Disusun Oleh:
Medan
2018
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................i
BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
2.1 Definisi........................................................................................................................................2
2.2 Etiologi........................................................................................................................................2
2.4 Patofisiologi................................................................................................................................4
2.5 Diagnosa.....................................................................................................................................7
2.6 Tatalaksana................................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................27
i
BAB 1
PENDAHULUAN
Paralisis periodik (PP) adalah sekelompok gangguan otot rangka dengan bermacam
etiologi, episodik, berlangsung sebentar, dan hiporefleks kelemahan otot rangka, dengan atau
tanpa myotonia tetapi tanpa defisit sensorik dan tanpa kehilangan kesadaran. Pasien mengalami
serangan kelemahan otot dengan durasi dan keparahan yang bervariasi. Serangan dapat
berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa hari.
Salah satu jenis paralisis periodik adalah paralisis periodik hipokalemi, yang merupakan
kelainan yang ditandai dengan kelemahan otot akut karena hipokalemia yang terjadi secara
episodik. Hipokalemia ditandai dengan kadar kalium yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L).
Sebagian besar paralisis periodik hipokalemia merupakan paralisis periodik hipokalemia primer
atau familial. Sedangkan paralisis periodikhipokalemia sekunder bersifat sporadik dan biasanya
berhubungan dengan penyakit tertentu atau keracunan.
Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor pencetus tertentu, misalnya makanan
dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat sesudah latihan fisik, perjalanan jauh, pemberian obat,
operasi, menstruasi, konsumsi alkohol dan lain-lain. Penderita paralisis periodik hipokalemia
dapat mengalami serangan hanya sekali, tetapi dapat juga mengalami serangan berulang dengan
interval waktu serangan yang juga bervariasi.
Angka kejadian penderita periodik paralisis adalah sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria
lebih sering dari wanita dan biasanya lebih berat dengan usia terjadinya serangan pertama
bervariasi dari 1-20 tahun dengan frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun dan
kemudian akan menurun dengan peningkatan usia.
ii
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hipokalemia periodik paralisis adalah gangguan otot yang bertahap dapat
bersifat heterogen, dengan adanya episode kelemahan otot dan hiporeflek tanpa
kehilangan kesadaran dan dengan atau tanpa myotonus tetapi tanpa defisit neurologi
dengan adanya penurunan kadar potasium dalam darah (normalnya 3.5 mmol/L).
(Ramineni, 2015)
2.2 Etiologi
Selain hal tersebut, kurangnya kalium dalam renal yang berlebihan sering
disebabkan oleh terapi diuretik, metabolik alkalosis, kurangnya magnesium, trauma
dan stress, dan peningkatan aldosteron. Terapi diuretik terkecuali potassium-sparing
diuretics sering mengakibatkan hypokalemia. Thiazide dan loop diuretics
meningkatkan hilangnya potassium dalam urin. Hilangnya magnesium yang sering
bersamaan dengan berkurangnya kadar kalium akibat terapi diuretik, mengakibatkan
ekskresi urin berlebih. Hilangnya potassium pada ginjal ditandai oleh aldosteron.
Primary aldosteronism yang disebabkan baik oleh tumor maupun hyperplasia sel
korteks adrenal yang mensekresi aldosteron, dapat menghasilkan kehilangan yang
berat dengan meningkatkan sekresi potassium pada tubulus distal. (Porth, Carol M.
2015).
iii
jumlah relatif besar pada potassium (seperti 85 hingga 90 mEq/L), sehingga diare
dapat mengakibatkan hilangnya potassium. (Porth, Carol M. 2015).
iv
perpindahan potassium kedalam sel. Karena insulin meningkatkan pergerakan glukosa
dan potassium ke dalam sel, defisit potassium sering berkembang ketika mengobati
ketoasidosis diabetik. (Porth, Carol M. 2015)
Serangan sering terjadi dengan atau tanpa faktor pemicu; faktor pencetus
meliputi pemasukan karbohidrat yang tinggi, aktivitas fisik berat yang diikuti oleh
periode istirahat, trauma, paparan dingin, infeksi, mens, dan obat, termasuk
amiodarone dan kortikosteroid. (Aminoff, 2014)
v
2.4 Patofisiologi
1. Kalium
Hipokalemia merupakan kelainan elektrolit yang sering terjadi pada praktek klinis
yang didefinisikan dengan kadar kalium serum kurang dari 3,5 mEq/L, pada
hipokalemia sedang kadar kalium serum 2,5-3 mEq/L, dan hipokalemia berat kadar
kalium serumnya kurang dari 2,5 mEq/L. Keadaan ini dapat dicetuskan melalui
berbagai mekanisme, termasuk asupan yang tidak adekuat, pengeluaran berlebihan
melalui ginjal atau gastrointestinal, obat-obatan, dan perpindahan transelular
(perpindahan kalium dari serum ke intraselular). Gejala hipokalemi ini terutama terjadi
kelainan di otot. Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan
suatu keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia. Pada
konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat terutama
pada bagian proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari
vi
2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot, termasuk rhabdomiolisis
dan miogobinuria. Peningkatan osmolaritas serum dapat menjadi suatu prediktor
terjadinya rhabdomiolisis. Selain itu suatu keadaan hipokalemia dapat mengganggu
kerja dari organ lain, terutama sekali jantung yang banyak sekali mengandung otot dan
berpengaruh terhadap perubahan kadar kalium serum. Perubahan kerja jantung ini
dapat kita deteksi dari pemeriksaan elektrokardiogram (EKG). Perubahan pada EKG
ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium serum dibawah 3,5 dan 3,0 mEq/L. Kelainan
yang terjadi berupa inversi gelombang T, timbulnya gelombang U dan ST depresi,
pemanjangan dari PR, QRS, dan QT interval.
Sebagai gejala klinis dari periodik paralisis hipokalemi ini ditandai dengan
kelemahan dari otot-otot skeletal episodik tanpa gangguan dari sensoris ataupun
kognitif yang berhubungan dengan kadar kalium yang rendah di dalam darah dan tidak
ditemukan tanda-tanda miotonia dan tidak ada penyebab sekunder lain yang
menyebabkan hipokalemi. Gejala pada penyakit ini biasanya timbul pada usia pubertas
atau lebih, dengan serangan kelemahan yang episodik dari derajat ringan atau berat
yang menyebabkan quadriparesis dengan disertai penurunan kapasitas vital dan
vii
hipoventilasi, gejala lain seperti fatigue dapat menjadi gejala awal yang timbul
sebelum serangan, namun hal ini tidak selalu diikuti dengan terjadinya serangan
kelemahan. Serangan sering terjadi saat malam hari atau saat bangun dari tidur dan
dicetuskan dengan asupan karbohidrat yang banyak serta riwayat melakukan aktivitas
berat sebelumnya yang tidak seperti biasanya. Serangan ini dapat terjadi hingga
beberapa jam sampai yang paling berat dapat terjadi beberapa hari dari kelumpuhan
tersebut.
viii
2.5 Diagnosa
1. Anamnesa
Pada anamnesa dijumpai episode kelemahan otot berlokasi di bahu dan panggul
meliputi juga tangan dan kaki yang bersifat intermiten dan gradual dapat unilateral
maupun bilateral. Hal tersebut dapat terjadi setelah adanya faktor pencetus tertentu,
misalnya makanan dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat sesudah latihan fisik,
perjalanan jauh, pemberian obat, operasi, menstruasi, konsumsi alkohol dan lain-lain.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi biasanya dijumpai kesadaran pasien dalam keadaan sadar penuh dan
dijumpai kelemahan otot keempat anggota gerak dan tampak pasien dalam.
Manifestasi seperti kelemahan otot, ileus paralitik, dan abnormalitas konduksi cardiac.
(Deljoui Katy M. 2015)
ix
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :
A. Laboratorium
x
konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat
terutama pada bagian proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga
dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot,
termasuk rhabdomiolisis dan miogobinuria.
2) Fungsi ginjal
4) pH darah
7) Kadar CPK tinggi pada paralisis periodik primer selama atau baru saja setelah
serangan. Kadar mioglobin serum juga mungkin tinggi.
B. EKG
Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium serum dibawah 3,5
dan 3,0 mEq/L. Perubahan electrocardiogram (ECG) dikaitkan dengan
hypokalemia termasuk depresi ST, amplitudo gelombang T kecil, dan peningkatan
gelombang U yang tinggi. Pada kasus yang parah, PR interval berkepanjangan dan
QRS yang lebar dapat terlihat. (Deljoui Katy M. 2015)
C. EMG
Di antara serangan, mungkin ada fibrilasi dan pengulangan keluaran kompleks,
meningkat dengan dingin dan menurun dengan latihan (dalam paralisis periodik
xi
hipokalemik). Selama serangan, EMG akan menunjukkan listrik diam, baik pada
paralisis periodik hiperkalemik dan paralisis periodik hipokalemik.
D. Biopsi otot
Biopsi otot diperlukan pada beberapa kasus yang dengan penampilan klinis yang
tidak spesifik. Pada paralisis periodik hipokalemik primer muangkin terdapat
vakuola sentral yang tunggal atau mutipel. Pada paralisis periodik hiperkalemik
sekunder, vakuala dan agregat tubular dapat ditemukan.
2.6 Tatalaksana
Seperti pada bentuk lain dari periodik paralisis dan miotonia, kebanyakan pasien
dengan HypoPP tidak memerlukan intervensi farmakologis. Pasien kita edukasi dan
berikan informasi untuk mencegah dan menurunkan kejadian serangan melalui
menghindari kegiatan yang memerlukan kekuatan fisik yang berat, hindari kedinginan,
mengkonsumsi buah-buahan atau jus yang tinggi akan kalium, membatasi intake
karbohidrat dan garam (160 mEq/hari).
xii
inisial 0,05 hingga 0,1 mEq/KgBB dalam bolus pelan, diikuti dengan pemberian KCl
dalam 5% manitol dengan dosis 20 hingga 40 mEq, hindari pemberian dalam larutan
glukosa sebagai cairan pembawa. Kepustakaan lain KCl dapat diberikan dengan dosis
50 mEq/L dalam 250 cc larutan 5 % manitol.
2.7.2 Prognosis
Periodik paralisis hipokalemia biasanya memberikan respon baik terhadap
pengobatan. Penatalaksanaan dapat mencegah dan bahkan menurunkan
progresifitas kelemahan otot. Meskipun kekuatan otot dapat menjadi normal
antar serangan, seranan berulang dapat mengakibatkan keparahan dan
kelemahan otot permanen antar serangan
xiii
BAB 3
LAPORAN KASUS
Umur : 63 tahun
Agama : Islam
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Tambahan :-
xiv
Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi
PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Kesan Umum
Temperatur : 36.7oC
Bentuk : Normocephali
xv
Telinga : Tidak ada kelainan
ST : tidak dijumpai
Ekstremitas
Genitalia
STATUS NEUROLOGI
Rangsangan Meningeal
xvi
Tanda Laseque : (+)
Tanda Brudzinski I : (-)
Tanda Brudzinski II : (-)
Tanda Brudzinski III : (-)
Tanda Brudzinski IV : (-)
Muntah : (-)
Sakit kepala : (-)
Kejang : (-)
Nervus Kranialis
Nervus I
Normosmia Normosmia
Nervus II
Lapangan Pandang
Normal : + +
Menyempit : - -
Heminanopsia : - -
Skotoma : - -
xvii
Refleks ancaman : + +
Fundus Okuli
Nervus V
Motorik
Sensorik
Kulit : (+)
Nervus VII
Motorik
Mimik : Eutimik
Kerut kening : Normal
xviii
Menutup mata : Normal
Meniup sekuatnya : Norrmal
Memperlihatkan gigi : Normal
Tertawa : Normal
Sensorik
Nervus VIII
Pendengaran : Normal
Nervus IX, X
Uvula : Medial
Disfagia :(-)
Disartria :(-)
Disfonia :(-)
xix
Pengecapan 1/3 belakang lidah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nervus XI
Nervus XII
Lidah : Normal
SISTEM MOTORIK
Kekuatan Motorik
Tremor :(-)
Chorea :(-)
Ballismus :(-)
Mioklonus :(-)
Atetosis :(-)
Distonia :(-)
xx
Spasmus :(-)
TIC :(-)
Lain-lain :(-)
REFLEKS
Refleks Fisiologis
Biceps : (+)
Triceps : (+)
Brachioradialis : (+)
Pattella : (+)
Achilles : (+)
Refleks Patologis
Babinski :(-)
Chaddock :(-)
Schaefner :(-)
Gonda :(-)
Oppenheime :(-)
Gordon :(-)
Hoffman-Tromner :(-)
KOORDINASI
xxi
Tes Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan
KESIMPULAN PEMERIKSAAN
STATUS PRESENS
Sensorium CM
Tekanan Darah 155/100 mmHg
Heart Rate 100 x/i
Respiratory Rate 24 x/i
Temperatur 36.7 °C
STATUS NEUROLOGIS
Sensorium CM
Peningkatan TIK Muntah ( - ) Sakit kepala ( - ) Kejang ( - )
Rrangsangan Tes Laseque (+)
Meningeal
NERVUS KRANIALIS
NI Normosmia
xxii
REFLEKS FISIOLOGIS
Kanan Kiri
Biceps / Triceps
+ /+ + /+
Kanan Kiri
Patella/Achilles
+ /+ + /+
REFLEKS PATOLOGIS
Tidak dijumpai kelainan
Pemeriksaan Laboratorium
HEMATOLOGI
xxiii
MPV 9.4 fL 6.50 – 9.50
Neutrofil 63.5 % 50 – 70
Limfosit 23.3 % 20 – 40
Pemeriksaan Radiologi
Kesan :
Kardiomegali
xxiv
DIAGNOSIS
Kemungkinan Diagnosis
Multiple Sclerosis
TERAPI :
1. O2 1-2 L/menit
2. IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
3. IVFD KCL 2 fls + NaCl 0,9% 12 gtt/i
4. IV Mecobalamine 500mcg/24jam
5. KSR tablet 2x600mg
6. Opylac Syrup 3x15ml
7.
xxv
FOLLOW UP
1. O2 1-2 L/menit
2. IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
3. IV Mecobalamine 500mcg/24jam
4. KSR tablet 2x600mg
S : Tangan sudah mulai dapat digerakkan, tetapi badan dan kaki masih terasa
lemah
xxvi
A : Tetraparese ec Electrolyte Imbalance (Hypokalemia) / Periodik Paralisis
Hipokalemia
P :
1. O2 1-2 L/menit
2. IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
3. IVFD KCL 2 fls + NaCl 0,9% 12 gtt/i
4. IV Mecobalamine 500mcg/24jam
5. KSR tablet 2x600mg
P :
1. O2 1-2 L/menit
2. IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
3. IVFD KCL 2 fls + NaCl 0,9% 12 gtt/i
4. IV Mecobalamine 500mcg/24jam
5. KSR tablet 2x600mg
6. Opylac Syrup 3x15ml
xxvii
Hari / Tanggal : Kamis / 1 Maret 2018
S : kaki dan tangan dapat digerakkan, sudah dapat ke kamar mandi sendiri,
tetapi tangan dan kaki terasa ngilu
1. O2 1-2 L/menit
2. IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
3. IVFD KCL 2 fls + NaCl 0,9% 12 gtt/i
4. IV Mecobalamine 500mcg/24jam
5. KSR tablet 2x600mg
6. Opylac Syrup 3x15ml
S : kaki dan tangan dapat digerakkan, tetapi tangan dan kaki terasa ngilu
xxviii
P :
xxix
DAFTAR PUSTAKA
xxx