Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

BALANCED SCORECARD

DOSEN :

Dr. Hj. Ellen Rusliati, SE, MSIE

DISUSUN OLEH :

Meita Sapira Nur Dwiyanti

184010106

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PASUNDAN

2020

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul BALANCED
SCORECARD ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Akuntansi Manajemen. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang topik balanced scorecard bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terimakasih kepada ibu Dr. Hj Ellen Rusliati,SE,MSIE yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Bandung, 23 Desember 2020

Meita Sapira N

ii
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii
BAB 1...................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG...........................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH.......................................................................................................2
1.3 TUJUAN................................................................................................................................3
BAB 2...................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN...................................................................................................................................4
2.1 Pengertian Pengukuran Kinerja.............................................................................................4
2.2 Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja.......................................................................................5
2.3 Kelemahan Pengukuran Kinerja............................................................................................7
2.4 Pengertian Balanced Scorecard............................................................................................10
2.5 Manfaat Balanced Scorecard...............................................................................................12
2.6 Kriteria dan Konsep Balanced Scorecard.............................................................................14
2.7 Langkah-langkah Balanced Scorecard.................................................................................19
2.8 Persfektif Balanced Scorecard.............................................................................................20
2.9 Implementasi Balanced Scorecard.......................................................................................26
2.10 Sejarah Perkembangan Balanced Scorecard........................................................................29
2.11 Contoh Penerapan BSC.......................................................................................................29
2.12 Keunggulan Balanced Scorecard dari Pengukuran Kinerja Tradisional...............................31
BAB 3..................................................................................................................................................32
PENUTUP...........................................................................................................................................32
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................32
3.2 Saran....................................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................34

iii
iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Perkembangan dunia bisnis yang semakin kompetitif menyebabkan perubahan
besar luar biasa dalam persaingan, produksi, pemasaran, pengelolaan sumber daya
manusia, dan penanganan transaksi antara perusahaan dengan pelanggan dan
perusahaan dengan perusahaan lain. Persaingan yang bersifat global dan tajam
menyebabkan terjadinya penciutan laba yang diperoleh perusahaan – perusahaan
yang memasuki persaingan tingkat dunia. Hanya perusahaan – perusahaan yang
memiliki keunggulan pada tingkat dunia yang mampu memuaskan atau memenuhi
kebutuhan konsumen, mampu menghasilkan produk yang bermutu, dan cost
effevtive.
Perubahan-perubahan tersebut mendorong perusahaan untuk mempersiapkan
dirinya agar bisa diterima di lingkungan global. Keadaan ini memaksa manajemen
untuk berupaya menyiapkan, menyempurnakan ataupun mencari strategi-strategi
baru yang menjadikan perusahaan mampu bertahan dan berkembang dalam
persaingan tingkat dunia. Oleh karena itu perusahaan dalam hal ini manajemen
harus mengkaji ulang prinsip - prinsip yang selama ini digunakan agar dapat
bertahan dan bertumbuh dalam persaingan yang semakin ketat untuk dapat
menghasilkan produk dan jasa bagi masyarakat.
Kunci persaingan dalam pasar global adalah kualitas total yang mencakup
penekanan - penekanan pada kualitas produk, kualitas biaya atau harga, kualitas
pelayanan, kualitas penyerahan tepat waktu, kualitas estetika dan bentuk – bentuk
kualitas lain yang terus berkembang guna memberikan kepuasan terus menerus
kepada pelanggan agar tercipta pelanggan yang loyal. Sehingga meningkatnya
persaingan bisnis memacu manajemen untuk lebih memperhatikan sedikitnya dua
hal penting yaitu "keunggulan" dan "nilai".
Penilaian atau pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang penting
dalam perusahaan. Selain digunakan untuk menilai keberhasilan perusahaan,

1
pengukuran kinerja juga dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan sistem
imbalan dalam perusaan, misalnya untuk menentukan tingkat gaji karyawan
maupun reward yang layak. Pihak manajemen juga dapat menggunakan
pengukuran kinerja perusahaan sebagai alat untuk mengevaluasi pada periode
yang lalu.
Dalam akuntansi manajemen dikenal alat analisis yang bertujuan untuk
menunjang proses manajemen yang disebut dengan Balanced Scorecard. Balanced
Scorecard tidak hanya sekedar alat pengukur kinerja perusahaan tetapi merupakan
suatu bentuk transformasi strategik secara total kepada seluruh tingkatan dalam
organisasi. Dengan pengukuran kinerja yang komprehensif tidak hanya
merupakan ukuran-ukuran keuangan tetapi penggabungan ukuran-ukuran
keuangan dan non keuangan maka perusahaan dapat menjalankan bisnisnya
dengan lebih baik.
Dengan adanya persaingan global, perusahaan dihadapkan pada penentuan strategi
dalam pengelolaan usahanya. Penentuan strategi akan dijadikan sebagai landasan
dan kerangka kerja untuk mewujudkan sasaran-sasaran kerja yang telah
ditentukan oleh manajemen. Oleh karena ini dibutuhkan suatu alat untuk
mengukur kinerja sehingga dapat diketahui sejauh mana strategi dan sasarn yang
telah ditentukan dapat tercapai. Penilaian kinerja memegang peranan penting
dalam dunia usaha, dikarenakan dengan dilakukannya penilaian kinerja dapat
diketahui efektivitas dari penetapan suatu strategi dan penerapannya dalam kurun
waktu tertentu. Penilaian kinerja dapat mendeteksi kelemahan atau kekurangan
yang masih terdapat dalam perusahaan, untuk selanjutnya dilakukan perbaikan
dimasa mendatang.
Balanced Scorecard menggambarkan adanya keseimbangan antara tujuan jangka
pendek dan tujuan jangka panjang, antara ukuran keuangan dan nonkeuangan,
antara indicator leading. Balanced Scorecard cukup komprehensif untuk
memotivasi eksekutif dalam mewujudkan kinerja dalam keempat perspektif
tersebut, agar keberhasilan keuangan yang dihasilkan bersifat berkesinambungan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1) Apa yang dimaksud dengan Pengukuran Kinerja ?

2
2) Apa tujuan Sistem Penilaian Kinerja ?
3) Apa Kelemahan Pengukuran Kinerja ?
4) Apa yang dimaksud dengan Balanced Scorecard (BSC)?
5) Apa saja manfaat dengan menggunakan system Balance Scorecard (BSC) ?
6) Apa saja Kriteria dalam Balance Scorecard ?
7) Apa saja Langkah – Langkah dalam menyusun Balance Scorecard ?
8) Mengetahui empat Perspektif dari Balance Scorecard.
9) Mengetahui Implementasi dalam menggunakan Balanced Scorecard.
10) Bagaimana sejarah perkembangan balanced scorecard?
11) Bagaimana contoh penerapan BSC?

1.3 TUJUAN
1) Menambah wawasan mengenai Balanced Scorecard.
2) Mengetahui lebih lanjut mengenai arti Balanced Scorecard.
3) Mengetahui konsep dari BSC.
4) Mengetahui 4 Perspektif di dalam Balance Scorecard.
5) Mengetahui Manfaat serta Kelemahan dalam menggunakan Balance
Scorecard.
6) Memberikan pemahaman mengenai Langkah – Langkah dalam menyusun
Balance Scorecard
7) Mengetahui Implementasi dalam menggunakan Balance Scorecard

3
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pengukuran Kinerja


Pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap
berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan. Hasil
pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik dalam bentuk
tindakan yang efektif dan efisien dan akan memberikan informasi tentang
prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan
penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.
Pengertian penilaian kinerja (pengukuran kinerja) menurut Mulyadi (2007:
419) adalah sebagai penentu secara periodik efektivitas operasional suatu
organisasi, bagian organisasi, dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengukuran kinerja dibutuhkan
suatu penilaian kinerja yang dapat digunakan menjadi landasan untuk
mendesain sistem penghargaan agar personel menghasilkan kinerjanya yang
sejalan dengan kinerja yang diharapkan oleh organisasi.
Menurut Hansen dan Mowen (2004), pengukuran kinerja terbagi menjadi dua
kelompok, yaitu tradisional dan kontemporer. Pengukuran kinerja tradisional
dilakukan dengan membandingkan kinerja aktual dengan kinerja yang
dianggarkan atau biaya standar sesuai dengan karakteristik
pertanggungjawabannya. Pengukuran kinerja kontemporer menggunakan
aktivitas sebagai pondasinya. Ukuran kinerja dirancang untuk menilai
seberapa baik aktivitas dilakukan dan dapat mengidentifikasi apakah telah
dilakukan perbaikan yang berkesinambungan.
Sistem pengukuran kinerja hanyalah suatu mekanisme yang memperbaiki
kemungkinan bahwa organisasi tersebut akan mengimplementasikan
4
strateginya dengan baik. Menurut Yuwono (2002), pengukuran kinerja
merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan
dalam arah pencapaian misi (mission accomplishment) melalui hasil-hasil
yang ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses.
Sedangkan menurut Mahmudi (2010), pengukuran kinerja adalah suatu proses
penilaian kemajuan pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang
telah ditentukan, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya
dalam menghasilkan barang atau jasa, kualitas barang atau jasa, perbandingan
hasil kerja dengan target dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan.

2.2 Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja


Menurut Robert & Anthony (2001: 52), tujuan dari sistem
pengukuran kinerja adalah untuk membantu dalam menetapkan strategi.
Dalam penerapan system pengukuran kinerja terdapat empat konsep dasar :
1) Menentukan strategi
Dalam hal ini paling penting adalah tujuan dan target organisasi dinyatakan
secara ekspilit dan jelas. Strategi harus dibuat pertama kali untuk keseluruhan
organisasi dan kemudian dikembangkan ke level fungsional dibawahnya.
2) Menentukan pengukuran strategi
Pengukuran strategi diperlukan untuk mengartikulasikan strategi ke seluruh
anggota organisasi. Organisasi tersebut harus focus pada beberapa pengukuran
kritikal saja. Sehingga manajemen tidak terlalu banyak melakukan pengukuran
indikator kinerja yang tidak perlu.
3) Mengintegrasikan pengukuran ke dalam sistem manajemen
Pengukuran harus merupakan bagian organisasi baik secara formal maupun
informal, juga merupakan bagian dari budaya perusahaan dan sumber daya
manusia perusahaan.
4) Mengevaluasi pengukuran hasil secara berkesinambungan
Manajemen harus selalu mengevaluasi pengukuran kinerja organisasi apakah
masih valid untuk ditetapkan dari waktu ke waktu.

Menurut Mahmudi (2005), tujuan pengukuran kinerja adalah sebagai berikut:

5
1) Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi. Penilaian kinerja berfungsi
sebagai tonggak yang menunjukkan tingkat ketercapaian tujuan dan
menunjukkan apakah organisasi berjalan sesuai arah atau menyimpang dari
tujuan yang ditetapkan.
2) Menyediakan sarana pembelajaran pegawai. Penilaian kinerja merupakan
sarana untuk pembelajaran pegawai tentang bagaimana seharusnya mereka
bertindak dan memberikan dasar dalam perubahan perilaku, sikap, ketrampilan
atau pengetahuan kerja yang harus dimiliki pegawai untuk mencapai hasil
kerja terbaik.
3) Memperbaiki kinerja periode-periode berikutnya. Penerapan penilaian kinerja
dalam jangka panjang bertujuan untuk membentuk budaya berprestasi di
dalam organisasi dengan menciptakan keadaan dimana setiap orang dalam
organisasi dituntut untuk berprestasi.
4) Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan,
pemberian penghargaan dan hukuman. Organisasi yang berkinerja tinggi
berusaha menciptakan sistem penghargaan seperti kenaikan gaji/tunjangan,
promosi atau hukuman seperti penundaan promosi atau teguran, yang memiliki
hubungan yang jelas dengan pengetahuan, ketrampilan dan kontribusi terhadap
kinerja organisasi.
5) Memotivasi pegawai. Dengan adanya penilaian kinerja yang dihubungkan
dengan manajemen kompensasi, maka pegawai yang berkinerja tinggi atau
baik akan memperoleh penghargaan.
6) Menciptakan akuntabilitas publik. Penilaian kinerja menunjukkan seberapa
besar kinerja manajerial dicapai yang menjadi dasar penilaian akuntabilitas.
Kinerja tersebut harus diukur dan dilaporkan dalam bentuk laporan kinerja
sebagai bahan untuk mengevaluasi kinerja organisasi dan berguna bagi pihak
internal maupun eksternal organisasi.
Pengukuran kinerja membantu manajer dalam memonitor implementasi
strategi bisnis dengan cara membandingkan hasil actual dengan sasaran dan
tujuan strategis. Sistem pengukuran kinerja biasanya terdiri atas metode
sistematis dalam penempatan sasaran dan tujuan serta pelaporan periodik yang
mengidentifikasikan realisasi atas pencapaian sasaran dan tujuan.

6
2.3 Kelemahan Pengukuran Kinerja
Robert S. Kaplan dan David P. Norton (2000: 75) menyatakan bahwa kelemahan -
kelemahan pengukuran kinerja yang menitik beratkan pada kinerja keuangan yaitu :
1) Ketidakmampuan mengukur kinerja harta-harta tidak tampak (intangible
Assets) dan harta-harta intelektual (sumber daya manusia) perusahaan.
2) Kinerja keuangan hanya mampu bercerita mengenai sedikit masa lalu
perusahaan dan tidak mampu sepenuhnya menuntun perusahaan ke arah yang
lebih baik.
Permasalahannya adalah bagaimana menilai keberhasilan maupun kegagalan
pencapaian kinerja yang direncanakan tersebut. Sebagaimana halnya
perubahan paradigma dalam perencanaan, pengukuran kinerja juga hendaknya
tidak lagi berfokus pada input dan proses. Keberhasilan organisasi tidak lagi
hanya diukur dari habisnya anggaran yang diberikan kepadanya, juga tidak
hanya diukur dari frekuensi kegiatan yang dilakukan. Kinerja harus lebih
difokuskan pada aspek efisiensi yang dapat dicapai, kualitas barang atau jasa
yang dihasilkan dan efektivitas barang/jasa tersebut dalam mencapai tujuan
dan sasaran yang telah ditetapkan.
Bahkan lebih jauh lagi, kinerja telah masuk ke wilayah outcome yaitu manfaat
yang diperoleh dari kegiatan tersebut yang seharusnya merupakan outcome
yang telah direncanakan sejak semula. Pada saat inilah, indikator outcome
merupakan indikator yang harus digunakan untuk menilai kinerja instansi
pemerintah. Untuk pemerintah daerah, peningkatan kualitas pelayanan
publikdi berbagai sektor, indeks kepuasan masyarakat dan indikator kinerja
seperti kualitas hidup masyarakat menjadi indikator utama.

Indikator kinerja seperti ini sudah harus ditentukan ketika menyusun


perencanaan kinerja. Instruksi Presiden No.5/2004 yang terkait dengan
Penetapan Kinerja sebagai bagian yang integral dari Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) merupakan upaya dalam membangun
kepemerintahan yang berorientasi pada hasil. Sehingga tidak akan ada lagi
satupun instansi pemerintahan baik di pusat maupun di daerah yang tidak
memiliki ukuran dan target kinerjanya. Reformasi kelembagaan harus
didasarkan pada hasil evaluasi capaian kinerja yang dihasilkan oleh

7
instansi/unit kerja yang bersangkutan. Dan pada gilirannya prinsip “No
Performance No Money” atau tidak akan ada lagi anggaran pemerintah untuk
instansi/unit kerja yang tidak berkinerja akan segera dilaksanakan.

Permasalahan selanjutnya adalah terletak pada implementasi pada pengukuran


kinerja itu sendiri. Kelemahan-kelemahan yang sering terjadi dan kita jumpai
pada sebagian besar instansi pemerintah adalah mendasarkan penilaian kinerja
hanya berdasarkan penyerapan anggaran pada akhir tahun anggaran berjalan.
Keberhasilan kinerja instansi pemerintah hanya diukur dari prosentase
anggaran yang telah digunakan, semakin besar anggaran yang telah diserap
maka semakin besar pula prosentase penyerapan anggaran yang juga berarti
semakin besar pula prosentanse kinerja instansi pemerintah yang
bersangkutan. Dengan demikian semakin banyak anggaran yang telah
dihabiskan maka semakin baik pula penilaian kinerjanya. Banyak faktor yang
memepengaruhi sehingga hal tersebut bisa terjadi, diantaranya :

a. Kelemahan pada Peraturan Perundang-undangan

Kelemahan pada Peraturan Perundang-undangan terutama terjadi karena tidak


adanya ukuran indicator yang jelas dalam pengukuran kinerja mulau dari tahap
perencanaan.

 Keterukuran indikator tidak jelas. Dalam Renstra dan Renja memang


telah dicantumkan indikator input, output, outcome, bahkan hingga
benefit dan impact. Namun formulasi indikator tersebut tidak jelas,
tidak terukur bahkan kadang-kadang terkesan sekedar ada. Tidak ada
kriteria baku seperti apa indikator yang baik. Dalam beberapa hal,
indikator yang dicantumkan memang telah dapat dikuantifikasikan
agar dapat diukur. Namun demi mengejar kuantifikasi tersebut
pendekatan kualitas menjadi diabaikan. Seharusnya kualitas kegiatan
juga dapat dikuantifikasikan dalam angka agar dapat lebih mudah
diukur.

8
 Pengukuran keberhasilan masih sebatas indikator output. Data kinerja
dikumpulkan pada akhir tahun dan sepanjang kegiatan dilaksanakan
maka indikator output dianggap telah mencapai 100 %. Disadari bahwa
pengukuran outcome, benefit dan impact lebih rumit dan seringkali
memerlukan data time-series untuk dapat menghasilkan analisa yang
memadai. Dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah,
pengukuran outcome, benefit dan impact sering kali dikosongkan. Hal
ini mungkin disebabkan pada pelaporan akhir tahun data yang
diperlukan belum tersedia. Namun sayangnya laporan tahunan hanya
menyajikan kegiatan tahun berjalan saja. Dengan demikian pada tahun-
tahun berikutnya tidak ada mekanisme untuk melaporkan pengukuran
outcome, benefit dan impact kegiatan tahun berikutnya, yang
sebenarnya belum dilaporkan pada tahun pelaksanaan.

b. Kelemahan pada Instansi Pemerintah

Disamping factor peraturan perundang-undangan, masing-masing instansi


pemerintah daerah juga belum maksimal ukuran dan target kinerja pada awal
perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan.

 banyak dinas/instansi/badan di daerah ini bekerja tanpa ukuran dan


target kinerja yang jelas. Padahal, penetapan kinerja selain sangat
penting untuk mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif,
transparan dan akuntabel, juga memiliki fungsi sebagai alat ukur
mengetahui keberhasilan atau kegagalan pencapaian tujuan atau
sasaran organisasi. Selain itu, sebagai tolak ukur evaluasi kinerja
aparatur dan dasar pemberian reward maupun sanksi.

 Laporan pertanggungjawaban instansi pemerintah selama ini hanya


menekankan pada pertanggungjawaban anggaran dan terlaksananya
program/kegiatan tanpa mengungkapkan secara memadai hasil atau
manfaat yang dirasakan oleh masyarakat ataupun pihak terkait lainnya

9
 Instansi pemerintah belum sepenuhnya menjabarkan Propenas dan/atau
Propeda ke dalam Rencana Stratejik (Renstra) instansi dan dokumen
operasional lainnya. Selain itu, Renstra belum dijabarkan ke dalam
perencanaan kinerja tahunan, perencanaan operasional dan penyusunan
anggaran. Akibatnya pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan
tahunan instansi tidak tepat arah sesuai dengan yang direncanakan

 Pada umumnya, Renstra belum sepenuhnya mengakomodasikan


seluruh isu stratejik termasuk pengembangan core area (karakteristik
utama) di suatu daerah. Sulit untuk mengukur keberhasilan ataupun
kegagalan instansi pemerintah karena pada umumnya instansi
pemerintah : a) Belum memiliki sasaran stratejik yang spesifik, jelas
dan terukur b) Belum memiliki secara formal ukuran keberhasilan
organisasi dalam mencapai sasaran stratejiknya c) Belum secara
terbuka menetapkan target kinerja sebagai bentuk komitmen organisasi
bagi pencapaian kinerja yang optimal d) Belum dirancangnya sistem
pengumpulan data kinerja

 Masih enggannya pimpinan instansi menetapkan ukuran kinerja dan


target-target pada awal periode pelaksanaan. Akibatnya, banyak
instansi pemerintah bekerja tanpa ukuran dan target kinerja. Adanya
penetapan kinerja oleh dinas/badan diharapkan agar instansi
pemerintah tidak hanya pandai mendapat dan menghabiskan anggaran,
tetapi bagaimana menunjukkan kinerja dan tanggung jawab kepada
masyarakat.

2.4 Pengertian Balanced Scorecard


Balanced Scorecard adalah metode pengukuran hasil kerja yang digunakan
perusahaan atau biasa disebut dengan strategi menajemen. Balanced Scorecard
dikembangkan oleh Drs. Robert Kaplan dari Harvard Business School dan
David Norton pada awal tahun 1990. Balance Scorecard berasal dari dua suku
kata, Balanced yang artinya berimbang dan scorecard yang artinya katu skor.

10
Pada awalnya Balanced Scorecard atau disingkat BSC digunakan untuk
memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Dengan BSC perusahaan
jadi lebih tahu sejauh mana pergerakan dan perkembangan yang telah dicapai.
Dengan adanya BSC sangat membantu perusaan untuk memberikan
pandangan menyeluruh mengenai kinerja perusahaan. Agar kinerja lebih
efektif dan efisien, dibutuhkan sebuah informasi akurat yang mewakili sistem
kerja yang dilakukan.

Balanced Scorecard memberi perusahaan elemen yang dibutuhkan untuk


berpindah dari paradigma ‘selalu tentang finansial’ menuju model baru yang
mana hasil balanced scorecard menjadi titik awal untuk review,
mempertanyakan, dan belajar tentang strategi yang dimiliki. Balanced
scorecard akan menerjemahkan visi dan strategi ke dalam serangkaian ukuran
koheren dalam empat perspektif yang berimbang.
Balanced Scorecard merupakan strategi manajemen untuk meningkatkan,
mengidentifikasi, dan mengukur beberapa fungsi internal bisnis dan
bagaimana hasil eksternal dari bisnis tersebut. Data yang digunakan dalam
Balance Scorecard sangat penting untuk mendukung hasil kuantitatif untuk
dipertimbangkan oleh manajerial perusahaan sebagai bahan penentuan
keputusan.
Scorecard mempunyai makna lain berupa kartu skor. Kartu skor yang
dimaksud yaitu kartu yang digunakan dalam merencanakan strategi
berdasarkan skor yang diwujudkan pada masa yang akan datang. Sedangkan
Balanced memiliki makna seimbang, mengukur kinerja seseorang secara
seimbang dari sisi keuangan dan non keuangan, jangka panjang dan jangka
pendek, internal dan eksternal.
Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen strategik atau lebih
tepat dinamakan " Strategic Based Responsibility Accounting System ”  yang
menjabarkan misi dan strategi suatu organisasi ke dalam tujuan operasional
dan tolok ukur kinerja perusahaan tersebut. Balanced Scorecard terdiri dari
dua kata yaitu balanced dan scorecard. Scorecard artinya kartu skor,
maksudnya adalah kartu skor yang akan digunakan untuk merencanakan skor
yang diwujudkan di masa yang akan datang, sedangkan Balanced artinya
berimbang, maksudnya adalah untuk mengukur kinerja seseorang atau

11
organisasi diukur secara berimbang dari dua perspektif yaitu keuangan dan
non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern
(Mulyadi, 2005).
Balanced Scorecard merupakan suatu system management strategi yang
menjabarkan visi dan strategi suatu perusahaan ke dalam tujuan operasional
dan tolak ukur. Tujuan dan tolak ukur dikembangkan untuk setiap 4
(empat) perspektif yaitu : Perspektif Keuangan, Perspektif Pelanggan,
Perspektif Proses Usaha Internal dan Perspektif Pembelajaran dan
Pertumbuhan.
Menurut Luis dan Biromo (2007:16), “Balanced scorecard adalah suatu alat
manajemen kinerja yang dapat membantu organisasi untuk menerjemahkan
visi dan strategi ke dalam aksi dengan memanfaatkan sekumpulan indikator
finansial, non finansial yang kesemuanya terjalin dalam suatu hubungan sebab
akibat”.
Menurut Dr. Robert Kaplan dan David Norton dari Harvard Business School
(1990), “Balanced scorecard yaitu sebuah metode alternatif yang digunakan
perusahaan untuk mengukur kinerja perusahaan secara lebih komprehensif,
tidak hanya terbatas pada kinerja keuangan, namun meluas ke kinerja non
keuangan, seperti perspektif pelanggan, Proses bisnis internal, serta
pembelajaran dan pertumbuhan”.
Menurut Tunggal (2001:3), “Balanced scorecard adalah laporan akuntansi
yang di dalamnya terdapat empat faktor dari perusahaan agar perusahaan itu
sukses yang pertama adalah kinerja finansial, kepuasan pelanggan, proses
bisnis internal, inovasi dan pembelajaran”.

2.5 Manfaat Balanced Scorecard


Manfaat Balanced Scorecard bagi perusahaan menurut Kaplan dan Norton (2000:
122) adalah sebagai berikut :
1) Balanced Scorecard mengintegrasikan strategi dan visi perusahaan untuk
mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang.
2) Balanced Scorecard memungkinkan manajer untuk melihat bisnis dalam
perspektif keuangan dan non keuangan (pelanggan, proses bisnis internal, dan
belajar dan bertumbuh)

12
3) Balanced Scorecard memungkinkan manajer menilai apa yang telah mereka
investasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur
demi perbaikan kinerja perusahaan dimasa mendatang.
Balanced scorecard memberi manfaat bagi organisasi dalam beberapa cara:
1) Menjelaskan visi organisasi.
2) Menyelaraskan organisasi untuk mencapai visi.
3) Mengintegrasikan perencanaan strategis dan alokasi sumber daya.
4) Meningkatkan efektivitas manajemen dengan menyediakan informasi
yang tepat untuk mengarahkan perubahan.

Empat keunggulan yang diperoleh perusahaan dengan menerapkan balanced


scorecard adalah komprehensif, koheren, seimbang, dan terukur.

1) Komprehensif ( comprehensive)
Sebelum konsep balanced scorecard lahir, perusahaan beranggapan bahwa
perspektif keuangan adalah perspektif yang paling tepat untuk mengukur
kinerja perusahaan. Setelah balanced scorecard berhasil diterapkan, para
eksekutif perusahaan baru menyadari bahwa perspektif keuangan
sesungguhnya merupakan hasil dari tiga perspektif lainnya, yaitu pelanggan,
proses bisnis, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Pengukuran yang lebih
holistik, luas, dan menyeluruh (komprehensif) ini berdampak pada perusahaan
untuk lebih bijak dalam memilih strategi perusahaan dan memberikan
kemampuan bagi perusahaan itu untuk memasuki area bisnis yang lebih
kompleks.
2) Koheren (coherence)
Di dalam balanced scorecard ada istilah hubungan sebab akibat (causal
relationship). Setiap perspektif (keuangan, customer, proses bisnis, dan
pembelajaran-pertumbuhan) mempunyai tujuan atau sasaran strategis
(strategic objective). Tujuan atau sasaran strategis ini merupakan keadaan atau
kondisi yang akan diwujudkan di masa yang akan datang yang merupakan
penjabaran dari tujuan perusahaan. Tujuan atau sasaran strategis untuk setiap
perspektif harus dapat dijelaskan dengan hubungan sebab akibat. Misalnya
pertumbuhan Return on Investment (ROI) ditentukan oleh meningkatnya
kualitas pelayanan kepada customer, pelayanan kepada customer bisa

13
ditingkatkan karena perusahaan menerapkan teknologi informasi yang tepat
guna dan keberhasilan penerapan teknologi informasi ini didukung oleh
kompetensi dan komitmen dari karyawan. Hubungan sebab akibat ini disebut
koheren.
3) Seimbang (balanced)
Keseimbangan sasaran strategis yang dihasilkan dalam empat perspektif
meliputi sasaran jangka pendek dan sasaran panjang yang berfokus pada faktor
internal dan eksternal. Keseimbangan dalam balanced scorecard juga
tercermin dengan selarasnya scorecard karyawan dengan scorecard perusahaan
sehingga sehingga setiap personal yang ada di dalam perusahaan bertanggung
jawab memajukan perusahaan.
4) Terukur (measured)
Dasar pemikiran bahwa setiap perspektif dapat diukur adalah adanya
keyakinan bahwa ‘if we can measure it, we can manage it, if we can manage
it, we can achieve it’ artinya ketika perusahaan dapat mengukur sesuatu,
perusahaan dapat mengelolanya dan jika perusahaan dapat mengelola sesuatu,
perusahaan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Sasaran strategis yang
sulit diukur seperti pada perspektif customer, proses bisnis internal, serta
pembelajaran dan pertumbuhan, melalui balanced scorecard dapat dikelola
karena setiap perspektif dapat ditentukan ukuran yang tepat.

2.6 Kriteria dan Konsep Balanced Scorecard


Balanced Scorecard yang baik harus memenuhi beberapa kriteria antara lain:
1) Dapat mendefinisikan tujuan strategi jangka panjang dari masing-masing
perspektif (outcomes) dan mekanisme untuk mencapai tujuan tersebut
(performance driver).
2) Setiap ukuran kinerja harus merupakan elemen dalam suatu hubungan sebab
akibat (cause and effect relationship).
3) Terkait dengan keuangan, artinya strategi perbaikan seperti peningkatan
kualitas, pemenuhan kepuasan pelanggan, atau inovasi yang dilakukan harus
berdampak pada peningkatan pendapatan perusahaan.
Konsep balanced scorecard (BSC)
a) Konsep the balanced scorecard mengelola perubahan

14
The Balanced Scorecard yang diperkenalkan oleh Kaplan dan Norton
dalam mengeksekusi strategi menjadi kenyataan (turning strategy into
action) menekankan pentingnya melakukan perubahan yang drastis
dan mendasar menggunakan pendekatan sistem manajemen baru yang
lebih dapat mengatasi hambatan dalam melakukan perubahan. Untuk
itu, the balance scorecard menawarkan suatu sistem manajemen bagi
organisasi untuk mengimplementasikan strategi melalui suatu tahapan.
Diawali dengan merumuskan kembali misi, values, visi, dan strategi,
serta menerjemahkan ke dalam baance scorecard sebagai ukuran
sukses secara selaras dan fokus. Selanjutnya diikuti dengan
membangun upaya strategis (strategic initiatives) untuk
diimplementasikan melalui total quality management dan
memberdayakan personal objective, guna mewujudkan strategic
outcomes berupa kepuasan pemegang saham dan pelanggan, proses
yang efisien dan efektif, serta pekerja yang terlatih dan memiliki
motivasi. (Hasibuan, 2012, hal. 139-140).
b) Konsep balanced scorecard mengukur kinerja organisasi
Kaplan R. dan Norton D. pada tahun 1990 memimpin penelitian pada
beberapa perusahaan yang menggunakan metode baru mengukur
kinerja organisasi. Dari studi tersebut, diyakini bahwa ukuran kinerja
finansial telah tidak efektif dan tidak memberi dampak pada
kemampuan organisasi menciptakan nilai. Dan ditegaskan bahwa
ukuran kinerja, harus mencakup keseluruhan kegiatan organisasi, yang
meliputi customer issues, internal business process, employees
activities, dan shareholder concern.
Kinerja finansial untuk kepentingan pemegang saham adalah hasil dari
kinerja nonfinansial atau kinerja organisasi memenuhi
kepentingan stakeholders, yaitu terdiri dari pelanggan, karyawan,
dan management process untuk mengoptimalkan potensi dan
kemampuan mengeksploitasi sumber daya mengoptimalkan output.
Karena itu, untuk membangun kinerja excellent, perusahaan perlu
memberi perhatian khusus pada pengembangan strategi membangun
kemampuan karyawan, proses internal, dan hubungan pelanggan bagi
penciptaan nilai stakeholders. (Hasibuan, 2012, hal. 149-150)

15
Dikembangkan dan diperkenalkan oleh Robert Kaplan dan David Norton pada
tahun 1992 untuk membantu akuntan manajemen memberikan lebih banyak
informasi tentang keberhasilan perusahaan dalam menerapkan strategi.
Dengan menerapkan balanced scorecard, akuntan manajemen dapat
melakukan lebih dari memprediksi keuntungan (sebagai bagian dari anggaran)
atau memberikan informasi untuk keputusan tentang harga produk atau
membeli peralatan baru. BSC juga memberikan informasi untuk membantu
manajer dan investor menilai seberapa dekat perusahaan bergerak mencapai
berbagai tujuan dan sasarannya. Balanced scorecard merupakan sistem
manajemen strategis yang menterjemahkan visi dan strategi organisasi ke
dalam tujuan dan ukuran operasional.
Mula-mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja
eksekutif. Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi
keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat prespektif, yang
kemudian digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh. Empat
perspektif tersebut yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta
pembelajaran dan pertumbuhan.
BSC adalah suatu mekanisme sistem manajemen yang mampu
menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam tindakan nyata di
lapangan. BSC adalah salah satu alat manajemen yang terbukti telah
membantu banyak perusahaan dalam mengimplementasikan strategi
bisnisnnya. (Widilestari, 2011, hal. 86-87)
Balanced scorecard terdiri dari dua kata: (1) kartu skor (scorecard) dan (2)
berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk
mencatat skor hasil kinerja perusahaan. Kartu skor juga dapat digunakan untuk
merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan. Melalui kartu ini
skor yang hendak diwujudkan perusahaan di masa depan dibandingkan dengan
hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk
melakukan evaluasi atas kinerja perusahaan diukur serta berimbang dari dua
aspek keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang,
maupun internal dan eksternal.
Keseimbangan (balanced) disini menunjuk pada adanya kesetimbangan pada
perspektif-perpektif yang akan diukur, yaitu antara perpektif keuangan dan
perspektif nonkeuangan sebagai berikut:

16
1.         Perspektif pelanggan, yaitu untuk menjawab pertanyaan bagaiman
customer memandang perusahaan.
2.         Perspektif internal, untuk memjawab pertanyaan pada bidang apa
perusahaan memiliki keahlian.
3.         Perspektif inovasi dan pembelajaran, untuk menjawab pertanyaan
apakah perusahaan mampu berkelanjutan dan menciptakan value.
4.         Perspektif keuangan, untuk menjawab pertanyaan bagaimana
perusahaan memandang pemegang saham. (Hayati, 2011, hal. 63)

BSC memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki sistem strategi


manajemen tradisional. Strategi manajemen tradisional hanya mengukur
kinerja organisasi dari sisi keuangan saja dan lebih menitik beratkan
pengukuran pada hal-hal yang bersifat tangible, namun perkembangan bisnis
menuntut untuk mengubah pandangan bahwa hal-hal intangible juga berperan
dalam kemajuan organisasi. BSC menjawab kebutuhan tersebut melalui sistem
manajemen strategi kontemporer, yang terdiri dari empat perspektif.
Keunggulan pendekatan BSC dalam sistem perencanaan strategis adalah
mampu menghasilkan rencana strategis, yang memiliki karakteristik sebagai
berikut (1) komprehensif, (2) koheren, (3) seimbang dan (4)
terukur. (Widilestari, 2011, hal. 87)
Pengukuran kinerja perusahaan yang menggunakan pendekatan kinerja
tradisional di era perekonomian saat ini sudah tidak efektif, karena hanya
meniali dari segi keuangan, sedangkan kondisi pada non keuangan belum
terpenuhi dan tidak difokuskan penyebab dan dampaknya untuk kelangsungan
perusahaan. Kenyataannya, kondisi non keuangan yang berkaitan dengan
manajemen kinerja pada intern perusahaan berpengaruh besar pada
keuntungan perusahaan, salah satunya berkaitan dengan kepuasan pelanggan
dan loyalitas pegawai dalam suatu proses bisnis. Kelemahan dari pengukuran
kinerja tradisional atau dalam segi kauangan adalah ketidakmampuannya
memberikan gambaran yang komprehensif mengenai kinerja perusahaan.
Pengukuran kinerja yang efektif mampu menilai keseluruhan perspektif dalam
perusahaan di mana pengukuran kinerja tersebut terangkum dalam suatu
sistem pengukuran strategis yakni Balanced Scorecard. Balanced
Scorecard (BSC) merupakan alat manajemen kontemporer yang didesain

17
untuk meningkatkan kemampuan perusahaan dalam melipatgandakan kinerja
keuangan secara berkesinambungan (sustainable outstanding financial
performance). (Solichah, 2015, hal. 2)
Pada dasarnya, pengembangan Balanced Scorecard baik pada sektor
swasta maupun publik dimaksudkan untuk memberikan kepuasan bagi para
pelanggan. Perbedaannya dapat dilihat dari tujuan maupun pihak-pihak
berkepentingan. Penerapan Balanced Scorecard pada sektor bisnis
dimaksudkan untuk meningkatkan persaingan (competitiveness), sedangkan
untuk sektor publik lebih menekankan pada nilai misi dan pencapaian
(mission, value, effectivennes). Dari aspek keuangan, untuk sektor bisnis akan
mengutamakan keuntungan, pertumbuhan dan pangsa pasar, sedangkan sektor
publik dimaksudkan untuk pengukuran produktivitas dan tingkat
efisien. (Tillah, 2010, hal. 2-3)
Ada dua perbedaan yang mendasar antara pengukuran tradisional
dengan pendekatan balance scorecard pada perspektif internal, yaitu
pendekatan tradisional lebih menekankan pada controlling dan melakukan
perbaikan terhadap proses yang ada dengan lebih memfokuskan pada variance
reports, sebalinya pada pendekatan balance scorecard, penekanannya
diletakkan pada penciptaan proses baru yang ditujukan pada customer and
financial objectives. (Rivai, 2010, hal. 619)
Sebagai konsekuensi dari perbedaan antara sistem manajemen
tradisional dan sistem manajemen tradisional semata-mata digunakan sebagai
alat pengendalian, sedangkan pelaporan pada sistem manajemen
strategis balance scorecard digunakan sebagai alat strategis. Perbedaan
keduan bentuk sistem manajemen ini dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
Manajemen Tradisional Manajemen Balance Scorecard
1.      Pengendalian melalui anggran. 1.      Umpan-balik dan pembelajaran.
2.      Berfokus pada fungsi-fungsi dalam
2.      Berfokus pada tim fungsional silang.
organisasi. 3.      Pengukuran kinerja terintegrasi yang
3.      Mengabaikan pengukuran kinerja atau dilakukan berdasarkan hubungan
pengukuran kinerja dilakukan secara sebab-akibat.
terpisah. 4.      Informasi fungsional silang dan
4.      Informasi fungsional tunggal. disebarluaskan ke seluruh fungsi dalam
organisasi. (Rivai, 2010, hal. 609)

18
Mengaitkan kompensasi dengan Balanced Scorecard
insentif berupa kompensasi untuk para karyawan, seperti bonus, dapat, dan
mungkin harus, dikaitkan dengan ukuran kinerja balanced scorecard. Namun
demikian, hal ini hanya dapat dilakukan jika organisasi telah berhasil
menjalankan scorecard selama beberapa waktu-mungkin satu tahun atau lebih.
Para manajer harus yakin bahwa ukuran kinerja tersebut dapat diandalkan,
masuk akal, dapat dipahami oleh pihak yang dievaluasi, dan tidak mudah
dimanipulasi. Seperti yang disampaikan oleh Robert Kaplan dan David
Norton, pencipta konsep balance scorecard, “kompensasi merupakan kekuatan
yang begitu besar sehingga anda harus cukup yakin bahwa anda telah
memiliki ukuran yang tepat dan data ukuran yang baik sebelum mencoba
mengaitkan.” (Garrison, 2007, hal. 114)

2.7 Langkah-langkah Balanced Scorecard


Langkah-langkah Balanced Scorecard meliputi empat proses manajemen baru.
Pendekatan ini mengkombinasikan antara tujuan strategi jangka panjang
dengan peristiwa jangka pendek. Kempat proses tersebut menurut (Kaplan dan
Norton, 1996) antara lain :
1) Menterjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan.
Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi dijabarkan dalam tujuan
dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh
perusahaan di masa datang. Tujuan juga menjadi salah satu landasan bagi
perumusan strategi untuk mewujudkannya. Dalam proses perencanaan
strategik, tujuan ini kemudian dijabarkan dalam sasaran strategik dengan
ukuran pencapaiannya.
2) Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis
balanced scorecard.
Dapat dilakukan dengan cara memperlihatkan kepada tiap karyawan apa
yang dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan
para pemegang saham dan konsumen. Hal ini bertujuan untuk mencapai
kinerja karyawan yang baik.
3) Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif
rencana bisnis.

19
Memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara rencana bisnis dan
rencana keuangan mereka. Balanced scorecard sebagai dasar untuk
mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting
untuk diprioritaskan, akan menggerakkan kearah tujuan jangka panjang
perusahaan secara menyeluruh.
4) Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis
Proses keempat ini akan memberikan strategis learning kepada
perusahaan. Dengan balanced scorecard sebagai pusat sistem perusahaan,
maka perusahaan melakukan monitoring terhadap apa yang telah
dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek.

2.8 Persfektif Balanced Scorecard


Kaplan dan Norton menjelaskan bahwa BSC digunakan untuk mengukur
kinerja perusahaan. Kaplan dan Norton memperkenalkan empat perspektif,
yaitu perspektif keuangan , perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis
internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Setelah pemikiran
Kaplan dan Norton yang menjadikan BSC sebagai sistem baru pengukuran
kinerja, BSC mengalami evolusi atau perkembangan pemikiran sampai dengan
saat ini. Terdapat tiga pemikiran penting tentang hasil riset yang menunjukkan
adanya perubahan kinerja atau pemikiran BSC.
Studi pertama dilakukan Lipe Salteno, studi mereka berdua bertujuan untuk
menguji pengaruh karakteristik BSC (ukuran umum untuk banyak unit versus
ukuran unik untuk unit tertentu) terhadap evaluasi atasan atas kinerja unit.
Studi tersebut menjelaskan bahwa ukuran umum (common work wear
division), sedangkan ukuran unik (unique measures) adalah ukuran BSC yang
hanya berlaku untuk satu divisi saja (rad wear division atau work wear
division).
Selanjutnya riset yang dilakukan oleh Andrew Neely pada tahun 2008. Dari
buku yang ditulis Bob Kaplan dan David Norton yang diterbitkan oleh
Harvard Business Review tahun 1992 dapat diketahui adanya fakta bahwa
30% hingga 60% dari perusahaan besar AS telah mengadopsi BSC. Penelitian
yang dilakukan Andrew Neely ini bertujuan mengeksplorasi dampak kinerja
balanced scorecard dengan menggunakan desain kuasi-eksperimental. Studi

20
Neely (2008) menggunakan data laporan keuangan selama tiga tahun dari dua
perusahaan besar yang berbasis di Inggris, dimana perusahaan satu telah
menerapkan balanced scorecard sementara perusahaan yang lain yang belum
menerapkan BSC. Perusahaan yang pertama telah menerapkan BSC mulai
Januari 2001 memberikan data sebanyak 122 cabang, sementara perusahaan
kedua, terus menggunakan metode tradisional dalam pelaporan kinerja selama
periode penelitian dan data yang disediakan sebanyak 190 cabang. Kedua
sekumpulan data tersebut dibandingkan menurut cabang yang berbasis di
lokasi yang sama. Pencocokan dengan lokasi ini memungkinkan penelitian
untuk membandingkan perubahan kinerja organisasi selama masa penerbitan,
sementara mengontrol kondisi ekonomi lokal, berbagai produk, dan basis
pelanggan.
Studi ini membuat beberapa kontribusi pada literatur BSC dalam pengukuran
kinerja. Hasil studi ini menyediakan beberapa bukti berbasis lapangan yang
pertama pada potensi balanced scorecard perusahaan untuk memberikan
informasi yang berguna pada pengujian strategi dan validasinya. Penelitian
sebelumnya telah mengabaikan peran potensial BSC dan lebih terfokus pada
penggunaannya dalam mengkomunikasikan tujuan strategis karyawan,
mengevaluasi kinerja unit bisnis, dan menyelaraskan insentif karyawan
diseluruh unit bisnis dan fungsi. Meskipun bukti akademik bahwa ukuran
kinerja non-keuangan biasanya mengarah ke kinerja keuangan, hasil studi ini
menunjukkan bahwa hubungan antara ukuran kinerja non-keuangan dan
kinerja keuangan tergantung pada karakteristik strategi yang ditangkap oleh
beberapa ukuran seperti telah diuraikan sebelumnya.
Dalam dua puluh tahun terakhir, Balanced Scorecard (BSC) telah dianggap
sebagai sistem pengukuran kinerja efektif. Dalam dekade terakhir, BSC secara
bertahap terhubung dengan tujuan manajemen strategis dan pengendalian
kinerja. Namun, para ahli masih tidak pasti tentang hubungan sebab akibat
antara BSC dan peningkatan prestasi tujuan atau sasaran strategis dan kinerja.
Setelah mempelajari konsep dan keunggulan balanced scorecard serta evolusi
konsep atau pemikiran BSC, selanjutnya akan diuraikan secara terperinci
tiapa-tiap perspektif yang dimulai dengan perspektif keuangan, perspektif
pelanggan, perpektif proses bisnis internal, dan perpektif pertumbuhan dan
pembelajaran.

21
1) Perspektif Keuangan
Kebanyakan bisnis di dunia berorientasi pada perspektif keuangan seperti
orientasi pada laba bersih (net income), arus kas dan memaksimalkan nilai
pemegang saham (shareholders’ value). Fakta ini menunjukkan bahwa balnced
scorecard tidak akan lengkap tanpa mempertimbangkan profitabilitas
pemegang saham. Di setiap organisasi juga membutuhkan keuangan atau
keuangan karena untuk dapat memberikan fasilitas pelayanan, memenangkan
pemilu, atau memadamkan api tentu membutuhkan uang. Meskipun
organisasi-organisasi tersebut tidak berorientasi pada mencari keuntungan
dalam hal membeli dan menjual produk, tetapi tetap saja membutuhkan dan
untuk mencapai tujuan mulia mereka. Di sini dapat disimpulkan bahwa
perspektif keuangan berlaku untuk setiap organisasi tidak memandang apakah
entitas tersebut dibentuk dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atau
tidak. Terdapat beberapa contoh ukuran kinerja dari perspektif keuangan yang
bisa digunakan untuk berbagai jenis perusahaan dan organisasi:
a. Return on Investment (ROI)
b. Return on sales
c. Return on asset (ROA)
d. Laba bersih
e. Penjualan bersih (net sales)
f. Peringkat Kredit (credit raiting)
g. Sumbangan yang diterima (donations received)
h. Pendapatan Berlangganan
i. Harga Saham
j. Profit per karyawan

2) Perspektif Pelanggan
Pelanggan (customer) merupakan pihak yang secara aktual memberikan
pendapatan penjualan kepada perusahaan. Pada konsep balanced scorecard,
perspektif ini dianggap penting dan krusial bagi strategi perusahaan.
Pelanggan yang menyukai bisnis yang dijalankan perusahaan dan senantiasa
membeli produk perusahaan merupakan kunci bagi pendapatan penjualan
dimasa depan. Karena asosiasi yang langsung antara pelanggan dan penjualan,

22
maka sebagai konsekuensinya perusahaan hendaknya menjaga dan
memperhatikan pelanggan sebagaimana perusahaan memperhatikan
keuntungan mereka.
Perspektif customer dalam Balanced Scorecard mengidentifikasi karakteristik
customer mereka dan segmen pasar yang telah dipilih oleh perusahaan agar
dapat bersaing dengan pesaing mereka. Segmen yang telah dipilih
mencerminkan keberadaan customer sebagai sumber pendapatan mereka.
Dalam prespektif ini, pengukuran dilakukan dengan lima aspek utama, yaitu:
a. Pengukuran pangsa pasar. Pengukuran terhadap besarnya pangsa pasar
perusahaan mencerminkan proporsi bisnis dalam satu area bisnis
tertentu yang dinyatakan dalam bentuk uang, jumlah customer, atau
volume yang terjual atas setiap unit produk.
b. Customer retention. Pengukuran dapat dilakukan dengan mengetahui
besarnya persentase pertumbuhan bisnis dengan jumlah customer yang
saat ini dimiliki oleh perusahaan.
c. Customer acquistion. Pengukuran dapat dilakukan melalui persentase
jumlah penambahan customer baru dan perbandingan total penjualan
dengan jumlah customer baru yang ada.
d. Customer satisfaction. Pengukuran terhadap tingkat kepuasan
pelanggan ini dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik di
antaranya adalah survei melalui surat (pos), interview melalui telepon,
atau personal interview.
e. Customer profitability. Analisis profitabilitas pelanggan (customer
profitability analysis-CPA) dapat membantu manajer untuk
mengidentifikasi individu atau kelompok pelanggan yang memberikan
sumbangan terhadap profitabilitas perusahaan secara keseluruhan.
CPA juga membantu manajer untuk mengembangkan strategi agar
memastikan bahwa pelanggan menerima tingkat perhatian yang
sepadan dari perusahaan menjelaskan bahwa analisis profitabilitas
pelanggan adalah suatu pendekatan manajemen biaya dan manfaat dari
melayani pelanggan individu atau sekelompok pelanggan untuk
meningkatkan profitabilitas perusahaan secara keseluruhan.
Terdapat beberapa contoh ukuran kinerja dari perpektif pelanggan, yaitu:
a. Hasil survei pelanggan

23
b. Jumlah pelanggan baru
c. Waktu respon untuk pertanyaan pelanggan
d. Survei pasar untuk pengakuan merek
e. Jumlah keluhan pelanggan
f. Pangsa pasar
g. Produk kembali sebagai persentase dari penjualan
h. Persentase pelanggan tetap
i. Penjualan toko yang sama
Seperti pada semua ukuran pada balanced scorecard, ukuran perspektif
pelanggan seharusnya juga mencerminkan strategi perusahaan terhadap
kepuasan pelanggan. Perusahaan dapat memenuhi kepuasan pelanggan melalui
berbagai pilihan dan tawaran harga yang rendah.

3) Perspektif Proses Bisnis Internal


Dalam perspektif ini, perusahaan melakukan pengukuran terhadap semua
aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan, baik manajer maupun karyawan
untuk menciptakan produk yang dapat memberikan kepuasan tertentu bagi
customer dan para pemegang saham. Dalam perspektif ini, perusahaan
berfokus pada tiga proses bisnis utama, yaitu:
a. Proses Inovasi
Dalam proses penciptaan nilai tambah bagi customer, proses inovasi
merupakan salah satu proses yang penting. Efisiensi dan efektivitas serta
ketetapan waktu dari proses inovasi ini akan mendorong terjadinya efisiensi
biaya pada proses penciptaan nilai tambah (value added) bagi customer.
Secara grafis besar proses inovasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
(1) Pengukuran terhadap proses inovasi yang bersifat penelitian dasar dan
terapan,
(2) Pengukuran terhadap proses pengembangan produk.
b. Proses Operasi
Proses operasi yang dilakukan oleh tiap-tiap organisasi bisnis lebih
menitikberatkan pada efisiensi proses, konsistensi, dan ketepatan waktu
barang dan jasa yang diberikan kepada customer.

24
Pada umumnya siklus atau proses operasi mempunyai langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Pembelian bahan baku.
2. Pengeluaran untuk biaya bahan baku.
3. Memasukkan bahan baku ke produksi (work-in-proses).
4. Penyelesaian work-in process menjadi persediaan barang jadi.
5. Penjualan persediaan barang jadi.
6. Pengiriman barang kepada pelanggan.
7. Penerimaan pembayaran dari pelanggan.

Untuk memilih ukuran kinerja dalam perspektif bisnis internal, manajer harus
berpikir dan menyusun strategi tentang aspek-aspek operasi mereka yang
paling penting bagi keberhasilan mereka. Sebagai contoh, sebuah restoran
makanan cepat saji mungkin akan fokus pada seberapa cepat dapat membuat
dan menjual produk makanan yang berbeda atau meminimalkan pembusukan.

4) Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran


Setiap perusahaan atau organisasi mempunyai banyak hubungan dengan para
stakeholder-nya seperti pemasok, pelanggan, dan kreditur. Hubungan tersebut
tidaklah bersifat statis tetapi senantiasa dinamis atau berubah seiring dengan
perubahan lingkungan eksternal. Oleh karena itu, kemampuan karyawan untuk
belajar, tumbuh, mengantisipasi perubahan, dan bereaksi terhadap lingkungan
eksternal benar-benar penting bagi keberhasilan perusahaan. Karyawan yang
termotivasi dan terlatih mengetahui apa yang terjadi dan cara mengantisipasi
perubahan tersebut.
Perspektif ini dalam Balnced Scorecard dinamakan dengan perspektif
pertumbuhan dan pembelajaran. Kaplan (1996) mengungkapkan betapa
pentingnya organisasi bisnis untuk terus memperhatikan karyawannya,
memantau kesejahteraan karyawan, dan meningkatkan pengetahuan karyawan
karena dengan meningkatnya tingkat pengetahuan karyawan akan
meningkatkan pula kemampuan karyawan untuk berpartisipasi dalam
pencapaian ukuran ketiga perspektif di atas dan tujuan perusahaan.
Dalam perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, terdapat tiga dimensi
penting yang harus diperhatikan untuk melakukan pengukuran, yaitu:

25
a) Kemampuan karyawan. Pengukuran terhadap kemampuan karyawan
dilakukan dengan menggunakan tiga faktor berikut, yaitu pengukuran
terhadap kepuasan karyawan, pengukuran terhadap perputaran
karyawan dalam perusahaan, dan pengukuran terhadap produktivitas
karyawan.
b) Kemampuan Sistem Informasi. Peningkatan kualitas karyawan dan
produktivitas karyawan juga dipengaruhi oleh kemudahan akses yang
diperoleh karyawan terhadap sistem informasi sehingga karyawan akan
memiliki kinerja yang lebih baik.
c) Motivasi, Pemberian Wewenang, dan Pembatasan Wewenang
Karyawan.
Meskipun karyawan sudah dibekali dengan akses informasi yang begitu bagus
tetapi apabila karyawan tidak memiliki motivasi untuk meningkatkan
kinerjanya maka semua itu akan sia-sia saja. Sehingga perlu dilakukan
berbagai usaha untuk meningkatkan motivasi karyawan dalam bekerja.

2.9 Implementasi Balanced Scorecard


Langkah pertama dalam mengimplementasikan Balanced Scorecard adalah
team yang telah disusun melakukan identifikasi data yang diperlukan untuk
mengimplementasikan Balanced Scorecard. Selanjutnya menentukan
teknologi informasi yang digunakan untuk memudahkan proses
mengkomunikasikan Balanced Scorecard. Implemetasi dari balanced
scorecard tidak bisa langsung dilakukan pada setiap unit organisasi secara
bersamaan, tetapi harus dilakukan secara bertahap.
Langkah kedua adalah membangun scorecard secara menyeluruh. Pada
awalnya Balanced Scorecard dibuat pada tingkat organisasi, yang kemudian
diterjemahkan kedalam Balanced Scorecard unit-unit dalam organisasi,
diterjemahkan lagi kedalam Balanced Scorecard departemen, dan yang
terakhir adalah Balanced Scorecard tim atau individu. Pada tahapan ini tim
yang terbentuk mengkomunikasikan inisiatif strategis dan ukuran yang
dibutuhkan untuk setiap perspektif kepada manager dari masing-masing unit
organisasi.

26
Selanjutnya manager dari setiap unit organisasi berpartisipasi dalam
menentukan ukuran dari setiap proses yang dilakukan oleh unitnya. Pada
tahapan ini terjadi pertukaran informasi dari tim pusat kepada manager unit
dan sebaliknya. Langkah ketiga adalah menggunakan data scorecard untuk
evaluasi dan peningkatan. Pada tahapan ini terjadi arus informasi dari setiap
tim atau individu kepada departemen, yang oleh departemen dilanjutkan ke
unit organisasi, yang akhirnya semua informasi dikumpulkan pada tingkat
organisasi.
Pengumpulan data bisa dilakukan dengan cara melihat catatan manual, melalui
survei menggunakan email, interview terhadap individu atau tim, dan melalui
database. Setelah data-data tersebut terkumpul maka eksekutif melakukan
analisa dan evaluasi atas data tersebut. Dari analisa dan evaluasi ini diputuskan
bagaimana merevisi strategi, inisiatif.
Penggunaan Balanced Scorecard memberikan manfaat bagi organisasi antara
lain meningkatkan komunikasi antar individu dalam organisasi, manajemen
dapat fokus pada proses organisasi secara keseluruhan, membawa setiap unit
dalam organisasi kearah yang sama yaitu melayani masyarakat, memotivasi
pekerja, meningkatkan sistem penghargaan, dan meningkatkan kepuasan
pekerja. Ketidakmampuan organisasi dalam memilih dan menggunakan
ukuran kinerja yang tepat, ketidakmampuan sistem informasi organisasi yang
ada untuk menyediakan data yang diminta, kurangnya dukungan data yang
diminta, kurangnya dukungan dan komitmen dari manajemen, dan pekerja
kurang mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan, merupakan
bebrapa kendala yang harus diperhatikan dalam mengimplementasikan
Balanced Scorecard. (Firdaus, 2009, hal. 7-8)
Organisasi sangat membutuhkan untuk menerapkan Balanced Sorecard
sebagai satu set ukuran kinerja yang multi dimensi. Hal ini mencerminkan
kebutuhan untuk mengukur semua bidang kinerja yang penting bagi
keberhasilan organisasi. Pendekatan yang paling luas dikenal sebagai
pengukuran kinerja. Balanced Scorecard sekarang banyak digunakan sebagai
untuk pengembangan strategi dan sebagai alat eksekusi yang dikembangkan
dalam lingkungan operasional. Balanced Scorecard menerjemahkan visi dan
misi serta strategi perusahaan ke dalam seperangkat ukuran kinerja yang

27
dimengerti (indikator), sehingga strategi dapat dipahami, dikomunikasikan dan
diukur, dengan demikian, berfungsi untuk semua kegiatan.
Selain itu, indikator memungkinkan pemantauan tingkat akurasi
pelaksanaan strategi (Kaplan & Norton, 1996). Balanced Scorecad telah
banyak diterapkan sebagai alat ukur kinerja baik dalam bisnis manufaktur dan
jasa. Penerapannya adalah dengan berfokus pada empat perspektif Balanced
Scorecard. Pembahasan mengenai pengukuran kinerjadengan menggunakan
Balanced Scorecard lebih sering dilakukan dalam konteks penerapannya pada
perusahaan atau organisasi yang bertujuan mencari laba (profit-seeking
organisations).
Jarang sekali ada pembahasan mengenai penerapan Balanced
Scorecard pada organisasi nirlaba (not-for-profit organisations) atau organisasi
dengan karakteristik khusus seperti koperasi, yang ditandai relational
contracting, yakni saat owner dan consumer adalah orang yang sama, serta di
mana  mutual benefit anggota menjadi prioritasnya yang utama (Merchant,
1998). Pada organisasi-organisasi semacam ini, keberhasilan haruslah lebih
didasarkan pada kesuksesan pencapaian misi secara luas daripada sekedar
perolehan keuntungan.
Pengukuran aspek keuangan ternyata tidak mampu menangkap
aktivitas-aktivitas yang menciptakan nilai (value-creating activities) dari
aktiva-aktiva tidak berwujud seperti :
1) Keterampilan, kompetensi, dan motivasi para pegawai
2) Database dan teknologi informasi
3) Proses operasi yang efisien dan responsif
4) Inovasi dalam produk dan jasa
5) Hubungan dan kesetiaan pelanggan
6) Adanya dukungan politis, peraturan perundang-undangan, dan dari masyarakat
(Kaplan dan Norton, 2000)
Dengan Balanced Scorecard para manajer perusahaan akan mampu
mengukur bagaimana unit bisnis mereka melakukan penciptaan nilai saat ini
dengan tetap mempertimbangkan kepentingan-kepentingan masa yang akan
datang. Balanced Scorecard memungkinkan untuk mengukur apa yang telah
diinvestasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan
prosedur, demi perbaikan kinerja di masa depan. Melalui metode yang sama

28
dapat dinilai pula apa yang telah dibina dalam intangible assets seperti merk
dan loyalitas pelanggan.

2.10 Sejarah Perkembangan Balanced Scorecard


Kaplan dan Norton mulai tahun 1992 mengembangkan konsep pengukuran
kinerja yang dikenal dengan Balanced Scorecard (BSC) sebagi koreksi atas
berbagai kelemahan ukuran kinerja finansial. Konsep balanced
scorecard pertama kali dikembangkan oleh Robert S. Kaplan dan David P.
Norton dalam bukunya yang berjudul Translating Strategy Into Action: The
Balanced Scorecard. Pada awal tahun 2000 balanced scorecard tidak lagi
hanya dimanfaatkan oleh seluruh personel (manajemen dan karyawan) untuk
mengelola perusahaan. Balanced scorecard memberi kerangka yang jelas
bagi seluruh personel untuk menghasilkan kinerja keuangan melalui
perwujudan berbagai kinerja non keuangan. Penggunaan teknologi informasi
telah mendukung penerapan balanced scorecard untuk dikomunikasikan ke
seluruh personel, sehingga dapat dilakukan koordinasi dalam mewujudkan
berbagai sasaran strategik perusahaan yang telah ditetapkan. Balanced
scorecard pada tahun 2006 mulai dikembangkan untuk mengintegrasikan dua
metode, yaitu: metode manajemen strategik berbasis balanced scorecard dan
metode pengelolaan kinerja personel. (Nigrahayu, 2015, hal. 29-30)

2.11 Contoh Penerapan BSC


Penerapan BSC dikutip dari artikel yang ditulis oleh Becsky (2011) yang
menggambarkan BSC pada manajemen klub olahraga. Model BSC yang
diterapkan manajemen klub olahraga memfasilitasi realisasi strategi pada tiga
level korporat: jumlah scorecard opsional (pemetaan strategi korporat),
perspektif yang dapat diciptakan dalam scorecard, dan indikator-indikator
yang mengendalikan implementasi strategi (atau bagian dari strategi). Berikut
penjelasan masing-masing.
1.         Strategi Korporat
Dalam kasus asosiasi olahraga atau klub manajemen olahraga, perspektif
strategis yang paling dinomorsatukan adalah berupaya menampilkan

29
kesuksesan atau keberhasilan dalam jangka panjang. Tujuan strategis dapat
dibagi lebih lanjut atas dasar beberapa kriteria, dapat menguji bagian-bagian
dari strategi dalam kaitannya dengan jangka waktu (jangka pendek, menengah,
dan panjang).
2.         Perspektif BSC
Perspektif BSC dari klub olahraga hampir sama dengan
kebanyakan scorecard dari perusahaan pada umumnya yang menghasilkan
produk atau menyediakan layanan jasa. Perspektif BSC bagi klub olahraga
juga meliputi perspektif keuangan (financial perspective), proses internal yang
efektif dan terdefinisi dengan jelas, kebutuhan untuk melakukan
pengembangan, atau pengelolaan lingkungan pelanggan (customer
perspective). (Salman, 2016, hal. 256-273)

Penggunaan Balanced Scorecard sebagai Sebuah Sistem Manajemen


Strategis

Dalam perkembangan selanjutnya, balanced scorecard tidak hanya dipakai


untu mengukur kinerja organisasi saja, namun berkembang menjadi inti sistem
manajemen strategi. Lebih dari sekedar pengukuran, balanced scorecard
merupakan sistem manajemen yang memotivasi breakthrough improvement
dalam semua bidang kritis, seperti produk, proses, customer, dan
pengembangan pasar. Ada empat proses managing strategy yang
mengkombinasikan tujuan jangka panjang dana jangka pendek secara optimal
meliputi:

1. Proses translating the vision (proses menterjemahkan visi). Proses ini


membantu manajer membangun konsensus visi dan strategi organisasi.
2. Proses communication and Linking. Proses ini mengajak manajemen
mengkomunikasikan tujuan individu dan departemen, setting tujuan,
menghubungkan reword dengan pengukuran kinerja.
3. Proses business planning (perencanaan bisnis). Memungkinkan
perusahaan untuk mengintegrasikan perencanaan bisnis dan keuangan
yang meliputi: setting targets, alokasi sumber daya, pelurusan inisiatif
strategy, penetapan kejadian-kejadian penting.

30
4. Proses feedback and learning (umpan balik dan pembelajaran).
Mengartikulasikan bagian visi, menyiapkan umoan balik strategi,
memfasilitasi review dan learning strategy.

2.12 Keunggulan Balanced Scorecard dari Pengukuran Kinerja


Tradisional
Dibandingkan dengan pengukuran kinerja tradisional yang hanya mengukur
kinerja berdasarkan perspektif keuangan, maka balanced scorecard memiliki
beberapa keunggulan, yaitu:
1. Merupakan konsep pengukuran yang komprehensif.
Balanced scorecard menekankan pengukuran kinerja tidak hanya pada aspek
kuantitatif saja, tetapi juga aspek kualitatif. Aspek finansial dilengkapi dengan
aspek customer, inovasi dan market development merupakan fokus
pengukuran eksternal seperti laba, dengan ukuran internal seperti
pengembangan produk baru. Keseimbangan ini menunjukkan trade-off yang
dilakukan oleh manajer terhadap ukuran-ukuran tersebut dan mendorong
manajer untuk mencapai tujuan mereka dimasa depan tanpa membuat trade-off
diantara kunci-kunci sukses tersebut. Melalui empat perspektif, balanced
scorecard mampu memandang berbagai faktor lingkungan secara menyeluruh.
2. Merupakan konsep yang adaptif dan responsif terhadap perubahan
lingkungan bisnis.
Pengukuran aspek keuangan tradisional melaporkan kejadian masa lalu tanpa
menunjukkan cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kinerja masa
depan. Aspek customer, inovasi dan pengembangan, learning memberikan
pedoman terhadap customer yang selalu berubah preferensinya.
3. Memberikan fokus terhadap goal menyeluruh perusahaan. (Gunawan,
2011, hal. 48--50)

31
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengembangan BSC kedalam setiap bentuk organisasi baik profit dan
nonprofit memang memungkinkan dengan sedikit modifikasi pada implementasi misi
dan perspektif prioritas yang diinginkan seperti perspektif finansial digantikan oleh
perspektif pemenuhan kualitas pelanggan. BSC adalah metoda yang cukup fleksibel
diterapkan perusahaan yang ingin tidak hanya sekedar mengukur aspek finansial
semata namun ingin mengetahui parameter pendukung kesuksesan finansial
organisasi dimasa datang, sehingga sustainabilitas organisasi dapat lebih terjamin.
Untuk menerjemahkan prinsip BSC kedalam indikator pengelolaan sumber
daya alam lingkungan perlu dilakukan secara hati-hati agar benar-benar mampu
terintegrasi dengan aktifitas bisnis organisasi tersebut. Hal ini terkait dengan jaringan
infrastruktur informasi yang ada dan kuat tidaknya budaya yang melekat dalam
organisasi tersebut. Secara umum, penentuan indikator penerapan BSC dalam
pengelolaan sumber daya alam akan tergantung pada :
1) Misi spesifik masing-masing aktor ekonomi masyarakat dan jalinan kuat
antar misi tersebut berbentuk visi dan nilai bersama (sustainable
development dan cita-cita bersama)
2) Perlu dilakukan berjenjang dan bertahap untuk mewujudkannya agar
efektif
3) Motivasi mewujudkan visi bersama dan tujuan bersama agar sinergi dan
optimalisasi misi masing-masing dapat tercapai dengan cara insentif dari
pihak regulator atau dorongan faktor eksternal untuk mewujudkan visi
tersebut.
Balanced scorecard terdiri dari dua kata: (1) kartu skor (scorecard) dan (2)
berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk
mencatat skor hasil kinerja perusahaan. Kartu skor juga dapat digunakan
untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan.
Melalui kartu ini skor yang hendak diwujudkan perusahaan di masa depan
dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini

32
digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja perusahaan diukur serta
berimbang dari dua aspek keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan
jangka panjang, maupun internal dan eksternal.
Mula-mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja
eksekutif. Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi
keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat prespektif,
yang kemudian digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh.
Empat perspektif tersebut yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis
internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.

3.2 Saran
Demikianlah makalah ini pemakalah buat dengan sesungguhnya, untuk
memenuhi tugas mata kuliah akuntansi manajemen tentang Balanced
Scorecard (BSC). Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dalam menganalisis pengukuran kinerja pada perusahaan.
Pemakalah menyadari masih terdapat banyak kekurangan pada makalah
ini baik dari segi penulisan makalah, kelengkapan isi, data yang disajikan,
dan lainnya. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dari
para pembaca untuk penulisan makalah yang lebih baik lagi kedepannya.
Saran akhir yang dapat disampaikan adalah pengembangan BSC sendiri
perlu dilakukan penyesuaian dengan kondisi organisasi perusahaan ini
dilakukan agar penerapan BSC dapat berjalan dengan lancar agar dapat
menghasilkan keuntungan perusahaan tidak hanya untuk jangka pendek
tapi juga untuk jangka panjang.

33
DAFTAR PUSTAKA
https://16aksyaclompat.blogspot.com/2018/03/makalah-balanced-scorecard.html

https://www.academia.edu/9243704/makalah_akuntansi_manajemen_tentang_balance_scorecard

https://www.harmony.co.id/blog/apa-itu-balanced-scorecard-simak-pengertian-dan-penerapannya

34

Anda mungkin juga menyukai