Anda di halaman 1dari 4

Nama : Ikhsan Al Amin

Kelas : 4A
NIM : 182170011

Hujan Asam Merusak Lingkungan


Perkembangan sektor industri dan trasportasi telah mendorong peningkatan
konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) sebagai sumber energi di seluruh dunia.
Peningkatan penggunaan bahan bakar dari fosil itu telah menyebabkan
meningkatnya bahan pencemar udara spesiNOx, SOx dan CO2 ke udara yang
menyebabkan terbentuknya hujan asam dan menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan hidup.

Berdasarkan terminologi Kimia Lingkungan (environmentalchemistry), hujan


asam (Acid Rain) adalah massa air air hujan yang memiliki tingkat keasaman
(pH) lebih kecil dari 5,6. Sedangkan hujan normal adalah massa air hujan yang
hanya mengandung molekul air dan mineral dengan tingkat keasaman (pH)
berkisar netral antara 6,5 – 7,0.

Tingkat keasaman yang rendah disebabkan air hujan mengandung ion-ion asam
terlarut dari jenis asam karbonat (H2CO3), asam nitrat (HNO3), dan asam sulfat
(H2SO4). Timbul pertanyaan, dari mana datangnya jenis-jenis asam ini dan Ba-
gaimana proses terjadinya hujan asam ?

Terjadinya Hujan Asam

Jenis-jenis asam yang melarut dalam massa air hujan itu jelas bersumber dari
bahan pencemaran udara dari spesiNOx (NO, NO2, NO3, N2O), spesiSOx
(SO2, SO3, SO4), dan spesi CO dan CO2, sebagai hasil sampingan pembakaran
bahan bakar minyak. Asap dari cerobong industri dan kenderaan bermotor yang
menggunakan bahan bakar dari fosil serta asap kebakaran hutan dipastikan
menghasilkan bahan pencemar spesiNOx, SOx dan CO2 ke udara.

Pertemuan spesiNOx dengan molekul air di atmosfer membentuk molekul asam


nitrat, sedangkan spesiSOx akan membentuk asam sulfat, dan spesi CO2 akan
membentuk asam karbonat. Senyawa-senyawa asam ini melarut dalam massa
air hujan, sehingga terbentuklah air hujan dengan pH yang rendah yang dikenal
dengan hujan asam (acidrain).
Hujan asam sudah terjadi di seluruh dunia, terutama pada kota-kota yang
terdapat pusat kegiatan industri. Hujan asam mulai diketahui ketika revolusi
industri berkembang di Inggris tahun 1850-an dengan menggunakan batu bara
sebagai sumber energi. Revolusi industri yang pesat telah menyebabkan wilayah
atmosfer di Inggris tertutup asap sampai beberapa bulan dan menyebabkan sinar
matahari tidak lagi tampak.

Hujan yang turun di wilayah itu dengan warna air yang tidak normal alias hi-
tam, telah menyebabkan kerusakan pada vegetasi hutan, semak belukar dan
tumbuhan lainnya. Hutan menjadi kerangas, daun-daun tumbuhan berguguran
dan biota air banyak yang mati terutama di perairan tawar. Inilah titik awal
diketahuinya terjadinya hujan asam akibat pencemaran udara oleh industri.

Perkembangan teknologi dewasa ini telah mendorong tumbuhnya berbagai jenis


industri, dan tidak dapat dipungkiri bahwa pencemaran udara akibat emisi dari
industri semakin nyata dewasa ini. Tidak terkecuali, industri di Indonesia juga
berkembang terutama di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan
kota lainnya.

Menurut hasil penelitian Pusat Studi Lingkungan (PSL) IPB Bogor (2014), hu-
jan asam sudah terjadi terjadi di wilayah Jabotabek dengan pH 5,3. Demikian
juga di Kota Medan, hujan asam sudah turun dengan pH 5,4, Palembang dengan
pH 5,4-5,6, Manado dengan pH 5,4-5,6 dan di Kota Bogor dengan pH 5,4.
Dengan melihat data tersebut, secara nyata udara di wilayah Indonesia sudah
tercemar dari bahan pencemar spesiNOx, SOx dan CO2 dan memerlukan
perhatian yang serius.

Dampak Negatif Hujan Asam

Menurut Manahan (2013) seorang pakar kimia lingkungan dari


UniversityofMissouri, Columbia menyatakan, hujan asam yang menerpa suatu
wilayah akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, yakni: 1)
kerusakan tanah, 2) perubahan pH air permukaan dan air tanah, 3) kerusakan
daun tumbuhan, dan 4) mempercepat korosifnya bahan-bahan dari logam.

Hujan asam yang menerpa tanah dengan frekwensi yang tinggi, menyebabkan
tanah menjadi rusak baik dalam struktur tanah maupun kandungan unsur hara
dan mineral tanah. Beberapa jenis asam yang melarut bersama air hujan akan
memasuki pori tanah dan melarutkan beberapa jenis unsur logam yang sifatnya
terikat menjadi bebas, sehingga menyebabkan perubahan Kapasitas Tukar ka-
tion (KTK) tanah. Perubahan KTK jelas akan mempengaruhi tingkat kesuburan
tanah dan menimbulkan kerugian pada sektor pertanian.

Demikian juga air permukaan seperti danau dan sungai, massa air hujan asam
dapat menyebabkan perubahan tingkat keasaman air tawar. Terlebih-lebih air
kolam ikan, terpaan hujan asam dapat menurunkan pH air kolam, sehingga
pertumbuhan ikan budidaya menjadi terganggu atau bahkan ikan menjadi mati.
Perubahan pH air tawar juga bisa berpengaruh buruk terhadap kesehatan hewan
dan manusia yang mengkonsumsi air itu sebagai sumber air minum.

Air dengan pH rendah dapat menyebabkan gangguan pencernaan yang serius


pada manusia, meningkatnya tekanan darah, dan kerusakan pada gigi. Oleh
sebab itu, sumur air penduduk yang berada di wilayah perkotaan dianjurkan
untuk ditutup untuk mencegah masuknya air hujan asam, untuk meminimalkan
dampak negatif hujan asam terhadap kesehatan.

Terpaan massa air hujan asam yang mengenai daun tumbuhan dengan frekwensi
3 kali per minggu dengan pH air hujan sekitar 5,0 diketahui telah menyebabkan
hilangnya lapisan lilin pelindung daun tumbuhan. Oleh sebab itu, hujan asam
dengan frekwensi tinggi akan menyebabkan tanaman menjadi rusak, kerdil dan
tidak produktif. Bahkan menurut Manahan (2013), hujan asam dengan
pHdibawah 4,0 akan menyebabkan pohon-pohon hutan menjadi kerangas dan
mati, sebagaimana terjadi di Inggris ketika revolusi industri berlangsung pada
abad ke 19.

Pada sisi lain, hujan asam juga dapat menyebabkan cepat korosifnya bahan-
bahan dari logam, seperti atap rumah seng cepat berkarat, dan alat-alat rumah
tangga cepat korosif akibat menggunakan air sumur yang terkontaminasi hujan
asam. Coba kita perhatikan atap rumah penduduk di kota besar, hanya dalam
beberapa bulan atap seng sudah berubah warna menjadi coklat karat, cepat bo-
cor dan rapuh. Oleh sebab itu, rumah penduduk di perkotaan lebih dianjurkan
agar atapnya terbuat dari non logam seperti genteng press. Kalaupun
menggunakan atap logam harus logam yang terlindungi dari proses korosif oleh
hujan asam.

Dengan mengetahui bahwa faktor utama penyebab terjadinya hujan asam adalah
akibat emisi buangan industri, transportasi dan asap kebakaran hutan, maka
upaya yang harus dilakukan untuk mengendalikan terjadinya hujan asam adalah
dengan membatasi pengguaan bahan bakar dari fosil atau efisiensi penggunaan
energi, dan pengembangan sumber energi terbarukan.

Selain itu, perlu dilakukan penerapan baku mutu lingkungan (emissionstandard)


secara lebih ketat oleh pemerintah, sehingga industri harus memasang filter
pada cerobong asap untuk memperkecil buangan spesiNOx, SOx dan CO2 ke
atmosfer, dan dilakukan uji kenderaan bermotor secara reguler.

Anda mungkin juga menyukai