Anda di halaman 1dari 9

TUGAS BIOMOLEKULER

REPLIKASI DNA DAN RNA

disusun oleh:

MARDIANTO RA’BANG

191051601010

PENDIDIKAN KIMIA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2020
REPLIKASI DNA DAN RNA

Salah satu fungsi DNA sebagai materi genetik pada sebagian besar organisme
adalah harus mampu menyimpan informasi genetik dan dengan tepat dapat
meneruskan informasi tersebut dari induk kepada keturunannya, dari generasi ke
generasi. Fungsi ini merupakan fungsi genotipik, yang dilaksanakan melalui replikasi.
Setelah James Watson dan Francis Crick menemukan struktur DNA pada tahun 1953,
bagaimana peran DNA sebagai templat untuk replikasi dan transmisi informasi genetik
menjadi jelas: rantai yang satu merupakan komplemen dari rantai yang lain. Aturan
pasangan basa memberikan arti bahwa masing-masing rantai berfungsi sebagai templat
untuk sintesis rantai pasangannya.
Ada tiga cara teoretis replikasi DNA yang pernah diusulkan, yaitu konservatif,
semikonservatif, dan dispersif. Pada replikasi konservatif seluruh tangga berpilin DNA
awal tetap dipertahankan dan akan mengarahkan pembentukan tangga berpilin baru.
Pada replikasi semikonservatif tangga berpilin mengalami pembukaan terlebih dahulu
sehingga kedua untai polinukleotida akan saling terpisah. Namun, masing-masing untai
ini tetap dipertahankan dan akan bertindak sebagai cetakan (template) bagi
pembentukan untai polinukleotida baru. Sementara itu, pada replikasi dispersif kedua
untai polinukleotida mengalami fragmentasi di sejumlah tempat. Kemudian, fragmen-
fragmen polinukleotida yang terbentuk akan menjadi cetakan bagi fragmen nukleotida
baru sehingga fragmen lama dan baru akan dijumpai berselang-seling di dalam tangga
berpilin yang baru. Diantara ketiga cara replikasi DNA yang diusulkan tersebut, hanya
cara semikonservatif yang dapat dibuktikan kebenarannya melalui percobaan yang
dikenal dengan nama sentrifugasi seimbang dalam tingkat kerapatan atau equilibrium
density-gradient centrifugation. Percobaan ini dilaporkan hasilnya pada tahun 1958
oleh M.S. Meselson dan F.W. Stahl.

A. Replikasi DNA semi-konservatif


Replikasi DNA bersifat semi-koservatif, artinya satu molekul DNA untai ganda
bereplikasi untuk menghasilkan dua molekul DNA baru yang identik. Masing-masing
molekul DNA baru itu terdiri dari satu rantai DNA lama dan satu rantai DNA baru. Pada
replikasi DNA, mula-mula kedua untai DNA terpisah, kemudian masing-masing untai
berfungsi sebagai templat untuk sintesis untai DNA yang baru, sehingga proses replikasi
menghasilkan dua molekul DNA baru, masing-masing memiliki satu rantai lama dan satu
rantai baru.

Gambar 1. Replikasi DNA bersifat semi-konservatif

Di dalam rantai DNA, titik awal dimulainya replikasi DNA disebut sebagai ori
(‘origin of replication”). Pada bakteri Escherichia coli, replikasi dimulai dari oriC,
suatu urutan DNA spesifik yang terikat pada membran sel bakteri. Replikasi DNA
berlangsung ke dua arah. Helikase merupakan enzim yang memisahkan kedua untai
DNA pada proses replikasi DNA in vitro. Dalam molekul DNA rantai panjang,
replikasi terjadi pada potongan-potongan rantai pendek dan kedua rantai DNA
induk terpisah hanya pada titik awal replikasi membentuk molekul seperti huruf Y yang
biasa disebut ’fork’ replikasi.
Rantai DNA baru tumbuh dalam arah 5’→3’ dengan penambahan molekul
deoksiribonukleotida pada gugus 3’-OH. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim DNA
polimerase. Karena kedua rantai DNA adalah antiparalel, rantai yang berperan sebagai
templat dibaca dari ujung 3’ kearah 5’. Jika sintesis selalu berlangsung dengan arah
5’→3’ bagaimana kedua rantai bisa disintesis secara serentak? Jika kedua rantai
disintesis secara kontinu selama fork replikasi bergerak, salah satu rantai akan
mengalami sintesis dengan arah 3’→5’. Masalah ini dijelaskan oleh Reiji Okazaki pada
tahun 1960. Okazaki menemukan bahwa satu rantai DNA baru disintesis dalam bentuk
potongan-potongan pendek yang disebut ”fragmen Okazaki”. Jadi satu rantai DNA baru
disintesis secara kontinu, dan rantai lain secara diskontinu. Rantai yang disintesis secara
kontinu atau ’leading strand’ adalah rantai yang sintesis 5’→3’nya berlangsung
dengan arah yang sama dengan pergerakan fork replikasi, sedang rantai diskontinu atau
’lagging strand’ adalah rantai yang sintesis 5’→3’-nya berlangsung berlawanan
dengan arah pergerakan fork replikasi. Panjang fragmen Okazaki berkisar antara
ratusan sampai ribuan nukleotida, tergantung pada tipe sel. Fragmen Okazaki kemudian
disambungkan oleh enzim DNA ligase.

Gambar 2. Proses replikasi dan fragmen Okazaki

B. Reaksi polimerisasi DNA

Untuk reaksi polimerisasi DNA diperlukan DNA templat, substrat yang terdiri
dari ke empat macam deoksiribonukleosida trifosfat (dNTP) yaitu: dATP, dGTP,
dCTP dan dTTP), enzim DNA polimerase dan primer, suatu oligonukleotida yang
sudah berpasangan dengan templat. Basa dari dNTP berpasangan (membentuk ikatan
hidrogen) dengan basa komplemen yang sesuai pada templat. Reaksi yang terjadi
adalah serangan nukleofilik oleh gugus 3’-OH dari nukleotida pada ujung 3’ rantai yang
sedang tumbuh terhadap 5’-fosfat dari dNTP yang datang, membentuk ikatan
fosfodiester. Pada reaksi ini satu molekul pirofosfat dilepaskan.
Gambar 3. Reaksi polimerisasi. P = gugus fosfat; A = adenin;
T = timin; C = sitosin; T = timin; PPi = pirofosfat

Penelitian tentang DNA polimerase I E. coli, telah menjelaskan bahwa semua


DNA polimerase memerlukan DNA templat. Reaksi polimerisasi diarahkan oleh rantai
DNA templat sesuai dengan aturan pasang basa Watson-Crick, contohnya bila Guanin
terdapat pada templat maka Cytosin ditambahkan pada rantai baru. Disamping itu,
DNA polimerase memerlukan primer. Primer adalah rantai oligonukleotida (yang
komplemen dengan tempat) dengan ujung 3’OH bebas, sehingga nukleotida bisa
ditambahkan. Ujung 3’ yang bebas pada primer disebut terminal primer. Dengan kata
lain sebagian dari rantai baru yang akan disintesis harus sudah ada. Semua DNA
polimerase hanya bisa menambahkan nukleotida pada rantai yang sudah ada. Primer
biasanya merupakan oligonukleotida RNA yang disintesis oleh enzim primase.
Disamping DNA polimerase yang mensintesis DNA, dalam sel juga terdapat
enzim nuklease atau DNase yang bekerja mendegradasi DNA. Nuklease dibagi
menjadi dua kelas : eksonuklease dan endonuklease. Eksonuklease mendegradasi asam
nukleat dari ujung-ujung molekul. Pada umumnya bekerja dengan arah 5’→3’ atau
3’→5’, membuang nukleotida dari ujung 5’ atau 3’. Endonuklease dapat mendegradasi
DNA dari sisi tertentu di dalam rantai DNA sehingga menghasilkan fragmen yang lebih
kecil. Terdapat beberapa kelas endonuklease penting yang memotong polinukleotida
pada posisi tertentu, yang disebut endonuklease restriksi. Enzim ini sangat penting pada
teknologi DNA rekombinan.
Pemisahan kedua untai DNA oleh helikase dan pemanjangan ‘leading
strand’ oleh DNA polimerase III

Primase mensintesis
primer RNA

DNA polimerase III mensintesis DNA


mulai dari primer

DNA polimerase I melepaskan primer RNA dengan aktivitas


eksonuklease 3’→ 5’ dan mensintesis DNA baru dengan
aktivitas polimerase 5’ → 3’

DNA ligase menyambungkan fragmen-fragmen


Okazaki

Gambar 4. Sintesis primer RNA oleh primase dan polimerisasi DNA

C. Replikasi DNA Prokariot


Replikasi DNA kromosom prokariot, khususnya bakteri, sangat berkaitan dengan
siklus pertumbuhannya. Daerah ori pada E. coli, misalnya, berisi empat buah tempat
pengikatan protein inisiator DnaA, yang masing-masing panjangnya 9 pb. Sintesis protein
DnaA ini sejalan dengan laju pertumbuhan bakteri sehingga inisiasi replikasi juga sejalan
dengan laju pertumbuhan bakteri. Pada laju pertumbuhan sel yang sangat tinggi, DNA
kromosom prokariot dapat mengalami reinisiasi replikasi pada dua ori yang baru
terbentuk, sebelum putaran replikasi yang pertama berakhir. Akibatnya, sel-sel hasil
pembelahan akan menerima kromosom yang sebagian telah bereplikasi.
Protein DnaA membentuk struktur kompleks yang terdiri atas 30 hingga 40 buah
molekul, yang masing-masing akan terikat pada molekul ATP. Daerah ori akan
mengelilingi kompleks DnaA- ATP tersebut. Proses ini memerlukan kondisi superkoiling
negatif DNA (pilinan kedua untai DNA berbalik arah sehingga terbuka). Superkoiling
negatif akan menyebabkan pembukaan tiga sekuens repetitif sepanjang 13 pb yang kaya
dengan AT sehingga memungkinkan terjadinya pengikatan protein DnaB, yang merupakan
enzim helikase, yaitu enzim yang akan menggunakan energi ATP hasil hidrolisis untuk
bergerak di sepanjang kedua untai DNA dan memisahkannya.
Untai DNA tunggal hasil pemisahan oleh helikase selanjutnya diselubungi oleh
protein pengikat untai tunggal atau single-stranded binding protein (Ssb) untuk melindungi
DNA untai tunggal dari kerusakan fisik dan mencegah renaturasi. Enzim DNA primase
kemudian akan menempel pada DNA dan menyintesis RNA primer yang pendek untuk
memulai atau menginisiasi sintesis pada untai pengarah.
Agar replikasi dapat terus berjalan menjauhi ori, diperlukan enzim helikase selain
DnaB. Hal ini karena pembukaan heliks akan diikuti oleh pembentukan putaran baru
berupa superkoiling positif. Superkoiling negatif yang terjadi secara alami ternyata tidak
cukup untuk mengimbanginya sehingga diperlukan enzim lain, yaitu topoisomerase tipe II
yang disebut dengan DNA girase. Enzim DNA girase ini merupakan target serangan
antibiotik sehingga pemberian antibiotik dapat mencegah berlanjutnya replikasi DNA
bakteri.
Seperti telah dijelaskan di atas, replikasi DNA terjadi baik pada untai pengarah
maupun pada untai tertinggal. Pada untai tertinggal suatu kompleks yang disebut
primosom akan menyintesis sejumlah RNA primer dengan interval 1.000 hingga 2.000
basa. Primosom terdiri atas helikase DnaB dan DNA primase.
Primer baik pada untai pengarah maupun pada untai tertinggal akan mengalami
elongasi dengan bantuan holoenzim DNA polimerase III. Kompleks multisubunit ini
merupakan dimer, separuh akan bekerja pada untai pengarah dan separuh lainnya bekerja
pada untai tertinggal. Dengan demikian, sintesis pada kedua untai akan berjalan dengan
kecepatan yang sama.
D. Replikasi DNA Eukariot
Pada eukariot replikasi DNA hanya terjadi pada fase S di dalam interfase. Untuk
memasuki fase S diperlukan regulasi oleh sistem protein kompleks yang disebut siklin dan
kinase tergantung siklin atau cyclin-dependent protein kinases (CDKs), yang berturut-turut
akan diaktivasi oleh sinyal pertumbuhan yang mencapai permukaan sel. Beberapa CDKs
akan melakukan fosforilasi dan mengaktifkan protein-protein yang diperlukan untuk
inisiasi pada masing-masing ori.
Berhubung dengan kompleksitas struktur kromatin, garpu replikasi pada eukariot
bergerak hanya dengan kecepatan 50 pb tiap detik. Sebelum melakukan penyalinan, DNA
harus dilepaskan dari nukleosom pada garpu replikasi sehingga gerakan garpu replikasi
akan diperlambat menjadi sekitar 50 pb tiap detik. Dengan kecepatan seperti ini diperlukan
waktu sekitar 30 hari untuk menyalin molekul DNA kromosom pada kebanyakan
mamalia. Sederetan sekuens tandem yang terdiri atas 20 hingga 50 replikon mengalami
inisiasi secara serempak pada waktu tertentu selama fase S. Deretan yang mengalami
inisasi paling awal adalah eukromatin, sedangkan deretan yang agak lambat adalah
heterokromatin. DNA sentromir dan telomir bereplikasi paling lambat. Pola semacam ini
mencerminkan aksesibilitas struktur kromatin yang berbeda-beda terhadap faktor inisiasi.
Seperti halnya pada prokariot, satu atau beberapa DNA helikase dan Ssb yang disebut
dengan protein replikasi A atau replication protein A (RP-A) diperlukan untuk
memisahkan kedua untai DNA. Selanjutnya, tiga DNA polimerase yang berbeda terlibat
dalam elongasi. Untai pengarah dan masing-masing fragmen untai tertinggal diinisiasi oleh
RNA primer dengan bantuan aktivitas primase yang merupakan bagian integral enzim
DNA polimerase a. Enzim ini akan meneruskan elongasi replikasi tetapi kemudian segera
digantikan oleh DNA polimerase d pada untai pengarah dan DNA polimerase e pada untai
tertinggal. Baik DNA polimerase d maupun e mempunyai fungsi penyuntingan.
Kemampuan DNA polimerase d untuk menyintesis DNA yang panjang disebabkan oleh
adanya antigen perbanyakan nuklear sel atau proliferating cell nuclear antigen (PCNA),
yang fungsinya setara dengan subunit b holoenzim DNA polimerase III pada E. coli.
Selain terjadi penggandaan DNA, kandungan histon di dalam sel juga mengalami
penggandaan selama fase S.
DAFTAR PUSTAKA

Gaffar, Shabarni. 2007. Buku Ajar Bioteknologi Molekul. Bandung: Universitas


Padjadjaran.

Wulandari, Endah dan Laifa Annisa Hendarmin. 2010. Biokimia dan Biologi Molekuler.
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Yuwono, Triwibowo. 2009. Biologi Molekular. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai