Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN BEDAH PADA PASIEN DENGAN


APENDIKSITIS

OLEH :

ANAK AGUNG PUTU MILA DIANA DEWI

NIM. 2014901161

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

DENPASAR

2020
I. TINJAUAN KASUS
A. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah
sekum (cecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut
sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi
yang umumnya berbahaya (Nurarif dan Kusuma, 2015).
Apendisitis merupakan penyebab yang paling umum dari inflamasi
akut kuadran kanan bawah abdomen dan penyebab yang paling umum
dari pembedahan abdomen darurat. Pria lebih banyak terkena daripada
wanita, remaja lebih banyak dari orang dewasa; insiden tertinggi adalah
mereka yang berusia 10 sampai 30 tahun (Baughman dan Hackley,
2016).
Apendiktomi adalah pembedahan atau operasi pengangkatan
apendiks (Haryono, 2012). Apendiktomi merupakan pengobatan melalui
prosedur tindakan operasi hanya untuk penyakit apendisitis atau
penyingkiran/pengangkatan usus buntu yang terinfeksi. Apendiktomi
dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi lebih
lanjut seperti peritonitis atau abses (Marijata dalam Pristahayuningtyas,
2015).
Post apendiktomi merupakan peristiwa setelah dilakukannya
tindakan pembedahan pada apendik yang mengalami inflamasi. Kondisi
post operasi dimulai saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan
berakhir sampai evaluasi selanjutnya. Pasien yang telah menjalani
pembedahan dipindahkan ke ruang perawatan untuk pemulihan post
pembedahan (memperoleh istirahat dan kenyamanan).
B. Klasifikasi
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), apendisitis diklasifikasikan
menjadi 3 yaitu :
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh
bakteria. Dan faktor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan
lumen apendiks. Selain itu hyperplasia jaringan limf, fikalit
(tinja/batu), tumor apendiks dan cacing askaris yang dapat
menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks karena
parasite (E. histolytica).
2. Apendisitis rekurens
Apendisitis rekures yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut
kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi.
Kelainan ini terjadi bila serangan yang apendiksitis akut pertama
kali sembuh spontan. Namun apendisitis tidak pernah kembali
kebentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.
3. Apendisitis kronis
Apendiditis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut
kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik (fibrosis menyeluruh di dinding
apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya jaringan
parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik),
dan keluhan menghilang setelah apendiktomi.

Sedangkan menurut Sjamsuhidayat dan De Jong W (2011), apendisitis


diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari
oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum
lokal. Gejala apendisitis akut nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri visceral didaerah epigastrium disekitar
umbilicus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah.
Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri
akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih
tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatic
setempat.
2. Apendisitis kronis
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika
ditemukan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2
minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial maupun
total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis
kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.

C. Etiologi
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks menurut
Haryono (2012) diantaranya:
1. Faktor sumbatan
Faktor sumbatan merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis
(90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan
oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis
fekal, 4% karena benda asing, dan sebab lainnya 1% diantaranya
sumbatan oleh parasit dan cacing.
2. Faktor bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada
apendisitis akut. Adanya fekolit dalam lumen apendiks yang telah
terinfeksi dapat memperburuk dan memperberat infeksi, karena
terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur
yang banyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragilis
dan E.coli, Splanchius, Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes
splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah
kuman anaerob sebesar 96% dan aerob lebih dari 10%.
3. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter
dari organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak
baik dan letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga
dihubungkan dengan kebiasaan makan dalam keluarga terutama
dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolit dan
menyebabkan obstruksi lumen.
4. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-
hari. Bangsa kulit putih yang dulunya mempunyai resiko lebih tinggi
dari negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang
kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah mengubah pola makan
mereka ke pola makan tinggi serat. Justru negara berkembang yang
dulunya mengonsumsi tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah
serat, kini memiliki risiko apendisitis yang lebih tinggi.

D. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hiperplasia folokel limfoid, fekalit, benda asing, striktutur
karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Apabila
sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritonium setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan
bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuraktif akut. Apabila
kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gengren. Stadium disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi. Bila proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa
lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Oleh karena itu tindakan yang
paling tepat adalah apendiktomi, jika tidak dilakukan tindakan segera
mungkin maka peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang (Mansjoer, 2012).
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat
terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari
faeces) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan
intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat
secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan
bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus
(Munir, 2011).

E. Manifestasi Klinis
Menurut Wijaya AN dan Putri (2013), gejala awal yang biasanya
terjadi pada pasien yang menderita apendisitis berupa nyeri yang
dirasakan pada daerah umbilikus atau periumbilikus. Dalam 2- 12 jam
nyeri dapat berpindah ke kuadran kanan bawah, menetap dan diperberat
bila berjalan dan batuk. Selain itu apendisitis juga dapat menimbulkan
keluhan seperti anoreksia, malaise dan demam yang tidak terlalu tinggi.
Hal yang paling khas pada apendisitis adalah berupa nyeri tekan
pada daerah McBurney. Kemudian dapat timbul spasme otot dan nyeri
tekan lepas. Apabila sudah terjadi rupture apendiks, tanda perforasi dapat
berupa nyeri tekan dan spasme. Penyakit ini sering disertai hilangnya
nyeri secara dramatis untuk sementara.

F. Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik


1. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Akan tampak adanya pembengkakan (swelling)rongga perut
dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
b. Palpasi
Didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri
dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri(Blumberg
sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis
akut.
c. Dengan tindakan tungkai bawah kanan dan paha ditekuk
kuat/tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut
semakin parah (proas sign).Kecurigaan adanya peradangan
usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan
atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
d. Suhu dubur yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
e. Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji psoas akan
positif dan tanda perangsangan peritoneum akan lebih
menonjol.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif
(CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan kenaikan dari sel
darah putih (leukosit) hingga 10.000 – 20.000/mm3 dan neutrofil
diatas 75%. Jika peningkatan lebih dari itu, maka kemungkinan
apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
3. Pemeriksaan Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada
pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian menyilang dengan
apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi
serta pelebaran sekum. Pemeriksaan USG dilakukan bila telah terjadi
infiltrat apendikulari, tetapi USG bisa digunakan untuk
meningkatkan akurasi diagnosis.
4. Pemeriksaan colok dubur (rektal)
Pada wanita untuk membedakan antara appendiksitis dengan Pelvic
Imflamatory Desease (PID)
5. Uji psoas dilakukan dengan ransangan muskulus psoas lewat
hiperekstensi atau flexi aktif. Bila appendik yang meradang
menempel di m.psoas tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.

G. Komplikasi
Komplikasi apendisitis menurut Mansjoer (2012) :
1. Perforasi apendiks
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga
bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12
jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24
jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan
gambaran klinis yang timbul dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari
38,5 derajat celcius, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut dan
leukositosis. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis.
2. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan
timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltic berkurang sampai
timbul ileus paralitik, usus meregang dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, nyeri
abdomen, demam dan leukositosis.

3. Abses
Abses merupakan peradangan apendisitis yang berisi pus. Teraba
masa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Masa ini
mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang
mengandung pus. Hal ini terjadi bila apendisitis gangrene atau
mikroperforasi ditutupi oleh omentum.

H. Penatalaksanaan Medis
1. Pre operasi
a. Observasi
1) Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan
gejala appendiksitis masih belum jelas dilakukan observasi
ketat, pasien dilakukan tirah baring dan dipuasakan.
2) Dilakukan pemeriksaan abdomen, rektal, pemeriksaan darah
diulang secara periodik.
3) Diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah
kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
4) Beri antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob
dan anaerob.
b. Intra Operasi
Pembedahan appendiktomy untuk mengangkat appendiks yang
dilakukan segara mungkin untuk menurunkan risiko perforasi.
Apabila sudah terjadi perforasi pada appendiks sebelumnya
pasien diberi antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman
sampai tidak terdapat pus dan apabila keadaan umum pasien
baik baru dapat dilakukan appendikyomy.
c. Post Operasi
1) Observasi TTV untuk mengetahui terjadinya perdarahan di
dalam, syok, hipertermi, gangguan pernafasan.
2) Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
3) Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi
gangguan selama itu pasien dipuasakan.
4) Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu
naikkan menjadi 30 ml/jam keesokan harinya diberikan
makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan
lunak.
5) Suatu hari post operasi dianjurkan miring kanan/kiri dan
secara bertahap duduk tegak di tempat tidur selama 2x30
menit.
6) Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar
kamar.
7) Pada hari ketiga rawat luka dan hari ketujuh jahitan dapat
diangkat.
II. TINJAUAN ASKEP
A. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar atau proses keperawatan yang
bertujuan untuk mngumpulkan informasi atau data tentang pasien agar
dapat mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah, kebutuhan kesehatan
dan keperawatan pasien baik fisik, mental, social dan lingkungan. Pada
tahap ini akan dilaksanakan pengumpulan, penganalisaan data,
perumusan masalah dan diagnosa keperawatan.
1. Pre Operasi
a) Data Subjektif :
1) Pasien mengeluh sakit pada perut bagian kanan bawah
2) Pasien mengeluh nyeri yang dirasakan seperti di tusuk-
tususk
3) Pasien mengeluh demam
4) Pasien mengalami konstipasi/ diare
5) Pasien mengeluh tidak bisa buang gas
6) Pasien mengeluh cemas pada keadaannya
b) Data Objektif
1) Pasien tampak meringis
2) Pasien sering memegang perutnya saat bergerak
3) Pasien tampak cemas dan gelisah
4) Pasien tampak tegang
2. Post Operasi
a) Data Subjektif
1) Pasien mngatakan sakit pada daerah luka oprasi
2) Pasien mengeluh nyeri yang dirasakan seperti di tusuk-
tususk
3) Pasien mengatakan kebutuhan ADL dibantu oleh keluarga
4) Pasien mengeluh lemas
5) Pasien mengatakan belum tau cara perawatan luka operasi
b) Data Objektif
1) Pasien tampak meringis kesakitan
2) Pasien tampak sering memagangi perutnya
3) Terdapat bekas luka operasi pada perut bagian kanan bawah
4) Pasien tampak hanya berbaring di tempat tidur
5) Pasien tampak lemah
6) Kebutuhan ADL dibantu oleh keluarga
7) Pasien bertanya-tanya tentang cara perawatan luka operasi.

Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada appendik.
b) Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis
sekunder terhadap pembedahan.
c) Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus
sekunder terhadap tidak adekuatnya diet (kurang serat).
d) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.
e) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
tentang penyakit, penyebab, perawatan dan pengobatan.
2. Post Operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme
otot sekunder terhadap pembedahan (appendiktomy).
b) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan sisi masuknya
organisme sekunder terhadap pembedahan (luka operasi) dan
adanya jalur invasive.
c) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat
efek anastesi pasca pembedahan.

B. Perencanaan ( Pre dan Post Operasi )


1. Pre Operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada apendiks.
Tujuan : nyeri hilang atau terkontrol
Kriteria hasil : pasien tampak rileks, mampu tidur atau istirahat
dengan baik, nadi 80-84 x/menit, pasien tidak meringis lagi,
skala nyeri ringan (1-3).
Tindakan keperawatan:
1) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10)
Rasional : perubahan karakteristik nyeri menunjukkan
terjadinya abses/peritonitis, memerlukan upaya evaluasi
medik dan intervensi.
2) Pertahankan istirahat dengan posisis semi fowler.
Rasional : menghilangkan tegangan abdomen yang
bertambah dengan posisi terlentang.
3) Ajarkan teknik distraksi
Rasional : meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan
kemampuan koping.
4) Berikan analgetik sesuai indikasi
Rasional : menghilangkan nyeri, mempermudah kerjasama
dengan intervensi terapi lain.
b) Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis
sekunder terhadap pembedahan.
Tujuan : ansietas terkontrol
Kriteria hasil : mengginakan mekanisme koping yang efektif
dalam mengatasi ansietasnya, pasien tidak cemas.
Tindakan keperawatan:
1) Kaji tingkat ansietas, catat respon verbal dan non verbal.
Rasional : ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat,
meningkatkan perasaan sakit, tidak tahu tentang penyakit
dan keadaannya.
2) Berikan informasi tentang penyakitnya.
Rasional : mengetahui apa yang diharapkan dapat
menurunkan ansietas.
3) Berikan kesempatan bertanya kepada pasien.
Rasional : dapat diketahui tingkat pemahaman pasien
terhadap penjelasan yang diberikan.
4) Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.
Rasional : orang terdekat lebih dipercaya pasien dan
diharapkan dapat memotivasi pasien untuk cepat sembuh.
c) Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic usus
sekunder terhadap tidak adekuatnya diet (kurang serat).
Tujuan : konstipasi tidak terjadi.
Kriteria hasil : konsistensi feses lembek berwarna kekuningan,
distensi perut tidak ada, bising usus 5-15 x/menit.
Tindakan keperawatan:
1) Observasi bising usus, distensi perut.
Rasional : dengan mengukur bising usus dapat mengetahui
kerja dari peristaltik.
2) Anjurkan makan makanan yang berserat.
Rasional : meningkatkan konsistensi feses, meningkatkan
pengeluaran feses.
3) Anjurkan pasien untuk mobilisasi di tempat tidur seperti
miring kanan dan kiri.
Rasional : dengan mobilisasi diharapkan peristaltik usus
meningkat.
4) Tingkatkan masukan cairan
Rasional : dapat menurunkan konstipasi dengan
memperbaiki konsisitensi feses.

d) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan anoreksia.
Tujuan : tidak terjadi kekurangan nutrisi.
Kriteria hasil : meningkatkan pemasukan makanan per oral,
keluhan mual muntah hilang dan nafsu makan meningkat.
Tindakan keperawatan:
1) Anjurkan makan makanan porsi kecil tapi sering.
Rasional : makan sedikit dan sering dapat mengurangi
malabsorpsi dan distensi dengan menurunkan jumlah
protein yang metabolisme.
2) Hindarkan makanan yang merangsang.
Rasional : makanan merangsang dapat meningkatkan
sekresi asam lambung yang dapat menimbulkan mual.
3) Sajikan makanan dalam keadaan hangat.
Rasional : nafsu makan dapat meningkat dengan
mengkonsumsi makanan dalam keadaan hangat.
4) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam penentuan diet.
Rasional : dapat membantu memastikan kebutuhan nutrisi
dalam proses penyembuhan.
e) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
tentang penyakit, penyebab, parawatan dan pengobatan.
Tujuan : pengetahuan pasien bertambah mengenai perawatan
pasca pembedahan.
Kriteria hasil : menyatakan pemahaman mengenai perawatan
pasca pembedahan.
Tindakan keperawatan:
1) Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan pasca
pembedahan.
Rasional : untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan
pasien.

2) Beri penjelasan tentang prosedur pembedahan.


Rasional : dengan memberi penjelasan kepada pasien
diharapkan pengetahuan pasien bertambah.
3) Beri kesempatan pasien untuk bertanya.
Rasional : untuk mengetahui seberapa besar pemahaman
pasien terhadap penjelasan yang diberikan.

2. Post Operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme
otot sekunder terhadap pembedahan (appendiktomy).
Tujuan : nyeri hilang atau terkontrol.
Kriteria hasil: pasien tampak rileks, mampu tidur atau istirahat
dengan baik, nadi 80-84 x/menit, pasien tidak meringis lagi,
skala nyeri ringan (1-3)
Tindakan keperawatan:
1) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10).
Rasional : perubahan karakteristik nyeri menunjukkan
terjadinya abses/peritonitis, memerlukan upaya evaluasi
medik dan intervensi.
2) Ajarkan teknik distraksi seperti berbincang-bincang dan
menonton dan relaksasi seperti nafas dalam.
Rasional : dengan distraksi mengalihkan fokus terhadap
nyeri dan relaksasi dapat meningkatkan koping.
3) Observasi vital sign.
Rasional : respon nyeri meliputi perubahan TD, nadi dan
pernafasan yang berhubungan dengan keluhan dan tanda
vital memerlukan evaluasi lanjut.
4) Beri posisi semi fowler
Rasional : menghilangkan tegangan abdomen yang
bertambah dengan posisi terlentang.

5) Berikan lingkungan yang tenang.


Rasional : memepercepat penyembuhan pasien.
6) Berikan analgetik sesuai dengan indikasi.
Rasional : menghilangkan nyeri mempermudah kerjasama
dengan intervensi lain.
b) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan sisi masuknya
organisme sekunder terhadap pembedahan (luka operasi) dan
adanya jalur invasive.
Tujuan : infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : tanda-tanda infeksi tidak ada, mencapai
penyembuhan luka tepat waktu, hasil laboratorium WBC (4,00-
11,00 k/ul), bebas drainase purulen, eritema dan demam.
Tindakan keperawatan:
1) Gunakan teknik aseptik pada semua prosedur perawatan dan
rawat luka dengan teknik steril.
Rasional : mikroorganisme bisa masuk pada setiap prosedur
yang dilakukan.
2) Observasi tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor,
functiolaesa)
Rasional : deteksi dini perkembangan infeksi
memungkinkan melakukan tindakan dengan segera.
3) Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : dengan adanya infeksi dapat terjadi sepsis.
4) Delegatif dalam pemberian obat antibiotik.
Rasional : antibiotik dapat membunuh kuman penyebab
infeksi.
c) Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat efek
anastesi pasca pembedahan.
Tujuan : pasien dapat beraktivitas secara mendiri.
Kriteria hasil : menunjukkan peningkatan yang dapat diukur
dengan toleransi aktivitas.
Tindakan keperawatan:
1. Observasi tingkat kemampuan pasien dalam beraktivitas.
Rasional : diharapkan dapat mengetahui seberapa besar
kemampuan pasien dalam beraktivitas.
2. Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas secara mandiri.
Rasional : meningkatkan kemampuan pasien untuk
beraktivitas secara mandiri sampai tingkat normal.
3. Dekatkan alat-alat dan keperluan pasien sehingga mudah
dicapai.
Rasional : dengan mendekatkan alat-alat memudahkan
pasien untuk menjangkau dan melatih pasien untuk
memenuhi kebutuhannya secara mandiri.
4. Bantu pasien dalam pemenuhan aktivitasnya.
Rasional : diharapkan pasien dapat memenuhi
kebutuhannya.

C. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap ketika perawat mengaplikasikan asuhan
keperawatan ke dalam bentuk intervensi kearawatan guna membantu
klien mencapai tujuan yang telah ditentukan. Kemampuan yang harus
dimiliki perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan
komunikasi yang efektif, kemampuan untuk memciptakan hubungan
saling percaya dan saling membantu, kemampuan melakukan teknik
spikomotor, kemampuan melakukan obserpasi sistematis, kemampuan
memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi, dan
kemampuan evaluasi.

D. Evaluasi Keperewatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang
teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi
menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar dari
silkus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali ke
dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang.
1. Evaluasi pre operasi apendiksitis
a) Nyeri hilang atau terkontrol.
b) Ansietas terkontrol.
c) Konstipasi tidak terjadi.
d) Tidak terjadi kekurangan nutrisi.
e) Pengetahuan pasien bertambah tentang perawatan pasca
pembedahan.
2. Evaluasi post operasi apendiksitis
a) Nyeri hilang atau terkontrol.
b) Infeksi tidak terjadi.
c) Pasien dapat beraktivitas secara mandiri.
WOC

Benda asing, fekalit, infeksi bacterial

Obstruksi lumen apendiks

Produksi mucus terus menerus

Mucus terbendung

Menekan dinding apendiks

Aliran limfe terganggu

Peningkatan tekanan intralumen Edema Invasi bakteri usus

Appendiks meradang Komplikasi :


(Appendiksitis) -Appendik supuratif
-Appendik ganggrenosa
Manifestasi klinis -Appendik perforasi

- Pasien dan keluarga - Nyeri tekan pada Infeksi menyebar ke usus


kuman
tampak cemas dan gelisah. perut kuadran kanan
- Terlebih lagi karena akan bawah (MC Burney) menyebar ke
dilakukan operasi - Tanda rovsing Iritasi usus umbilikus

Peningkatan produk
Ansietas Nyeri akut mukus & sekret Rangsangan
nyeri
Penurunan peristaltik usus

Mual dan
Konstipasi muntah

Kebutuhan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
Prosedur pembedahan
(Appendiktomy) tubuh

Nyeri pada luka Terdapat luka - Pasien tampak lemah - Pasien dan keluarga
post operasi post operasi - ADL pasien tampak menanyakan tentang
dibantu perawatan setelah op

nyeri akut resiko infeksi intoleransi aktifitas defisit pengetahuan


DAFTAR PUSTAKA

Baughman, D. & Hackley, J. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara. (2017). Data Apendisitis. Kendari

Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.

Jakarta: EGC.
Kozier, B., & Erb, G. (2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinik. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran : EGC..

Keliat, B. A. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-1017.

Jakarta: EGC.
Brunner, Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : ECG.
Naiken, G.,(2013).Apendisitis Akut.Edisi 3. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai