Anda di halaman 1dari 54

Presentasi Kasus

Seorang Anak Perempuan Usia 16 Tahun 10 Bulan dengan


Dengue Hemorrhaghic Fever (DHF) Derajat I dan Gizi Baik,
Severe Underweight, Severe Stunted

Oleh :
Rachmaniar Ratrianti G99152039/K-9
Nelsi Marintan Tampubolon G99152043/K-10

Pembimbing :
Fadhilah Tia Nur, dr., Sp.A (K), M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2016
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan


klinik Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret /
RSUD Dr. Moewardi. Presentasi kasus dengan judul :

Seorang Anak Perempuan Usia 16 Tahun 10 Bulan dengan Dengue


Hemorrhaghic Fever (DHF) derajat I dan Gizi Baik Severe Underweight,
Severe Stunted

Hari/tanggal : , Oktober 2016

Oleh :
Rachmaniar Ratrianti G99152039/K-9
Nelsi Marintan Tampubolon G99152043/K-10

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Presentasi Kasus

Fadhilah Tia Nur, dr., Sp.A (K), M.Kes

2
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. WR
Usia : 16 tahun 10 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Giriwoyo, Wonogiri
No RM : 0135xxxx
Tanggal masuk : 26 September 2016, pukul 15.30
Tanggal periksa : 27 September 2016
Berat Badan : 41 kg
Tinggi Badan : 144 cm

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Demam

B. Riwayat Penyakit Sekarang


I II III IV V

Rabu
Kamis
Jumat Sabtu Minggu` Senin
21/9/2016 22/9/2016 23/9/2016 24/9/2016 25/9/2016 26/09/2016
12.00 15.30

Pada hari Rabu, 21 September 2016 pukul 12.00, kurang lebih


lima hari sebelum masuk rumah sakit, pasien demam tinggi mendadak
dan terus menerus sepanjang hari. Pasien juga merasa lemas, badan
terasa pegal-pegal, nyeri pada persendian, nafsu makan menurun, serta

3
sakit kepala. Keluhan kejang, batuk, pilek, mimisan, gusi berdarah, nyeri
saat menelan, keluar cairan dari telinga, ruam pada kulit, mual, muntah,
nyeri pada perut, sesak napas, buang air besar cair, buang air besar
berdarah disangkal. Oleh orang tua, pasien dibawa berobat ke bidan dan
diberi 3 macam obat tablet yang tidak diketahui merk obatnya. Setelah
minum obat, demam turun tetapi kemudian demam kembali tinggi.
Pada hari Minggu, 25 September 2016, satu hari sebelum masuk
rumah sakit, demam sudah turun. Pasien mengeluh mual dan muntah
sebanyak 3 kali masing-masing sebanyak ¼ gelas belimbing setiap
setelah makan, berupa sisa makanan, tidak ada darah. Pasien mengeluh
lemas, badan pegal-pegal, nyeri pada persendian, nyeri ulu hati, nafsu
makan menurun, dan sakit kepala. Karena keluhan tersebut, pasien
dibawa berobat ke klinik swasta dan dilakukan pemeriksaan
laboratorium, dengan hasil sebagai berikut: Hemoglobin: 11.4 g/dl,
hematokrit: 35.34%, leukosit: 1500/ul, trombosit: 45000/ul, SGOT: 86,
SGPT: 40, Test Widal: negatif. Berdasarkan hasil laboratorium tersebut,
pasien di rawat inap di klinik tersebut.
Pada hari Senin, 26 September 2016, kondisi pasien tidak
membaik, sehingga pasien dirujuk ke RSUD Dr Moewardi. Saat di IGD,
pasien tampak lemas, nyeri ulu hati, tidak demam, dan muntah sebanyak
1 kali sebanyak ¼ gelas belimbing berupa sisa makanan, tidak ada darah.
Buang air kecil terakhir kira-kira 3 jam sebelum masuk rumah sakit
sebanyak kurang lebih 150 cc, warna kuning keruh. Buang air besar
terakhir kira-kira satu hari sebelum masuk rumah sakit, warna coklat
kekuningan, konsistensi padat, tidak ada lendir dan darah.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat demam tinggi : disangkal
Riwayat rawat inap : (+) saat usia 7 bulan karena diare

4
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak terdapat anggota keluarga yang sedang demam dan sakit
demam berdarah.

E. Riwayat Lingkungan
Tidak terdapat tetangga maupun teman sekolah pasien yang sedang
sakit demam berdarah. Pasien tinggal di dekat kebun yang tidak terawat,
sehingga terdapat banyak kaleng dan botol bekas yang dapat menampung
air hujan, serta genangan air.

F. Riwayat Kehamilan
Selama hamil, ibu pasien rutin melakukan pemeriksaan kehamilan
di bidan. Pada trimester I ibu pasien melakukan kontrol sebanyak 1 kali
setiap 2 bulan. Pada trimester II ibu pasien melakukan kontrol sebanyak
1 kali setiap bulan dan pada trimester ke III kontrol 1 kali setiap minggu.
Ibu pasien tidak pernah sakit selama kehamilan. Obat-obatan yang
diminum selama masa kehamilan meliputi vitamin dan tablet penambah
darah (tidak lengkap). Kesan kehamilan dalam batas normal.

G. Riwayat Persalinan
Pasien lahir dari ibu usia 22 tahun dengan umur kehamilan 40
minggu secara spontan di bidan dengan berat badan lahir 3000 gram,
panjang badan 49 cm, langsung menangis kuat segera setelah lahir,
bergerak aktif, dan tidak biru. Kesan kelahiran dalam batas normal.

H. Riwayat Imunisasi
0 bulan : HB1
1 bulan : Polio1, BCG
2 bulan : DPT1, HB2, Polio2
3 bulan : DPT2, HB3, Polio3
4 bulan : DPT3, Polio4

5
9 bulan : Campak
18 bulan: : DPT4
Kelas 1 SD : Campak, DT
Kelas 2 SD : TT
Kelas 3 SD : TT
Kesan imunisasi lengkap sesuai jadwal Kemenkes 2000.

I. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


1. Pertumbuhan
Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 3000 gram.
Menurut ibu pasien, pasien rutin dibawa untuk ditimbang ke
posyandu. Saat ini pasien berusia 16 tahun 10 bulan dengan berat
badan 41 kg dan tinggi badan 144 cm.
Kesan : gizi baik
2. Perkembangan
Pasien saat ini kelas 2 SMA. Pasien dapat mengikuti
pelajaran dengan baik. Pasien tidak mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi dan mengikuti aktivitas sehari-hari baik di sekolah
maupun di lingkungan tempat tinggal.
Kesan: perkembangan sesuai dengan usia pasien.

J. Riwayat Nutrisi
Pasien makan sehari tiga kali dengan menu makan nasi disertai
lauk pauk beraneka ragam seperti tahu, tempe, telur, daging disertai sayur
dan selalu habis setiap kali makan.
Kesan: kualitas dan kuantitas cukup.

K. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal di rumah beserta kedua orang tuanya. Kedua orang
tua pasien bekerja sebagai pegawai swasta. Pasien menggunakan
jaminan kesehatan yaitu BPJS.

6
Pasien tinggal dirumah milik sendiri dengan ventilasi yang
cukup, sumber air menggunakan sumur, dan rutin menguras bak mandi 2
hari sekali.

L. Pohon Keluarga

An. WR
16 tahun 10 bulan,
41 kg 144 cm

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Status Generalis
a. Keadaan Umum:
Tampak sakit sedang, compos mentis (E4V5M6), kesan gizi baik
b. Tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Laju nadi : 86 kali/menit, isi cukup, tegangan cukup
Laju napas : 20 kali/menit, reguler, kedalaman cukup
Suhu : 36,9° C
SiO2 : 99%
c. Status Gizi
i. Secara klinis : gizi baik

7
ii. Secara Antropometri
BB / U : 41/64 X 100% = 64%
BB/U < P3, severe underweight
TB / U : 144/175 x 100 % = 82 %
TB/U < P3: severe stunted
BB/TB: 41/36 x 100% = 114%
P50 < BB/TB < P75: Gizi baik
(Kurva CDC, 2000)
Interpretasi : gizi baik, severe underweight, severe stunted
d. Kepala : mesocephal
e. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem
palpebra (+/+), refleks cahaya (+/+), pupil isokor
diameter 2mm/2mm, air mata (+/+)
f. Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-)
g. Telinga : sekret (-/-)
h. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), gusi berdarah (-), faring
hiperemis (-), tonsil T1-T1 hiperemis (-), lidah kotor (-)
i. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
j. Toraks : retraksi (-), simetris
k. Cor
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis teraba tidak kuat angkat di spatium
intercosta IV linea midklavikularis sinistra
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II interval normal, reguler, bising (-)
l. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor / sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) , suara tambahan (-/-)

8
m. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) normal 8 kali permenit
Perkusi : timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar teraba 1 cm di bawah arcus
costa dekstra, lien tidak teraba membesar
Lingkar perut: 68 cm
n. Ekstremitas :
oedem Akral dingin Petechiae
- - - - - -
- - - - - -
Arteri dorsalis pedis teraba kuat
Capillary Refill Time kurang dari 2 detik

Uji Torniquet  Rumple Leed (+)


Interpretasi : Rumple leed (+) didapatkan petechiae sebanyak 10 pada
kulit lengan bawah bagian volar, kira-kira 4 cm di bawah fossa cubiti.

9
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium Darah (26 September 2016, pukul 17.00)

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan


HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 11.9 g/dl 14.0-17.5
Hematokrit 35 % 33-45
Leukosit 2.4 ribu/ul 4.5-14.5
Trombosit 40 ribu/ul 150-450
Eritrosit 4.46 juta/ul 3.80-5.80
INDEKS ERITROSIT
MCV 77.9 /um 80.0-96.0
MCH 26.7 pg 28.0-33.0
MCHC 33.3 g/dl 33.0-36.0
RDW 12.1 % 11.6-14.6
MPV 8.6 fl 7.2-11.1
PDW 19 % 25-65
HITUNG JENIS
Eosinofil 2.00 % 0.00-4.00
Basofil 0.00 % 0.00-1.00
Netrofil 53.00 % 29.00-72.00
Limfosit 39.00 % 33.00-48.00
Monosit 6.00 % 0.00-6.00
KIMIA KLINIK
Gula Darah Sewaktu 78 mg/dl 600-100
Albumin 3.6 g/dl 3.2-4.5
Natrium Darah 133 mmol/L 132-145
Kalium Darah 3.9 mmol/L 3.1-5.1
Calsium Ion 1.09 mmol/L 1.17-1.29
HbsAg Rapid Nonreactive Nonreactive

V. RESUME
Kurang lebih lima hari sebelum masuk rumah sakit, pasien demam
tinggi mendadak terus menerus sepanjang hari, lemas, badan terasa pegal-
pegal, nyeri pada persendian, nafsu makan menurun, serta sakit kepala.
Kemudian pasien berobat ke bidan dan diberi 3 macam obat. Demam sempat
turun setelah pemberian obat, tetapi kemudian demam tinggi kembali.

10
Satu hari sebelum masuk rumah sakit, pasien tidak demam, nyeri ulu
hati, mual, dan muntah sebanyak 3 kali masing-masing sebanyak ¼ gelas
belimbing setiap setelah makan, berupa sisa makanan. Kemudian pasien
berobat ke klinik swasta. Hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap
didapatkan Hemoglobin = 11.4 g/dl, hematokrit = 35.34%, leukosit = 1500
ribu/dl, trombosit = 45000/ul, SGOT = 86, SGPT = 40, Test Widal = negatif.
Karena kondisi pasien tidak membaik, pasien dirujuk ke RSUD Dr
Moewardi.
Saat di IGD, pasien mengeluh nyeri ulu hati dan muntah 1 kali
sebanyak ¼ gelas belimbing berupa sisa makanan. Tidak terdapat keluarga
dan tetangga yang sakit demam berdarah. Pasien tinggal di dekat kebun yang
tidak terawat, sehingga banyak terdapat kaleng dan botol bekas yang dapat
menampung air hujan serta genangan air. Keadaan umum pasien tampak sakit
sedang, kompos mentis, gizi kesan baik. Tekanan darah 110/70 mmHg, suhu
36,9 oC, laju nadi 86 kali/menit, laju napas 20 kali/menit. Terdapat oedem
palpebra, hepar teraba 1 cm di bawah arcus costae dextra, arteri dorsalis pedis
teraba kuat, uji tourniquet positif. Tidak terdapat tanda-tanda perdarahan
spontan. Hasil pemeriksaan laboratorium darah pada tanggal 26 September
2016 didapatkan: Hemoglobin = 11.9 g/dl (N = 14.0 – 17.5), Leukosit = 2.4
ribu/ul (N= 4,5 -14.5 ribu/ul), dan Trombosit = 40 ribu/ul (N = 150 - 450
ribu/ul) dengan kesan anemia, leukopenia dan trombositopenia.

VI. DAFTAR MASALAH


Anak perempuan usia 16 tahun 10 bulan dengan :
- Demam tinggi mendadak terus-menerus selama 4 hari
- Badan lemas, pegal-pegal, nyeri pada persendian, nafsu makan menurun,
serta sakit kepala sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit
- Mual, muntah, dan nyeri ulu hati sejak satu hari sebelum masuk rumah
sakit
- Oedem palpebra
- Hepatomegali (1 cm di bawah arcus costae dextra)

11
- Rumple Leed (+)
- Pemeriksaan laboratorium darah pada tanggal 26 September 2016
didapatkan: Hemoglobin = 11.9 g/dl (N = 14.0 – 17.5), Leukosit = 2.4
ribu/ul (N= 4,5 -14.5 ribu/ul), dan Trombosit = 40 ribu/ul (N = 150 - 450
ribu/ul) dengan kesan anemia, leukopenia dan trombositopenia.

VII. DIAGNOSIS BANDING


a. Dengue hemorrhagic fever (DHF) grade I
b. Chikungunya
c. Gizi baik, severe underweight, severe stunted

VIII. DIAGNOSIS KERJA


a. Dengue hemorrhagic fever (DHF) grade I
b. Gizi baik, severe underweight, severe stunted

IX. PENATALAKSANAAN
a. Rawat bangsal infeksi anak
b. Diet nasi lauk 2000 kkal
c. Infus asering (5 ml/kg/jam) ≈167 ml/jam (maksimal 4000 ml/hari)
d. Paracetamol (10 mg/kg/kali) ≈ 500 mg per 8 jam per oral jika demam
lebih dari 38,5o C atau sakit kepala

X. PLAN
a. DL2 setiap 8 jam
b. IgM/IgG Dengue
c. Urinalisis

XI. MONITORING
a. Keadaan umum dan tanda vital per 4 jam
b. Balance cairan dan diuresis per 8 jam
c. Awasi tanda-tanda syok dan perdarahan

12
XII. EDUKASI
a. Edukasi keluarga tentang penyakit pasien, edukasi untuk menambah
intake makanan dan minuman pasien, prognosis pasien baik dengan
penanganan yang tepat
b. Lapor bila ada tanda-tanda perdarahan
c. Kompres hangat apabila demam lebih dari 37,5°C dan pemberian
paracetamol bila demam lebih dari 38,5°C
d. Edukasi untuk melakukan PSN plus di rumah

XIII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

13
XIV. FOLLOW UP

Tanggal 27 September 2016 (Dalam perawatan hari pertama)


S : Pasien tidak demam, merasa lemas, nyeri ulu hati, tidak batuk, tidak pilek,
tidak sesak, tidak mimisan, dan gusi tidak berdarah. Pasien mengeluh kadang-
kadang mual tetapi tidak muntah. Nafsu makan pasien menurun, sehingga pasien
hanya makan sedikit-sedikit, minum air putih ± 8 gelas sehari. Pasien buang air
kecil sebanyak 3-4 kali, warna kuning jernih. Buang air besar satu kali, berwarna
coklat, konsistensi padat, tidak ada lendir dan darah.

I II III IV V VI

Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu Senin Selasa


21/9/2016 22/9/2016 23/9/2016 24/9/2016 25/9/2016 26/9/2016 27/9/2016
12.00 12.00

O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang, compos mentis (E4V5M6), kesan


gizi baik
Tanda Vital
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Laju nadi : 85 kali/menit, isi dan tegangan cukup
Laju napas : 20 kali/menit, reguler, kedalaman cukup
Suhu : 37,2 0C per aksila
Balance Cairan : +1126 cc/ hari
Diuresis : 1.82 / kgBB / jam
Kepala
Bentuk mesosefal
Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem palpebra (+/+)
menurun, refleks cahaya (+/+), pupil isokor (2 mm/ 2mm), sekret (-/-).

14
Hidung
Napas cuping hidung (-/-), epistaksis (-/-), sekret (-/-).
Telinga
sekret (-/-).
Mulut
Sianosis (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-/-), tonsil T1-T1, faring hiperemis
(-), mukosa basah (+).
Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
Toraks
Retraksi (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak.
Palpasi : Iktus cordis teraba tidak kuat angkat di spatium intercosta
IV linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-).
Pulmo
Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor / sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) , suara tambahan (-/-)
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) normal, 10 kali/ menit
Perkusi : timpani (+), pekak alih (-), pekak sisi (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), undulasi (-), hepar teraba 1 cm di
bawah arcus costae dekstra, lien tidak teraba
Lingkar perut : 68 cm

15
Ekstremitas
Akral dingin Oedem Petechie
- - - - - -
- - - - - -

Arteri dorsalis pedis teraba kuat angkat


Capilary refill time kurang dari 2 detik

Assesment :
a. Dengue hemorrhagic fever grade I
b. Gizi baik, severe underweight, severe stunted (antropometri)

Plan :
1. Terapi
a. Diet nasi lauk 2000 kkal/hari
b. Infus D5 ½ NS 85 ml/jam (maintenance)
c. Paracetamol 500 mg per 8 jam peroral, jika suhu lebih dari 38,5°C
2. Plan
a. DL2 per 8 jam
b. Cek IgG dan IgM dengue
c. Urinalisis
2. Monitoring
a. Keadaan umum dan tanda vital per 4 jam
b. Balance cairan dan diuresis per 8 jam
c. Awasi tanda-tanda perdarahan dan syok
d. Evaluasi overload cairan
4. Target
a. Perbaikan keadaan umum
b. Bebas demam
c. Peningkatan kadar trombosit
d. Perbaikan nafsu makan
Pemeriksaan Penunjang

16
1. Pemeriksaan Darah (27 September 2016)
Jam 01.52 13.52 20.53
Hemoglobin 10.4 g/dl ↓ 11.2 g/dl ↓ 11.1 g/dl ↓
Hematokrit 31 % 35 % 32 %
Leukosit 2.9 rb/ul ↓ 3.2 rb/ul ↓ 3.3 rb/ul ↓
Trombosit 56 rb/ul ↓ 39 rb/ul ↓ 48 rb/ul ↓
Eritrosit 4.05 Juta/ul 4.36 Juta/ul 4.21 Juta/ul
MCV 75.9 /um ↓ 81.0 /um 76.8/um ↓
MCH 25.6 pg ↓ 25.6 pg ↓ 26.3 pg ↓
MCHC 33.8 g/dl 31.6 g/dl ↓ 34.3 g/dl
RDW 14.3 % 14.3 % 14.2 %
MPV 9.6 fl 10.0 fl 10.2 fl
PDW 17 % ↓ 64 % 17 %
Eosinofil 14.40 %  4.00 % 1.00 %
Basofil 14.40 %  0.00 % 0.00 %
Netrofil 55.20 % 36.00 % 26.00 % ↓
Limfosit 30.40 % ↓ 54.00 %  69.00 % 
Monosit 14.40 %  6.00 % 4.00 %
IgM Dengue Positif
IgG Dengue Positif

Kesan: 1. Leukopenia
2. Trombositopenia
3. IgM/IgG Dengue (+)
Kesimpulan: menyokong gambaran infeksi dengue

2. Konsultasi Gambaran Darah Tepi


Eritrosit normokrom, normosit, sferosit, sel cerutu, eritoblast (-)
Leukosit jumlah menurun, limfosit teraktivasi, LPB 5%, sel muda (-)
Trombosit jumlah menurun, makrotrombosit, clumping (-)
Kesimpulan gambaran darah tepi dengan leukopenia dan
trombositopenia menyokong proses infeksi (viral)

3. Pemeriksaan Urin Rutin (27 September 2016 pukul 11.38)


Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Sekresi
Makroskopis

17
Warna Yellow
Kejernihan SI Cloudy
Kimia urin
Berat jenis 1,018 1,015-1,025
pH 8.0 4,5-8,0
Leukosit Negatif /ul Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Protein Negatif mg/dl Negatif
Glukosa Normal mg/dl Normal
Keton 15 mg/dl Negatif
Urobilinogen Normal mg/dl Normal
Bilirubin Negatif mg/dl Negatif
Eritrosit 0.2 mg/dl Negatif
Mikroskopis
Eritrosit 65.8 /ul 0-6,4
Leukosit 0.7 /LPB 0-12
Epitel
Epitel Squamous 0-1 /LPB Negatif
Epitel Transisional - /LPB Negatif
Epitel bulat - /LPB Negatif
Silinder
Silinder 0,00 /ul 0,00-0,47
Silinder 0 /LPK 0-3
Hyaline 0 /LPK 0-3
Granulated - /LPK Negatif
Leukosit - /LPK Negatif
Bakteri 14.2 /ul 0.0-2150.0
Kristal 0,2 /ul 0,0-0,0
Yeast like cell 0,0 /ul 0,0-0,0
Mukus 0,00 /ul 0,00-0,00
Sperma 0,0 /ul 0,0-0,0
Konduktivitas 13.6 mS/cm 3,0-32,0
Lain-lain Eritrosit 11-13/LPB. Leukosit 0-2LPB. Kristal amorf (+)

Tanggal 28 September 2016 (Dalam perawatan hari kedua)


S : Pasien merasa lemas, tidak demam, tidak batuk, tidak pilek, tidak sesak, tidak
mimisan, gusi tidak berdarah, tidak mual, dan tidak muntah. Nafsu makan
membaik, minum air putih ±8 gelas sehari. Buang air kecil 3-4 kali dalam sehari,
berwarna kuning. Buang air besar satu kali dalam satu hari, berwarna coklat,
konsistensi padat.

18
I II III IV V VI VII

Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu


21/9/2016 22/9/2016 23/9/2016 24/9/2016 25/9/2016 26/9/2016 27/9/2016 28/9/2016
12.00 12.00

O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang, komposmentis (E4V5M6), gizi


kesan baik
Tanda Vital
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Laju nadi : 88 kali/menit, isi dan tegangan cukup
Laju napas : 97 kali/menit, reguler, kedalaman cukup
Suhu : 36,70C per aksila
Balance Cairan : +1278 cc/ hari
Diuresis : 3,7 cc / kgBB / jam
Kepala
Bentuk mesosefal
Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem palpebra (+/+)
menurun, refleks cahaya (+/+), pupil isokor (2 mm/ 2mm), sekret (-/-).
Hidung
Napas cuping hidung (-/-), epistaksis (-/-), sekret (-/-).
Telinga
sekret (-/-).
Mulut
Sianosis (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-/-), tonsil T1-T1, faring hiperemis
(-), mukosa basah (+).
Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

19
Toraks
Retraksi (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak.
Palpasi : Iktus cordis teraba tidak kuat angkat di spatium intercosta
IV linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-).
Pulmo
Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor / sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) , suara tambahan (-/-)
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) normal, 8 kali/ menit
Perkusi : timpani (+), pekak alih (-), pekak sisi (-).
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 1 cm di bawah arcus
costae dekstra, lien tidak teraba
Lingkar perut: 68 cm

Ekstremitas
Akral dingin Oedem Petechie
- - - - - -
- - - - - -

Arteri dorsalis pedis kuat


Capilary refill time kurang dari 2 detik

Assessment :
a. Dengue hemorrhagic fever grade I
b. Gizi baik, normoweight, normoheight (antropometri)

20
Plan :
1. Terapi
a. Diet nasi lauk 2000 kkal/hari
b. Infus D5 ½ NS 80 ml/jam (maintenance)
c. Paracetamol 500 mg / 8 jam peroral jika suhu lebih dari 38.5°C
2. Plan: Boleh pulang

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah ( 28 September 2016 )
Jam 03.33 AM
Hemoglobin 10.5 g/dl ↓
Hematokrit 32 % ↓
Leukosit 3.4 rb/ul ↓
Trombosit 61 rb/ul ↓
Eritrosit 4.10 Juta/ul
MCV 78.2 /um ↓
MCH 25.6 pg ↓
MCHC 32.7 g/dl↓
RDW 12.1 % ↓
MPV 9.7 fl
PDW 19 % ↓
Eosinofil 1.00 %
Basofil 0.00 %
Netrofil 28.00 % ↓
Limfosit 67.00 % ↑
Monosit 4.00 %

21
BAB II
ANALISIS KASUS

Pada kasus ini didapatkan pasien perempuan berusia 16 tahun 10 bulan


dengan keluhan demam tinggi terus menerus selama 4 hari, badan pegal-pegal,
nyeri sendi, dan sakit kepala sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada pasien
dengan keluhan demam kurang dari 7 hari, perlu ditanyakan adanya keluhan
batuk, pilek, kejang, keluarnya cairan dari telinga, nyeri menelan, ruam pada kulit,
sesak napas, serta diare. Menurut WHO tahun 2009, salah satu penyakit dengan
gejala klinis demam tinggi mendadak kurang dari 7 hari adalah infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue. Infeksi dengue memiliki gejala demam tinggi
mendadak 2-7 hari, nyeri otot, dan atau nyeri sendi, ruam, limfadenopati,
leukopenia, dan trombositopenia.
Pasien yang dicurigai mengalami infeksi virus Dengue, perlu ditanyakan
mengenai tanda bahaya yang merupakan tanda adanya kebocoran plasma dan
syok hipovolemik, seperti lemas, mimisan, gusi berdarah, muntah, nyeri perut,
buang air kecil menurun, kaki dan tangan dingin, serta peningkatan nilai
hematokrit disertai penurunan jumlah trombosit. Pasien ini satu hari sebelum
masuk rumah sakit, demam sudah turun, nyeri ulu hati, mual, dan muntah
sebanyak 3 kali masing-masing sebanyak ¼ gelas belimbing setiap setelah makan,
berupa sisa makanan, tidak ada darah. Pasien masih mengeluhkan lemas, badan
terasa pegal-pegal, nyeri pada persendian, nafsu makan menurun, dan sakit
kepala. Hasil pemeriksaan laboratorium, dengan hasil sebagai berikut:
Hemoglobin: 11.4 g/dl, hematokrit: 35.34%, leukosit: 1500 ribu/dl, trombosit:
45000/ul, SGOT: 86, SGPT: 40, Test Widal: negatif.

22
Hari masuk rumah sakit, pasien tampak lemas, nyeri ulu hati, tidak
demam, dan muntah sebanyak 1 kali sebanyak ¼ gelas belimbing berupa sisa
makanan, tidak ada darah. Buang air kecil terakhir kira-kira 3 jam yang lalu
sebanyak kurang lebih 150 cc, warna kuning keruh. Buang air besar terakhir kira-
kira satu hari yang lalu, warna coklat kekuningan, konsistensi padat, tidak ada
lendir dan darah. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, tekanan darah 110/70
mmHg, suhu 36,9 oC, laju nadi 86 kali/menit, laju napas 20 kali/menit. Terdapat
oedem palpebra, hepar teraba 1 cm di bawah arcus costae dextra, arteri dorsalis
pedis teraba kuat, uji tourniquet (+). Tidak terdapat tanda-tanda perdarahan
spontan seperti mimisan, gusi berdarah, buang air besar berdarah. Tanda dan
gejala yang timbul tersebut merupakan akibat perembesan plasma (WHO, 2011a).
Hasil pemeriksaan laboratorium darah pada tanggal 26 September 2016
didapatkan: Hemoglobin = 11.9 g/dl (N = 14.0 – 17.5), Leukosit = 2.4 ribu/ul (N=
4,5 -14.5 ribu/ul), dan Trombosit = 40 ribu/ul (N = 150 - 450 ribu/ul) dengan
kesan anemia, leukopenia dan trombositopenia. Hasil pemeriksaan laboratorium
ini menunjukkan kadar trombosit pasien yang turun dibawah 100.000/ul yaitu
40.000/ul. Penurunan trombosit pada pasien ini terjadi akibat proses kebocoran
plasma. Plasma darah yang normalnya berada didalam pembuluh darah keluar
menuju ke jaringan interstisial. Akibat keluarnya plasma darah menyebabkan
darah menjadi lebih kental dan menyebabkan hemokonsentrasi.
Berdasarkan pola demam, tanda klinis, dan laboratoris yang ditemukan
pada pasien tersebut, maka penyebab demam pada pasien dapat diarahkan kepada
infeksi virus dengue. Adanya demam <7 hari tanpa perdarahan spontan,
hemokonsentrasi, dan trombositopenia, maka pasien tersebut masuk ke dalam
kategori dengue hemorrhagic fever grade I menurut klasifikasi WHO tahun 1997.
Berdasarkan kriteria WHO 1997 untuk menegakkan diagnosis DHF grade I dapat
dengan memenuhi kriteria klinis dan laboratoris.
Setelah penegakan diagnosis pada pasien dapat dilakukan tatalaksana pada
pasien DHF sesuai dengan WHO 2011. Berdasarkan WHO 2011, pasien tersebut
dapat dirawat inap di pelayanan kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit.
Pasien memenuhi kriteria rawat inap berupa adanya tanda bahaya pada DHF

23
yaitu: adanya nyeri perut, muntah, dam peningkatan hematokrit yang bersamaan
dengan penurunan jumlah trombosit. Tata laksana yang tepat dan segera dapat
mengurangi morbiditas dan mortalitas DHF. Pengobatan pada saat rawat inap
pasien tersebut diberikan terapi penggantian cairan dan terapi simptomatis. Terapi
cairan meliputi jenis dan jumlah cairan yang diberikan. Cairan kristaloid isotonik
merupakan pilihan untuk pasien DHF. Tidak dianjurkan pemberian cairan
hipotonik seperti NaCl 0,45 %, kecuali bagi pasien usia < 6 bulan. Dalam keadaan
normal setelah satu jam pemberian cairan hipotonis, hanya 1/12 volume yang
bertahan dalam ruang intravascular sedangkan cairan isotonis ¼ volume yang
bertahan, sisanya terdistribusi ke ruang intrseluler dan ekstraseluler. Pada keadaan
permeabilitas yang meningkat, volume cairan yang bertahan akan semakin
berkurang sehingga lebih mudah terjadi kelebihan cairan pada pemberian cairan
hipotonis. Pada pasien ini diberikan cairan kristaloid isotonik berupa asering.
Asering dipilih karena cairan memiliki sifat dimetabolisme di otot dan bukan di
hepar. Pada pasien DHF terjadi hepatomegali sebagai akibat proses infeksi yang
terjadi sehingga pemilihan asering diharapkan tidak membuat kerja hepar semakin
berat karena harus memetabolisme cairan infus.
Jika kondisi stabil pemberian cairan dapat diturunkan bertahap, sesuai
dengan keadaan pasien, yaitu 7 ml/kgBB, 5 mL/kgBB, 3 mL/kgBB, 1,5 mL/kgBB
hingga pada dosis maintenance. Pasien ini diberikan asering (5 ml/kg/jam), setara
dengan 205 ml/jam. Namun, dosis maksimal pemberian cairan pada pasien DHF
adalah 4000ml/24 jam, sehingga pasien diberikan asering dengan kecepatan 167
mL/jam dikarenakan kondisi pasien masih stabil, tidak didapatkan tanda-tanda
syok. Volume cairan yang diberikan pada pasien DHF disesuaikan dengan berat
badan, kondisi klinis dan temuan laboratorium. Pada pasien dengan obesitas
pemberian jumlah cairan harus berhati-hati karena mudah terjadi kelebihan cairan,
penghitungan carian sebaiknya berdasarkan berat badan ideal. Selain dengan
pemberian cairan melewati infus pasien juga dianjurkan untuk minum yang cukup
terutama minum cairan yang mengandung elektrolit. Pemberian cairan harus
diawasi supaya tidak terjadi overload cairan.

24
Pemberian obat simptomatis pada pasa pasien ini dapat diberikan
antipiretik dengan pilihan parasetamol 15 mg/kgBB/kali apabila suhu suhu >
38,5° C. Berat pasien 41 kg sehingga untuk dosis parasetamol yang diberikan
sebanyak 500 mg sekali minum. Parasetamol sebaiknya diberikan hanya pada
keadaan pasien demam (suhu > 38,5° C) dengan interval 4-6 jam. Pemberian
aspirin atau golongan NSAID serta ibuprofen tidak dianjurkan karena akan
memperparah manifestasi perdarahan pada pasien.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)


a. Definisi
Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot, dan atau nyeri sendi disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Gejala-gejala
yang timbul merupakan akibat perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di
rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue adalah DBD yang ditandai oleh
renjatan/syok (WHO, 2011a).

b. Epidemiologi
Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat
penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang, dan
641 diantaranya meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah
dibandingkan tahun sebelumnya, yakni tahun 2013 dengan jumlah
penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah kasus meninggal sebanyak
871 penderita (Depkes, 2014).
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk
genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus
setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan tersedianya

25
tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih
(bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi
virus dengue yaitu: 1) Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan
menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor di
lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain; 2) Pejamu:
terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3) Lingkungan : curah hujan,
suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

c. Etiologi
Etiologi penyakit demam berdarah dangue adalah virus dangue
termasuk family flaviviridae genus Flavivirus yang terdiri dari 4 serotipe.
Terdapat empat serotipe DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah
dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3
merupakan serotipe terbanyak.
Virus DEN termasuk dalam kelompok virus yang relative labil
terhadap suhu dan faktor kimiawai lain serta masa viremia yang pendek.
Virus DEN virionnya tersusun oleh genom RNA dikelilingi oleh
nukleokapsid, ditutupi oleh suatu selubung dari lipid yang mengandung
dua protein yaitu selubung protein E dan protein membrane M. (Halstead ,
2011).

d. Patofisiologi
Hipotesis infeksi heterolog sekunder (the secondary heterologous
Infection hyphotesis atau the sequential infection hypothesis) sampai saat
ini masih dianut sebagai konsep patogenesis terjadinya DHF. Berdasarkan
hipotesis ini seseorang akan menderita DHF apabila mendapatkan infeksi
berulang oleh serotipe virus dengue yang berbeda dalam jangka waktu
tertentu, yang berkisar antara 6 bulan sampai 5 tahun. Hipotesis lain yang

26
menentangnya adalah hipotesis virulensi virus, menurut hipotesis ini
perbedaan virulensi serotipe virus dengue adalah penyebab terjadinya
DHF.
Fenomena patologis utama yang menentukan berat penyakit DHF
adalah meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah (kapiler),
yang mengakibatkan terjadinya perembesan atau kebocoran plasma,
peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya
volume plasma yang otomatis jumlah trombosit berkurang
(trombositopenia), terjadinya hipotensi (tekanan darah rendah) yang
dikarenakan kekurangan haemoglobin, plasma merembes selama
perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai
puncaknya pada masa terjadinya hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit
> 20 %) bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel
dinding pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit menimbulkan
dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah
ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak.
Sesuai dengan hipotesis secondary heterologous infection, pasien
yang mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang
heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD.
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain
yang akan menginfeksi dan membentuk kompleks antigen antibodi
kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit
terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak
dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi
dalam sel makrofag (respon antibodi anamnestik). Dalam waktu beberapa
hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer
tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus kompleks antigen-
antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a
dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah
sehingga plasma merembes ke ruang ekstravaskular. Volume plasma

27
intravaskular menurun hingga menyebabkan hipovolemia hingga syok
(Halstead, 2011).
Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu
proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di
dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut,
terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan
perembesan plasma kemudian hipovolemia dan syok. Perembesan plasma
ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan
kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa seperti efusi
pleura, asites (Halstead, 2011).
Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen,
juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi
melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan
menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai
akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga
trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit
dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi
trombositopenia. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi
trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai mekanisme
kompensasi stimulasi trombopoesis saat keadaan trombositopenia.
Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi
intravaskular diseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen
degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi
trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak
berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi
faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu
peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya

28
syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia,
penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan
kerusakan dinding endotel kapiler (Halstead, 2011 Gubler dkk., 2014).

Patogenesis DBD menurut The Secondary Heterologous Dengue Infection


Hypothesis

Sumber : Suhendro, 2009

e. Klasifikasi
Pada tahun 2011 SEARO menambahkan adanya kriteria expand
karena pada beberapa penyakit tidak dapat diklasifikasikan ke dalam
kriteria WHO 2009, SEARO juga memperbaharui dalam
mengklasifikasikan infeksi dengue, klasifikasi tersebut berupa demam

29
yang tidak terklasifikasikan, demam dengue tanpa manifestasi perdarahan,
demam dengue dengan manifestasi perdarahan, demamberdarah dengue
dengan kebocoran plasma, demam berdarah dengue tanpa adanya tanda-
tanda syok, demam berdarah dengue diikuti syok, demam dengue dengan
perluasan dari sindroma dengue.

Tabel 2. Pembagian klasifikasi infeksi dengue berdasarkan WHO-SEARO


dibandingkan dengan WHO 2009

30
31
Dikutip dari : WHO-SEAR. Dengue In South-East Asia: An Appraisal Of Chase
Management And Vector Control. Dengue Buletin Volume 36.
Desember 2012: 6-7

f. Manifestasi Klinik
Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus Dengue juga
merupakan suatu self limiting infectious disease yang akan berakhir sekitar

32
2-7 hari. Infeksi virus Dengue pada manusia mengakibatkan suatu
spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara asimtomatik, dengue
fever, dengue hemmorrhagic fever atau dengue shock syndrom.
(Hadinegoro dkk., 2014)

Secara garis besar infeksi dengue dibagi menjadi 3 fase :


1) Fase febris
Pasien tiba-tiba mengalami demam tinggi, dalam fase demam akut
biasanya sekitar 2-7 hari dengan diikuti wajah kemerahan, eritema pada
kulit, pegal pada seluruh tubuh, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri retro orbital,
fotofobia, ruam makulopapular yang timbul pada 1-2 hari dan kemudian
menghilang tanpa bekas, serta nyeri kepala. Pada beberapa pasien terdapat
nyeritenggorokan, faringitis, injeksi konjungtiva.Diikuti dengan anoreksia
mual serta muntah yang umumnya selalu diderita pasien.Pada fase ini bila
didapatkan tes torniquet (+) meningkatkan kemungkinan infeksi dengue.
2) Fase kritis
Terjadi ketika terjadi penurunan suhu badan sampai normal, biasanya
hari ke 3-7 penyakit, akan terjadi peningkatan permeabilitas kapiler
bersamaan dengan peningkaya kadar hematokrit, hal ini merupakan tanda
awal dari fase kritis, periode kebocoran plasma biasanya berlangsung 24-
48 jam yang ditandai dengan peningkatan hematokrit, diikuti dengan
leukopenia, dapat pula terjadi efusi pleura dap asites. Syok terjadi ketika
terjadi kehilangan banyak plasma, nantinya dapat menyebabkan asidosis
metabolik, DIC.
3) Fase penyembuhan
Apabila pasien bertahan dalam 24-48 jam di dalam fase kritis, akan
terjadi perbaikan bertahap dari cairan ekstravaskular.

33
Gambar 3. Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue

Dikutip dari :WHO-TDR. Handbook for clinical management of dengue. Geneva:


WHO, 2012

B. Derajat Beratnya Penyakit DHF


Sesuai dengan patokan dari WHO (2011b) bahwa penderita DHF dalam
perjalanan penyakit terdapat pembagian sebagai berikut
1. Derajat I (Ringan)
Demam mendadak 2 sampai 7 hari disertai gejala klinik lain, dengan
manifestasi perdarahan ringan. Yaitu uji tes “rumple leed’’ yang positif.
2. Derajat II (Sedang)
Golongan ini lebih berat daripada derajat pertama, oleh karena
ditemukan perdarahan spontan di kulit dan manifestasi perdarahan lain
yaitu epitaksis (mimisan), perdarahan gusi, hematemesis dan melena
(muntah darah). Gangguan aliran darah perifer ringan yaitu kulit yang
teraba dingin dan lembab.
3. Derajat III (Berat)
Penderita syok berat dengan gejala klinik ditemukannya kegagalan
sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg)

34
atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab, dan penderita menjadi
gelisah.
4. Derajat IV
Penderita syok berat (profound shock) dengan tensi yang tidak dapat
diukur dan nadi yang tidak dapat diraba.
5. Expanded Dengue Syndrome
Pasien menderita keterlibatan organ dan manifestasi klinis yang
tidak lazim dialami pasien infeksi Dengue lain.

C. Pemeriksaan Laboratorium
Setiap penderita dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan
lengkap darah, sangatlah penting karena pemeriksaan ini berfungsi untuk
mengikuti perkembangan dan diagnosa penyakit.Pemeriksaan jumlah
trombosit ini dilakukan pertama kali pada saat pasien didiagnosa sebagai
pasien DHF, Pemeriksaan trombosit perlu di lakukan pengulangan sampai
terbukti bahwa jumlah trombosit tersebut normal atau menurun.Pada pasien
DHF didapatkan jumlah trombosit < 100.000 /µl. Peningkatan nilai hematokrit
menggambarkan terjadinya hemokonsentrasi, yang merupakan indikator
terjadinya perembesan plasma.Nilai peningkatan ini lebih dari 20%.
(Gandasubrata, 1999).
Penderita DHF sering muncul limfosit plasma biru, hal ini disebabkan
karena limfosit merupakan satu-satunya sel tubuh yang mampu mengenal
antigen secara spesifik dan mampu membedakan penentu antigenik, sehingga
respon imunnya bersifat spesifik. Limfosit yang berstimulasi dengan antigen
akan mengalami perubahan struktural dan biokimia. Istilah yang biasa untuk
menggambarkan perubahan morfologi tersebut antara lain limfosit plasma
biru, limfosit reaktif atau limfosit atipik (Gandasubrata, 1999).
Uji serologi ini merupakan konfirmatif adanya infeksi virus
dengue.Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah
sekitar demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan
ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan

35
kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus
dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi
IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder
antibodi IgG meningkat pada hari kedua.Oleh karena itu diagnosa dini infeksi
primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah
demam hari kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini
dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat (Groen, dkk.
2000).

Gambar 2. Perubahan Titer IgG dan IgM pada Infeksi Dengue

Tiga aspek utama yang harus dipertimbangkan untuk diagnosis dengue


secara adekuat :
1. Virologi dan serologi yang berhubungan dengan waktu infeksi dengue
Masa inkubasi adalah 4-10 hari setelah digit oleh nyamuk, pada
infeksi primer viremia terjadi 1-2 hari sebelum mulainya demam sampai
hari ke 4-5. Antibodi spesifik Anti-dengue IgM dapat ditemukan saat
hari ke 3-6, kemudian akan menetap dengan kadar yang rendah sampai 3
bulan setelah demam. IgG akan meningkat pada hari ke 9-10 yang
kemudian akan bertahan dengan kadar rendah sampai 1 dekade dan hal

36
ini dapat mengetahui kemungkinan seseorang pernah terinfeksi dengue
sebelumnya.
2. Jenis metode diagnostik dalam kaitannya dengan manifestasi klinis
Klinis pada saat fase demam menunjukan sedang terjadinya
viremia, beberapa komponen virus terdapat dalam darah sehingga
pilihan yang tepat adalah RT-PCR, NS-1 Ag. Saat fase kritis dan
penyembuhan dapat kita lihat IgM spesifik bisa dengan menggunakan
rapid Test, ELISA maupun haemagglutination inhibition assay (HIA).
3. Karakteristik sampel klinis
Virus dengue yang labil mudah dinonaktifkan pada suhu di atas
30° C, sehingga harus berhati-hati selama transportasi dan penyimpanan
sampel.Sampel serum yang dikumpulkan selama 4 hari pertama demam
berguna untuk virus, genom dan deteksi antigen dengue.Sampel harus
cepat diangkut pada suhu 4 ° C ke laboratorium dan diproses secepat
mungkin.Serum steril tanpa antikoagulan berguna.Jika spesimen
pengiriman tidak dapat dilakukan dalam 24-48 jam pertama, pembekuan
pada -70 ° C dianjurkan.

D. Diagnosis Banding
Beberapa panyakit infeksi maupun non-infeksi memiliki gejala mirip
demam dengue maupun severe dengue.
a. Influenza
b. Cikungunya
c. Infeksi primer HIV
d. SARS
e. Malaria
f. Demam tiroid
g. Hepatitis
h. Leptospirosis

37
E. Penatalaksanaan
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan
simtomatis.Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan
akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah
bilamana diperlukan.Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang
perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.
Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya
terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7
proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari
ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara
bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian
cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan
terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang
masif perlu selalu diwaspadai (Hadinegoro dkk., 2014).
Bila penderita hanya mengeluh panas, tetapi keingingan makan dan
minum masih baik. Untuk mengatasi panas tinggi yang mendadak
diperkenankan memberikan obat panas paracetamol 10 – 15 mg/kg BB
setiap 3-4 jam diulang jika simptom panas masih nyata diatas 38,5 0C.
Sebagian besar kasus DBD yang berobat jalan ini adalah kasus DBD yang
menunjukkan manifestasi panas hari pertama dan hari kedua tanpa
menunjukkan penyulit lainnya.Apabila penderita DBD ini menunjukkan
manifestasi penyulit hipertermi dan konvulsi sebaiknya kasus ini dianjurkan
di rawat inap. Pada kasus DBD derajat I & II pada hari ke 3, 4, dan 5 panas
dianjurkan rawat inap karena penderita ini mempunyai resiko terjadinya
syok (Hadinegoro dkk., 2014).
Pada saat fase panas penderita dianjurkan banyak minum air buah
atau oralit yang biasa dipakai untuk mengatasi diare.Apabila hematokrit
meningkat lebih dari 20% dari harga normal, merupakan indikator adanya
kebocoran plasma dan sebaiknya penderita dirawat di ruang observasi di
pusat rehidrasi selama kurun waktu 12-24 jam.Penderita DBD yang gelisah
dengan ujung ekstremitas yang teraba dingin, nyeri perut dan produksi air

38
kemih yang kurang sebaiknya dianjurkan rawat inap. Penderita dengan
tanda-tanda perdarahan dan hematokrit yang tinggi harus dirawat di rumah
sakit untuk segera memperoleh cairan pengganti (Hadinegoro dkk., 2014).
Volume dan macam cairan pengganti penderita DBD sama dengan
seperti yang digunakan pada kasus diare dengan dehidrasi sedang (6-10%
kekurangan cairan) tetapi tetesan harus hati-hati. Kebutuhan cairan
sebaiknya diberikan kembali dalam waktu 2-3 jam pertama dan selanjutnya
tetesan diatur kembali dalam waktu 24-48 jam saat kebocoran plasma
terjadi.Pemeriksaan hematokrit secara seri ditentukan setiap 4-6 jam dan
mencatat data vital dianjurkan setiap saat untuk menentukan atau mengatur
agar memperoleh jumlah cairan pengganti yang cukup dan cegah pemberian
transfusi berulang. Jumlah cairan yang dibutuhkan adalah volume minimal
cairan pengganti yang cukup untuk mempertahankan sirkulasi secara efektif
selama periode kebocoran (24-48 jam), pemberian cairan yang berlebihan
akan menyebabkan kegagalan faal pernafasan (efusi pleura dan asites),
menumpuknya cairan dalam jaringan paru yang berakhir dengan edema
(Hadinegoro dkk., 2014).

Jenis Cairan
1. Kristaloid
a. Ringer Laktat
b. 5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Laktat
c. 5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Ashering
d. 5% Dekstrose di dalam larutan setengah normal garam fisiologi
(faali)
e. 5% Dekstrose di dalam larutan normal garam fisiologi (faali)
2. Koloidal
a. Plasma expander dengan berat molekul rendah (Dekstran 40)
b. Plasma

39
Kebutuhan Cairan
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung
dari umur dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai
dengan derajat hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak yang gemuk,
kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal anak umur yang
sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungkan dari tabel berikut.

B e ra t b ad a n (k g ) Jumlah cairan
(ml)
1 0 1 0 0 p e r k g
B B
1 0 – 2 0 1000 + (50 x kg (diatas
10 kg))
> 2 0 1500 + (20 x kg (diatas
20 kg))

“Dengue Shock Syndrome” (sindrome renjatan dengue) termasuk


kasus kegawatan yang membutuhkan penanganan secara cepat dan perlu
memperoleh cairan pengganti secara cepat.Biasanya dijumpai kelaian
asam basa dan elektrolit (hiponatremi).Dalam hal ini perlu dipikirkan
kemungkinan dapat terjadi DIC. Terkumpulnya asam dalam darah
mendorong terjadinya DIC yang dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan hebat dan renjatan yang sukar diatasi (Hadinegoro dkk.,
2014).
Penggantian secara cepat plasma yang hilang digunakan larutan
garam isotonik (Ringer Laktat, 5% Dekstrose dalam larutan Ringer
Laktat atau 5% Dekstrose dalam larutan Ringer Asetat dan larutan
normal garam faali) dengan jumlah 10-20 ml/kg/1 jam atau pada kasus
yang sangat berat (derajat IV) dapat diberikan bolus 10 ml/kg (1 atau
2x). Jika syok berlangsung terus dengan hematokrit yang tinggi, larutan
koloidal (dekstran dengan berat molekul 40.000 di dalam larutan normal

40
garam faal atau plasma) dapat diberikan dengan jumlah 10-20 ml/kg/jam
(Hadinegoro dkk., 2014).
Selanjutnya pemberian cairan infus dilanjutkan dengan tetesan
yang diatur sesuai dengan plasma yang hilang dan sebagai petunjuk
digunakan harga hematokrit dan tanda-tanda vital yang ditemukan
selama kurun waktu 24-48 jam.Pemasangan cetral venous pressure dan
kateter urinal penting untuk penatalaksanaan penderita DBD yang sangat
berat dan sukar diatasi. Cairan koloidal diindikasikan pada kasus dengan
kebocoran plasma yang banyak sekali yang telah memperoleh cairan
kristaloid yang cukup banyak. Pada umumnya 48 jam sesudah terjadi
kebocoran atau renjatan tidak lagi membutuhkan cairan. Reabsorbsi
plasma yang telah keluar dari pembuluh darah membutuhkan waktu 1-2
hari sesudahnya.Jika pemberian cairan berkelebihan dapat terjadi
hipervolemi, kegagalan faal jantung dan edema baru.Dalam hal ini
hematokrit yang menurun pada saat reabsorbsi jangan diintepretasikan
sebagai perdarahan dalam organ. Pada fase reabsorbsi ini tekanan nadi
kuat (20 mmHg) dan produksi urine cukup dengan tanda-tanda vital yang
baik (Hadinegoro dkk., 2014).
Pada kasus yang berat, hiponatremia dan asidosis metabolik
sering dijumpai, oleh karena itu kadar elektrolit dan gas dalam darah
sebaiknya ditentukan secara teratur terutama pada kasus dengan renjatan
yang berulang. Kadar kalium dalam serum kasus yang berat biasanya
rendah, terutama kasus yang memperoleh plasma dan darah yang cukup
banyak. Kadanga-kadang terjadi hipoglemia (Hadinegoro dkk., 2014).
Semua penderita dengan renjatan sebaiknya diberikan
oksigen.Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti
hematemesis dan melena diindikasikan untuk memperoleh transfusi
darah. Darah segar sangat berguna untuk mengganti volume masa sel
darah merah agar menjadi normal. Dalam keadaan syok, harus yakin
benar bahwa penggantian volume intravaskular telah benar-benar
terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum mencukupi 2

41
ml/kgBB/jam sedangkan cairan yang diberikan sudah sesuai kebutuhan,
maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan
tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum dan kreatinin. Tetapi
apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok juga belum
dapat dikoreksi dengan baik, maka pemasangan CVP (central venous
pressure) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya
(Hadinegoro dkk., 2014).
Menurut IDAI (2010) tanda vital dan kadar hematokrit harus
dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah:
a. Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat
setiap 15-30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
b. Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan
klinis pasien stabil
c. Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai
jenis cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah
cairan yang diberikan sudah mencukupi.
d. Jumlah dan frekuensi diuresis.

Penatalaksanaan Dengue menurut WHO 2012, membagi pasien menjadi 3


kriteria :
1. Kriteria A
Pasien dapat dipulangkan, dengan catatan mendapatkan cairan yang
adekuat dan BAK minimal 1 kali per 6 jam, dan tidak ada tanda-tanda
dari warning sign. Pasien diharuskan bed rest, pasien yang datang pada
demam >3 hari diharuskan setiap hari ke sarana kesehatan untuk
diperiksa darah lengkap dan monitoring adanya gejala-gejala dari
warning sign, hal ini dilakukan sampai fase kritis terlewati. Berikan
pasien paracetamol untuk demamnya, dengan dosis 10 mg/kgbb/x,
kompres air hangat apibila demam tidak turun, dilarang memberikan
aspirin, ibuprufen atau NSAID lainnya maupun injeksi intramuskular, hal

42
ini dapat menyebabkan gastritis atau perdarahan. Apabila tidak ada
perbaikan maupun timbul gejala tambahan seperti nyeri perut, muntah-
muntah, ekstremitas dingin, sesak napas, tidak BAK dalam 6 jam,
maupun perdarahan segera ke fasilitas kesehatan terdekat. Indikasi rawat
inap pada pasien dengan manifestasi demam bila tidak mendapatkan
rehidrasi oral yang adekuat, adanya anak kecil dirumah, serta pasien
dengan co-morbid.
2. Kriteria B
Pasien yang diharuskan untuk rawat inap untuk observasi lebih
lanjut.Dalam kriteria ini pasien dengan warning sign, pasien risiko tinggi,
pasien yang menunjukan gejala komplikasi, pasien yang tinggal sendiri,
serta pasien yang tempat tinggalnya jauh dari fasilitas kesehatan. Terapi
yang diberikan
Cek hematokrit sebelum diberikan cairan infus. Cairan infus yang
digunakan hanya yang bersifat isotonik seperti NaCl 0,9%, Ringer laktat
atau cairan Hartmann’s. Mulai dengan 5-7 ml/kgbb/jam untuk 1-2 jam
pertama, kemudian kurangi menjadi 3-5ml/kgbb/jam untuk 2-4 jam
selanjutnya, kemudian kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kgbb/jam atau
maintenan cairan sesuai manifestasi klinis yang didapat. Periksa kembali
hematrokit, jika tidak ada perbaikan atau terjadi peningkatan sedikit,
ulangi pemberian cairan 2-3 ml/kgbb/jam selama 2-4 jam. Jika tanda vital
menurun dan terjadi peningkatan hematrokrit yang cepat, segera naikan
cairan 5-10ml/kgbb/jam selam 1-2 jam. Apabila perfusi jaringan dan
urine output baik (0,5ml/kg/jam) berikan cairan maintenance untuk 24-48
jam. Monitor vital sign, balance cairan, hematrokit sebelum dan sesudah
pemberian cairan infus, atau setiap 6-12 jam sekali. Cek GDS, profil
ginjal, profil liver, profil koagulasi sesuai indikasi.
3. Kriteria C
Pasien dengan dengue berat, pasien dalam kriteria ini harus
mendapat pengobatan segera karena berada dalam fase kritis, berupa

43
• Kebocoran plasma yang berat, mulai masuk ke dalam keadaan
syok dengan adanya ARDS
• Perdarahan hebat
• Multi organ failure
Pasien harus segera dipindahkan ke fasilitas kesehatan yang
memiliki fasilitas transfusi darah.Segera ganti cairan isotonik dengan
cairan kristaloid, pada keadaan hipotensi syok boleh diberikan cairan
koloid.Transfusi darah hanya diberikan apabila adanya perdarahan hebat.

44
PENATALAKSANAAN KASUS TERSANGKA
DEMAM BERDARAH DENGUE DBD (Bagan 1)

Tersangka DBD

Demam tinggi, mendadak, terus-menerus, < 7


hari tidak disertai ISPA, badan lemah/lesu

Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan

Tanda syok muntah terus menerus, kesadaran


menurun Periksa uji tourniquet
Kejang, muntah darah, berak darah, berak hitam

Uji Tourniquet (+) Uji tourniquet (-)


(Rumplee Leede) (Rumplee Leede)

Jumlah trombosit < Jumlah trombosit > Rawat jalan


100.000/ul 100.000/ul Parasetamol
Kontrol tiap hari sampai
demam hilang

Nilai tanda klinis & jumlah trombosit,


Rawat Inap Ht bila masih demam hari sakit ke 3

Rawat Jalan
Minum banyak,
Parasetamol bila perlu
Kontrol tiap hari sp demam turun.
Bila demam menetap periksa Hb.Ht, Trombosit.
Perhatikan untuk orang tua pesan bila timbul tanda syok
: gelisah, lemah, kaki tangan dingin, sakit perut, berat
hitam, kencing berkurang

Lab :Hb/Ht naik dan trombosit turun

45
PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAT I
(Bagan 2)

DBD Derajad I

 Gejala klinis : demam 2-7 hari


 Uji tourniquet positif
 Lab. hematokrit tidak meningkat
trombositopeni (ringan)

Pasien Masih dapat minum Pasien tidak dapat minum


Beri minum banyak 1-2 liter/hari atau 1 Pasien muntah terus menerus
sd. mkn tiap 5 menit.
Jenis minuman; air putih teh manis,
sirup, jus buah, susu, oralit
Pasang infus NaCl 0,9%: Dekstrosa 5%
Bila suhu > 38,5 derajad celcius beri (1:3) tetesan rumatan sesuai berat badan
parasetamol Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam
Bila kejang beri obat antikonvulasif

Ht naik dan atau trombositopeni

Perbaikan klinis dan laboratoris Infus ganti ringer asetat


(tetesan disesuaikan, lihat Bagan 3)

Pulang
Kriteria memulangkan pasien :
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Secara klinis tampak perbaikan
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit lebih dari 50.000/ml
7. Tidak dijumpai distress pernafasan

46
PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAT II
(Bagan 3)

DBD Derajat II

DB Derajad I + perdarahan spontan


Hemokonsentrasi & Trombositopeni
Cairan awal RA/NaCl 0,9% atau
RAD5%/NaCl 0,9 + D 5% 6 – 7
ml/kgBB/jam

Monitor Tanda Vital/Nilai Ht & trombosit tiap 6 jam

Perbaikan Tidak Ada


Perbaikan

Tidak gelisah Gelisah


Nadi kuat Distres pernafasan
Tek Darah stabil Fre.nadi naik
Diuresis cukup Ht tetap tinggi/naik
(1 ml/kgBB/jam) Tek. Nadi < 20 mmHg
Ht Turun Tanda Vital memburuk Diuresis kurang/tidak
(2x pemeriksaan) ada

Tetesan dikurangi Ht meningkat Tetesan dinaikkan


10-15 ml/kgBB/jam
(bertahap)
5 ml/kgBB/jam Perbaikan
Evaluasi 12-24 jam
Perbaikan

Sesuaikan tetesan Tanda vital tidak stabil

3 ml/kgBB/jam Distress pernafasan Ht turun


Ht Naik

IVFD stop setelah 24-48 jam


apabila tanda vital/Ht stabil dan
diuresis cukup Koloid Transfusi darah segar
20-30 ml/kgBB 10 ml/kgBB
Keterangan : 1 CC = 15 Tetes
Perbaikan

47
PENATALAKSANAAN KASUS DSS ATAU DBD DERAJAT III DAN IV
(Bagan 4)
DBD Derajat III & IV
DBD Derajat II + Kegagalan sirkulasi

Oksigenasi (berikan O2 2-4lpm/menit) Penggantian


volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis)
RingerAsetat/ NaCl 0,9 % 10-20 ml/kgBB
secepatnya (bolus dalam 30 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ?


Pantau tanda vital tiap 10 menit
Catat balans cairan selama pemberian
cairan intravena

Syok teratasi Syok tidak teratasi

Kesadaran membaik Kesadaran menurun


Nadi teraba kuat Nadi lembut / tidak teraba
Tekanan nadi > 20 mmHg Tekanan nadi < 20 mmHg
Tidak sesak nafas / Sianosis Distres pernafasan / sianosis
Ekstrimitas hangat Kulit dingin dan lembab
Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam Ekstrimitas dingin
Periksa kadar gula darah
Cairan & tetesan disesuaikan
10 ml/kgBB/jam Lanjutkan cairan
15-20 ml/kgBB/jam
Tambahan koloid/plasma
Evaluasi ketat Dekstran 40/FFP
10-20 (max 30) ml/kgBB
Tanda vital Koreksi Asidosis
Tanda perdarahan evaluasi 1 jam
Diuresis
Hb, Ht, Trombosit Syok teratasi
Syok belum teratasi

Stabil dalam 24 jam

Ht turun Ht tetap tinggi/naik


Tetesan 5 ml/kgBB/jam Transfusi darah segar 10 Koloid
ml/kgBB 20 ml/kgBB
Dapat diulang sesuai kebutuhan
Tetesan 3 ml/kgBB/jam

Infus Stop tidak melebihi 48 jam

48
Gambar 6.Algoritma Penatalaksanaan Syok pada infeksi Dengue.

Dikutip dari :WHO-TDR. Handbook for clinical management of dengue.


Geneva: WHO, 2012

Tujuan dari resusitasi cairan meliputi:


• Meningkatkan sirkulasi pusat dan perifer, yaitu penurunan takikardi,
meningkatkan TD dan denyut nadi, ekstremitas hangat dan merah muda,
waktu pengisian kapiler <2 detik
• Meningkatkan perfusi end-organ yaitu mencapai tingkat kesadaran stabil
dan output urine ≥ 0,5 ml / kg / jam atau penurunan asidosis metabolik.
Kapan harus menghentikan infus
Observasi tanda-tanda berhentinya kebocoran plasma yang dilihat dari :
• TD, nadi dan perfusi perifer stabil
• hematokrit menurun dengan denyut nadi yang baik
• apyrexia (tanpa menggunakan antipiretik) selama lebih dari 24-48 jam;

49
• gejala usus / gejala yang berhubungan dengan abdomen teratasi
• peningkatan produksi urine.
Melanjutkan terapi cairan intravena melewati 48 jam dari fase kritis akan
menyebabkan pasien berisiko edema paru dan komplikasi lain seperti
tromboflebitis.

F. Kriteria Memulangkan Pasien


Menurut IDAI (2010) pasien dapat dipulangkan, apabila:
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan secara klinis
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit > 50.000/μl
7. Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis)

G. Komplikasi
Penyebab komplikasi pada infeksi dengue adalah :
1. Kesalahan diagnosis pada primary Care sebagai pengobatan lini pertama
2. Ketidaktepatan monitoring dan misinterpretasi tanda-tanda vital
3. Kesalahan dalam monitoring terapi carang dan urine yang keluar
4. Keterlambatan dalam pengenalan tanda-tanda syok sehingga jatuh dalam
keadaan syok atau memperpanjang syok yang sudah terjadi
5. Keterlambatan dalam mengenal adanya perdarahan hebat
6. Terlalu sedikit atau terlalu banyak terapi cairan infus
7. Ketidakpedulian dalam tehnik aseptic dalam menangani pasien

Komplikasi dari infeksi dengue berupa :


1. Asidosis metabolik
2. Imbalance elektrolit

50
3. Efusi pleura dan asites
4. Edema pulmonal
5. ARDS
6. Ko-infeksi dan infeksi nasokomial
7. Sindrom hemofagositik

H. Prognosis
Prognosis DBD ditentukan oleh derajat penyakitnya, cepat tidaknya
penanganan diberikan, umur, jenis kelamin, dan keadaan nutrisi
penderita.Prognosis DBD derajat I dan II umumnya baik.DBD derajat III dan
IV bila dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat ditolong.Angka
kematian pada syok yang tidak terkontrol sekitar 40-50%.Tanda- tanda
prognosis yang baik pada DSS adalah pengeluaran urine yang cukup serta
kembalinya nafsu makan.

51
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, pasien tersebut didiagnosis dengan Demam Berdarah Dengue
derajat I dan gizi baik, normoheight, normoweight.
2. Pada pasien tersebut telah dilakukan penanganan yang tepat sesuai
dengan Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana kasus Infeksi Dengue pada
Anak (IDAI) tahun 2014.

B. Saran
1. Setelah pasien diperbolehkan pulang, sebaiknya dilakukan follow up
kembali untuk mengevaluasi hasil pengobatan.
2. Perlu edukasi pada keluarga pasien untuk menjaga kebersihan
lingkungan dan diri sendiri untuk mencegah terjadinya sakit yang
berulang, melakukan 3M plus, dan segera membawa ke layanan
kesehatan keluarga yang memiliki keluhan demam agar segera
mendapatkan penatalaksanaan yang tepat.

52
DAFTAR PUSTAKA

Centers for Disease Control. 2000. CDC growth charts: United States. Advance
data, 314.
Depkes RI. 2006. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue.
Jakarta: Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Gandasubrata, R. 1999. Penuntun laboratorium klinik. PT. Dian Rakyat: Jakarta.
Groen et al. 2000. Evaluation of Six Immunoassays for Detection of Dengue
Virus-Specific Immunoglobulin M and G Antibodies. Clinical and
Diagnostic Laboratory Immunology.Nov.p.867-871.
Gubler, D. J., Ooi, E. E., Vasudevan, S., dan Farrar, J. 2014.Dengue and dengue
hemorrhagic fever.CABI.
Hadinegoro, SR, Moedjito, I dan Chairulfatah, A. 2014.Pedoman Diagnosis dan
Tata Laksana kasus Infeksi Dengue pada Anak tahun 2014.Jakarta : Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 1-69
Halstead, SB. 2015.Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever.Dalam :
Nelson Textbook of Pediatrics.20th ed. Kliegman, et al Philadelphia:
Elsevier; 1134-6.
Ikatan Dokter Anak Indonesia.2010.Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
Anak Indonesia. IDAI: Jakarta
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Waspada DBD di Musim
Pancaroba. http://www.depkes.go.id/article/print/15010200002/waspada-
dbd-di-musim-pancaroba.html (Publikasi Desember 2014)
Suhendro, Nainggolan, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. In:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, editors. Buku Ajar llmu Penyakit
Dalam, jilid 3. 4th. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006. p. 1731-5.
WHO-SEAR. Dengue In South-East Asia: An Appraisal Of Chase Management
And Vector Control. Dengue Buletin Volume 36. Desember 2012: 6-7
WHO-TDR. Handbook for clinical management of dengue. Geneva: WHO,
2012
World Health Organization. 2011a. Comprehensive Guidelines for Prevention
and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever Revised and
expanded edition. WHO 1-45

53
World Health Organization-South East Asia Regional Office. 2011b.
Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Hemorrhagic Fever. WHO: India

54

Anda mungkin juga menyukai