Anda di halaman 1dari 5

Skrining Penyakit

Skrining adalah suatu usaha mendeteksi atau menemukan penderita yang tanpa gejala dalam
suatu masyarakat atau kelompok melalui suatu tes atau pemeriksaan singkat dan sederhana
untuk dapat memisahkan mereka yang betul-betul sehat terhadap mereka yang kemungkinan
besar menderita yang selanjutnya diproses melalui diagnosis pasti dan pengobatan (Nur
Nasry Noor, 2008:135).

Deteksi Dini CA Cerviks

Di Indonesia penderita kanker serviks jumlahnya terus meningkat. Berdasarkan data


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) saat ini terdapat sekitar 100
kasus per 100.000 penduduk atau 200.000 kasus setiap tahunnya. Selain itu, lebih dari 70%
kasus di rumah sakit sudah dalam keadaan stadium lanjut. Mayoritas perempuan yang telah
terdiagnosa kanker serviks sebelumnya tidak melakukan deteksi dini (skrining) atau tidak
melakukan tindak lanjut setelah ditemukan adanya hasil abnormal. Hal ini terjadi karena
pemeriksaan yang menyangkut daerah kewanitaan tersebut masih dianggap tabu oleh
sebagian masyarakat. Faktor penyebab terbesar seorang wanita terkena Ca Serviks adalah
tidak melakukan deteksi dini secara teratur, hal ini terjadi karena upaya deteksi dini belum
menjadi program wajib pelayanan kesehatan. Deteksi dini kanker serviks  dapat dilakukan
dengan pemeriksaan pap smear atau IVA (inspeksi visual asam asetat). Baik pap smear
maupun IVA akan mendeteksi kelainan  pada mulut rahim atau serviks sebelum sel kanker
muncul (lesi pra kanker). Jika terdeteksi adanya kelainan saat pemeriksaan, maka dokter akan
melakukan biopsi untuk memastikan apakah perubahan tersebut dikarenakan kanker atau
bukan.

Pemeriksaan pap smear dilakukan dengan mengambil sampel sel pada serviks dengan
menggunakan sikat halus. Sel-sel ini lalu diperiksa di laboratorium untuk dilihat adakah
tanda-tanda keganasan, infeksi, dan kelainan lainnya. Hasil pap smear diketahui lebih akurat,
karena yang diperiksa adalah perubahan sel, yakni satuan terkecil dalam tubuh manusia.
Sehingga, perubahan mikro yang tidak terlihat oleh mata bisa dideteksi. Selain itu, pap smear
dinilai lebih spesifik dalam mendeteksi kanker serviks dan juga menilai perkembangan terapi.
Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan oleh dokter dan terdapat di klinik serta rumah sakit.
Harganya pun lebih mahal dibandingkan dengan tes IVA. Tes IVA merupakan pemeriksaan
dengan melihat penampakan serviks secara kasatmata dengan bantuan lampu. Tes ini
menggunakan asam asetat 5 persen yang dioleskan ke serviks selama 30-60 detik. Bila
setelah pengaplikasikan asam asetat terlihat perubahan warna menjadi putih pada serviks,
maka terdapat indikasi kelainan. Meski begitu, kelainan ini tidak bisa dipastikan apakah
berupa infeksi atau lesi pra kanker. Inilah yang membuat tes IVA dinilai tidak sespesifik pap
smear dalam mendeteksi kanker serviks. Meski demikian, tes IVA tetap punya keunggulan
dalam perannya sebagai deteksi kanker serviks. Tes ini dapat dilakukan oleh bidan, dokter,
maupun tenaga medis yang terlatih. Alat pemeriksaan yang digunakan pun minim, sehingga
bisa dilakukan di pelosok-pelosok daerah dengan keterbatasan tenaga medis dan rumah sakit.
Selain itu, dari segi harga tes ini lebih murah ketimbang pap smear.

Deteksi Dini CA Mammae

Kanker payudara ( Ca Mammae) merupakan salah satu jenis tumor ganas yang sampai saat
ini masih menjadi salah satu penyebab kematian dan prosesnya memakan waktu yang lama,
sehingga apabila diketahui lebih dini akan dapat menekan angka kejadian kanker payudara.
Salah satu pencegahan terjadinya kanker payudara adalah dengan melakukan deteksi dini
kanker payudara (SADARI) setiap bulan (Sarina, Thoha, & Natsir, 2020). Mengingat
tumor  mammae , merupakan tumor yang paling umum diderita oleh  wanita, maka screening 
sangat diperlukan untuk deteksi dini  ca mammae. Untuk breast cancer ,
dilakukan screening programme untuk deteksi dini pada wanita dengan resiko tinggi
(modified dari Kiechle et al).

1.  Initial screen, dilakukan pada umur 25 tahun , atau 5 tahun sebelum ca terdeteksi
pada anggota keluarga , tapi tidak dibawah usia 18 tahun.

2.  Palpasi, pemeriksaan sendiri dilakukan tiap bulan sesuai instruksi, dan pemeriksaan
klinis setiap 6 bulan.

3.  Breast ultrasound, dilakukan setiap 6 bulan , menggunakan 7,5 MHz frekuensi


transducer .

4.  Mammography,  setiap tahun mulai usia 30 tahun.

5.  MRI , setiap tahun mulai usia 25 tahun.


Deteksi Dini PMS

Skrining penyakit menular seksual adalah pemeriksaan yang dilakukan guna mendeteksi


infeksi menular seksual secara dini. Prosedur ini dianjurkan untuk orang yang berisiko tinggi
mengalaminya. Skrining PMS ini penting untuk dilakukan, karena hasil tes skrining dapat
digunakan untuk memberikan gambaran kepada petugas kesehatan agar mereka dapat selalu
waspada dan secara terus-menerus melakukan pengamatan terhadap setiap gejala dini yang
mencurigakan (Nur Nasry Noor, 2008:136). Dampak apabila tidak melakukan skrining
adalah tidak dapat terdeteksi (diagnosis) sedini mungkin apabila WPS terkena PMS, sehingga
WPS yang terkena PMS tidak mendapat pengobatan dan kemungkinan WPS tersebut akan
menularkan penyakitnya (akan menimbulkan wabah). Sehingga WPS harus ikut serta dalam
kegiatan skrining. Penyakit menular seksual antara lain, klamidia, herpes, sifilis, gonore,
HPV, serta HIV.

Prosedur tes ini dianjurkan bagi orang yang berisiko tinggi mengalami penyakit menular
seksual seperti :

 Sering berganti-ganti pasangan seksual


 Mengalami gejala-gejala yang menandakan penyakit menular seksual
 Menderita HIV/AIDS
 Dipaksa berhubungan seksual, misalnya korban pemerkosaan
 Pria yang berhubungan seks dengan sesama jenis
 Wanita yang aktif secara seksual dan berusia di bawah 25 tahun
 Menggunakan jarum suntik bersama orang lain, contohnya pengguna obat-obatan
terlarang
 Merencanakan kehamilan
 Merencanakan pernikahan
 Memiliki pasangan yang ketahuan selingkuh

Sebelum menjalani skrining penyakit menular seksual, biasanya akan diminta hal-hal berikut:

 Menjelaskan alasan kenapa Anda berpikir arus menjalani skrining penyakit menular
seksual.
 Menjelaskan aktivitas seksual Anda. Pertanyaan ini bisa bersifat sangat pribadi. Tapi
jawablah dengan jujur karena informasi tersebut penting bagi dokter untuk
menegakkan diagnosis. Dokter juga memiliki kode etik untuk tidak membocorkan
rahasia medis Anda.
 Mendeskripsikan gejala secara rinci.
 Menjalani pemeriksaan fisik.

Skrining penyakit menular seksual dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

 Pemeriksaan klamidia dan gonore: Memerlukan sampel urine atau swab serviks (leher


rahim) untuk wanita dan swab di sekitar penis (untuk pria)
 Pemeriksaan HIV: Memerlukan sampel darah
 Pemeriksaan sifilis. Memerlukan sampel darah dan terkadang swab pada luka di
sekitar kelamin.
 Pemeriksaan herpes: Memerlukan swab pada luka yang muncul.
 Pemeriksaan infeksi HPV: Memerlukan tes darah dan/atau Pap smear (untuk wanita).

Deteksi dini kelainan sistem reproduksi/kasus ginekologi

Kanker yang menyerang organ reproduksi wanita disebut juga kanker ginekologis. Beberapa
jenis kanker yang termasuk dalam kelompok kanker ginekologi adalah kanker rahim, kanker
serviks, kanker ovarium, kanker vagina, dan kanker vulva. Beberapa tindakan yang bisa
dilakukan yaitu:

 Pemeriksaan organ reproduksi wanita, termasuk pemeriksaan fisik seperti


pemeriksaan panggul, vulva dan vagina, leher rahim, payudara; dan pemeriksaan
penunjang seperti USG rahim dan USG transvaginal.
 Deteksi dini kanker pada organ reproduksi wanita, seperti kanker serviks, kanker
rahim, dan kanker ovarium.
 Biopsi rahim atau leher rahim, seperti pap smear.
 Konsultasi terkait alat kontrasepsi dan vaksinasi HPV untuk mencegah kanker
serviks.
 Konsultasi kehamilan atau perawatan prenatal (sebelum melahirkan).
 Proses persalinan, baik normal maupun dengan operasi caesar, dan perawatan
setelahnya.
 Memberikan perawatan payudara pasca persalinan untuk mendukung proses
pemberian ASI yang optimal.
 Dilatasi dan kuretase (kuret).
 Tindakan pembedahan, seperti histerektomi atau pengangkatan rahim,
dan miomektomi atau pengangkatan mioma uteri dalam rahim.
 Ligasi tuba untuk sterilisasi pada wanita.
 Dokter spesialis Obgyn konsultan fertilitas dapat melakukan tindakan inseminasi
buatan atau bayi tabung untuk membantu mengupayakan terjadinya kehamilan.

Wulandari, A. (2019). Upaya deteksi dini ca serviks oleh bidan praktek mandiri sebagai
perwujudan hak reproduksi perempuan ditinjau dari aspek hukum dan ham. Jurnal Karya
Kesehatan Husada, 7(1).

Depkes RI. (2009). Pengendalian Infeksi Menular Seksual dengan Pengobatan Presumtif Berkala,
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Penyehatan Lingkungan.

Trisilia Riesa. (2009). Analisis Keikutsertaan Wanita dalam Pemeriksaan Inspeksi Visual dengan Asam
Asetat (IVA) sebagai Metode Skrining Alternatif Kanker Serviks di Puskesmas Alun-alun Kabupaten
Gresik Tahun 2009, Surabaya: Universitas Airlangga

Anda mungkin juga menyukai