Anda di halaman 1dari 86

KUMPULAN MAKALAH PENDIDIKAN INFORMAL DAN NON

FORMAL

OLEH:

IRA ANGGITA MAYA SOFA


NIM. 1923100284

DOSEN PEMBIMBING

Dr. HAMDAN HASIBUAN, M.Pd.


197012312003121016

PASCASARJANA PROGRAM MAGISTER

INSTITUTE AGAMA ISLAM NEGERI PADANGSIDIMPUAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang mana pada
kesempatan ini saya masih di berikan kesehatan serta kesempatan kepada kita,
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ujian akhir kuliah Kumpulan Makalah
Pendidikan Informal Dan Non Formal

Shalawat bertangkaikan Salam saya hadiahkan kepada nabi besar


Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya di yaumil akhir.

Saya ucapkan terima kasih kepada dosen yang membawakan mata kuliah
Pendidikan Informal Dan Non Formal oleh bapak Dr. HAMDAN HASIBUAN,
M.Pd dengan dukungan beliau saya dapat menyelesaikan makalah tugas ujian
akhir kuliah Kumpulan Makalah Pendidikan Informal Dan Non Formal

Terimakasih saya ucapkan dan apabila ada banyak kesalah dalam penulisan
tugas ujian akhir kuliah Kumpulan Makalah Pendidikan Informal Dan Non
Formal ini saya minta maaf dan kepada Allah saya mohon ampun.

Padangsidimpuan, 20 Januari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
Kumpulan Makalah
1. Mangemen Pendidikan Informal & Nonformal
2. Teori-Teori Belajar Informal Dan Nonformal
3. Landasan Pendidikan Informal Dan Nonformal
4. Sosiologi Kurikulum Pendidikan Masyarakat
5. Sebagai Pendidik Di Masyarakat
6. Peserta Didik Pendidikan Informal Dan Nonformal
7. Konsep Pendidikan Seumur Hidup Dan Pribadi Inovatif Dalam Perubahan
Sikap Sosial
8. Macam-Macam Dan Jenis Pendidikan Lembaga Dalam Pendidikan
Informal Dan Nonformal
Daftar Pustaka
KELOMPOK I
MANGEMEN PENDIDIKAN INFORMAL & NONFORMAL

1. Managemen Pendidikan
Manajemen berasal dari bahasa Latin, Perancis dan Italia yaitu :
manus, mano, manage, menege, maneggio, meneggiare. Secara
etimologis (bahasa Inggris), manajemen berasal dari kata management.
Kata management berasal dari kata manage, atau managiare, yang
berarti ; melatih kuda dalam melangkah kakinya, bahwa dalam
manajemen, tergantung dua makna yaitu mind (berpikir) dan action
(tindakan).
George dalam eti Rochaety dkk menyatakan bahwa manajemen
merupakan proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan,dan pengawasan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber
daya manusia maupun sumber daya lainnya.1
Mullins dalam Syafaruddin dkk menjelaskan mengenai defenisi
manajemen yaitu mencakup orang yang melakukan tanggung jawab
mencapai tujuan dalam suatu struktur organisasi dan peran yang jelas.
Artinya manajemen berkaitan dengan organisasi, memiliki struktur
yang jelas dengan pembagian tugas dan kewenangan formal sebagai
upaya menggerakkan personil melakukan tugas mencapi tujuan.2
Manajemen mengandung unsur bimbingan, pengarahan, dan
pengendalian sekelompok orang terhadap pencapaian sasaran umum.
Sebagai proses sosial, manajemen meletakkan fungsinya pada interaksi
orang-orang, baik yang berada di bawah maupun berada di atas posisi
operasional seseorang dalam suatu organisasi. Sebagaimana halnya
sabda Nabi SAW : Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata, Rasulullah SAW
bersabda :

1 Eti Rochaety dkk, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara,
2008), hlm. 4.
2 yafarudin dkk, Pendidikan Prasekolah (Medan: Perdana Publishing, 2011), hlm. 153.
“Apabila suatu urusan diserahkan pada seseorang yang bukan
ahlinya, maka tunggulah saat kehancuran.” (H.R. Bukhori)
Hal ini menunjukkan bahwa salah satu fungsi manajemen adalah
menempatkan orang pada posisinya yang tepat. Rasulullah SAW
memberi contoh dalam hal ini sebagaimana menempatkan orang di
tempatnya. Hal ini misalnya dapat dilihat bagaimana Abu Hurairah
ditempatkan oleh Rasulullah saw sebagai penulis hadits atau dapat
dilihat bagaimana Rasulullah menempatkan orang- orang yang kuat
setiap pekerjaan dan tugas sehingga posisinya benar-benar sesuai
dengan keahliannya.3
Adapun kata “pendidikan” sering dikaitkan dengan kata
“pengajaran” yang dalam bahasa Arab disebut “tarbiyah wa ta’lim”.
Sedangkan “pendidikan Islam” dalam bahasa Arab disebut “Tarbiyah
Islamiyah”. Secara umum, pendidikan Islam adalah pembentukan
kepribadian muslim.4 Pengertian pendidikan secara istilah
sebagaimana dalam UndangUndang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat (1), yaitu: Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Manajemen pendidikan adalah seni dan ilmu mengelola sumber
daya pendidikan untuk mewujudkan suasana’ belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian

3 Soebagio Admodiwirio, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta: PT Arda Dizya


Jaya, 2000) hal 5.
4 Zakiyah Darojat, Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hlm. 27.
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.5
Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
Manajemen Pendidikan adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan
yang berupa proses pengelolaan usaha kerja sama sekelompok manusia
yang tergabung dalam organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya, dengan memanfaatkan
sumber daya yang ada dan menggunakan fungsi-fungi manajemen agar
tercapainya tujuan secara efektif dan efisien.
2. Pendidikan Nonformal
a. Pengertian Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan formal yang
dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.6 Pendidikan
menurut Sardjan Kadir adalah suatu aktifitas pendidikan yang
diatur diluar sistem pendidikan formal, baik yang berjalan
tersendiri ataupun sebagai suatu bagian yang penting dalam
aktifitas yang lebih luas yang ditunjukkan untuk melayani sasaran
didik yang dikenal dan untuk tujuan-tujuan pendidikan.7 Ini
merupakan proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga setiap
orang memperoleh nilai, sikap, ketrampilan, dan pengetahuan yang
bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari pengaruh lingkungan
termasuk di dalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga,
hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan,
pasar, perpustakaan, dan media masa.8
Pendidikan luar sekolah atau nonformal adalah jenis
pendidikan yang tidak selalu terkait oleh jenjang dan struktur
persekolahan, tetapi dapat berkesinambungan. Pendidikan luar

5 Usman, Husaini, Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta


Press, 2004), hlm. 8.
6Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 (Jakarta: Cemerlang, 2003), hlm. 4
7Sardjan Kadir, Perencanaan Pendidikan Nonformal (Surabaya : Usaha Nasional, 2000),
49
8Sardjan Kadir, Perencanaan Pendidikan Nonformal,,,hlm. 22
sekolah atau nonformal menyediakan program pendidikan yang
memungkinkan terjadinya perkembangan peserta didik dalam
bidang sosial, keagamaan, budaya, ketrampilan, dan keahlian.
Dengan pendidikan ini setiap warga negara dapat memperluas
wawasan pemikiran dan peningkatan kualitas pribadinya dengan
menerapkan landasan belajar seumur hidup. 9
b. Fungsi Pendidikan Nonformal
Indonesia mempunyai komitmen untuk menyediakan layanan
pendidikan bagi orang dewasa, dalam bentuk pendidikan
berkelanjutan. Makna pendidikan berkelanjutan dirumuskan dalam
bentuk pendidikan dan pelatihan kerja. Sebagaimana dinyatakan
dalam pasal 26 Undang–Undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional bagian kelima Pendidikan Nonformal
yaitu:10
1) Pendidikan Nonformal diselenggarakan bagi warga
masyarakat yangmemerlukan layanan pendidikan yang
berfungsi sebagai pengganti,penambah, dan atau pelengkap
pendidikan formal dalam rangkamendukung pendidikan
sepanjang hayat.
2) Pendidikan Nonformal berfungsi mengembangkan potensi
peserta didikdengan penekanan pada penguasaan
pengetahuan dan keterampilanfungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian fungsional.
3) Pendidikan Nonformal meliputi pendidikan kecakapan
hidup, pendidikanketerampilan dan pelatihan kerja.
4) Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus,
lembagapelatihan.Kursus dan pelatihan diselenggarakan
bagi masyarakat yang membutuhkanbekal pengetahuan,

9 Fuad Ihsan. 2010. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Fuad Ihsan,
2010: 21
10Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, hlm. 7
keterampilan, kecakapan hidup dan sikapmengembangkan
diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri.
c. Jenis-Jenis Pendidikan Nonformal
Menurut Undang Undang No.20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan Nasional yang dimaksud dengan pengertian non formal
adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Terdapat beberapa
jenis lembaga pendidikan yang menyediakan layanan pendidikan
non-formal di Indonesia, yaitu:11
1) Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda
(BP-PLSP)
2) Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BKB)
3) Sanggar Kegiatan Belajar (SKB).
4) Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
5) Lembaga PNF sejenis
d. Bentuk-Bentuk Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga
masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi
sebagai pengganti, penambah dan pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Adapaun
penyelangaraan pendidikan nonfomal meliputi: 12
1) Pendidikan kecakapan hidup (life skill) adalah pendidikan
yang memberikan kecakpan personal, kecakapan sosial,
kecakapan intelektual untuk bekerja dan usaha mandiri.
2) Pendidikan anak usia dini
3) Pendidikan kepemudaaan yaitu pendidikan yang
diselenggarakan unuk mempersiapkan kader peminpin
bangsa, seperti organisasi pemuda.

11Kurdie Syuaeb, Pendidikan Luar Sekolah (Cirebon: Alawiyah, 2002), hlm.75


12Muslim Hasibuan, Dasar-Dasar Kependidikan (Padangsidimpuan: Diktat, 2011), hlm.
136-137
4) Pendidikan pemberdayaan perempuan yaitu pendidikan
untuk mengangkat harkat bartabat perempuan.
5) Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja

Dari bentuk dalm penyelenggaraan pendidikan nonformal


ini akan dapat hasil yang dihargai setara dengan hasil program
pendidikan formal setelah proses penilaian penyetaraan oleh
lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah
daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.

e. Prinsip-prinsip Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Nonformal


Prinsip-prinsip pelaksanaan manajemen pendidikan
nonformal ini bisa dikategorikan sangat penting karena perannya
melibatkan banyak sumber daya manusia/orang. Dalam prinsi-
prinsip pelaksanaan manajemen pendidikan nonformal ini pada
dasarnya sama dengan prinsip pelaksanaan manajemen pendidikan
formal dan informal, maka dari itu prinsip-prinsip pelaksanaan
manajemen pendidikan nonformal yaitu:
1) Pembagian Kerja Pembagian kerja diantara semua orang
yang bekerja sama
2) Wewenang dan Tanggung Jawab
3) Disiplin
4) Kesatuan Perintah
5) Kesatuan Pengarahan
6) Meletakkan kepentingan perseorangan
7) Balasa Jasa/Imbalan
8) Sentralisasi Prinsip
9) Rantai berkala/hirarki Prinsip penyaluran perintah dan
tanggung jawab bersifat hirarki, artinya sesuai dengan
kapasitas dan wewenang.
10) Order/susunan Asas keterlibatan atau keteraturan berkaitan
11) Keadilan Prinsip persamaan
12) Stabilitas staf organisasi (kestabilan jabatan karyawan)
13) Inisiatif Inisiatif dalam organisasi tidak berarti bebas
sekehendak para karyawan.
14) Esprit de corp (asas kesatuan).13
f. Perencanaan Pendidikan Nonformal
Terdapat sejumlah prinsip menganai perencanaan
pendidikan nonformal antara lain:
1) perencanaaan yang di kembangkan harus bersifat fleksibel,
memadukan antara kualitas dengan sifat khusus pendidikan
nonformal dan keragaman program.
2) Dalam kasus tertentu penekanan lebih pada kebermaknaan
dalam upaya menunjang efesien dan memberikan peluang
sesuai dengan tujuan dan tuntunan dari program pendidikan
nonformal.

Sehubung dengan itu para perencana pendidikan nonformal


hendaknya lebih memahami tuntunan khusus dan ciri serta kondisi
dari pendidikan nonformal, serta memanfaatkan sejumlah
informasi yang mendesak dan strategis perkembangan pendidikan
nonformal. Pendidikan nonformal adalah bagian dari tantangan
bagi perencana pendidikan. Sifatnya yang beragam termasuk dalam
proses pendidikan, menjadi tantangan tersendiri bagi perencana
yang akan memanfaatkan cara tradisional yang sudah sistematik
untuk pendidikan nonforAmal.14

g. Sistem Pembelajaran Nonformal


Proses pembelajaran adalah merupakan suatu sistem.
Dengan demikian, pencapaian standar proses untuk meningkatkan
mutu pendidikan dapat dimulai dari menganalisis setiap komponen

13 Wahyu Bagja Sulfemi, Modul Manajemen Pendidikan Nonformal, Program Studi


Administrasi Pendidikan Stkip Muhammadiyah Bogor 20018, hlm. 69-71.
14 https://ayiolim.wordpress.com/2011/02/23/perencanaan-pendidikan-nonformal-
sebagai-pendekatan-terpadu/
yang dapat membentuk dan mempengaruhi proses pembelajaran.
Dari berbagai komponen tersebut, yang selama ini dianggap sangat
mempengaruhi proses pendidikan nonformal adalah komponen
tutor. Tutor adalah suatu elemen yang sangat menentukan dalam
implementasi suatu strategi pembelajaran.
Peran pendidik pendidikan nonformal lebih banyak menciptakan
suasana, memberi makna pada pengalaman belajar,
memancing ungkapan pengalaman, memberi umpan balik, dan
membantu membuat generalisasi. Dalam pendidikan nonformal,
perilaku pendidik mulai dari tahap perencanaan sampai dengan
pelaksanaan proses pembelajaran, mengawasi dan menilai proses
pembelajaran memainkan peran yang sangat besar bagi
keberhasilan proses dan hasil belajar. Dengan begitu diperlukan
suatu komitmen yaitu perilaku dalam merencanakan program
pembelajaran dan melaksanakan proses pembelajaran, mengawasi
dan menilai hasil pembelajaran sebab perilaku pendidik dalam
merancang dan melaksanakan program akan berpengaruh langsung
terhadap mutu hasil belajar peserta didik.
Kedudukan perencanaan pembelajaran adalah sangat
penting bagi pelaksanaan prose pembelajaran, dan ini menjadi
suatu indicator kompetensi professional seorang pendidik
pendidikan nonformal disamping kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.

h. Rancangan program pembelajaran

Rancangan program pembelajaran pendidikan nonformal


hendaknya memuat sejumlah komponen meliputi, tujuan program,
bahan belajar, metode pembelajaran, sarana/prasarana
pembelajaran, sumber belajar/tutor, peserta didik, sistem penilaian
hasil belajar, waktu dan tempat kegiatan pembelajaran. Dan
hendaknya berdasarkan asas-asas ata prinsip: asas kebutuhan, asas
partisipatif, asas fleksibilitas, asas utilitas, dan asas relevansi.

Satuan pendidikan pendidikan nonformal terdiri dari


komponen masukan utama, yaitu warga belajar (main input);
resources input yang terdiri dari sumber daya manusia, kurikulum,
sarana/prasarana, dana, dan manajemen; environmental input yang
terdiri dari ekonomi, politik, teknologi; masukan-masukan tersebut
doproses dalam tranformasi dan interaksi yaitu kegiatan
pembelajaran yang menghasilkan lulusan (output). Output
pendidikan nonformal, pada umumnya diukur dari tingkat
kinerjanya. Kinerja pendidikan nonformal adalah pencapaian atau
prestasi pendidikan yang dihasilkan melalui proses pembelajaran.
Proses pembelajaran dalam pendidikan nonformal dapat diukur
tingkat efektivitasnya apabila dilakukan penilaian hasil belajar
yang menunjukkan tingkat pencapaian pengetahuan, keterampilan,
dan sikap peserta didik.

3. Pendidikan Informal
a. Pengertian Pendidikan Informal
Menurut UU Sisdiknas pendidikan informal adalah jalur
pendidikan keluarga dan lingkungan.Kegiatan pendidikan informal
yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk
kegiatanbelajar secara mandiri.Hasil pendidikan diakui sama
dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik
lulus ujian sesuai dengan standar nasional. Sedangkan menurut
Coombs seperti yang diakui oleh Sudjana, pendidikan informal
adalah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis di luar
persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau
merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang
sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam
mencapai tujuan belajarnya.15
Pendidikan informal yang mana sangat dipengaruhi oleh
keluarga dan lingkungan masyarakat sangat berpengaruh terhadap
pembentukan sikap dan perilaku seorang anak. Di sini anak
mengenal bahasa yang pertama, serta kebiasaan-kebiasaan yang
dihilangkan hingga dewasa, sehingga pendidikan ini akan
mempengaruhi jiwa seorang anak.
Pendidikan informal adalah pendidikan kelurga dimana
keluarga berfungsi sebagai sebuah lembaga pendidikan yang
pertama dan utama. Menurut Ki Hajar Dewantara, “Keluarga
adalah kumpulan individu yang memiliki rasa pengabdian tanpa
pamrih, demi kepentingan seluruh individu yang bernaung di
dalamnya. Begitu pentingnya keluarga dari kehidupan manusia
bagi individu maupun sekelompok orang”. Abdullah dan Berns
juga memperkuat agrumen, bahwa “Keluarga adalah suatu
kelompok sosial yang ditandai oleh tempat tinggal bersama kerja
sama ekonomi, dan reproduksi”.16
Keluarga merupakan salah satu pusat pendidikan yang
memiliki peran penting dalam membentuk seseorang. Dalam
keluarga seseorang pertama kali berinteraksi dengan orang lain dan
dengan dunia luarnya. Interaksi itu sendiri sangat berperan dalam
menumbuh-kembangkan potensi fitrah yang ada dalam dirinya. Hal
ini sejalan dengan yang dikemukan oleh Siddik bahwa pendidikan
Islam mengkonsepsikan keluarga sebagai sekolah pertama.17

15Sudjana, Pendidikan Nonformal Wawasan Sejarah Perkembangan Filsafat Teori


Pendukung Azas(Bandung : Falah Production, 2004), hlm. 22
16M syahran Jailani, Teori Pendidikan Keluarga Dan Tanggung Jawab Orang Tua Dalam
Pendidikan Anak Usia Dini”, (Nadwa Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 8, No. 2, Oktober 2014), h.
246-247.
17Ahmad Darlis, Hakikat Pendidikan Islam: Telaah Antara Hubungan Pendidikan
Informal, Non Formal Dan Formal (Jurnal Tarbiyah, Vol. XXIV, No. 1, 2017), hlm. 86
Dalam Alquran diisyaratkan bahwa tanggung jawab
pendidikan sangat besar dalam keluarga. Disinyalir dalam surah al-
Tahrim ayat 6:
َٰٓ
ٞ‫ظ ِشدَاد‬ٞ ‫ع َل ۡي َها َم َلئِ َكةٌ غ ََِل‬ َ ‫اس َو ۡٱل ِح َج‬
َ ُ ‫ارة‬ ُ ‫سكُمۡ َوأ َ ۡهلِيكُمۡ نَارا َوقُود ُ َها ٱل َّن‬ َ ُ‫يََٰٓأَيُّ َهاٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ قُ َٰٓواْ أَنف‬
٦ َ‫ٱَّلل َما َٰٓ أ َ َم َرهُمۡ َو َي ۡف َعلُونَ َما ي ُۡؤ َم ُرون‬
َ َّ َ‫صون‬ُ ۡ‫ََّّل َيع‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.
Ayat ini sudah jelas bahwa makna hai orang yang telah
beriman dengan sebenar-benar iman jauhkanlah dirimu dari api
neraka dengan mengerjakan perbuatan baik dan meninggalkan
perbuatan buruk. Dan jauhkan pula keluargamu dari neraka dengan
cara menasehati mereka, membimbing mereka dan menyuruh
mereka mengerjakan yang ma’ruf dan meninggalkan yang munkar.

b. Tujuan Pendidikan Informal


Tujuan pendidikan informal adalah tujuan pendidikan
memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas,
benar, dan indah untuk kehidupan. Pendidikan memiliki dua fungsi
yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan
merupakan sesuatu yang ingin di capai oleh segenap kegiatan
pendidikan
c. Fungsi Pendidikan Informal
Fungsi pendidikan informal adalah sebagai berikut:
1) membentuk karakter / kepribadian seseorang,
2) meningkatkan hasil belajar anak (formal dan non formal)
3) mengontrol sekaligus mendorong anak lebih giat belajar.
d. Karakteristik Pendidikan Informal
Pendidikan informal bisa dikenali dari ciri-cirinya
(karakteristiknya). Ada 8 ciri-ciri yang bisa dilihat dalam jalur
pendidikan informal, yaitu:
1) Tidak ada syarat khusus yang wajib dilengkapi.
2) Peserta didik tidak perlu mengikuti ujian.
3) Proses pendidikan dilakukan dalam lingkungan keluarga
maupun lingkungan masyarakat.
4) Tidak ada kurikulum, jadwal, metodologi, hingga evaluasi.
5) Tidak ada jenjang pendidikan, karena itulah maka proses
pendidikan informal dalam keluarga dapat terlihat dari
kualitas diri / pribadi anggota keluarga yang tercermin di
kehidupan sehari-hari.
6) Tidak ada manajemen.
7) Pendidikan dilakukan terus-menerus tanpa terikat ruang
maupun waktu – tanpa mengenal umur, mental, fisik, dll.
8) Orangtua menjadi guru terbaik untuk anak-anaknya, tapi
tidak menutup kemungkinan dilakukan oleh saudara, teman,
atau lainnya.
e. Materi Pendidikan Informal
Pendidikan informal biasa juga disebut pendidikan
keluarga, dimana pendidikan dimulai dari keluarga. Menurut Elih
pendidikan yang mungkin terjadi dalam keluarga, yaitu:18
1) Pendidikan iman, yaitu keperayaan kepada Allah Swt.
2) Pendidikan moral yaitu budi pekerti yang baik.
3) Pendidikan fisik yaitu mental, fisik yang baik
4) Pendidikan intelektual yaitu mengenai pengetahuan.
5) Pendidikan psikis yaitu kejiwaan.
6) Pendidikan sosial yaitu mengenai seseorang individu
berkaitan dengan individu lain.

18Elih Sudiapermana, Pendidikan Informal Reposisi, Pengakuan dan Penghargaan


(Artikel Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah UPI ), hlm. 3
7) Pendidikan seksual yaitu jenis kelamin, tanda-tanda
menegenai kedewasaan, dll.

Sejalan dengan pernyataan di atas, Abdul Halim ayng


dikutif Elih mengemukakan bahwa mendidik anak pada hakikatnya
merupakan serangkaian usaha nyata orang tua dalam rangka:19

a) Menyelamatkan fitrah Islamiah anak


b) Mengembangkan potensi pikir anak
c) Mengembangkan potensi rasa anak
d) Mengembangkan potensi karsa anak
e) Mengembangkan potensi kerja anak,
f) Mengembangkan potensi sehat anak.

19Elih Sudiapermana, Pendidikan Informal Reposisi, Pengakuan dan Penghargaan.,,,


hlm. 4
KELOMPOK II
TEORI-TEORI BELAJAR INFORMAL DAN NONFORMAL

1. Teori Belajar Behavioristic Dan Penerapannya Dalam Pembelajaran


Behaviorisme terdiri dari dua kata yaitu behave yang artinya berprilaku
dan isme yang artinya aliran. Jika dilihat dari susunan katanya teori
behavioristic berarti menitik beratkan pada perubahan tingkah
laku.20Teoribelajar behavioristik merupakanteori belajar memahami
tingkah lakumanusia yang menggunakan pendekatanobjektif, mekanistik,
dan materialistik,sehingga perubahan tingkah laku pada diriseseorang
dapat dilakukan melaluiupaya pengkondisian. Dengan katalain,
mempelajari tingkah lakuseseorang seharusnya dilakukan melalui
pengujian dan pengamatan atas tingkah lakuyang terlihat, bukan dengan
mengamatikegiatan bagian-bagian dalam tubuh. Teoriini mengutamakan
pengamatan,sebab pengamatan merupakan suatu halpenting untuk melihat
terjadi atautidaknya perubahan tingkah lakutersebut.21
Teori belajar behavioristic adalah sebuah aliran dalam teori
belajaryang sangat menekankan pada perlunyatingkah laku (behavior)
yang dapatdiamati. Menurut aliran behavioristik, belajarpada hakikatnya
adalah pembentukanasosiasi antara kesan yang ditangkap pancaindra
dengan kecenderungan untuk bertindakatau hubungan antara stimulus dan
respons.Oleh karena ituteori ini jugadinamakan teori stimulus-respons.
Para ahlibehaviorisme berpendapat bahwa belajaradalah perubahan
tingkah laku sebagai hasildari pengalaman.Belajar merupakanakibat
adanya interaksi antara stimulus (S)dengan respons (R). Menurut teori ini,
dalam belajar yang penting adalah adanya input berupa stimulusdan output
yangberupa respon.
Menurutteori behaviorisme belajar adalahperubahan tingkah laku
sebagai hasilpengalaman.Belajar merupakan akibat adanyainteraksi antara

20 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal. 38.
21 Novi Irwannahar, Penerapan Teori Belajarbehavioristik Dalam Prosespembelajaran,
Nusantara( Jurnal Ilmupengetahuansosial )Volume1 Desember2016, ISSN2541-657X, Hal. 65.
stimulus dan respons.Seseorang dianggap telah belajar jikadapat
menunjukkan perubahanperilaku.
Dalam pembahasan behavioristik telah banyak pakar pendidikan yang
menjelaskan tentang teori belajar behavirostik. Adapun pendapat beberapa
pakar tentang behavioristik sebagai berikut:22
a. John B. waston
Teori belajar behavioristik merupakaan teori yang berfokus pada
peranan dari proses belajar dan menjelaskan prilaku manusia.Pendapat
tentang prilaku yang dimaksud dalam teori ini adalah perilaku yang
seutuhnya di tentukan oleh aturan-aturan yang diprediksi dan
dikendalikan. Waston meyakini bahwasnya perilaku manusia dapat
disebabkan dengan bawaan ginetik, pengaruh lingkungan dan kondisi.
Tingkah laku seringkali dikontrol oleh kekuatan-kekuatan yang tidak
rasional. Hal ini dianggap sebagai realisasi dari pengaruh lingkungan
yang dapat memanipulasi perilaku manusia.
b. Ivan P. PavloIvan
P. Pavlo merupakan ilmuan dari Rusia yang terkenal dengan teori
pradigma kondisioning klasiknya. Teori ini dilakukan melalui uji coba
anjing dan air liurnya. Berdasarkan hal tersebut Ivan P. Palvo
menemukan rangsangan yang sebenarnya biasanya terjadi apa bila
sering diulang-ulang yang kemudiandihubungkan dengan unsur
penguat sehingga menghasilkan suatu reaksi. Menurut Ivan P. Pavlo
dengan teorinya yaitu reaksi anjing mengeluarkan air liur tidak
disebapkan oleh rangsangan makanannya, akan tetapi disebapkan oleh
rangsangan latihan secara berulang-ulang. Hal itu terjadi ketika Pavlo
memperlihatkan makan seabagai stimulus dengan maksud
mengeluarkan air liurnya, selanjutnya membunyikan bel (Lonceng)
secara berulang-ulang tanpa memperlihatkan makanan, sehingga ketika
mendengar bunyi itu, maka anjing mengeluarkan air liurnya.

22 Muhammad FadhilAlghi Fari Majid1, Suyadi2, Penerapan Teori Belajar Behavioristik


Dalam Pembelajaran PAI, Jurnal Ilmiah Bimbingan dan Konseling, Vol.1, No.3, April2020, pp.
95-103, e-ISSN: 2686-2875, hal. 98.
c. B.F. Skinner
Skinner merupakan ilmuan Psikologiharvad yang telah banyak
melakukan sumbangsi pemikiran terhadap perkembangan teori
Woston. Pandangannya tentang teori behaviorisme adalah penekanan
terhadap studi ilmiah tentang bagaimana respon tingkah laku yang
dapat.diamati dan penentuan lingkungan. Secara prinsip,skinner
mengatakan bahwa perkembangan merupakan suatu prilaku. Menurut
Skinner relevansiantara rangsangan dan taggapan terjadi karena adanya
interaksi dengan lingkungannya sehingga menyebapkan perubahan
tingkahlaku.
Berdasarkan dari berbagai penjelasan di atas dapat dipahami bahwa
dalam proses pembelajaran dengan menggunakan teori Behavioristik,
manusia dituntun untuk lebih cenderung responsif terhadap stimulus-
stimulus yang diberikan kemudian menghasilkanprilaku yang baik. Dalam
lingkup akademik ada beberapa prinsip umum yang harus diketahui yaitu:
a. Teori ini berpendapat bahwayang dikatakan belajar adalah perubahan
prilaku. Disebut telah belajar apabila sudah dapat menunjukan
perubahan yang terjadi dalam pola tingkah lakunya.
b. Teori iniberpendapat bahwa urgensi dari belajar adalah terjadinya
rangsangan (stimulus) dan tanggapan (respon) karena inilah bisa di
amati. Sedangkan yang terjadi diantarnya dianggap tidak bisa diamati.
c. Penguatan (reinforcement), apa saja yang dapat menjadi penguat
terhadap penunjang responsive, semakin banyak penguatan maka
rensposif pun akan semakin kuat.

Jika dalam teori behavioristik lebih menekankan perkembangan pola


perilaku dalam pembelajaran, maka yang menjadi unsur penentu
keberhasilnya adalah Guru itu sendiri. Olehnya itu, sekiranya Guru harus
memperhatiakan hal-hal sebagai berikut:

a. Guru seyogyanya paham akan perannya yaitu memberikan stimulus


yang tepat untuk peserta didik
b. Guru hendaknya memahami renspon atau tanggapan yang kiranya
akan muncul dari peserta didik.
c. Untuk mengetahui respon yang diperlihatkan oleh peserta didik, maka
guru harus mampu menetapkan respon itu,apakah bisa diamati atau
tidak, mampu mengukur respon yang ditunjukkan oleh peserta
didikdanrespon yang di tunjukkan oleh peserta didik mampu untuk
dianalisis kejelasan maknanya.
d. Agar respon tersebutdianggap berkesan, maka perlu adanya
penghargaan dari guru atas capaian peserta didik

Penerapan teori behavioristic dalamkegiatan pembelajaran


tergantungdari beberapa komponen seperti:tujuan
pembelajaran,materipelajaran,karakteristik siswa, media,fasilitas
pembelajaran, lingkungan, danpenguatan. Teoribelajar behavioristik
cenderungmengarahkansiswa untuk berfikir. Pandangan teoribelajar
behavioristic merupakanprosespembentukan, yaitu membawa siswauntuk
mencapai target tertentu,sehingga menjadikan siswa tidak bebas
berkreasidan berimajinasi. Pembelajaran yangdirancang pada teori belajar
behavioristic memandang pengetahuan adalah objektif,sehingga belajar
merupakan perolehanpengetahuan, sedangkan mengajar
adalahmemindahkan pengetahuan kepada siswa. Oleh sebabitu siswa
diharapkan memilikipemahaman yang sama terhadap pengetahuanyang
diajarkan. Artinya, apa yangditerangkan oleh guru itulah yang harus
dipahamioleh siswa.

Teori belajar behavioristik merupakan teori yang layak untuk


dituangkan dalam proses pembelajaran karena dengan teori ini, guru akan
lebih tahu bagaimana kemampuannya dalam membangun rangsangan dan
respon peserta didik sehingga memunculkan perubahan perilaku peserta
didik kearah yang lebih baik. Penerapan teori belajar behavioristik dalam
pembelajaran sangat penting untuk di realisasikan.Sebagaimana telah
dijelaskan dalam pendapat Ivan Pavloterkait dengan pradigma
kondisioning mengatakan bahwa perubahan perilaku dapat terwujud
apabila sering dilakukan rangsangan serta pengulangan.Senada dengan hal
tersebut,penerapan teori belajar behavioristic pada pembelajaran dilakukan
dengan cara memberikanpenguatan, motivasi, rangsangan, serta latihan-
latihan.
a. Penguatan yang dimaksud disini adalah pembahasan ulang atau
meriview kembali pelajaranyang telah dipelajari sebelumnya.
Penguatan yang dilakukan tersebut dianggap mampu untuk
meningkatkan daya ingat peserta didik terhadap pelajaran sebelumnya.
b. Motivasi yang dimaksud adalah sebelum pembahasan
materipembelajaran guru terlebih dahulu memberikan motivasi terkait
dengan materi yang akan disampaikan. Misalanya, ketika dalam materi
ajar membahas terkait dengan Sejarah islam, maka guru terlebih
dahulu menceritakan secara singkat tentang kisah inspiratif dari
Rasulullah Saw.
c. Rangsangan yang dimaksud disini adalah dalam proses pembelajaran
Guru memberikan stimulus-stimulus yang dapat membuat peserta
didik bergairah dalam belajar. Misalnya guru memberikan reward
kepadapeserta didik yang berprestasi.
d. Memberikan latihan-latihan maksudnya adalah setelah materi
pembelajaran selesai,maka Guru tersebutmemberikan latihan-latihan
terkait dengan materi yang diajarkan pada saat itu. Misalanya, guru
memberikan latihan uraian sebelummengakhiri pertemuan.

Berangkat dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa dalam proses


pembelajaran menerapkan teori belajar behavioristik menitik beratkan
harapan yang besaragar terwujudnyaperubahan perilaku peserta didik
kearah yang lebih baik. Menurut skinner, relevansi antara rangsangan dan
taggapan terjadi karena adanya interaksi dengan lingkungannya sehingga
menyebapkan perubahan perilaku pada peserta didik.
2. Teori Belajar Kognitif Dan Penerapannya Dalam Pembelajaran.
Secara bahasa kognitif berasal dari bahasa latin”Cogitare”artinya
berfikir.23Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kognitif berarti segala
sesuatu yang berhubungan atau melibatkan kognisi, atau berdasarkan
pengetahuan faktual yang empiris.24
Dalam pekembangan selanjutnya, istilah kognitif ini menjadi populer
sebagai salah satu wilayah psikologi, baik psikologi perkembangan
maupun psikologi pendidikan. Dalam psikologi, kognitifmencakup semua
bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental manusia yang
berhubungan dengan masalah pengertian, pemahaman, perhatian,
menyangka, mempertimbangkan, pengolahan informasi,pemecahan
masalah, kesengajaan, membayangkan, memperkirakan, berpikir,
keyakinandan sebagainya.25
Dalam istilah pendidikan,kognitif disefinisikan sebagai satu teori
diantara teori-teori belajar yang memahami bahwa belajar
merupakanpengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk
memperoleh pemahaman.26
Dalam teori kognitif, tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi
dan pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan.
Perubahan tingkah laku seseorangsangat dipengaruhi oleh proses belajar
dan berfikir internal yang terjadi selama proses belajar.Teori belajar
kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses
belajar daripada hasil belajar. Belajar merupakan perubahan persepsi dan
pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang
tampak.Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses
internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan

23 Fauziah Nasution,Psikologi Umum: Buku Panduan untuk Fakultas Tarbiyah, (Medan:


IAIN SU Press, 2011), h. 17
24 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta:
Balai Pustaka, 2002), h. 579
25 Mimi Suharti, Perkembangan Peserta Didik, (Padang: IAIN IB Press, 2011), h. 28
26 Hendra Harmi, Teori Belajar dan Pembelajaran,(Curup: LP2 STAIN, 2010), h. 70
aspek kejiwaan lainnya. belajar merupakan aktifitas yang melibatkan
proses berpikiryang sangat kompleks.27
Beberapa tokoh teori belajar Kognitif yang teorinya banyak diterapkan
dalam pendidikan antara lain:
a. Max Wertheimer (1880-1943), Kurt Koffka (1886-1941), Wolfgang
Kohler (1887-1967),
Mereka bertiga merupakan pelopor teori Gestalt.Mereka
berpendapat bahwa keseluruhan lehih bermakna daripada bagian-
bagian bagi kognisi manusia. Sehingga proses pembelajaran baiknya
dimulai dari keseluruhan (Gestalt) lalu menganalisir unsur-unsurnya
atau bagian-bagiannya.
b. Kurt Levin (1890-1947)
Kurt Levin merupakan pengembang teori motivasi disekitar
medan. Inti teorinya dalam kaitannya dengan pembelajaran ialah
bahwa semakin peserta didik dekat dengan medan belajar, motivasi
belajar semakin kuat dibanding dengan peserta didik yang lebih jauh
dari medan belajar. Medan yang dimaksud ialah medan psikologis
arena belajar peserta didik.
c. Jean Piaget
Jean Piaget mempunyai kontribusi besar dalam pemahaman
terhadap perkembangan intelektual anak. Dengan teori “perkembangan
berpikir”nya Ia mengemukakan tahap perkembangan kognitif anak,
yaitu teori sensori-motor, praoperasional, operasional konkret, dan
operasional formal.
d. David Ausubel
Inti dari teori belajar Ausubel adalah belajar bermakna.
Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses yang dikaitkan
dengan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat
dalam struktur kognitif seseorang. Proses belajar tidak sekedar

27 Sutarto, Teori Kognitif dan Implikasinya Dalam Pembelajaran, Islamic Counseling


Vol 1 No. 02 Tahun 2017, Stain Curupp-ISSN 2580-3638, E-ISSN 2580-3646, hal. 2.
menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta saja, tetapi merupakan
kegiatan yang menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan
pemahaman yang utuh sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami
secara baik dan tidak mudah dilupakan.
e. Jerome Bruner
Jarome Bruner mengusulkan teori yang disebutnya free discovery
learning atau belajar penemuan. Inti dari teorinya memandang bahwa
manusia adalah sebagai pemproses, pemikir, dan pencipta
informasi.Oleh karenanya, dalam belajar yang terpenting adalah cara-
cara bagaimana seseorang secara aktif memilih, mempertahankan dan
mentransformasikan informasi yang diterimanya.
f. Albert Bandura
Bandura menghasilkan sebuah teori dari turunan teori belajar
kognitif yang disebut “Belajar Sosial”.Bermula dari pendapatnya
tentang teori kognitif sosial yang merupakan faktor kognitif, sosial dan
juga perilaku mempunyai peran penting dalam pembelajaran.Ini berarti
bahwa faktor kognitif merupakan ekspektasi peserta didik untuk
meraih keberhasilan sedangkan faktor sosial mencakup pengamatan
dan pengalaman pembelajar terhadap perilaku orang-orang disekitar
lingkungannya.
g. Robert Gagne (1977)
Berlandasarkan teori belajar kognitif, maka Gagne menghasilkan
suatu model pembelajaran yang disebut “Peristiwa Pembelajaran”.
Dalam model peritiwa pembelajaran tidak memperhatikan apakah
proses belajar terjadi melalui proses penemuan (Discovery) atau proses
penerimaan (Reception) sebagaimana yang dikenalkan oleh Bruner dan
Ausubel, menurutnya yang terpenting adalah kualitas penetapan (daya
simpan) dan kegunaan belajar.

Adapun secara umum penerapan teori belajar kognitif dalam


pembelajaran adalah sebagai berikut :
a. Belajar tidak harus berpusat pada guru tetapi peserta didik harus lebih
aktif. Oleh karenanya peserta didik harus dibimbing agar aktif
menemukan sesuatu yang dipelajarinya. Konsekwensinya materi yang
dipelajari harus menarik minat belajar peserta didik dan
menantangnya sehingga mereka asyik dan terlibat dalam proses
pembelajaran.
b. Bahan pembelajaran dan metode pembelajaran harus menjadi
perhatian utama. Peserta didik akan sulit memahami bahan pelajaran
Jika frekuensi belajar hitung loncat-loncat. Bagi anak SD
pengoperasian suatu penjumlahan harus menggunakan benda-benda
terutama di kelas-kelas awal karena tahap perkembangan berpikir
mereka baru mencapai tahap operasi konkret.
c. Dalam proses pembelajaran guru harus memperhatikan tahapan
perkembangan kognitif peserta didik. Materi dirancang sesuai dengan
tahapan perkembangan kognitif itu dan harus merangsang kemampuan
berpikir mereka.
d. Belajar harus berpusat pada peserta didik karena peserta didik melihat
sesuatu berdasarkan dirinya sendiri. Untuk terjadinya proses belajar
harus tidak ada proses paksaan agar sifat egosentrisnya tidak
terbunuh.28
3. Teori Belajar Generasi X Dan Y
Teori generasi pertama kali dikemukakan oleh William Strauss dan
Neil Howe. Menurut Tolbize, generasi didefinisikan sebagai kelompok
yang diidentifikasi berdasarkan tahun kelahiran, usia, lokasi, dan peristiwa
kehidupan yang signifikan pada tahap penting perkembangannya. Menurut
Cameron generasi terbagi dalam 4 (empat) kelompok generasi, yaitu:
a. Generasi Veterans yaitu generasi yang lahir sebelum tahun 1946.
b. Generasi Baby Boomersyaitu generasi yang lahir di tahun 1946 –1964
c. Generasi X yaitu generasi yang lahir di tahun 1965 –1980

28 https://dasarguru.com/teori-belajar-kognitif-dan-penerapannya/, di akses, hari Jum’at,


16 Oktober, 2020, pukul; 07;19
d. Generasi Y yaitu generasi yang lahir di tahun 1981 -2001.

Sebuah generasi dipercaya terbentuk karena memiliki memoryatau


kesamaan pengalaman atau disebut juga history/ collective memory, maka
dari itu banyak penelitian yang mengemukakan pendapat mengenai acuan
tahun lahir yang berbeda-beda untuk setiap generasi.29

Menurut Manheim generasi adalah suatu konstruksi sosial dimana


didalamnya terdapat sekelompok orang yang memiliki kesamaan umur dan
pengalaman historis yang sama. Lebih lanjut Manheim (1952)
menjelaskan bahwa individu yang menjadi bagian dari satu generasi,
adalah mereka yang memiliki kesamaan tahun lahir dalam rentang waktu
20 tahun dan berada dalam dimensi sosial dan dimensi sejarah yang
sama.Definisi tersebut secara spesifik juga dikembangkan oleh Ryder
(1965)yang mengatakan bahwa generasi adalah agregat dari sekelompok
individu yang mengalami peristiwa –peristiwa yang sama dalam kurun
waktu yang sama pula.30

Generasi X adalah generasi yang lahir pada tahun –tahun awal dari
perkembangan teknologi dan informasi seperti penggunaan PC
(personalcomputer), video games, tv kabel, dan internet. Ciri –ciri dari
generasi ini adalah: mampu beradaptasi, mampu menerima perubahan
dengan baik dan disebut sebagai generasi yang tangguh, memiliki karakter
mandiri dan loyal, sangat mengutamakan citra, ketenaran, dan uang, tipe
pekerja keras, menghitung kontribusi yang telah diberikan perusahaan
terhadap hasil kerjanya.31

29Dwi Astrid Avianti1, Lindawati Kartika2, Analisis Quality Of Work Lifepada Generasi
X Dan Y Alumni Fakultas Ekonomi Dan Manajemen IPB, Jurnal Riset Manajemen Dan Bisnis
(JRMB) Fakultas Ekonomi UNIAT Vol.2,No.2,Juni 2017:95-106ISSN 2527 -7502, Hal. 90.
30 Yanuar Surya Putra, Theoritical Review:Teori Perbedaan Generasi, Among Makarti
Vol.9 No.18, Desember 2016, Hal. 124.
31 Yanuar Surya Putra, Theoritical Review:Teori Perbedaan Generasi, Among Makarti
Vol.9 No.18, Desember 2016, Hal. 128.
Generasi Y dikenal dengan sebutan generasi millenial atau milenium.
Ungkapan generasi Y mulai dipakai pada editorial koran besar Amerika
Serikat pada Agustus 1993. Generasi ini banyak menggunakan teknologi
komunikasi instan seperti email, SMS, instant messagingdan media sosial
seperti facebook dan twitter, dengan kata lain generasi Y adalah generasi
yang tumbuh pada era internet booming(Lyons, 2004). Lebih lanjut
(Lyons, 2004)mengungkapkan ciri –ciri dari generasi Y adalah:
karakteristik masing-masing individu berbeda, tergantung dimana ia
dibesarkan, strata ekonomi, dan sosial keluarganya, pola komunikasinya
sangat terbuka dibanding generasi-generasi sebelumnya, pemakai
mediasosial yang fanatik dan kehidupannya sangat terpengaruh dengan
perkembangan teknologi, lebih terbuka dengan pandangan politik dan
ekonomi, sehingga mereka terlihat sangat reaktif terhadap perubahan
lingkungan yang terjadi di sekelilingnya, memiliki perhatian yang lebih
terhadap kekayaan.32 Adapun gaya belajar generasi X sebagai berikut:

a. Belajar secara cepat dan efesien


Menjelaskan suatu pelajaran pada generasi X tidak bisa
bertele-tele.Mereka menyukai penjelasan yang singkat dan to the
point.
b. Haya mau mempelajari hal yang akan langsung memberikan
manfaat.
Generasi X menyukai petunjuk belajar yang rinci dan
rangkuman contoh-contoh soal yang sekiranya akan ditanyakan
saat ujian. Jika ada topik-topik yang tidak masuk ke salah satu
materi ujian, mereka tidak akan mempelajari topik tersebut.
Mungkin hal ini mempengaruhi poin sebelumnya, ya.Dengan
mempelajari materi yang penting saja, mereka jadi belajar lebih
cepat.
c. Menyukai waktu belajar yang fleksibel

32Yanuar Surya Putra, Theoritical Review:Teori Perbedaan Generasi, Among Makarti


Vol.9 No.18, Desember 2016, Hal. 129.
Belajar secara individu akan lebih disukai oleh generasi X.
Pasalnya, mereka bisa bebas mengatur seberapa cepat mereka
belajar dan kapan mereka akan belajar. Konon, mereka akan
memiliki hasil belajar yang lebih baik apabila mereka mengatur
jam dan materi belajarnya sendiri.33

Kemudian yang menjadi sifat dari generasi Y secara terperinci memiiki


sifat sebagai berikut:

a. Tech Savvy. Generasi Y dalam hidupnya tidak pernah lepas dari


komputer, handphone, gaming systems, MP3 players dan Internet.
Mereka "digital natives," yang akrab dengan e-mail, texting dan
aplikasi-aplikasi komputer. Mereka mampu melacak dan menguasai
kemajuan teknologi lebih cepat dibandingkan dengan generasi
sebelumnya;
b. Social. Situs jaringan sosial dan pesan singkat sudah berkembang biasa
bagi generasi Ysehingga mereka terkadang kurang perhatian dengan
masalah pribadi dan menyebarkannya kepada orang asing sekalipun.
Dengan telephone celulernya, dampaknya mereka sangat cepat
berkomunikasi sehingga lebih kreatif. Ketika mereka sudah bekerja,
mereka akan mengubah tempat kerjanya secara dramatis sesuai dengan
gaya dan harapannya;
c. Multitasking. Karena Generasi Y sudah sangat nyaman dengan
tehnologi, mereka akhirnya terlahir dengan memiliki banyak bakat.
Mereka dapat menulis, membaca, menonton, bicara, dan makan pada
waktu yang sama. Bakat yang mengungguli orang dewasa. Jawaban
apapun yang mereka butuhkan dan siapapun yang ingin diajak bicara
hanya tinggal meng’klik’ saja;
d. Speedy. Dengan bakatnya yang banyak, informasi kepada mereka
harus dilakukan dengan cepat dan ringkas supaya cepat dipahami.

33 https://blog.ruangguru.com/perbedaan-gaya-belajar-antar-generasi, di akses hari


Jum’at, 16 Oktober, 2020. Pukul; 07;33.
Generasi Y biasanya tumbuh cepat kegembiraanya. Dengan
karakteristik yang seperti itu, membuat pendidik lebih sulit untuk
mengajar apabila mereka tidak beralih dengan bentuk pengajaran yang
menggunakan tehnologi yang sudah lebih canggih. Mereka harus
mengadaptasi dengan kehidupannya dengan tehnologi karena
masyarakat tidak ingin mundur ke belakang. Oleh karena itu,
pembelajaran akan bermakna apabila pendidik lebih terbiasa dan
terdidik dengan teknologi.
e. Prefer visual learning. Karena terbiasanya dengan teknologi dalam
kehidupan mereka, generasi ini merasa nyaman dalam lingkungan
yang penuh media , dikelilingi oleh berbagai jenis alat-alat digital
seperti komputer, LCD Projector, PDAs, iPods, MP4 dan iPhones.
Hidup dalam lingkungan multimedia ini, mereka ingin
mempertunjukkan diri mereka dengan computer interaktif seperti game
dan film baik itu di rumah maupun di sekolah.. TV dan computer
banyak memberikan banyak efek visual;
f. Like to work in groups. Mereka menyukai kerja tim dengan teman
sebayanya dengan menggunakan kolaboratif seperti Google Apps.
Umumnya murid lebih senang belajar dengan lingkungan yang
mendukung untuk kerja kelompok. Karakteristik pembelajaran ini
cocok dengan teorinya Vygotsky yaitu zone of proximal growth
theory. Mereka mencapai percayadiri dan dukungannya ketika
kerjasama dengan teman sejawatnya dan saling berbagi pengetahuan.
Tidak ada rasa malu ketika mereka tidak memahami sesuatu yang baru,
justru mereka senang untuk membaginya dalam groupnya. Google
telah banyak mengembangkan aplikasi inovatif untuk menciptakan
lingkungan kerja yang baik bagi pembelajar ini;
g. Have short attention spans and multi-task well. Lingkungan generasi Y
yang penuh media telah membuat mereka tampak kurang
memperhatikan. Jika disuruh melakukan suatu pekerjaan yang sama
dalam waktu yang lama, mereka mungkin akan tidak maksimal atau
frustasi dibuatnya. Merekamungkin akan lebih menikmati kegiatan-
kegiatannya jika mereka mendapatkan memperoleh banyak tugas
secara serempak karena mereka biasanya dapat berpindah dari satu
tugas ke tugas laian secara cepat. Oleh karena itu, guru atau dosen
tidak perlu terkejut ketika melihat peserta didiknya mendengarkan
lagu, bermain internet, menelpon sesorang ketika sedang mengerjakan
tugas.

Setelah mengetahui tentang karakteristik generasi Y maka Lancaster


and Stillman dalam Reilly menjelaskan secara rinci tentang gaya belajar
generasi tersebut yaitu: Learn from Experimentation. Mereka lebih suka
belajar sambil melakukan daripada hanya diterangkan atau membaca
buku-buku statis. Mereka mampu menggunakan berbagai preangkat IT
secara intuitif dan membrosing internet.
KELOMPOK III
LANDASAN PENDIDIKAN INFORMAL DAN NONFORMAL

1. Landasan Hukum
Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik
tolak. Sementara itu kata hukum dapat di pandang sebagai aturan baku yang
patut ditaati. Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat
berpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.
Aturan baku yang sudah disahkan oleh pemerintah, bila dilanggar akan
mendapat sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku pula. Hukum atau aturan
bakutidak selalu dalam bentuk tertulis. Sering kali aturan itu dalam bentuk
lisan, tetapi diakui dan ditaati oleh masyarakat.
Pendidikan merupakan peristiwa multidimensi, bersangkut paut
denganberbagai aspek kehidupan manusia dan masyarakat. Kebijakan,
penyelenggaraan,dan pengembangan pendidikan dalam masyarakat perlu
disalurkan oleh titiktumpu hukum yang jelas dan sah. Dengan berlandaskan
hukum, kebijakan,penyelenggaraan, dan pengembangan pendidikan dapat
terhindar dari berbagaibenturan kebutuhan. Setidaknya dengan landasan
hukun segala hak dankewajiban pendidik dapat terpelihara.
Sementara itu kata hukum dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut
ditaati. Aturan baku yang sudah disahkan oleh pemerintah ini, bila dilanggar
akan mendapat sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku pula. Seorang guru
yang melanggar disiplin misalnya, bisa dikenai sanksi dalam bentuk kenaikan
pangkatnya ditunda.Begitu pula seorang peserta didik yang kehadirannya
kurang dari 75% tidak diizinkan mengikuti ujian akhir.
Hukum atau aturan baku diatas, tidak selalu dalam bentuk tertulis.
Seringkali aturan itu dalam bentuk lisan, tetapi diakui atau ditaati
masyarakat.Hukum adat misalnya, banyak yang tidak tertulis, diturunkan
secara lisan turun-temurun di masyarakat, yang merupakan kebiasaan yang
sangat kuat mengikat masyarakat.Huum seperti ini juga menjadi landasan
pendidikan.Kalau masyarakat masih taat melaksanakan gotong royong dalam
kehidupan, maka sekolahpun perlu menanamkan kebiasaan-kebiasaan gotong
royong dalam kehidupan kepada para siswa-siswanya.
Uraian diatas memberikan gambaran jelas tentang makna kata landasan
hukum. Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat
berpijak atau titik tolak dalam melaksankan kegiatan-kegiatan tertentu dalam
hal ini kegiatan pendidikan.
a. Islam
Berbicara tentang ilmu dan pendidikan pasti tak lepas dari
pendidikan Islam. Pendidikan Islam adalah bimbingan yang
diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal
sesuai dengan ajaran Islam.34Sedangkan Ahmad D. Marimba
seperti yang dikutip oleh Nur Uhbuyati menerangkan hukum-
hukum agama Islam adalah suatu bimbingan jasmaniah dan rohani
berdasarkan hukum-hukum Islam menuju kepada terbentuknya
kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.35Berdasarkan
pengertian pendidikan di atas, maka pendidikan Islam tentulah
termasuk di dalamnya. Proses yang membawa perubahan bagi anak
didik yaitu perubahan menuju kedewasaan yang mana segala
sesuatunya berasal dari dan berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits.
Manusia akan terus mendapatkan pendidikan manakala ia dalam
keadaan sadar. Manusia akan terus mendapatkan pendidikan
manakala ia dalam keadaan sadar. Manusia dalam keadaan sadar
memiliki dua peran sekaligus yaitu dalam segi individu dan segi
sosial.
Dalam keadaan sadar manusia selalu berada di dalam
keadaan sadar.Manusia selalu berada di tiga tempat yaitu keluarga,
masyarakat dan sekolah.Ketiga komponen tersebut tentunya sangat
berpengaruh bagi setiap manusia sebagai makhluk Tuhan dan
makhluk sosial.Dari situlah maka muncul tiga jenjang, yaitu

34 Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis Teoritis dan Praktis,
Samsul Nizar (ed), (Jakarta : Ciputat Press, 2002), 12
35 Nur Uhbuyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 1998), 9
pendidikan formal, informal dan non formal. Sedangkan yang akan
dibahas dalam pembahasan makalah ini adalah pendidikan
informal dan nonformal. Sehingga dengan demikian diharapkan
memperoleh keterangan yang lengkap tentang pendidikan informal
dan nonformal.
b. Nasional
Suatu kebijakan hukum (landasan Yuridis) itu mutlak
diperlukan dalam sebuah sistem. Pendidikan di Indonesia secara
umum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, secara spesifik diatur
dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS Bab VI
pasal 13 dan 14 tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Berikut
ini adalah paparan beberapa kebijakan hukum yang menjelaskan
tentang keberadaan pendidikan informal dan
nonformal.Pembukaan Undang-Undang Dasar Negera Republik
Indonesia tahun 1945 yang telah mengamanatkan Pemerintah
Negara Republik Indonesia untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social .
1) UUD 1945 di atas secara jelas mengamanatkan kepada
Negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh
karena itu setiap Warga Negara Indonesia berhak mendapat
pendidikan
2) UU Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional. Bab I pasal 1 ayat 13, yaitu
“Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan”.
3) Pendidikan informal merupakan salah satu jalur pendidikan
yang ada di Negara Indonesia
4) UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Bab VI pasal 27, ayat :
a) “Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh
keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar
secara mandiri”.
b) “Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan
nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai
dengan standar nasional pendidikan”.
c) “Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan
informal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah”.36
Pendidikan informal diakui oleh Negara setelah memenuhi
ketentuan- ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah.
5) PP RI No. 55 Tahun 2007, tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan. Bab III, pasal 14 ayat :
a) Pendidikan keagamaan Islam berbentuk pendidikan
diniyah dan pesantren.
b) Pendidikan diniyah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diselenggarakan pada jalur formal,
nonformal, dan informal.
c) Pesantren dapat menyelenggarakan 1 (satu) atau
berbagai satuan dan atau program pendidikan pada
jalur formal, nonformal dan informal.37
Menurut PP di atas pondok pesantren dapat
menyelenggarakan pendidikan formal, in formal dan non formal.
c. Pendidikan Dasar
Kita telah melihat bahwa di dalam pencapaian tujuan
pendidikan nasional, pemerintah telah melakukan penyelenggaraan

36 UU RI No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional


37 PP RI No. 25 Tahun 2007, tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan
pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
sebagaimana yang telah diamanatkan oleh UUD
1945.Penyelenggaraan pendidikan tersebut baik meliputi
pendidikan formal, nonformal dan informal.
Landasan hukum pendidikan merupakan seperangkat
peraturan dan perundang-undangan yang menjadi panduan pokok
dalam pelaksanaan sistem pendidikan di Indonesia. Peraturan yang
satu dan yang lain seharusnya saling melengkapi. Permasalahan
yang saat ini terjadi adalah perundangan dan peraturan yang ada
belum sepenuhnya terlaksana dengan baik.
Pada batang tubuh UUD 1945 Pasal 31 Ayat 1 berbunyi :
“Tiap – tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran”. Pada
kenyataannya masih banyak warga negara baik dari kelompok
masyarakat miskin, daerah tertinggal dan sebagainya yang belum
mendapatkan pengajaran seperti yang dimaksud dalam Undang-
Undang tersebut.
Kemudian dijelaskan pula bahwa UUD 1945
mengamanatkan dalam pasal 31 ayat 4, bahwa negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20%
(dua puluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara
serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk
memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Dari pengetahuan di atas kita dapat mengetahui bahwa
antara pendidikan formal, nonformal dan informal, kesemuanya
adalah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.Akan tetapi
dalam kenyataannya pemerintah hanya memperhatikan pendidikan
yang formal saja, baik dari segi bentuk fisik bangunan dan fasilitas
sekolah sampai kesejahteraan gaji pegawai dan gurunya.
2. Landasan Filsafat dan Ekonomi
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan
dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep
mendasar.Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-
eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan
masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan
argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari
proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika.
Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika
bahasa.
Memasuki era industrialisasi dan global dengan
perkembangan teknologi canggih dan arus komunikasi yang deras,
diperlukan penyesuaian diri dengan cepat tanggap. Tantangan ini
harus dihadapi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia
melalui pendidikan. Khusus di lingkungan industri, perkembangan
ilmu dan tenologi secara dinamis dan cepat sehingga pendidikan
cenderung meningkatkan produktivitas. Peningkatan keahlian dan
ketrampilan merupakan alat penting dalam perkembangan industri.
Untuk memeperkenalkan produk baru, banyak yang harus
dipelajari, mulai cara kerja sampai penerapannya pada kondisi
lingkungan. Tenaga kerja industri pun harus mampu menyesuaikan
diri dan menyerap informasi baru dengan cepat serta
menerapkanya secara efektif dalam proses produksi.
Pendidikan luar sekolah yang dilembagakan (nonformal)
adalah semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan
sengaja, tertib, terarah, dan berencana di luar kegiatan
persekolahan. Dalam hal ini, tenaga, pengajar, fasilitas, cara
penyampaian, dan waktu yang dipakai serta komponen-komponen
lainnya disesuaikan dengan keadaan peserta atau peserta didik
supaya mendapatkan hasil yang memuaskan.Filsafat dan ilmu
memiliki hubungan yang saling melengkapi satu sama lainya.
Perbedaan antara kedua kegiatan manusia itu, bukan untuk
dipertentangkan, melainkan untuk saling mengisi, saling
melengkapi, karena pada hakikatnya, perbedaan itu terjadi
disebabkan cara pendekatan yang berbeda.Pendidikan informal
(pendidikan luar sekolah yang tidak dilembagakan) adalah proses
pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari
dengan sadar atau tidak sadar. Pada umumnya tidak teratur dan
tidak sistematis sejak seorang lahir sampai mati, seperti dalam
keluarga, tetangga, pekerjaan, hiburan, pasar, atau dalam pergaulan
sehari-hari.38
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pendidikan
dimulai dari persiapan pendidikan (sebelum anak lahir), kemudian
dilakukan pendidikan informal dalam keluarga (setelah anak lahir)
oleh orang tua, pada masanya anak memasuki pendidikan formal di
sekolah dan selebihnya kegiatan pendidikan berjalan di luar
keluarga dan sekolah yaitu dalam masyarakat, sehingga dengan
demikian mengingatkan kita bahwa pada dasarnya manusia itu
hendaknya memperoleh pendidikan selama hidupnya. Inilah yaitu
mungkin dikenal dengan asas baru dalam dunia pendidikan sebagai
“Pendidikan Seumur Hidup” (Life Long education) yang di negara
Canada dikenal dengan “Life Long Learning” dan di Amerika
dikenal dengan “Continuing Education”.39
Manusia pada umumnya tidak lepas dari kebutuhan
ekonomi. Sebabkebutuhan dasar manusia membutuhkan ekonomi.
Dunia sekarang ini tidakhanya ditimbulkan oleh dunia politik,
melainkan juga masalah dari ekonomi.Pertumbuhan ekonomi
menjadi tinggi, dan penghasilan negara bertambahwalaupun utang
luar negeri cukup besar dan penghasilan rakyat kecil

38Komar Oong. Filsafat Pendidikan Nonformal (Bandung: Pustaka Setia. 2006), hal.
173-174
39Ali Hamdani. Filsafat Pendidikan (Yogyakarta: Kota Kembang.), hal. 72
masihminim.Perkembangan ekonomi pun menjadi pengaruh dalam
bidang pendidikan.40

KELOMPOK IV
SOSIOLOGI KURIKULUM PENDIDIKAN MASYARAKAT

1. Problematika Pendidikan dalam Masyarakat


Problem adalah sesuatu yang harus diselesaikan (dipecahkan),dengan kata
lain masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan suatu yang
diharapkan dengan baik, agar tercapai tujuan dengan hasil yang maksimal.
Sementara itu, Pendidikan adalah persoalan asasi bagi manusia. Manusia
sebagai makhluk yang dapat didik dan harus dididik akan tumbuh menjadi
manusia dewasa dengan proses pendidikan yang dialaminya. Semenjak
kelahirannya, manusia telah memiliki potensi dasar yang bersifat
universal.41
Setiap masalah pendidikan berkaitan erat dengan segi kehidupan yang lain,
masalahnya bersifat kompleks (rumit), sesuai dengan kehidupan
masyarakatnya. Seberapa besar keterkaitan suatu masalah pendidikan

40https://www.academia.edu/36380955/Landasan_Pendidikan_di_Indonesia
41 Hasbullah,Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada:2012),
Cet.10,hlm.194
dengan masalah-masalah social lain dalam masyarakatnya, secara sederhana
masalah pendidikan dapat dikelompokan kedalam beberapa jenis:
a. Masalah pemerataan
b. Masalah Mutu / kualitas
c. Masalah efektivitas dan relevansi
d. Masalah efisiensi42

a. Masalah Pemerataan Pendidikan


Masalah pemerataan pendidikan adalah masalah bagaimana
sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-
luasnya kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan,
sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan
sumberdaya manusia untuk menunjang pembangunan. Masalah
pemerataan pendidikan di pandang penting karena jika anak-anak usia
sekolah memperoleh kesempatan belajar pada SD, maka mereka
memiliki bekal dasar berupa kemampuan membaca, menulis dan
berhitung, sehingga mereka dapat mengikuti perkembangan kemajuan
melalui berbagai media massa dan sumber belajar yang tersedia, baik
mereka itu nantinya berperan sebagai produsen maupun konsumen.
Dengan demikian mereka tidak terbelakang dan menjadi penghambat
derap pembangunan.
b. Masalah Mutu Pendidikan
Mutu sama halnya dengan memiliki kualitas dan bobot. Jadi
pendidikan yang bermutu yaitu pelaksanaan pendidikan yang dapat
menghasilkan tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan negara dan
bangsa pada saat ini. Sedangkan relevan berarti bersangkut paut, kait
mangait, dan berguna secara langsung. Sejalan dengan proses
pemerataan pendidikan, peningkatan mutu untuk setiap jenjang
pendidikan melalui persekolahan juga dilaksanakan. Peningkatan mutu

42 Tim Dosen FIP IKIP Malang, Pengantar Dasar-dasar kependidikan, Usaha


Nasional,Surabaya,1988,hlm.201
ini diarahkan kepada peningkatan mutu masukan dan lulusan, proses,
guru, sarana dan prasarana, dan anggaran yang digunakan untuk
menjalankan pendidikan. Kurangnya dana, kurangnya jumlah guru,
kurangnya fasilitas pendidikan dapat mempengaruhi merosotnya mutu
pendidikan. Oleh sebab itudalam mengatasi masalah ini pemerintah
telah berusaha dengan sebaik mungkin untuk meningkatkan
kemampuan guru melalui training-training, dengan menambah
fasilitas, dengan menambah dana pendidikan, mencari sestem
pengajaran tepat guna, serta sistem eveluasi yang sebaik mungkin
dengan tujuan dapat meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap.

c. Masalah Efektivitas dan Efisiensi


Maksud efisiensi adalah apabila sasaran dalam bidang pendidikan
dapat dicapai secara efisien atau berdaya guna. Artinya pendidikan
akan dapat memberikan hasil yang baik dengan tidak menghamburkan
sumberdaya yang ada, seperti uang, waktu, tenaga dan sebagainya.
Pelaksanaan proses pendidikan yang efisien adalah apabila
pendayagunaan sumber daya seperti waktu, tenaga dan biaya tepat
sasaran, dengan lulusan dan produktifitas pendidikan yang optimal.
Pada saat sekarng ini, pelaksanaan pendidikan di Indonesia jauh dari
efisien, dimana pemanfaatan segala sumberdaya yang ada tidak
menghasilkan lulusan yang diharapkan. Banyaknya pengangguran di
Indonesia lebih dikarenakan oleh kualitas pendidikan yang telah
mereka peroleh. Pendidikan yang mereka peroleh tidak menjamin
mereka untuk mendapat pekerjaan sesuai dengan jenjang pendidikan
yang mereka jalani.
d. Permasalahan Relevansi
Relevansi pendidikan merupakan kesesuaian antara pendidikan
dengan perkembangan di masyarakat. Misalnya:Lembaga pendidikan
tidak dapat mencetak lulusan yang siap pakai. tidak adanya kesesuaian
antara output (lulusan) pendidikan dengan tuntutan perkembangan
ekonomi. Masalah relevansi ini pada prinsipnya cukup mendasar.
Dalam kondisi sekarang ini sangat dibutuhkan output pendidikan yang
sesuai dengan tuntutan masyarakat terutama dalam hubungannya
dengan persiapan kerja. Hal tersebut ebih jelas dengan digulirkannya
konsep Link and Match yang salah satu tujuannya adalah untuk
mengatasi persoalan relevansi tersebut. Cara meningkatkan relevansi
(keserasian) pendidikan dengan pembangunan yaitu dapat ditempuh
dengan:
a. Menanamkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang fungsional
untuk kehidupan dimasyarakat kelak.
b. Menentukan kemampuan untuk memahami dan memecahkan
permasalahan yang actual dalam masyarakat

Pemecahan masalah-masalah pendidikan yag komplek itu dengan cara


pendekatan pendidikan yang konvensional sudah dianggap tidak efektif.
Karena itulah inovasi atau pembaruan pendidikan sebagai persepektif baru
dalam dunia pendidikan mulai dirintis sebagai alternative untuk memecahkan
masalah-masalah pendidikan yang belum dapat diatasi dengan cara
konvensional secara tuntas.43
Problem pendidikan dalammasyarakat:
a. Rendahnya kesadaran multikultural.
b. Penafsiran otonomi daerah yang masih lemah.
c. Kurangnya sikap kreatif dan produktif.
d. Rendahnya kesadaran moral dan hukum.44
2. Hubungan Pendidikan dengan Masyarakat
Hubungan pendidikan dengan masyarakat pada hakikatnya merupakan
suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan
pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah. Sekolah dan masyarakat

43 Hasbullah,Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada:2012),


Cet.10,hlm.200
44 Gunawa, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis tentang Berbagai Problem Pendidikan
(Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm.43
memiliki hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan sekolah atau
pendidikan secara efektif dan efisien.45
a. Hubungan edukatif
merupakan hubungan kerjasama dalam hal mendidik, yaitu antara guru
dan orang tua di dalam keluarga. Hubungan ini di maksutkan agar tidak
terjadi perbedaan prinsip dan pertentangan yang dapat menggakibatkan
keragu-raguan pada diri anak atau murid. Cara kerjasama tersebut dapat
direalisaskan dengan mengadakan pertemuan yang direncanakan secara
periodik antara guru-guru di sekolah dengan orang tua murid.
b. Hubungan cultural
ialah usaha kerjasama antara sekolah dengan masyarakat yang
memungkinkan adanya saling membina dan mengembangkan
kebudayaan masyarakat tempat sekolah itu berada. Untuk itu diperlukan
adanya hubungan kerjasama yang fungsional antara kehidupan di sekolah
dan kehidupan dalam masyarakat. Kegiatan kuikulum sekolah
disesusikan dengan kebutuhan dan tuntunan perkembangan masyarakat.
c. Hubungan institusional
yakni hubungan kerjasama antara sekolah dengan lembaga-lembaga atau
instansi-instansi resmi lain. Dengan adanya hubungan ini, sekolah dapat
meminta bantuan dari lembaga lain, baik berupa tenaga pengajar,
pemberi ceramah, dan pengembangan materi kurikulum, maupu bantuan
yang berupa fasilitas.46
3. Pendidikan Kehidupan Manusia
Pendidikan adalah suatu proses yang dilakukan secara sadar atau
disengaja guna untuk menambah pengetahuan, wawasan serta pengalaman
untuk menentukan tujuan hidup sehingga bisa memiliki pandangan yang

45 Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003),


hlm.50
46 Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan (Bandung: PT Remaja
Rosdakaya, 1993), 194-196
luas untuk ke arah masa depan lebih baik dan dengan pendidikan itu
sendiri dapat menciptakan orang-orang berkualitas.47
Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak
yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali
mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang sesuai aspirasi
(cita-cita) untuk maju sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan
hidup mereka.48
Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan. Sebagai
sebuah proses, ada dua asumsi yang berbeda mengenai pendidikan dalam
kehidupan manusia.
a. Pendidikan bisa dianggap sebagai sebuah proses yang terjadi secara tidak
disengaja atau berjalan secara alamiah. Pengertian ini merujuk pada fakta
bahwa pada dasarnya manusia secara alamiah merupakan makhluk yang
belajar dari peristiwa alam dan gejala-gejala kehidupan yang ada untuk
mengembangkan pengetahuannya.
b. Pendidikan bisa dianggap sebagai proses yang terjadi secara sengaja,
direncanakan, didesain, dan diorganisasi berdasarkanaturan yang berlaku,
terutama perundang-undangan yang dibuat atas dasar kesepakatan
masyarakat.49
4. Kurikulum dan Masyarakat yang Dinamis
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
Sekolah berfungsi untuk mempersiapkan anak didik agar mereka dapat
berperan aktif di masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum sebagai alat dan
pedoman dalam proses pendidikan di sekolah harus relevan dengan

47 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis,
(Jakarta: CIPUTAT PERS, 2002). hlm. 25
48 Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan Komponen MKDK, (Jakarta: Rineka Cipta,
2010), hlm. 2
49 Fathul Mu’in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan Praktik, (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2011), hlm. 287
kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Dengan demikian dalam konteks ini
sekolah bukan hanya berfungsi untuk mewariskan kebudayaan dan nilai-nilai
suatu masyarakat, akan tetapi juga sekolah berfungsi untuk mempersiapkan
anak didik dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum bukan
hanya berisi berbagai nilai suatu masyarakat akan tetapi bermuatan segala
sesuatu yang dibutuhkan masyarakatnya.
Masyarakat tidak bersifat statis. Seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, masyarakat selalu mengalami perubahan,
bergerak menuju perkembangan yang semakin kompleks. Perubahan bukan
hanya terjadi pada sistem nilai, akan tetapi juga pada pola kehidupan, struktur
sosial, kebutuhan, dan tuntutan masyarakat.50
Dalam kehidupan sosial yang semakin kompleks tersebut, maka muncul
pula berbagai kekuatan kelompok yang dapat memberikan tekanan terhadp
penyelenggaraan dan praktik pendidikan termasuk di dalamnya tekanan-
tekanan dalam proses pengembangan isi kurikulum sebagai alat dan pedoman
penyelenggaraan pendidikan.
Kesulitan para pengembangan kurikulum adalah manakalah setiap
kelompok sosial itu memberikan masukan dan tuntutan yang berbeda sesuai
dengan kepentingan kelompoknya, seperti misalnya tuntutan golongan
agama, politik, militer, industry, dan lain sebagainya. Bukan hanya itu
pertentangan-pertentangan pun sering terjadi sehubungan dengan cara
pandang yang berbeda tentang makana pendidikan setiap kelompok tersebut.
Misalkan cara pandang kelompok agamawan atau kelompok budayawan yang
lebih menekankan pendidikan di sekolah sebagai proses penanaman budi
pekerti berbeda dengan cara pandang kelompok industriawan yang lebih
menekankan pendidikan di sekolah sebagai wadah untuk membentuk generasi
manusia yang siap pakai dengan sejumlah keterampilan teknis sesuai dengan
tuntutan industri. Cara pandang yang berbeda semacam ini tentu saja
memunjulkan kriteria keberhasilan itu tidak pernah memuaskan semua
golongan sosial.

50 H. Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana 2010), hlm. 55


Walaupun dirasakan sangat susah, para pengembang kurikulum mestinya
memperhatikan setiap tuntutan dan tekanan masyarakat yang berbeda itu.
Oleh sebab itu, menyerap berbagai informasi yang dibutuhkan masyarakat
merupakan salah satu langkah penting dalam proses penyusunan suatu
kurikulum. Dalam konteks inilah pengembang kurikulum perlu menjalankan
peran evaluatif dan peran kritisnya dalam menentukan muatan kurikulum.
a. Perubahan Pola Hidup
Perubahan pola hidup ini dikatakan banyak orang sebagai
perubahan pola hidup yang bersifat agraris tradisional menuju pola
kehidupan industry modern. Pola kehidupan masyarakat industry modern
memiliki karakteristik yang berbeda dengan pola kehidupan agraris.
Perbedaan tersebut dapat dilihat.
1) dari pola kerja. Pada masyarakat agraris, pola kerja sangat teratur
yang berlangsung pada siang hari pada waktu yang tetap. Tidak
demikian dengan halnya pada masyarakat industri, selain masyarakat
menggunakan waktu yang cukup panjang untuk bekerja juga
memiliki pola yang tidak beraturan. Apabila dilihat pada masyarakat
perkotaan keadaan ini sangat dapat dirasakan.
Kurikulum harus didesai agar mampu membentuk manusia
produktif yang bukan hanya dapat bekerja, akan tetapi lebih jauh
dapat mencintai pekerjaan. Manusia yang hanya sekedar dapat
bekerja orientasinya biasanya ditunjukkan oleh berapa besar upah
yang dapat ia terima. Manusia semacam ini tidak lebih dari seorang
buruh yang bekerja dengan ototnya. Sedangkan manusia yang
mencintai pekerjaan orientasinya adalah produk yang dihasilkan.
Manusia yang demikianlah yang dimaksud dengan manusia
produktif, yang bekerja bukan dengan ototnya akan tetapi juga
dengan otaknya.
2) pola hidup yang sangat tergantung kepada hasil-hasil teknologi. Pada
masyarakat industri banyak sekali jenis-jenis pekerjaan yang sangat
mengandalkan teknologi, dari mulai pekerjaan ibu-ibu rumah tangga
di dapur sampai kepada pekerjaan-pekerjaan kantor. Ketergantungan
terhadap hasil-hasil teknologi, melenyapkan jenis-jenis pekerjaan
tertentu dan memunculkan jenis-jenis pekerjaan baru yang menuntut
keahlian-keahlian tertentu. Keahlian tersebut tentu saja harus
dipersiapkan oleh lembaga-lembaga pendidikan.
3) pola hidup dalam sistem perekonomian baru. Perubahan pola hidup
ini ditandai dengan penggunaan produk jasa perbankan dan asuransi
untuk kegiatan perekonomian, seperti menabung, p[erkreditan, dan
permodalan usaha. Demikian juga tumbuh suburnya pusat-pusat
perbelanjaan dalam gedung bertingkat menggantikan pasar-pasar
tradisional. Semua ini bukan saja membawa hal-hal yang bersifat
positif, akan tetapi juga membawa efek negatif seperti misalnya
tumbuhnya pola hidup konsumtif seiring dengan program advertensi
yang begitu gencar melalui pesawat televisi, munculnya berbagai
jenis kejahatan dan lain sebagainya. Terdapatnya perubahan-
perubahan semacam itu, bukan hanya memerlukan perubahan isi
kurikulum akan tetapi juga dapat merubah lingkungan sekolah
termasuk merubah bahan-bahan bacaan yang dapat memperkenalkan
anak didik terhadap fenomena-fenomena baru yang terjadi. Misalnya
bagaimana cara menabung di Bank, cara menggunakan ATM, cara
berkomunikasi di telepon, semua harus diperkenalkan lewat bahan-
bahan bacaan sekolah.51
b. Perubahan Kehidupan Sosial Politik
Arus globalisasi yang bergerak sangat cepat membawa perubahan
kehidupan sosial politik ke seluruh penjuru dunia tak terkecuali ke dalam
kehidupan sosial politik di Indonesia yang ditandai dengan munculnya
gerakan reformasi yang menjatuhkan rezim orde baru yang selama 32
Tahun berkuasa. Diakui, selama berkuasanya rezim ini hamper tidak ada
saluran komunikasi yang dapat menyuarakan kebebasan kehidupan sosial
politik tidak pernah berkembang karena bergerak dalam pola yang kaku

51 Ibid.,hlm.58
dan bersifat linier. Demikian juga dengan sistem pendidikan yang belaku,
sistem pendidikan yang sangat sentralistis seakan-akan sulit melepaskan
dari lingkungan kekuasaan. Diakui atau tidak pendidikan telah menjadi
alat politik rezim yang berkuasa. Akibatnya kurikulum yang berlaku pun
kurang berperan sebagai alat pembebasan dan alat pencerahan, akan
tetapi digunakan untuk membentuk manusia yang memiliki pola pokir
yang seragam, manusia yang tunduk dan patuh terhadap kekuasaan.
Dengan munculnya era reformasi, semuanya mestinya berubah.
Pendidikan harus diarahkan untuk menciptakan manusia-manusia kritis
dan demokratis. Untuk itulah, perubahan ke arah transparansi harus
ditangkap secara utuh oleh para pengembang kurikulum. Kehidupan yang
demokratis haruslah menjiwai isi kurikulum.

KELOMPOK V
SEBAGAI PENDIDIK DI MASYARAKAT

1. Tanggung Jawab dalam Pendidikan Masyarakat


Masyarakat dalam bahasa Inggris disebut “society” asal kata “sociuc”
yang berarti kawan. Adapun kata “masyarakat” berasal dari bahasa Arab
yaitu “syirk” yang berarti bergaul atau dalam bahasa ilmiahnya interaksi.
52 Adanya saling bergaul itu tentu karena adanya bentuk-bentuk aturan
hidup yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai perorangan,
melainkan oleh unsur-unsur kekuatan lain. Arti yang lebih khusus
masyarakat disebut pula kesatuan sosial maupun ikatan-ikatan kasih
sayang yang erat.53 Kata masyarakat hanya terdapat dalam dua bahasa

52 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Aksara Baru, 1979), hlm. 157

53 M. Munandar Soelaiman, Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial, Eresco
(Bandung: Eresco, t.th), hlm. 63.
yakni Indonesia dan Malaysia. Kemudian diadopsi ke dalam bahasa
Indonesia yang artinya berhubungan dan pembentukan suatu kelompok
atau golongan.54
Dalam pengertian lain masyarakat atau disebut community
(masyarakat setempat) adalah warga sebuah desa, sebuah kota, suku
atau suatu negara. Apabila suatu kelompok itu baik, besar maupun
kecil, hidup bersama, memenuhi kepentingan-kepentingan hidup
bersama, maka disebut masyarakat setempat.55
Dari pendapat di atas dapat penulis simpulkan bahwa
masyarakat adalah satu kesatuan manusia (sosial) yang hidup dalam
suatu tempat dan saling bergaul (interaksi) antara satu dengan yang
lain, sehingga memunculkan suatu aturan (adat/norma) baik secara
tertulis maupun tidak tertulis dan membentuk suatu kebudayaan.
Di dalam Islam diungkapkan, bahwa manusia diciptakan oleh
Allah Swt. dari seorang laki-laki dan perempuan, berkelompok agar
diantara mereka saling mengenal dan menjalin hubungan dengan
masyarakat, sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat Al Hujurat
ayat 13 yang artinya:
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal,
sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu sesungguhnya Allah
maha mengetahui lagi maha mengenal.” (Surah al-Hujurat : 13).56

Ayat diatas memberikan penjelasan bagaimana manusia


bergaul dengan sesamanya, hai semua manusia, kami menjadikan
kamu bermacam- macam umat (berbangsa-bangsa) dan bernegri-negri

54 Drs. Sidi Gazalba, Masyarakat Islam, Pengantar Sosiologi & Sosiografi (Jakarta, Bulan
Bintang, 1976), hlm. 11.

55 Soejono Soekamto, Sosiologi suatu Pengantar ( Jakarta, Rajawali,1990), hlm. 162,


56 Depag. RI. Al-Qur'an dan Terjemahnya (Jakarta: P.T. Parca, 1983), hlm. 518.
bukan supaya kamu berperang-perangan malainkan supaya berkenal-
kenalan dan berkasih-kasihan antara satu dengan yang lain. Satu
bangsa tidak lebih dari bangsa lain, melainkan dengan ilmu
pengetahuannya dan kecakapannya, sedang orang yang terlebih mulia
disisi Allah ialah orang yang bertaqwa. Oleh sebab itu patutlah segala
bangsa insaf, bahwa mereka dajadikan Allah bukanlah untuk
berperang-perangan melainkan untuk berkenalan antara satu dengan
yang lain.57
Dalam interaksi sosial, individu bereaksi membentuk pola sikap
tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara
berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah
pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting,
media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama,
serta faktor emosi dalam individu. Karakter masyarakat merupakan
kelompok kehidupan yang sangat komplek dengan berbagai
kemungkinan yang mempengaruhinya, sehingga wajar ketika karakter
masyarakat terbentuk karena terjadi singgungan dalam kehidupan
masyarakat.
Murtadha Mutahhari menerangkan bahwa masalah dinamika
sejarah dan faktor-faktor penggerak yang menyebabkan gerak maju
masyarakat biasanya dirumuskan dalam suatu cara yang terungkap
sebagai pemikiran tertentu. Lebih lanjut dia paparkan bahwa beberapa
faktor yang mempengaruhi masyarakat, khususnya faktor yang
menentukan kemajuan masyarakat merupakan bagian-bagian tertentu
antara lain; a) ras-ras atau keturunan tertentu, b) lingkungan, c) genius
atau memiliki kemampuan istimewa, d) ekonomi, e) takdir, f)
pendidikan.58

57 Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim Bahasa Indonesia (Jakarta: PT Hidakarya Agung,
2004), hlm. 766
58 Murtadha Mutahhari, Masyarakat dan Sejarah (Bandung: Mizan, Cet. 1. 1986), hlm.

208.
Berdasarkan hal tersebut maka diperlukanlah pendidikan agar
masyarakat memiliki keterampilan dan karakter mereka dapat
terbentuk baik itu dalam lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan
masyarakat itu sendiri. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama
antara orang tua, masyarakat dan pemerintah. Dengan dasar pada kata-
kata bijak itu, maka perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia
menjadi beban bersama orang tua, masyarakat dan pemerintah. Dalam
undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional disebutkan beberapa peran yang dapat dilakukan oleh
masyarakat, pemerintah dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan
pendidikan, diantaranya adalah :
a. Hak dan Kewajiban Masyarakat

Pada pasal 8 dan 9 UUSPN disebutkan bahwa masyarakat


berhak untuk berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan dan evaluasi program pendidikan. Sedangkan Pasal 9
menyebutkan bahwa masyarakat wajib memberikan dukungan
sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.
b. Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah Pasal 10
UUSPN Pasal 10 UUSPN menyebutkan bahwa pemerintah
dan pemerintah
daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu dan
mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku. Sedangkan pada pasal 11 disebutkan
bahwa pemerintah dan pemerintah daerah:
1) wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta
menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi
setiap warga negara tanpa diskriminasi,
2) wajib menjamin tersedianya daya guna dan
terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang
berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.
c. Tanggung Jawab Pendanaan

Pasal 46 UUSPN menyebutkan:

1) pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama


antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat,

2) pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat


bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan
sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) UUD 1945.
d. Sumber dan Pengelolaan Dana Pendidikan

Pasal 47 UUSPN menyebutkan bahwa

1) sumber pendanaan pendidikan dibentuk berdasarkan prinsip


keadilan, kecukupan dan keberlanjutan.

2) pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat mengerahkan


sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan berlaku. Sedangkan pasal 48 menyebutkan bahwa
pengelolaan dana pendidikan berdasarkan prinsip keadiilan,
efisiensi, transparansi dan akuntabilitas publik.
e. Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan diatur dalam pasal 54
UUSPN Pasal 54 UUSPN menyebutkan bahwa
1) peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran
serta perorangan,kelompok, keluarga, organisasi profesi,
pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan
pendidikan,
2) masyarakat dapat berperanserta sebagai sumber, pelaksana,
dan pengguna hasil pendidikan.
Secara lebih spesifik, pada pasal 56 Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional disebutkan bahwa di masyarakat ada dewan
pendidikan dan komite sekolah atau komite madrasah, yang
berperan :
1) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan
pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan
evaluasi program Pendidikan melalui dewan pendidikan dan
komite sekolah atau madrasah.
2) Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan
berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan
dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan
tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan di
tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/ kota yang tidak
mempunyai hubungan hirarkis.
3) Komite sekolah/madrasah sebagai lembaga mandiri dibentuk
dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dan
memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga,
sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada tingkat
satuan Pendidikan.59
Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan bahwa setiap orang
meliki tanggung jawab akan Pendidikan dalam masyarakat.
Tanggung jawab tersebut saling berhubungan demi terciptanya
masyarakat yang memiliki Pendidikan guna mampu bersaing dan
memiliki keterampilan serta tidak luput adalah memiliki karakter
yang baik. Selain itu tanggung jawab dalam Pendidikan dalam
masyarakat adalah sebagai pendidik yang mengarahkan masyarakat
untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan
keahlian masing- masing.
2. Profil Pendidikan dalam Masyarakat

Profil adalah sebuah gambaran singkat tentang seseorang,

59 Sitti Roskina Mas, Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua dalam


Penyelengaraan Pendidikan(Jurnal el-Hikmah Fakultas Tarbiyah UIN Malang, 2011;
https://media.neliti.com/media/publications/241894-partisipasi-masyarakat-dan-orang-tua-
dal- 2841e420.pdf), hlm. 181-187.
organisasi, benda lembaga ataupun wilayah.60 Berikut pengertian profil
menurut beberapa ahli:
a. Sri Mulyani, profil adalah pandangan sisi, garis besar, atau biografi
dari diri seseorang atau kelompok yang memiliki usia yang sama.
b. Victoria Neufeld, profil merupakan grafik, diagram, atau tulisan
yang menjelaskan suatu keadaan yang mengacu pada data
seseorang atau sesuatu.
c. Hasan Alwi, profil adalah pandangan mengenai seseorang.61

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat


disimpulkan bahwa profil adalah gambaran secara singkat tentang
sesuatu kajian objek tertentu. Maka untuk itu setiap Pendidikan baik itu
Pendidikan yang ada dalam masyarakat memiliki profil pendidikannya
masing-masing. Salah satu Pendidikan dalam masyarakat adalah
Pendidikan non formal misalnya les menjahit dan sebagainya. Semua
itu memiliki profilnya tersendiri. Profil tersebut berisikan tentang
pendidik peserta didik, kurikulum, Lembaga dan lain sebagainya.
3. Kerjasama Masyarakat dengan Orang Tua

Mohammad Noor Syam dalam Hasbullah dalam bukunya


Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan pancasila,
mengemukakan bahwa:

“hubungan masyarakat dengan pendidikan sangat bersifat korelatif,


bahkan seperti telur dengan ayam. Masyarakat maju karena pendidikan
dan pendidikan yang maju hanya akan didapatkan di dalam masyarakat

60 Diakses19 November 2020 Pukul 10:36 WIBPada


http://catatansang1.blogspot.com/2015/02
61 Diakses19 November 2020 Pukul 10:38 WIB
Padahttps://eprints.uny.ac.id/7652/3/BAB%202%20-%2008601241081.pdf
yang maju pula”.62 Dengan demikian sekolah dan masyarakat
merupakan patner yang saling membutuhkan. Darmiyati Zuchdi
mengungkapkan bahwa: “Kerjasama antara sekolah dan keluarga perlu
ditingkatkan supaya tidak terjadi kontradiksi atau ketidakserasian
antara nilai-nilai yang harus dipegang teguh oleh anak- anak di sekolah
dan yang harus mereka ikuti di lingkungan keluarga atau
masyarakat”.63
Berdasarkan hal di atas dapat dikatakan bahwa kerjasama yang
baik akan memajukan kembangkan Pendidikan. Masyarakat dan orang
tua harus sama-sama dan saling ambil peran dalam Pendidikan
masyarakat. Karena Pendidikan bermula dari orang tua dan lingkungan
sekitar yaitu masyarakat. Adapun bentuk kerjasama yang perlu
diterapkan menurut penulis, antara lain:
f. Kerjasama dalam bentuk komunikatif. Bahwasanya orang tua dan
masyarakat harus mengkomunikasikan pendidikan kepada anak.
g. Kerjasama dalam bentuk penyediaan alat. Orang tua dan
masyarakat harus sama-sama menyiapkan alat yang diperlukan
dalam Pendidikan agar masyarakat memiliki pengetahuan dan
keterampilan.
h. Kerjasama dalam bentuk evaluasi. Orang tua dan masyarakat sama-
sama harus memberikan penilaian atas pencapaian yang telah
dicapai dalam Pendidikan masyarakat. Salah satu caranya adalah
dengan melihat perkembangan anak masing-masing.

B. Peran dan Kode Etik Tokoh Masyarakat

62 Mohammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan


Pancasila, Usaha Nasional, Surabaya, 1986, dalam Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu
Pendidikan (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2005) hlm. 96.

63 Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan Meneguhkan Kembali Pendidikan


yang Manusiawi (Jakarta: Bumi Aksara, 2010) hlm. 133.
Konsep tentang peran (role) menurut Komarudin dalam R.B.
Sihombing (2008: 1), sebagi berikut :
a. Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan oleh manjemen

b. Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status

c. Bagian dari fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata

d. Fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik


yang ada padanya
e. Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat

Setiap masyarakat mempunyai penilaian yang berbeda


mengenai berbagai jabatan dan kedudukan yang ada di dalam
masyarakatnya, sehingga suatu kedudukan yang dianggap paling
terhormat di suatu masyarakat, mungkin berada di peringkat di
bawahnya dalam masyarakat lain, dan yang di anggap rendah di satu
masyarakat, mungkin sangat dihormati dalam masyarakat lain. Dengan
demikian ada masyarakat yang menentukan tinggirendahnya
kedudukan seseorang berdasarkan besar kecilnya kekuasaannya, dan
ada masyarakat yang menilai kekayaan, kepandaian, ketrampilan,
pengetahuan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut untuk menentukan
tinggi-rendahnya kedudukan masyarakat.(Koentjaraningrat, 2005:
158).
Tokoh masyarakat adalah salah satu bagian dari masyrakat
yang mempunyai pengaruh yang kuat dalam pembangunan suatu
daerah. Peran dan partisipasi tokoh sangat dibutuhkan, karena tokoh
masyarakat dapat memberikan perubahan dalam kultur sosial dan
pembangunan. Keterlibatan tokoh-tokoh masyarakat dalam
pembangunan suatu daerah berhubungan erat dengan partisipasi
masyarakat.64

64 Diakses 19 November 2020 Pukul 09:18 WIB Pada


https://kuninganmass.com/anything/netizen-mass/peran-dan-partisipasi-tokoh-masyarakat-dalam-
pembangunan/
Berdasarkan hal diatas maka seorang tokoh masyarakat bisa
dikatakan juga sebagai pemimpin karena banyak keputusan harus
mendapat keputusan dari tokoh masyarakat itu sendiri. Pemimpin
dalam masyarakat dua macam, yaitu pemimpin formal dan pemimpin
informal. Pemimpin formal terbentuk saat sebuah organisasi menunjuk
seseorang berdasarkan keputusan dan pengangkatan resmi untuk
memangku suatu jabatan tertentu dalam struktur organisasi, dengan
segala hak dan kewajiban yang berkaitan dengannya untuk mencapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Kepemimpinan masyarakat merupakan pola hubungan atau
relasi sosial yang terbangun dan saling mempengaruhi atas dasar nilai-
nilai yang terbangun cukup lama dan menentukan orientasi atau
kepentingan bersama atau kelompok yang ada dalam suatu komunitas.
Munculnya pemimpin atau pemuka dalam masyarakat merupakan
suatu proses yang panjang, di mana seorang pemimpin lahir melalui
mekanisme sosial yang disepakati oleh seluruh elemen masyarakat dan
umumnya berlangsung secara alamiah. Salah satu fungsi pemimpin
adalah memotivasi orang lain dengan mempengaruhi potensi yang ada
pada dirinya, sehingga seseorang mau melakukan apa yang menjadi
tugas- tugas dengan penuh tanggungjawab.
Tokoh masyarakat (informal leader) merupakan seseorang
yang berpengaruh dan ditokohkan oleh lingkungannya. Penokohan
tersebut karena pengaruh posisi, kedudukan, kemampuan dan
kepiawaiannya. Sehingga segala tindakan dan ucapannya akan diikuti
oleh masyarakat disekitarnya. Pemimpin informal adalah pemimpin
yang tidak diangkat secara resmi berdasarkan surat keputusan tertentu.
Dia memperoleh kekuasaan/ wewenang karena pengaruhnya terhadap
kelompok. 65Adapun tokoh-tokoh masyarakat terdiri dari tokoh

65 Diakses 19 November 2020 Pukul 09:00 WIB Pada


https://core.ac.uk/download/pdf/33529564.pdf
agama, tokoh adat, tokoh pendidikan, dan tokoh pemuda. Berkut akan
di uraikan;
a. Tokoh Agama

Dari segi agama peran tokoh agama yang berhubungan


dengan Pendidikan dalam masyarakat di daerah masing-masing
dimana tokoh mempunyai kompetensi untuk menyadarkan
masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan ibadah secara rutin.
Adapun pendekatannya dilakukan secara akrab dan bersahabat,
memberikan ceramah agama tentang kebaikan dan keburukan serta
memotivasi dari segi amalan serta perilaku tentang pahala jika
seseorang ikut serta dalam kegiatan Pendidikan.
Dalam pelaksanaannya tokoh agama dapat mengajak
masyarakat untuk menjaga rumah ibadah baik dari keamanan,
kebersihan dan kenyamanan. Ajakan untuk memanfaatkan rumah
ibadah baik secara pribadi maupun berjamaah secara rutin. Dapat
juga tokoh agama untuk memberikan manfaat kepada pemuda atau
warga yang belum bekerja untuk mendapatkan penghasilan dengan
bekerja dan menjaga rumah ibadah.
Tokoh agama dapat ikut andil dalam pelaksanaan pendidikan yaitu
menilai hasil pelaksanaan pendidikan yang telah dijalankan. Tokoh agama
dapat memberikan saran, usul dan solusi kepada pemerintah apabila terdapat
66
kekurangan atau kendala dalam pendidikan. Salah satu contohnya adalah
tokoh agama dapat ikut serta membentuk karakter masyarakat.
b. Tokoh Adat

Peran dan partisipasi tokoh adat memberikan pengaruh dalam perilaku


seseorang di masyarakat, termasuk merubah kebiasaan masyarakat. Dengan
merubah kebiasaan masyarakat yang tidak baik memberikan dampak yang
besar kepada pelaksanaan pendidikan. Dampak tersebut tidak hanya dalam
lingkup atau satu bidang saja, tetapi keseluruhan bidang. Karena kebiasaan
yang baik itu dapat meningkatkan persatuan dan kesatuan.

Sikap partisipatif tokoh adat pada pemanfaatan hasil pembangunan


yaitu menjaga dan melestarikan adat istiadat dan budaya yang baik di
masyarakat. Ide yang baik dan bermanfaat diperlukan dari tokoh adat untuk
mengikuti perkembangan zaman dalam pelestarian budaya. Kerjasama tokoh
adat dan pemerintah setempat, dalam penyusunan rencana dan pelaporan hasil
pendidikan yang telah dilaksanakan. Kerjasama ini dengan pengurus baik
sebagai penasehat ataupun terlibat dalam kepengurusan untuk menangani
pelaksanaan pendidikan daerah, agar pelaporan pelaksanaan pendidikan
tersebut dapat terperinci dengan baik dan sesuai yang diharapkan.67
Berdasarkan hal tersebut adat istiadat merupakan kebudayaan yang ada
sejak jaman dahulu dan merupakan turun temurun. Tokoh adat memiliki
peranan dalam Pendidikan di masyarakat salah satunya dengan pelestarian
adat istiadat yang ada.
c. Tokoh Pendidikan

66 Diakses 19 November 2020 Pukul 09:18 WIB Pada


https://kuninganmass.com/anything/netizen-mass/peran-dan-partisipasi-tokoh-masyarakat-dalam-
pembangunan/

6716Diakses 19 November 2020 Pukul 09:18 WIB Pada


https://kuninganmass.com/anything/netizen-mass/peran-dan-partisipasi-tokoh-masyarakat-dalam-
pembangunan/
Dari segi pendidikan, peran dan partisipasi tokoh pendidikan, yaitu
dengan memberikan contoh yang baik dalam pendidikan melalui lembaga
pendidikan yang formal dan non formal. Contoh tersebut bisa berupa prestasi
di bidang pendidikan dan motivasi kepada masyarakat untuk terus
melanjutkan dan meningkatkan prestasi pendidikan kepada anak-anaknya.
Selain itu, tokoh pendidikan memberikan pandangan tentang bagaimana
perkembangan teknologi dan pendidikan yang positif dan mengarah kepada
pembentukan karakter anak didik sesuai dengan tujuan pendidikan.
Partisipasi selaku tokoh Pendidikan memberikan ide dan gagasan
dalam peningkatan mutu pendidikan yang disesuaikan dengan perkembangan
teknologi dan ilmu pengetahuan. Selain itu juga, memberikan motivasi kepada
para pemuda khususnya agar dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang Strata
Satu (S1) sampai S3. Dan juga, tokoh pendidikan selalu melibatkan para anak-
anak, remaja maupun pemuda untuk mengikuti berbagai perlombaan dalam
bidang ilmu pengetahuan yang terkait dengan dunia pendidikan baik yang
dilaksanakan di daerah maupun di luar daerah.

Tokoh pendidikan dengan kesadaran dan kemampuannya ikut menilai


sejauh mana tingkat keberhasilan dan prestasi yang telah dicapai warga
masyarakat dalam kegiatan pendidikan sesuai dengan metode- metode yang
telah dijalankan. Dan juga mengajak masyarakat dapat memanfaatkan dan
memelihara hasil pembangunan dengan baik serta melakukan pendekatan-
pendekatan dalam upaya untuk mengenali potensi- potensi yang dimiliki para
warga masyarakatnya.68
d. Tokoh Pemuda

Peran dan partisipasi tokoh pemuda yaitu melakukan suatu dalam


bidang kepemudaan yang dapat mendulang prestasi, ide-ide baru dan
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat. Pendekatannya kepada
pemuda yaitu dengan mengajak pemuda untuk membentuk organisasi-
organisasi baik yang profitabilitas maupun non profitabilitas.

68Diakses 19 November 2020 Pukul 09:18 WIB Pada


https://kuninganmass.com/anything/netizen-mass/peran-dan-partisipasi-tokoh-masyarakat-dalam-
pembangunan/
Sebagai partisipasi tokoh pemuda, dengan sukarela mendampingi dan
mempelopori para pemuda dalam setiap kegiatan keorganisasian yang
diselenggarakan di daerah maupun di luar daerah, baik itu kegiatan olahraga,
social ataupun kegiatan rekreasi bersama pada setiap kesempatan. Selain itu,
tokoh pemuda memberikan masukan-masukan yang sesuai dengan kebiasaan
dan perkembangan zaman untuk perkembangan dan peningkatan kegiatan
organisasi kepemudaan.
Tokoh pemuda, ikut mengarahkan warga masyarakatnya terutama para
remaja dan pemuda untuk selalu mempertahankan semangat berpartisipasi
dalam pendidikan daerah sehingga pemerintah setempat dapat memperoleh
kesempatan untuk melaksanakan pendidikan baik yang berasal dari bantuan
pemerintahan pusat maupun daerah.69
Tokoh masyarakat dikatakan sebagai pemimpin, untuk itu ada kode etik di
dalamnya. Berikut kode etik:
1) Beretikat baik
2) Profesional
3) Dapat dipercaya
4) Mempunyai intregitas dan dedikasi
5) Bisa mengambil keputusan
6) Mau menerima pendapat/saran dari orang lain
7) Jujur dan bertanggung jawab
8) Selalu mengedepankan kepentingan umun daripada kepentingan
pribadi
9) Menjaga perasaan orang lain
10) Memecahkan masalah dengan rendah hati
11) Menghindari pemaksaan kehendak tetapi menghargai pendapat orang
lain
12) Mengutamakan proses dialogis dalam memecahkan masalah
13) Menanggapi suatu masalah dengan cepat, dan sesuai dengan keahlian
(competence)

69 Diakses 19 November 2020 Pukul 09:18 WIB Pada


https://kuninganmass.com/anything/netizen-mass/peran-dan-partisipasi-tokoh-masyarakat-dalam-
pembangunan/
14) Menyadari kesalahan dan berusaha untuk memperbaiki (improving
value)
15) Mengedepankan sikap jujur, disiplin dan dapat dipercaya
16) Standar aturan prilaku dan moral yang mengikat profesi tertentu.

KELOMPOK VI
PESERTA DIDIK PENDIDIKAN INFORMAL DAN NONFORMAL

1. Hakikat Peserta Didik


Peserta didik adalah setiap manusia yang berusaha mengembangkan potensi
diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formal
maupun pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan
tertentu.
Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan
dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Penyebutan peserta didik juga mengisyaratkan bahwa lembaga pendidikan tidak
hanya sekolah (pendidikan formal), melainkan juga mencakup lembaga pendidikan
nonformal yang ada di masyarakat, seperti majelis ta’lim, paguyuban, dan
sebagainya.70
Istilah peserta didik bukan hanya untuk orang-orang yang belum dewasa dari
segi usia, melainkan juga orang-orang yang dari segi usia sudah dewasa, namun dari
segi mental, wawasan, pengalaman, keterampilan, dan sebagainya masih memerlukan
bimbingan.71
Peserta didik sendiri dalam pendidikan Islam adalah individu yang sedang
tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis sosial, dan religius dalam
dalam mengarungi kehidupan dunia dan di akhirat kelak. Peserta didik cakupannya
lebih luas daripada anak didik, karena peserta didik tidak hanya melibatkan anak-
anak, tetapi juga orang dewasa. Bahkan pendidik pun disebut peserta didik karena
tidak ada manusia yang ilmunya mengungguli ilmu-ilmu Allah.
2. Kebutuhan Peserta Didik
Kebutuhan peserta didik begitu banyan yang harus dipenuhi oleh pendidik
diantaranya:
a. Kebutuhan fisik
Fisik peserta didik mengalami perubahan pertumbuhan yang begitu cepat
terutama pada masa pubertas. Kebutuhan biologis, yaitu berupa makan, minum
dan istirahat, dimana ini menuntut peserta didik untuk memenuhinya. Dengan
adanya kebiasaan hidup sehat, bersih dan olah raga secara teratur dapat membantu
menjaga kesehatan dan pertumbuhan tubuh peserta didik dan supaya tubuhnya

70Abdul Mujibdan Jusuf Mudzakkir. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. 3. (Jakarta. Kencana Prenada Media
Group, . 2010), hlm.23
71Ibid.,hlm.25
jangan terkena penyakit, jika peserta didik menderita penyakit harus ditangani
dengan cepat karena kesehatan sangat mempengaruhi pertumbuhan fisiknya.
Di samping pendidik memperhatikan pertumbuhan fisik, pendidik juga
harus memberikan informasi yang memadai tentang pertumbuhnya melalui
kegiatan bimbingan seperti bimbingan pribadi atau bimbingan kelompok.
Informasi ini sangat diperlukan terutama bagi peserta didik yang berada pada
masa pubertas agar dia tidak merasa kebingungan menghadapinya.
a. Kebutuhan sosial
Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan yang berhubungan langsung dengan
masyarakat agar peserta didik dapat berinteraksi dengan masyarakat lingkungan,
seperti diterima oleh teman-temannya secara wajar. Begitu juga supaya dapat
diterima oleh orang lebih tinggi dari dia seperti orang tuanya, guru-gurunya dan
pemimpin-pemimpinya.
Kebutuhan ini perlu dipenuhi agar peserta didik dapat memperoleh posisi
dan berprestasi dalam masyarakat.72
b. Kebutuhan untuk mendapat status
Peserta didik pada usia remaja membutuhkan suatu yang menjadikan dirinya
berguna bagi masyarkat. Kebanggaan terhadap diri sendiri. Baik dalam
lingkungan keluarga, sekolah maupun didalam masyarakat.
c. Kebutuhan mandiri
Peserta didik pada usia remaja ingin lepas dari batasan-batasan atau aturan
dari orang tuanya dan mencoba untuk mengarahkan dan mendisplinkan dirinya
sendiri, walaupun satu waktu ia masih menginginkan bantuan orang tua.
Banyak orang tua yang sangat memperhatinkan dan membatasi sikap,
prilaku dan tindakan-tindakan remaja-remaja. Hal ini membuat remaja merasa
tidak sipercaya dan dihargai oleh orang tua mereka, sehinggga muncul sikap
menolak dan terkadang memberontak.
d. Kebutuhan untuk berprestasi
Kebutuhan untuk berprestasi erat kaitannya dengan kebutuhan mendapat status
dan mandiri. Artinya dengan terpenuhinya kebutuhan memiliki status atau
penghargaan dan kebutuhan untuk hidup mandiri dapat membuat peserta didik
giat untuk mengejar prestasi.

72Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), cet. 1, hal. 173
e. Kebutuhan ingin disayangi dan dicintai
Rasa ingin disayangi dan dicintai merupakan kebutuhan esensial, karena dengan
terpenuhi kebutuhan ini akan mempengaruhi sikap mental peserta didik.
f. Kebutuhan untuk untuk curhat
Kebutuhan untuk curhat terutama remaja dimaksudkan suatu kebutuhan untuk
dipahami ide-ide dan permasalahan yang dihadapinya. Peserta didik
mengharapakan agar apa yang dialami, dirasakan terutama dalam masa pubertas,
dapat didengar, ditanggapi, oleh orang lain terutama pendidik.
g. Kebutuhan untuk memiliki filsafat hidup
Peserta didik pada usia remaja mulai tertarik untuk mengetahui tentang
kebenaran nilai-nilai ideal. Mereka mempunyai keinginan untuk mengenal apa
tujuan hidup dan bagaimana kebahagian itu diperoleh. Karena itu mereka
membutuhkan pengetahuan-pengetahuan yang jelas sebagai suatu filsafat hidup
yang memuaskan yang sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, sehingga dapat
dijadikan sebagai pedoman dalam mengarungi kehidupan ini.
Kebenaran dan nilai-nilai ideal yang murni hanya ditemukan didalam
agama. Oleh karena itu peserta didik sangat membutuhkan.
h. Kebutuhan untuk beragama
Agama dibutuhkan manusia karena manusia memerlukan orientasi dan
obyek pengabdian di dalam hidupnya. Tidak ada seorangpun yang tidak
membutuhkan agama, baik primitif, maupun manusia modern.
Para ahli tafsir seperti: Muhammad Hijazi, Sayyid Muhammad Husin al-
Thaba Thaba’i dan Mustafa al-Maraghi bahkan memiliki pandangan yang sama
tentang fitrah manusia untuk beragama, karena pada hakikatnya fitrah beragama
adalah kebutuhan manusia.73
Para pendidik disamping memperhatikan kebutuhan-kebutuhan biologis dan
psikologis ataupun kebutuhan primer dan sekunder seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka penekanannya adalah pemenuhan kebutuhan peserta didik
terhadap agama, karena ajaran agama yang sudah dihayati, diyakini dan
diamalkan oleh anak didik, akan mewarnai seluruh aspek kehidupanya.
3. Karakteristik Peserta Didik

73Beni Ahmad Saebani, Hendra Akhdiyat, Ilmu Pendidikan Islam 1, (Bandung: Pustaka Setia, 2009),
cet. 1, hal. 24
Pemahaman terhadap karakteristik peserta didik secara benar dan baik
merupakan salah satu persyaratan yang tidak boleh ditinggalkan oleh setiap pendidik.
Hal ini didasarkan pada sejumlah alasan sebagai berikut:74
a. Dengan memahami peserta didik dapat menentukan metode dan pendekatan
dalam belajar mengajar.
b. Dengan memahami peserta didik dapat menetapkan materi pelajaran yang sesuai
dengan tingkat kemampuannya.
c. Dengan memahami karakteristik peserta didik dapat memberikan perlakuan yang
sesuai dengan fitrah, bakat, kecenderungan, dan kemanusiaanya.
Karakteristik peserta didik dapat dibedakan berdasarkan tingkat usia,
kecerdasan, bakat, hobi, dan minat, tempat tinggal dan budaya, serta lainnya.75
a. Karakteristik Peserta Didik Berdasarkan Tingkat Usia.
Dilihat dari segi usia, peserta didik dapat dibagi menjadi lima tahapan:
1) Tahap asuhan (usia 0-2 tahun), yang lazim disebut neonatus. Tahap ini
dimulai dari sejak kelahiran anak sampai kira-kira dua tahun. Pada fase ini
belum dapat diterapkan interaksi edukasi secara langsung, akan tetapi, tetap
ada beberapa edukasi yang dapat dilakukan, seperti memberi azan di telinga
kanan anak laki-laki dan iqamah di telinga kiri anak permpuan pada saat
baru lahir. Azan dan iqamah tersebut ibarat password untuk membuka sistem
saraf rohani agar anak teringat Tuhan yang pernah diikrarkannya ketika
berada di alam arwah.
2) Tahap jasmani (usia 2-12 tahun), pada tahap ini anak mulai memiliki potensi
biologis, pedagogis, dan psikologis, sehingga seorang anak sudah mulai dapat
dibina, dilatih, dibimbing, diberikan pelajaran dan pendidikan yang
disesuaikan dengan bakat, minat dan kemampuannya.
3) Tahap psikologis (usia 12-20 tahun), tahap ini disebut juga fase tamyiz, yaitu
fase dimana anak anak mulai mampu membedakan antara yang baik dan yang
buruk, benar dan salah. Pada tahap ini, seorang anak sudah dapat dibina,
dibimbing, dan dididik untuk melaksanakan tugas-tugas yang menuntut
komitmen dan tanggung jawab dalam arti yang luas.
4) Tahap dewasa (20-30 tahun), pada tahap ini seseorang sudah tidak lagi anak-
anak atau remaja, melainkan sudah dewasa dalam arti yang sesungguhnya,

74Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2013), hal. 133
75Ibid.,hlm.134
yakni kedewasaan secara bilologis, sosial, psikologis, religius, dan lain
sebagainya. Pada fase ini, seorang anak sudah memiliki kematangan dalam
bertindak, bersikap, dan mengambil keputusan untuk menentukan masa
depannya sendiri.
5) Tahap bijaksana (30 sampai akhir hayat), pada tahap ini, manusia telah
menemukan jati dirinya yang hakiki, sehingga tindakannya sudah memiliki
makna dan mengandung kebijaksanaan yang mampu memberi naungan dan
perlindungan bagi orang yang lain. Pendidikan pada tahap ini dilakukan
dengan cara mengajak mereka agar mau mengamalkan ilmu, keterampilan,
pengalamam, harta benda, kekuasaan dan pengaruhnya untuk kepentingan
masyarakat.
b. Karakteristik Peserta Didik Berdasarkan Tingkat Kecerdasan Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Binet Simon terhadap Intelligence Quotient (IQ) manusia,
menunjukkan bahwa IQ yang dimiliki oleh setiap manusia berbeda-beda antara
satu dan lainnya, ada yang IQ-nya tinggi atau yang biasa disebut genius, ada yang
rendah atau tertinggal yang selanjutnya disebut idiot, dan ada pula yang sedang-
sedang saja yang selanjutnya disebut orang yang pada umumnya.
4. Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik
Tujuan pendidikan nasional pada khususnya dan pembangunan pada
umumnya adalah ingin menciptakan “Manusia Seutuhnya” maksudnya yaitu manusia
yang lengkap, selaras, serasi dan seimbang perkembangan semua segi kepribadiannya.
Manusia seutuhnya adalah individu-individu yang mampu menjangkau segenap
hubungan dengan Tuhan, dengan lingkungan atau alam sekeliling, dengan manusia
lain dalam suatu kehidupan sosial yang konstruktif dan dengan dirinya sendiri.
Individu-individu yang demikian pada dirinya terdapat suatu kepribadian terpadu baik
untuk akal pikiran, perasaan, moral dan keterampilan (cipta, rasa dan karsa), jasmani
maupun rohani yang berkembang secara penuh.76
Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan peserta didik
antara lain:
a. Aliran Natifisme

76Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), cet. 1, hal. 173
Perkembangan individu semata-mata ditentukan oleh faktor bawaan dan
keturunan. Contohnya : wajah dan perilaku seseorang akan berkembang sesuai
dengan wajah dan perilaku orang tuanya.
b. Aliran Empirisme
Perkembangan individu semata-mata ditentukan oleh faktor luar atau lingkungan.
c. Aliran Konvergensi
Perkembangan individu dipengaruhi baik oleh faktor bawaan maupun oleh faktor
lingkungan.77

KELOMPOK VII
KONSEP PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP DAN PRIBADI INOVATIF DALAM
PERUBAHAN SIKAP SOSIAL

77Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung, Remaja Rosda Karya,
1984).hal,45
1. Pengertian Pendidikan Seumur Hidup
Secara umum pendidikan seumur hidup dapat diartikan sebagai proses belajar
yang dilakukan secara terus menerus. Pengertian ini diberikan karena ada beberapa
istilah yang mempunyai kemiripan bunyi dan artinya, seperti: life long learning,
continuring education, further education, life long education dan sebagainya.
Pengertian istilah-istilah inilah yang mungkin menyulitkan pemberian pengertian
pendidikan seumur hidup secara tepat dan jelas.78 Pendidikan Seumur Hidup adalah
segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang
hidup.79 Pendidikan merupakan segala pengaruh yang di upayakan sekolah terhadap
anak dan remaja yang di serahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang
sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial
mereka. Pendidikan adalah lembaga dan usaha pembangunan bangsa dan watak
bangsa, pendidikan yang demikian mencakup ruang lingkup yang amat komprehensif,
yakni pendidikan kemampuan mental, pikir (rasio, intelek), kepribadian manusia.
Untuk membina kepribadian demikian jelas memerlukan tantangan waktu yang relatif
panjang: bahkan berlangsung seumur hidup.
Menurut Sarijan bahwa belajar dan mengajar adalah “peristiwa wajar yang
terjadi pada makhluk manusia secara terus menerus berlangsung dengan cara yang
spontan, bahkan tanpa disadari melakukannya.80 Dengan pendapat tersebut sejalan
dengan ajaran agama Islam yang memerintahkan untuk mencari ilmu, sebagaimana
sabda Nabi Muhammad SAW:
‫لحديلىأ لمحد من اا العلم اطلب‬
"Tuntutlah ilmu mulai dari ayunan sampai ke liang lahat".(H.R. Ibnu Bar).81

Hal tersebut telah membuktikan bahwa Islam sejak awal telah meletakkan
dasar adanya pendidikan seumur hidup (long life education).

Maka pokok dalam pendidikan seumur hidup adalah seluruh individu harus
memiliki kesempatan yang sistematik, terorganisir untuk di setiap
kesempatan belajar sepanjang hidup mereka. Semua itu dengan tujuan untuk:

78 Mohammad Kamaludin, PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP ; KONSEP, PROGRAM DAN


IMPLIKASINYA, Volume 1/ Nomor 1/ Juni 2019, Hal. 33
79 Dr.Binti Maunah, Ilmu Pendidikan(Yogyakarta:PT Sukses Offset,2009) hal 1.
80 A.J. Cropley, Pendidikan Seumur Hidup, Terj: Sardjan Kadir, (Surabaya: Usaha Nasional 1973),
Hal 23
81 Abi ‘Isa Ibnu Surah Tirmidzi, Sunan Tirmidzi (Beirut: Darul Kitab, 2003), Hal.256.
a. Membangkitkan kemunduran pendidikan sebelumnya,
b. Memperoleh ketrampilan baru,
c. Meningkatkan keahlian,
d. Meningkatkan pengertian tentang dunia yang mereka tempati,
2. Teori Pendidikan Seumur Hidup
a. Dasar Teoritis/Religious
Konsep pendidikan seumur hidup ini pada mulanya dikemukakan oleh
filosof dan pendidik Amerika yang sangat terkenal yaitu John Dewey.
Kemudian dipopulerkan oleh Peul Langrend melalui bukunya: An
Introduction to Life Long Education. Menurut John Dewey, pendidikan itu
menyatu dengan hidup. Oleh karena itu pendidikan terus berlangsung
sepanjang hidup sehingga pendidikan itu tidak pernah berakhir. Konsep
pendidikan yang tidak terbatas ini juga telah lama diajarkan oleh Islam,
sebagaimana dinyatakan dalam Hadits Nabi Muhammad Saw. Yang
berbunyi.82
“Tuntutlah Ilmu sejak dari buaian sampai liang lahat.”
b. Dasar Yuridis
Konsep pendidikan seumur hidup di Indonesia mulai dimasyarakatkan melalui
kebijakan negara yaitu melalui:
1) Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 JO TAP. NO. IV/MPR/1978 tentang
GBHN menetapkan prinsip-prinsip pembangunan nasional, antara lain:
a) Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat
Indonesia (Arah Pembangunan Jangka Pajang)
b) Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam keluarga
(rumah tangga), sekolah dan masyarakat. Karena itu, pendidikan adalah
tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah
(Bab IV GBHN Bagian Pendidikan).
2) UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 4 sebagai berikut:
“Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,

82 Tholib Hasan, Pendidikan Seumur Hidup, (Jakarta, Studio Press. 2009) hal. 64
memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan”.
3) Di dalam UU Nomor 2 Tahun 1989, penegasan tentang pendidikan seumur
hidup, dikemukakan dalam Pasal 10 Ayat (1) yang berbunyi:
“Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui dua jalur, yaitu
pendidikan luar sekolah dalam hal ini termasuk di dalamnya pendidikan
keluarga, sebagaimana dijelaskan pada ayat (4), yaitu: “pendidikan keluarga
merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan
dalam keluarga dan yang memberikan agama, nilai budaya, nilai moral dan
keterampilan.
Sebenarnya ide pendidikan seumur hidup telah lama dalam sejarah pendidikan,
tetapi baru populer sejak terbitnya buku Paul Langrend An Introduction to Life
Long Education (sesudah Perang Dunia II). Kemudian diambil alih
oleh International Commision on the Development of Education (UNESCO).
Istilah pendidikan seumur hidup (Life Long Integrated Education) tidak dapat
diganti dengan istilah-istilah lain sebab isi dan luasnya (scope-nya) tidak persis
sama, seperti istilah out of School education, continuing education, adult
education, further education, recurrent education.
3. Pandangan Islam Tentang Pendidikan Seumur Hidup
Dalam perspektif Islam, pendidikan seumur hidup didasarkan pada fase-fase
perkembangan manusia itu sendiri. Artinya, proses pendidikan itu disesuaikan dengan
pola dan tempo, serta irama perkembangan yang dialami oleh seseorang sampai akhir
hayatnya, yakni: 83
a. Masa al-Jauin (usia dalam kandungan)
Masa al-jauin, tingkat anak yang berada dalam kandungan dan adanya kehidupan
setelah adanya ruh dari Allah swt. Pada usia 4 bulan, pendidikan dapat diterapkan
dengan istilah “pranatal”. Karena itu, seorang ibu ketika mengandung anaknya,
hendaklah mempersiapkan kondisi fisik maupun psikisnya, sebab sangat
berpengaruh terhadap proses kelahiran dan perkembangan anak kelak.
b. Masa bayi (usia 0-2 tahun)

83 http://www.tuanguru.com/2011/12/pendidikan-seumur-hidup-dalam-islam.html. Diunggah hari


Selasa 09 Desember 2020
Pada tahap ini, orang belum memiliki kesadaran dan daya intelektual, ia hanya
mampu menerima rangsangan yang bersifat biologis dan psikologis melalui air
susu ibunya. Karenanya, dalam fase ini belum dapat diterapkan interaksi edukatif
secara langsung. Proses edukasi dapat dilakukan menurut Islam adalah
membacakan adzan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri ketika baru lahir,
memberi nama yang baik ketika diaqiqah. Dengan demikian, di hari pertama dan
minggu pertama kelahirannya, sudah diperkenalkan kalimat tauhid, selanjutnya
diberi nama yang baik sesuai tuntunan agama.
c. Masa kanak-kanak (usia 2-12 tahun)
Pada fase ini, seseorang mulai memiliki potensi-potensi biologis, paedagogis.
Oleh karena itu, mulai diperlukan pembinaan, pelatihan, bimbingan, pengajaran
dan pendidikan yang sesuai dengan bakat dan minat atau fitrahnya. Ketika telah
mencapai usia enam tahun hendaklah dipisahkan tempat tidurnya dan
diperintahkan untuk shalat ketika berumur tujuh tahun. Proses pembinaan dan
pelatihan lebih efektif lagi bila dalam usia tujuh tahun disekolahkan pada Sekolah
Dasar. Hal tersebut karena pada fase ini, seseorang mulai aktif dan mampu
memfungsikan potensi-potensi indranya walaupun masih pada taraf pemula.
d. Masa puber (usia 12-20 tahun)
Pada tahap ini, seseorang mengalami perubahan biologis yang drastis, postur
tubuh hampir menyamai orang dewasa walaupun taraf kematangan jiwanya belum
mengimbanginya. Pada tahap ini, seseorang mengalami masa transisi, masa yang
menuntut seseorang untuk hidup dalam kebimbangan, antara norma masyarakat
yang telah melembaga yang mungkin tidak cocok dengan pergaulan hidupnya
sehari-hari, sehingga ia ingin melepaskan diri dari belenggu norma dan susila
masyarakat untuk mencari jati dirinya, ia ingin hidup sebagai orang dewasa,
diakui, dan dihargai, tetapi aktivitas yang dilakukan masih bersifat kekanak-
kanakan. Seringkali orang tua masih membatasi kehidupannya agar nantinya dapat
mewarisi dan mengembangkan usaha yang dicapai orang tuanya. Proses edukasi
fase puber ini, hendaknya di didik mental dan jasmaninya, misalnya mendidik
dalam bidang olahraga dan memberikan suatu model, mode dan modus yang
Islami, sehingga ia mampu melewati masa remaja di tengah-tengah masyarakat
tanpa meninggalkan nilai-nilai Islam.
e. Masa kematangan (usia 20-30)
Pada tahap ini, seseorang telah beranjak dalam proses kedewasaan, mereka
sudah mempunyai kematangan dalam bertindak, bersikap, dan mengambil
keputusan untuk menentukan masa depannya sendiri. Proses edukasi yang dapat
dilakukan adalah memberi pertimbangan dalam menentukan masa depannya agar
tidak melakukan langkah-langkah yang keliru.
f. Masa kedewasaan (usia 30 sampai akhir hayat)
Pada tahap ini, seseorang telah berasimilasi dalam dunia kedewasaan dan telah
menemukan jati dirinya, sehingga tindakannya penuh dengan kebijaksanaan yang
mampu memberi naungan dan perlindungan bagi orang lain. Proses edukasi dapat
dilakukan dengan cara mengingatkan agar mereka lebih memperbanyak amal
shalih, serta mengingatkan bahwa harta yang dimiliki agar dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan agama, negara dan masyarakat.
4. Pendidikan Kreatif dan Perubahan Sosial
Implikasi merupakan akibat langsung atau konsekuensi dari suatu keputusan.
Dengan demikian maksudnya adalah sesuatu yang merupakan tindak lanjut atau
follow up dari suatu kebijakan atau keputusan tentang pelaksanaan pendidikan seumur
hidup. Penerapan azas pendidikan seumur hidup pada isi program pendidikan dan
sasaran pendidikan di masyarakat mengandung kemungkinan yang luas. Implikasi
pendidikan seumur hidup pada program pendidikan dapat dikelompokkan menjadi
beberapa kategori yaitu:84
a. Pendidikan baca tulis fungsional
Program ini tidak saja penting bagi pendidikan seumur hidup dikarenakan
relevansinya yang ada pada negara-negara berkembang dengan sebab masih
banyaknya penduduk yang buta huruf, mereka lebih senang menonton TV,
mendengarkan Radio, mengakses internet dari pada membaca. Meskipun cukup
sulit untuk membuktikan peranan melek huruf fungsional terhadap pembangunan
sosial ekonomi masyarakat, namun pengaruh IPTEK terhadap kehidupan
masyarakat misalnya petani, justru disebabkan oleh karena
pengetahuanpengetahuan baru pada mereka. Pengetahuan baru ini dapat diperoleh
melalui bahan bacaan utamanya. Realisasi baca tulis fungsional, minimal memuat
dua hal, yaitu: 1, Memberikan kecakapan membaca, menulis, menghitung yang

84 Fathul Jannah. PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP DAN IMPLIKASINYA, Dinamika Ilmu, Vol. 13.
No. 1, Juni 2013, Hal. 13
fungsional bagi anak didik; 2. Menyediakan bahan-bahan bacaan yang diperlukan
untuk mengembangkan lebih lanjut kecakapan yang telah dimilikinya.
b. Pendidikan vokasional.
Pendidikan vokasional adalah sebagai program pendidikan di luar sekolah bagi
anak di luar batas usia sekolah, ataupun sebagai pendidikan formal dan non
formal, sebab itu program pendidikan yang bersifat remedial agar para lulusan
sekolah tersebut menjadi tenaga yang produktif menjadi sangat penting. Namun
yang lebih penting ialah bahwa pendidikan vokasional ini tidak boleh dipandang
sekali jadi lantas selesai.dengan terus berkembang dan majunya ilmu pengetahuan
dan teknologi serta makin meluasnya industrialisasi, menuntut pendidikan
vokasiaonal itu tetap dilaksanakan secara kontinyu.
c. Pendidikan profesional.
Realisasi pendidikan seumur hidup,dalam kiat-kiat profesi telah tercipta Built in
Mechanism yang memungkinkan golongan profesional terus mengikuti berbagai
kemajuan dan perubahan menyangkut metodologi, perlengkapan, terminologi dan
sikap profesionalnya. Sebab bagaimanapun apa yang berlaku bagi pekerja dan
buruh, berlaku pula bagi profesional, bahkan tantangan buat mereka lebih besar.
d. Pendidikan ke arah perubahan dan pembangunan.
Era globalisasi dan informasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan
IPTEK, telah mempengaruhi berbagai dimensi kehidupan masyarakat, dengan
cara masak yang serba menggunakan mekanik, sampai dengan cara menerobos
angkasa luar. Kenyataan ini tentu saja konsekuensinya menurut pendidikan yang
berlangsung secara kontinyu (lifelong education). Pendidikan bagi anggota
masyarakat dari berbagai golongan usia agar mereka mampu mengikuti perubahan
sosial dan pembangunan juga merupakan konsekuensi penting dari azas
pendidikan seumur hidup.
e. Pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik
Selain tuntutan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), dalam
kondisi sekarang dimana pola pikir masyarakat. yang semakin maju dan kritis,
baik rakyat biasa, maupun pemimpin pemerintahan di negara yang demokratis,
diperlukan pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik bagi setiap warga
negara. Pendidikan seumur hidup yang bersifat kontinyu dalam konteks ini
merupakan konsekuensinya.
5. Sikap Dan Persepsi Terhadap Realitas Peranan Dalam Masyarakat
Di dalam memahami konsep pendidikan seumur hidup, harus dipahami dulu
bahwa setiap individu selalu berusaha untuk dapat menyesuaikan diri terhadap
lingkungan di sekitarnya. Proses penyesuaian diri ini dilakukan dengan cara
mengubah dirinya, dalam arti berusaha memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang diperlukan atau mengubah lingkungannya. Karena lingkungan tempat hidup
individu tersebut selalu dan terus menerus berubah serta berlangsung dengan cepat,
sehingga proses penyesuaian diri ini juga akan berlangsung terus selama individu
tersebut hidup. Maka akan terbentuk suatu tatanan dalam pendidikan seumur hidup
sebagai berikut
a. Memperkaya kehidupan rohani/ kehidupan intelektual seseorang (bersifat
individual) dengan terus menerus belajar. Seseorang akan dapat memperbaharui
pengetahuannya secara terus menerus pula.
b. Berdifat sosial, suatu masyarakat dengan kegiatan pendidikan seumur hidup yang
intensif dan ekstensif akan lebih membangun dirinya dari pada masyarakat yang
tidak mengembangkan kebiasaan untuk belajar terus menerus.
c. Dengan kegiatan belajar atau pendidikan seumur hidup ( pendidikan formal, kita
dapat menjaga diri dari cara-cara hidup yang kurang menguntungkan da lain-
lain.85
d. Untuk mengembangkan potensi kepribadian manusia sesuai dengan kodrat dan
hakekatnya yakni seluruh aspek pembawaannya seoptimal mungkin.86
6. Tingkat Kreatifitas dan Inovasi Dalam Perubahan Sosial
Fuad Ihsan menulis beberapa dasar pemikiran – ditinjau dari beberapa aspek-
tentang Kreatifitas dan inovasi, antara lain:87
a. Aspek ideologis, setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini memiliki hak yang
sama untuk memperoleh pendidikan, meningkatkan pengetahuan dan menambah
keterampilannya. Pendidikan seumur hidup akan membuka jalan bagi seseorang
untuk mengembangkan potensi diri sesuai dengan kebutuhan hidupnya.
b. Aspek ekonomis, pendidikan merupakan cara yang paling efektif untuk dapat keluar
dari “lingkungan setan kemelaratan” akibat kebodohan, pendidikan seumur hidup
akan memberi peluang bagi seseorang untuk meningkatkan produktivitas, memelihara

85 Mochtar Buchori, Spektrum Problematika Pendidikan DI Indonesia ( Yogyakarta: PT Tiara Wacana


1994), Hal.21
86 Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan ( Surabaya: Usaha Nasional,
1981), Hal.139
87 Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hal. 44-45.
dan mengembangkan sumber-sumber yang dimilikinya, hidup di lingkungan yang
sehat dan menyenangkan, serta memiliki motivasi dalam mendidik anak-anak secara
tepat sehingga pendidikan keluarga menjadi penting.
c. Aspek sosiologis, di negara berkembang banyak orangtua yang kurang menyadari
pentingnya pendidikan sekolah bagi anak-anaknya, ada yang putus sekolah bahkan
ada yang tidak sekolah sama sekali. Pendidikan seumur hidup bagi orang tua
merupakan problem solving terhadap fenomena tersebut.
d. Aspek teknologis, pendidikan seumur hidup sebagai alternatif bagi para sarjana,
teknisi dan pemimpin di negara berkembang untuk memperbaharui pengetahuan dan
keterampilan seperti dilakukan negara-negara maju.
e. Aspek Politis, tugas pendidikan seumur hidup menjadikan seluruh rakyat menyadari
pentingnya hak-hak pada negara demokrasi. Selain itu, pendidikan kewarganegaraan
perlu diberikan kepada seluruh rakyat untuk memahami fungsi pemerintah, DPR,
MPR, dan lembaga-lembaga negara lainnya. Tugas pendidikan seumur hidup
menjadikan seluruh rakyat menyadari pentingnya hak-hak pada negara demokrasi.
f. Aspek Psikologis dan Pedagogis, untuk memberikan keterampilan secara cepat dan
mengembangkan daya adaptasi maka pendidikan seumur hidup memerlukan suasana
yang kondusif.

KELOMPOK VIII
MACAM-MACAM DAN JENIS PENDIDIKAN LEMBAGA DALAM PENDIDIKAN
INFORMAL DAN NONFORMAL
1. Macam- macam Pendidikan
a. Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani adalah suatu pendidikan yang sangat penting dan tidak
dapat terlepas dari segi-segi pendidikan yang lain. Bahkan dapat dikatakan bahwa
pendidikan jasmani merupakan salah satu alat utama bagi pendidikan rohani. Dapat
diketahui pendidikan jasmani mempunya tujuan adalah sebagai berikut:88
1) Untuk menjaga dan memelihara kesehatan tubuh
2) Untuk membentuk budi pekerti peserta didik
3) Untuk memupuk perkembanagan fungsi-fungsi jiwa
Adapun Tugas sekolah terhadap pendidikan jasmani bagi peserta didik
adalah sebagai berikut:89
1) Mengajarkan bermacam-macam gerak badan
2) Mengajarkan ilmu kesehatan yang dapat memberi petunjuk kepada peserta
didik bagaimana seharusnya berbuat dan hidup berpola sehat
3) Menjaga kebersihan sekolah tempat anak-anak didik itu belajar
4) Mengatur jalannya pendidikan dengan sebaik-baiknya.
b. Pendidikan Rohani
Pendidikan Rohani Istilah rohani di dalam konteks tradisi Islam, menurut
Hossein Nasr, dapat ditemukan dalam istilah rūhīyah ataurūhanīyah dan
ma’nawīyah; atau berbagaiturunannya.Istilah pendidikan rohani di dalam
penulisan berbahasa Arab umumnya digunakan istilah al-tarbīyah al-
rūhīyah.Istilah al-tarbīyah merupakan istilah modern yang muncul dalam beberapa
tahun terakhir biasanya dikaitkan dengan gerakan pembaruan pendidikan di
negara-negara Arab pada kuartal kedua abad kedua puluh, yang belum digunakan
dalam sumber-sumber Arab kuno.90
Dalam Pendidikan Islam, pendidikan rohanimerupakan aspek penting.
Pendidikan ini memungkinkan potensi rohani untuk berkembang dan mempunyai
pengalaman endental yang menjadikannya terus menyempurnakan diri sejalan

88Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan Edisi Revisi. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2005),hlm.34

89Ibid.,hlm 35.
90 Ramayulis, Pengantar Ilmu Pendidikan. (Padang:The Minangkabau Foudation Press, 2004) ,hlm.51
dengan totalitas potensi yang dimiliki, dengan tetap bersandar padakaidah-kaidah
yang kuat dan dasar-dasar agama yang kokoh; yang berperan sebagai penguat dan
pengokoh relasi antara seorang muslim dengan Allah SWT. Dapat disimpulakan
bahwa pendidikan rohani adalah pendidikan yang diberikan untuk
mengembangkan rohani seseorang dalam mencapai sesuatu yang dicita-
citakannya.
c. Pendidikan Intelek
Pendidikan intelek adalah pendidikan yang bermaksud mengembangkan
daya pikir dan menambah pengetahuan peserta didik.Sekolah merupakan suatu
badan yang paling utama dalam menyelenggarakan pendidikan intelek
tersebut.Karena disekolah peserta didik menerima bermacam-macam ilmu
pengetahuan yang diberikan dan diajarkan setiap hari oleh guru mereka. Dimana
pendidikan intelek mempunyai beberapa fungsi, yaitu :91
1) Pembentukan fungsional
2) Pembentukan material
Pembentukan material adalah pembentukan untuk menambah pengetahuan
dan keterampilan.
d. Pendidikan Etika
Pendidikan etika adalah suatu pendidikan yang mengajarkan tentang cara
bersikap yang baik dan sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
Tujuan pendidikan etika adalah memimpin peserta didik agar selalu setia
mengerjakan segala sesuatu yang baik dan meninggalkan yang buruk atas
kemauan sendiri dalam segala hal dan setiap waktu.
Dasar-dasar pendidikan etika adalah sebagai berikut:92
1) Peserta didik harus belajar supaya dapat membedakan antara yang baik dan
buruk.
2) Peserta didik hendaklah dididik agar berkembang perasaan cintanya terhadap
segala sesuatu yang baik dan membenci terhadap yang buruk.
3) Peserta didik harus dibiasakan mengerjakan sesuatu yang baik dan menjauhi
segala yang sesuatu yang buruk atas kemauan sendiri dalam segala hal.
e. Pendidikan Estetika

91 Purwanto, Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. (Bandung: PT Rosdakarya, 2000), hlm.27

92Ibid.,hlm,28
Pendidikan estetika adalah pendidikan yang mengajarkan tentang moral,
kepribadian dalam bersikap serta tingkah laku atau tindakan yang baik sehingga
terciptanya suatu keindahan.
Dalam pelajaran pskologi bahwa cita rasa (ukuran untuk merasakan bagus
atau tidaknya) pada tiap-tiap orang itu dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:
1) Pembawaan atau bakat seseorang
2) Aliran seni dan metode yang berlaku
3) Lingkungan seseorang
4) umur
Maksud pendidikan estetika adalah mendidik peserta didik agar dapat
merasakan dan mencintai segala sesuatu yang indah dan selalu ingin berbuat
sesuai norma estetika. Adapun Cara mendidik peserta didik kearah keindahan itu
adalah:93
1) Tidak hanya teori saja yang diberikan kepada peserta didik tetapi juga
membiasakan peserta didik untuk mempraktekkan keindahan itu di rumah, di
sekolah dan di mana saja.
2) Tidak hanya intelek atau fikiran saja yang diberikan kepada peserta didik agar
dapat membedakan mana yang indah dan mana yang tidak. Tetapi yang
terpenting adalah membentuk kemauan dan menanamkan kedalam sanubari
peserta didik perasaan cinta terhadap keindahan.
f. Pendidikan Sosial
Pendidikan sosial adalah pendidikan yang berkenaan dengan sikap sosial
dalam bermasyarakat.Adapun tugas dan tujuan pendidikan sosial adalah sebagai
berikut:
1) Mengajari peserta didik yang tau akan tugas dan kewajibannya terhadap
bermacam-macam golongan dalam masyarakat.
2) Membiasakan peserta didik untuk mematuhi dan mengerjakan tugas serta
kewajiban sebagai anggota masyarakat juga sebagai warga negara.

93Tirtarahardja, Umar dan La Sula, Pengantar Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta. 2000), hlm. 67
3) Lingkungan sosial adalah pengaruh-pengaruh yang disengaja dari anngota
berbagai golongan tertentu. Seperti pengaruh nenek, paman, ayah, ibu, guru-
guru dan lain sebagainya.
4) Pendidikan sosial adalah pengaruh yang disengaja yang datang dari pendidik
itu sendiri. Pengaruh itu berguna untuk menjadikan peserta didik menjadi
yang lebih baik dalam golongannya dan mengajarkan bersikap sabar dalam
kegiatan sosial bermasyarakat.
5) Pendidikan kemasyarakatan disekolah dapat dilakukan secara praktis dan
teoritis. Pendidikan secara praktis dilakukan dengan cara membiasakan
peserta didik dengan kabiasaan yang baik seperti seperti datang tepat waktu,
belajar secara teratur dan lain sebagainya. Pendidikan secara teoritis dapat
dilakukan melalui berbagai pelajaran seperti ilmu pengetahuan sosial, sejarah,
kewarganegaraan dan lain sebagainya.
g. Pendidikan Keagamaan
Di Indonesia pendidikan agama diselenggarakan dan diatur oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dimana tujuan pendidikan agama
dan pengelolaannya dalam GBHN 1083-1988 tujuan pendidikan agama antara
lain:94
1) untuk meningkatkan ketakwaan terhadap tuhan Yang Maha Esa. Tujuan
pendidikan agama di sekolah umumnya ialah untuk mendidik peserta
didik supaya menjadi orang yang bertakwa kepada tuhan Yang Maha Esa
yang berarti taat dan dan patuh menjalankan perintah dan menjauhi
larangan seperti yang diajarkan didalam kitab suci yang dianut oleh
agama masing-masing. Pada sekolah-sekolah negeri terdapat dualisme
pengelolaan guru yakni guru umum diangkat dan dikelola oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, sedangkan guru agama dikelola
oleh Departemen Agama.
2) Sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar falsafah negara
Republik Indonesia. Pendidikan agama merupakan segi pendidikan yang
utama dan mendasari semua segi pendidikan lainnya. Dalam peraturan
pemerintah mengharuskan pendidikan agama itu diberikan kepada peserta

94Ibid.,hlm.68
didik seperti yang tercantum dalam UU RI No. tahun 2003 poin pertama
dari strategi pembangunan pendidikan nasional.
2. Jenis Lembaga Pendidikan Informal dan Nonformal
a. Lembaga Pendidikan Keluarga
Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang
pertama dan utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat
kodrati orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan
mendidik anak agar tumbuh adn berkembang dengan baik.
Undang-Undang sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989
menyatakan secara jelas dalam pasal 10 ayat 4, bahwa keluarga merupakan bagian
dari jalur pendidikan luar sekolah yang memberikan keyakinan agama, nilai
budaya, nilai – nilai moral dan keterampilan kepada anak. Keluarga berpengaruh
kuat, langsung dan dominan kepada anak dan, terutama dalam pembentukan
perilaku,sikap dan kebiasaan, penanaman nilai- nilai, perilaku-perilaku sejenis,
pengetahuan dan sebagainya.
Maka dari penjelasan diatas bahwa Pendidikan keluarga berfungsi sebagai
berikut :95
1) Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak
2) Menjamin kehidupan emosional anak
3) Menanamkan dasar pendidikan moral
4) Memberikan dasar pendidikan sosial
5) Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak
6) Menciptakan kondisi yang dapat menumbuhkembangkan inisiatif, kreativitas,
kehendak, emosi, tanggung jawab, keterampilan dan kegiatan lain.
b. Lembaga Pendidikan Sekolah
Sekolah adalah suatu hal yang tidak dapat dipungkiri lagi, karena
kemajuan zaman, perkembagan ilmu pengetahuan dan teknologi.Tidak semua tugas
mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama dalam hal
ilmu pengetahuan dan berbagai macam keterampilan.Oleh karena itu anak
dikirimkan ke sekolah.

95 Binti Maunah, Ilmu Pendidikan, Sukses offset, (Yogyakarta; 2009), hlm. 101
Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama mereka
diserahkan kepadanya. Karena itu sebagai sumbangan sekolah sebagai lembaga
terhadap pendidikan, diantaranya sebagai berikut;
1) Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta
menanamkan budi pekerti yang baik.
2) Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam masyarakat yang
sukar atau tidak dapat diberikan di rumah.
3) Sekolah melatih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti membaca,
menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu lain sifatnya mengembangkan
kecerdasan dan pengetahuan.
4) Di sekolah diberikan pelajaran etika, keagamaan, estetika, membenarkan benar
atau salah, dan sebagainya.
c. Lembaga Pendidikan Masyarakat
Masyarakat adalah salah satu lingkungan pendidikan yang besar
pengruhnya terhadap perkembangan pribadi seseorang.Masyarakat memiliki
peranan yang penting dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.Dalam konteks
pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan keluarga dan sekolah.Pendidikan
yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa
waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan
sekolah.
Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut tampaknya lebih
luas.Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat
banyak sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan,
pembentukan pengertia-pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun
pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Secara kongkrit peran dan fungsi pendidikan kemasyarakat dapt
dikemukakan sebagai berikut :96
1) Memberikan kemampuan profesional untuk mengembanngkan karier melalui
kursus penyegaran, penataran, lokakarya, seminar dan sebaginya.
2) Memberikan kemampuan teknis akademik dalam suatu sistem pendidikan
nasional seperti sekolah terbuka, kursus tertulis, pendidikan melaui radio dan
televisi dan sebagainya.

96Ibid.,hlm.103
3) Ikut serta mengembangkan kemampuan kehidupan beragama melaui pesantren,
pengajian, pendidikan agama di surau/ langgar ,biara, sekolah minggu dan
sebagainya.
4) Mengembangkan kemampuan kehidupan sosial budaya melaui bengkel seni,
teater, olahraga, seni bela diri, lembaga pendidikan spiritual dan sebagainya
5) Mengembangkan keahlian dan keterampilan melalui sistem magang untuk
menjadi ahli bangunan, montir dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

A.J. Cropley, Pendidikan Seumur Hidup, Terj: Sardjan Kadir, Surabaya: Usaha
Nasional 1973

Abdul Mujibdan Jusuf Mudzakkir. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. 3. Jakarta. Kencana
Prenada Media Group, . 2010

Abi ‘Isa Ibnu Surah Tirmidzi, Sunan Tirmidzi , Beirut: Darul Kitab, 2003

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2010

Ahmad Darlis, Hakikat Pendidikan Islam: Telaah Antara Hubungan Pendidikan


Informal, Non Formal Dan Formal , Jurnal Tarbiyah, Vol. XXIV, No. 1, 2017

Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis Teoritis dan Praktis,
Samsul Nizar (ed), Jakarta : Ciputat Press, 2002

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung, Remaja Rosda Karya,
1984

Ali Hamdani. Filsafat Pendidikan , Yogyakarta: Kota Kembang.

Beni Ahmad Saebani, Hendra Akhdiyat, Ilmu Pendidikan Islam 1, Bandung: Pustaka
Setia, 2009

Binti Maunah, Ilmu Pendidikan, Sukses offset, Yogyakarta; 2009

Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan Meneguhkan Kembali Pendidikan yang


Manusiawi Jakarta: Bumi Aksara, 2010

Depag. RI. Al-Qur'an dan Terjemahnya , Jakarta: P.T. Parca, 1983

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta: Balai


Pustaka, 2002

Dr.Binti Maunah, Ilmu Pendidikan, Yogyakarta:PT Sukses Offset,2009

Drs. Sidi Gazalba, Masyarakat Islam, Pengantar Sosiologi & Sosiografi , Jakarta, Bulan
Bintang, 1976

Dwi Astrid Avianti1, Lindawati Kartika2, Analisis Quality Of Work Lifepada Generasi X
Dan Y Alumni Fakultas Ekonomi Dan Manajemen IPB, Jurnal Riset Manajemen
Dan Bisnis (JRMB) Fakultas Ekonomi UNIAT Vol.2,No.2,Juni 2017:95-106ISSN
2527 -7502
Elih Sudiapermana, Pendidikan Informal Reposisi, Pengakuan dan Penghargaan ,
Artikel Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah UPI
Eti Rochaety dkk, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan , Jakarta: Bumi Aksara,
2008

Fathul Jannah. PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP DAN IMPLIKASINYA, Dinamika


Ilmu, Vol. 13. No. 1, Juni 2013

Fathul Mu’in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan Praktik, Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2011

Fauziah Nasution,Psikologi Umum: Buku Panduan untuk Fakultas Tarbiyah, Medan:


IAIN SU Press, 2011

Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan Komponen MKDK, Jakarta: Rineka Cipta, 2010

Fuad Ihsan. 2010. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Fuad Ihsan,
2010

Gunawa, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis tentang Berbagai Problem Pendidikan ,


Jakarta: Rineka Cipta, 2000

H. Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Kencana 2010

Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan Edisi Revisi. , Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada, 2005

Hasbullah,Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada:2012

Hendra Harmi, Teori Belajar dan Pembelajaran,Curup: LP2 STAIN, 2010

http://www.tuanguru.com/2011/12/pendidikan-seumur-hidup-dalam-islam.html.
Diunggah hari Selasa 09 Desember 2020

https://ayiolim.wordpress.com/2011/02/23/perencanaan-pendidikan-nonformal-sebagai-
pendekatan-terpadu/

https://blog.ruangguru.com/perbedaan-gaya-belajar-antar-generasi, di akses hari Jum’at,


16 Oktober, 2020. Pukul; 07;33.

https://dasarguru.com/teori-belajar-kognitif-dan-penerapannya/, di akses, hari Jum’at, 16


Oktober, 2020, pukul; 07;19

https://www.academia.edu/36380955/Landasan_Pendidikan_di_Indonesia

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi , Jakarta: Aksara Baru, 1979


Komar Oong. Filsafat Pendidikan Nonformal , Bandung: Pustaka Setia. 2006

Kurdie Syuaeb, Pendidikan Luar Sekolah, Cirebon: Alawiyah, 2002


M syahran Jailani, Teori Pendidikan Keluarga Dan Tanggung Jawab Orang Tua Dalam
Pendidikan Anak Usia Dini”, Nadwa Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 8, No. 2,
Oktober 2014

M. Munandar Soelaiman, Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial, Eresco
Bandung: Eresco, t.th

Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim Bahasa Indonesia , Jakarta: PT Hidakarya


Agung, 2004

Mimi Suharti, Perkembangan Peserta Didik, Padang: IAIN IB Press, 2011

Mochtar Buchori, Spektrum Problematika Pendidikan DI Indonesia , Yogyakarta: PT


Tiara Wacana 1994

Mohammad Kamaludin, PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP ; KONSEP, PROGRAM


DAN IMPLIKASINYA, Volume 1/ Nomor 1/ Juni 2019

Mohammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan


Pancasila, Usaha Nasional, Surabaya, 1986, dalam Hasbullah, Dasar-Dasar
Ilmu Pendidikan, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2005

Muhammad FadhilAlghi Fari Majid1, Suyadi2, Penerapan Teori Belajar Behavioristik


Dalam Pembelajaran PAI, Jurnal Ilmiah Bimbingan dan Konseling, Vol.1, No.3,
April2020, pp. 95-103, e-ISSN: 2686-2875

Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah , Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003

Murtadha Mutahhari, Masyarakat dan Sejarah , Bandung: Mizan, Cet. 1. 1986

Muslim Hasibuan, Dasar-Dasar Kependidikan , Padangsidimpuan: Diktat, 2011

Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan , Bandung: PT Remaja


Rosdakaya, 1993

Novi Irwannahar, Penerapan Teori Belajarbehavioristik Dalam Prosespembelajaran,


Nusantara( Jurnal Ilmupengetahuansosial )Volume1 Desember2016, ISSN2541-
657X,

Nur Uhbuyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung : Pustaka Setia, 1998


Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 2009

PP RI No. 25 Tahun 2007, tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan

Purwanto, Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT Rosdakarya,


2001
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2013
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis,
Jakarta: CIPUTAT PERS, 2002

Sardjan Kadir, Perencanaan Pendidikan Nonformal , Surabaya : Usaha Nasional, 2000

Sitti Roskina Mas, Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua dalam Penyelengaraan
Pendidikan (Jurnal el-Hikmah Fakultas Tarbiyah UIN Malang,
2011; https://media.neliti.com/media/publications/241894-partisipasi-
masyarakat-dan-orang-tua-dal- 2841e420.pdf),

Soebagio Admodiwirio, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: PT Arda Dizya Jaya,


2000

Soejono Soekamto, Sosiologi suatu Pengantar , Jakarta, Rajawali,1990

Sudjana, Pendidikan Nonformal Wawasan Sejarah Perkembangan Filsafat Teori


Pendukung Azas, Bandung : Falah Production, 2004

Sutarto, Teori Kognitif dan Implikasinya Dalam Pembelajaran, Islamic Counseling Vol
1 No. 02 Tahun 2017, Stain Curupp-ISSN 2580-3638, E-ISSN 2580-3646

Tholib Hasan, Pendidikan Seumur Hidup, Jakarta, Studio Press. 2009

Tim Dosen FIP IKIP Malang, Pengantar Dasar-dasar kependidikan, Usaha


Nasional,Surabaya,1988

Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan , Surabaya: Usaha


Nasional, 1981

Tirtarahardja, Umar dan La Sula, Pengantar Pendidikan. ,Jakarta: Rineka Cipta. 2000

Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, Jakarta: Cemerlang, 2003


Usman, Husaini, Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
Press, 2004

Wahyu Bagja Sulfemi, Modul Manajemen Pendidikan Nonformal, Program Studi


Administrasi Pendidikan Stkip Muhammadiyah Bogor 2018

yafarudin dkk, Pendidikan Prasekolah , Medan: Perdana Publishing, 2011

Yanuar Surya Putra, Theoritical Review:Teori Perbedaan Generasi, Among Makarti


Vol.9 No.18, Desember 2016

Zakiyah Darojat, Ilmu Pendidikan Islam., Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006

Anda mungkin juga menyukai