Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan paper Patologi Klinik Veteriner yang berjudul “Perawatan Ehrlichiosis
pada Kucing yang Mengalami Anemia dan Indikasi Gagal Ginjal” dengan tepat waktu. Tidak
lupa kami juga mengucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Penulisan paper ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat dalam mata kuliah
Patologi Klinik Veteriner. Harapan kami semoga paper ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca khususnya mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Udayana. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi paper agar
menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam paper ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan paper ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
MATERI DAN METODE
2.1 Materi
Ehrlichiosis adalah infeksi yang bersifat zoonosis dapat menyerang hewan dan manusia
yang dapat ditularkan oleh caplak. Ehrlichiosis merupakan penyakit penting pada kucing
yang disebabkan oleh bakteri intraselular Gram negatif dari genus Ehrlichia yang termasuk
dalam famili Anaplasmataceae. Spesies penting dari genus Ehrlichia adalah E. canis, E.
ewingii, dan E. chaffeensis (Barman et al., 2014). Ehrlichia dapat menyebabkan canine
monocytic ehrlichiosis (CME), yang merupakan penyakit fatal pada anjing yang
membutuhkan diagnosis cepat dan akurat untuk memulai terapi yang tepat. Kasus pada
manusia pertama kali dilaporkan pada pertengahan tahun 1980-an. Kejadian penyakit pada
hewan banyak ditemukan menyerang pada hewan liar dan domestik terutama dari jenis
canine dan feline. Dilaporkan terutama pada anjing, E. canis juga telah didokumentasikan
pada kucing dan manusia, di mana E. canis ditransfer paling sering melalui Rhipicephalus
sanguineus (Bowman, 2009).
Gejala pada hewan dapat dibedakan dalam bentuk penyakit akut, subklinis dan kronis.
Pada bentuk akut biasanya ditandai dengan adanya gejala demam, anoreksia, depresi,
limfadenopati dan trombositopenia. Penyakit dapat berkembang menjadi kronis, dan dapat
berlangsung berminggu-minggu sampai bertahun-tahun, ditandai dengan gejala seperti
lemah, lesu, gambaran darah pansitopenia, dan dapat juga terjadi hipoplasia sumsum
tulang.
Penularan penyakit Ehrlichiosis pada kucing dapat terjadi melalui gigitan caplak yang
berpindah dari satu kucing ke kucing lainnya, caplak bertindak sebagai vektor transmisi
dari kucing satu ke kucing lainnya. Penularan penyakit Ehrlichiosis pada manusia dapat
terjadi melalui gigitan caplak sebagai vektor, yang secara tidak langsung caplak dapat
menggigit manusia melalui hewan peliharaan kucing. Gejala pada manusia ditandai dengan
adanya demam, sakit kepala, seperti flu, anoreksia dan mialgia. Masa masa inkubasi
penyakit Ehrlichiosis adalah 7-21 hari (Barman et al., 2014).
Diagnosa dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan darah, dapat mendeteksi
adanya jumlah sel darah putih dengan jumlah rendah (leukopenia), jumlah platelet rendah
(thrombocytopenia), dan kelainan penggumpalan darah. Pemeriksaan darah untuk
mendeteksi adanya antibodi terhadap Ehrliciosis ini kemungkinan sangat membantu, tetapi
hasilnya biasanya tidak positif sampai beberapa minggu setelah sakit tersebut dimulai.
2
Deteksi dengan metode polymerase chain reaction (PCR) lebih berguna dan dapat
mendeteksi secara molekuler adanya parasit tersebut. Diagnosa juga dapat dilakukan
dengan pemeriksaan di bawah mikroskop, dapat ditemukan adanya sel darah putih yang
mengandung bercak berkarakter (morulae) indikasi adanya Ehrlichia sp. Ditemukannya
morulae dapat mengindikasinya adanya ehrlichiosis.
2.2 Metode
Pemeriksaan klinis: BCS 2-3 (skala 9), dehidrasi, mukosa anemik, pembengkakan
ginjal pada kucing I dan atropi ginjal pada kucing II, serta tidak ditemukan adanya
obstruksi saluran urinaria pada kedua kasus. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan
hematologi lengkap dan kimia darah (Harvey 2012). Diagnosa dan diagnosa banding:
mengarah pada penyakit multisistemik yang mungkin disebabkan oleh Rickettsia dengan
diagnosa banding Feline Infectious Peritonitis (FIP), hepatik lipidosis, hepatik amiloidosis,
sirosis.
3
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Anamnesa
Anamnesis, sinyalemen dan status pasien: Kucing 1 ras persia, jantan, usia 14 tahun,
diperiksa tangal 23 April 2019 dengan keluhan penurunan nafsu makan yang progresif
sejak 2 minggu sebelumnya, terlihat lesu, pucat, dan semakin kurus. Kucing dipelihara di
dalam petshop yang menyediakan jasa penitipan dan grooming anjing dan kucing, pernah
terjadi wabah caplak di petshop sekitar 2 bulan sebelumnya. Kucing 2 ras persia jantan,
usia 1 tahun diperiksa tanggal 29 April 2019 dengan keluhan tidak mau makan sejak 3 hari
sebelumnya, lesu, ambruk, adanya penurunan berat badan sejak 2 minggu terakhir. Kucing
telah dipelihara selama 3 minggu dan berasal dari shelter anjing dan kucing.
4
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Kimia Darah
Diagnosis pasti dari ehrlichiosis pada kucing itu sulit. Terjadinya inklusi
intrasitoplasma yang tidak biasa yang membentuk morula dalam granulosit atau monosit
menjadikan prosedur ini metode diagnosis yang tidak sensitif (Legendre, 2002).
Pemeriksaan preparat apus darah menunjukan adanya rouleux, mild anisositosis dengan
minimal polikromasia, dan adanya neutrofil band. Pemeriksaan apus darah lebih detail
dilakukan ulang terlihat adanya inklusi intrasitoplasmik yang mengarah pada morula
Ehrlichia sp. dalam jumlah sedikit selama fase infeksi akut (Gambar 1.). Deteksi morula
Ehrlichia sp. intraseluler berbentuk khas, sangat spesifik untuk peneguhan diagnosa
Ehrlichiosis (Straube 2010).
5
anjing, dipertimbangkan dalam penularan Ehrlichiosis. Polymerase Chain Reaction (PCR)
dibutuhkan untuk peneguhan diagnosa Ehrlichiosis.
Tanda-tanda ehrlichiosis biasanya berkembang dari jangka pendek ke jangka panjang.
Dalam kasus jangka pendek, tanda-tanda dapat tampak serupa dengan jenis infeksi lain
(seperti demam, pembengkakan kelenjar getah bening, kehilangan nafsu makan, depresi,
lesu). Dalam kasus jangka panjang, tanda menjadi lebih parah karena sel darah putih pindah
ke organ dalam dan sumsum tulang menghasilkan lebih sedikit sel darah. Penurunan jumlah
trombosit (yang penting untuk pembekuan darah yang tepat) dalam aliran darah umum
terjadi pada hewan dengan semua tahap ehrlichiosis. Saat penyakit berkembang, tingkat
trombosit yang sangat rendah dapat menyebabkan hewan mengalami pendarahan yang
tidak normal, mengakibatkan memar pada kulit dan gusi, darah dalam urin atau tinja, atau
pendarahan spontan dari hidung.
3.3 Diagnosa
Berdasarkan hasil anamnesa dimana kedua kucing sebelumnya tinggal di tempat yang
memiliki investasi caplak, keadaan lesu, pucat dan kehilangan nafsu makan selama
beberapa minggu terakhir, hasil pemeriksaan lab yang menunjukkan anemia non
regenerative dan ditemukannya morula erhlichia sp maka kedua kucing dinyatakan
mengalami erhliciosis.
3.4 Pengobatan
Terapi untuk kedua kasus meliputi penanganan anemia dan dehidrasi berupa infus NaCl
0,9% intravena, injeksi Meylon (PT. Otsuka Indonesia) dan Hematodin (Romindo
Primavetcom). Doxycyclin dapat dipertimbangkan untuk mengatasi Ehrlichiosis. Kondisi
kedua pasien menurun, mati 2 hari terapi pada kucing I dan 5 hari terapi pada kucing II.
Biasanya pengobatan Ehrlichiosis menggunakan antibiotic dari golongan tetrasiklin
termasuk minocycline, oxytetracycline, tetracycline atau doxycycline. Akan tetapi saat ini
doxycycline merupakan obat pilihan untuk ehrlichiosis karena dapat ditoleransi dengan
baik pada kucing. Beberapa kasus Ehrlichiosis membutuhkan terapi suportif, seperti
transfusi darah atau trombosit. Untuk kejadian ehrlichiosis akut, terapi yang dapat diberikan
berupa pemberian sediaan antifibrinolitik, antikoagulan, sediaan hematopoietika,
suplemen, dan sediaan antibiotik doksisiklin. Menurut Lappin, 2018 untuk kucing dengan
kegagalan pengobatan atau tidak toleran terhadap doksisiklin, dapat diberikan imidocarb
diproprionate 5 mg/kg yang disuntikkan secara intramuscular atau subcutan dan diulangi
6
setelah 14 hari. Doxycycline dapat menyebabkan erosi esofagus, peradangan dan
penyempitan pada kucing. Untuk alasan ini, dosis oral harus diikuti dengan cairan yang
cukup untuk memastikan obat masuk ke perut. Anoreksia, muntah dan diare adalah efek
samping yang paling sering dilaporkan dari pemberian doxycycline. Peningkatan enzim
hati serum (ALT, ALP) juga dapat terjadi. Pada kasus Ehrlichia canis dapat diberikan obat
glucocorticoid. Glucocorticoid berfungsi sebagai imunosupresif androgenic steroid yang
berfungsi dalam menstimulasi produksi sumsum tulang.
7
BAB IV
PENUTUP
3.1 Simpulan
Anemia non-regenerative, gagal ginjal dengan prerenal/renal azotemia, gangguan
intrahepatic/post-hepatic pada kedua kasus menjadi petunjuk terhadap kemungkinan diagnosa
Ehrlichiosis. Keberadaan caplak yang memiliki beberapa hospes definitive selain anjing,
dipertimbangkan dalam penularan Ehrlichiosis. Diagnosa Ehrlichiosis sering tidak
dipertimbangkan sebagai penyakit pada kucing. Temuan klinis dan pemeriksaan laboratorium
dapat menunjang diagnosa . Pengobatan yang paling umum digunakan adalah dengan
memberikan antibiotik berupa doxycycline.
3.2 Saran
Sebaiknya dilakukan Uji Polymerase Chain Reacteion (PCR) untuk peneguhan
diagnosa Ehrlichiosis serta melakukan tindakan preventive terhadap investasi caplak untuk
mecegah terjadinya infeksi ulang.
8
DAFTAR PUSTAKA
Barman D, Baishya BC, Sarma D, Phukan A, Dutta TC. 2014. A case report of canine ehrlichia
infection in a labrador dog and its therapeutic management. Bangl J Vet Med 12 (2):
237–239.
Bowman, Dwight; Little, Susan E.; Lorentzen, Leif; Shields, James; Sullivan, Michael P.;
Carlin, Ellen P. 2009. Prevalence and geographic distribution of Dirofilaria immitis,
Borrelia burgdorferi, Ehrlichia canis, and Anaplasma phagocytophilum in dogs in the
United States: Results of a national clinic-based serologic survey. Veterinary
Parasitology. 160 (1–2): 138–48.
Harvey JW. 2012. Veterinary Hematology: A Diagnostic Guide and Color Atlas. Missouri:
Elsevier
Lappin, M. R. (2018). Update on flea and tick associated diseases of cats. Veterinary
parasitology, 254, 26-29.
McQuiston, J.H. 2018. Ehrlichiosis and Related Infections in Cats. DVM, MS, Rickettsial
Zoonoses Branch, Centers for Disease Control and Prevention