Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

HYPOKALEMIC PERIODIC PARALYSIS

Disusun Oleh:

Cindy Linkoln 133307010149


Fitri Nirwana Sinaga 133307010167
Davien Utoyo 133307010099
Nenda Mayang Azti 133307010116
Cendy Juliana 133307010060
Indah Permata Wulandari 133307010177

Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Bagian Ilmu Penyakit Saraf

Fakultas Kedokteran Prima Indonesia


Rumah Sakit Royal Prima

Medan

2018
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................i

BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................................2

2.1 Definisi........................................................................................................................................2

2.2 Etiologi........................................................................................................................................2

2.3 Gejala Klinis...............................................................................................................................4

2.4 Patofisiologi................................................................................................................................4

2.5 Diagnosa.....................................................................................................................................7

2.6 Tatalaksana................................................................................................................................7

BAB 3 LAPORAN KASUS.......................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................27

i
BAB 1
PENDAHULUAN

Paralisis periodik (PP) adalah sekelompok gangguan otot rangka dengan bermacam
etiologi, episodik, berlangsung sebentar, dan hiporefleks kelemahan otot rangka, dengan atau
tanpa myotonia tetapi tanpa defisit sensorik dan tanpa kehilangan kesadaran. Pasien mengalami
serangan kelemahan otot dengan durasi dan keparahan yang bervariasi. Serangan dapat
berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa hari.
Salah satu jenis paralisis periodik adalah paralisis periodik hipokalemi, yang merupakan
kelainan yang ditandai dengan kelemahan otot akut karena hipokalemia yang terjadi secara
episodik. Hipokalemia ditandai dengan kadar kalium yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L).
Sebagian besar paralisis periodik hipokalemia merupakan paralisis periodik hipokalemia primer
atau familial. Sedangkan paralisis periodikhipokalemia sekunder bersifat sporadik dan biasanya
berhubungan dengan penyakit tertentu atau keracunan.
Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor pencetus tertentu, misalnya makanan
dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat sesudah latihan fisik, perjalanan jauh, pemberian obat,
operasi, menstruasi, konsumsi alkohol dan lain-lain. Penderita paralisis periodik hipokalemia
dapat mengalami serangan hanya sekali, tetapi dapat juga mengalami serangan berulang dengan
interval waktu serangan yang juga bervariasi.
Angka kejadian penderita periodik paralisis adalah sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria
lebih sering dari wanita dan biasanya lebih berat dengan usia terjadinya serangan pertama
bervariasi dari 1-20 tahun dengan frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun dan
kemudian akan menurun dengan peningkatan usia.

ii
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hipokalemia periodik paralisis adalah gangguan otot yang bertahap dapat
bersifat heterogen, dengan adanya episode kelemahan otot dan hiporeflek tanpa
kehilangan kesadaran dan dengan atau tanpa myotonus tetapi tanpa defisit neurologi
dengan adanya penurunan kadar potasium dalam darah (normalnya 3.5 mmol/L).
(Ramineni, 2015)
2.2 Etiologi

Hipokalemia periodik paralisis dapat merupakan kelainan kongenital maupun


faktor herediter. Adapun penyebab terjadinya hipokalemia periodik paralisis adalah
asupan yang inadekuat, karena asupan yang kurang menyebabkan ketidakmampuan
makanan yang dicerna atau dari asupan makanan yang rendah potasium. (Porth, Carol
M. 2015).

Selain hal tersebut, kurangnya kalium dalam renal yang berlebihan sering
disebabkan oleh terapi diuretik, metabolik alkalosis, kurangnya magnesium, trauma
dan stress, dan peningkatan aldosteron. Terapi diuretik terkecuali potassium-sparing
diuretics sering mengakibatkan hypokalemia. Thiazide dan loop diuretics
meningkatkan hilangnya potassium dalam urin. Hilangnya magnesium yang sering
bersamaan dengan berkurangnya kadar kalium akibat terapi diuretik, mengakibatkan
ekskresi urin berlebih. Hilangnya potassium pada ginjal ditandai oleh aldosteron.
Primary aldosteronism yang disebabkan baik oleh tumor maupun hyperplasia sel
korteks adrenal yang mensekresi aldosteron, dapat menghasilkan kehilangan yang
berat dengan meningkatkan sekresi potassium pada tubulus distal. (Porth, Carol M.
2015).

Meskipun hilangnya potassium dari kulit dan traktus gastroinstestinal biasanya


minimal, kehilangan ini dapat menjadi berlebihan pada kondisi tertentu seperti pada
peningkatan ekskresi potassium melalui keringat. Sekresi intestinal mengandung

iii
jumlah relatif besar pada potassium (seperti 85 hingga 90 mEq/L), sehingga diare
dapat mengakibatkan hilangnya potassium. (Porth, Carol M. 2015).

Hipokalemia juga dapat disebabkan oleh pergeseran intraseluler potassium dari


kopartemen ECF. Beragam jenis obat β2 adrenergik agonis (seperti dekongestan dan
bronkodilator) memproduksi perpindahan intraselullar pada potassium, menyebabkan
penurunan transien pada tingkat potassium serum. Insulin juga meningkatkan

iv
perpindahan potassium kedalam sel. Karena insulin meningkatkan pergerakan glukosa
dan potassium ke dalam sel, defisit potassium sering berkembang ketika mengobati
ketoasidosis diabetik. (Porth, Carol M. 2015)

Sumber: Reddi, Alluru S. 2014

2.3 Gejala Klinis

Selain daripada gejala yang bersamaan dengan thyrotoxicosis, gambaran klinis


pada thyrotoxic periodic paralysis (TPP) serupa dengan gejala pada familial
hypokalemic periodic paralysis (FHPP). Gejala pada laki-laki lebih sering ditemukan
daripada perempuan. Gejala yang tampak adalah serangan berulang kelemahan
flaccid, dapat asimetris dan lebih berdampak pada ekstremitas bawah dibandingkan
ekstremitas atas, dan proksimal lebih banyak daripada otot distal. Serangan mungkin
sering bersamaan dengan gejala prodromal seperti nyeri otot, kekakuan, atau keram.

Kelemahan biasanya berkembang cepat dan tingkat keparahan bervariasi dari


kelemahan ringan hingga paralisis total dan sering ditemukan setelah terbangun dari
tidur atau istirahat. Otot yang digunakan secara berlebihan sebelum serangan
cenderung merupakan otot yang paling parah terpengaruh. Otot bulbar, okular, dan
otot pernafasan cenderung tidak mengalami kelemahan, meskipun permasalahan
pernafasan sering dilaporkan. Cardiac dysrhytmia sering dikaitkan dengan serangan
paralitik. Biasanya, refleks tendon berkurang atau tidak ada ketika serangan, tetapi
beberapa pasien terlihat normal. Kelemahan dapat berubah dalam 24 jam, tetapi
setelah serangan kelemahan yang parah dan nyeri otot dapat bertahan selama beberapa
hari. (Aminoff, 2014)

Serangan sering terjadi dengan atau tanpa faktor pemicu; faktor pencetus
meliputi pemasukan karbohidrat yang tinggi, aktivitas fisik berat yang diikuti oleh
periode istirahat, trauma, paparan dingin, infeksi, mens, dan obat, termasuk
amiodarone dan kortikosteroid. (Aminoff, 2014)

v
2.4 Patofisiologi
1. Kalium

Kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial elektrik dalam tubuh


dan menghantarkan aliran saraf di otot. Kalium mempunyai peranan yang dominan
dalam hal eksitabilitas sel, terutama sel otot jantung, saraf, dan otot lurik. Kalium
mempunyai peran vital di tingkat sel dan merupakan ion utama intrasel. Ion ini akan
masuk ke dalam sel dengan cara transport aktif, yang memerlukan energi. Fungsi
kalium akan nampak jelas bila fungsi tersebut terutama berhubungan dengan aktivitas
otot jantung, otot lurik, dan ginjal. Eksitabilitas sel sebanding dengan rasio kadar
kalium di dalam dan di luar sel. Berarti bahwa setiap perubahan dari rasio ini akan
mempengaruhi fungsi dari sel–sel yaitu tidak berfungsinya membran sel yang tidak
eksitabel, yang akan menyebabkan timbulnya keluhan–keluhan dan gejala–gejala
sehubungan dengan tidak seimbangnya kadar kalium. Kadar kalium normal intrasel
adalah 135 –150 mEq/L dan ekstrasel adalah 3,5–5,5mEq/L. Perbedaan kadar yang
sangat besar ini dapat bertahan, tergantung pada metabolisme sel. Dengan demikian
situasi di dalam sel adalah elektro negatif dan terdapat membran potensial istirahat
kurang lebih sebesar -90 mvolt.

2. Paralisis periodik hipokalemik

Hipokalemia merupakan kelainan elektrolit yang sering terjadi pada praktek klinis
yang didefinisikan dengan kadar kalium serum kurang dari 3,5 mEq/L, pada
hipokalemia sedang kadar kalium serum 2,5-3 mEq/L, dan hipokalemia berat kadar
kalium serumnya kurang dari 2,5 mEq/L. Keadaan ini dapat dicetuskan melalui
berbagai mekanisme, termasuk asupan yang tidak adekuat, pengeluaran berlebihan
melalui ginjal atau gastrointestinal, obat-obatan, dan perpindahan transelular
(perpindahan kalium dari serum ke intraselular). Gejala hipokalemi ini terutama terjadi
kelainan di otot. Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan
suatu keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia. Pada
konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat terutama
pada bagian proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari

vi
2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot, termasuk rhabdomiolisis
dan miogobinuria. Peningkatan osmolaritas serum dapat menjadi suatu prediktor
terjadinya rhabdomiolisis. Selain itu suatu keadaan hipokalemia dapat mengganggu
kerja dari organ lain, terutama sekali jantung yang banyak sekali mengandung otot dan
berpengaruh terhadap perubahan kadar kalium serum. Perubahan kerja jantung ini
dapat kita deteksi dari pemeriksaan elektrokardiogram (EKG). Perubahan pada EKG
ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium serum dibawah 3,5 dan 3,0 mEq/L. Kelainan
yang terjadi berupa inversi gelombang T, timbulnya gelombang U dan ST depresi,
pemanjangan dari PR, QRS, dan QT interval.

Periodik paralisis hipokalemi (HypoPP) merupakan bentuk umum dari kejadian


periodik paralisis yang diturunkan, dimana kelainan ini diturunkan secara autosomal
dominan. Dari kebanyakan kasus pada periodik paralisis hipokalemi terjadi karena
mutasi dari gen reseptor dihidropiridin pada kromosom 1q. Reseptor ini merupakan
calcium channel yang bersama dengan reseptor ryanodin berperan dalam proses
coupling pada eksitasi-kontraksi otot. Fontaine et.al telah berhasil memetakan
mengenai lokus gen dari kelainan HypoPP ini terletak tepatnya di kromosom 1q2131.
Dimana gen ini mengkode subunit alfa dari L-type calcium channel dari otot skeletal
secara singkat di kode sebagai CACNL1A3. Mutasi dari CACNL1A3 ini dapat
disubsitusi oleh 3 jenis protein arginin (Arg) yang berbeda, diantaranya Arg-528-His,
Arg-1239-His, dan Arg-1239-Gly. Pada Arg-528-His terjadi sekitar 50 % kasus pada
periodik paralisis hipokalemi familial dan kelainan ini kejadiannya lebih rendah pada
wanita dibanding pria. Pada wanita yang memiliki kelainan pada Arg-528-His dan
Arg-1239-His sekitar setengah dan sepertiganya tidak menimbulkan gejala klinis.

Sebagai gejala klinis dari periodik paralisis hipokalemi ini ditandai dengan
kelemahan dari otot-otot skeletal episodik tanpa gangguan dari sensoris ataupun
kognitif yang berhubungan dengan kadar kalium yang rendah di dalam darah dan tidak
ditemukan tanda-tanda miotonia dan tidak ada penyebab sekunder lain yang
menyebabkan hipokalemi. Gejala pada penyakit ini biasanya timbul pada usia pubertas
atau lebih, dengan serangan kelemahan yang episodik dari derajat ringan atau berat
yang menyebabkan quadriparesis dengan disertai penurunan kapasitas vital dan

vii
hipoventilasi, gejala lain seperti fatigue dapat menjadi gejala awal yang timbul
sebelum serangan, namun hal ini tidak selalu diikuti dengan terjadinya serangan
kelemahan. Serangan sering terjadi saat malam hari atau saat bangun dari tidur dan
dicetuskan dengan asupan karbohidrat yang banyak serta riwayat melakukan aktivitas
berat sebelumnya yang tidak seperti biasanya. Serangan ini dapat terjadi hingga
beberapa jam sampai yang paling berat dapat terjadi beberapa hari dari kelumpuhan
tersebut.

Distribusi kelemahan otot dapat bervariasi. Kelemahan pada tungkai biasanya


terjadi lebih dulu daripada lengan dan sering lebih berat kelemahannya dibanding
lengan, dan bagian proksimal dari ekstremitas lebih jelas terlihat kelemahannya
dibanding bagian distalnya. Terkecuali, kelemahan ini dapat juga terjadi sebaliknya
dimana kelemahan lebih dulu terjadi pada lengan yang kemudian diikuti kelemahan
pada kedua tungkai dimana terjadi pada pasien ini. Otot-otot lain yang jarang sekali
lumpuh diantaranya otot-otot dari mata, wajah, lidah, pharing, laring, diafragma, dan
spingter, namun pada kasus tertentu kelemahan ini dapat saja terjadi. Saat puncak dari
serangan kelemahan otot, refleks tendon menjadi menurun dan terus berkurang
menjadi hilang sama sekali dan reflek kutaneus masih tetap ada. Rasa sensoris masih
baik. Setelah serangan berakhir, kekuatan otot secara umum pulih biasanya dimulai
dari otot yang terakhir kali menjadi lemah. Miotonia tidak terjadi pada keadaan ini,
dan bila terjadi dan terlihat pada klinis atau pemeriksaan EMG menunjukkan
terjadinya miotonia maka diagnosis HypoPP kita dapat singkirkan.

Selain dari anamnesa, pemeriksaan penunjang lain seperti laboratorium darah


dalam hal ini fungsi ginjal, elektrolit darah dan urin, urinalisa urin 24 jam, kadar
hormonal seperti T4 dan TSH sangat membantu kita untuk menyingkirkan penyebab
sekunder dari hipokalemia. Keadaan lain atau penyakit yang dapat menyebabkan
hipokalemi diantaranya intake kalium yang kurang, intake karbohidrat yang
berlebihan, intoksikasi barium, kehilangan kalium karena diare, periodik paralisis
karena tirotoksikosis, renal tubular asidosis, dan hyperaldosteronism.

viii
2.5 Diagnosa
1. Anamnesa

Pada anamnesa dijumpai episode kelemahan otot berlokasi di bahu dan panggul
meliputi juga tangan dan kaki yang bersifat intermiten dan gradual dapat unilateral
maupun bilateral. Hal tersebut dapat terjadi setelah adanya faktor pencetus tertentu,
misalnya makanan dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat sesudah latihan fisik,
perjalanan jauh, pemberian obat, operasi, menstruasi, konsumsi alkohol dan lain-lain.

2. Pemeriksaan Fisik

Pada inspeksi biasanya dijumpai kesadaran pasien dalam keadaan sadar penuh dan
dijumpai kelemahan otot keempat anggota gerak dan tampak pasien dalam.
Manifestasi seperti kelemahan otot, ileus paralitik, dan abnormalitas konduksi cardiac.
(Deljoui Katy M. 2015)

ix
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :

A. Laboratorium

1) Kadar kalium serum

Kalium serum merupakan pemeriksaan laboratorium yang paling penting.


Diantara serangan paralisis, kalium serum abnormal pada tipe paralisis
periodik sekunder, tetapi biasanya normal pada paralisis periodik primer.
Selama serangan kadar kalium serum dapat tinggi, rendah, atau di atas batas
normal dan bisa di bawah batas normal. Pemeriksaan secara random kadar
kalium serum dapat menunjukan fluktuasi yang periodik pada paralisis
periodik normokalemik.

Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan suatu


keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia. Pada

x
konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat
terutama pada bagian proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga
dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot,
termasuk rhabdomiolisis dan miogobinuria.

2) Fungsi ginjal

3) Kadar glukosa darah pengambilan glukosa darah ke dalam sel menyebabkan


kalim berpindah dari luar sel (darah) ke dalam sel-sel tubuh.

4) pH darah

Dibutuhkan untuk menginterpretasikan K+ yang rendah. Alkalosis biasa


menyertai hipokalemia dan menyebabkan pergeseran K+ ke dalam sel. Asidosis
menyebabkan kehilangan K+ langsung dalam urin.

5) Hormon tiroid: T3,T4 dan TSH untuk menyingkirkan penyebab sekunder


hipokalemia.

6) Kadar CPK (creatinin phospokinase) dan mioglobin serum

7) Kadar CPK tinggi pada paralisis periodik primer selama atau baru saja setelah
serangan. Kadar mioglobin serum juga mungkin tinggi.

B. EKG

Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium serum dibawah 3,5
dan 3,0 mEq/L. Perubahan electrocardiogram (ECG) dikaitkan dengan
hypokalemia termasuk depresi ST, amplitudo gelombang T kecil, dan peningkatan
gelombang U yang tinggi. Pada kasus yang parah, PR interval berkepanjangan dan
QRS yang lebar dapat terlihat. (Deljoui Katy M. 2015)

C. EMG
Di antara serangan, mungkin ada fibrilasi dan pengulangan keluaran kompleks,
meningkat dengan dingin dan menurun dengan latihan (dalam paralisis periodik

xi
hipokalemik). Selama serangan, EMG akan menunjukkan listrik diam, baik pada
paralisis periodik hiperkalemik dan paralisis periodik hipokalemik.

D. Biopsi otot
Biopsi otot diperlukan pada beberapa kasus yang dengan penampilan klinis yang
tidak spesifik. Pada paralisis periodik hipokalemik primer muangkin terdapat
vakuola sentral yang tunggal atau mutipel. Pada paralisis periodik hiperkalemik
sekunder, vakuala dan agregat tubular dapat ditemukan.

2.6 Tatalaksana

Seperti pada bentuk lain dari periodik paralisis dan miotonia, kebanyakan pasien
dengan HypoPP tidak memerlukan intervensi farmakologis. Pasien kita edukasi dan
berikan informasi untuk mencegah dan menurunkan kejadian serangan melalui
menghindari kegiatan yang memerlukan kekuatan fisik yang berat, hindari kedinginan,
mengkonsumsi buah-buahan atau jus yang tinggi akan kalium, membatasi intake
karbohidrat dan garam (160 mEq/hari).

Pemberian obat-obatan seperti penghambat carbonic anhidrase dapat diberikan


untuk menurunkan frekuensi dan beratnya serangan kelemahan episodik dan
memperbaiki kekuatan otot diantara serangan. Acetazolamide merupakan obat jenis
tersebut yang banyak diresepkan, dosis dimulai dari 125 mg/hari dan secara bertahap
ditingkatkan hingga dosis yang dibutuhkan maksimum 1500 mg/hari. Pasien yang
tidak berespon dengan pemberian acetazolamide dapat diberikan penghambat
carbonic anhidrase yang lebih poten seperti, dichlorphenamide 50 hingga 150 mg/hari
atau pemberian diuretik hemat kalium seperti spironolactone atau triamterine
(keduanya dalam dosis 25 hingga 100 mg/hari). Pemberian rutin kalium chlorida
(KCl) 5 hingga 10 g per hari secara oral yang dilarutkan dengan cairan tanpa pemanis
dapat mencegah timbulnya serangan pada kebanyakan pasien. Pada suatu serangan
HypoPP yang akut atau berat, KCl dapat diberikan melalui intravena dengan dosis

xii
inisial 0,05 hingga 0,1 mEq/KgBB dalam bolus pelan, diikuti dengan pemberian KCl
dalam 5% manitol dengan dosis 20 hingga 40 mEq, hindari pemberian dalam larutan
glukosa sebagai cairan pembawa. Kepustakaan lain KCl dapat diberikan dengan dosis
50 mEq/L dalam 250 cc larutan 5 % manitol.

2.7 Komplikasi dan Prognosis


2.7.1 Komplikasi
Masalah kesehatan yang dapat muncul pada keadaan ini, termask :
1. Nefrolitiasis (sebagai efek samping acetazolamide)
2. Aritmia selama serangan
3. Kesulitan bernafas, berbicara, atau menelan saat serangan
4. Kelemahan otot yang memberat perlahan-lahan

2.7.2 Prognosis
Periodik paralisis hipokalemia biasanya memberikan respon baik terhadap
pengobatan. Penatalaksanaan dapat mencegah dan bahkan menurunkan
progresifitas kelemahan otot. Meskipun kekuatan otot dapat menjadi normal
antar serangan, seranan berulang dapat mengakibatkan keparahan dan
kelemahan otot permanen antar serangan

xiii
BAB 3
LAPORAN KASUS

Nama : Zuraidah Hasibuan

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 63 tahun

Bangsa/Suku : Indonesia / Batak

Agama : Islam

Alamat : Jalan Filisium 1 No 23

Status Perkawinan : Sudah Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

ANAMNESA PENYAKIT

Keluhan Utama : Nyeri pinggang

Keluhan Tambahan :-

Telaah : Os datang dengan keluhan nyeri pinggang menjalar hingga


ke kedua kaki, sehingga membuat Os sulit berjalan. Os
menyebutkan dalam sehari bisa merasakan nyeri hingga 4 x
dengan durasi sekitar < 30 menit per kali nyeri. Os mengaku
nyeri tersebut sudah dirasakan sejak setahun lalu. Os
menyebutkan kalau nyeri muncul dan memberat saat suhu
dingin dan mereda saat suhu hangat. Os mengaku sebelum
mengalami hal ini dirinya sering melakukan pekerjaan berat.
Os pernah berobat ke RS dan mengonsumsi obat (tidak tahu
nama obatnya) lain namun tidak ada perbaikan.

xiv
Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi

Riwayat Penyakit Keluarga :-

Riwayat Pemakaian Obat : Os tidak ingat

PEMERIKSAAN JASMANI

Pemeriksaan Umum

Kesan Umum

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 155/100 mmHg

Frekuensi Nadi : 100x/i

Frekuensi Pernapasan : 24x/i

Temperatur : 36.7oC

Kepala dan Leher

Bentuk : Normocephali

Mata : Tidak ada kelainan

xv
Telinga : Tidak ada kelainan

Hidung : Tidak ada kelainan

Leher : Tidak ada kelainan

Rongga Dada dan Abdomen

Rongga Dada Rongga Abdomen

Inspeksi : Simetris Fusiformis Simetris

Perkusi : Sonor Timpani

Palpasi : SF kanan = kiri Soepel

Auskultasi : SP : vesikuler Peristaltik (+) normal

ST : tidak dijumpai

Ekstremitas

Tidak dijumpai kelainan

Genitalia

Tidak dilakukan pemeriksaan

STATUS NEUROLOGI

Rangsangan Meningeal

Kaku Kuduk : (-)


Tanda Kernig : (-)

xvi
Tanda Laseque : (+)
Tanda Brudzinski I : (-)
Tanda Brudzinski II : (-)
Tanda Brudzinski III : (-)
Tanda Brudzinski IV : (-)

Peninggian Tekanan Intra Kranial

Muntah : (-)
Sakit kepala : (-)
Kejang : (-)

Nervus Kranialis

Nervus I

Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra

Normosmia Normosmia

Nervus II

Oculi Dextra Oculi Sinistra

Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan

Lapangan Pandang

Normal : + +
Menyempit : - -
Heminanopsia : - -
Skotoma : - -

xvii
Refleks ancaman : + +

Fundus Okuli

Warna : Tidak dilakukan pemeriksaan


Batas : Tidak dilakukan pemeriksaan
Arteri : Tidak dilakukan pemeriksaan
Vena : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekskavasio : Tidak dilakukan pemeriksaan

Nervus III, IV, VI


Oculi Dextra Oculi Sinistra
Gerakan bola mata : (+) (+)
Pupil : Isokor/Refleks cahaya (+)
Lain-lain : Dalam batas normal

Nervus V

Motorik

Membuka dan menutup mulut : (+)

Sensorik

Kulit : (+)

Nervus VII

Motorik

Mimik : Eutimik
Kerut kening : Normal

xviii
Menutup mata : Normal
Meniup sekuatnya : Norrmal
Memperlihatkan gigi : Normal
Tertawa : Normal

Sensorik

Pengecapan 2/3 depan lidah :(+)


Produksi kelenjar ludah :(+)
Produksi kelenjar air mata :(+)

Nervus VIII

Pendengaran : Normal

Tes Rinne : Tidak dilakukan pemeriksaan

Tes Weber : Tidak dilakukan pemeriksaan

Tes Swabach : Tidak dilakukan pemeriksaan

Nervus IX, X

Palatum molle : Normal

Uvula : Medial

Disfagia :(-)

Disartria :(-)

Disfonia :(-)

Refleks Muntah : Tidak dilakukan pemeriksaan

xix
Pengecapan 1/3 belakang lidah : Tidak dilakukan pemeriksaan

Nervus XI

Mengangkat Bahu : (+)

Fungsi m.sternocleidomastoideus : Normal

Nervus XII

Lidah : Normal

SISTEM MOTORIK

Kekuatan Motorik

Ekstremitas Superior Dextra : 5/5

Ekstremitas Superior Sinistra : 5/5

Ekstremitas Inferior Dextra : 4/5

Ekstremitas Inferior Sinistra : 4/5

Sikap (postur) : Berbaring/Duduk

Gerakan spontan abnormal :

Tremor :(-)
Chorea :(-)
Ballismus :(-)
Mioklonus :(-)
Atetosis :(-)
Distonia :(-)

xx
Spasmus :(-)
TIC :(-)
Lain-lain :(-)

REFLEKS

Refleks Fisiologis

Biceps : (+)
Triceps : (+)
Brachioradialis : (+)
Pattella : (+)
Achilles : (+)

Refleks Patologis

Babinski :(-)
Chaddock :(-)
Schaefner :(-)
Gonda :(-)
Oppenheime :(-)
Gordon :(-)
Hoffman-Tromner :(-)

KOORDINASI

Tes Telunjuk-telunjuk : Tidak dilakukan pemeriksaan

Tes Telunjuk hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan

Tes Tumit-lutut : Tidak dilakukan pemeriksaan

xxi
Tes Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan

Tes Heel to Toe Walking : Tidak dilakukan pemeriksaan

Tes Rebound Phenomenon : Tidak dilakukan pemeriksaan

Tes Pronasi – Supinasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Tes Arm Bounce : Tidak dilakukan pemeriksaan

KESIMPULAN PEMERIKSAAN

STATUS PRESENS
Sensorium CM
Tekanan Darah 155/100 mmHg
Heart Rate 100 x/i
Respiratory Rate 24 x/i
Temperatur 36.7 °C
STATUS NEUROLOGIS
Sensorium CM
Peningkatan TIK Muntah ( - ) Sakit kepala ( - ) Kejang ( - )
Rrangsangan Tes Laseque (+)
Meningeal
NERVUS KRANIALIS
NI Normosmia

N II RC +/+, pupil isokor


N III, IV, VI Normal
NV Normal
N VII Normal
N VIII Normal
N IX, X Normal
N XI Normal
N XII Normal
KEKUATAN MOTORIK OTOT
ESD : 5/5 ESS : 5/5
EID : 4/5 EIS : 4/5

xxii
REFLEKS FISIOLOGIS
Kanan Kiri
Biceps / Triceps
+ /+ + /+

Kanan Kiri
Patella/Achilles
+ /+ + /+
REFLEKS PATOLOGIS
Tidak dijumpai kelainan

HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan Darah Lengkap


Tanggal : 10 Maret 2018

HEMATOLOGI

Pemeriksaan Hasil Satuan Normal

Hemoglobin 10.6 mg/dL 13.5 – 15.5

Leukosit 6270 /mm3 5.000 – 11.000

Laju Endap Darah 20 mm/jam 0 – 20

Trombosit 245000 /mm3 150000 – 450000

Hematocrit 30.6 % 30.5 – 45.0

Eritrosit 3.75 106/mm3 4.50 – 6.50

MCV 81.6 fL 75.0 – 95.0

MCH 28.2 pg 27.0 – 31.0

MCHC 34.5 g/dL 33.0 – 37.0

RDW 14.7 % 11.50 – 14.50

PDW 55.6 fL 12.0 – 55.0

xxiii
MPV 9.4 fL 6.50 – 9.50

PCT 0.23 % 0.100 – 0.500

Hitung Jenis Lekosit

Eosinofil 3.4 % 1–3

Basofil 0.7 % 0–1

Monosit 6.2 % 2–8

Neutrofil 63.5 % 50 – 70

Limfosit 23.3 % 20 – 40

LUC 2.9 % 0–4

Pemeriksaan Radiologi

1. Pemeriksaan Foto Vertebrae Lumbosacral


Tanggal : 10 Maret 2018
Foto Vertebrae Lumbosacral :
Jantung ukuran membesar
Aorta dilatasi
Sinus kostofrenikus kanan dan kiri lancip
Tidak tampak infiltrat di kedua lapangan paru

Kesan :
Kardiomegali

xxiv
DIAGNOSIS

Kemungkinan Diagnosis

Diagnosis Fungsional : Flaccid, tetraparesis

Diagnosis Etiologik : Hypokalemic

Diagnosis Anatomis : Tidak ditemukan

Diagnosis Patologis : Tidak ditemukan

Diagnosis Banding : Tetraparese ec Periodik Paralisis Hipokalemia

Dd/ : Guillain Barre Syndrome

Multiple Sclerosis

Diagnosis Kerja : Tetraparese ec Periodik Paralisis Hipokalemia

TERAPI :

1. O2 1-2 L/menit
2. IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
3. IVFD KCL 2 fls + NaCl 0,9% 12 gtt/i
4. IV Mecobalamine 500mcg/24jam
5. KSR tablet 2x600mg
6. Opylac Syrup 3x15ml
7.

xxv
FOLLOW UP

Hari / Tanggal : Senin / 26 Februari 2018

S : Lemah kedua tungkai, kaki dan tangan tidak dapat digerakkan

O : TD : 120/80 mmHg ESD : 11111

HR : 90x/i ESS : 11111

RR : 20x/i EID : 11111

T : 37℃ ESS : 11111

A : Tetraparese ec Electrolyte Imbalance (Hypokalemia) / Periodik Paralisis


Hipokalemia

P : Pemeriksaan DL, Pemeriksaan KGD, Pemeriksaan Elektrolit, Foto


vertebrae lumbosacral

1. O2 1-2 L/menit
2. IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
3. IV Mecobalamine 500mcg/24jam
4. KSR tablet 2x600mg

Hari / Tanggal : Selasa / 27 Februari 2018

S : Tangan sudah mulai dapat digerakkan, tetapi badan dan kaki masih terasa
lemah

O : TD : 130/80 mmHg ESD : 22222

HR : 80x/i ESS : 22222

RR : 20x/i EID : 22222

T : 36℃ ESS : 22222

xxvi
A : Tetraparese ec Electrolyte Imbalance (Hypokalemia) / Periodik Paralisis
Hipokalemia

P :

1. O2 1-2 L/menit
2. IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
3. IVFD KCL 2 fls + NaCl 0,9% 12 gtt/i
4. IV Mecobalamine 500mcg/24jam
5. KSR tablet 2x600mg

Hari / Tanggal : Rabu / 28 Februari 2018

S : kaki dan tangan sudah mulai dapat digerakkan, pasien mengeluhkan


belum BAB

O : TD : 120/85 mmHg ESD : 44444

HR : 82x/i ESS : 44444

RR : 22x/i EID : 44444

T : 36,7℃ ESS : 44444

A : Tetraparese ec Electrolyte Imbalance (Hypokalemia) / Periodik Paralisis


Hipokalemia

P :

1. O2 1-2 L/menit
2. IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
3. IVFD KCL 2 fls + NaCl 0,9% 12 gtt/i
4. IV Mecobalamine 500mcg/24jam
5. KSR tablet 2x600mg
6. Opylac Syrup 3x15ml

xxvii
Hari / Tanggal : Kamis / 1 Maret 2018

S : kaki dan tangan dapat digerakkan, sudah dapat ke kamar mandi sendiri,
tetapi tangan dan kaki terasa ngilu

O : TD : 125/85 mmHg ESD : 44444

HR : 78x/i ESS : 44444

RR : 20x/i EID : 44444

T : 37,2℃ ESS : 44444

A : Tetraparese ec Electrolyte Imbalance (Hypokalemia) / Periodik Paralisis


Hipokalemia

P : Pemeriksaan elektrolit ulang

1. O2 1-2 L/menit
2. IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
3. IVFD KCL 2 fls + NaCl 0,9% 12 gtt/i
4. IV Mecobalamine 500mcg/24jam
5. KSR tablet 2x600mg
6. Opylac Syrup 3x15ml

Hari / Tanggal : Jumat / 2 Maret 2018

S : kaki dan tangan dapat digerakkan, tetapi tangan dan kaki terasa ngilu

O : TD : 135/80 mmHg ESD : 44444

HR : 82x/i ESS : 44444

RR : 22x/i EID : 44444

T : 36,9℃ ESS : 44444

A : Tetraparese ec Electrolyte Imbalance (Hypokalemia) / Periodik Paralisis


Hipokalemia

xxviii
P :

1. IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i


2. Mecobalamine tablet 1x500mcg
3. KSR tablet 2x600mg

xxix
DAFTAR PUSTAKA

Ramineni, Chandini, dkk. 2015. Hypokalemic periodic paralysis. India. Departement of


Clinical Pharmacy
Aminoff. 2014. Aminoff’s Neurology and General Medicine: Periodic Paralysis. Elsevier:
China
Porth, Carol M. 2015. Essential of Pathophysiology: Chapter 8 Disorder of Fluid,
Electrolyte, and Acid-Base Balance. Wolters Kluwer: China; pg: 178
Reddi, Alluru S. 2014. Fluid, Electrolyte and Acid-Base Disorders: Chapter 15 Disorders of
Potassium: Hypokalemia. Springer: London
Deljoui Katy M, McCurdy Michael T. 2015. Decision Making in Emergency Critical Care:
Chapter 38 Electrolyte Disorders. Wolters Kluwer: China

xxx

Anda mungkin juga menyukai