DENGAN PASIEN
DAN KELUARGA
PASIEN
■ .
.
Pendapat bahwa berkomunikasi dengan pasien hanya akan
menyita waktu bidan, tampaknya harus diluruskan.
Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan
waktu lama.
Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih sedikit waktu bila bidan terampil
mengenali kebutuhan pasien .
Dalam pemberian pelayanan medis, komunikasi efektif antara bidan dan pasien
merupakan kondisi yang diharapkan sehingga bidan dapat melakukan manajemen
kebidanan, berdasarkan kebutuhan pasien
Keberhasilan komunikasi antara bidan dan pasien pada
umumnya akan melahirkan kenyamanan dan kepuasan
bagi kedua belah pihak, khususnya bila tercipta empati.
Menghormati dan menghargai pasien adalah sikap yang diharapkan dari bidan dalam
berkomunikasi dengan pasien, siapa pun dia, berapa pun umurnya, tanpa memerhatikan
status sosialekonominya.
Bersikap adil dalam memberikan pelayanan medis adalah dasar pengembangan komunikasi
efektif dan menghindarkan diri dari perlakuan diskriminatif terhadap pasien.
Berdasarkan hasil penelitian, manfaat komunikasi efektif di antaranya:
1 Meningkatkan kepuasan pasien dalam menerima pelayanan atau institusi pelayanan medis.
2 Meningkatkan kepercayaan pasien kepada bidan yang merupakan dasar hubungan bidan-pasien
yang baik.
Memeriksa ulang segala sesuatu yang belum jelas bagi kedua belah pihak.
Melakukan negosiasi atas segala sesuatu berdasarkan kepentingan kedua
. belah pihak.
.
SALAM
AJAK BICARA
SAJI
JELASKAN
INGATKAN
(Poernomo, Ieda SS, Program Family Health Nutrition, Depkes RI, 1999).
(A) Ajak Bicara
■ Percakapan yang telah dilakukan bersama pasien mungkin ada berbagai materi
secara luas yang tidak mudah diingatnya kembali
■ Dibagian akhir ingatkan untuk hal-hal yang penting dan koreksi untuk persepsi yang
keliru
MELIBATKAN PASIEN DAN KELUARGA DALAM ASUHAN
■ Salah satu prinsip komunikasi yang baik adalah jujur dan tidak menutupi
kesalahan.
■ Setiap insiden yang terjadi dalam proses pelayanan kesehatan haruslah dijelaskan
dan didiskusikan secara terbuka pada pasien
■ Menurut the Australian Commision on Safety and Quality in Health Care, dalam
proses penyampaian insiden pada pasien, praktisi kesehatan harus meminta maaf
atas insiden yang telah terjadi, memberitahukan rencana perubahan terapi (jika
ada), memberitahukan perkembangan hasil investigasi mengenai terjadinya
insiden, dan memberitahukan langkah-langkah yang akan diambil untuk mencegah
insiden serupa di masa yang akan datang.
Setelah terjadi adverse events pasien selalu ingin mendapatkan
penjelasan mengenai terjadinya event tersebut, yang antara lain
mencakup:
1. Komunikasi yang terbuka setiap saat: ketika terjadi hal yang tidak diinginkan, pasien dan
keluarganya harus diberikan informasi mengenai apa yang telah terjadi dengan jujur dan
terbuka sepanjang waktu. Informasi mengenai proses yang sedang berlangsung sebaiknya
juga diberikan.
2. Pengakuan: organisasi pelayanan kesehatan harus mengakui jika suatu adverse events
terjadi dan memulai proses pemberian informasi (open disclosure).
3. Mengekspresikan penyesalan/meminta maaf: Penyesalan atas adverse event yang terjadi
harus disampaikan sedini mungkin pada pasien.
4. Memahami keinginan pasien dan keluarganya: Sudah menjadi kewajaran jika pasien dan
keluarganya ingin mengetahui semua fakta-fakta yang terkait dengan terjadinya adverse
event dan konsekuensinya, ingin diperlakukan dengan penuh empathy, dihargai dan
diberikan dukungan sesuai dengan yang dibutuhkannya.
5. Dukungan dari staff medis: Organisasi pelayanan kesehatan harus menciptakan lingkungan dimana
semua staff mampu dan terdorong untuk mengenali dan melaporkan terjadinya adverse events dan
mendapatkan dukungan dari organisasi dalam proses memberikan informasi pada pasien.
6. Manajemen resiko yang terintegrasi dan perbaikan sistem: Investigasi kejadian adverse events dan
outcomenya dilakukan melalui proses yang berfokus pada manajemen resiko. Hasil investigasi
berfokus pada perbaikan sistem dan kemudian akan direview efektifitasnya.
7. Good Governance: Proses pemberian informasi insiden pada pasien membutuhkan proses
peningkatan mutu dan identifikasi resiko klinis melalui kerangka governance dimana adverse events
diinvestigasi dan dianalisis untuk mengetahui apa saja yang bisa dilakukan untuk mencegah hal yang
sama terulang kembali.
8. Kerahasiaan (confidentiality): Kebijakan dan prosedur yang dibuat organisasi pelayanan kesehatan
harus mmepertimbangkan sepenuhnya privasi dan confidentiality pasien, keluarganya dan staffnya
sendiri, sesuai dengan hukum yang berlaku.
Guidelines lainnya dari Harvard hospitals When things go
wrong: responding to adverse events
1. Persiapan
a. Mereview fakta yang ada
b. Mengidentifikasi dan melibatkan partisipan yang berkepentingan
c. Mempersiapkan setting tempat pembicaraan yang sesuai.
2. Memulai pembicaraan
a. Menilai kesiapan pasien dan keluarganya untuk berpartisipasi dalam proses ini
b. Menilai kemampuan pasien dan keluarganya untuk memahami informasiinformasi yang
terkait dengan medis
c. Menentukan tingkat pemahaman pasien dan keluarganya mengenai masalah medis
secara umum
3. Menyampaikan fakta
a. Menyampaikan deskripsi apa yang telah terjadi secara sederhana, tanpa
menggunakan jargon-jargon medis, berbicara dengan lambat, sambil
memperhatikan bahasa tubuh pasien.
b. Jangan memberikan informasi yang berlebihan, tetapi juga jangan terlalu
menyederhanakannya
c. Menjelaskan outcome apa yang sudah diketahui pada saat itu
d. Menjelaskan langkah yang akan diambil selanjutnya
e. Dengan tulus memahami kesedihan yang dirasakan pasien dan keluarganya.
4. Mendengarkan secara aktif
a. Memberikan waktu yang cukup untuk pasien bertanya
b. Tidak memonopoli pembicaraan
5. Mengakui apa yang sudah didengar
6. Merespon semua pertanyaan
7. Menyimpulkan hasil pembicaraan
a. Merangkum hasil pembicaraan
b. Mengulangi pertanyaan kunci yang diajukan
c. Menetapkan rencana follow-up
8. Mendokumentasikan
a. Menjelaskan event yang terjadi
b. Menjelaskan hasil diskusi
Matur nuwun