Anda di halaman 1dari 13

TEKNIK PEMELIHARAAN INFRASTRUKTUR KEAIRAN

“DOSIS OPTIMAL UNTUK NETRALISASI”

Roni Eko Pratama

15/384750/SV/09107

D-IV TEKNIK PENGELOLAAN DAN PEMELIHARAAN


INFRASTRUKTUR SIPIL

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

SEKOLAH VOKASI

UNIVERSITAS GADJAH MAD

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah salah satu negara dengan wilayah terluas di dunia, dimana
Indonesia berada diurutan ke 19 dengan luas wilayah mencapai 1.990.250 km2. Dengan
wilayah yang sangat luas ini, Indonesia memiliki banyak sekali kekayaan alam yang sangat
beraneka ragam. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia adalah Sumber Daya
Alam Mineralnya. Terdapat banyak sekali potensi tambang di wilayah Indonesia,
diantaranya adalah minyak bumi, timah, bijih besi, emas, tembaga, intan, nikel, dan batu
bara. Batu bara adalah hasil tambang yang paling utama dari Indonesia. Pada September
2018 ini, berdasarkan data hasil rekonsiliasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,
cadangan batubara Indonesia meningkat 48%, tercatat ada 166 miliar ton sumber daya dan
37 miliar ton cadangan batubara. Indonesia memiliki banyak cadangan batu bara baik yang
sudah dieksploitasi maupun yang belum tereksploitasi yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia, berikut adalah data cadangan batubara Indonesia:

Sumber : Pusat Sumber Daya Geologi 2006


Di sisi lain, penambangan batubara menyebabkan terlepasnya unsur kimia tertentu
seperti Fe dan S dari senyawa Pirit (Fe2S). Hasil reaksi antara unsur kimia hasil
pertambangan batubara tersebut dengan air di sekitar areal pertambangan akan
menghasilkan air buangan yang bersifat asam. (Acid Mine Drainage/Acid Rock Drainage).

Pada umumnya, pengolahan air limbah pertambangan di Indonesia masih diolah


dengan cara sederhana, yaitu dengan menggunakan kolam pengendap (setting pond). Hal
tersebut tentu saja kurang efektif dari segi netralisasi limbah pertambangan. Tingkat
keasaman dari air buangan tersebut sangat tinggi, pH dari air tersebut bisa mencapai 2,5 –
5.

Air buangan yang memiliki tingkat keasaman yang tinggi tersebut, berpotensi
mencemari lingkungan disekitar daerah pertambangan, air buangan bisa masuk ke dalam
badan sungai yang biasa digunakan oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air sehari-
hari. Air buangan juga dapat menggangu kegiatan pertanian apabila air buangan
pertambangan masuk ke lahan pertanian yang akan membuat tanah menjadi asam dan
membuat tanah menjadi tidak subur. Selain itu, dengan adanya air buangan pertambangan
yang bersifat asam tersebut dapat menurunkan kualitas air tanah yang ada di daerah sekitar
pertambangn. Hal ini akan berdampak sangat buruk bagi kesehatan manusia, hewan, dan
tumbuhan yang bergantung pada sumber air bersih di daerah tersebut, selain itu sangat
berdampak buruk bagi kegiatan sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Melihat dari kondisi diatas, maka dibutuhkan suatu solusi untuk mengatasi masalah
netralisasi air limbah pertambangan yang kurang efektif. Maka dari itu, digunakanlah
metode netralisasi dengan menggunakan air kapur yang ditambahkan pada air limbah
pertambangan batubara. Larutan kapur akan bereaksi dengan air membentuk Kalsium
Hidroksida (Ca(OH)2) yang bersifat basa sedang. Senyawa tersebut akan menetralkan air
limbah tambang yang bersifat asam. Kelebihan dari netralisasi dengan menggunakan
larutan kapur selain efektif adalah pelaksanaannya yang mudah dan biayanya yang murah.
Diharapkan dengan diterapkannya metode ini dengan dosis yang optimal didapatkan pH air
limbah yang memenuhi persyaratan yaitu 6-9.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana cara pelaksanaan netralisasi air limbah pertambangan batubara dengan
metode penambahan larutan kapur?
b. Berapa dosis optimal untuk netralisasi menggunakan metode penambahan larutan
kapur?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui cara pelaksanaan netralisasi air limbah pertambangan batubara dengan
metode penambahan larutan kapur.
b. Mengetahui dosis optimal untuk netralisasi menggunakan metode penambahan larutan
kapur.
BAB II

METODE

2.1 Jenis Data


Jenis data yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah data sekunder
yang didapatkan dari berbagai sumber literatur.

2.2 Variabel
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 3 jenis variabel yaitu variabel bebas,
variabel terikat dan variabel kontrol. Variabel bebas/ variabel manipulasi dalam penelitian
ini adalah jumlah larutan air kapur yang digunakan untuk netralisasi air limbah tambang
batubara. Variabel terikat/ objek yang dipengaruhi oleh variable bebas dalam penelitian ini
adalah tingkat keasaman (pH) dari air limbah tambang batubara. Adapun variabel kontrol
adalah segala faktor yang dijaga agar tidak mengganggu proses penelitian.

2.3 Metode Pengumpulan Data


Metode yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penyusunan makalah ini adalah
dengan menggunakan metode studi pustaka. Studi pustaka dilakukan dengan
mengumpulkan data-data dan informasi yang diperlukan dari berbagai sumber literatur.

2.4 Metode Penulisan


Metode Penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode pustaka
yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka
baik yang berasal dari jurnal ataupun internet.
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Baku Mutu Air Limbah


Air limbah merupakan air yang keluar dan tidak terpakai lagi dari suatu aktivitas
(Industri, rumah tangga, supermarket, hotel dan sebagainya). Air limbah ini biasanya
mengandung berbagai zat pencemar (kontaminan) seperti padatan tersuspensi, padatan
terlarut, logam berat, bahan organik, bahan beracun, dan dapat bertemperatur tinggi. Air
limbah ini umumnya akan dibuang ke badan air penerima seperti sungai, laut dan kedalam
tanah. Pembuangan air limbah dengan kandungan berbagai zat pencemar mengakibatkan
terjadinya pencemaran pada sungai, laut, tanah dan bahkan mencemari udara.
Dalam rangka mengendalikan pencemaran air limbah oleh pelaku usaha, pemerintah
pusat dan daerah telah menetapkan berbagai peraturan yang berkaitan dengan kualitas air
limbah, debit air limbah, dan beban maksimum air limbah yang diperbolehkan untuk
dibuang ke badan air. Peraturan tersebut dikenal dengan peraturan Baku Mutu Air Limbah.
Di dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014, telah diatur
mengenai baku mutu air limbah untuk berbagai kegiatan seperti industri, perikanan,
peternakan, dll. Adapun untuk kegiatan pertambangan, karena baku mutu yang khusus
digunakan untuk kegiatan pertambangan belum ditetapkan, maka baku mutu untuk air
limbah pertambangan mengacu pada Lampiran XLVII.
Berdasarkan tabel 3.1, pH untuk baku mutu air limbah pertambangan adalah antara
6-9 yang selanjutnya akan digunakan sebagai acuan dalam pembahasan dan analisis lebih
lanjut.

Tabel 3.1 Baku Mutu Air Limbah


Tabel 3.1 Baku Mutu Air Limbah

3.2 Derajat Keasaman (pH)


pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman
atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia didefinisikan sebagai kologaritma
aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur
secara eksperimental, sehingga nilainya didasarkan pada perhitungan teoretis. Skala pH
bukanlah skala absolut. Ia bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-nya
ditentukan berdasarkan persetujuan internasional.
Konsep pH pertama kali diperkenalkan oleh kimiawan Denmark Søren Peder
Lauritz Sørensen pada tahun 1909. Tidaklah diketahui dengan pasti makna singkatan "p"
pada "pH". Beberapa rujukan mengisyaratkan bahwa p berasal dari singkatan untuk power
(pangkat), yang lainnya merujuk kata bahasa Jerman Potenz (yang juga berarti pangkat),
dan ada pula yang merujuk pada kata potential. Jens Norby mempublikasikan sebuah karya
ilmiah pada tahun 2000 yang berargumen bahwa p adalah sebuah tetapan yang berarti
"logaritma negatif".
Gambar 3.1 Contoh nilai pH dari benda-benda sekitar

Air murni bersifat netral, dengan pH-nya pada suhu 25 °C ditetapkan sebagai 7,0.
Larutan dengan pH kurang daripada tujuh disebut bersifat asam, dan larutan dengan pH
lebih daripada tujuh dikatakan bersifat basa atau alkali. Pengukuran pH sangatlah penting
dalam bidang yang terkait dengan kehidupan atau industri pengolahan kimia seperti kimia,
biologi, kedokteran, pertanian, ilmu pangan, rekayasa (keteknikan), dan oseanografi. Tentu
saja bidang-bidang sains dan teknologi lainnya juga memakai meskipun dalam frekuensi
yang lebih rendah.

3.2 Reaksi Penetralan


Reaksi penetralan merupakan reaksi yang terjadi antara asam dan basa. Reaksi
asam-basa dalam medium air biasanya menghasilkan garam dan air, yang merupakan
senyawa ionik yang terbentuk dari suatu kation selain H+ dan suatu anion selain OH- atau
O2-.

Semua garam merupakan elektrolit kuat yang berasal dari reaksi antara asam dan basa,
karena baik asam maupun basa keduanya merupakan elektrolit kuat, senyawa ini terionisasi
sempurna di dalam larutan. Contoh reaksi antara asam dan basa yang senyawanya
terionisasi secara sempurna yaitu:
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Metode Penelitian


Dalam makalah ini, metode yang digunakan untuk mencari dosis optimal untuk
netralisasi menggunakan larutan kapur adalah metode pretes-postest dengan kelompok
kontrol (pretest-postest with control group design). Pelaksanaannya yaitu dengan mengukur
pH sebelum perlakuan (pretest) dan mengukur pH sesudah perlakuan (postest).
Perlakuannya yaitu dengan menetralisasi pH air limbah penambangan batubara dengan
penambahan beberapa dosis larutan kapur (Ca(OH)2 2%). Selain itu juga diambil sampel
air limbah pertambangan batubara yang tidak diberi perlakuan, yang digunakan sebagai
variabel kontral.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan kapur (Ca(OH)2
2%) dan sampel air limbah tambang batubara. Sedangkan instrumen penelitian meliputi
drum plastik 120 ml, stopwatch untuk pengukuran debit air limbah, jerigen 20 liter, jerigen
2 liter untuk pengambilan sampel air limbah, pH meter, seperangkat alat pemeriksaan
laboratorium seperti beaker glass (250 ml dan 1.000 ml), sendok, neraca analitik, dan
flokulator, kaca arloji dan pipet 10 ml.

Prosedur penelitian meliputi observasi pendahuluan, pengukuran debit air limbah


penambangan batubara, pengambilan sampel air limbah penambangan batubara, persiapan
alat, bahan dan tempat untuk perlakuan percobaan dan pembuatan larutan kapur (CA(OH)2)
2%.
Adapun lagkah-langkah penelitiannya yaitu:
a. Menyiapkan 6 buah beaker glass 1.000 ml, setelah itu memberi label pada wadah sesuai
dengan variasi dosis yang ingin dicoba (0 ml (kontrol), 1 ml, 3 ml, 5 ml, 7 ml dan 9
ml).
b. Mengambil sampel air limbah dan memasukkan sampel ke dalam 6 buah beaker glass
1.000 ml, masing-masing sebanyak 1 liter dan salah satu sebagai kontrol.
c. Memasukkan larutan kapur 2% ke dalam 6 buah beaker glass 1.000 ml dengan masing-
masing dosis 0 ml (kontrol), 1 ml, 3 ml, 5 ml, 7 ml dan 9ml dalam 1.000 ml air limbah.
d. Mengaduk air limbah penambangan batubara yang sudah ditambahkan larutan kapur
2% selama 2-3 menit.
e. Mengukur dan mencatat perubahan pH berdasarkan penambahan variasidosis larutan
kapur 2%.
f. Melakukan pengulangan pada setiap tahapan untuk uji ke 2 dan ke 3.

4.2 Analisis dan Pembahasan


Dari hasil penelirian didapatkan data seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian
No Variasi Dosis Perubahan pH Air Limbah Rata-Rata
Larutan Kapur R1 R2 R3 Perubahan
(Ca(OH)2 2%) pH
1 0 ml 4,8 5,0 4,8 4,9
2 1 ml 5,3 5,3 5,3 5,3
3 3 ml 7,2 6,8 7,2 7,1
4 5 ml 8,5 8,0 8,2 8,2
5 7 ml 9,7 9,7 9,7 9,7
6 9 ml 10,3 10,7 10,5 10,5

Air limbah dengan penambahan larutan kapur 2% sebesar 0 mL mempunyai pH


sekitar 4,9. Hal tersebut menunjukkan bahwa pH dari limbah batubara terbukti bersifat asam
walaupun air limbah batubara tersebut sudah diolah terlebih dahulu dengan metode kolam
pengendap (setting pond). Pengolahan air limbah yang kurang efektif tentu saja dapat
membahayakan lingkungan disekitar tambang. Untuk sampel 2-6, merupakan sampel yang
diberi perlakuan penambahan larutan kapur 2% berturut-turut sebanyak 1,3,5,7,9 mL yang
akan berpengaruh dengan pH limbah batubara.

Dari data hasil pengujian diatas, disusun dalam bentuk grafik linier seperti pada grafik
dibawah:

Gambar 4.1 Grafik Hasil Pengujian


Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa semakin banyak larutan kapur yang
ditambahkan pada air limbah batubara, maka nilai pH akan semakin naik. Dari data hasil
pengujian diatas, dilakukanlah analisis regresi linier dan didapatkan suatu persamaan
y=4,906+0,649. Konstanta bernilai 4,906 maksudnya adalah apabila air limbah batubara
tidak dilakukan pemberian larutan kapur 2%, maka pHnya sebesar 4,906. Sedangkan
variabel yang nilainya sebesar 0,649 maksudnya adalah besarnya kenaikan pH sebanyak
0,649 untuk setiap penambahan 1 mL larutan kapur 2%.

Dari persamaan yang sudah didapatkan dari analisis regresi linier diatas, maka dosis
pemberian larutan kapur 2% yang optimal untuk menetralisasi air limbah tambang batubara
bisa dihitung.
Perhitungan dosis optimal pemberian larutan kapur 2% agar air limbah tambang batubara
memenuhi syarat pH 6-9:
y = 4,906 + 0,649x
6 = 4,906 + 0,649x
x = 1,7 mL

y = 4,906 + 0,649x
9 = 4,906 + 0,649x
x = 6,308 mL

y = 4,906 + 0,649x
7 = 4,906 + 0,649x
x = 3,226 mL

Dari hasil perhitungan diperoleh, bahwa untuk menetralkan air limbah batu bara
sebanyak 1 liter agar memenuhi persyaratan pH yaitu antara 6-9, maka diperlukan
penambahan larutan kapur 2% sebanyak 1,7 mL sampai 6,3 mL Dosis yang optimal untuk
menetralkan air limbah batubara menjadi pH 7 adalah dengan menambah larutan kapur 2%
sebanyak 3,226 mL untuk setiap 1 liter air limbah batubara. Larutan kapur 2% dapat
diaplikasikan dilapangan dengan menggunakan alat dosing pump yaitu alat khusus yang
digunakan untuk menginjeksikan larutan dengan dosis yang sangat tepat sesuai yang
diinginkan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
a. Cara menetralisasi air limbah batu bara adalah dengan metode penambahan larutan
kapur 2% kedalam air limbah batubara.
b. Dosis optimal dari larutan kapur 2% yang diperlukan untuk menetralisasi air limbah
batubara adalah sebesar 3,226 mL untuk setiap penetralan 1 liter air limbah batubara.

5.2 Saran
a. Dalam pengolahan air limbah di Indonesia pada umunya, khususnya pengolahan air
limbah hasil tambang batubara sebaiknya perlu adanya pemeriksaan ulang terhadap
efektifitas dari pengolahan air limbah batubara yang sudah ada.
b. Netralisasi air limbah batubara dengan metode pemberian larutan kapur 2% dapat
digunakan sebagai alternatif pengolahan air limbah batubara, selain pelaksanaannya
yang mudah, metode ini juga memerlukan biaya yang sangat murah.
c. Pemerintah perlu bertindak tegas terhadap pihak-pihak yang melanggar persyaratan air
limbah agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dari aktifitas pertambangan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia.( 6 Oktober 2018).Reaksi penetralan.Diperoleh 5 November 2018, dari


https://id.wikipedia.org/wiki/Reaksi_penetralan
Wikipedia.(30 Oktober 2018).pH.Diperoleh 5 November 2018, dari
https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=PH&oldid=14340578

Faisal, Ahmad, & A., Syarifudin.(2014). Dosis Optimum Larutan Kapur Untuk Netralisasi Ph
Air Limbah Penambangan Batubara. Jurnal Kesehatan Lingkungan.1-6.

Pemerintah Indonesia.2014.Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014 tentang


Baku Mutu Air Limbah.No. 1518.Jakarta:Sekretariat Negara.

Anda mungkin juga menyukai