Anda di halaman 1dari 38

Konsep Pendidikan Islam

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK IX

Nurhikma (105391132314)
Rizky (105391106816)
Kiki Reski Amelia (105391108016)
Putri Awalia Nur (105391109016)

PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan

anugerah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang “Konsep Pendidikan

Islam” tepat pada waktunya. Semoga makalah ini dapat membantu proses belajar ,

terutama mata kuliah “Filsafat Lingkungan”.

            Penulis menyadari bahwa makalah yang dibuat ini masih terdapat banyak

kekurangan. Oleh karena itu , penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar

dalam proses penyusunan makalah berikutnya dapat lebih baik . Akhir kata, semoga

makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca .

Wassalamualaikum Wr.Wb

Makassar,30 Januari 2019

Kelompok IX

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL............................................................................................................................i

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep, Pendidikan dan Pendidikan Islam.........................................................3


B. Konsep Pendidikan.............................................................................................4
1. Al-Ghazali......................................................................................................6
a. Biografi Al-Ghazali....................................................................................6
b. Karya-karya Al-Ghazali.............................................................................7
c. Konsep Pendidikan Islam menurut Al-Ghazali.........................................8
d. Analisis Wacana Tentang Pemikiran Al-Ghazali dalam pendidikan……15
e. Pendidikan Nasional dan Pendidikan menurut Al-Ghazali.......................16
c. LIngkungan Pendidikan...........................................................................19
2. Ibnu Khaldun................................................................................................20
a. Biografi Ibnu Khaldun..............................................................................20
b. Karya-karya Ibnu Khaldun.......................................................................22
c. Konsep Pendidikan Islam menurut Ibnu Khaldun...................................23

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................................................34
B. Saran.................................................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................35

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk


pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik
yang berbentuk jasmaniyah maupun rohaniyah, menumbuhsuburkan
hubungan yang harmonis setiap pribadi manusia dengan Allah, manusia dan
Alam semesta.

Pendidikan Islam mengajarkan setiap manusia umumnya dan umat


Islam khususnya untuk mencapai dan mewujudkan sebuah tujuan yang
sesungguhnya yaitu untuk selalu taat dan mengabdi kepada Allah Swt. Tujuan
ini merupakan dasar yang paling utama sebagai bentuk pengabdian seorang
hamba kepada Tuhannya. Tidak semua manusia yang tunduk dan patuh
kepada Allah swt. Ketidakpatuhan tersebut salah satunya didasari tidak
adanya pendidikan dasar Islam yang seharusnya sudah diajarkan saat manusia
terlahir kedunia. Allah memberikan sebuah potensi fitrah pada manusia setiap
ia lahir kepermukaaan dibumi ini, namun perlu adanya pendidikan dasar yang
telah dibebankan kepada setiap orang tua sebagai pendidik awal bagi
anaknya. orang tua mempunyai peran penting untuk membimbing, membina
dan mendidik anaknya untuk menjadi anak yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah.

Makalah ini akan mengkaji mengenai Konsep Pendidikan Islam yang


sesungguhnya, khususnya menurut imam Ghazali dan ibnu Khaldun.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan konsep, pendidikan dan pendidikan islam?
2. Bagaimana konsep Pendidikan Islam ?
3. Bagaimana konsep Pendidikan Islam Menurut Al-Ghazali?
4. Bagaimana konsep Pendidikan Islam Menurut Ibnu Khaidun?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian konsep, pendidikan dan
pendidikan islam
2. Untuk mengetahui dan memahami konsep Pendidikan Islam
3. Untuk mengetahui dan memahami konsep Pendidikan Islam Menurut Al-
Ghazali
4. Untuk mengetahui dan memahami konsep Pendidikan Islam Menurut Ibnu
Khaidun

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Konsep, Pendidikan dan pendidikan islam


Konsep adalah ide umum yang tersusun rapi untuk diterapkan secara
terencana dalam kehidupan nyata. Konsep sangat penting dalam pendidikan
karena pendidikan tanpa adanya konsep maka pendidikan tersebut tidak akan
bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Untuk itu pendidikan terutama
pendidikan Islam harus mempunyai konsep yang mapan.
Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan manusia yang tak
pernah bisa ditinggalkan. Pendidikan adalah transfer pengetahuan dan nilai.
Pendidikan bertujuan untuk menyempurnakan kecerdasan-kecerdasan
manusia yang secara potensi telah diberi oleh Allah SWT. Islam mengenal
lembaga pendidikan atau pusat pendidikan sejak detik-detik awal
diturunkannya wahyu kepada Nabi Muhammad SAW. Guru agung yang
pertama yaitu Nabi Muhammad SAW.
Pendidikan islam pada dasarnya adalah proses kombinasi. Kombinasi
karena memadukan beberapa unsur di dalamnya, (tidak bisa berdiri sendiri).
Pendidikan Islam adalah sebuah penggabungan dari tata nilai Islam yang
dimaksudkan untuk perbaikan generasi. pendidikan islam merupakan suatu
cara untuk melakukan perbaikan generasi. Apalagi generasi pemuda sekarang
sudah banyak yang tidak peduli lagi dengan ajaran-ajaran agama yang
berlaku, jadi pendidikan Islam sangatlah penting.
Secara sederhana pengertian pendidikan Islam dapat diartikan sebagai
pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam sebagaimana yang
tercantum dalam Al-Qur’an dan Hadis serta dalam pemikiran para ulama dan
dalam praktek sejarah umat Islam, jadi dapat dikatakan bahwa pendidikan
Islam dalam pandangan yang sebenarnya adalah suatu sisitem pendidikan
yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai
dengan ideologi Islam, sehingga dengan mudah ia dapat membentuk
hidupnya sesuai dengan ajaran Islam. Dalam pengertian ini dapat dinyatakan

3
bahwa pendidikan Islam merupakan suatu sistem, yang didalamnya terdapat
beberapa komponen yang saling kait mengkait.
Pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu pada
kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran
sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi diantara profesi-profesi asasi
dalam masyarakat. pendidikan Islam lebih menekan pada perubahan tingkah
laku, dari yang buruk menuju yang baik, dari yang minimal menuju yang
maksimal, dari yang potensial menjadi aktual, dari yang pasif menuju yang
aktif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu
proses perubahan tingkah laku sesuai dengan ajaran Islam yang dilakukan
melalui pembiasaan, bimbingan untuk membentuk kepribadian muslim pada
diri seseorang guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia
dan di akhirat.

B. Konsep Pendidikan Islam


Paradigma tentang konsep pendidikan Islam memang sudah
berkembang luas sejak dulu. Dalam pendidikan Islam pastinya kita sudah
mengenal tiga konsep dasar pendidikan Islam, yaitu; Ta’dib, Tarbiyah, dan
Ta’lim. Namun dari ketiga konsep dasar tersebut memiliki titik tekan yang
berbeda.
Berangkat dari tujuan dan paparan data di atas, perlunya kita
merumuskan konsep untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Artinya bukan
kita membuat konsep baru atau memilih dari tiga konsep dasar pendidikan
Islam, tapi kita menyusun konsep tersebut sehingga menjadi satu pijakan
dalam melaksanakan proses pendidikan. Dengan demikian kita perlu
memahami ketiga konsep dasar pendidikan Islam agar kita bisa menentukan
arah/alur proses pendidikan untuk menghantarkan manusia kepada hakikat
manusia yaitu mengemban amanah dan mewujudkan suatu tatanan
masyarakat dan kehidupan yang di ridhoi Alloh SWT.
Ketiga konsep dasar mempunyai peran masing-masing dalam proses
pendidikan Islam.

4
1. Ta’dib
Ta’dib adalah berasal dari kata benda dan mempunyai kata kerja
adaba yang berarti mendidik. Bentuk kata ini belum tertuju dan
memerlukan tujuan (objek) yang dalam pendidikan objek tersebut ialah
manusia. Sedangkan dalam bahasa Indonesia kata adab diartikan sebagai
sopan santun, budi pekerti dan tatak rama. Namun peradaban diartikan
sebagai hasil seluruh budi daya manusia, baik secara personal maupun
komunal (kelompok). Jadi ta’dib dapat diartikan sebagai proses untuk
membentuk sebuah peradaban.
Peradaban Islami adalah terbentuknya tatanan masyarakat yang
menanamkan dan merealisasikan nilai-nilai Islam di muka bumi ini, dan
menjalankan tugas dan fungsi manusia sesuai dengan hakikat manusia.
2. Tarbiyyah
Tabiyyah berasal dari kata Rabba, yang dalam Al-Quran diartikan
sebagai mencipta, memelihara, memenuhi kebutuhan dan
menyempurnakan. Artinya cakupan tarbiyyah ini sangat luas, tidak hanya
manusia yang menjadi objek tapi bisa jadi alam semesta juga menjadi
objek dari tarbiyyah. Allohu rabbil’alamin adalah pernyataan bahwa
Alloh telah melakukan tarbiyyah bagi seluruh alam semesta ini termasuk
manusia.
3. Ta’lim
Ta’lim berasal dari kata ‘allama artinya proses pengajaran dengan
menggunakan seluruh indra yang dimiliki manusia selanjutnya direkam
oleh akal (nalar). Proses Alloh mengajarkan Adam menggunakan ‘allama
(QS. 2:31). Dengan demikian ta’lim memiliki cakupan yang lebih
spesifik yang hanya menitik tekankan terhadap proses penalaran saja.
Dengan demikian setelah kita memahami ketiga konsep dasar tersebut
kita dapat merumuskan sistematika proses pendidikan.

5
Tokoh tokoh pendidikan islam dan pemikirannya sebagai berikut:
1. Al-Ghazali
a. Biografi Al-Ghazali
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin
Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Ath-Thusi An-Naysaburi. Ia
dilahirkan di Thus, sebuah Kota di Khurasan Persia pada tahun 450
H. atau 1058 M. Ayahnya seorang pemintal wool. Al-Ghazali
mempunyai seorang saudara, ketika akan meninggal ayahnya
berpesan kepada seorang sahabat setia agar kedua putranya diasuh
dan disempurnakan pendidikannya. Sahabat tersebut segera
melaksanakan wasiat ayah Al-Ghazali dengan mendidik dan
menyekolahkan keduanya. Setelah harta pusaka peninggalan ayah
mereka habis, keduanya dinasehati agar meneruskan mencari ilmu
semampunya. Imam Al-Ghazali sejak kecil dikenal sebagai seorang
anak pencinta ilmu pengetahuan dan pencari kebenaran yang hakiki,
sekalipun diterpa duka cita, dilanda aneka rupa nestapa dan sengsara.
Di masa kanak-kanak, Imam Al-Ghazali belajar kepada Ahmad bin
Muhammad Ar-Raziqani di Thus kemudian belajar kepada Abi Nasr
Al-Ismaili di Jurjani dan akhirnya ia kembali ke Thus.
Setelah itu Imam Ghazali pindah ke Naysaburi untuk belajar
kepada seorang ahli agama kenamaan di masanya, yaitu Al-Juwaini
yang bergelar Imam Haramain; darinya Al-Ghazali belajar ilmu
kalam, ilmu ushul, dan ilmu agama lainnya. Imam Al-Ghazali
memang orang cerdas dan sanggup mendebat segala sesuatu yang
tidak sesuai dengan penalaran yang jernih, sehingga Imam Juwaini
memberi predikat sebagai orang yang memiliki ilmu sangat luas
bagaikan “laut dalam nan menenggelamkan”.
Keikutsertaan Al-Ghazali dalam suatu diskusi bersama
sekelompok ulama dan intelektual di hadapan Nidzam Al-Mulk
membawa keuntungan besar baginya. Nidzam Al-Mulk berjanji akan
mengangkat Al-Ghazali sebagai guru besar di Universitas yang

6
didirikannya di Baghdad pada tahun 484 atau 1091 M. Setelah empat
tahun di universitas tersebut, ia memutuskan untuk berhenti
mengajar dan meninggalkan Baghdad. Setelah itu ia pergi ke Syam,
hidup dalam Jami Umawi dengan kehidupan total dipenuhi ibadah,
dilanjutkan ke padang pasir untuk meninggalkan kemewahan hidup
dan mendalami agama.
Dari sana, ia kembali ke Baghdad untuk kembali mengajar.
Selain mengajar, ia juga rajin menulis buku atau kitab. Kitab
pertama yang dikarangnya adalah ”Al-Munqidz min al-Dhalal”.
Setelah sepuluh tahun di Baghdad, ia pergi ke Naysaburi dan sibuk
mengajar di sana. Dalam waktu yang tidak lama setelah itu beliau
meninggal di Thus kota kelahiranya pada hari Senin tanggal 14
Jumadil Akhir 505 H. atau 1111 M.

b. Karya-karya Al-Ghazali
Al-Ghazali banyak mengarang buku dalam berbagai disiplin
ilmu. Karangan-karangannya meliputi Fikih, Ushul Fikih, Ilmu
Kalam, Teologi Kaum Salaf, bantahan terhadap kaum Batiniah, Ilmu
Debat, Filsafat dan khususnya yang menjelaskan tentang maksud
filsafat serta bantahan terhadap kaum filosof, logika, tasawuf, akhlak
dan psikologi.
Kitab terbesar karya Al-Ghazali yaitu Ihya
‘Ulumuddin (Menghidupkan Ilmu-ilmu Agama), karangannya ini
beberapa tahun dipelajari secara seksama di antara Syam,
Yerussalem, Hajaz, dan Thus. Karyanya berisi paduan yang indah
antara fikih, tasawuf dan filsafat; bukan saja terkenal di kalangan
kaum Muslimin tetapi juga di kalangan dunia Barat.
Karya-karya Al-Ghozali ada yang membaginya sebagai berikut:
a. Di Bidang filsafat
 Maqasid al-Falasifah
 Tafahut al-Falasifah

7
 Al-Ma’rif al-‘Aqliyah
b. Di Bidang Agama
 Ihya ‘Ulumuddin
 Al-Munqidz min al-Dhalal
 Minhaj al-Abidin
c. Di Bidang Akhlak Tasawuf
 - Mizan al-Amal
 - Kitab al-Arbain
 - Mishkat al-anwar
 - Al-Adab fi al-Din
 - Ar-Risalah al-Laduniyah
d. Di Bidang Kenegaraan
 - Mustazhiri
 - Sirr al-Alamin
 - Nasihat al-Muluk
 - Suluk al-Sulthanah

c. Konsep Pendidikan Islam Menurut Al-Ghazali


Konsep pendidikan Al-Ghazali dapat diketahui dengan cara
memahami pemikirannya berkenaan dengan berbagai aspek yang
berkaitan dengan pendidikan, yaitu: tujuan, kurikulum, etika guru,
dan etika murid, metode.
1. Tujuan Pendidikan menurut Al-Ghazali
Seorang guru dapat merumuskan suatu tujuan kegiatan
dengan baik, jika ia memahami benar filsafat yang
mendasarinya. Rumusan selanjutnya akan menentukan aspek
kurikulum, metode, dan lainnya. Dari hasil studi terhadap
pemikiran Al-Ghazali dapat diketahui dengan jelas bahwa tujuan
akhir yang ingin dicapai melalui pendidikan ada dua, pertama:
tercapainya kesempurnaan insani yang bermuara pada

8
pendekatan diri kepada Allah SWT; kedua, kesempurnaan insani
yang bermuara pada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Karena itu, beliau bercita-cita mengajarkan manusia agar
mereka sampai pada sasaran yang merupakan tujuan akhir dan
maksud dari pendidikan. Tujuan itu tampak bernuansa religius
dan moral, tanpa mengabaikan masalah duniawi. Akan tetapi, di
samping bercorak agamis yang merupakan ciri spesifik
pendidikan Islam dengan mengutamakan pada sisi keruhanian.
Kecenderungan tersebut sejalan dengan filsafat Al-Ghazali yang
bercorak tasawuf. Maka tidak salah bila sasaran pendidikan
adalah kesempurnaan insani dunia dan akhirat. Manusia akan
sampai pada tingkat ini hanya dengan menguasai sifat
keutamaam melalui jalur ilmu. Keutamaan itu yang akan
membuat bahagia di dunia dan mendekatkan kepada Allah SWT
sehingga bahagia di akhirat kelak. Oleh karena itu, menguasai
ilmu bagi beliau termasuk tujuan pendidikan, mengingat
kandungan nilai serta kenikmatan yang diperoleh manusia
darinya.
Sasaran pendidikan menurut Al-Ghazali adalah
kesempurnaan insani di dunia dan akhirat. Manusia akan sampai
kepada tingkat kesempurnaan hanya dengan menguasai sifat
keutamaan jalur ilmu dan menguasai ilmu adalah bagian dari
tujuan pendidikan.
2. Kurikulum Pendidikan menurut Al-Ghazali
Dalam ilmu pendidikan islam, kurikulum merupakan
komponen yang penting karena merupakan bahan-bahan ilmu
pengetahuan yang di proses di dalam sistem kependidikan islam.
Ia juga menjadi salah satu bagian dari bahan masukan yang
mengandung fungsi sebagai alat pencapai (infut instrumental)
pendidikan islam.

9
Mengingat dasar dan watak atau sifatnya, kurikulum
pendidikan islam di pandang sebagai cermin idealitas islami
yang tersusun dalam bentuk program kurikulum itu. Kita dapat
mengetahui cita-cita apakah yang hendak di wujudkan oleh
proses kependidikan dengan memperhatikan program yang
berbentuk kurikulum itu. Oleh karena itu, dapat di ketahui
tentang cita-cita apakah yang hendak di wujudkan oleh proses
kependidikan islam itu.
Demikian pula kurikulum pendidikan islam pun harus di
susun dengan mendasarkan diri kepada bahan-bahan yang dapat
mengantarkan peserta didik ke arah hakikat manusia yang
bersifat monodualis. Kurikulum demikianlah yang dapat
membina peserta didik untuk menjadi insan purna sebagaimana
di kehendaki oleh Imam Al-Ghazali.
Imam Al-Ghazali menyatakan ilmu-ilmu pengetahuan
yang harus di jadikan bahan kurikulum lembaga pendidikan
yaitu:
1. Ilmu-ilmu yang fardu’ain yang wajib di pelajari oleh semua
orang islam meliputi ilmu-ilmu agama yakni ilmu yang
bersumber dari kitab suci Al-Qur’an dan Al-Hadits.
2. Ilmu-ilmu yang merupakan fardu kifayah, terdiri dari ilmu-
ilmu yang dapat di manfaatkan untuk memudahkan urusan
hidup duniawi, seperti ilmu hitung (matematika), ilmu
kedokteran, ilmu teknik, ilmu pertanian dan industry.
Dari kedua kategori ilmu tersebut, Al-Ghazali merinci lagi
menjadi:
1. Ilmu-ilmu Al-Qur’an dan ilmu agama seperti Fiqh, Hadits
dan Tafsir.
2. Ilmu bahasa, seperti Nahwu saraf, Makhraj dan lafal-
lafalnya, yang membantu ilmu agama.

10
3. Ilmu-ilmu yang fardu kifayah, terdiri dari berbagai ilmu
yang memudahkan urusan kehidupan duniawi seperti ilmu
kedokteran, matematika, teknologi (yang beraneka ragam
jenisnya), ilmu politik dan lain-lain
4. Ilmu kebudayaan seperti syair, sejarah dan beberapa cabang
fisafat.
Dalam menyusun kurikulum pelajaran, Al-Ghazali memberi
perhatian khusus pada ilmu-ilmu agama dan etika sebagaimana
yang di lakukannya terhadap ilmu-ilmu yang sangat bermanfaat
bagi kehidupan masyarakat. Kurikulum menurut Al-Ghazali di
dasarkan kepada dua kecenderungan sebagai berikut:
1. Kecenderungan Agama dan Tasawuf
Kecenderungan ini membuat Al-Ghazali
menempatkan ilmu-ilmu agama di atas segalanya dan
memandangnya sebagai alat untuk menyucikan diri dan
membersihkannya dari pengaruh kehidupan dunia.
2. Kecenderungan Pragmatis
Al-Ghazali beberapa kali mengulangi penilaian
terhadap ilmu bedasarkan manfaatnya bagi manusia, baik
kehidupan di dunia maupun di akhirat. Ia menjelaskan
bahwa ilmu yang tidak bermanfaat bagi manusia merupakan
ilmu yang tak bernilai. Menurut Al-Ghazali setiap ilmu
harus di lihat dari fungsi dan kegunaannya dalam bentuk
amaliah.
Manusia adalah subyek pendidikan, sedangkan
pendidikan itu sangat penting bagi manusia, maka dalam
pendidikan itu harus di perhatikan tentang kurikulumnya.
Kurikulum pendidikan menurut Al-Ghazali adalah materi
keilmuan yang di sampaikan kepada murid hendaknya
secara berurutan, mulai dari hafalan yang baik, mengerti,
memahami, meyakini, dan membenarkan terhadap apa yang

11
di terimanya sebagai pengetahuan tanpa memerlukan bukti
atau dalil.
3. Pendidik menurut Al-Ghazali
Dalam suatu proses pendidikan adanya pendidik
merupakan suatu keharusan. Pendidik sangat berjasa dan
berperan dalam suatu proses pendidikan dan pembelajaran
sehingga Al-Ghazali merumuskan sifat-sifat yang harus dimiliki
pendidik diantaranya guru harus cerdas, sempurna akal, dan baik
akhlaknya; dengan kesempurnaan akal seorang guru dapat
memiliki ilmu pengetahuan secara mendalam dan dengan akhlak
yang baik dia dapat memberi contoh dan teladan bagi muridnya.
  Menurut Al-Ghazali, guru yang dapat diserahi tugas
mengajar selain harus cerdas dan sempurna akalnya juga baik
akhlak dan kuat fisiknya. Dengan kesempurnaan akal ia dapat
memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dengan
akhlaknya dapat menjadi contoh dan teladan bagi para
muridnya, dan dengan kuat fisiknya guru dapat melaksanakan
tugas mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak
muridnya.
Selain sifat-sifat umum di atas pendidik kendaknya juga
memiliki sifat-sifat khusus dan tugas-tugas tertentu diantaranya:
 Sifat kasih sayang.
 Mengajar dengan ikhlas dan tidak mengharapkan upah dari
muridnya.
 Menggunakan bahasa yang halus ketika mengajar.
 Mengarahkan murid pada sesuatu yang sesuai dengan
minat, bakat, dan kemampuan siswa.
 Menghargai pendapat dan kemampuan orang lain.
 Mengetahui dan menghargai perbedaan potensi yang
dimiliki murid.

12
4. Peserta Didik Menurut Al-Ghazali
Dalam kaitannya dengan peserta didik, lebih lanjut Al-
Ghazali menjelaskan bahwa mereka merupakan hamba Allah
yang telah dibekali potensi atau fitrah untuk beriman kepada-
Nya. Fitrah itu sengaja disiapkan oleh Allah sesuai dengan
kejadian manusia, cocok dengan tabiat dasarnya yang memang
cenderung kepada agama Islam.
Ketika menjelaskan makna pendidikan kepada umat, Al-
Ghazali membagi manusia menjadi tiga golongan yang
sekaligus menunjukkan keharusan menggunakan metode dan
pendekatan yang berbeda pula, yaitu:
 Kaum awam, yaitu orang yang cara berfikirnya sederhana
sekali. Dengan cara berfikir tersebut mereka tidak dapat
mengembangkan hakikat-hakikat. Mereka mempunyai sifat
lekas percaya dan menurut. Golongan ini harus dihadapi
dengan sikap memberi nasehat dan petunjuk.
 Kaum pilihan, yaitu orang yang akalnya tajam dengan cara
berfikir yang mendalam. Kepada kaum pilihan tersebut
harus dihadapi dengan sikap menjelaskan hikmat-hikmat.
 Kaum pendebat (ahl al jidal), harus dihadapi dengan sikap
mematahkan argumen-argumen mereka.
Menurut Al-Ghazali, ketika menuntut ilmu peserta didik
memiliki tugas dan kewajiban, yaitu:
 Mendahulukan kesucian jiwa.
 Bersedia merantau untuk mencari ilmu pengetahuan.
 Jangan menyombongkan ilmunya apalagi menentang guru.
 Mengetahui kedudukan ilmu pengetahuan.
Dengan tugas dan kewajiban tersebut diharapkan seorang
peserta didik mampu untuk menyerap ilmu pengetahuan untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT.

13
5. Metode Pendidikan Menurut Al-Ghazali
         Perhatian Al-Ghazali terhadap metode pengajaran lebih
dikhususkan bagi pengajaran pendidikan agama untuk anak-
anak. Untuk ini ia telah mencontohkan suatu metode
keteladanan bagi mental anak-anak, pembinaan budi pekerti, dan
penanaman sifat-sifat keutamaan pada diri mereka. Metode
pengajaran menurut Al-Ghazali dapat dibagi menjadi dua bagian
antara pendidikan agama dan pendidikan akhlak.
      Metode pendidikan agama menurut Al-Ghazali pada
prinsipnya dimulai dengan hapalan dan pemahaman, kemudian
dilanjutkan dengan keyakinan dan pembenaran, setelah itu
penegakan dalil-dalil dan keterengan-keterangan yang
menguatkan akidah.
          Al-Ghazali berpendapat bahwa pendidikan agama harus
mulai diajarkan kepada anak-anak sedini mungkin. Sebab dalam
tahun-tahun tersebut, seorang anak mempunyai persiapan
menerima kepercayaan agama semata-mata dengan
mengimankan saja dan tidak dituntut untuk mencari dalilnya.
Sementara itu berkaitan dengan pendidikan akhlak, pengajaran
harus mengarah kepada pembentukan akhlak yang mulia. Al-
Ghazali mengatakan bahwa akhlak adalah suatu sikap yang
mengakar di dalam jiwa yang akan melahirkan berbagai
perbuatan baik dengan mudah dan gampang tanpa perlu
pemikiran dan pertimbangan.
          Selanjutnya, prinsip metodologi pendidikan modern selalu
menunjukan aspek ganda. Suatu aspek menunjukan proses anak
belajar dan aspek lainnya menunjukan aspek guru mengajar dan
mendidik.
a) Asas-asas metode belajar
 Memusatkan perhatian sepenuhnya.

14
 Mengetahui tujuan ilmu pengetahuan yang akan
dipelajari.
 Mempelajari ilmu pengetahuan dari yang sederhana
menuju yang komplek.
 Mempelajari ilmu pengetahuan dengan sistematika
pembahasan.
b) Asas-asas metode mengajar
 Memperhatikan tingkat daya pikir anak.
 Menerangkan pelajaran dengan cara yang sejelas-
jelasnya.
 Mengajarkan ilmu pengetahuan dari yang konkrit
kepada yang abstrak.
 Mengajarkan ilmu pengetahuan dengan berangsur-
angsur.
c) Asas metode mendidik
 Memberikan latihan-latihan.
 Memberikan pengertian dan nasihat.
 Melindungi anak dari pergaulan yang buruk.

d. Analisis Wacana Tentang Pemikiran al-Ghazali dalam


Pendidikan
          Hal ini dapat dipahami dari satu segi tujuan diciptakannya
manusia ialah manusia berpotensi untuk menjadi khalifah fi al-ardi.
Potensi tersebut akan bermanfaat hanya jika digali melalui
pendidikan karena itulah pendidikan merupakan usaha penggalian
dan pengemangan fitrah manusia.
        Akan tetapi, munculnya filsafat pragmatisme yang mendapat
inspirasi dari John Dewey, telah mengubah arah orientasi
pendidikan. Filsafat pragmatisme telah mengabaikan konsep-konsep
kebenaran dan menggantinya dengan kegunaan, dan pengaruh itu
berjalan terus, akhirnya terwujudlah manusia-manusia yang

15
menghancurkan konsep keagungan dan kemuliaan diri manusia itu
sendiri. Penggantian konsep tersebut mengharuskan kita untuk
mengubah sistem pendidikan yang ada sekarang, yang menyangkut
dasar, tujuan, materi, kualifikasi, sistem evaluasi pendidikan dan
lain-lain sehingga tercapai tujuan yang diharapkan.
          Tidak ada jalan lain untuk mengatasi dunia pendidikan
semacam itu kecuali kembali kepada dan menerapkan sistem
pendidikan yang memperhatikan fitrah manusia secara utuh, yakni
sistem pendidikan Islam. Selanjutnya, terhadap tantangan-tantangn
yang sedang dihadapi dunia pendidikan dewasa ini, ternyata konsep
pendidikan al-Ghazali mampu menjawabnya. Bukti kongkritnya
adalah Ihya’.
          Tampilnya pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan dalam
dunia pendidikan dewasa ini adalah karena aktualitas konsepnya,
kejelasan orientasi sistemnya, dan secara umum karena
pemikirannya yang sesuai dengan sosio kultural. Penampilannya
dalam dunia pendidikan merupakan usaha pengubahan eksistensi
muslim yang saat ini telah rusak hubungannya dengan sejarah masa
lampaunya. Juga, sumbangsihnya terhadap pendidikan Islam untuk
mempelajari warisan para leluhurnya yang telah dihalangi oleh barat.

e. Pendidikan Nasional dan Pendidikan menurut Al-Ghazali


Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan
pancasila dan undang-undang dasar Negara republic Indonesia tahun
1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman, untuk
mewujudkan cita- cita ini, diperlukan pejuangan oleh seluruh lapisan
masyarakat.
Dalam pendidikan nasional mempunyai tujuan yang tertera
dalam UU 20/2003 pasal 3 yaitu tentang sistem pendidikan nasional.
Didalamnya disebutkan bahwa ‘ pendidikan nasional berfungsi

16
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembanya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berlimu, cakap
kreatif mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan nasional diatas juga tidak banyak berbeda
dengan tujuan pendidikan yang disebutkan oleh imam Ghozali,
meskipun imam ghozali lebih menekankan pada agama dan syariah
karena lebih mendekatkan manusia kepada tuhannya. Tujuan
pendidikan menurut imam Ghozali yaitu lebih mengarah kepada
realisasi tujuan keagamaan dan akhlak, dimana fadhilah (keutamaan)
dan taqorrub kepada Allah merupakan tujuan yang paling penting
dalam pendidikan.
Imam ghozali Ghozali juga merumuskan tujuan pendidikan
dalam jangka pendek dan jangka panjang, yang diman jangka
pendek adalah diraihnya profesi manusia sesuai dengan
kemampuannya, dan untuk mencapai tujuan itu terdapat syarat yaitu
harus memanfaatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan sesuai
bakatnya masing-masing.
Sedangkan dalam jagka panjang itu adalah untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT bukan untuk mencari kedudukan,
kemegahan, kegagahan, atau mendapatkan kedudukan yang
menghasilkan uang. Jika tujuan pendidikan bukan diarahkan untuk
mendekatkan diri kepada Allah, akan dapat menimbulkan
kedengkian, kebencian dan permusuhan.
Sistem pendidikan nasional pada saat ini beda dengan dengan
sistem yang di ungkapkan oleh imam Ghozali, yang dimana sistem
pemerintahan saat ini kurang baik dan cenderung lebih bersifat
parsial, juga sering terjadi pergantian pemimpin yang sehingga

17
mengakibatkan sering terjadi pergantian kurikulum. Hal semacam
itulah yang menjadi perbedaan antara pendidikan nasional dengan
pendidikan oleh imam Al Ghozali.
Karakteristik kurikulum saat ini nampak kurang bersifat
progresif, rumusannya masih berkisar menjawab persoalan kekinian
yang terjadi, dan belum mampu memeprediksikan persoalan dalam
jangka waktu lima atau sepuh tahun yang akan datang, sedangkan
dinegara-negara maju kurikulumnya bersifat progresif karena
bersifat antisipatif terhadap tantangan kehidupan dalam jangka
panjang.Memang adanya pergantian kurikulum merupakan suatu
terobosan yang diharapkan menjadi kegembiraan dalam aspek
kurikulum, namun harapan itu nampaknya masih jauh untuk
terwujud. Dengan adanya kurikulum baru tidak serta merta
memberikan perubahan secara drastis. Justru adanya kurikulum baru
membawa masalah tersendiri, desain kurikulum baru tidak mudah
untuk di implementasikan. Banyak kendala yang harus dihadapi
untuk mengimplementasikannya. Banyak kalangan yang belum
memiliki kesiapan yang memadai untuk mengimplementasikannya.
Memang kurikulum dibuat dengan sesungguhnya, berusaha
untuk mengikuti tuntutan tantanan baru, tetapi substansi, metode,
setrategi dan capaian yang dilakukan masih mengikuti standart
kurikulum lama. Sehingga secara umum belum banyak perubahan
yang terjadi
Adapun pandangan imam ghozali tentang kurikulum yaitu
dengan membagi ilmu pengetahuan kepada yang terlarang dan ilmu
pengetahuan yang diwajibkan untuk dipelajari murid-muridnya.
Antara lain missal:
1) Ilmu pengetahuan tersebut jika dipelajari akan timbul mudharat
dan menjadikan keraguan terhadap adanya tuhan, maka
diperintahkan untuk menjauhi ilmu tersebut.

18
2) Jika ilmu yang dipelajari akan menimbulkan kesucian jiwa dan
mendekatkan diri kepada-Nya, maka ilmu tersebut diwajibkan
untuk dipelajari.
3) Dan membatasi ilmu yang terpuji untuk diperdalam, karena
dikhawatirkan akan menggoncang iman iman dan ilhad
(meniadakan Tuhan), seperti filsafat.
Dari beberapa hal di atas, imam ghozali membagi ilmu lagi menjadi
dua kelompok. Yakni:
1) Ilmu yang wajib yang diketahui oleh semua orang, yaitu ilmu
agama, ilmu yang bersumber pada kitab Allah.
2)  Ilmu yang hukum mempelajarinya fardhu kifayah, yaitu ilmu
yang digunakan untuk memudahkan urusan duniawi seperti ilmu
hitung, ilmu kedokteran, ilmu teknik,ilmu pertanian dan industri.
Sistem Pendididikan nasional berbeda dengan pendidikan oleh imam
ghozali, pada pendidikan nasional penekanan pada proses belajar
mengajar memang kreatif, akan tetapi sayangnya evaluasi belajar
mengajar hanya melalui ujian nasional yang tetap menitik beratkan
pada hasil. Hal semacam itu tidak ada dalam pemikiran pendidikan
yang dikemukakan oleh imam Al- Ghozali.

f. Lingkungan Pendidikan
Al-Ghazali berpendapat bahwa hakikat pendidikan adalah
proses saling memengaruhi antara fitrah manusia dengan lingkungan
yang mengelillinginya. Lebih jauh Al-GHazali mengungkapkan
tentang pengaruh lingkungan, yang bukan hanya terbatas pada unsur
manusia, tetapi unsur lain juga dapat memengaruhi pembentukan
pribadi anak. Kemudian beliau membagi lingkungan pendidikan
pada dua hal, yakni lingkungan pendidikan yang berwujud manusia
dan lingkungan pendidikan yang berwujud kesusastraan.
Lingkungan pendidikan yang berwujud manusiaia lebih
menekankan pada lingkungan keluarga. Hal ini karen ia menganggap

19
bahwa anak merupakan amanat Tuhan kepada kedua orang tuanya,
hatinya suci bagaikan juhar yang indah dan sederhana, serta bersih
dari segala goresan dan bentuk (Zainuddin, 1991:88-89). Ia
mengambil dari surah 66 ayat 6, yang artinya: “Hai orang-orang
beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari (siksa) api neraka”.
Oleh karena itu, menurut Al-Ghazali, anak harus diawasi sejak dari
kelahirannya, jangan menyerahkannya kepada wanita sembarangan
(yang tidak shalehah) untuk menyusuinya.
Sementara itu, lingkungan pendidikan yang berkaita dengan
kesusastraan adalah yang terkait dengan bahan bacaan yang dapat
memengaruhi perkembangan anak. Ia membaginya menjadi dua hal,
yakni buku-buku bacaan yang bermanfaat bagi perkembangan anak,
dan buku-buku yang dapat merugikan perkembangan anak
(Zainuddin, 1991:93-95).

2. Ibnu Khaldun
a. Biografi Ibnu Khaldun
Ibnu khaldun adalah seorang filsuf sejarah yang berbakat dan
cendekiawan terbesar pada zamannya, salah seorang pemikir
terkemuka yang pernah dilahirkan. Beliau adalah seorang pendiri
ilmu pengetahuan sosiologi yang secara khas membedakan cara
memperlakukan sejarah sebagai ilmu serta memberikan alasan-
alasan untuk mendukung kejadian-kejadian yang nyata. 
Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah Abu Zayd ‘Abd al-
Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al-Hadrami. Beliau dilahirkan
di Tunisia pada 1 Ramadhan 732 H. / 27 Mei 1332 M, wafat 19
Maret 1406/808H. Beliau dikenal sebagai sejarawan dan bapak
sosiologi Islam yang hafal Alqur’an sejak usia dini, selain itu beliau
juga membahas tentang pendidikan islam. Karyanya yang terkenal
adalah Muqaddimah(Pendahuluan).

20
Beliau masih memiliki garis keturunan dengan Wail bin Hajar,
salah seorang sahabat Nabi Saw. Wail bin Hajar pernah
meriwayatkan sejumlah hadith serta pernah dikirim nabi untuk
mengajarkan agama Islam kepada para penduduk daerah itu. Pada
abad ke-8 M Khalid bin Utsman datang ke Andalusia bersama
pasukan arab penakluk wilayah bagian selatan Spanyol. Khalid
kemudian lebih dikenal panggilan Khaldun sesuai dengan kebiasaan
orang Andalusia dan Afrika Barat Laut yakni dengan penambahan
pada akhir nama dengan “uns” sebagai pernyataan penghargaan
kepada keluarga penyandangnya. Dengan demikian Khalid menjadi
Khaldun.
Guru pertama ibnu Khaldun adalah ayahnya sendiri. Dia
belajar membaca dan menghafal al-Qur’an. Dia fasih dalam qira’at
sab’ah (tujuh cara membaca al-Qur’an), dia memperlihatkan caranya
yang seimbang dan merata antara mata pelajaran tafsir, hadith, fiqih
dan gramatika bahasa arab yang diambilnya dari sejumlah guru yang
ada di Tunisia).
Ibnu Khaldun mulai berkarir dalam bidang pemerintahan dan
politik di kawasan Afrika Barat Laut dan Andalusia selama hampir
seperempat Abad. Dalam kurun waktu itu dari sepuluh kali dia
pindah jabatan dari satu dinasti ke dinasti yang lain. Jabatan
pertaman Ibnu Khaldun pertama adalah sebagai anggota Majlis
keilmuwan Sultan Abu Inal dari Bani Marin di ibu kota Fez.
Kemudian dia diangkat menjadi sekertaris Sultan  pada Tahun 1354.
Selain di dunia politik, Ibnu Khaldun juga mengajarkan
ilmunya di masjid. Kemudian dia pindah ke Biskarah. Dari Biskarah
kembali ke Andalusia baru dan menuju Tilimsan tahun 1374 M. Di
Tilimsan ini ibnu Khaldun menemukan tempat untuk menulis dan
membaca di rumah bani Arif di dekat benteng Qal’at Ibn Salamah
sebagai tempat tinggal dan tinggal di Istana Ibnu Salamah. Di tempat

21
inilah selama empat tahun dia memulai karnya yang terkenal
dengan Kitab al-Ibar (sejarah Universal).
Ibnu Khaldun meninggal pada usia 76 Tahun. Untuk
menghormati nama besarnya dia dimakamkan di pemakaman sufi di
Bab al-Nashr Kairo, yang merupakan makam para ulama dan orang-
orang penting.
Sebagai pelopor sosiologi, sejarah-filsafat, dan ekonomi-
politik, karya-karyanya memiliki keaslian yang menajubkan. “Kitab
al-I’bar” termasuk al-Taarif adalah buku sejarahnya yang
monumental, berisi Muqaddimah serta otobiografinya. Bukunya
dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama terkenal dengan
muqaddimah, dalam bagian ini membicarakan tentang masyarakat,
asal-usulnya,kedaulatan, lahirnya kota-kota dan desa-desa,
perdagangan, cara orang mencari nafkah, dan ilmu pengetahuan.
Bagian kedua kitab al-I’bar, terdiri dalam empat jilid, membicarakan
tentang sejarah bangsa arab dan orang-orang muslim lainnya dan
juga dinasti-dinasti pada masa itu, termasuk dinasti syiria, persia,
seljuk, turki, yahudi, romawi, dan prancis. Dan bagian ketiga terdiri
dari dua jilid, membicarakan bangsa barbar dan suku tetangga,
otobiografi yaitu Al-Taarfi.

b. Karya-Karya Ibnu Khaldun


Adapun hasil karya-karyanya yang terkenal di antaranya adalah:
 Kitab Muqaddimah
Merupakan buku pertama dari kitab al-‘Ibar, yang terdiri
dari bagian muqaddimah (pengantar). Buku pengantar yang
panjang inilah yang merupakan inti dari seluruh persoalan, dan
buku tersebut pulalah yang mengangkat nama Ibnu Khaldun
menjadi begitu harum. Adapun tema muqaddimah ini adalah
gejala-gejala sosial dan sejarahnya.

22
 Kitab al-‘Ibar, wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar, fi Ayyam
al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar, wa man Asharuhum min
dzawi as-Sulthani al-‘Akbar. Atau “Kitab Pelajaran dan Arsip
Sejarah Zaman Permulaan dan Zaman Akhir yang mencakup
Peristiwa Politik Mengenai Orang-orang Arab, Non-Arab, dan
Barbar, serta Raja-raja Besar yang Semasa dengan Mereka”,
yang kemudian terkenal dengan kitab ‘Ibar, yang terdiri dari tiga
buku dan beberapa jilid.
 Kitab al-Ta’rif bi Ibnu Khaldun wa Rihlatuhu Syarqon wa
Ghorban (al-Ta’rif).
Oleh orang-orang Barat disebut dengan Autobiografi,
merupakan bagian terakhir dari kitab al-‘Ibar yang berisi tentang
beberapa bab mengenai kehidupan Ibnu Khaldun. Dia menulis
autobiografinya secara sistematis dengan menggunakan metode
ilmiah, karena terpisah dalam bab-bab, tapi saling berhubungan
antara satu dengan yang lain.
 Lubab al-Muhashshal fi Ushuluddin
 Syifa ‘al syail li Tahdz.

c. Konsep Pendidikan Islam Ibnu Khaldun


Menurut Ibnu Khaldun ilmu pendidikan bukanlah suatu
aktivitas yang semata-semata bersifat pemikiran dan perenungan
yang jauh dari aspek-aspek pragmatis di dalam kehidupan, akan
tetapi ilmu dan pendidikan tidak lain merupakan gejala sosial yang
menjadi ciri khas jenis insani.

Tradisi penyeledikan ilmiah yang dilakukan oleh ibnu khaldun


dimulai dengan menggunakan tradisi berfikir ilmiah dengan
melakukan kritik atas cara berfikir “model lama” dan karya-karya
ilmuwan sebelumnya, dari hasil penyelidikan mengenai karya-karya
sebelumnya, telah memberikan kontribusi akademik bagi

23
pengembangan ilmu pengetahuan yang sahih, pengetahuan ilmia
memuat pengetahuan yang otentik.

a) Tujuan

Pendidikan bukan hanya merupakan proses belajar


mengajar yang dibatasi oleh ruang dan waktu, tetapi pendidikan
adalah suatu proses, di mana manusia secara sadar menangkap,
menyerap, dan menghayati peristiwa-peristiwa alam sepanjang
zaman. .Menurut Ibnu Khaldun bahwa manusia itu secara
esensial bodoh (jahil) layaknya seperti binatang, manusia hanya
berupa setetes sperma, segumpal darah, sekerat daging dan
masih ditentukan rupa mentalnya. Artinya manusia itu adalah
jenis hewan, namun Allah SWT telah membedakan manusia dan
hewan  dengan memberi akal pikiran kepada manusia. Pada
mulanya manusia menggunakan akal pemilah, kemudian akal
eksperimental dan akhirnya menggunakan akal kritis. Melalui
akal pikiran inilah, manusia mampu bertindak secara teratur dan
terencana.
Menurut Ibnu Khaldun Ada Enam Tujuan Pendidikan, yaitu :
 menyiapkan seseorang dari segi keagamaan dengan
memperkuat potensi iman, sebagaimana dengan potensi-
potensi lain
 menyiapkan seseorang dari segi akhlak
 menyiapkan seseorang dari segi kemasyarakatan atau social
 menyiapkan seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan
 menyiapkan seseorang dari segi pemikiran, sebab dengan
pemikiran seseorang dapat memegang berbagai pekerjaan
atau ketrampilan tertentu dan
 menyiapkan seseorang dari segi kesenian.

24
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
bukan hanya bertujuan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan
akan tetapi juga untuk mendapatkan keahlian.
            Ibnu Khaldun telah memberikan porsi yang sama antara
tujuan apa yang akan dicapai dalam urusan ukhrowi dan
duniawi, karena baginya pendidikan adalah jalan untuk
memperoleh rizki. Atas dasar itulah Ibnu Khaldun beranggapan
bahwa target pendidikan adalah memberikan kesempatan
kepada pikiran untuk aktif dan bekerja, karena dia memandang
aktivitas ini sangat penting bagi terbukanya pikiran dan
kematangan individu dan kematangan berfikir adalah alat bagi
kemajuan ilmu industri dan sistem sosial.
Pandangan Ibnu Khaldun tentang Pendidikan Islam
berpijak pada konsep dan pendekatan filosofis-empiris.
Menurutnya ada tiga tingkatan tujuan yang hendak dicapai
dalam proses pendidikan yaitu:

 Pengembangan kemahiran (al-malakah atau skill) dalam


bidang tertentu.
 Penguasaan keterampilan professional sesuai dengan
tuntutan zaman.
 Pembinaan pemikiran yang baik
b) Materi
Adapun pandangannya mengenai materi pendidikan, karena
materi adalah merupakan salah satu komponen operasional
pendidikan, maka dalam hal ini Ibnu Khaldun telah
mengklasifikasikan ilmu pengetahuan yang banyak dipelajari
manusia pada waktu itu menjadi dua macam yaitu:

1. Ilmu-ilmu tradisional (Naqliyah)

Ilmu naqliyah adalah yang bersumber dari al-Qur’an


dan Hadits yang dalam hal ini peran akal hanyalah

25
menghubungkan cabang permasalahan dengan cabang
utama, karena informasi ilmu ini berdasarkan kepada
otoritas syari’at yang diambil dari al-Qur’an dan Hadits.

Adapun yang termasuk ke dalam ilmu-ilmu naqliyah


itu antara lain: ilmu tafsir, ilmu qiraat, ilmu hadits, ilmu
ushul fiqh, ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu bahasa Arab, ilmu
tasawuf, dan ilmu ta’bir mimpi.

2. Ilmu-ilmu filsafat atau rasional (Aqliyah)

Ilmu ini bersifat alami bagi manusia, yang


diperolehnya melalui kemampuannya untuk berfikir. Ilmu
ini dimiliki semua anggota masyarakat di dunia, dan sudah
ada sejak mula kehidupan peradaban umat manusia di
dunia.

Menurut Ibnu Khaldun ilmu-ilmu filsafat (aqliyah) ini


dibagi menjadi empat macam ilmu yaitu:

 Ilmu logika,
 Ilmu fisika,
 Ilmu metafisika dan
 Ilmu matematika termasuk didalamnya ilmu, geografi,
aritmatika dan al-jabar, ilmu music, ilmu astromi, dan
ilmu nujuum.

Walaupun Ibnu Khaldun banyak membicarakan tentang ilmu


geografi, sejarah dan sosiologi, namun ia tidak memasukkan
ilmu-ilmu tersebut ke dalam klasifikasi ilmunya. Setelah
mengadakan penelitian, maka Ibnu Khaldun membagi ilmu
berdasarkan kepentingannya bagi anak didik menjadi empat
macam, yang masing-masing bagian diletakkan berdasarkan
kegunaan dan prioritas mempelajarinya. Empat macam
pembagian itu adalah:

26
1. Ilmu agama (syari’at), yang terdiri dari tafsir, hadits, fiqh
dan ilmu kalam.
2. Ilmu ‘aqliyah, yang terdiri dari ilmu kalam, (fisika), dan
ilmu Ketuhanan (metafisika)
3. Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu agama
(syari’at), yang terdiri dari ilmu bahasa Arab, ilmu hitung
dan ilmu-ilmu lain yang membantu mempelajari agama.
4. Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu filsafat, yaitu
logika.

Menurut Ibnu Khaldun, kedua kelompok ilmu yang


pertama itu adalah merupakan ilmu pengetahuan yang dipelajari
karena faidah dari ilmu itu sendiri. Sedangkan kedua ilmu
pengetahuan yang terakhir (ilmu alat) adalah merupakan alat
untuk mempelajari ilmu pengetahuan golongan pertama.
Demikian pandangan Ibnu Khaldun tentang materi ilmu
pengetahuan yang menunjukkan keseimbangan antara ilmu
syari’at (agama) dan ilmu ‘Aqliyah (filsafat).

Meskipun dia meletakkan ilmu agama pada tempat yang


pertama, hal itu ditinjau dari segi kegunaannya bagi anak didik,
karena membantunya untuk hidup dengan seimbang namun dia
juga meletakkan ilmu aqliyah (filsafat) di tempat yang mulia
sejajar dengan ilmu agama.

c) Metode
Metode pendidikan adalah segala segi kegiatan yang
terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-
kemestian mata pelajaran yang diajarkannya. Ciri-ciri
perkembangan peserta didik dan suasana alam di sekitarnya dan
tujuan membimbing peserta didik untuk mencapai proses belajar
yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah
laku mereka.

27
Metode pendidikan sama halnya dengan metode
pembelajaran (pengajaran), yang mana pemikiran Ibnu Khaldun
tentang metode pendidikan terungkap lewat empat sikap
reaktifnya terhadap gaya para pendidik (guru) dimasanya dalam
dasar empat dasar persoalan pendidikan.

1) kebiasaan mendidik dengan metode “indoktrinasi” terhadap


anak-anak didik, para pendidik memulai dengan masalah-
masalah pokok yang ilmiah untuk diajarkan kepada anak-
anak didik tanpa mempertimbangkan kesiapan mereka
untuk menerima dan menguasainya. Maka Ibnu Khaldun
lebih memilih metode secara gradual sedikit demi sedikit,
pertama-tama disampaikan permasalahan pokok tiap bab,
lalu dijelaskan secara global dengan mempertimbangkan
tingkat kecerdasan dan kesiapan anak didik, hingga selesai
materi per-bab.
2) memilah-milah antara ilmu-ilmu yang mempunyai nilai
instrinsik, semisal ilmu-ilmu keagamaan, kealaman, dan
ketuhanan, dengan ilmu-ilmu yang instrumental, semisal
ilmu-ilmu kebahasa-Araban, dan ilmu hitung yang
dibutuhkan oleh ilmu keagamaan, serta logika yang
dibutuhkan oleh filsafat.
3) Ibnu Khaldun tidak menyukai metode pendidikan yang
terkait dengan strategi berinteraksi dengan anak yang
“militeristik” dan keras, anak didik harus seperti ini dan
seperti itu, karena berdampak buruk bagi anak didik berupa
munculnya kelainan-kelainan psikologis dan perilaku nakal.
4) Ibnu Khaldun mengajarkan agar pendidik bersikap sopan
dan halus pada muridnya. Hal ini termasuk juga sikap orang
tua terhadap anaknya, karena orang tua adalah pendidik
yang utama. Selanjutnya jika keadaan memaksa harus

28
memukul si anak, maka pemukulan tidak boleh lebih dari
tiga kali.

Ibnu Khaldun memberikan sedikitnya ada dua bentuk


pembelajaran yaitu:

1) Tahapan pembelajaran

Pembelajaran yang efektif dan efisien terhadap


peserta dpembelajaran yang efektif dan efisien terhadap
peserta didik apabila dilakukan secara berangsur-angsur,
setapak-demi setapak dan apabila dilakukan secara
berangsur-angsur.

 Berkaitan dengan itu semua ibnu khaldun


menganjurkan agar para guru dan orang tua sebagai
pendidik seharusnya berlaku sopan dan adil dalam
mengingatkan siswa, lain dari itu ibnu khaldun
membolehkan memukul siswa apabila dalam keadaan
memaksa akan tetapi pukulan tersebut tidak lebih tiga kali.

Dalam literatur yang lainnya lagi dengan metode


pengajaran ini ibnu khaldun menjelaskan bahwa tiap-tiap
pemikiran dan ilmu akan mengembangkan pada akal yang
cerdas, lebih lnjut beliau menjelaskan ilmu berhitung tidak
sama dengan metode problem-problem kemasyarakatan dan
falsafah atau sejarah, dari sini seorang pendidik harus
mampu mengklasifikasi mata pelajaran dan metode
pengajaran.

2) Concertie method (metode pemusatan)

Dalam kaitan ini komponin pendidikan sama-sama


dituntut untuk lebih fokus pada satu atau dua pilihan bidang
pendidikan saja, baik guru, para orang tua dan siswa. Dalam
beberapa referensi yang ada sepertinya sosok ibnu khaldun

29
adalah seorang yang menjunjung tinggi metode itu
(specialisasi pelajaran) dan telaten.

Selain metode diatas Ibnu Khaldun dalam buku


Muqaddimahnya menjelaskan bahwa didalam memberikan
pengetahuan kepada anak didik, pendidik hendaknya:

a. memberikan problem-problem pokok yang bersifat


umum dan menyeluruh, dengan memperhatikan
kemampuan akal anak didik.
b. Setelah pendidik memberikan problem-problem yang
umum dari pengetahuan tadi baru pendidik
membahasnya secara lebih detail dan terperinci.
c. Pada langkah ketiga ini pendidik menyampaikan
pengetahuan kepada anak didik secara lebih terperinci
dan menyeluruh, dan berusaha membahas semua
persoalan bagaimapaun sulitnya agar anak didik
memperoleh pemahaman yang sempurna.

Ibnu Khaldun juga menyebutkan keutamaan metode


diskusi, karena dengan metode ini anak didik telah terlibat
dalam mendidik dirinya sendiri dan mengasah otak, melatih
untuk berbicara, disamping mereka mempunyai kebebasan
berfikir dan percaya diri. Atau dengan kata lain metode ini
dapat membuat anak didik berfikir reflektif dan inovatif.
Lain halnya dengan metode hafalan, yang menurutnya
metode ini membuat anak didik kurang mendapatkan
pemahaman yang benar.

Disamping metode diskusi Isbnu Khaldun juga


menganjurkan metode peragaan, karena dengan metode ini
proses pengajaran akan lebih efektif dan materi pelajaran
akan lebih cepat ditangkap anak didik. Satu hal yang
menunjukkan kematangan berfikir Ibnu Khaldun, adalah

30
prinsipnya bahwa belajar bukan penghafalan di luar kepala,
melainkan pemahaman, pembahasan dan kemampuan
berdiskusi. Karena menurutnya belajar dengan berdiskusi
akan menghidupkan kreativitas pikir anak, dapat
memecahkan masalah dan pandai menghargai pendapat
orang lain, disamping dengan berdiskusi anak akan benar-
benar mengerti dan paham terhadap apa yang dipelajarinya.

d. Pendidik

Seorang pendidik hendaknya memiliki pengetahuan yang


memadai tentang perkembangan psikologis peserta didik.
Pengetahuan ini akan sangat membantunya untuk mengenal
setiap individu peserta didik dan mempermudah dalam
melaksanakan proses belajar mengajar. Para pendidik
hendaknya mengetahui kemampuan dan daya serap peserta
didik.

Kemampuan ini akan bermanfaat bagi menetapkan materi


pendidikan yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta
didik. Bila pendidik memaksakan materi di luar kemampuan
peserta didiknya, maka akan menyebabkan kelesuan mental dan
bahkan kebencian terhadap ilmu pengetahuan yang diajarkan.
Bila ini terjadi, maka akan menghambat proses pencapaian
tujuan pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan
antara materi pelajaran yang sulit dan mudah dalam cakupan
pendidikan.

Ibnu Kholdun menganjurkan agar para guru bersikap dan


berperilaku penuh kasih sayang kepada peserta didiknya,
mengajar mereka dengan sikap lembut dan saling pengertian,
tidak menerapkan perilaku keras dan kasar, sebab sikap
demikian dapat membahayakan peserta didik, bahkan dapat
merusak mental mereka, peserta didik bisa menjadi berlaku

31
bohong, malas dan bicara kotor, serta berpura-pura, karena
didorong rasa takut dimarahi guru atau takut dipukuli.

Dalam hal ini, keteladanan guru yang merupakan


keniscayaan dalam pendidikan, sebab para peserta didik
menurut Ibnu Kholdun lebih mudah dipengaruhi dengan cara
peniruan dan peneladanan serta nilai-nilai luhur yang mereka
saksikan, dari pada yang dapat dipengaruhi oleh nasehat,
pengajaran atau perintah-perintah.

Dalam melaksanakan tugasnya, seorang pendidik


hendaknya mampu menggunakan smetode mengajar yang
efektif dan efisien. Ibnu Khaldun mengemukakan 6 (enam)
prinsip utama yang perlu diperhatikan pendidik, yaitu:

1. Prinsip pembiasaan
2. Prinsip tadrij (berangsur-angsur)
3. Prinsip pengenalan umum (generalistik)
4. Prinsip kontinuitass
5. Memperhatikan bakat dan kemampuan peserta didik
6. Menghindari kekerasan dalam mengajar.

e. Pesetra Didik

Peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan


memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu
dikembangkan. Di sini peserta didik merupakan makhluk Allah
yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum
mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun
perimbangan pada bagian- bagian lainnya. Dari segi rohaniah, ia
memiliki bakat, kehendak, perasaan, dan pikiran yang dinamis
dan perlu dikembangkan. Pada dasarnya peserta didik adalah:

1. Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa,


akan tetapi memiliki dunianya sendiri. Hal ini sangat

32
penting untuk dipahami agar perlakuan terhadap mereka
dalam proses kependidikan tidak disamakan dengan
pendidikan orang dewasa, bahkan dalam aspek metode,
mengajar, materi yang akan diajarkan, sumber bahan yang
digunakan dan sebagainya.
2. Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi
periodesasi perkembangan dan pertumbuhan. Aktivitas
kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan yang pada umumnya
dilalui oleh setiap peserta didik. Karena kadar kemampuan
peserta didik ditentukan oleh faktor-faktor usia dan periode
perkembangan atau pertumbuhan potensi yang dimilikinya.
3. Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan,
baik menyangkut kebutuhan jasmani maupun kebutuhan
rohani yang harus dipenuhi.
4. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki
perbedaan individual (diferensiasi individual), baik yang
disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan di
mana ia berada.
5. Peserta didik merupakan resultan dari dua unsur alam, yaitu
jasmani dan rohani. Unsur jasmani memiliki daya fisik yang
menghendaki latihan dan pembiasaan yang dilakukan
melalui proses pendidikan. Sementara unsur rohani
memiliki dua daya, yaitu daya akal dan daya rasa. Untuk
mempertajam daya akal maka proses pendidikan hendaknya
melalui ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk mempertajam
daya rasa dapat dilakukan melalui pendidikan akhlak dan
ibadah.
6. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah)
yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinami

33
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
 Konsep Pendidikan menurut Al-Ghazali
Menurut Al-Ghazali, pendidikan yang baik merupakan jalan untuk
mendekatkan diri kepada Allah dan mendapatkan kebahagiaan dunia dan
akhirat. tujuan utama dari penggunaan metode dalam pendidikan harus
diselaraskan dengan tingkat usia, kecerdasan, bakat dan pembawaan anak
dan tujuannya tidak lepas dari nilai manfaat. Tentang pendidik, Al-
Ghazali menekankan bahwa seorang pendidik harus memiliki norma-
norma yang baik, khususnya norma akhlak.
 Konsep Pendidikan Islam menurut Ibnu Khaldun
pemikiran Ibnu Khaldun lebih kepada realistis. Bahwa pendidikan
bukan hanya untuk mengangkat derajat manusia. Namun, agar manusia
mampu memperoleh penghasilan dan menghasilkan industri-indutri
untuk eksistensi hidup manusia selanjutnya. 

B. Saran
Makalah yang kami susun semoga bisa membantu kita lebih memahami
tentang konsep pendidikan islam. Mohon permakluman dari semuanya jika
dalam makalah kami ini masih terdapat banyak kekeliruan baik bahasa
maupun pemahaman. Karena tiadalah sesuatu yang sempurna yang bisa
manusia ciptakan.

34
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompasiana.com/medianmihsan/552a51346ea8345916552cff/konsep-
pendidikan-islam

http://www.informasi-pendidikan.com/2015/07/pengertian-dan-tujuan-pendidikan-
islam.html

http://amadanwar.blogspot.com/2012/05/konsep-pendidikan-islam-menurut-al.html

http://kamiluszaman.blogspot.com/2015/04/pendidikan-islam-menurut-imam-al-
ghazali.html

https://inspirasi-dttg.blogspot.com/2018/03/makalah-pendidikan-islam-dalam.html

http://pecintamakalah.blogspot.com/2015/11/makalah-pemikiran-pendidikan-
ibnu.html

http://islamcendekiawan.blogspot.com/2016/01/makalah-konsep-pendidikan-ibnu-
khaldun.html

http://berbagiilmuyangterkacil.blogspot.com/2016/10/makalah-konsep-pendidikan-
islam.html

http://utaryayu.blogspot.com/2015/03/kurikulum-menurut-al-ghazali.html

35

Anda mungkin juga menyukai