik (Tabel 1 & 2).

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Hematologi

4
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Kimia Darah

Diagnosis pasti dari ehrlichiosis pada kucing itu sulit. Terjadinya inklusi
intrasitoplasma yang tidak biasa yang membentuk morula dalam granulosit atau monosit
menjadikan prosedur ini metode diagnosis yang tidak sensitif (Legendre, 2002).
Pemeriksaan preparat apus darah menunjukan adanya rouleux, mild anisositosis dengan
minimal polikromasia, dan adanya neutrofil band. Pemeriksaan apus darah lebih detail
dilakukan ulang terlihat adanya inklusi intrasitoplasmik yang mengarah pada morula
Ehrlichia sp. dalam jumlah sedikit selama fase infeksi akut (Gambar 1.). Deteksi morula
Ehrlichia sp. intraseluler berbentuk khas, sangat spesifik untuk peneguhan diagnosa
Ehrlichiosis (Straube 2010).

Gambar 1. Inklusi Intrasitoplasmik neutrofil (panah merah) yang mengarah pada


morula Erhlichia sp pada preparat apus darah

Ehrlichiosis menimbulkan gejala klinis dan perubahan patologis yang bervariasi


sehingga menjadi tantangan dalam mendiagnosa (Villiers & Ristic 2016). Tergantung pada
stadium dan kondisi imunitas pasien (Thompson 2018). Anemia non-regeneratif, gagal
ginjal dengan prerenal/renal azotemia, gangguan intrahepatik/post-hepatik pada kedua
kasus menjadi petunjuk terhadap kemungkinan diagnosa Ehrlichiosis (Willard & Tvedten
2012, Tilley et al. 2015). Keberadaan caplak yang memiliki beberapa hospes definitif selain

5
anjing, dipertimbangkan dalam penularan Ehrlichiosis. Polymerase Chain Reaction (PCR)
dibutuhkan untuk peneguhan diagnosa Ehrlichiosis.
Tanda-tanda ehrlichiosis biasanya berkembang dari jangka pendek ke jangka panjang.
Dalam kasus jangka pendek, tanda-tanda dapat tampak serupa dengan jenis infeksi lain
(seperti demam, pembengkakan kelenjar getah bening, kehilangan nafsu makan, depresi,
lesu). Dalam kasus jangka panjang, tanda menjadi lebih parah karena sel darah putih pindah
ke organ dalam dan sumsum tulang menghasilkan lebih sedikit sel darah. Penurunan jumlah
trombosit (yang penting untuk pembekuan darah yang tepat) dalam aliran darah umum
terjadi pada hewan dengan semua tahap ehrlichiosis. Saat penyakit berkembang, tingkat
trombosit yang sangat rendah dapat menyebabkan hewan mengalami pendarahan yang
tidak normal, mengakibatkan memar pada kulit dan gusi, darah dalam urin atau tinja, atau
pendarahan spontan dari hidung.

3.3 Diagnosa
Berdasarkan hasil anamnesa dimana kedua kucing sebelumnya tinggal di tempat yang
memiliki investasi caplak, keadaan lesu, pucat dan kehilangan nafsu makan selama
beberapa minggu terakhir, hasil pemeriksaan lab yang menunjukkan anemia non
regenerative dan ditemukannya morula erhlichia sp maka kedua kucing dinyatakan
mengalami erhliciosis.

3.4 Pengobatan
Terapi untuk kedua kasus meliputi penanganan anemia dan dehidrasi berupa infus NaCl
0,9% intravena, injeksi Meylon (PT. Otsuka Indonesia) dan Hematodin (Romindo
Primavetcom). Doxycyclin dapat dipertimbangkan untuk mengatasi Ehrlichiosis. Kondisi
kedua pasien menurun, mati 2 hari terapi pada kucing I dan 5 hari terapi pada kucing II.
Biasanya pengobatan Ehrlichiosis menggunakan antibiotic dari golongan tetrasiklin
termasuk minocycline, oxytetracycline, tetracycline atau doxycycline. Akan tetapi saat ini
doxycycline merupakan obat pilihan untuk ehrlichiosis karena dapat ditoleransi dengan
baik pada kucing. Beberapa kasus Ehrlichiosis membutuhkan terapi suportif, seperti
transfusi darah atau trombosit. Untuk kejadian ehrlichiosis akut, terapi yang dapat diberikan
berupa pemberian sediaan antifibrinolitik, antikoagulan, sediaan hematopoietika,
suplemen, dan sediaan antibiotik doksisiklin. Menurut Lappin, 2018 untuk kucing dengan
kegagalan pengobatan atau tidak toleran terhadap doksisiklin, dapat diberikan imidocarb
diproprionate 5 mg/kg yang disuntikkan secara intramuscular atau subcutan dan diulangi

6
setelah 14 hari. Doxycycline dapat menyebabkan erosi esofagus, peradangan dan
penyempitan pada kucing. Untuk alasan ini, dosis oral harus diikuti dengan cairan yang
cukup untuk memastikan obat masuk ke perut. Anoreksia, muntah dan diare adalah efek
samping yang paling sering dilaporkan dari pemberian doxycycline. Peningkatan enzim
hati serum (ALT, ALP) juga dapat terjadi. Pada kasus Ehrlichia canis dapat diberikan obat
glucocorticoid. Glucocorticoid berfungsi sebagai imunosupresif androgenic steroid yang
berfungsi dalam menstimulasi produksi sumsum tulang.

7
BAB IV
PENUTUP

3.1 Simpulan
Anemia non-regenerative, gagal ginjal dengan prerenal/renal azotemia, gangguan
intrahepatic/post-hepatic pada kedua kasus menjadi petunjuk terhadap kemungkinan diagnosa
Ehrlichiosis. Keberadaan caplak yang memiliki beberapa hospes definitive selain anjing,
dipertimbangkan dalam penularan Ehrlichiosis. Diagnosa Ehrlichiosis sering tidak
dipertimbangkan sebagai penyakit pada kucing. Temuan klinis dan pemeriksaan laboratorium
dapat menunjang diagnosa . Pengobatan yang paling umum digunakan adalah dengan
memberikan antibiotik berupa doxycycline.

3.2 Saran
Sebaiknya dilakukan Uji Polymerase Chain Reacteion (PCR) untuk peneguhan
diagnosa Ehrlichiosis serta melakukan tindakan preventive terhadap investasi caplak untuk
mecegah terjadinya infeksi ulang.

8
DAFTAR PUSTAKA

Barman D, Baishya BC, Sarma D, Phukan A, Dutta TC. 2014. A case report of canine ehrlichia
infection in a labrador dog and its therapeutic management. Bangl J Vet Med 12 (2):
237–239.

Bowman, Dwight; Little, Susan E.; Lorentzen, Leif; Shields, James; Sullivan, Michael P.;
Carlin, Ellen P. 2009. Prevalence and geographic distribution of Dirofilaria immitis,
Borrelia burgdorferi, Ehrlichia canis, and Anaplasma phagocytophilum in dogs in the
United States: Results of a national clinic-based serologic survey. Veterinary
Parasitology. 160 (1–2): 138–48.

Harvey JW. 2012. Veterinary Hematology: A Diagnostic Guide and Color Atlas. Missouri:
Elsevier

Jayanegara, A. R. Kasus Canine Monocytic Ehrlichiosis (CME) pada Anjing.


Kurnia, K. Et al. Perawatan Ehrlichiosis pada kucing yang mengalami anemia dan indikasi
gagal ginjal. Veterinary Letters. ISSN 2581-2416

Lappin, M. R. (2018). Update on flea and tick associated diseases of cats. Veterinary
parasitology, 254, 26-29.

Legendre, A. M. (2002). Ehrlichiosis in cats. Journal of Veterinary Internal Medicine, 16(6),


641-641.

McQuiston, J.H. 2018. Ehrlichiosis and Related Infections in Cats. DVM, MS, Rickettsial
Zoonoses Branch, Centers for Disease Control and Prevention

Anda mungkin juga menyukai