1. Prosedur Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
• Dokter Lisa : a. Apron/Gown/Cover all Jumpsuit b. Penutup kepala (bila tidak menggunakan cover all jumpsuit) c. Sepatu tertutup/Shoes cover d. Masker bedah e. Goggle/kacamata (ketika ada risiko percikan cairan tubuh) f. Sarung tangan (dilepaskan segera setelah selesai tindakan) • Ners Sita : a. Apron/Gown/Cover all Jumpsuit b. Penutup kepala (bila tidak menggunakan cover all jumpsuit) c. Masker bedah
2. Tentang Triase dan Skrining
• Patogenesis Virus Berasal dari Hewan Inang awal dari SARS-CoV-2 adalah kelelawar dengan inang perantaranya beberapa hewan lain, seperti unta, tikus, dan musang. Selanjutnya, virus ini mengalami mutasi sehingga dapat menginfeksi saluran pernapasan manusia. Mekanisme Entri Virus Virus masuk ke sel inang setelah protein S yang berada di sampul virus berikatan dengan reseptor sel inang, Angiotensin-Converting Enzyme 2 (ACE-2) yang umumnya banyak di epitel saluran pernapasan. Selanjutnya, RNA virus masuk dan direplikasi oleh sel inang. Replikasi Virus di Manusia Di manusia, SARS-CoV-2 bereplikasi di dalam sel epitel yang melapisi saluran pernapasan dari atas hingga bawah. Replikasi virus ini diawali dengan translasi RNA virus yang masuk. Selanjutnya, sistem transkripsi dan translasi sel inang akan berfokus memperbanyak salinan RNA virus dan memproduksi komponen- komponen penyusun virus sekaligus merakitnya. Selanjutnya, terjadi viral shedding atau pelepasan virus dari sel inang ke sel-sel sekitarnya. Hal ini menyebabkan sel-sel lain, seperti sel-sel pada saluran gastrointestinal mengeluarkan respon imun didapat (innate imun response ) dan bermanifestasi sebagai gejala non-respiratorik. Badai Sitokin Proses replikasi dan shedding virus ini memicu sel mengeluarkan sitokin-sitokin proinflamasi. Semakin banyak virus, semakin banyak sitokin yang dikeluarkan. Kondisi terlalu banyak sitokin ini disebut dengan badai sitokin (cytokine storm) . Jumlah sitokin yang berlebihan ini menyebabkan paru memadat dan mengalami fibrosis sehingga terjadi gangguan oksigenasi hingga gawat napas dan memerlukan ventilator untuk membantu proses pernapasan. Terdapat jumlah sitokin yang bervariasi antar pasien COVID-19. Pada pasien COVID-19 di ICU, ditemukan GCSF, IP10, MCP1, MIP1A, dan TNF-alfa dengan konsentrasi lebih tinggi dibanding yang tidak memerlukan ICU. Jumlah sitokin ini mempengaruhi derajat keparahan penyakit. • Manifestasi Klinis Manifestasi klinis yang muncul pada pasien COVID-19 bermacam-macam, mulai dari asimtomatik hingga syok sepsis. Belum diketahui proporsi kasus asimtomatik, namun telah dilaporkan viral load yang tinggi pada spesimen swab nasofaring dari kasus asimtomatik. Kemudian, hingga saat ini terhitung 80% kasus menunjukkan gejala ringan atau sedang, 13,8% menunjukkan gejala sakit berat, dan 6,1% menunjukkan gejala kritis. • Secara umum, terjadinya gangguan penghidu dapat terjadi melalui 3 mekanisme yaitu4: - Gangguan konduktif: adanya hambatan hantaran odoran di dalam rongga hidung karena proses inflamasi mukosa hidung, yang biasanya disertai dengan gejala hidung lainnya seperti kongesti hidung atau rinorea. - Gangguan sensorineural: terjadi kerusakan pada sel-sel penunjang di mukosa olfaktorius atau serabut saraf olfaktorius. - Gangguan sentral: adanya kerusakan jalur olfaktorius di sistem saraf pusat • Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk membantu penegakan diagnosis adalah darah perifer lengkap, hitung jenis, fungsi ginjal, analisis gas darah terutama bila sesak, hemostasis, prokalsitonin (bila dicurigai bakterialis), dan laktat. Pada pemeriksaan darah lengkap dapat ditemukan leukopenia dan limfopenia. Nilai prognostik dari pemeriksaan d-dimer cukup baik. Berdasarkan penelitian, pasien yang meninggal cenderung mengalami peningkatan d-dimer pada hari ke-10 dan sering diasosiasikan dengan sepsis. Peningkatan d-dimer 1ug/mL menunjukkan makna signifikan dengan kematian di rumah sakit pada analisis multivariat. Berikut tabel berisi temuan laboratorium pada berbagai penelitian. • Pencitraan terpilih untuk membantu penegakkan diagnosis adalah CT-scan dan foto polos toraks. Pada fase awal dapat ditemukan Ground Glass Opacities (GGO) di area perifer, subpleural, dan lobus bawah. Selain itu, tampak penebalan septal interlobular dan interstisial intralobular yang berbentuk crazy paving pattern. Perjalanan klinis CT-scan pasien COVID-19 sebagai berikut. - Pasien asimtomatis: tampak GGO multifokal dan unilateral. Jarang ditemukan penebalan septum interlobularis, efusi pleura, dan limfadenopati. - Satu minggu setelah onset: tampak GGO lesi bilateral dan difus. Efusi pleura ditemukan pada 5% kasus dan limfadenopati ditemukan pada 10%. - Dua minggu setelah onset: tampak GGO predominan dan dapat terdeteksi konsolidasi. - Tiga minggu setelah onset: tampak GGO predominan disertai pola retikular. Gambaran efusi pleura, limfadenopati, bronkiektasis, dan penebalan pleura mulai ditemukan Triase Alur Triase Berdasarkan Panduan WHO Berdasarkan rekomendasi WHO, alur triase disesuaikan dengan kondisi fasilitas kesehatan. Secara garis besar, status pasien (suspek atau non suspek) perlu ditetapkan di awal untuk menentukan apakah pasien perlu diisolasi atau tidak dan langkah penanganan pasien lebih lanjut. Di Indonesia, status pasien ditetapkan berdasarkan definisi operasional yang telah dibahas pada bagian sebelumnya. Alur Triase untuk Pasien Berusia ≥12 Tahun Pasien yang datang perlu ditentukan tingkat prioritas penangannannya dengan memeriksa kondisi ABCD (Airway, Breathing, Circulation, dan Disability) dan kondisi lainnya (hamil, trauma) sesuai panduan pada gambar berikut.