UAS (Ira Anggita Maya Sofa)
UAS (Ira Anggita Maya Sofa)
FORMAL
OLEH:
DOSEN PEMBIMBING
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang mana pada
kesempatan ini saya masih di berikan kesehatan serta kesempatan kepada kita,
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ujian akhir kuliah Kumpulan Makalah
Pendidikan Informal Dan Non Formal
Saya ucapkan terima kasih kepada dosen yang membawakan mata kuliah
Pendidikan Informal Dan Non Formal oleh bapak Dr. HAMDAN HASIBUAN,
M.Pd dengan dukungan beliau saya dapat menyelesaikan makalah tugas ujian
akhir kuliah Kumpulan Makalah Pendidikan Informal Dan Non Formal
Terimakasih saya ucapkan dan apabila ada banyak kesalah dalam penulisan
tugas ujian akhir kuliah Kumpulan Makalah Pendidikan Informal Dan Non
Formal ini saya minta maaf dan kepada Allah saya mohon ampun.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Kumpulan Makalah
1. Mangemen Pendidikan Informal & Nonformal
2. Teori-Teori Belajar Informal Dan Nonformal
3. Landasan Pendidikan Informal Dan Nonformal
4. Sosiologi Kurikulum Pendidikan Masyarakat
5. Sebagai Pendidik Di Masyarakat
6. Peserta Didik Pendidikan Informal Dan Nonformal
7. Konsep Pendidikan Seumur Hidup Dan Pribadi Inovatif Dalam Perubahan
Sikap Sosial
8. Macam-Macam Dan Jenis Pendidikan Lembaga Dalam Pendidikan
Informal Dan Nonformal
Daftar Pustaka
KELOMPOK I
MANGEMEN PENDIDIKAN INFORMAL & NONFORMAL
1. Managemen Pendidikan
Manajemen berasal dari bahasa Latin, Perancis dan Italia yaitu :
manus, mano, manage, menege, maneggio, meneggiare. Secara
etimologis (bahasa Inggris), manajemen berasal dari kata management.
Kata management berasal dari kata manage, atau managiare, yang
berarti ; melatih kuda dalam melangkah kakinya, bahwa dalam
manajemen, tergantung dua makna yaitu mind (berpikir) dan action
(tindakan).
George dalam eti Rochaety dkk menyatakan bahwa manajemen
merupakan proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan,dan pengawasan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber
daya manusia maupun sumber daya lainnya.1
Mullins dalam Syafaruddin dkk menjelaskan mengenai defenisi
manajemen yaitu mencakup orang yang melakukan tanggung jawab
mencapai tujuan dalam suatu struktur organisasi dan peran yang jelas.
Artinya manajemen berkaitan dengan organisasi, memiliki struktur
yang jelas dengan pembagian tugas dan kewenangan formal sebagai
upaya menggerakkan personil melakukan tugas mencapi tujuan.2
Manajemen mengandung unsur bimbingan, pengarahan, dan
pengendalian sekelompok orang terhadap pencapaian sasaran umum.
Sebagai proses sosial, manajemen meletakkan fungsinya pada interaksi
orang-orang, baik yang berada di bawah maupun berada di atas posisi
operasional seseorang dalam suatu organisasi. Sebagaimana halnya
sabda Nabi SAW : Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata, Rasulullah SAW
bersabda :
1 Eti Rochaety dkk, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara,
2008), hlm. 4.
2 yafarudin dkk, Pendidikan Prasekolah (Medan: Perdana Publishing, 2011), hlm. 153.
“Apabila suatu urusan diserahkan pada seseorang yang bukan
ahlinya, maka tunggulah saat kehancuran.” (H.R. Bukhori)
Hal ini menunjukkan bahwa salah satu fungsi manajemen adalah
menempatkan orang pada posisinya yang tepat. Rasulullah SAW
memberi contoh dalam hal ini sebagaimana menempatkan orang di
tempatnya. Hal ini misalnya dapat dilihat bagaimana Abu Hurairah
ditempatkan oleh Rasulullah saw sebagai penulis hadits atau dapat
dilihat bagaimana Rasulullah menempatkan orang- orang yang kuat
setiap pekerjaan dan tugas sehingga posisinya benar-benar sesuai
dengan keahliannya.3
Adapun kata “pendidikan” sering dikaitkan dengan kata
“pengajaran” yang dalam bahasa Arab disebut “tarbiyah wa ta’lim”.
Sedangkan “pendidikan Islam” dalam bahasa Arab disebut “Tarbiyah
Islamiyah”. Secara umum, pendidikan Islam adalah pembentukan
kepribadian muslim.4 Pengertian pendidikan secara istilah
sebagaimana dalam UndangUndang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat (1), yaitu: Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Manajemen pendidikan adalah seni dan ilmu mengelola sumber
daya pendidikan untuk mewujudkan suasana’ belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
9 Fuad Ihsan. 2010. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Fuad Ihsan,
2010: 21
10Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, hlm. 7
keterampilan, kecakapan hidup dan sikapmengembangkan
diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri.
c. Jenis-Jenis Pendidikan Nonformal
Menurut Undang Undang No.20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan Nasional yang dimaksud dengan pengertian non formal
adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Terdapat beberapa
jenis lembaga pendidikan yang menyediakan layanan pendidikan
non-formal di Indonesia, yaitu:11
1) Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda
(BP-PLSP)
2) Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BKB)
3) Sanggar Kegiatan Belajar (SKB).
4) Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
5) Lembaga PNF sejenis
d. Bentuk-Bentuk Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga
masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi
sebagai pengganti, penambah dan pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Adapaun
penyelangaraan pendidikan nonfomal meliputi: 12
1) Pendidikan kecakapan hidup (life skill) adalah pendidikan
yang memberikan kecakpan personal, kecakapan sosial,
kecakapan intelektual untuk bekerja dan usaha mandiri.
2) Pendidikan anak usia dini
3) Pendidikan kepemudaaan yaitu pendidikan yang
diselenggarakan unuk mempersiapkan kader peminpin
bangsa, seperti organisasi pemuda.
3. Pendidikan Informal
a. Pengertian Pendidikan Informal
Menurut UU Sisdiknas pendidikan informal adalah jalur
pendidikan keluarga dan lingkungan.Kegiatan pendidikan informal
yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk
kegiatanbelajar secara mandiri.Hasil pendidikan diakui sama
dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik
lulus ujian sesuai dengan standar nasional. Sedangkan menurut
Coombs seperti yang diakui oleh Sudjana, pendidikan informal
adalah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis di luar
persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau
merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang
sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam
mencapai tujuan belajarnya.15
Pendidikan informal yang mana sangat dipengaruhi oleh
keluarga dan lingkungan masyarakat sangat berpengaruh terhadap
pembentukan sikap dan perilaku seorang anak. Di sini anak
mengenal bahasa yang pertama, serta kebiasaan-kebiasaan yang
dihilangkan hingga dewasa, sehingga pendidikan ini akan
mempengaruhi jiwa seorang anak.
Pendidikan informal adalah pendidikan kelurga dimana
keluarga berfungsi sebagai sebuah lembaga pendidikan yang
pertama dan utama. Menurut Ki Hajar Dewantara, “Keluarga
adalah kumpulan individu yang memiliki rasa pengabdian tanpa
pamrih, demi kepentingan seluruh individu yang bernaung di
dalamnya. Begitu pentingnya keluarga dari kehidupan manusia
bagi individu maupun sekelompok orang”. Abdullah dan Berns
juga memperkuat agrumen, bahwa “Keluarga adalah suatu
kelompok sosial yang ditandai oleh tempat tinggal bersama kerja
sama ekonomi, dan reproduksi”.16
Keluarga merupakan salah satu pusat pendidikan yang
memiliki peran penting dalam membentuk seseorang. Dalam
keluarga seseorang pertama kali berinteraksi dengan orang lain dan
dengan dunia luarnya. Interaksi itu sendiri sangat berperan dalam
menumbuh-kembangkan potensi fitrah yang ada dalam dirinya. Hal
ini sejalan dengan yang dikemukan oleh Siddik bahwa pendidikan
Islam mengkonsepsikan keluarga sebagai sekolah pertama.17
20 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal. 38.
21 Novi Irwannahar, Penerapan Teori Belajarbehavioristik Dalam Prosespembelajaran,
Nusantara( Jurnal Ilmupengetahuansosial )Volume1 Desember2016, ISSN2541-657X, Hal. 65.
stimulus dan respons.Seseorang dianggap telah belajar jikadapat
menunjukkan perubahanperilaku.
Dalam pembahasan behavioristik telah banyak pakar pendidikan yang
menjelaskan tentang teori belajar behavirostik. Adapun pendapat beberapa
pakar tentang behavioristik sebagai berikut:22
a. John B. waston
Teori belajar behavioristik merupakaan teori yang berfokus pada
peranan dari proses belajar dan menjelaskan prilaku manusia.Pendapat
tentang prilaku yang dimaksud dalam teori ini adalah perilaku yang
seutuhnya di tentukan oleh aturan-aturan yang diprediksi dan
dikendalikan. Waston meyakini bahwasnya perilaku manusia dapat
disebabkan dengan bawaan ginetik, pengaruh lingkungan dan kondisi.
Tingkah laku seringkali dikontrol oleh kekuatan-kekuatan yang tidak
rasional. Hal ini dianggap sebagai realisasi dari pengaruh lingkungan
yang dapat memanipulasi perilaku manusia.
b. Ivan P. PavloIvan
P. Pavlo merupakan ilmuan dari Rusia yang terkenal dengan teori
pradigma kondisioning klasiknya. Teori ini dilakukan melalui uji coba
anjing dan air liurnya. Berdasarkan hal tersebut Ivan P. Palvo
menemukan rangsangan yang sebenarnya biasanya terjadi apa bila
sering diulang-ulang yang kemudiandihubungkan dengan unsur
penguat sehingga menghasilkan suatu reaksi. Menurut Ivan P. Pavlo
dengan teorinya yaitu reaksi anjing mengeluarkan air liur tidak
disebapkan oleh rangsangan makanannya, akan tetapi disebapkan oleh
rangsangan latihan secara berulang-ulang. Hal itu terjadi ketika Pavlo
memperlihatkan makan seabagai stimulus dengan maksud
mengeluarkan air liurnya, selanjutnya membunyikan bel (Lonceng)
secara berulang-ulang tanpa memperlihatkan makanan, sehingga ketika
mendengar bunyi itu, maka anjing mengeluarkan air liurnya.
Generasi X adalah generasi yang lahir pada tahun –tahun awal dari
perkembangan teknologi dan informasi seperti penggunaan PC
(personalcomputer), video games, tv kabel, dan internet. Ciri –ciri dari
generasi ini adalah: mampu beradaptasi, mampu menerima perubahan
dengan baik dan disebut sebagai generasi yang tangguh, memiliki karakter
mandiri dan loyal, sangat mengutamakan citra, ketenaran, dan uang, tipe
pekerja keras, menghitung kontribusi yang telah diberikan perusahaan
terhadap hasil kerjanya.31
29Dwi Astrid Avianti1, Lindawati Kartika2, Analisis Quality Of Work Lifepada Generasi
X Dan Y Alumni Fakultas Ekonomi Dan Manajemen IPB, Jurnal Riset Manajemen Dan Bisnis
(JRMB) Fakultas Ekonomi UNIAT Vol.2,No.2,Juni 2017:95-106ISSN 2527 -7502, Hal. 90.
30 Yanuar Surya Putra, Theoritical Review:Teori Perbedaan Generasi, Among Makarti
Vol.9 No.18, Desember 2016, Hal. 124.
31 Yanuar Surya Putra, Theoritical Review:Teori Perbedaan Generasi, Among Makarti
Vol.9 No.18, Desember 2016, Hal. 128.
Generasi Y dikenal dengan sebutan generasi millenial atau milenium.
Ungkapan generasi Y mulai dipakai pada editorial koran besar Amerika
Serikat pada Agustus 1993. Generasi ini banyak menggunakan teknologi
komunikasi instan seperti email, SMS, instant messagingdan media sosial
seperti facebook dan twitter, dengan kata lain generasi Y adalah generasi
yang tumbuh pada era internet booming(Lyons, 2004). Lebih lanjut
(Lyons, 2004)mengungkapkan ciri –ciri dari generasi Y adalah:
karakteristik masing-masing individu berbeda, tergantung dimana ia
dibesarkan, strata ekonomi, dan sosial keluarganya, pola komunikasinya
sangat terbuka dibanding generasi-generasi sebelumnya, pemakai
mediasosial yang fanatik dan kehidupannya sangat terpengaruh dengan
perkembangan teknologi, lebih terbuka dengan pandangan politik dan
ekonomi, sehingga mereka terlihat sangat reaktif terhadap perubahan
lingkungan yang terjadi di sekelilingnya, memiliki perhatian yang lebih
terhadap kekayaan.32 Adapun gaya belajar generasi X sebagai berikut:
1. Landasan Hukum
Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik
tolak. Sementara itu kata hukum dapat di pandang sebagai aturan baku yang
patut ditaati. Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat
berpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.
Aturan baku yang sudah disahkan oleh pemerintah, bila dilanggar akan
mendapat sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku pula. Hukum atau aturan
bakutidak selalu dalam bentuk tertulis. Sering kali aturan itu dalam bentuk
lisan, tetapi diakui dan ditaati oleh masyarakat.
Pendidikan merupakan peristiwa multidimensi, bersangkut paut
denganberbagai aspek kehidupan manusia dan masyarakat. Kebijakan,
penyelenggaraan,dan pengembangan pendidikan dalam masyarakat perlu
disalurkan oleh titiktumpu hukum yang jelas dan sah. Dengan berlandaskan
hukum, kebijakan,penyelenggaraan, dan pengembangan pendidikan dapat
terhindar dari berbagaibenturan kebutuhan. Setidaknya dengan landasan
hukun segala hak dankewajiban pendidik dapat terpelihara.
Sementara itu kata hukum dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut
ditaati. Aturan baku yang sudah disahkan oleh pemerintah ini, bila dilanggar
akan mendapat sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku pula. Seorang guru
yang melanggar disiplin misalnya, bisa dikenai sanksi dalam bentuk kenaikan
pangkatnya ditunda.Begitu pula seorang peserta didik yang kehadirannya
kurang dari 75% tidak diizinkan mengikuti ujian akhir.
Hukum atau aturan baku diatas, tidak selalu dalam bentuk tertulis.
Seringkali aturan itu dalam bentuk lisan, tetapi diakui atau ditaati
masyarakat.Hukum adat misalnya, banyak yang tidak tertulis, diturunkan
secara lisan turun-temurun di masyarakat, yang merupakan kebiasaan yang
sangat kuat mengikat masyarakat.Huum seperti ini juga menjadi landasan
pendidikan.Kalau masyarakat masih taat melaksanakan gotong royong dalam
kehidupan, maka sekolahpun perlu menanamkan kebiasaan-kebiasaan gotong
royong dalam kehidupan kepada para siswa-siswanya.
Uraian diatas memberikan gambaran jelas tentang makna kata landasan
hukum. Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat
berpijak atau titik tolak dalam melaksankan kegiatan-kegiatan tertentu dalam
hal ini kegiatan pendidikan.
a. Islam
Berbicara tentang ilmu dan pendidikan pasti tak lepas dari
pendidikan Islam. Pendidikan Islam adalah bimbingan yang
diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal
sesuai dengan ajaran Islam.34Sedangkan Ahmad D. Marimba
seperti yang dikutip oleh Nur Uhbuyati menerangkan hukum-
hukum agama Islam adalah suatu bimbingan jasmaniah dan rohani
berdasarkan hukum-hukum Islam menuju kepada terbentuknya
kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.35Berdasarkan
pengertian pendidikan di atas, maka pendidikan Islam tentulah
termasuk di dalamnya. Proses yang membawa perubahan bagi anak
didik yaitu perubahan menuju kedewasaan yang mana segala
sesuatunya berasal dari dan berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits.
Manusia akan terus mendapatkan pendidikan manakala ia dalam
keadaan sadar. Manusia akan terus mendapatkan pendidikan
manakala ia dalam keadaan sadar. Manusia dalam keadaan sadar
memiliki dua peran sekaligus yaitu dalam segi individu dan segi
sosial.
Dalam keadaan sadar manusia selalu berada di dalam
keadaan sadar.Manusia selalu berada di tiga tempat yaitu keluarga,
masyarakat dan sekolah.Ketiga komponen tersebut tentunya sangat
berpengaruh bagi setiap manusia sebagai makhluk Tuhan dan
makhluk sosial.Dari situlah maka muncul tiga jenjang, yaitu
34 Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis Teoritis dan Praktis,
Samsul Nizar (ed), (Jakarta : Ciputat Press, 2002), 12
35 Nur Uhbuyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 1998), 9
pendidikan formal, informal dan non formal. Sedangkan yang akan
dibahas dalam pembahasan makalah ini adalah pendidikan
informal dan nonformal. Sehingga dengan demikian diharapkan
memperoleh keterangan yang lengkap tentang pendidikan informal
dan nonformal.
b. Nasional
Suatu kebijakan hukum (landasan Yuridis) itu mutlak
diperlukan dalam sebuah sistem. Pendidikan di Indonesia secara
umum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, secara spesifik diatur
dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS Bab VI
pasal 13 dan 14 tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Berikut
ini adalah paparan beberapa kebijakan hukum yang menjelaskan
tentang keberadaan pendidikan informal dan
nonformal.Pembukaan Undang-Undang Dasar Negera Republik
Indonesia tahun 1945 yang telah mengamanatkan Pemerintah
Negara Republik Indonesia untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social .
1) UUD 1945 di atas secara jelas mengamanatkan kepada
Negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh
karena itu setiap Warga Negara Indonesia berhak mendapat
pendidikan
2) UU Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional. Bab I pasal 1 ayat 13, yaitu
“Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan”.
3) Pendidikan informal merupakan salah satu jalur pendidikan
yang ada di Negara Indonesia
4) UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Bab VI pasal 27, ayat :
a) “Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh
keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar
secara mandiri”.
b) “Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan
nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai
dengan standar nasional pendidikan”.
c) “Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan
informal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah”.36
Pendidikan informal diakui oleh Negara setelah memenuhi
ketentuan- ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah.
5) PP RI No. 55 Tahun 2007, tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan. Bab III, pasal 14 ayat :
a) Pendidikan keagamaan Islam berbentuk pendidikan
diniyah dan pesantren.
b) Pendidikan diniyah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diselenggarakan pada jalur formal,
nonformal, dan informal.
c) Pesantren dapat menyelenggarakan 1 (satu) atau
berbagai satuan dan atau program pendidikan pada
jalur formal, nonformal dan informal.37
Menurut PP di atas pondok pesantren dapat
menyelenggarakan pendidikan formal, in formal dan non formal.
c. Pendidikan Dasar
Kita telah melihat bahwa di dalam pencapaian tujuan
pendidikan nasional, pemerintah telah melakukan penyelenggaraan
38Komar Oong. Filsafat Pendidikan Nonformal (Bandung: Pustaka Setia. 2006), hal.
173-174
39Ali Hamdani. Filsafat Pendidikan (Yogyakarta: Kota Kembang.), hal. 72
masihminim.Perkembangan ekonomi pun menjadi pengaruh dalam
bidang pendidikan.40
KELOMPOK IV
SOSIOLOGI KURIKULUM PENDIDIKAN MASYARAKAT
40https://www.academia.edu/36380955/Landasan_Pendidikan_di_Indonesia
41 Hasbullah,Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada:2012),
Cet.10,hlm.194
dengan masalah-masalah social lain dalam masyarakatnya, secara sederhana
masalah pendidikan dapat dikelompokan kedalam beberapa jenis:
a. Masalah pemerataan
b. Masalah Mutu / kualitas
c. Masalah efektivitas dan relevansi
d. Masalah efisiensi42
47 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis,
(Jakarta: CIPUTAT PERS, 2002). hlm. 25
48 Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan Komponen MKDK, (Jakarta: Rineka Cipta,
2010), hlm. 2
49 Fathul Mu’in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan Praktik, (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2011), hlm. 287
kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Dengan demikian dalam konteks ini
sekolah bukan hanya berfungsi untuk mewariskan kebudayaan dan nilai-nilai
suatu masyarakat, akan tetapi juga sekolah berfungsi untuk mempersiapkan
anak didik dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum bukan
hanya berisi berbagai nilai suatu masyarakat akan tetapi bermuatan segala
sesuatu yang dibutuhkan masyarakatnya.
Masyarakat tidak bersifat statis. Seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, masyarakat selalu mengalami perubahan,
bergerak menuju perkembangan yang semakin kompleks. Perubahan bukan
hanya terjadi pada sistem nilai, akan tetapi juga pada pola kehidupan, struktur
sosial, kebutuhan, dan tuntutan masyarakat.50
Dalam kehidupan sosial yang semakin kompleks tersebut, maka muncul
pula berbagai kekuatan kelompok yang dapat memberikan tekanan terhadp
penyelenggaraan dan praktik pendidikan termasuk di dalamnya tekanan-
tekanan dalam proses pengembangan isi kurikulum sebagai alat dan pedoman
penyelenggaraan pendidikan.
Kesulitan para pengembangan kurikulum adalah manakalah setiap
kelompok sosial itu memberikan masukan dan tuntutan yang berbeda sesuai
dengan kepentingan kelompoknya, seperti misalnya tuntutan golongan
agama, politik, militer, industry, dan lain sebagainya. Bukan hanya itu
pertentangan-pertentangan pun sering terjadi sehubungan dengan cara
pandang yang berbeda tentang makana pendidikan setiap kelompok tersebut.
Misalkan cara pandang kelompok agamawan atau kelompok budayawan yang
lebih menekankan pendidikan di sekolah sebagai proses penanaman budi
pekerti berbeda dengan cara pandang kelompok industriawan yang lebih
menekankan pendidikan di sekolah sebagai wadah untuk membentuk generasi
manusia yang siap pakai dengan sejumlah keterampilan teknis sesuai dengan
tuntutan industri. Cara pandang yang berbeda semacam ini tentu saja
memunjulkan kriteria keberhasilan itu tidak pernah memuaskan semua
golongan sosial.
51 Ibid.,hlm.58
dan bersifat linier. Demikian juga dengan sistem pendidikan yang belaku,
sistem pendidikan yang sangat sentralistis seakan-akan sulit melepaskan
dari lingkungan kekuasaan. Diakui atau tidak pendidikan telah menjadi
alat politik rezim yang berkuasa. Akibatnya kurikulum yang berlaku pun
kurang berperan sebagai alat pembebasan dan alat pencerahan, akan
tetapi digunakan untuk membentuk manusia yang memiliki pola pokir
yang seragam, manusia yang tunduk dan patuh terhadap kekuasaan.
Dengan munculnya era reformasi, semuanya mestinya berubah.
Pendidikan harus diarahkan untuk menciptakan manusia-manusia kritis
dan demokratis. Untuk itulah, perubahan ke arah transparansi harus
ditangkap secara utuh oleh para pengembang kurikulum. Kehidupan yang
demokratis haruslah menjiwai isi kurikulum.
KELOMPOK V
SEBAGAI PENDIDIK DI MASYARAKAT
52 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Aksara Baru, 1979), hlm. 157
53 M. Munandar Soelaiman, Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial, Eresco
(Bandung: Eresco, t.th), hlm. 63.
yakni Indonesia dan Malaysia. Kemudian diadopsi ke dalam bahasa
Indonesia yang artinya berhubungan dan pembentukan suatu kelompok
atau golongan.54
Dalam pengertian lain masyarakat atau disebut community
(masyarakat setempat) adalah warga sebuah desa, sebuah kota, suku
atau suatu negara. Apabila suatu kelompok itu baik, besar maupun
kecil, hidup bersama, memenuhi kepentingan-kepentingan hidup
bersama, maka disebut masyarakat setempat.55
Dari pendapat di atas dapat penulis simpulkan bahwa
masyarakat adalah satu kesatuan manusia (sosial) yang hidup dalam
suatu tempat dan saling bergaul (interaksi) antara satu dengan yang
lain, sehingga memunculkan suatu aturan (adat/norma) baik secara
tertulis maupun tidak tertulis dan membentuk suatu kebudayaan.
Di dalam Islam diungkapkan, bahwa manusia diciptakan oleh
Allah Swt. dari seorang laki-laki dan perempuan, berkelompok agar
diantara mereka saling mengenal dan menjalin hubungan dengan
masyarakat, sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat Al Hujurat
ayat 13 yang artinya:
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal,
sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu sesungguhnya Allah
maha mengetahui lagi maha mengenal.” (Surah al-Hujurat : 13).56
54 Drs. Sidi Gazalba, Masyarakat Islam, Pengantar Sosiologi & Sosiografi (Jakarta, Bulan
Bintang, 1976), hlm. 11.
57 Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim Bahasa Indonesia (Jakarta: PT Hidakarya Agung,
2004), hlm. 766
58 Murtadha Mutahhari, Masyarakat dan Sejarah (Bandung: Mizan, Cet. 1. 1986), hlm.
208.
Berdasarkan hal tersebut maka diperlukanlah pendidikan agar
masyarakat memiliki keterampilan dan karakter mereka dapat
terbentuk baik itu dalam lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan
masyarakat itu sendiri. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama
antara orang tua, masyarakat dan pemerintah. Dengan dasar pada kata-
kata bijak itu, maka perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia
menjadi beban bersama orang tua, masyarakat dan pemerintah. Dalam
undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional disebutkan beberapa peran yang dapat dilakukan oleh
masyarakat, pemerintah dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan
pendidikan, diantaranya adalah :
a. Hak dan Kewajiban Masyarakat
KELOMPOK VI
PESERTA DIDIK PENDIDIKAN INFORMAL DAN NONFORMAL
70Abdul Mujibdan Jusuf Mudzakkir. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. 3. (Jakarta. Kencana Prenada Media
Group, . 2010), hlm.23
71Ibid.,hlm.25
jangan terkena penyakit, jika peserta didik menderita penyakit harus ditangani
dengan cepat karena kesehatan sangat mempengaruhi pertumbuhan fisiknya.
Di samping pendidik memperhatikan pertumbuhan fisik, pendidik juga
harus memberikan informasi yang memadai tentang pertumbuhnya melalui
kegiatan bimbingan seperti bimbingan pribadi atau bimbingan kelompok.
Informasi ini sangat diperlukan terutama bagi peserta didik yang berada pada
masa pubertas agar dia tidak merasa kebingungan menghadapinya.
a. Kebutuhan sosial
Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan yang berhubungan langsung dengan
masyarakat agar peserta didik dapat berinteraksi dengan masyarakat lingkungan,
seperti diterima oleh teman-temannya secara wajar. Begitu juga supaya dapat
diterima oleh orang lebih tinggi dari dia seperti orang tuanya, guru-gurunya dan
pemimpin-pemimpinya.
Kebutuhan ini perlu dipenuhi agar peserta didik dapat memperoleh posisi
dan berprestasi dalam masyarakat.72
b. Kebutuhan untuk mendapat status
Peserta didik pada usia remaja membutuhkan suatu yang menjadikan dirinya
berguna bagi masyarkat. Kebanggaan terhadap diri sendiri. Baik dalam
lingkungan keluarga, sekolah maupun didalam masyarakat.
c. Kebutuhan mandiri
Peserta didik pada usia remaja ingin lepas dari batasan-batasan atau aturan
dari orang tuanya dan mencoba untuk mengarahkan dan mendisplinkan dirinya
sendiri, walaupun satu waktu ia masih menginginkan bantuan orang tua.
Banyak orang tua yang sangat memperhatinkan dan membatasi sikap,
prilaku dan tindakan-tindakan remaja-remaja. Hal ini membuat remaja merasa
tidak sipercaya dan dihargai oleh orang tua mereka, sehinggga muncul sikap
menolak dan terkadang memberontak.
d. Kebutuhan untuk berprestasi
Kebutuhan untuk berprestasi erat kaitannya dengan kebutuhan mendapat status
dan mandiri. Artinya dengan terpenuhinya kebutuhan memiliki status atau
penghargaan dan kebutuhan untuk hidup mandiri dapat membuat peserta didik
giat untuk mengejar prestasi.
72Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), cet. 1, hal. 173
e. Kebutuhan ingin disayangi dan dicintai
Rasa ingin disayangi dan dicintai merupakan kebutuhan esensial, karena dengan
terpenuhi kebutuhan ini akan mempengaruhi sikap mental peserta didik.
f. Kebutuhan untuk untuk curhat
Kebutuhan untuk curhat terutama remaja dimaksudkan suatu kebutuhan untuk
dipahami ide-ide dan permasalahan yang dihadapinya. Peserta didik
mengharapakan agar apa yang dialami, dirasakan terutama dalam masa pubertas,
dapat didengar, ditanggapi, oleh orang lain terutama pendidik.
g. Kebutuhan untuk memiliki filsafat hidup
Peserta didik pada usia remaja mulai tertarik untuk mengetahui tentang
kebenaran nilai-nilai ideal. Mereka mempunyai keinginan untuk mengenal apa
tujuan hidup dan bagaimana kebahagian itu diperoleh. Karena itu mereka
membutuhkan pengetahuan-pengetahuan yang jelas sebagai suatu filsafat hidup
yang memuaskan yang sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, sehingga dapat
dijadikan sebagai pedoman dalam mengarungi kehidupan ini.
Kebenaran dan nilai-nilai ideal yang murni hanya ditemukan didalam
agama. Oleh karena itu peserta didik sangat membutuhkan.
h. Kebutuhan untuk beragama
Agama dibutuhkan manusia karena manusia memerlukan orientasi dan
obyek pengabdian di dalam hidupnya. Tidak ada seorangpun yang tidak
membutuhkan agama, baik primitif, maupun manusia modern.
Para ahli tafsir seperti: Muhammad Hijazi, Sayyid Muhammad Husin al-
Thaba Thaba’i dan Mustafa al-Maraghi bahkan memiliki pandangan yang sama
tentang fitrah manusia untuk beragama, karena pada hakikatnya fitrah beragama
adalah kebutuhan manusia.73
Para pendidik disamping memperhatikan kebutuhan-kebutuhan biologis dan
psikologis ataupun kebutuhan primer dan sekunder seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka penekanannya adalah pemenuhan kebutuhan peserta didik
terhadap agama, karena ajaran agama yang sudah dihayati, diyakini dan
diamalkan oleh anak didik, akan mewarnai seluruh aspek kehidupanya.
3. Karakteristik Peserta Didik
73Beni Ahmad Saebani, Hendra Akhdiyat, Ilmu Pendidikan Islam 1, (Bandung: Pustaka Setia, 2009),
cet. 1, hal. 24
Pemahaman terhadap karakteristik peserta didik secara benar dan baik
merupakan salah satu persyaratan yang tidak boleh ditinggalkan oleh setiap pendidik.
Hal ini didasarkan pada sejumlah alasan sebagai berikut:74
a. Dengan memahami peserta didik dapat menentukan metode dan pendekatan
dalam belajar mengajar.
b. Dengan memahami peserta didik dapat menetapkan materi pelajaran yang sesuai
dengan tingkat kemampuannya.
c. Dengan memahami karakteristik peserta didik dapat memberikan perlakuan yang
sesuai dengan fitrah, bakat, kecenderungan, dan kemanusiaanya.
Karakteristik peserta didik dapat dibedakan berdasarkan tingkat usia,
kecerdasan, bakat, hobi, dan minat, tempat tinggal dan budaya, serta lainnya.75
a. Karakteristik Peserta Didik Berdasarkan Tingkat Usia.
Dilihat dari segi usia, peserta didik dapat dibagi menjadi lima tahapan:
1) Tahap asuhan (usia 0-2 tahun), yang lazim disebut neonatus. Tahap ini
dimulai dari sejak kelahiran anak sampai kira-kira dua tahun. Pada fase ini
belum dapat diterapkan interaksi edukasi secara langsung, akan tetapi, tetap
ada beberapa edukasi yang dapat dilakukan, seperti memberi azan di telinga
kanan anak laki-laki dan iqamah di telinga kiri anak permpuan pada saat
baru lahir. Azan dan iqamah tersebut ibarat password untuk membuka sistem
saraf rohani agar anak teringat Tuhan yang pernah diikrarkannya ketika
berada di alam arwah.
2) Tahap jasmani (usia 2-12 tahun), pada tahap ini anak mulai memiliki potensi
biologis, pedagogis, dan psikologis, sehingga seorang anak sudah mulai dapat
dibina, dilatih, dibimbing, diberikan pelajaran dan pendidikan yang
disesuaikan dengan bakat, minat dan kemampuannya.
3) Tahap psikologis (usia 12-20 tahun), tahap ini disebut juga fase tamyiz, yaitu
fase dimana anak anak mulai mampu membedakan antara yang baik dan yang
buruk, benar dan salah. Pada tahap ini, seorang anak sudah dapat dibina,
dibimbing, dan dididik untuk melaksanakan tugas-tugas yang menuntut
komitmen dan tanggung jawab dalam arti yang luas.
4) Tahap dewasa (20-30 tahun), pada tahap ini seseorang sudah tidak lagi anak-
anak atau remaja, melainkan sudah dewasa dalam arti yang sesungguhnya,
74Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2013), hal. 133
75Ibid.,hlm.134
yakni kedewasaan secara bilologis, sosial, psikologis, religius, dan lain
sebagainya. Pada fase ini, seorang anak sudah memiliki kematangan dalam
bertindak, bersikap, dan mengambil keputusan untuk menentukan masa
depannya sendiri.
5) Tahap bijaksana (30 sampai akhir hayat), pada tahap ini, manusia telah
menemukan jati dirinya yang hakiki, sehingga tindakannya sudah memiliki
makna dan mengandung kebijaksanaan yang mampu memberi naungan dan
perlindungan bagi orang yang lain. Pendidikan pada tahap ini dilakukan
dengan cara mengajak mereka agar mau mengamalkan ilmu, keterampilan,
pengalamam, harta benda, kekuasaan dan pengaruhnya untuk kepentingan
masyarakat.
b. Karakteristik Peserta Didik Berdasarkan Tingkat Kecerdasan Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Binet Simon terhadap Intelligence Quotient (IQ) manusia,
menunjukkan bahwa IQ yang dimiliki oleh setiap manusia berbeda-beda antara
satu dan lainnya, ada yang IQ-nya tinggi atau yang biasa disebut genius, ada yang
rendah atau tertinggal yang selanjutnya disebut idiot, dan ada pula yang sedang-
sedang saja yang selanjutnya disebut orang yang pada umumnya.
4. Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik
Tujuan pendidikan nasional pada khususnya dan pembangunan pada
umumnya adalah ingin menciptakan “Manusia Seutuhnya” maksudnya yaitu manusia
yang lengkap, selaras, serasi dan seimbang perkembangan semua segi kepribadiannya.
Manusia seutuhnya adalah individu-individu yang mampu menjangkau segenap
hubungan dengan Tuhan, dengan lingkungan atau alam sekeliling, dengan manusia
lain dalam suatu kehidupan sosial yang konstruktif dan dengan dirinya sendiri.
Individu-individu yang demikian pada dirinya terdapat suatu kepribadian terpadu baik
untuk akal pikiran, perasaan, moral dan keterampilan (cipta, rasa dan karsa), jasmani
maupun rohani yang berkembang secara penuh.76
Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan peserta didik
antara lain:
a. Aliran Natifisme
76Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), cet. 1, hal. 173
Perkembangan individu semata-mata ditentukan oleh faktor bawaan dan
keturunan. Contohnya : wajah dan perilaku seseorang akan berkembang sesuai
dengan wajah dan perilaku orang tuanya.
b. Aliran Empirisme
Perkembangan individu semata-mata ditentukan oleh faktor luar atau lingkungan.
c. Aliran Konvergensi
Perkembangan individu dipengaruhi baik oleh faktor bawaan maupun oleh faktor
lingkungan.77
KELOMPOK VII
KONSEP PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP DAN PRIBADI INOVATIF DALAM
PERUBAHAN SIKAP SOSIAL
77Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung, Remaja Rosda Karya,
1984).hal,45
1. Pengertian Pendidikan Seumur Hidup
Secara umum pendidikan seumur hidup dapat diartikan sebagai proses belajar
yang dilakukan secara terus menerus. Pengertian ini diberikan karena ada beberapa
istilah yang mempunyai kemiripan bunyi dan artinya, seperti: life long learning,
continuring education, further education, life long education dan sebagainya.
Pengertian istilah-istilah inilah yang mungkin menyulitkan pemberian pengertian
pendidikan seumur hidup secara tepat dan jelas.78 Pendidikan Seumur Hidup adalah
segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang
hidup.79 Pendidikan merupakan segala pengaruh yang di upayakan sekolah terhadap
anak dan remaja yang di serahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang
sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial
mereka. Pendidikan adalah lembaga dan usaha pembangunan bangsa dan watak
bangsa, pendidikan yang demikian mencakup ruang lingkup yang amat komprehensif,
yakni pendidikan kemampuan mental, pikir (rasio, intelek), kepribadian manusia.
Untuk membina kepribadian demikian jelas memerlukan tantangan waktu yang relatif
panjang: bahkan berlangsung seumur hidup.
Menurut Sarijan bahwa belajar dan mengajar adalah “peristiwa wajar yang
terjadi pada makhluk manusia secara terus menerus berlangsung dengan cara yang
spontan, bahkan tanpa disadari melakukannya.80 Dengan pendapat tersebut sejalan
dengan ajaran agama Islam yang memerintahkan untuk mencari ilmu, sebagaimana
sabda Nabi Muhammad SAW:
لحديلىأ لمحد من اا العلم اطلب
"Tuntutlah ilmu mulai dari ayunan sampai ke liang lahat".(H.R. Ibnu Bar).81
Hal tersebut telah membuktikan bahwa Islam sejak awal telah meletakkan
dasar adanya pendidikan seumur hidup (long life education).
Maka pokok dalam pendidikan seumur hidup adalah seluruh individu harus
memiliki kesempatan yang sistematik, terorganisir untuk di setiap
kesempatan belajar sepanjang hidup mereka. Semua itu dengan tujuan untuk:
82 Tholib Hasan, Pendidikan Seumur Hidup, (Jakarta, Studio Press. 2009) hal. 64
memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan”.
3) Di dalam UU Nomor 2 Tahun 1989, penegasan tentang pendidikan seumur
hidup, dikemukakan dalam Pasal 10 Ayat (1) yang berbunyi:
“Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui dua jalur, yaitu
pendidikan luar sekolah dalam hal ini termasuk di dalamnya pendidikan
keluarga, sebagaimana dijelaskan pada ayat (4), yaitu: “pendidikan keluarga
merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan
dalam keluarga dan yang memberikan agama, nilai budaya, nilai moral dan
keterampilan.
Sebenarnya ide pendidikan seumur hidup telah lama dalam sejarah pendidikan,
tetapi baru populer sejak terbitnya buku Paul Langrend An Introduction to Life
Long Education (sesudah Perang Dunia II). Kemudian diambil alih
oleh International Commision on the Development of Education (UNESCO).
Istilah pendidikan seumur hidup (Life Long Integrated Education) tidak dapat
diganti dengan istilah-istilah lain sebab isi dan luasnya (scope-nya) tidak persis
sama, seperti istilah out of School education, continuing education, adult
education, further education, recurrent education.
3. Pandangan Islam Tentang Pendidikan Seumur Hidup
Dalam perspektif Islam, pendidikan seumur hidup didasarkan pada fase-fase
perkembangan manusia itu sendiri. Artinya, proses pendidikan itu disesuaikan dengan
pola dan tempo, serta irama perkembangan yang dialami oleh seseorang sampai akhir
hayatnya, yakni: 83
a. Masa al-Jauin (usia dalam kandungan)
Masa al-jauin, tingkat anak yang berada dalam kandungan dan adanya kehidupan
setelah adanya ruh dari Allah swt. Pada usia 4 bulan, pendidikan dapat diterapkan
dengan istilah “pranatal”. Karena itu, seorang ibu ketika mengandung anaknya,
hendaklah mempersiapkan kondisi fisik maupun psikisnya, sebab sangat
berpengaruh terhadap proses kelahiran dan perkembangan anak kelak.
b. Masa bayi (usia 0-2 tahun)
84 Fathul Jannah. PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP DAN IMPLIKASINYA, Dinamika Ilmu, Vol. 13.
No. 1, Juni 2013, Hal. 13
fungsional bagi anak didik; 2. Menyediakan bahan-bahan bacaan yang diperlukan
untuk mengembangkan lebih lanjut kecakapan yang telah dimilikinya.
b. Pendidikan vokasional.
Pendidikan vokasional adalah sebagai program pendidikan di luar sekolah bagi
anak di luar batas usia sekolah, ataupun sebagai pendidikan formal dan non
formal, sebab itu program pendidikan yang bersifat remedial agar para lulusan
sekolah tersebut menjadi tenaga yang produktif menjadi sangat penting. Namun
yang lebih penting ialah bahwa pendidikan vokasional ini tidak boleh dipandang
sekali jadi lantas selesai.dengan terus berkembang dan majunya ilmu pengetahuan
dan teknologi serta makin meluasnya industrialisasi, menuntut pendidikan
vokasiaonal itu tetap dilaksanakan secara kontinyu.
c. Pendidikan profesional.
Realisasi pendidikan seumur hidup,dalam kiat-kiat profesi telah tercipta Built in
Mechanism yang memungkinkan golongan profesional terus mengikuti berbagai
kemajuan dan perubahan menyangkut metodologi, perlengkapan, terminologi dan
sikap profesionalnya. Sebab bagaimanapun apa yang berlaku bagi pekerja dan
buruh, berlaku pula bagi profesional, bahkan tantangan buat mereka lebih besar.
d. Pendidikan ke arah perubahan dan pembangunan.
Era globalisasi dan informasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan
IPTEK, telah mempengaruhi berbagai dimensi kehidupan masyarakat, dengan
cara masak yang serba menggunakan mekanik, sampai dengan cara menerobos
angkasa luar. Kenyataan ini tentu saja konsekuensinya menurut pendidikan yang
berlangsung secara kontinyu (lifelong education). Pendidikan bagi anggota
masyarakat dari berbagai golongan usia agar mereka mampu mengikuti perubahan
sosial dan pembangunan juga merupakan konsekuensi penting dari azas
pendidikan seumur hidup.
e. Pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik
Selain tuntutan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), dalam
kondisi sekarang dimana pola pikir masyarakat. yang semakin maju dan kritis,
baik rakyat biasa, maupun pemimpin pemerintahan di negara yang demokratis,
diperlukan pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik bagi setiap warga
negara. Pendidikan seumur hidup yang bersifat kontinyu dalam konteks ini
merupakan konsekuensinya.
5. Sikap Dan Persepsi Terhadap Realitas Peranan Dalam Masyarakat
Di dalam memahami konsep pendidikan seumur hidup, harus dipahami dulu
bahwa setiap individu selalu berusaha untuk dapat menyesuaikan diri terhadap
lingkungan di sekitarnya. Proses penyesuaian diri ini dilakukan dengan cara
mengubah dirinya, dalam arti berusaha memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang diperlukan atau mengubah lingkungannya. Karena lingkungan tempat hidup
individu tersebut selalu dan terus menerus berubah serta berlangsung dengan cepat,
sehingga proses penyesuaian diri ini juga akan berlangsung terus selama individu
tersebut hidup. Maka akan terbentuk suatu tatanan dalam pendidikan seumur hidup
sebagai berikut
a. Memperkaya kehidupan rohani/ kehidupan intelektual seseorang (bersifat
individual) dengan terus menerus belajar. Seseorang akan dapat memperbaharui
pengetahuannya secara terus menerus pula.
b. Berdifat sosial, suatu masyarakat dengan kegiatan pendidikan seumur hidup yang
intensif dan ekstensif akan lebih membangun dirinya dari pada masyarakat yang
tidak mengembangkan kebiasaan untuk belajar terus menerus.
c. Dengan kegiatan belajar atau pendidikan seumur hidup ( pendidikan formal, kita
dapat menjaga diri dari cara-cara hidup yang kurang menguntungkan da lain-
lain.85
d. Untuk mengembangkan potensi kepribadian manusia sesuai dengan kodrat dan
hakekatnya yakni seluruh aspek pembawaannya seoptimal mungkin.86
6. Tingkat Kreatifitas dan Inovasi Dalam Perubahan Sosial
Fuad Ihsan menulis beberapa dasar pemikiran – ditinjau dari beberapa aspek-
tentang Kreatifitas dan inovasi, antara lain:87
a. Aspek ideologis, setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini memiliki hak yang
sama untuk memperoleh pendidikan, meningkatkan pengetahuan dan menambah
keterampilannya. Pendidikan seumur hidup akan membuka jalan bagi seseorang
untuk mengembangkan potensi diri sesuai dengan kebutuhan hidupnya.
b. Aspek ekonomis, pendidikan merupakan cara yang paling efektif untuk dapat keluar
dari “lingkungan setan kemelaratan” akibat kebodohan, pendidikan seumur hidup
akan memberi peluang bagi seseorang untuk meningkatkan produktivitas, memelihara
KELOMPOK VIII
MACAM-MACAM DAN JENIS PENDIDIKAN LEMBAGA DALAM PENDIDIKAN
INFORMAL DAN NONFORMAL
1. Macam- macam Pendidikan
a. Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani adalah suatu pendidikan yang sangat penting dan tidak
dapat terlepas dari segi-segi pendidikan yang lain. Bahkan dapat dikatakan bahwa
pendidikan jasmani merupakan salah satu alat utama bagi pendidikan rohani. Dapat
diketahui pendidikan jasmani mempunya tujuan adalah sebagai berikut:88
1) Untuk menjaga dan memelihara kesehatan tubuh
2) Untuk membentuk budi pekerti peserta didik
3) Untuk memupuk perkembanagan fungsi-fungsi jiwa
Adapun Tugas sekolah terhadap pendidikan jasmani bagi peserta didik
adalah sebagai berikut:89
1) Mengajarkan bermacam-macam gerak badan
2) Mengajarkan ilmu kesehatan yang dapat memberi petunjuk kepada peserta
didik bagaimana seharusnya berbuat dan hidup berpola sehat
3) Menjaga kebersihan sekolah tempat anak-anak didik itu belajar
4) Mengatur jalannya pendidikan dengan sebaik-baiknya.
b. Pendidikan Rohani
Pendidikan Rohani Istilah rohani di dalam konteks tradisi Islam, menurut
Hossein Nasr, dapat ditemukan dalam istilah rūhīyah ataurūhanīyah dan
ma’nawīyah; atau berbagaiturunannya.Istilah pendidikan rohani di dalam
penulisan berbahasa Arab umumnya digunakan istilah al-tarbīyah al-
rūhīyah.Istilah al-tarbīyah merupakan istilah modern yang muncul dalam beberapa
tahun terakhir biasanya dikaitkan dengan gerakan pembaruan pendidikan di
negara-negara Arab pada kuartal kedua abad kedua puluh, yang belum digunakan
dalam sumber-sumber Arab kuno.90
Dalam Pendidikan Islam, pendidikan rohanimerupakan aspek penting.
Pendidikan ini memungkinkan potensi rohani untuk berkembang dan mempunyai
pengalaman endental yang menjadikannya terus menyempurnakan diri sejalan
88Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan Edisi Revisi. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2005),hlm.34
89Ibid.,hlm 35.
90 Ramayulis, Pengantar Ilmu Pendidikan. (Padang:The Minangkabau Foudation Press, 2004) ,hlm.51
dengan totalitas potensi yang dimiliki, dengan tetap bersandar padakaidah-kaidah
yang kuat dan dasar-dasar agama yang kokoh; yang berperan sebagai penguat dan
pengokoh relasi antara seorang muslim dengan Allah SWT. Dapat disimpulakan
bahwa pendidikan rohani adalah pendidikan yang diberikan untuk
mengembangkan rohani seseorang dalam mencapai sesuatu yang dicita-
citakannya.
c. Pendidikan Intelek
Pendidikan intelek adalah pendidikan yang bermaksud mengembangkan
daya pikir dan menambah pengetahuan peserta didik.Sekolah merupakan suatu
badan yang paling utama dalam menyelenggarakan pendidikan intelek
tersebut.Karena disekolah peserta didik menerima bermacam-macam ilmu
pengetahuan yang diberikan dan diajarkan setiap hari oleh guru mereka. Dimana
pendidikan intelek mempunyai beberapa fungsi, yaitu :91
1) Pembentukan fungsional
2) Pembentukan material
Pembentukan material adalah pembentukan untuk menambah pengetahuan
dan keterampilan.
d. Pendidikan Etika
Pendidikan etika adalah suatu pendidikan yang mengajarkan tentang cara
bersikap yang baik dan sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
Tujuan pendidikan etika adalah memimpin peserta didik agar selalu setia
mengerjakan segala sesuatu yang baik dan meninggalkan yang buruk atas
kemauan sendiri dalam segala hal dan setiap waktu.
Dasar-dasar pendidikan etika adalah sebagai berikut:92
1) Peserta didik harus belajar supaya dapat membedakan antara yang baik dan
buruk.
2) Peserta didik hendaklah dididik agar berkembang perasaan cintanya terhadap
segala sesuatu yang baik dan membenci terhadap yang buruk.
3) Peserta didik harus dibiasakan mengerjakan sesuatu yang baik dan menjauhi
segala yang sesuatu yang buruk atas kemauan sendiri dalam segala hal.
e. Pendidikan Estetika
91 Purwanto, Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. (Bandung: PT Rosdakarya, 2000), hlm.27
92Ibid.,hlm,28
Pendidikan estetika adalah pendidikan yang mengajarkan tentang moral,
kepribadian dalam bersikap serta tingkah laku atau tindakan yang baik sehingga
terciptanya suatu keindahan.
Dalam pelajaran pskologi bahwa cita rasa (ukuran untuk merasakan bagus
atau tidaknya) pada tiap-tiap orang itu dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:
1) Pembawaan atau bakat seseorang
2) Aliran seni dan metode yang berlaku
3) Lingkungan seseorang
4) umur
Maksud pendidikan estetika adalah mendidik peserta didik agar dapat
merasakan dan mencintai segala sesuatu yang indah dan selalu ingin berbuat
sesuai norma estetika. Adapun Cara mendidik peserta didik kearah keindahan itu
adalah:93
1) Tidak hanya teori saja yang diberikan kepada peserta didik tetapi juga
membiasakan peserta didik untuk mempraktekkan keindahan itu di rumah, di
sekolah dan di mana saja.
2) Tidak hanya intelek atau fikiran saja yang diberikan kepada peserta didik agar
dapat membedakan mana yang indah dan mana yang tidak. Tetapi yang
terpenting adalah membentuk kemauan dan menanamkan kedalam sanubari
peserta didik perasaan cinta terhadap keindahan.
f. Pendidikan Sosial
Pendidikan sosial adalah pendidikan yang berkenaan dengan sikap sosial
dalam bermasyarakat.Adapun tugas dan tujuan pendidikan sosial adalah sebagai
berikut:
1) Mengajari peserta didik yang tau akan tugas dan kewajibannya terhadap
bermacam-macam golongan dalam masyarakat.
2) Membiasakan peserta didik untuk mematuhi dan mengerjakan tugas serta
kewajiban sebagai anggota masyarakat juga sebagai warga negara.
93Tirtarahardja, Umar dan La Sula, Pengantar Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta. 2000), hlm. 67
3) Lingkungan sosial adalah pengaruh-pengaruh yang disengaja dari anngota
berbagai golongan tertentu. Seperti pengaruh nenek, paman, ayah, ibu, guru-
guru dan lain sebagainya.
4) Pendidikan sosial adalah pengaruh yang disengaja yang datang dari pendidik
itu sendiri. Pengaruh itu berguna untuk menjadikan peserta didik menjadi
yang lebih baik dalam golongannya dan mengajarkan bersikap sabar dalam
kegiatan sosial bermasyarakat.
5) Pendidikan kemasyarakatan disekolah dapat dilakukan secara praktis dan
teoritis. Pendidikan secara praktis dilakukan dengan cara membiasakan
peserta didik dengan kabiasaan yang baik seperti seperti datang tepat waktu,
belajar secara teratur dan lain sebagainya. Pendidikan secara teoritis dapat
dilakukan melalui berbagai pelajaran seperti ilmu pengetahuan sosial, sejarah,
kewarganegaraan dan lain sebagainya.
g. Pendidikan Keagamaan
Di Indonesia pendidikan agama diselenggarakan dan diatur oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dimana tujuan pendidikan agama
dan pengelolaannya dalam GBHN 1083-1988 tujuan pendidikan agama antara
lain:94
1) untuk meningkatkan ketakwaan terhadap tuhan Yang Maha Esa. Tujuan
pendidikan agama di sekolah umumnya ialah untuk mendidik peserta
didik supaya menjadi orang yang bertakwa kepada tuhan Yang Maha Esa
yang berarti taat dan dan patuh menjalankan perintah dan menjauhi
larangan seperti yang diajarkan didalam kitab suci yang dianut oleh
agama masing-masing. Pada sekolah-sekolah negeri terdapat dualisme
pengelolaan guru yakni guru umum diangkat dan dikelola oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, sedangkan guru agama dikelola
oleh Departemen Agama.
2) Sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar falsafah negara
Republik Indonesia. Pendidikan agama merupakan segi pendidikan yang
utama dan mendasari semua segi pendidikan lainnya. Dalam peraturan
pemerintah mengharuskan pendidikan agama itu diberikan kepada peserta
94Ibid.,hlm.68
didik seperti yang tercantum dalam UU RI No. tahun 2003 poin pertama
dari strategi pembangunan pendidikan nasional.
2. Jenis Lembaga Pendidikan Informal dan Nonformal
a. Lembaga Pendidikan Keluarga
Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang
pertama dan utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat
kodrati orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan
mendidik anak agar tumbuh adn berkembang dengan baik.
Undang-Undang sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989
menyatakan secara jelas dalam pasal 10 ayat 4, bahwa keluarga merupakan bagian
dari jalur pendidikan luar sekolah yang memberikan keyakinan agama, nilai
budaya, nilai – nilai moral dan keterampilan kepada anak. Keluarga berpengaruh
kuat, langsung dan dominan kepada anak dan, terutama dalam pembentukan
perilaku,sikap dan kebiasaan, penanaman nilai- nilai, perilaku-perilaku sejenis,
pengetahuan dan sebagainya.
Maka dari penjelasan diatas bahwa Pendidikan keluarga berfungsi sebagai
berikut :95
1) Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak
2) Menjamin kehidupan emosional anak
3) Menanamkan dasar pendidikan moral
4) Memberikan dasar pendidikan sosial
5) Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak
6) Menciptakan kondisi yang dapat menumbuhkembangkan inisiatif, kreativitas,
kehendak, emosi, tanggung jawab, keterampilan dan kegiatan lain.
b. Lembaga Pendidikan Sekolah
Sekolah adalah suatu hal yang tidak dapat dipungkiri lagi, karena
kemajuan zaman, perkembagan ilmu pengetahuan dan teknologi.Tidak semua tugas
mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama dalam hal
ilmu pengetahuan dan berbagai macam keterampilan.Oleh karena itu anak
dikirimkan ke sekolah.
95 Binti Maunah, Ilmu Pendidikan, Sukses offset, (Yogyakarta; 2009), hlm. 101
Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama mereka
diserahkan kepadanya. Karena itu sebagai sumbangan sekolah sebagai lembaga
terhadap pendidikan, diantaranya sebagai berikut;
1) Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta
menanamkan budi pekerti yang baik.
2) Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam masyarakat yang
sukar atau tidak dapat diberikan di rumah.
3) Sekolah melatih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti membaca,
menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu lain sifatnya mengembangkan
kecerdasan dan pengetahuan.
4) Di sekolah diberikan pelajaran etika, keagamaan, estetika, membenarkan benar
atau salah, dan sebagainya.
c. Lembaga Pendidikan Masyarakat
Masyarakat adalah salah satu lingkungan pendidikan yang besar
pengruhnya terhadap perkembangan pribadi seseorang.Masyarakat memiliki
peranan yang penting dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.Dalam konteks
pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan keluarga dan sekolah.Pendidikan
yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa
waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan
sekolah.
Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut tampaknya lebih
luas.Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat
banyak sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan,
pembentukan pengertia-pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun
pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Secara kongkrit peran dan fungsi pendidikan kemasyarakat dapt
dikemukakan sebagai berikut :96
1) Memberikan kemampuan profesional untuk mengembanngkan karier melalui
kursus penyegaran, penataran, lokakarya, seminar dan sebaginya.
2) Memberikan kemampuan teknis akademik dalam suatu sistem pendidikan
nasional seperti sekolah terbuka, kursus tertulis, pendidikan melaui radio dan
televisi dan sebagainya.
96Ibid.,hlm.103
3) Ikut serta mengembangkan kemampuan kehidupan beragama melaui pesantren,
pengajian, pendidikan agama di surau/ langgar ,biara, sekolah minggu dan
sebagainya.
4) Mengembangkan kemampuan kehidupan sosial budaya melaui bengkel seni,
teater, olahraga, seni bela diri, lembaga pendidikan spiritual dan sebagainya
5) Mengembangkan keahlian dan keterampilan melalui sistem magang untuk
menjadi ahli bangunan, montir dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
A.J. Cropley, Pendidikan Seumur Hidup, Terj: Sardjan Kadir, Surabaya: Usaha
Nasional 1973
Abdul Mujibdan Jusuf Mudzakkir. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. 3. Jakarta. Kencana
Prenada Media Group, . 2010
Abi ‘Isa Ibnu Surah Tirmidzi, Sunan Tirmidzi , Beirut: Darul Kitab, 2003
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis Teoritis dan Praktis,
Samsul Nizar (ed), Jakarta : Ciputat Press, 2002
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung, Remaja Rosda Karya,
1984
Beni Ahmad Saebani, Hendra Akhdiyat, Ilmu Pendidikan Islam 1, Bandung: Pustaka
Setia, 2009
Drs. Sidi Gazalba, Masyarakat Islam, Pengantar Sosiologi & Sosiografi , Jakarta, Bulan
Bintang, 1976
Dwi Astrid Avianti1, Lindawati Kartika2, Analisis Quality Of Work Lifepada Generasi X
Dan Y Alumni Fakultas Ekonomi Dan Manajemen IPB, Jurnal Riset Manajemen
Dan Bisnis (JRMB) Fakultas Ekonomi UNIAT Vol.2,No.2,Juni 2017:95-106ISSN
2527 -7502
Elih Sudiapermana, Pendidikan Informal Reposisi, Pengakuan dan Penghargaan ,
Artikel Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah UPI
Eti Rochaety dkk, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan , Jakarta: Bumi Aksara,
2008
Fathul Mu’in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan Praktik, Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2011
Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan Komponen MKDK, Jakarta: Rineka Cipta, 2010
Fuad Ihsan. 2010. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Fuad Ihsan,
2010
http://www.tuanguru.com/2011/12/pendidikan-seumur-hidup-dalam-islam.html.
Diunggah hari Selasa 09 Desember 2020
https://ayiolim.wordpress.com/2011/02/23/perencanaan-pendidikan-nonformal-sebagai-
pendekatan-terpadu/
https://www.academia.edu/36380955/Landasan_Pendidikan_di_Indonesia
M. Munandar Soelaiman, Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial, Eresco
Bandung: Eresco, t.th
Sitti Roskina Mas, Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua dalam Penyelengaraan
Pendidikan (Jurnal el-Hikmah Fakultas Tarbiyah UIN Malang,
2011; https://media.neliti.com/media/publications/241894-partisipasi-
masyarakat-dan-orang-tua-dal- 2841e420.pdf),
Sutarto, Teori Kognitif dan Implikasinya Dalam Pembelajaran, Islamic Counseling Vol
1 No. 02 Tahun 2017, Stain Curupp-ISSN 2580-3638, E-ISSN 2580-3646
Tirtarahardja, Umar dan La Sula, Pengantar Pendidikan. ,Jakarta: Rineka Cipta. 2000