Anda di halaman 1dari 24

BAB 2

2.1 Konsep Sikap

2.1.1 Pengertian Sikap

Sikap menurut Azwar Saifuddin (1995) merupakan keteraturan

perasaan, pemikiran perilaku seseorang dalam interaksi sosial.

Sedangkan menurut Baron dan Bryne (2003) sikap merupakan

evaluasi terhadap berbagai aspek dalam dunia sosial.Bahkan para

peneliti psikologi sosial menempatkan sikap sebagai isu sentral yang

dapat memengaruhi perilaku seseorang.

a. Sikap Memengaruhi Pemikiran Sosial

Sikap merefleksikan fondasi penting, sekaligus sebagai

awal dari pemikiran sosial seseorang. Dalam interaksi sosial, baik

sadar ataupun tidak disadari sering meakukan evaluasi terhadap

orang lain. Hasil evaluasi tersebut kadang menimbulkan like-

dislake terhadap seseorang. Dari proses inilah menandakan

bahwa selama proses terbentuknya sikap, melibatkan kognisi. Dari

proses kognisi yang super kompleks inilah akhirnya akan

memengaruhi sikap dan perilaku kita.

Menariknya, meskipun sikap melibatkan proses kognitif,

tapi terbentuknya sikap seringkali tanpa dipelajari. Dengan kata

lain sikap dapat terjadi dengan cepat, bahkan sebelum kita mampu

memahami arti dari stimulus yang kita miliki.

b. Sikap Memengaruhi Perilaku

Sikap memang erat kaitannya dengan perilaku. Namun

tidak berlaku untuk kebalikannya. Saat kita menyukai presiden A,

1
maka saat pemilihan presiden tiba, perilaku kita akan mendukung

dan memberikan suara untuk presiden A. Sebaliknya, ketika kita

tidak menyukai peresiden B, maka saat pemilihan presiden tiba,

kita pun tidak akan memilihnya sama sekali. Dengan mempelajari

sikap seseorang seperti itu, dapat mendorong kita untuk

memprediksi perilaku seseorang.

Berawal dari mempelajari perilaku seseorang lewat sikap

yang mereka rasakan itulah yang mendorong para psikologi sosial

mengembangkan dan meneliti bagaimana proses terbentuknya

sikap. Dulu, barangkali tidak tahu jawan kenapa seseorang

bersikap tertentu, dan motif apa yang diinginkan sebenarnya.

Namun kini, dengan adanya kiprah para ilmuan psikologi sosial,

kitapun mampu memahami.

2.1.2 Susunan Sikap

emosional, dan komponen perilaku. Dari susunan sikap inilah

terbentuk kepribadian kita. Sehingga orang lain mampu menilai kita

sebagai kategori orang seperti apa. Untuk lebih jelasnya, berikut

ulasan tiga komponen sikap tersebut.

1. Kognitif

Sikap terbentuk oleh komponen kognitif. Olah kognitif yang

muncul adalah sikap percaya, stereotip, dan adanya persepsi.

Komponen kognitif sering juga disebut dengan ikomponen

perseptual yang berbicara tentang kepercayaan seseorang.

Misalnya, bagaimana seseorang menilai orang lain berdasarkan

2
gejala-gejala dan informasi yang diperolehnya, untuk membuat

sebuah kesimpulan..

2. Emosional

Isi dari komponen emosional berisi tentang perasaan yang

melibatkan emosi. Biasa perasaan bahagia, perasaan sedih, dan

perasaan terkejut. Komponen satu ini bersifat subjektif.

Terbentuknya komponen emosional ini pun banyak dipengaruhi

oleh persepsi diri, yang melibatkan emosional.

3. Perilaku

Komponen perilaku seringkali disebut dengan komponen

konatif. Komponen ini bersifat predisposisi. Predisposisi

merupakan kecenderungan seseorang terhadap stimulus/objek

yang dihadapinya. Misalnya, lulusan SMK/SMA melihat peluang

pekerjaan yang menjanjikan oleh profesi perawat. Maka, banyak

lulusan SMK/SMA berbondong-bondong masuk ke sekolah

keperawatan.

2.1.3 Manfaat Sikap dalam Kehidupan Sehari-Hari

Selama berinteraksi dengan orang lain, sebenarnya kita

memiliki banyak sekali sikap. Menariknya, kita seringkali sangat

memperhatikan sikap kit, agar tidak salah bersikap. Adapun manfaat

adanya sikap, seperti yang di paparkan oleh Baron dan Byrne (2003)

antara lain sebagai berikut;

1. Sebagai Skema

Skema dapat membantu seseorang untuk menginterpretasi

(menilai) segala bentuk informasi yang masuk. Hal ini berkaitan

3
untuk membantu pembentukan persepsi. Tanpa skema, persepsi

sulit untuk menerjemahkan dan mengambil kesimpulan. Dengan

kata lain, sikap berfungsi sebagai upaya seseorang untuk

memahami dunia sosial.

2. Knowledge Function

Skema memang memudahkan seseorang memahami

lingkungan sosialnya. Namun tanpa knowledge function

(pengetahuan) skema dapat menjebak. Karena dengan sikap yang

disertai pengetahuan akan memperkuat perilaku yang memiliki

self expression (ekspresi diri) dan self identity (identitas diri).

3. Sebagai self-esteem

Individu yang sehat adalah individu yang memiliki self

esteem. Dengan adanya self esteem inilah yang meningkatkan

harga diri seseorang. Seseorang yang tidak memiliki kepercayaan

diri yang cukup, terkadang membuat seseorang harga dirinya

rendah, tidak percaya diri dan tidak maksimal dalam beraktivitas.

Selain self esteem sikap mempertahankan ego terkadang juga

perlu. Mempertahankan ego dalam hal ini adalah

mempertahankan diri dari informasi negatif dan merugikan diri.

4. Motifasi Impresi

Motivasi impresi adalah motivasi seseorang untuk

menimbulkan kekaguman dan power semangat terhadap orang

lain. Prinsip impresi yaitu adanya sebab akibat, yang

memengaruhi dan dipengaruhi. Semakin besar motivasi impresi

4
yang kuat terhadap orang lain, semakin kuat pula individu

mengaplikasikan dalam bentuk sikap

2.1.4 Empat Tangga Sikap

Menurut Notoatmodjo S., ada empat tangga sikap. Pembagian

tangga sikap tersebut dimulai dari tangga terendah sampai tangga

tertinggi. Keempat tangga tersebut yaitu penerimaan (receiving),

responding, menghargai, dan bertanggung jawab (responsible).

1. Menerima

Setiap orang memiliki rasa ingin diakui, termasuk ingin

diterima oleh masyarakat sekitar. Termasuk munculnya rasa

keinginan dan memperhatikan stimulus yang diterimanya.

2. Respons

Munculnya konflik dalam kehidupan masyarakat rata-rata

disebabkan karena responding yang buruk. Sama halnya ketika

kita memiliki iktikad baik untuk menyampaikan pesan penting,

tetapi justru tidak mendapat tanggapan, maka muncullah rasa

jengkel, tidak dihargai, marah dan sejenisnya. Dengan kata lain,

setiap orang butuh diperhatikan.

3. Menghargai

Dari poin kedua, selain ingin diperhatikan, seseorang juga

butuh dihargai.

4. Tanggung Jawab

Tanggung jawab adalah salah satu sikap yang tidak

semua orang sanggup melakukannya. Banyak orang yang

5
memiliki ide-ide bagus, tetapi tidak memiliki tindakan dan tanggung

jawab untuk menyelesaikannya.

2.1.5 Faktor Penentu Sikap

Sikap selain memberi manfaat, juga terbentuk karena adanya

faktor penentu. Menurut Bimo Walgito (2001) terdapat empat faktor

penentu sikap seseorang. Faktor penentu tersebut meliputi faktor

fisiologis, faktor kerangka acuan, komunikasi sosial, dan faktor

pengalaman langsung terhadap objek.

Secara fisiologis, sikap ditentukan oleh faktor usia dan

kesehatan seseorang. Misalnya, orang yang dewasa tentu memiliki

kecenderungan untuk bersikap lebih dewasa. Adapun faktor kerangka

acuan, lebih mengacu pada objek sikap, objek sikap inilah yang akan

menentukan seseorang bersiakap negatif terhadap objek. Misalnya,

seseorang berpersepsi bahwa melakukan hubungan terlarang dengan

pacar di luar nikah melanggar norma dan agama. Oleh karenanya,

seseorang tidak akan melakukan hal itu (bersikap negatif).

Faktor penentu sikap berupa komunikasi sosial tergantung dari

informasi yang seseorang terima. Jika informasi tersebut ditangkap

dengan cara negatif, maka sikapnya pun akan negatif. Begitupun

berlaku sebaliknya. Diterminan (faktor penentu) terakhir dipengaruhi

oleh pengalaman langsung terhadap objek sikap.

Sikap (Attitude), adalah evaluasi positif-negatif-ambivalen

individu terhadap objek, peristiwa, orang, atau ide tertentu. Sikap

merupakan perasaan, keyakinan, dan kecenderungan perilaku yang

6
relatif menetap. Unsur-unsur sikap meliputi kognisi, afeksi, dan

kecenderungan bertindak.

Faktor-faktor yang memengaruhi terbentuknya sikap adalah

pengalaman khusus, komunikasi dengan orang lain, adanya

model,iklan dan opini, lembaga-lembaga sosial, dan lembaga

keagamaan. Konsep dasar motif dan motivasi;

1. Motif (motive) adalah keadaan kompleks dalam diri individu yang

mengarahkan perilaku pada satu tujuan atau insentif, atau faktor

penggerak perilaku, atau konstruk teoritik tentang terjadinya

perilaku. Motif dapat dikelompokkan menjadi primer (dorongan

fisiologis, dorongan umum) dan sekunder. Woodwort dan Marques

mengelompokkan motif menjadi tiga, yaitu motif organis, motif

darurat, dan motif objektif. Indikator motif terdiri atas durasi,

frekuensi, persistensi, devosi, ketabahan, aspirasi, kualifikasi

prestasi, dan sikap. Upaya untuk meningkatkan motivasi di

antaranya menciptakan situasai kompetisi yang sehat, membuat

tujuan antara, menginformasikan tujuan dengan jelas, memberikan

ganjaran, dan tersedianya kesempatan untuk sukses.

2. Konflik (conflict), terjadi ketika ada dua atau lebih motif yang saling

bertentangan sehingga individu berada dalam situasi bertentangan

batin, kebingungan, dan keragu-raguan. Jenis konflik dapat

dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) approach-approach conflict, (2)

avoidance-avoidance conflict dan (3) approach-avoidance conflict

3. Frustrasi (frustration) adalah suatu keadaan kecewa dalam diri

individu yang disebabkan oleh tidak tercapainya kepuasan atau

7
tujuan. Sumber frustrasi menurut Sarlito Wirawan adalah

lingkungan, pribadi, dan frustrasi konflik. Bentuk reaksi indvidu

terhadap frustrasi adalah marah, bertindak secara ekplosif,

introversi, merasa tidak berdaya, regresi, fiksasi, represi,

pembentukan reaksi, rasionalisasi, proyeksi, kompensasi, dan

sublimasi.

2.1.6 Indikator Sikap

Banyak angggapan bahwa terbentuknya sikap karena bawaan

sejak lahir. Namun, hasil penelitian tersebut disanggah oleh beberapa

peneliti psikologi sosial dari luar maupun dari dalam negeri. Seperti

gerungan, Abu Ahmadi, Sarito Wirawan Sarwono dan Bimo Walgito

yang percaya bahwa terbentuknya sikap karena proses belajar. Berikut

adalah indikator atau ciri-ciri sikap;

1. Sikap muncul karena proses belajar, yang berdasarkan dengan

latihan dan pengkondisian.

2. Sifat sikap berubah-ubah, sehingga itulah yang menyebabkan

seseorang mempelajari perilaku satu sama lain.

3. Sikap berdiri saling berhubungan dengan objek sikap.

4. Sikap terbentuk pada satu objek dan banyak objek.

5. Sikap berjalan dalam waktu lama maupun sebentar.

6. Sikap memiliki rasa dan motivasi, dua hal inilah yang

membedakan dengan pengetahuan.

Dari keenam poin tersebut memberikan garis batas sejauh

mana sikap. Pada prinsipnya, dalam interaksi sosial semua manusia

melakukan enam hal tersebut baik disadari ataupun tidak. Bahkan,

8
individu juga dapat mempelajari sikap yang berbeda dari biasanya

lewat proses pengamatan sikap orang lain yang dianggap pantas

untuk ditiru.

2.1.7 Penilaian Sikap

Secara umum, sikap baik dan buruk seseorang dapat diukur

lewat dua cara. Yaitu secara langsung dan tidak langsung. Berikut

adalah ulasannya.

1. Langsung

Pengukuran sikap secara langsung biasa kita lakukan

dengan cara mengajukan pertanyaan. Adapun beberapa jenis

pengukuran sikap yang termasuk ke pengukuran sikap secara

langsung, yaitu dengan cara terstruktur dan tidak terstruktur.

a. Skala Terstruktur

Pernahkah anda mengikuti tes psikologi? Tes psikologi

biasa dikenal dengan istilah psikotes. Ketika mengikuti

psikotes, kita akan medapatkan banyak alat tes yang harus

dikerjakan. Hasil tes inilah yang digunakan untuk mengukur

karakter, sikap, dan sejauh mana seseorang dalam kehidupan

sehari-hari.

Skala terstruktur selain secara tertulis, juga bisa dengan

mengajukan pertanyaan yang tersusun begitu rapi. Adapun

beberapa nama alat tes pengukur sikap yang disebut skala

berikut macamnya.

1) Skala Bogardus

9
Skala Bogardus adalah skala untuk mengetahui sejauh

mana sikap seseorang, berdasarkan jarak sosialnya.

Seperti yang kita rasakan, dalam interaksi sosial dengan

sekeliling kita, sering terjadi jarak sosial. Penyebabnya

bermacam-macam, bisa disebabkan karena faktor usia,

ras, agama, dan masih banyak lagi.

2) Skala Thurston

Skala yang digunakan untuk mengukur sikap seseorang

terhadap pengaruh like-dislike. Penggunaan skala

Thurston menggunakan metode equal-appearing

intervals yang telah disusun sedemikian rupa.

Penyusunannya disebut semacam range bawah ke atas,

dari yang menyenangkan sampai tidak menyenangkan.

3) Skala Likert

S kala likert, barangkali sudah pernah mengerjakan

dalam psikotes. Skala ini dikemas dengan menampilkan

lima pilihan jawaban. Pertanyaan yang diajukan pun

berupa pernyataan. Tester biasanya disuruh memilih

jawaban yang sudah disediaka. Bentuk pilihan

jawabannya pun sama dengan jawaban sebelumnya.

Yaitu meliputi setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat

tidak setuju.

b. Skala Tidak Terstruktur

Penilaian sikap yang paling sederhana dan tanpa

persiapan yang ribet adalah menggunakan skala tidak

10
terstruktur. penilaian ini dilakukan hanya dengan melakukan

wawancara kepada partisipan. Bukan berarti hanya

melakukan wawancara semata, tetapi juga melakukan

pengamatan secara langsung dan melakukan surveiy. Bentuk

survey itu sendiri tidak selalu dalam bentuk peninjawan

langsung langsung di rumah partisipan, tetapi bisa dengan

melakukan survey di jejaring media sosial.

2. Tidak Langsung

Mengukur sikap secara tidak langsung dapat menggunakan

skala semantik-diferensial. Di mana, cara pengukuran sikap ini

lebih banyak digunakan saat menilai seseorang. Penggagas skala

ini adalah Charles E. Osgood. (Lestari,2015; Jenita, 2019;

Wawan,dkk,2019; ).

2.2 Toilet Training

2.2.1 Pengertian Toilet Training

Toilet Training merupakan suatu usaha untuk melatih anak

agar mampu mengontrol melakukan buang air kecil dan buang air

besar, bisa di ajarkn mulai pada anak mulai dari 18 bulan sampai 3

tahun (Sunarti,2019;Muhardi dkk 2019)

Toilet training adalah cara untuk melatih anak membuang BAB

dan BAK secara baik dan benar, Agar tidak lagi menggunakan

diapers, sehingga pada usia tertentu diharapkan sudah mampu

melakukan BAK dan BAB di kamar mandi dengan baik. ( Brivian,

2020;Danamik et.al 2019; Zuraidah, 2019).

11
2.2.2 Tanda Kesiapan Toilet Training

1. Kesiapan Fisik

a. Kontrol sadar spingter anal dan uretra biasanya pada usia 18-

24 bulan.

b. Kemampuan untuk tetap kering selama 2 jam, menurunnya

jumlah diapers, bangun dengan tidak mengompol setelah tidur

siang.

c. Perkembangan keterampilan motorik kasar; duduk, jongkok,

berjalan, meloncat, dan lain-lain.

d. Perkembangan keterampilan motorik halus; mampu membuka

celana dan berpakaian.

e. Pola BAB yang sudah teratur.

2. Kemampuan Kognitif

a. Menyadari timbulnya BAB/BAK

b. Keterampilan untuk mengkomunikasikan secara verbal dan

non verbal yang menunjukkan defekasi dan BAK akan terjadi.

c. Keterampilan kognitif untuk meniru perilaku yang tepat.

3. Kemampuan Psikososial

a. Timbulnya ekspresi untuk menyenangkan orangtua.

b. Dapat duduk di toilet 5-10 menit tanpa rewel atau

meninggalkan-nya.

c. Ingin tahu tentang kebiasaan toilet pada orang dewasa atau

saudaranya.

12
d. Tidak sabar dengan diapers yang basah atau kotor dan

mengi-nginkan untuk diganti segera.

4. Kesiapan Orang Tua

a. Menyadari tingkat kesiapan orangtua.

b. Bersedia meluangkan waktu yang dibutuhkan untuk toilet

training.

c. Sedang tidak ada stres/perubahan dalam keluarga seperti

perceraian, pindah rumah atau adanya sibling baru.

(Wulandar,2016).

2.2.3 Tips Ibu Melatih Toilet Training

a. Jangan pernah memaksa anak untuk duduk di atas toilet atau

memaksanya duduk untuk lebih lama saat dia sudh merasa sudah

cukup.

b. Berika waktu untuk anak, jika anda sudah mencoba mulai melatih

anak dan dan kemudian tetap belum dapat menahannya, bersabar

saja dan jangan kecewa.

c. Gunakan pakaian yang memudhakan anak seperti celana atau rok

dengan pinggang berkaret elastic.

d. Membeli bersama-sama beberapa celana untuk dipakaikainya

saat latihan akan membuat anak lebih memperhatikan katakana

padanya “ Sekarag adik sudah besar. Jadi mulai pakai celana dan

kalau mau pipis bisa pergi ke toilet” biarakan dia memilih gambar

cealan yang disukainya.

e. Ketika menggunakan celana yang dibelibersama, jelaskan kepada

anak bahwa sekarang dia tidak menggunakan popoknya lagi dan

13
anak perlu menggunakan toilet ketika merasa ingin BAK/BAB.

(Wulandari ,2019;Rekawati,2013).

2.2.4 Langkah yang mendukung suksesnya toilet training

a. Observasi waktu tertentu di mana anak merasa akan BAB,

tempatkan dia diatas toilet, terutama pada waktu tersebut.

b. Berikan toilet yang aman dan terasa nyaman bagi anak.

c. Jelaskan bahwa toilet training tidak hanya untuk orangtua dan

untuk kakaknya.

d. Ingatkan agar anak memberi tahu orangtua bila ingin buang air.

e. Dudukkan anak di atas toilet dan orangtua duduk atau jongkok di

hadapannya sambil mengajak bicara atau cerita. Anjurkan anak

untuk bermain dengan mainannya yang dapat mengalihkan tujuan

toilet training.

f. Berikan pujian pada anak bila ia berhasil menyelesaikan tugasnya

dengan baik. Bila terjadi kesalahan kecil orangtua tidak perlu

marah. Beri ia kesempatan untuk mencoba lagi di hari berikutnya.

g. Biasakan anak pergi ke toilet pada jam-jam tertentu misalnya pagi

hari setiap bangun tidur, siang dan malam hari sebelum

tidur.Berikan anak celana yang mudah dilepas dan dikenakan

kembali (Wulandari,2016).

2.3 Diapers

2.3.1 Pengertian Diapers

Diapers merupakan alat yang berupa popok sekali pakai

berdaya serap tinggi yang terbuat dari plastic dan campuran bahan

kimia untuk menampung sisa-sisa metaboilisme seperti air seni dan

14
feses.diapers ternyata mempunyai efek yang berbahaya dalam jangka

panjang dan akan menghambat perkembangan anak yang telah

terbiasa dari bayi hingga besar menggunakan diapers, akan

mengalami beberapa perbedaan dari anak-anak lainnya.

(Munjiati,2017;Rani Fitriani 2019;Siti Amalia, 2020).

2.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Pemakaian Diapers

a. Faktor Predisposisi

1) Pengetahuan

Pengetahuan mengenai toilet training adalah hal yang

penting untuk diketahui oleh seorang ibu terutama dalam

menciptakan perilaku yang baik bagi anak usia toddler. Hal ini

berpengaruh pada saat ibu menerapkan toilet training untuk

anakanya. Ibu dengan pendidikan baik berarti mempunyai

sikap dan pengetahuan baik dalam menerapkan kemandirian

toilet training. Ibu berharap anaknya akan mempunyai

kemandirian dan lam melakukan toilet trainng.

(Mismandonarian et al 2020 stihomah, 2015; amalia 2020).

2) Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan ibu sanga berpengaruh dalam

pengetahuan dan pengalaman dalam penggunaan diapers

pada anak usia toddler. Pendididkan akan memberi dampak

dalam pola fikir dan pandangan ibu dalam penggunaan

diapers pada anaknya.

3) Pekerjaan

15
Status pekerjaan ibu mempunyai pengaruh besar dalam

penggunaan diapers pada anak. Pekerejaan ibu bayak

menyita waktu untuk ank dalam memberikan pelatihan toilet

traiig pada anak sehingga menjadi alas an dalam penggunaan

diapers pada anak.

4) Tingkat social Ekonom

Tingkat ekonomi social akan mempengaruhi penggunan

diapers pada anak. Masyarakat dan keluargaa dengan

tingakat social ekonomi yang cukup baik akan lebih memilih

enggunakan diapers pada anaknya karena kepraktisan,

kenyamanaan. (jenita, 2019;Hendrawati dkk2020).

2.4 Usia Toddler

2.4.1 Pengertian Usia Toddler

Anak berusia 1-3 tahun disebut anak toodler di usia ini anak

sudah mampu mengeksplorasikan lingkungannya dan mencoba segala

sesuatu untuk belajar mengetahui tentang dunianya khususnya yang

berhubungan dengan relationship pertumbuhan dan perkembangan.

(Mismadonaria, 2020; Septiaa dkk, 2019 ).

Golden age (usia 1-3 tahun) atau masa keemasan adalah

masa-masa penting anak yang tidak bisa di ulang, Pada masa-masa

ini kemampuan otak anak untuk menyerap informasi sangat tinngi.

Apapun informasi yang diberikan akan berdampak bagi anak di pada

masa-masa inilah peran orang tua di tuntun untuk bisa mendidik dan

mengoptimalkan berdasarkan anak baik secara intelektual, emosional

dan spiritual. usia tersebut merupakan waktu yang tepat bagi anak

16
untuk mempelajari berbagai macam keterampilan seperti belajar buang

air kecil dan buang air besar membentuk kebiasaan-kebiasaan yang

tepat berpengaruh masa-masa kehidupan selanjutnya (Kriscillia Molly

et al., 2019).

2.4.2 Pertumbuhan dan Pekembangan Anak Usia Toddler

a. Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel

serta jaringan insterseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan

struktur tubuh sebagian atau keseluruhan sehingga dapat diukur

dengan satuan panjang dan berat (Kemenkes RI, 2015).

Pertumbuhan adalah peningkatan jumlah dan ukuran,

besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secarakuantitatif dan

diukur. Pertumbuhan fisik merupakan hal yang kuantitatif atau

dapat diukur, aspek peningkatan ukuran fisik individu sebagai hasil

peningkatan dalam jumlah sel. Indikator ukuran pertumbuhan

meliputi perubahan tinggi dan berat badan, gigi, struktur sel, dan

karakteristik seksual (Whaley dan Wong, 2004).

b. Perkembanagn

Perkembangan adalah bertambahnya fungsi/kemampuan

sensoris dengar, lihat, raba, rasa, cium), motorik (gerak kasar,

halus), kognitif (pengetahuan, kecerdasan), komunikasi

/berbahasa, emosi-sosial, dan kemandirian (Depkes RI, 2013).

Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh

yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar dan gerak

17
halus, bicara dan bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian

(Kemenkes RI, 2015).

c. Tahap Tumbuh

Terdapat beberapa tahap perkembangan pada anak

menurut umur, yaitu sebagai berikut (Depkes RI, 2015).

1. Umur 0-3 bulan

a. Mengangkat kepala 45˚.

b. Menggerakkan kepala dari kiri/kanan ke tengah.

c. Melihat/menatap wajah.

d. Mengoceh spontan/bereaksi dengan mengoceh.

e. Tertawa keras.

f. Terkejut/bereaksi terhadap suara keras.

g. Membalas tersenyum.

h. Mengenal ibu dengan penglihatan, penciuman,

pendengaran, kontak.

2. Umur 3-6 bulan

a. Berbalik dari telungkup ke telentang.

b. Mengangkat kepala setinggi 90˚.

c. Menggenggam pensil.

d. Meraih benda yang ada dalam jangkauan.

e. Memegang tangan sendiri.

f. Berusaha memperluas pandangan.

g. Mengarahkan matanya pada benda-benda kecil.

18
h. Mengeluarkan suara gembira bernada tinggi.Tersenyum

ketika melihat mainan/gambar yang menarik saat bermain

sendiri.

3. Umur 6-9 bulan

a. Duduk sendiri.

b. Belajar berdiri, kedua kaki menyangga sebagiam berat

badan.

c. Merangkak meraih mainan atau mendekati seseorang

d. Memindahkan benda dari satu tangan ketangan lainnya.

e. Memungut dua benda, dengan masing-masing tangan.

f. Memungut benda sebesar kacang dengan cara meraup.

g. Bersuara tanpa arti, seperti memama-bababa-dadada-

tatata.

h. Mencari mainan yang dijatuhkan.

i. Bermain tepuk tangan/ciluk-baa.

j. Bergembira dengan melempar bola.

k. Makan kue sendiri.

4. Umur 9-12 bulan

a. Mengangkat badannya ke posisi berdiri.

b. Belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan di

kursi.

c. Berjalan dituntun.

d. Mengulurkan lengan untuk meraih benda yang diinginkan.

e. Menggenggam erat pensil.

f. Memasukkan benda kemulut.

19
g. Mengulang/menirukan bunyi yang didengar.

h. Menyebut 2-3 suku kata yang sama tanpa arti.

i. Mengeksplorasi sekitar, ingin tahu, ingin menyentuh apa

saja.

j. Bereaksi terhadap suara perlahan atau bisikan.

k. Senang diajak bermain ciluk-baa.

l. Mengenal anggota keluarga.

5. Umur 12-18 bulan

a. Berdiri sendiri tanpa pegangan.

b. Membungkuk memungut mainan kemudian berdiri

kembali.

c. Memamggil ayah dengan kata“papa“ dan ibu dengan

“mama”.

d. Menumpuk dua kubus.

e. Memasukkan kubus ke kotak.

f. Menunjuk apa yang diinginkan tanpa menangis

/merengek, anak bisa mengeluarkan suara yang

menyenangkan atau menarik tangan ibu.

g. Memperlihatkan rasa cemburu/bersaing.

6. Umur 18-24 bulan

a. Berdiri sendiri tanpa berpegangan selama 30 detik.

b. Berjalan tanpa terhuyung.

c. Bertepuk tangan dan melambai.

d. Menumpuk empat buah kubus.

e. Memungut benda kecil dengan ibu jari dan telunjuk.

20
f. Menggelindingkan bola ke arah sasaran.

g. Menyebut 3-6 kata yang mempunyai arti.

h. Menirukan pekerjaan rumah tangga.

i. Memegang cangkir sendiri, belajar makan, dan minum

sendiri.

7. Umur 24-36 bulan

a. Naik tangga sendiri.

b. Dapat bermain dan menendang bola kecil.

c. Mencorat-coret pensil pada kertas.

d. Bicara dengan baik dengan dua kata.

e. Dapat menunjuk satu atau lebih bagian tubuhnya ketika

diminta.

f. Melihat gambar dan dapat menyebut dengan benar nama

dua benda atau lebih.

g. Membantu memungut mainannya sendiri atau membantu

mengangkat piring jika diminta.

h. Makan sendiri tanpa banyak tumpah.

i. Melepas pakaiannya sendir (Rhipiduri, 2016; Wulandari ;

2019).

2.4.3 Perkembangan Motorik

1. Motorik Kasar

a. Toddler berjalan tanpa bantuan pada usia 15 bulan.

b. Toddler berjalan menaiki tangga dengan satu langkah pada

usia 18 bulan.

21
c. Toddler berjlan menaiki dan menuruni tangga dengan satu

langkah pada saat usia 24 bulan.

d. Toddler melompat dengan dua kaki pada usia 30 bulan.

2. Motorik Halus

a. Toddler membangun tiga sampai empat blok pada usia 18

bulan.

b. Toddler membangun menara dua blok dan mencoret-coret

secara sepontan pada usia 15 bulan.

c. Toddler meniru coretann vertikal pada usia 24 bulan.

d. Toddler membangun menara delapan blok dan meniru tanda

pada usia 30 bulan (Rizki dkk,2015).

22
DAFTAR PUSTAKA

Basri, H., Amin,S.,et.al (2020) Learning Theory Of Condittioning Journal Of


Critical Reviews Vol.7 No8

Danamika . Rani Fitriani Arifin et. al (2019) Hubungan perilaku ibu dalam
penggunaan diapers dengan kesiapan toilet training pada anak” Vol 2 hal
38-44

Feri Kameeliawati.et.al (2020) Keberhasilan Toilet Training Pada Anak Usia


Toodler Ditinjau Dari Penggunaan Disposable Diapers Vol 1

Hendrawati dkk., 2020 Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Sikap


Penerapan Toilet Training Pada Anak Usia Toddler Vol 20 No 1

Istichoma (2015) Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Pelaksanaan


Toilet Training Pada Anak Usia Toddler.

Jenita,(2019) Psikososial Keperawatan.Yogyakrta:PT Pustaka Baru.

Kriscillia Molly Marita et.sl (2020) Faktor yang berhubunga dengan


stimulasi toilet training pada anak usia toddler (1-3 tahun)., jurnal
riset vol.5 no.1

Lita (2017) Gambaran Pemakaian Diapers Sekali Pakai Pada Anak Usia
Prasekolah. Journal Sain Dan Kesehatan Vol.7 No.2.

Mismadonaria et al 2020 karakteristik dan pengetahuan ibu dengan


kemandoirian toilet training., Jurnal bahana kesehatan masyaraka vol 4
no 2.

Nugraha (2018) Hubungan Toilet Training Dengan Kemandirian Anak Usia


4-6 Tahun Di TK UMP Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas.
Universitas Purwokerto.

Rani Fitriani,dkk (2019) Hubungan Prilaku Ibu Dalam Penggunaan Diapers


Dengan Kesiapan Toilet Traiing Pada ANnak, Vol.7 No.1.

Rizki dkk, (2015) Tumbuh Kembang Bayi, Toddler, Anak dan Usia
Remaja.Yogyakarta;Permat.

Rhipiduri,dkk (2016) Buku Ajar Deteksi Dini Tumbuh Kembang Dan


Pemeriksaan Bayi Baru Lahir, Jakartata; Salemba Medika.

Septiani Andriyani (2019) Pandagan Orang Tua Tentang Pelaksanaan


Toilet Training Berdasarkan Karakteristik Penddikan dan Pekerjaan
Pada Anak Usia Toddler, Vol.15 no 2.

23
Siti Amallia et.al (2020) Hubungan Pengunaan Diapers dengnan usia balita dan
kemampuan toilet training pada balita “ Excellent Midwifery Journal
volume 3 no. 1.

Titik Lestari, (2015) Kumpulan Teori Untuk Kajian Pustaka Penelitian


Kesehatan.Yogyakarta;Nuha Medika.

Tri Ratnaningsih dkk (2020) Penggunaan Diapers Selama Masa Toilet Training
Dengan Kejadian Enuresis Pada Anak Prasekolah,Vol 3 No 2.

Wulandari dkk.,(2016) Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta:Pustaka


Pelajar.

Zuraidah (2019) Hubunga Penggunaan Diapers Dengan Kemampuan Toilet


Training Pada Toodler Vol 7 No 1.

24

Anda mungkin juga menyukai